Pentingnya Inventarisasi Persoalan Kebijakan Kesehatan UNAIR NEWS – Pembawaan yang sederhana, lugas, dan tegas menjadi gaya khas dari pendiri salah satu media cetak terbesar di Indonesia, Dahlan Iskan. Hal itu juga ia tunjukkan saat mengisi Kuliah Tamu tentang Entrepreneurship dalam Pelayanan Kesehatan dihadapan Mahasiswa Baru Program Studi S2 Administrasi Dan Kebijakan Kesehatan (AKK), Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Jumat (11/8). Sebelum kuliah umum disampaikan oleh Dahlan, Dekan FKM UNAIR Prof. Dr. Tri Martiana, dr., MS., terlebih dahulu memberikan sambutan dengan mengucapkan rasa syukur dan terima kasih atas kehadiran sosok Dahlan yang memiliki banyak kesibukan. Tri Martiana juga memaparkan berbagai capaian FKM UNAIR dihadapan hadirin. Tak lupa, ia juga mengajak mahasiswa yang hadir untuk bersama menyatukan misi menuju UNAIR kampus kelas dunia. “Kuliah tamu ini adalah pembelajaran yang berharga dari sosok inspiratif. Dengan ini mari bersama kita wujudkan UNAIR menjadi 500 kampus kelas dunia,” paparnya. Selanjutnya, pada acara yang dilaksanakan di Aula Soemarto FKM UNAIR tersebut Dahlan membuka kuliah umum dengan mengajak para mahasiswa baru agar memberikan perhatian yang besar pada persoalan yang besar, utamanya mengenai kebijakan kesehatan. “Sumber daya manusia, waktu, dan biaya adalah tiga hal besar yang memmengaruhi hal tersebut,” paparnya. Selama kuliah berlangsung, satu hal unik dilakukan Dahlan. Ia mengajak para mahasiswa baru yang hadir untuk maju secara acak dan menjelaskan masalah pelayanan serta kebijakan kesehatan yang dialami. Hal ini ia lakukan untuk mengajak agar mahasiswa bisa mengetahui permasalahan dan solusinya.
“Saya ajak kalian semua agar bisa inventarisasi persoalan. Dengan inventarisasi berarti anda sudah menyelesaikan setengah permasalahan,” jelasnya. “Jangan memberikan waktu yang panjang pada persoalan yang kurang penting,” tegas Dahlan Mengenai inventarisasi persolan, Dahlan mengajak mahasiswa untuk melakukan tahap pertama inventarisasi yakni dengan ditulis. Baginya, banyak atau sedikit sebuah persoalan jika sudah didata akan lebih ringan. “Dalam proses tersebut tidak harus sekali jadi. Yang ingat dulu saja. Setelah dibaca, coba coret sebagian. Mungkin itu ada persoalan yang kita ada-ada dan tidak begitu penting,” tandas Dahlan. Mengenai
hal
entrepeneurship,
Dahlan
lebih
menyinggung
karakter kebanyakan entrepeneur yang memulai sebuah usaha tanpa modal. melainkan ada yang memulai dari pinjaman dan kepercayaan. “Nah untuk kepercayaan itu yang harus dibangun. Kepercayaan tingkat satu adalah percaya kalau dia mau berbuat. Mau berbuat bukan dilihat dari ucapan. Tapi dari tindakan. Dilihat dari mau bekerja dan menolong orang,” paparnya. Penulis: Nuri Hermawan
Kepala Perwakilan RI di Luar Negeri Gelar Forum Debriefing II di UNAIR UNAIR NEWS – Wakil Tetap RI pada Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) untuk ASEAN Rahmat Pramono mengatakan,
generasi muda yang saat ini memilih bergelut dalam dunia diplomasi harus bisa menyesuaikan diri dengan kebijakan negara. Pernyataan itu ia lontarkan dalam forum Debriefing II Kepala Perwakilan RI di Universitas Airlangga, Senin (27/3). Seperti pada pemerintahan Presiden Joko Widodo ini misalnya. Berdasarkan arahan presiden, diplomasi Indonesia diwujudkan dalam sebuah diplomasi yang bersifat kerakyatan. Hal ini terbukti dengan langkah-langkah diplomasi yang bersifat membumi dan berorientasi pada kepentingan rakyat. “Diplomasi kerakyatan menjadi tantangan para diplomat agar luaran kerja yang dilakukan bisa bermanfaat langsung untuk masyarakat,” ujar Rahmad dalam forum yang dilangsungkan di Aula Kahuripan 300, Kantor Manajemen UNAIR. Terkait dengan kawasan teritorial, PTRI ASEAN mendorong pentingnya menciptakan stabilitas perdamaian dan keamanan. “Karena apabila ada gejolak goncangan-goncangan, nanti lalu lintas perdagangan ekonomi yang sudah ramai terjalin akan sangat terganggu. Memang, PRTI ASEAN tidak bisa menyelesaikan kasus klaim teritorial. Itu tetap adalah hak kedua negara atau pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan dan berdialog. Tapi kita harus bisa menjaga keamanan dan stabilitas,” ungkapnya. Ia menambahkan, target di akhir tahun 2017 ini adalah perlindungan terhadap buruh migran Indonesia di kawasan ASEAN. “Target kita adalah perlindungan terhadap buruh migran kita sesuai dengan hak-haknya. Tidak berarti karena ilegal diperlakukan semena-mena, dibayar jauh di bawah standart. Kita melihat buruh migran ini human right-nya. Semua kita lindungi,” katanya. Sementara itu, narasumber lain Triyono Wibowo selaku Wakil Tetap RI pada PTRI untuk Jenewa mengatakan, tidak semua isu di dunia bisa diatasi dengan norma yang sama. Sebab, negara dari berbagai belahan dunia memiliki latar belakang suku, agama,
ras dan antar golongan yang berbeda. Meskipun Hak Asasi Manusia (HAM) bersifat universal, namun tidak semua hal bisa diuniversalkan. “Tidak semua masalah di dunia ini bisa dinegosiasikan. Seperti moral value, religious value. Religious value misalnya, tidak bisa menerima hal yang tidak diyakini oleh nilai religious itu. Ada situasi atau kondisi yang tidak bisa diuniversalkan,” ungkapnya. Maka itu, menurut Triyono, proses negosiasi antar negara membutuhkan waktu yang cukup lama. Sementara Duta Besar KBRI untuk Wina Rachmad Budiman sedikit menyinggung tentang isu hukuman mati yang diberlakukan di beberapa negara di dunia. Di tataran nasional, isu tentang hukuman mati sebagai hukuman terberat belum dipastikan keputusannya. Dalam artian, belum ada kesepakatan apakah hukuman mati dihapuskan atau tidak. “Yang lebih diperhatikan adalah drugs berkaitan dengan pusaran public health. Mereka saat ini sedang mendorong upaya public health. Pelaku kriminal drugs diapakan? Sebab mereka bukan pengguna,” ujarnya. Menurutnya, yang lebih penting untuk diperhatikan adalah pelaku kriminal peredaran narkoba, bukan hanya pemakai narkoba saja. Penulis: Binti Quryatul M Editor: Nuri Hermawan
Bersama Polri, Keutuhan NKRI
UNAIR
Jaga
UNAIR NEWS – Universitas Airlangga bertekad untuk terus mengawal masyarakat agar mendapat keadilan dan kesejahteraan. Pernyataan tersebut dilontarkan oleh Rektor UNAIR Prof. Dr. Moh. Nasih, SE., MT., Ak., CMA, saat memberikan sambutan dalam Kuliah Umum yang diisi oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Drs. M. Tito Karnavian, M.A., Ph.D., Kamis (29/12). Selain ratusan mahasiswa yang mengikuti kuliah umum, turut hadir Walikota Surabaya, Dr. (H.C) Ir. Tri Rismaharini, M.T. Kuliah umum yang digelar di Aula Garuda Mukti, Kantor Manajemen Kampus C tersebut bertajuk “Peran dan Kebijakan Polri dalam Menjaga Persatuan Bangsa dalam Kebinekaan di Indonesia”. Dalam sambutannya, Prof. Nasih mengatakan bahwa UNAIR memiliki komitmen untuk menjaga Republik Indonesia. “Tidak tergesit sedikit pun bagi kami untuk tidak NKRI. NKRI harga mati,” serunya tegas. Menurut Guru Besar FEB tersebut, harus ada persamaan persepsi antara masyarakat terhadap permasalahan yang ada di Indonesia , sehingga akan memberikan kemajuan dan pembangunan di Indonesia. Selaku pembicara utama dalam kuliah umum tersebut, Tito mengungkapkan, terjadinya konflik karena adanya perbedaan kepentingan. “Oleh karena itu, semua commoninterest harus terus ditingkatkan. Nah, perbedaan interest-nya harus di reduksi,” jelasnya. “Bangsa Indonesia adalah bangsa yang banyak sekali perbedaan latar belakang dengan kepentingannya masing-masing, maka kita harus tetap solid,” imbuhnya.
Terkait kuliah tamu di UNAIR, Tito mengaku bangga. Pasalnya, ia memiliki kesempatan untuk sharing hal-hal penting di UNAIR sebagai salah satu kampus terbaik di Indonesia. “Ini menjadi kebanggaan bagi saya mampu berbagi hal-hal penting ini di kampus yang juga penting dan salah satu terbaik di Indonesia,” ujarnya. Dari kuliah umum tersebut, Prof. Nasih menyampaikan apresiasinya atas kesempatan Kapolri untuk mengisi kuliah umum dalam rangka menjaga keutuhan Republik Indonesia. “Saya haturkan apresiasi yang sebesar-besarnya terhadap Kapolri yang berkesempatan hadir untuk memberikan kuliah umum,” tandasnya. “Marilah kita bersama-sama menjaga dan membangun keutuhan Republik Indonesia,” imbuhnya. (*) Penulis : DilanSalsabila Editor : Nuri Hermawan
Bahas Isu Kebinekaan Kapolri Beri Kuliah Umum di UNAIR UNAIR NEWS – Isu tentang kebinekaan yang sempat mengisi publik media akhir-akhir ini, memang menarik untuk terus diamati, terlebih ada peran pemerintah yang turut serta terlibat. Untuk itu, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menggelar kuliah umum di Aula Garuda Mukti Kantor Manajemen Universitas Airlangga, Kamis (29/12). Kuliah umum yang dihadiri oleh seluruh elemen sivitas akademika UNAIR tersebut diisi langsung oleh Kapolri Jenderal Polisi Drs. M. Tito Karnavian, M.A., Ph.D. Di Awal paparannya, Tito menyatakan bahwa kebinekaan merupakan bagian yang tidak
bisa terlepaskan dari Indonesia. Baginya, berbagai insiden yang baru saja mewarnai publik negeri merupakan sebuah keniscayaan dari kehidupan bangsa yang majemuk. Tito pun juga menambahkan bahwa dengan keberagaman inilah bangsa Indonesia bisa bersatu. “Keberagaman di negara kita ini adalah takdir. Tidak banyak negara di dunia ini yang seperti kita. Keberagaman inilah yang menjadi fondasi terbentuknya negara kita,” terangnya. Jenderal kelahiran Palembang, 26 Oktober 1964 tersebut menambahkan bahwa kebinekaan merupakan potensi bagi Indonesia untuk maju dan juga potensi yang bisa memecah belah. Selain itu, ia juga memaparkan tentang demokratisasi dan perkembangannya. Baginya, dampak positif dari adanya demokrasi di negara yang sangat majemuk ini bisa menjaga keseimbangan dan peran rakyat yang menguat. Namun, Tito juga menambahkan, bahwa sistem demokrasi yang terlalu bebas bisa berdampak negatif, misalnya primordialisme dan kebebasan yang kebablasan. “Hari ini kebebasan yang kebablasan sudah merambah pada banyak hal, media misalnya,” ujarnya. Pada
penghujung
orasi,
doktoral
Nanyang
Technological
University Singapura tersebut menyampaikan, sebagai negara besar, Indonesia membutuhkan pemimpin yang kuat, bersih dari korupsi, dan memiliki kemampuan kepemimpinan yang mampu merangkul semua kelompok serta bisa menyatukan keberagaman. “Ini tanggung jawab kita bersama untuk menjaga stabilitas nasional dan meminimalisir konflik agar pembangunan terus bisa berlanjut,” jelasnya. “Jaga terus kebinekaan dan sosialisasikan 4 pilar Pancasila, Bineka, NKRI dan Undangundang,” pungkasnya.(*) Penulis: Nuri Hermawan Editor: Dilan Salsabila
Diskusi Masalah Sosial, Kemiskinan dan Ekonomi Bareng Profesor Asal Amerika UNAIR NEWS – Prof. Ron Hatley memberikan kuliah umum di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga, di Ruang Adi Sukadana FISIP, Selasa siang (15/11). Prof. Hatley hadir untuk memberikan kuliah seputar permasalahan sosial mulai dari kemiskinan, ketimpangan ekonomi, kesenjangan sosial, politik dan ekonomi. Sejumlah mahasiswa pun terlihat antusias untuk mendengarkan materi yang disampaikan. Berangkat dari pengalaman pribadi sebagai buruh tani, Prof. Hatley melihat bagaimana sistem dan tatanan suatu negara berdampak pada kesejahteraan masyarakat yang menghasilkan kesenjangan sosial. Hal ini ditambah dengan adanya dominasi yang menguntungkan bagi kaum elit dan merugikan bagi kelas bawah. “Persoalan kesenjangan dapat dilihat dari adanya kesenjangan yang ditimbulkan oleh kelas atas, elit ataupun orang kaya. Di Indonesia misalnya, jumlah orang kayanya berada di kisaran 1200an yang tentu mendominasi dan begitu banyak, bahkan jumlahnya lebih banyak dari orang kaya Australia,” jelas Profesor asal Amerika tersebut. Prof. Hatley kemudian mengungkapkan terkait sembilan faktor yang dijadikan alat mengukur kesejahteraan sosial. Di antaranya tingkat kepercayaan, sakit jiwa, narkoba dan alkohol, ekspektasi kehidupan dan kematian anak, obesitas, pendidikan anak, angka kelahiran, tingkat pembunuhan, tingkat
narapidana dan mobilitas sosial. Persoalan sosial tersebut tentu saja berkaitan dengan bagaimana masyarakat menyikapi dua permasalahan penting soal kemiskinan. Proyek pembangunan yang selama ini berkembang umumnya ditujukan untuk kesejahteraan dan mengatasi kemiskinan, akan tetapi tidak sedikit dari negara berkembang yang mana masyarakat menjadi korban kemiskinan. Prof. Hatley sempat menyinggung terkait program pembangunan seperti halnya program pemiskinan yang berkaitan dengan upayaupaya bagaimana menyudutkan masyarakat dalam tatanan sosial. Karena darinya terdapat ketergantungan terhadap pemilik modal sehingga tidak ada kemandirian yang utuh dalam masyarakat. Meminjam
istilah
Joseph
Stiglitz
mengenai
harga
ketidaksetaraan, Prof. Hatley kemudian mempersoalkan bahwa ketidaksetaraan saat ini dibungkus dengan rapi dan bersih. Pasar bebas yang saat ini berkembang justru merupakan pasar tidak bebas, lantaran direkayasa oleh para pemangku modal dan kepentingan. Di tengah situasi Global yang tak menentu, persoalan yang terjadi dalam tatanan akar rumput juga memprihatinkan, persoalan mengenai kesenjangan sosial yang diakibatkan oleh berbagai permasalahan nampak begitu kompleks. Ketidaksetaraan kemudian menjadi dasar ketimpangan sosial yang hanya mengutamakan modal.(*)
kebijakan
Penulis: Ahalla Tsauro Editor : Dilan Salsabila
yang
pro
kapital,
berpihak
pada
Krisis Kepemimpinan Problem Generasi Muda
Jadi
UNAIR NEWS – Mengusung tema “Peran Mahasiswa Dalam Mengatasi Ancaman dan Membangun Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045”, kuliah umum oleh Komandan Sekolah Staf dan Komando Tentara Nasional Indonesia (Dansesko TNI) Letnan Jenderal TNI Agus Sutomo di Universitas Airlangga diikuti oleh sekitar 300 mahasiswa. Dalam kuliah yang C UNAIR itu, Agus dalam menyongsong pemuda sangatlah bangsa.
diselenggarakan di Aula Kahuripan 300 Kampus menjelaskan tentang pentingnya peran pemuda satu abad Republik Indonesia. Baginya peran strategis untuk menentukan kejayaan sebuah
“Dalam perjuangan menuju Indonesia Emas 2045, peran pemuda sangatlah strategis,” tegas Agus dalam paparannya, Senin (7/11). Agus mengajak peserta untuk kembali menengok sejarah perjuangan hingga kemerdekaan yang diperjuangkan oleh para kaum muda. Penyebab kehancuran dua peradaban terbesar di Nusantara (Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit) adalah krisis kepemimpinan dan konflik internal. “Krisis kepemimpinan ini sebagai satu problem dari ketidaksiapan generasi muda,” tandasnya. Tidak hanya membahas perihal pemuda, Agus juga menyinggung tentang pertumbuhan penduduk dunia. Baginya, perihal pertumbuhan penduduk dunia yang semakin pesat ini kurang mendapat perhatian manusia. Pesatnya angka pertumbuhan penduduk berdampak pada ketersediaan energi minyak dunia. “70 persen konflik di dunia sekarang ini diakibatkan kebutuhan energi dan terjadi di negara-negara yang memiliki energi minyak dunia,” paparnya. “Energi fosil akan habis dan akan
diganti dengan energi hayati,” imbuhnya. Ketersediaan energi hayati dan ketersediaan pangan serta air ke depan akan menjadi perhatian baru bagi masyarakat dunia. Agus Sutomo menambahkan bahwa ketersediaan energi baru tersebut ada di negara-negara ekuator. Salah satunya Indonesia. “Energi, pangan, dan air bersih kini menjadi fokus pemimpin dunia saat ini. Ini kelihatannya sederhana. Ingat peta konflik dunia hari ini ada pada negara-negara penghasil minyak. Ke depan mungkin bisa bergeser ke negara kita,” jelasnya menegaskan. (*) Penulis: Nuri Hermawan Editor: Defrina Sukma S
Dirjen Sumber Daya Iptek Berikan Kuliah Umum Di FKG UNAIR UNAIR NEWS – Dalam upaya meningkatan sumber daya manusia pendidikan tinggi kesehatan dan kedokteran gigi ke depan, Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Airlangga (UNAIR) mengadakan kuliah umum dengan mendatangkan pembicara Dirjen Sumber Daya Iptek Dikti, Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D dari Kemenristek dan Dikti RI. Kuliah umum yang dihadiri puluhan peserta baik dari mahasiswa maupun dosen FKG tersebut diadakan di ruang kuliah B, Fakultas Kedokteran Gigi, Kamis (13/10). Pada
kesempatan
tersebut,
Ali
mengungkapkan
pentingnya
mempersiapkan banyak hal dalam proses pendidikan di kedokteran gigi dan pendidikan kesehatan lainnya. Sebab di era MEA, kompetisi dan daya saing menjadi kunci bagi calon dokter yang tidak akan hanya ditempatkan di Indonesia, melainkan negaranegara lainnya. Menurut Ali, pola pikir yang dibangun calon dokter gigi di era MEA harus berubah, tidak hanya berpikir bahwa pasar yang akan mereka hadapi hanya di Surabaya, melainkan ASEAN. “Indonesia ini negara dengan sumber daya alam yang besar, termasuk manusianya. Dengan jumlah yang tinggi ini, maka keterampilan menjadi penting. Keterampilan ini bisa dilatih dengan sarana dan prasarana yang mendukung,” tutur Ali. Banyak sekali hal-hal yang sifatnya menjadi tanggung jawab antara kementrian kesehatan dan kementrian riset DIKTI. Dari skema yang ditunjukkan oleh Ali, terlihat bahwa Filipina memiliki tenaga dokter dan eksporter terbanyak dibandingkan Indonesia. Padahal, penduduk Indonesia lebih besar daripada Filipina. Ali menunjukkan pula banyaknya pasien yang memilih berobat di luar negeri, seperti Malaysia, Thailand, Singapura, dan Australia. “Kalau kita bekerja masih dengan mindset lokal, tentu tidak kompetitif. Apa yang dikejar, targetnya, akan terlalu kecil. Nanti kita bisa lihat, dokter gigi tahun 2019 paling tidak butuh sekitar 90 fakultas kedokteran gigi di Indonesia,” pungkas Ali. Berbicara tentang kuantitas, di kedokteran secara umum terdapat uji kompetensi. Rumah sakit gigi sangat penting untuk mendukung keterampilan dari mahasiswa kedokteran gigi. Hal yang harus diperhatikan untuk menjadi seorang dokter gigi adalah kompetensi dan keterampilan yang dimiliki, tidak hanya sudah memiliki gelar atau ijin praktik. Bila hanya memiliki gelar tanpa kompetensi dan keterampilan yang memadahi, tentu akan menjadi polemik di kemudian hari bila terjadi malpraktik.
Dokter gigi juga dituntut memiliki keterpanggilan jiwa yang mana sangat dibutuhkan tenaganya di daerah-daerah terpencil atau perbatasan. Maka dari itu, sangat penting menghasilkan dokter gigi yang memiliki karakter. Sistem pendidikan harus menjadi terkoordinir dan satu kesatuan agar mampu menciptakan tenaga yang sesuai dengan kebutuhan. “Jangan lupa juga, sistem pelayanan rumah sakit gigi harus baik. Jangan sampai dokter gigi tidak memahami sistem pelayanan yang berbasis asuransi. Tidak hanya SDM, sarana dan prasarananya juga diperhatikan. Untuk sekarang, kami (kemenristek) juga dituntut memperhatikan sarana dan prasarana rumah sakit gigi yang dimiliki fakultas kedokteran gigi,” kata Ali sebelum menutup kuliah umum. (*) Penulis: Lovita Marta Editor: Nuri Hermawan