Dinamika Kehidupan Preman
Nur Hidayati Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan
[email protected]
ABSTRAK Keadaan lingkungan dan ekonomi yang tidak mendukung membuat para preman menjalani kehidupan yang keras. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kehidupan preman, dan kendala-kendala yang dihadapi dalam kehidupan preman.Penelitian ini dilakukan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dengan subjek penelitian seorang preman yang sudah menjalani profesinya selama 15 tahun dan belum menemukan makna dari kehidupannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Sampel yang digunakan adalah sampel bertujuan (purposive sampling) dengan jenis criteria (criterion sampling), Metode pengumpulan data yang menggunakan metode observasi non partisipan metode wawancara semi terstruktur. Berdasarkan hasil analisis bahwa kehidupan preman menginginkan kehidupan yang bebas, tidak membutuhkan aturan, dan bekerja sekedarnya saja belum menemukan makna hidupnya karena masih sering melakukan berbagai tindakan yang negatif dan masih melupakan tanggung jawabnya kepada anak dan istrinya. Kendala yang dihadapi dalam kehidupan preman terdapat beberapa faktor yaitu faktor internal subjek tidak memiliki pekerjaan tetap, dan eksternal hubungan yang kurang harmonis dengan pasangan serta keluarga selain itu hubungan yang mendalam dengan lingkungan dan teman-temannya, sehingga membuat subjek sulit untuk menjauhkan diri dari kehidupannya saat ini. Kata kunci : Kehidupan preman
ABSTRACT The environment and the economy do not support making the thugs live a hard life. The purpose of this study to determine the thug life, and constraints encountered in civilian life. The research was conducted in the Special Province of Yogyakarta with research subjects a thug who has his profession for 15 years and have yet to find the meaning of life. The method used in this research is a qualitative research method with case study approach. The samples are intended sample (purposive sampling) with the type of criteria (criterion sampling), data collection methods using non-participant observation method of semi-structured
interviews. Based on the analysis that the lives of thugs want a life that is free, does not require rules and moderation work yet to find the meaning of life because they often perform actions that are negative and forget the responsibilities to his wife and children. Obstacles encountered in civilian life, there are several factors which are not the subject of internal factors have a steady job, and external relationships that are less harmonious with couples and families besides a deep connection with the environment and his friends, so that makes the subject difficult to keep away from his current life this. Keywords: Thugs life
Pendahuluan
Hasrat untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama dan keinginan setiap orang dalam kehidupannya baik itu bermakna bagi diri sendiri ataupun bagi sesama manusia, bagi alam dan seisinya, atau bagi kehidupan di akhirat nanti. Hidup bemakna menandakan bahwa seseorang memiliki eksistensi di hadapan orang lain; eksistensi ini merupakan salah satu jawaban perwujudan aktualisasi diri manusia yang merupakan hierarki tertinggi dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia (Koeswara, 1992). Orang yang menghayati hidupnya sebagai hidup yang bermakna menunjukkan kehidupan yang penuh gairah dan optimis, hidupnya terarah dan bertujuan mampu beradaptasi, luwes dalam bergaul dengan tetap menjaga identitas diri, dan apabila dihadapkan pada suatu penderitaan ia akan tabah dan menyadari bahwa hikmah selalu ada dibalik penderitaan (Bastaman dalam Soleh, 2001). Frankl (Koesworo, 1992) menjelaskan kebermaknaan hidup adalah kualitas penghayatan individu terhadap seberapa besar dirinya dapat mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi-potensi serta kapasitas yang di miliki dan terhadap seberapa jauh dirinya telah mencapai tujuan-tujuan hidupnya dalam rangka memberi makna kepada kehidupannya. Maslow (Sumanto, 2006) menjelaskan bahwa kebermaknaan hidup adalah metamotives atau meta needs atau kebutuhan yang berkembang yang bekerja sesuai dengan aturan yang berbeda dengan teori drive reduction, manusia akan berkembang menjadi pribadi yang utuh apabila berhasil merealisasikan potensi dengan sebaikbaiknya Di lingkungan masyarakat preman sudah dicap sangat meresahkan karena prilakunya yang kasar dan terkadang tidak manusiawi. Mereka ada dimana-mana apalagi dikota besar, mereka menguasai pasar, terminal, tempat parkir, mereka ada ditempat-tempat keramaian yang srategis untuk menjalankan aksinya. Namun preman juga tetaplah manusia yang mempunyai keinginan untuk menjadi orang yang berguna dan bermanfaat bagi orang lain. Menurut Frankl (2003) menyatakan bahwa makna hidup dapat ditentukan dalam berbagai keadaan, tidak saja dalam keadaan
normal dan menyenangkan saja, tetapi juga dalam penderitaan, seperti dalam keadaan sakit, bersalah atau bahkan kematian. Frankl mengingatkan bahwa dalam keadaan yang demikian pasti ada harapan, hikmah, dan makna di balik penderitaan yang membuat manusia bisa tetap bertahan (meaning in suffering). Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang di lakukan penulis terhadap dua preman, menunjukkan mereka dalam menjalani kehidupannya sering meminjam uang sana sini namun tidak di bayar, suka ketempat hiburan (diskotik, karokean, dan cafe-café dangdut), memintaminta uang di pasar (suka memeras), berkelahi, sebelum menjalankan aksinya mereka mengkonsumsi alkohol terlebih dahulu, apabila mendapatkan uang bisa langsung di habiskan hari itu juga perkara hari esok bisa dicari lagi, memiliki angan-angan yang muluk-muluk apabila mendapatkan uang namun apabila bertemu dengan teman-teman kembali dengan kehidupan semula yang suka mabok-mabokkan, dan bejudi selain itu mereka juga tidak pernah melakukan kegiatan beribadah seperti sholat dan mengaji. Jadi dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan penulis dapat ditarik kesimpulan bahwa preman dalam menjalani kehidupannya tanpa aturan, tidak bertanggung jawab dan semaunya sendiri yang penting heppy pada saat itu juga dan tidak peduli dengan hari esok, sering melakukan tindakan kekerasan pada saat mengkonsumsi alkohol, cenderung tidak tahu arah tujuan hidupnya, mempunyai banyak keinginan di dalam kehidupannya namun tidak tahu apa yang akan di lakukannya dan juga tidak pernah melakukan kegiatan beribadah. Melakukan aktifitas kerja yang bermanfaat akan menimbulkan penghayatan hidup bermakna pada diri seseorang. Hal ini menimbulkan perasaan berguna dan memberikan perasaan bahagia ketika dapat memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Selain itu juga apabila seseorang saling mengasihi akan menimbulkan perasaan bahagia. Kebahagian merupakan ganjaran dari usaha menjalankan kegiatan yang bermakna (Bastaman, 2007). Ketika seseorang berpedoman kepada agama, juga akan menimbulkan kehidupan yang tenang dan tentram. Preman yang tidak memiliki makna di dalam hidupnya cenderung lebih brutal dan berani dalam menjalani setiap aksinya tidak peduli dengan keadaan apapun sehingga berakibat fatal terhadap korbannya, misalnya melakukan pencurian, anarkisme, pembunuhan, dan tindakan kriminal lainnya yang dapat meresahkan masyarakat sekitar. Menurut Frankl (Bastaman 2007) gejala dari orang yang kehilangan makna hidupnya , ditunjukan dengan perasaan hampa, merasa hidup tidak berarti, merasa tidak memiliki tujuan hidup yang jelas, adanya kebosanan, dan apatis. Gejala-gejala ini merupakan akibat tidak terpenuhinya sumber-sumber makna hidup dalam diri manusia. Penghayatan hidup tanpa makna bisa juga tidak tampak secara nyata, tetapi terselubung dibalik berbagai upaya kompensasi dan kehendak yang berlebihan untuk berkuasa (the will to power), bersenang-senang mencari kenikmatan (the will to pleasurl), termasuk di dalamnya mencari kenikmatan seksual (the will to sex
pleasure), bekerja (the will to work), dan mengumpulkan uang sebanyakbanyaknya (the will to money). Namun preman yang memiliki makna hidup dalam menjalankan setiap kegiatannya lebih berhati-hati dan tidak mencelakakan orang lain, dalam melakukan setiap kegiatan difikir terlebih dahulu tidak asal bertindak, adanya keinginan untuk hidup seperti orang normal pada umumnya, kembali ke kehidupan yang lebih baik jauh dari kekerasan, bekerja yang halal dan tidak berkecimpung di dunia ke premanan lagi.
Telaah Teori 1. Pengertian Makna Hidup Makna hidup menurut Frankl (2004), adalah kesadaran akan adanya suatu kesempatan atau kemungkinan yang di latarbelakangi oleh realitas. Frankl (2003), mengkonsepkan makna (meaning) sebagai pengalaman dalam merespon tuntunan dalam kehidupan, menjelajahi dan meyakini adanya tugas unik dalam kehidupannya, dan membiarkan dirinya mengalami atau yakin pada keseluruhan makna. Menurut Frankl (Bastaman 2007), gejala dari orang yang kehilangan makna hidupnya , ditunjukan dengan perasaan hampa, merasa hidup tidak berarti, merasa tidak memiliki tujuan hidup yang jelas, adanya kebosanan, dan apatis. Gejala-gejala ini merupakan akibat tidak terpenuhinya sumber-sumber makna hidup dalam diri manusia. Penghayatan hidup tanpa makna bisa juga tidak tampak secara nyata, tetapi terselubung dibalik berbagai upaya kompensasi dan kehendak yang berlebihan untuk berkuasa (the will to power), bersenang-senang mencari kenikmatan (the will to pleasurl), termasuk di dalamnya mencari kenikmatan seksual (the will to sex pleasure), bekerja (the will to work), dan mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya (the will to money). Frankl (Bastaman, 2007) mengemukakan asas-asas dalam logoterapi yaitu: a. Kebebasan berkehendak (freedom of will) Kebebasan ini sifatnya bukan tak terbatas. Manusia sekalipun dianggap sebagai makhluk yang memiliki berbagai potensi luar biasa, tetapi sekaligus memiliki keterbatasan dalam aspek ragawi, aspek kejiwaan, aspek sosial budaya, serta aspek kerohanian. b. Kehendak hidup bermakna (will to meaning) Keinginan untuk hidup bermakna memang benar-benar merupakan motivasi utama pada manusia. Hasrat inilah yang mendorong setiap orang untuk melakukan berbagai kegiatan, seprti kegiatan bekerja dan berkarya agar hidupnya di rasakan berarti dan berharga. Hasrat untuk hidup bermakna ini sama sekali bukan sesuatu yang khayali, melainkan benar-benar suatu fenomena kejiwaan yang nyata dan di rasakan pentingnya dalam kehidupan seseorang. Sebagai motivasi dasar manusia, hasrat untuk hidup bermakna ini mendambakan diri kita menjadi seorang pribadi yang berharga dan berarti (being some
body) dengan kehidupan yang sarat dengan kegiatan-kegiatan yang bermakna pula. c. Makna hidup (meaning of life) Hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, benar, berharga, dan didambakan serta didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. Makna hidup terkandung dan tersembunyi dalam setiap situasi yang di hadapi manusia, ia mengarahkan manusia untuk mengambil peranan dalam hidup bersama dengan manusia lain. Jika seseorang berhasil dalam menemukan makna hidupnya akan menimbulkan penghayatan bahagia (happiness) sebagai efek sampingnya. Frankl (Bastaman, 2007) menjelaskan ada beberapa nilai yang perlu diterapkan untuk menemukan makna hidup yaitu: a. Nilai-nilai kreatif (creative value) Kegiatan berkarya, bekerja, menciptakan serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh rasa tanggung jawab. b. Nilai-nilai penghayatan (experiental values) Keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan, dan keagamaan, serta cinta kasih. c. Nilai-nilai bersikap (attitudinal values) Menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit yang tidak dapat disembuhkan, kematian, dan menjelang kematian, setelah segala upaya dan ikhtiar dilakukan secara maksimal. Selain tiga nilai tersebut ada satu nilai yang ditambahkan oleh Bastaman (2007), yaitu nilai pengharapan (hopeful values). Harapan adalah keyakinan akan terjadinya hal-hal yang baik atau perubahan yang menguntungkan di kemudian hari. Harapan mungkin sekedar impian, tetapi tidak jarang impian itu menjadi kenyataan. 2. Pengertian Preman Kata preman menurut Kunarto (1999) berasal dari bahasa Belanda vrij man atau jika dalam bahasa Inggris free man. Maksudnya adalah orang yang mau bebas, tidak mau tergantung dari lingkungan yang ada. Untuk mencari jati diri sehingga kebebasan dalam hal ini sangat diperlukan. Preman menurut Nitibaskara (2006) berasal dari bahasa Inggris free man yang artinya orang merdeka, orang bebas, yang tidak memiliki ikatan terhadap institusi tertentu dalam mencari nafkah. Menurut Koentjoro (2003) premanisme adalah segala tindakan melawan aturan, vandalisme, tindakan brutal, dan merupakan perilaku yang tidak cerdas yang kebanyakan dengan menggunakan kekuatan (uang, pengaruh, massa, dll.)
untuk mendapatkan tujuan tertentu dengan mengabaikan konsensus bersama. Istilah preman penekanannya adalah pada perilaku seseorang yang membuat resah, tidak aman dan merugikan lingkungan masyarakat ataupun orang lain. Dalam perkembangan selanjutnya istilah tersebut menuai konotasi negatif ketika para orang bebas itu menyalahgunakan kebebasan yang dimiliki untuk melanggar hukum guna memenuhi kebutuhan materinya. Nitibaskara (2003) juga menambahkan, tatkala tindakan melawan hukum itu menjadi semangkin terpola dan berkelanjutan maka lama kelamaan menjadi “isme”. Menjadi sejenis faham dalam melakukan kejahatan, sehingga siapapun yang melakukan tindakan tersebut dimasukkan kedalam kategori sebagai preman. Pada kondisi inilah aksi para preman berubah menjadi premanisme (Nitibaskara, 2006). Namun demikian, keberadaan preman tidak dapat disamakan dengan kelompok pelaku tindak kriminal lainnya seperti pencopet atau penjambret. Preman umumnya diketahui dengan jelas oleh masyarakat yang ada di sekitar wilayah operasinya, seperti pusat-pusat perdagangan (pasar), terminal, jalan raya, dan pusat hiburan. Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian preman adalah orang yang mempunyai jiwa kebebasan, suka membuat resah, perasaan tidak aman dan suka merugikan lingkungan masyarakat ataupun orang lain, dan dalam mencari nafkah mendapatkan penghasilannya terutama dari pemerasaan kelompok masyarakat lain. 3. Kehidupan Preman Bastaman (2007), menjelaskan bahwa memiliki tujuan hidup merupakan motivasi seseorang dalam memperoleh makna hidup. Ketika seseorang memiliki tujuan hidup akan jelas jalan hidupnya, sehingga makna hidup mampu ditemukan. Setiap orang pastinya mempunyai sesuatu keinginan agar hidupnya lebih baik dan mempunyi arti, mempunyai masa depan yang layak dan semua ini tak terkecuali juga pada preman. Pengertian hidup menurut Zallum (1997) dalam bahasa Arab adalah kebalikan dari mati (naqiidlul maut), tanda-tanda kehidupan nampak dengan adanya kesadaran, kehendak, pengindraan, gerak pernafasan, pertumbuhan, dan kebutuhan akan makan. Sedangkan pengertian mati dalam bahasa Arab adalah kebalikan dari hidup (naqiidlul hayah). Jadi selama arti mati adalah kebalikan dari hidup, maka tanda-tanda kematian berarti merupakan kebalikan dari tanda-tanda kehidupan, yang Nampak dengan hilangnya kesadaran dan kehendak, tiadanya pengindraan, gerak, dan pernafasan, serta berhentinya pertumbuhan dan kebutuhan akan makan. Frankl (Bastaman, 2007) menjelaskan ada beberapa nilai yang perlu diterapkan untuk menemukan makna hidup yaitu: a. Nilai-nilai kreatif (creative value) Kegiatan berkarya, bekerja, menciptakan serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh rasa tanggung jawab.
b. Nilai-nilai penghayatan (experiental values) Keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan Keindahan, keimanan, dan keagamaan, serta cinta kasih. c. Nilai-nilai bersikap (attitudinal values) Menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit yang tidak dapat disembuhkan, kematian, dan menjelang kematian, setelah segala upaya dan ikhtiar dilakukan secara maksimal. Selain tiga nilai tersebut ada satu nilai yang ditambahkan oleh Bastaman (2007), yaitu nilai pengharapan (hopeful values). Harapan adalah keyakinan akan terjadinya hal-hal yang baik atau perubahan yang menguntungkan di kemudian hari. Harapan mungkin sekedar impian, tetapi tidak jarang impian itu menjadi kenyataan. Menurut Bastaman (1996), ada enam komponen yang menentukan berhasilnya seseorang dalam melakukan perubahan dari penghayatan hidup tidak bermakna menjadi hidup bermakna, yaitu: a.
Pemahaman diri ( self insight), yaitu meningkatnya kesadaran atas buruknya kondisi diri pada saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan perubahan kearah kondisi yang lebih baik. Bahkan sebagai manusia memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang tepat terhadap segala peristiwa baik itu tragis maupun yang sempurna.
b.
Makna hidup ( the meaning of life), yaitu nilai-nilai penting dan sangat penting berarti bagi kehidupan pribadi seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan mengarah kegiatan-kegiatannya.
c.
Pengubahan sikap (changing attitude), yaitu dari yang semula bersifat negatif dan tidak tepat menjadi mampu bersikap positif dan lebih tepat dalam menghadapi masalah, kondisi hidup, dan musibah yang tidak bisa ditolak.
d.
Keikatan diri (self commitment), yaitu komitmen individu tehadap makna hidup yang ditemukan dan tujuan hidup yang ditetapkan. Komitmen yang kuat akan membawa diri pada pencapaian makna hidup yang lebih mendalam. Diharapkan individu dapat meneguhkan hati untuk berjuang membimbing anak.
e.
Kegiatan terarah (directed activities), yaitu upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja berupa pengembangan potensi pribadi yang positif serta memanfaatkan relasi antar pribadi untuk menunjang tercapainya makna dan tujuan hidup.
f. Dukungan sosial (social support), yaitu hadirnya seorang atau sejumlah teman dekat yang dapat dipercaya dan selalu bersedia memberi bantuan pada saat diperlukan.
4. Kendala-kendala Yang Dihadapi Dalam Kehidupan Preman. Menurut Bastaman (1996), setiap manusia menginginkan suatu makna hidup yang akan mewarnai perilakunya, serta menjadi arahan segala kegiatannya dalam keberadaannya didunia. Dengan demikian dalam makna hidup tergantung pula tujuan hidup, yaitu hal-hal yang perlu di capai dan di penuhi. Jika makna hidup itu dapat di tentukan, dan tujuan hidup dapat di realisasikan, maka kehidupan akan di rasa sangat berarti dan akhirnya akan menimbulkan kebahagiaan. Orang yang menghayati hidupnya sebagai hidup yang bermakna menunjukkan kehidupan yang penuh gairah dan optimis, hidupnya terarah dan bertujuan mampu beradaptasi, luwes dalam bergaul dengan tetap menjaga identitas diri, dan apabila dihadapkan pada suatu penderitaan ia akan tabah dan menyadari bahwa hikmah selalu ada dibalik penderitaan (Soleh, 2001). Menurut Frankl (Bastaman 2007) gejala dari orang yang kehilangan makna hidupnya ditunjukan dengan perasaan hampa, merasa hidup tidak berarti, merasa tidak memiliki tujuan hidup yang jelas, adanya kebosanan, dan apatis. Gejala-gejala ini merupakan akibat tidak terpenuhinya sumber-sumber makna hidup dalam diri manusia. Penghayatan hidup tanpa makna bisa juga tidak tampak secara nyata, tetapi terselubung dibalik berbagai upaya kompensasi dan kehendak yang berlebihan untuk berkuasa (the will to power), bersenang-senang mencari kenikmatan (the will to pleasurl), termasuk di dalamnya mencari kenikmatan seksual (the will to sex pleasure), bekerja (the will to work), dan mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya (the will to money). Bastaman (2007) menjelaskan bahwa ada lima dasar yang dapat menyebabkan individu menemukan makna hidup: a. Pemahaman Diri Pemahaman diri merupakan mengenali secara objektif kekuatankekuatan dan kelemahan-kelemahan diri sendiri, baik yang masih merupakan potensi maupun yang sudah teraktualisasi, kemudian kekuatan-kekuatan itu dikembangkan dan ditingkatkan serta kelemahankelemahan dihambat dan dikurangi. b. Bertindak Positif Bertindak positif yaitu mencoba menerapkan dan melaksanakan hal-hal yang dianggap baik dan bermanfaat dalam perilaku dan tindakantindakan nyata sehari-hari. c. Pengakraban Hubungan Pengakraban hubungan yaitu meningkatkan hubungan baik dengan pribadi-pribadi tertentu seperti, anggota keluarga, teman, rekan kerja, sehingga masing-masing saling mencapai, dan saling memerlukan satu dengan yang lainnya serta saling membantu. d. Pendalaman Catur-nilai Pendalaman catur nilai yaitu berusaha memahami dan memenuhi empat
nilai yang merupakan sumber makna hidup yaitu nilai kreatif (kerja, karya, mencipta), nilai penghayatan (kebenaran, keindahan, kasih, dan iman), nilai bersikap (menerima dan mengambil sikap yang tepat terhadap derita yang tidak dapat dihindari lagi), nilai pengharapan (percaya adanya perubahan yang lebih baik dimasa mendatang).
e. Ibadah Ibadah yaitu berusaha memahami dan melaksanakan hal-hal yang diperintahkan Tuhan dan mencegah diri dari hal-hal yang dilarang-Nya. Bastaman (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kebermaknaan hidup yaitu : a.
Kualitas-kualitas insani yang merupakan semua kemampuan, sifat, sikap dan kondisi yang semata-mata terpadu dalam eksistensi manusia serta tidak dimiliki oleh individu yang lainnya, kualitas insane tersebut diantaranya intelegensi, kesadaran diri, kretivitas, kebebasan dan tanggung jawab.
b.
Encounter yaitu hubungan mendalam antara seorang pribadi dengan pribadi yang lainnya. Hubungan ini ditandai dengan penghayatan, keakraban dan keterbukaan serta sikap saling menghargai, sehingga individu dapat memberikan dukungan dan saling membentuk dalam mengatasi kesulitan dan menuju kearah yang lebih baik.
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui bagaimana preman dalam menjalani kehidupannya, dan mengetahui kendala – kendala yang dihadapi dalam kehidupan preman. Metode penelitian 1. Pendekatan dan strategi penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu proses pencarian data untuk memahami masalah sosial yang didasari pada penelitian menyeluruh, dibentuk oleh kata-kata, dan diperoleh dari situasi yang alamiah (Muhajir, 2007). Menurut Azwar (2004), penelitian dengan pendekatan kualitatif lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah. Hal ini bukan berarti bahwa pendekatan kualitatif sama sekali tidak menggunakan dukungan data kuantitatif namun penekanannya tidak pada pengajuan hipotesis melainkan pada usaha menjawab pertanyaan penelitian melalui cara-cara berfikir normal argumentatif. Alasan peneliti menggunakan metode kualitatif sesuai dengan pendapat Miles dan Huberman (Muhadjir, 2007) antara lain adalah: a. Mengkaji lebih dalam permasalahan-permasalahan yang tidak terkaji oleh metode lain. b. Metode ini memberikan deskripsi dan eksplorasi yang lebih berakar c. Metode ini mampu memahami alur peristiwa secara fenomenologis
d. Metode ini dapat membimbing peneliti untuk memperoleh penemuanpenemuan yang tidak terduga sebelumnya dan untuk membentuk teori baru. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan studi kasus. Menurut Punch studi kasus adalah yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi meski batas antara konteks dan fenomena tidak sepenuhnya jelas (Purwandari 2007). Pendekatan studi kasus membuat peneliti dapat memperoleh pemahaman utuh dan integrasi mengenai interrelasi berbagai fakta dan dimensi dari kasus khusus tersebut (Poerwandari, 2007) dan dalam hal ini kasus khusus tersebut adalah makna hidup pada preman. Poerwandari (2007) menjelaskan tiga jenis studi kasus, yaitu: a. Studi kasus instrinsik: penelitian yang dilakukan karena ketertarikan dan kepedulian pada suatu kasus tertentu. b. Studi kasus instrumental: penelitian pada kasus unik tertentu. Studi kasus kolektif: suatu penelitian studi kasus instrumental yang diperluas hingga mencakup beberapa kasus. 2.
Sampling
Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah sampel bertujuan (purposive sampling) dimana sampel dipilih tergantung dengan tujuan penelitian tanpa memperhatikan kemampuan generalisasinya. Pengguanaan sampel bertujuan dimaksudkan dengan harapan individu yang sudah ditentukan bisa memberikan informasi sesuai dengan apa yang dibutuhkan tentang objek yang akan diteliti sehingga diperoleh kualitas data yang optimal. Sampling juga harus dapat menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul (Moleong, 2005). Sampel bertujuan (purposive sampling) yang digunakan adalah sampel dengan criteria (criterion sampling) yaitu sampel yang diambil adalah sampel yang memenuhi criteria (Patton, dalam Poerwandari, 2007). Criteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah seorang preman yang sudah menjalani profesinya selama 15 tahun dan belum menemukan makna dari kehidupannya. 3.
Metode pengambilan data
A. Observasi (pengamatan) Penelitian ini juga menggunakan metode observasi non partisipan kepada subjek, untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak tentang kehidupannya, penampilan, lingkungan, dan prilaku objek tersebut. Observasi terhadap tindakan baik dalam bentuk verbal, non verbal dan aktivitas individual maupun ketika mereka dalam kelompok observasi. pengamatan dilakukan secara tertutup agar responden tidak menyadari peristiwa pada latar penelitian yang terjadi, sehingga dapat diamati dengan apa adanya tanpa adanya rekayasa (Moleong, 2004). Menurut Jehoda dkk (Hadi, 2000) observasi menjadi alat penyelidikan ilmiah jika:
a. Mengabdi pada tujuan-tujuan penelitian yang dirumuskan b. Direncanakan secara sistematik, bukan terjadi secara tidak teratur c. Dicatat dan dihubungkan secara sistematis dengan proposisi-proposisi yang lebih umum, tidak hanya dilakukan untuk memenuhi rasa ingin tahu d. Dapat dicek dan dikontrol validitas, reliabilitas dan ketelitiannya sebagaimana data ilmiah lainnya. Observasi dilakukan selama wawancara yang memungkinkan peneliti memperoleh data yang sifatnya non verbal, antara lain: ekspresi wajah, gerakan tubuh, serta intonasi suara responden saat wawancara. B. Wawancara (interview) Menurut Moloeng (2005), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh kedua belah pihak dengan maksud mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, tuntutan, kebulatan, dan hal yang dialami dimasa lalu dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain. Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur, yaitu suatu jenis wawancara yang didalam pelaksanaannya ada guide ada pedoman tetapi pertanyaan ditanyakan secara semu, disesuaikan dengan kondisi, hal ini dilakukan agar sifat pertanyaan tidak kaku atau ketat, serta memungkinkan penggalian materi yang relevan. Hasil dan Pembahasan A. Kehidupan Preman 1.
Subjek Pertama Masa kecil kehidupan subjek I kurang menyenangkan, karena banyak mengalami kesulitan terutama dalam hal ekonomi, ditambah perlakuan orang tua subjek I yaitu sang ayah yang mendidik subjek sangat keras. Subjek I sudah turun kejalanan sejak masih duduk di Sekolah Dasar di mulai dengan menyemir sepatu di terminal. Sejak tidak bersekolah lagi orang ini sudah mulai serius di jalanan, semua waktunya dihabiskan dijalanan hingga saat ini subjek masih menggantungkan hidupnya dijalanan. Menurut Bastaman (2007) pemahaman diri merupakan mengenali secara objektif kekuatan-kekuatan dan kelemahankelemahan diri sendiri, baik yang masih merupakan potensi maupun yang sudah teraktualisasi, kemudian kekuatan-kekuatan itu dikembangkan dan ditingkatkan serta kelemahan-kelemahan dihambat dan dikurangi. Subjek I dari kecil sudah terbiasa hidup dijalanan dan sering berkelahi dan membuat keonaran sehingga hal tersebut dijadikan suatu kekuatan dan kelebihannya. Menurut subjek I preman itu orang yang menginginkan kehidupan yang bebas, tidak mau diatur, tidak mau dilarang, dan hidup dibuat enak. Widyanto (2006) mengkaji salah satu organisasi preman yang mengusung identitas kebetawian di Jakarta. Dari penelitiannya Widyanto berkesimpulan bahwa ada dua jenis preman, yakni preman kantoran atau preman berdasi dan preman jalanan. preman jalanan bercirikan sering tidak terkoordinasi dan geraknya tidak terencana dengan baik. Aktivitas pemerasan mereka cenderung menggunakan
kekerasan fisik sebagai senjata dan lebih banyak bertujuan sekadar hidup seharihari saja. Usaha mereka terkonsentrasi di kantung-kantung kumuh dan daerah penjahat sebagai tukang parkir, penjaga malam, atau penagih hutang berskala kecil. Mereka juga seringkali dimanfaatkan sebagai barisan tandingan dalam penggusuran atau demonstrasi. Berdasarkan penelitian subjek I mengatakan kalau dirinya tidak mau bekerja dengan orang lain yang sifatnya disuruh-suruh atau di perintah, tidak mau terikat, orang ini menginginkan pekerjaan itu yang enak dan menghasilkan uang banyak. Frankl (Bastaman, 2007) menjelaskan salah satu nilai yang perlu diterapkan untuk menemukan makna hidup yaitu nilai-nilai kreatif (creative value) kegiatan berkarya, bekerja, menciptakan serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh rasa tanggung jawab. Subjek I menganggap bekerja itu hanya sekedarnya saja karena yang terpenting adalah bersenang-senang sambil minum-minum, dan menikmati hiburan satu kehiburan lainnya bersama teman-temannya. Subjek I menceritakan kalau saat ini hubungan dirinya dengan istri kurang harmonis, individu tersebut menganggap istrinya masih terlalu muda sehingga belum bisa mandiri dan masih tergantung kepada orang tuanya, Sekarang orang ini dan istrinya memilih untuk tidak bersama namun belum ada keputusan untuk berpisah secara resmi, subjek berharap suatu saat nanti memiliki jodoh yang benar-benar mengerti keadaan dirinya. Selain itu dengan keluarga subjek I berusaha untuk menghormati dan mendengarkan setiap nasehat yang diberikan oleh orangtuanya, tidak melawan perkataan orang tuanya walaupun kadangkala subjek tidak menjalankan apa yang diperintahkan oleh orang tuanya. Namun hasil penelitian dilapangan menunjukan hal yang berbeda hubungan subjek dengan keluarganya kurang harmonis, individu tersebut juga sering terlibat perang mulut dengan orang tuanya, dan berdasarkan pengakuan dari significant person, subjek I sudah tidak dianggap oleh keluarganya karena sudah terlalu sering menyusahkan. Ketidak harmonisan hubungan antara individu dengan istri dan keluarganyanya membuat hidupnya semangkin seenaknya karena tidak ada yang harus dipertanggung jawabkannya sehingga dirinya bebas melakukan apa saja. Bastaman (2007) nilai pengharapan (hopeful values) harapan adalah keyakinan akan terjadinya hal-hal yang baik atau perubahan yang menguntungkan di kemudian hari. Harapan mungkin sekedar impian, tetapi tidak jarang impian itu menjadi kenyataan. Berdasarkan penelitian individu memandang dan menjalani kehidupannya saat ini santai saja, jalani apa yang ada, berharap suatu saat akan berubah, dan berusaha menikmatinya karena semua itu sudah menjadi garis hidupnya yang harus dijalani. Namun subjek I tetap memiliki harapan dan impian seperti orang – orang pada umumnya, orang ini mengungkapkan bahwa dirinya suatu saat nanti akan berubah dan memulai usaha karena menurut subjek hidup dijalanan seperti ini ada jenuhnya, sudah lebih dari 20 tahun subjek I menjalani kehidupan sebagai preman berharap adanya kepedulian pemerintah terhadap para
preman misalnya mengadakan sekolah khusus preman, sehingga preman bisa ditertibkan dan tidak menjadi sampah masyarakat lagi. Subjek I juga mempunyai impian suatu saat nanti memiliki rumah sendiri, keluarga yang harmonis, dan anak-anak yang baik yang mempunyai pendidikan dan pekerjaan yang baik, subjek tidak ingin anaknya mengikuti jejaknya.
2.
Subjek Kedua
Kehidupan masa kecil subjek II hampir sama dengan subjek I, subjek II mulai turun kejalanan sejak masih SD diawali dengan berjualan Koran. Individu tersebut berjualan Koran bersama dengan kakaknya yang kedua, ayah subjek seorang mandor diterminal dan ibunya bekerja diwarung makan. Waktu SMP dirinya sudah mulai sering tidak masuk sekolah (membolos), pergi kepantai bersama dengan teman-temannya, mabuk-mabukan dan berjudi. Menurut Bastaman (2007) pemahaman diri merupakan mengenali secara objektif kekuatankekuatan dan kelemahan-kelemahan diri sendiri, baik yang masih merupakan potensi maupun yang sudah teraktualisasi, kemudian kekuatan-kekuatan itu dikembangkan dan ditingkatkan serta kelemahan-kelemahan dihambat dan dikurangi. Individu tersebut mengetahui kalau dirinya memiliki kelemahan didalam pendidikannya namun orang ini merasa memiliki kekuatan dijalanan yang sudah difahami dari kecil dan mempunyai kesempatan untuk mengembangkannya dan dijadikanlah suatu potensi untuk kehidupannya. Widyanto (2006) mengkaji salah satu organisasi preman yang mengusung identitas kebetawian di Jakarta. Dari penelitiannya Widyanto berkesimpulan bahwa ada dua jenis preman, yakni preman kantoran atau preman berdasi dan preman jalanan. preman jalanan bercirikan sering tidak terkoordinasi dan geraknya tidak terencana dengan baik. Aktivitas pemerasan mereka cenderung menggunakan kekerasan fisik sebagai senjata dan lebih banyak bertujuan sekadar hidup sehari-hari saja. Usaha mereka terkonsentrasi di kantung-kantung kumuh dan daerah penjahat sebagai tukang parkir, penjaga malam, atau penagih hutang berskala kecil. Mereka juga seringkali dimanfaatkan sebagai barisan tandingan dalam penggusuran atau demonstrasi. Menurut subjek II preman itu adalah orang yang kehidupannya bebas, yang ada dijalanan yang biasanya minta uang dan jatah pada pedagang kaki lima, terminal,pasar. Bahkan orang ini mengakui secara terang-terangan kalau dirinya menjadi seorang preman semenjak tidak bersekolah lagi. Ancok (Frank 2003) mengungkapkan bahwa kebermaknaan hidup dapat diwujudkan melalui sebuah keinginan atau cita-cita untuk menjadi orang yang berguna bagi orang lain atau apapun yang secara langsung atau tidak mengaitkan dirinya, seperti pada ayah, ibu, suami, istri, tetangga keluarga dekat, kelompok, Negara, dan bahkan sebagai umat manusia. Subjek II menceritakan kalau dirinya dari kecil tidak mempunyai keinginan dan cita-cita yang muluk-muluk, kehidupan orang ini mengalir apa adanya. Individu tersebut hanya terinspirasi dari ayahnya yang kerjanya sebagai mandor di terminal, menurut dirinya kerja sebagai mandor
itu enak, tidak repot, hanya duduk-duduk kemudian dapat uang. Frankl (Bastaman, 2007) menjelaskan salah satu nilai yang perlu diterapkan untuk menemukan makna hidup yaitu nilai-nilai kreatif (creative value) kegiatan berkarya, bekerja, menciptakan serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh rasa tanggung jawab. Temuan penelitian menunjukan, individu tersebut tidak mempunyai pekerjaan yang tetap, Subjek II menganggap dirinya bekerja sebagai penjual jasa dalam segala hal, yang penting menghasilkan uang. Orang ini menceritakan kalau kerjaan yang dilakukannya selama ini penghasilannya harian sehingga dirinya sulit untuk mengelola keuangannya, karena uangnya habis digunakan untuk membeli minuman dan berjudi. Hubungan subjek dan istrinya kurang harmonis, untuk bertemu dengan anak-anaknya saja individu tersebut harus menunggu istrinya berangkat kerja terlebih dahulu. Dirinya menceritakan kalau ia sangat menyayangi anak-anaknya, walaupun anak yang no dua dikabarkan bukanlah anak kandungnya. Hubungan subjek dengan keluarga cukup baik, namun subjek merasa adanya perbedaaan kasih sayang orang tuanya dan sering mendapat ejekan dari ayahnya, orang ini juga menganggap dirinya putus sekolah tidak lepas dari campur tangan ayahnya yang lebih mementingkan kakaknya untuk bersekolah terlebih dahulu karena himpitan ekonomi yang tidak bisa menyekolahkan keduanya secara bersamaan, individu tesebut juga menceritakan semenjak tidak bersekolah lagi dirinya cukup dekat dengan ayahnya, bahkan mereka sering minum (beralkohol) bersama sama, pada saat ia berulang tahun ayahnya merayakan pesta minuman bersama dengan temannya. Setelah ayahnya meninggal berdasarkan cerita subjek II dirinya termasuk orang yang diandalkan didalam keluarganya Individu tersebut menceritakan kalau kehidupannya sekarang kurang baik karena belum ada upaya untuk merubah diri dan memperbaiki hubungannya dengan anak dan istrinya, subjek sendiri mengakui kalau dirinya masih sering kumpul-kumpul dengan teman-temannya untuk mabuk-mabukan, pergi ketempat hiburan dan berjudi. Bastaman (2007) menjelaskan salah satu dasar yang dapat menyebabkan individu menemukan makna hidup bertindak positif yaitu mencoba menerapkan dan melaksanakan hal-hal yang dianggap baik dan bermanfaat dalam perilaku dan tindakan-tindakan nyata sehari-hari. Orang ini belum menemukan makna hidupnya karena masih sering melakukan berbagai tindakan yang negatif seperti minum-minum, berkelahi, berjudi, dan masih melupakan tangung jawabnya kepada anak dan istrinya. . Kendala-kendala Yang diHadapi Dalam Perjalanan Kehidupan Preman 1.
Subjek Pertama Dalam penelitian ini peneliti menemukan berbagai kendala yang di hadapi subjek I didalam hidupnya, yaitu salah satunya faktor dari dalam / internal subjek itu sendiri seperti, individu tersebut keliatan sering bermalas-malasan dan bekerja kalau keadaan yang memaksa seperti kehabisan uang atau di ajak oleh temannya
apabila ada tagihan, waktunya banyak dihabiskan untuk bersenang-senang dengan berkumpul-kumpul bersama teman-temannya dan minum-minuman keras. Orang ini juga tidak memiliki pekerjaan yang tetap, biasanya ia meminta jatah di pasar apabila kehabisan uang dan keadaan yang mendesak, dan untuk kebutuhan senang-senangnya. Frankl (Bastaman, 2007) menjelaskan salah satu nilai yang perlu diterapkan untuk menemukan makna hidup yaitu Nilai-nilai kreatif (creative value) Kegiatan berkarya, bekerja, menciptakan serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh rasa tanggung jawab. Temuan penelitian menunjukan orang tersebut memiliki ketakutan didalam hidupnya sama seperti orang lainnya, dirinya merasa takut apabila meninggal dalam keadaan belum insaf, keluarganya belum dalam keadaan mapan, anaknya masih kecil. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari significant person, subjek I memiliki ketakutan kalau dirinya tiba-tiba mengidap penyakit yang mematikan seperti HIV / AIDS karena sering memakai narkoba dan berganti pasangan, dirinya takut dijauhi oleh teman-temannya, kalau sampai hal itu terjadi orang ini ada keinginan untuk mengakhiri hidupnya. Menurut frankl (2003) menyatakan bahwa makna hidup dapat ditentukan dalam berbagai keadaan, tidak saja dalam keadaan normal dan menyenangkan saja, tetapi juga dalam penderitaan, seperti dalam keadaan sakit, bersalah atau bahkan kematian. Frankl mengingatkan bahwa dalam keadaan yang demikian pasti ada harapan, hikmah, dan makna di balik penderitaan yang membuat manusia bisa tetap bertahan, (meaning in suffering). Kendala selanjutnya yang di hadapi subjek I didalam hidupnya, yaitu faktor dari luar / eksternal subjek itu sendiri seperti individu tersebut menceritakan kalau dirinya mempunyai istri dan seorang anak perempuan, namun saat ini mereka tidak tinggal bersama. Istri subjek memilih tinggal bersama orang tuanya, mereka sudah berpisah kurang lebih tiga tahun tanpa adanya perceraian secara resmi. Menurut significant person subjek tidak pernah memberikan nafkah lahir dan bathin kepada istrinya, orang ini juga sering berganti-ganti pasangan. Selain hubungan individu tesebut yang tidak harmonis dengan istrinya ia juga kurang menjalin hubungan yang baik dengan keluarganya. Menurut informasi yang di peroleh dari significant person keluarga subjek I seakan-akan tidak perduli lagi dengan kehidupannya dan tidak mau terlibat lagi dengan masalah – masalah yang di hadapi oleh individu tersebut. Bastaman (2007) menjelaskan salah satu dasar yang dapat menyebabkan individu menemukan makna hidup Pengakraban hubungan yaitu meningkatkan hubungan baik dengan pribadipribadi tertentu seperti, anggota keluarga, teman, rekan kerja, sehingga masingmasing saling mencapai, dan saling memerlukan satu dengan yang lainnya serta saling membantu. Bastaman (2007) menjelaskan salah satu dasar yang dapat menyebabkan individu menemukan makna hidup Ibadah yaitu berusaha memahami dan melaksanakan hal-hal yang diperintahkan Tuhan dan mencegah diri dari hal-hal yang dilarang-Nya. Berdasarkan hasil penelitian subjek I memiliki keyakinan yang berbeda dengan orang tuanya dan sudah berapa kali disuruh pindah keyakinan mengikuti orang tuanya namun orang ini tetap pada keyakinannya
sampai sekarang. Individu tersebut sebenarnya memiliki keyakinan yang kuat terhadap agama yang dianutnya namun belum bisa menjalankannya, berdasarkan informasi yang di peroleh dari significant person waktu masih kecil subjek I sering kemasjid, dan mengaji namun sekarang orang ini tidak pernah lagi melaksanakan sholat. 2.
Subjek Kedua Dalam penelitian ini peneliti menemukan berbagai kendala yang di hadapi subjek II didalam hidupnya, yaitu salah satunya faktor dari dalam / internal yaitu individu tersebut bekerja menjaga timeran bis dan menjual jasa dalam segi apapun dan tidak memilih-milih pekerjaan yang penting menghasilkan uang. Subjek II biasa menghabiskan uangnya hanya untuk berkumpul-kumpul bersama dengan teman-temannya, membeli minuman dan berjudi. Kehidupan subjek II terkesan monoton setiap harinya, hanya bersenang-senang dari tempat satu ketempat yang lainnya, berjudi, minum-minum, apabila ada yang mencari masalah dengan rombongan mereka tidak segan-segan memberi pelajaran kepada orang-orang yang mau mencari masalah dengan mereka. Frankl (Bastaman, 2007) menjelaskan salah satu nilai yang perlu diterapkan untuk menemukan makna hidup yaitu Nilai-nilai kreatif (creative value) Kegiatan berkarya, bekerja, menciptakan serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh rasa tanggung jawab. Pola pikir individu tersebut bekerja hanya untuk bersenang-senang saja dan menghabiskan hasil pekerjaannya untuk berjudi dan membeli minuman dirinya dirinya belum memiliki tanggung jawab, juga tidak memikirkan hari esok karena uang bisa dicari lagi. Selanjutnya dari faktor eksternal subjek yaitu subjek II menceritakan kalau dirinya sudah menikah selama 10 tahun dan memiliki dua orang putri. Namun saat ini pernikahannya diambang kehancuran karena mereka sama-sama menjalin hubungan dengan orang lain, subjek juga merasa tidak dihargai oleh istrinya karena memiliki penghasilan yang lebih besar. Hubungan orang ini dengan keluarganya baik, subjek sangat sayang kepada ibunya karena ayahnya sudah lama meninggal, subjek juga termasuk orang yang diandalkan dikeluarganya. Bastaman (2007) menjelaskan salah satu dasar yang dapat menyebabkan individu menemukan makna hidup Pengakraban hubungan yaitu meningkatkan hubungan baik dengan pribadi-pribadi tertentu seperti, anggota keluarga, teman, rekan kerja, sehingga masing-masing saling mencapai, dan saling memerlukan satu dengan yang lainnya serta saling membantu. Lingkungan pergaulan individu sebenarnya sangat berpengaruh terhadap kehidupan subjek, lingkungan yang kurang baik dapat berdampak kurang baik pula pada dirinya. Orang ini sudah lama hidup dijalanan dan hal itu membuat subjek menjadi ketergantungan, dan sudah menjadi terbiasa dengan kehidupan dijalanan. Teman-teman subjek dan lingkungannya itu tidak bisa dipungkiri merupakan ladang pekerjaan bagi dirinya. Hal tersebut menyebabkan para preman sulit untuk melepaskan diri dari kehidupan premanisme. Bastaman (2007) menyatakan bahwa salah satu faktor penemuan makna hidup adalah Encounter yaitu hubungan mendalam antara seorang pribadi dengan pribadi yang lainnya. Hubungan ini ditandai dengan penghayatan, keakraban dan keterbukaan serta
sikap saling menghargai, sehingga individu dapat memberikan dukungan dan saling membentuk dalam mengatasi kesulitan dan menuju kearah yang lebih baik. Subjek II menceritakan semenjak SMP dirinya sudah jarang sholat dan mengaji karena pengaruh lingkungan pergaulannya. Sampai saat ini individu tersebut tidak pernah lagi sholat dan mengaji, bahkan dirinya sudah lupa bagaimana melakukannya, karena setiap hari orang ini menghabiskan waktunya untuk minum dan berjudi. Bastaman (2007) menjelaskan salah satu dasar yang dapat menyebabkan individu menemukan makna hidup Ibadah yaitu berusaha memahami dan melaksanakan hal-hal yang diperintahkan Tuhan dan mencegah diri dari hal-hal yang dilarang-Nya. Kesimpulan Subjek I menginginkan kehidupan yang bebas, tidak membutuhkan aturan, hidup dibuat enak. Individu tersebut bekerja hanya sekedarnya saja karena yang terpenting adalah bersenang-senang teman-temannya. Saat ini agama bukanlah suatu prioritas baginya, Hubungan subjek dengan istri serta keluarganya kurang baik. Individu tersebut belum menemukan makna hidupnya karena masih sering mabuk-mabukan, berkelahi, pergi ketempat-tempat hiburan, berselingkuh, dan tidak bertanggung jawab kepada anak, istri serta keluarganya. Sedangkan kehidupan yang dijalani subjek II kehidupan yang bebas, yang ada dijalanan, yang dengan mudah meminta uang dan jatah pada orang lain. Subjek tidak pernah lagi melakukan kegiatan agama dirinya bahkan lupa bagaimana cara melakukannya. Hubungan subjek dengan istrinya kurang harmonis bahkan dijauhkan dari anakanaknya hal itu membuat kehidupan subjek semangkin tidak terarah. Orang ini belum menemukan makna hidupnya karena masih sering melakukan berbagai tindakan yang negatif seperti minum-minum, berkelahi, berjudi, berselingkuh dan masih melupakan tanggung jawabnya kepada anak dan istrinya, namun ada keinginanya untuk merubah semua itu tetapi dirinya tetap ingin menjalin hubungan dengan teman-temannya. Banyak kendala-kendala yang dihadapi dalam kehidupan subjek I ada beberapa faktor yaitu faktor internal meliputi dari dalam individu itu sendiri yang tidak memiliki pekerjaan banyak bersantai dan bermalas-malasan. Selanjutnya dari faktor eksternal yaitu hubungan yang kurang harmonis dengan istri serta orang tuanya yang sudah tidak peduli lagi dengan kehidupan subjek sehingga membuat dirinya semangkin tidak terarah menjalani kehidupannya, Selain itu dirinya tidak pernah lagi melakukan kegiatan beribadah yang membuat individu tersebut kehilangan pegangan didalam hidupnya. Dan subjek II juga banyak mengalami kendala-kendala dalam kehidupnya, ada beberapa faktor yaitu internal subjek sendiri Pola pikirnya hanya untuk bersenang-senang saja dan menghabiskan hasil pekerjaannya untuk berjudi dan membeli minuman. Selanjutnya faktor eksternal yaitu tidak adanya dukungan dari istri subjek untuk merubahnya lebih baik lagi, selain itu keluarga individu tersebut tidak ada yang berani dengan dirinya. Subjek tidak pernah lagi melakukan kegiatan ibadah bahkan dirinya sudah lupa bagaimana cara melaksanakannya hal ini menjadikan dirinya tidak punya pedoman hidup, selain itu juga hubungan yang mendalam
dengan lingkungan yang ada disekitar subjek dan teman-temannya dan bersamasama melewati suka dan duka, sehingga keadaan seperti ini membuat subjek sulit untuk menjauhkan diri dari kehidupannya saat ini.
DAFTAR PUSTAKA Admins.
2010. Studi Kasus Preman Jawa Barat. https://skripsipsikologie.wordpress.com/2010/06/10/studi-kasuspreman-jawa-barat/.
Ahmadi, A.1999. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Citra Azwar, S. 2004. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. 2005. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bastaman, H.D. 1996. Meraih Hidup Bermakna. Jakarta: Universitas Paramadina. Bastaman, H.D. 2007. Logoterapi, Psokologi untuk Menemukan Makna dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta. PT. Rajagrafindo Persada. Boger. 1995. Pengantar Tentang Kriminologi. Jakarta: PT.Pembangunan. Candra.
2008. Dukung Kapolri Memberantas Segala BentukPremanisme.http://candra888.blogspot.com/2008_12_01_archiv e.html
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ), Edisi ke III. Rusdi Maslim (editor). Jakarta: Nuh Jaya. Desmita, 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Frankl. V.E. 2003. Logoterapi, Terapi Psikologi Melalui Pemaknaan Eksistensi. Penerjemah: M. Murtadlo. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Frankl, V.E. 2004. Man’s Search for Meaning. Penerjemah : Lala Hermawati. Dharma Bandung: Nuansa Gerungan. 2002. Psikolog Sosial. Jakarta: Refika Aditama Hadi, S. 2000. Metodologi Research, Jilid I. Yogyakata: Penerbit Andi.
Hurlock. 2005. Psikologi Perkembangan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga Iwan
.2008. Premanisme Masalah http://iwansulistyo.wordpress.com/2008/
Kita
Bersama.
Koeswara, E. 1992. Logoterapi: Psikoterapi Victor Frankl. Yogyakarta: Kanisius. Koentjoro, Premanism and Pers in Indonesia, Presented in Seminar “Premanisme and the IndonesianPress” di University of Wollongong, Australia, 3 November 2003. Kunarto. 1999. Bunuh Preman Rampok. Jakarta: Cipta Manunggal. Moleong, L.J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Muhadjir, N. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi IV. Yogyakarta: Rake Sarasin. Nitibaskara, R. 2001. Catatan Kriminalitas. Jakarta: Jaya Baya University Press. Nitibaskara, R. 2001. Ketika Kejahatan Berdaulat. Jakarta: Peradaban. Nitibaskara, R. 2006. Tegakkan Hukum Gunakan Hukum. Jakarta: Gramedia Jakarta. Poerwandari, E.K. 2007. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian perilaku Manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi keempat). Jakarta: Balai Pustaka. Ritandiyono & Retnaningsih. (1996). Aktualisasi Diri. Jakarta: Universitas Gunadarma. Sambodo.
2009. Premanisme dan Problem Oriented Policing.http://sambodopurnomo.wordpress.com/2009/06/04/premanis me-dan-problem-oriented-policing/ Schults, D. 1991. Pertumbuhan Model-model Kepribadian Sehat (terjemahan). Yogyakarta: Kanisius.
Soleh, M. 2001. Kebermaknaan Hidup Mahasiswa Reguler dan Mahasiswa Unggulan Universitas Indonesia. Buletin Psikologi, Volume 14, Nomer 2, Desember. Sumanto 2006. Kajian Psikologi Kebermaknaan Hidup. Buletin Psikologi. Vol. 10,No.3, 18-12. Sumanto. 2006. Kajian Psikologi Kebermaknaan Hidup. Buletin Psikologi, Volume 14, Nomor 2, Desember. Supratiknya, A. (1995). Komunikasi Antar Pribadi ; Tinjauan Psokologis. Yogyakarta: Kanisius. Suyanto,
B ” Meberantas Preman sampai ke Akarnya”http://www.hendra.ws/memberantas-premanisme-ke-akarnya/, November 2008.
Syani, A. 2002. Sosiologi Skematik, Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara. Walgito, B. 2003. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset. Widyanto, Untung (2006) Pitung Milenium: Habitus Premanisme pada Forum Betawi Rempug, Makalah disampaikan dalam Seminar Kelompok Kekerasan dan Politik Lokal di Indonesia Pasca-reformasi, Center for Sountheast Asian Studies, Kyoto University, 11 Maret. Zallum, A, Q. 1997. Hukmu Asy Syar’i fi Al Istinsakh, Naqlul A’dlaa’, Al Ijhadl, Athfaalul Anabib, Ajhizatul In’asy Ath Thibbiyah, Al Hayah wal Maut. Libanon: Darul Ummah