Topik ini menggarisbawahi akan pentingnya kekaffahan seseorang dalam ber-Islam agar mampu melihat persoalan tidak secara parsial, utamanya dalam memahami persoalan-persoalan di seputar penanggalan Hijriyah. Pertama-tama akan diketengahkan kebedaan penetapan antara kalender Gregorian (Syamsiyah) dan Hijriyah (Qamariyah) namun inti diskusi ini ada pada penjabaran masalah kontroversi di seputar penetapan bulan baru penanggalan Hijriyah kemudian diakhiri dengan solusi dan jalan keluar bagi permasalahannya dengan memperkenalkan sistem Hisab Mutlak. Ada dua cara yang lazim dipakai untuk mengetahui datangnya bulan baru dalam sistem kalender Qamariyah, yaitu melalui ru’yat (melihat bulan dengan mata atau teropong) atau dengan cara hisab (menghitung dengan ilmu falak). Beberapa kebedaan keduanya akan diulas di akhir bahasan. Berbeda adalah manusiawi, namun bila dalam sebuah planet (Bumi) terdapat dua hari tanggal satu (Syawal), dan dua hari tanggal sepuluh (Dzulhijjah) yang dimaklumi keberadaannya, tentu ini merupakan hal yang lucu bahkan lebih lucu lagi di tahun 2006 sebab planet Bumi ternyata mempunyai empat tanggal 1 Syawal. Barangkali tidak ada kejadian serupa ini di planet-planet lain (yang jumlahnya triliunan di alam semesta) kecuali di planet Bumi ini saja. Padahal Allah swt. dengan tegas mengatakan bahwa Dia menciptakan alam semesta ini tidak dengan
main-main. Artinya Allah swt. sangat serius memperhitungkan segala aspek pergerakan benda-benda langit yang saling berinteraksi satu dengan lainnya dengan sangat harmonis sehingga kita dapat hidup dengan nyaman di dalamnya. Lebih jauh lagi, Allah swt. juga mewajibkan kita untuk berhitung. Ini yang kadang terabaikan. Masih saja terjadi kebedaan pendapat mengenai cara melihat bulan baru, hisab atau ru’yat, yang menyebabkan terjadinya keanehan-keanehan yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Kalau melihat bulan sudah dapat dilakukan jauh hari sebelumnya dengan perhitungan seperti yang disarankan oleh QS. AlAn‘aam: 96 dan Yunus: 5, mengapa masih harus memerlukan konfirmasi dengan ru’yat, mengapa masih ragu terhadap ayat? Bukankah mengimani alQur‘an merupakan tanda lurusnya aqidah? AlQur‘an mengajak kita berhitung, namun tidak kita hiraukan, kita hitung tetapi bila hasilnya tidak sesuai dengan hasil pengamatan (ru’yat) maka hasil perhitungan (hisab) tadi sertamerta tidak kita perlukan lagi. Perhitungan yang kita lakukan hanya dianggap sebagai pembantu bagi ru’yat. Kita pahami Hadits ala kadarnya, lalu menomorduakan al-Qur‘an. Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkannya manzilahmanzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu supaya kalian mengetahui bilangan tahun dan perhitungan. Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan 2
tanda-tanda-(Nya) kepada orang-orang yang (mau) mengetahui. (QS. Yunus: 5) Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang mahaperkasa lagi maha mengetahui (QS. Al-An‘aam: 96) Dan al-Qur‘an itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kalian beriman kepadanya. (QS. Al-Haaqqah: 41) Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kalian belajar darinya. (QS. Al-Haaqqah: 42) Akhirnya ditegaskan-Nya bahwa tempat-tempat peredaran benda-benda langit tersebut tak lain adalah sebagai tanda waktu agar kita mengetahui tanggal. Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah; “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (ibadah) haji …” (QS. Al-Baqarah: 189) Pemaparan ini bukan dimaksud untuk mempertajam kebedaan-kebedaan yang ada seperti kebedaan cara melihat hilal (bulan sabit) melaui ru’yat (melihat dengan mata) atau hisab (melihat dengan perhitungan), kebedaan di ranah metode ru’yat, kebedaan metode hisab, kebedaan perhitungan yang diakibatkan oleh karena beda matla’ (tempat terbitnya bulan) ataupun kebedaan pandangan dalam menentukan 3
awal dimulainya hari, namun bagaimana sebaiknya kita bersikap dalam menghadapinya, kemudian setelah menetapkan pilihan, maka pilihan tersebut seyogyanya bersandar pada asumsi yang baik, yang dapat dipertanggungjawabkan di hadapan Allah swt. kelak ketika kita menghadap, karena Allah swt. berfirman: Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur‘an supaya engkau terangkan kepada manusia apa yang diperintahkan kepada mereka supaya mereka berpikir. (QS. An-Nahl: 44) Satu keinginan penulis adalah perhatian dari para pembaca sebagai sebuah tanggung jawab sosial untuk membantu menganalisis mana bagian-bagian yang dapat dikembangkan lebih lanjut sehingga pemikiranpemikiran berikutnya dapat mengolah dengan lebih dalam agar benar-benar dapat dipraktikkan dalam kehidupan nyata, sehingga kita akan terhindar dari (maaf) kesalahan yang berlarut-larut. Dengan demikian insyaallah misi kita sebagai khalifah di bumi dapat dituntaskan dengan ikut memberi warna pada peradaban, dalam kapasitas kita masing-masing. Dengan kata lain, kehidupan di dunia ini tidak kita jalani sambil lalu saja. Kemudian uraian ini juga diharapkan dapat menjadi pemicu bagi pemikiran-pemikiran selanjutnya agar di kemudian hari tidak ada lagi yang merasa biasa dan tidak merasa aneh dengan adanya tanggal ganda, selain juga sebagai sarana introspeksi yang
4
untuk saat ini rasa-rasanya sudah sangat mendesak dan perlu. Untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan, dan hanya kepada-Nyalah kami bertawakkal, berlindung, mohon petunjuk dan ampunan.
5