Transformasi Kelokalan melalui Tanda Visual & Verbal pada Desain
Monica Hartanti Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Kristen Maranatha, Bandung
Abstract Food is one of the human cultures that is constantly evolving and transforming both the physic and idea. Existence of traditional instant spices that are packed with attractive visualization design; impressed traditionally, practical and safe were able to convince consumers to use. That phenomenon creates transformation of locality to industrial locality that will gradually erode the value of originality traditions that exist in traditional foods. Keywords: traditional foods, transformation, locality, packaging design
I. Pendahuluan Makanan merupakan salah satu budaya manusia yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, teknologi dan berhubungan dengan kehidupan sosial masyarakat ; misalnya, pada zaman purba, teknologi masih sederhana sehingga makanan dan aktivitasnya pun sederhana pula. Perkembangan teknologi membuat budaya makan makin berkembang menyesuaikan zamannya. Levi–Strauss mengungkapkan (1970:164) Manusia memiliki lima pancaindra, terdapat lima buah kode dasar yang masing-masing berkorespondensi dengan kelima indra itu. Salah satu yang menduduki posisi istimewa diantara kelima kode dasar tersebut adalah kode yang berkaitan dengan kebiasaan makan, disebut sebagai kode cecapan (gustatory code). Posisi khusus kode ini diperoleh karena makanan menduduki tempat yang sungguh penting dalam pemikiran manusia. Pertama, keberadaan insani dengan segala atributnya dapat terdefinisikan melalui dan dengan sarana memasak makanan. Kedua, memasak dan menyantap makanan menandai transisi dari alam (nature) ke Budaya (culture). Artinya, dengan tindakan itu kita menggariskan secara langsung suatu identitas diantara diri (budaya) dan makanan (alam), Atau dalam perkataan Edmund Leach (1985:34), ia merupakan suatu sarana yang bersifat universal untuk mentransformasikan alam ke dalam budaya. (Budiono, 2004). Gastronomi merupakan ilmu yang mempelajari berbagai komponen budaya dengan makanan sebagai pusatnya, mengkaji hubungan antara budaya dan makanan, Makanan tradisional dan aktivitasnya memiliki nilai budaya yang bermakna dalam, karena dapat menjadi identitas dan ciri khas daerah yang bersangkutan. Identitas tersebut dapat diperlihatkan melalui tanda verbal yaitu berupa penamaan makanan yang berhubungan dengan daerah yang bersangkutan, misalnya, Gudeg Yogya, Rendang Padang, Pindang Kudus dan sebagainya-- maupun dari luar negeri (seperti, Italian’s Pasta, Thailand’s Tom Yam Kung, Japanese’s Sushi dan sebagainya). Kebiasaan makan atau pola makan tidak hanya sekadar memenuhi kebutuhan biologi manusia saja, namun juga dapat memainkan peranan penting dan mendasar terhadap ciri-ciri dan hakikat budaya makan. (Meliono&Budianto,2004). Makanan juga bisa menimbulkan makna yang berbeda karena ditempatkan dalam kultur yang berbeda pula. Misalnya, Steak yang dianggap sebagai makanan yang baik dalam beberapa kebudayaan, namun bagi anggota vegetarian atau bagi orang-orang yang memilik budaya di mana sapi adalah suci, steak 71
Zenit Volume 2 Nomor 1 April 2013
yang sama akan memiliki makna kultural yang sama sekali berbeda. Paparan singkat diatas mengungkapkan bahwa makanan adalah salah satu kebudayaan manusia yang teru berkembang dan mengalami transformasi baik secara raga maupun secara idea. Transformasi secara raga dapat diperlihatkan melalui munculnya bumbu-bumbu masak tradisional instan yang dikemas dengan visualisasi desain yang berusaha mempersuasif dan meyakinkan konsumen untuk memakainya. Hal tersebut terjadi salah satunya dikarenakan adanya perkembangan teknologi yang dapat membuat sebuah kebudayaan berubah. Mengiringi kemajuan jaman yang menuntut percepatan waktu dalam segala hal, gaya hidup manusia masa kini menjadi manusia yang menginginkan sesuatu yang serba cepat, praktis dan aman termasuk dalam hal makanan. Visualisasi pada kemasan Bumbu masak instan perlu didesain dengan memasukan tanda-tanda visual dan verbal berupa teks, gambar, warna, huruf untuk mengkomunikasikan apa yang ada didalam kemasan Bumbu masakan tradisional instan tersebut sehingga melalui tanda visual dan verbal tersebut konsumen merasa yakin akan kebaikan dan keamanan kandungan yang ada pada bumbu isntan tersebut. Oleh karena itu akan dibahas lebih lanjut mengenai tanda visual dan verbal apa sajakah yang perlu ada pada Desain kemasan Bumbu masakan tradisional instan tersebut dan juga akan dimaknai lebih dalam hubungannya dengan transformasi kelokalan yang terjadi melalui visualisasi desain kemasan Bumbu masakan tradisional instan tersebut.
II.
TEORI
2.1 Tataran Signifikasi Pendekatan Semiotik Roland Barthes tertuju kepada sejenis tuturan yang disebutnya sebagai mitos, yang dapat terjadi pada tataran signifikasi pada sistem semiologis tingkat kedua. Aspek material pada tataran signifikasi tingkat kedua ini, yakni konotator-konotator yang tersusun dari tanda-tanda pada sistem pertama. Proses sisgnifikasi berlapis ganda ini digambarkan melalui perangkat konseptual yang lebih familiar, disebut sebagai Denotasi dan konotasi. Setiap tipe tuturan baik verbal maupun visual secara potensial pada alhirnya dapat menjadi mitos, termasuk didalmnya adalah makanan. (Budiman, 2011)
2.2 Transformasi Transformasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi) dengan menambah, mengurangi, atau menata kembali unsur-unsurnya. Rostow dalam Sachari, memandang proses transformasi dengan mengandaikan nya sebagai proses “Liniear-Hierarkis” dengan penekanan pada perubahan bentuk sarana alat produksi serta pola konsumsi masyarakat. Terjadi perubahan dari masyarakat tradisionla menjadi masyarakat modern. Lebih lanjut, Sachari memamparkan bahwa transformasi budaya dapat difahami sebagai perubahan yang terjadi di masyarakat, ketika serat-serat budaya yang menyangga suatu peradaban pada suatu saat tidak lagi dapat berfungsi sebagai penyangga kebudayaan yang sedang berlangsung. Transformasi dapat diandaikan sebagai kondisi perubahan pilar budaya tersebut dengan berbagai keanekaan dan kedalamnnya. Kondisi lain dalam transformasi budaya adalah jika perubahan tersebut ditanggapi sebagai pengaruh baru yang merupakan kelanjutan dari kebudayaan lama, yang akan menghasilkan identitas baru, yang seandainyapun muncul belum tentu memberikan rasa "aman" yang lebih sesuai bagi masyarakat. (Sachari, 2007) 2.3 Makanan dalam Kapitalisme Postmodern
72
Kajian Transformasi dan Pembauran Budaya pada Pengilustrasian Figur Yesus Pada Karya Kelompok Seniman Asian Christian Art Association (KomangWahyu Sukayasa)
Makanan dengan identitas lokal menjadi sebuah komoditas daerah yang dikomunikasikan dan dipromosikan melalui media yang sesuai dengan zamannya. Yasraf Amir Piliang, pakar sosial budaya dalam salah satu tulisannya mengungkapkan: Kapitalisme Postmodern yang menjadikan budaya sebagai sebuah industri, menciptakan paradigma budaya baru yang radikal, membentuk sebuah ruang sosial sehingga konsumer dikonstruksi kehidupan sosialnya untuk selalu mengikuti arus perubahan tanda, makna, citra dan identitas yang mengalir tanpa henti. Konsumsi dilakukan tanpa kesadaran penuh; identitas diperjualbelikan untuk mendapatkan keuntungan. Dalam wacana konsumerisme, hidup dikondisikan untuk berpindah dari satu hasrat ke hasrat berikutnya, dari satu identitas ke identitas berikutnya, sebagai sebuah rangkaian perubahan tiada henti. Inilah yang disebut Virilio didalam The Aesthetics of Disappearance, sebagai gejala epilepsi budaya. (Piliang, 2006) Kapitalisme Postmodern, menjadikan makanan tradisional menjadi komoditas gaya hidup leisure, dikemas dengan menonjolkan identitas lokal sehingga menarik untuk dipasarkan dalam industri budaya kuliner; ditawarkan melalui media-media yang dekat dengan gaya hidup masyarakat Postmodern. Dalam hal ini makanan tradisional menjadi sebuah pengalaman tersendiri yang kaya akan simbolisasi, makanan tradisional dan nilai kelokalan yang ada didalamnya bertransformasi dan beradaptasi dengan gaya hidup Postmodern untuk menghasilkan sesuatu yang menarik namun tetap beridentitas lokal.
III.
Metode
Metode penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode Penelitian Yuridis-Normatif. Metode penelitian yuridis normatif digunakan untuk menemukan kebenaran dalam suatu penelitian hukum dilakukan melalui cara berpikir deduktif dan kriterium kebenaran koheren. Kebenaran dalam suatu penelitian sudah dinyatakan reliable tanpa harus melalui proses pengujian atau verifikasi. Verifikasi di dalam metode yuridis normatif dilakukan dengan pengujian cara berpikir (logika) dari hasil penelitian oleh kelompok sejawat sebidang atau peers group.
IV.
Pembahasan
Produsen pembuat bumbu masakan tradisional instan menggunakan beberapa cara dalam meyakinkan konsumen untuk membeli produk yang dijualnya. Selain bumbu dapur yang diramu menyerupai komposisi bumbu aslinya, produsen tidak ragu-ragu untuk menambahkan zat perasa, pewarna yang relatif aman untuk dimakan dalam jumlah tertentu pada bumbu masakan yang dijualnya agar konsumen merasa yakin akan keaslian kandungan yang ada didalam Bumbu masakan tradisional instan tersebut. Produsen mengkomunikasikan hal tersebut dengan cara memberi “tanda” dalam bentuk pernyataan bahasa (atau teks) dan juga visualisasi pada kemasan makanan. Desain mengolahnya untuk menghasilkan sebuah visualisasi yang mampu mempersuasif konsumen untuk membelinya. Diambil studi kasus kemasan Bumbu masakan tradisional Indonesia instan merk Bamboe yang cukup terkenal dan telah diekspor. Analisa yang akan dilakukan pada visualisasi desain kemasan bumbu masak instan tradisional ini melalui dua tingkatan.
a. Pembahasan Tingkat Pertama dianalisa komponen visual dan verbal pada bagian depan dan belakang desain kemasan yang akan membangun seperangkat tanda pada lapisan pertama dengan makna literal.
73
Zenit Volume 2 Nomor 1 April 2013
TANDA Tanda Verbal yang disampaikan, di bagian VERBAL depan: Bamboe Gulai; Indonesian Instant Spices ; Natural ingridients ; Export Quality Natural Product; serving suggestion, Halal; 35 gr Bamboe Gule; Bumbu masakan tradisional instant; Dengan bahan alami; saran penyajian; 4 porsi; Halal; 1.2 OZ
Dari hal ini bisa dikemukakan bahwa teks yang disampaikan oleh produsen dalam desain berupaya untuk mempersuasif konsumen bahwa Bumbu masakan tradisional instan ini adalah bumbu yang sama dengan bumbu yang tradisional baik bahan-bahan yang dipakai Tanda Verbal yang disampaikan di bagian maupun rasa yang nanti akan dihasilkan. belakang: Bamboe instant spices is the first ready to cook, authentic Indonesian recipe made only from the freshest natural ingridients. Bamboe instant spices is an easy way to prepare Indonesian dishes. Dilengkapi dengan nutrition facts, cara membuat, komposisi, no sertifikasi iso, dan no customer care, website, barcode, serta tanggal kadaluarsa.
TANDA VISUAL
Tanda Visual yang disampaikan di bagian depan:
1
Gulai daging yang terlihat sangat menggiurkan, sebagai vokal point (tengah)
74
Mengkomunikasikan keorisinilan hasil dari olahan menggunakan Bumbu masakan tradisional instan Bamboe.
Kajian Transformasi dan Pembauran Budaya pada Pengilustrasian Figur Yesus Pada Karya Kelompok Seniman Asian Christian Art Association (KomangWahyu Sukayasa)
2
bumbu dapur yang terlihat segar (kiri atas)
Mengkomunikasikan keorisinilan bumbu masak yang terkandung didalam Bumbu intan Bamboe.
3
Logo halal (kanan bawah)
Mengkomunikasikan kehalalan dari kandungan Bumbu masakan tradisional instan Bamboe.
4
Stempel merah yang betuliskan export quality (kanan tengah)
Mengkomunikasikan bahwa Bumbu masakan tradisional instan Bamboe telah berkualitas ekspor.
5
Ornamen seperti batik tulis Indonesia sebagai background
Mengkomunikasikan kesan tradisional Indonesia pada kandungan rasa dalam Bumbu masakan tradisional instan Bamboe.
6
Logogram bamboo (sebelah kiri bawah)
Mengkomunikasikan untuk mengingatkan bahwa Bumbu masakan tradisional instan ini adalah bernama Bamboe.
Tanda Visual yang disampaikan di bagian belakang:
75
Zenit Volume 2 Nomor 1 April 2013
1
Pictogram cara memasak yang sederhana
Mengkomunikasikan bahwa memasak menggunakan Bumbu masakan tradisional instan Bamboe sangat mudah.
2
Logogram dan logotype Bamboe
Mengkomunikasikan untuk mengingatkan bahwa Bumbu masakan tradisional instan ini adalah bernama Bamboe.
3
Barcode
Mengkomunikasikan bumbu intan Bamboe telah diproduksi masal dengan pembacaan data standar internasional.
b.
Pembahasan Tingkat Kedua
Hasil analisa tingkat pertama akan dianalisa mitos yang dihasilkan bila dihubungkan dengan transformasi kelokalan yang secara tidak langsung berhubungan juga dengan gaya hidup dan industrialisasi. Pertama, Bila dihubungkan dengan gaya hidup, Keberadaan Bumbu masakan tradisional instan mulai menggeser perilaku masyarakat perkotaan untuk lebih memilih menggunakan bumbu masakan tradisional instan ini karena visualisasi masakan yang menarik dan hasil serupa bila dimasak dengan bumbu masakan tradisional yang diramu dengan cara tradisional. ditambahan visualisasi bumbu dapur sebagai bahan dasar dari masakan tersebut lebih meyakinkan keorisinilan rasanya. Transformasi perilaku tersebut juga memiliki efek negatif yaitu akan hilangnya pengetahuan lokal tentang bumbu masak sebenarnya yang variannya sangat beragam. Kedua, bila dihubungkan dengan industri, Gaya hidup instan merupakan motivasi yang tepat untuk terjadinya transformasi budaya tradisional menjadi budaya industri. Kesan tradisional, praktis dan aman dimanfaatkan oleh kapitalisme Postomdern yang menjadikan budaya sebagai sebuah industri. Penambahan logo Halal menjadi salah satu pendukung bagi pembentukan pola pikir standarisasi masyarakat industri. Khususnya di Negara-negara yang sebagian besar masyrakatnya adalah muslim. Ketiga, dihubungkan tradisi, masakan tradisional yang merupakan ciri khas dari suatu daerah, karena keorisinilan rasa dan pembuatnya, dengan adanya Bumbu masakan tradisional instan masakan, semua orang yang berasal dari daerah manapun dimanapun dan dengan kebudayaan apapun dapat membuat masakan tersebut, sehingga nilai kelokalan yang ada pada masakan tersebut menjadi milik semua orang. V. Simpulan Pembahasan diatas membuktikan kebenaran penggalan pernyataan Sachari, bahwa transformasi kelokalan dalam masyarakat dapat terjadi saat keadaan mengkondisikan masyarakat untuk mengadaptasi kebudayaan baru yang lebih memudahkan kehidupan masyarakat tersebut dengan keanekaan dan kedalamnnya. Hasil transformasi tersebut dapat ditanggapi sebagai pengaruh baru yang merupakan kelanjutan dari kebudayaan lama, yang akan menghasilkan identitas baru, walaupun belum 76
Kajian Transformasi dan Pembauran Budaya pada Pengilustrasian Figur Yesus Pada Karya Kelompok Seniman Asian Christian Art Association (KomangWahyu Sukayasa)
tentu memberikan rasa "aman" yang lebih sesuai bagi masyarakat tersebut. Kesan tradisional, praktis dan aman yang bisa dikomunikasikan lewat sebuah desain dapat dimanfaatkan oleh kapitalisme Postomdern untuk menjadikan budaya sebagai sebuah industri. Sehingga kelokalan akan bertransformasi menjadi industri kelokalan.
Daftar pustaka Aldin, A., & Piliang,Y.A. 2006. Menggeledah hasrat: Sebuah Pendekatan Perspektif .Yogyakarta: Jalasutra. Budiman, K. 2004. Jejaring tanda-tanda: Strukturalisme dan Semiotik dalam Kritik Kebudayaan. Magelang: Indonesia Tera. Budiman, K. 2011. Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problem Ikonisitas. Yogyakarta: Jalasutra. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998.Jakarta:Balai Pustaka. Meliono, I.V., & Budianto. 2004. Dimensi etis terhadap budaya makan dan dampaknya pada masyarakat. Makara, sosial humaniora 8(2), 65-70. Retrieved from http://journal.ui.ac.id/upload/artikel Sachari, A. 2007. Budaya Visual Indonesia.Bandung: Erlangga.
77