Tokoh Politik Berlatarbelakang Pemilik Bisnis Pertelevisian : Upaya Berkampanye Lewat Media
oleh: Firdaus Anwar, Zulhasril Nasir
[email protected]
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA 2014 [Type text]
Page 1 Tokoh politik ..., Firdaus Anwar, FISIP UI, 2014
[Type text]
Page 2 Tokoh politik ..., Firdaus Anwar, FISIP UI, 2014
[Type text]
Page 3 Tokoh politik ..., Firdaus Anwar, FISIP UI, 2014
[Type text]
Page 4 Tokoh politik ..., Firdaus Anwar, FISIP UI, 2014
Tokoh Politik Berlatarbelakang Pemilik Bisnis Pertelevisian : Upaya Berkampanye Lewat Media
Firdaus Anwar, Zulhasril Nasir
Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
[email protected]
Abstrak Di negara demokratis, termasuk Indonesia, media diharapkan dapat menjadi pilar keempat demokrasi yang menggenapi trias politica. Tujuan mulianya yakni mengawasi jalannya pemerintahan yang dilaksanakan oleh Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Akan tetapi, media televisi yang notabene menggunakan frekuensi publik untuk siaran telah disisipi kepentingan politik tertentu. Kepentingan itu berasal dari ambisi pemilik modalnya yang ingin mencalonkan diri dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 mendatang. Maka, independensi media televisi pun kini dipertanyakan terlebih saat media tersebut menyisipkan kepentingannya pada program-program tertentu. Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah studi literatur. Makalah akan membahas bagaimana kondisi media televisi di Indonesia saat ini menjelang pilpres 2014, dan apa yang seharusnya dilakukan baik oleh pihak pemerintah maupun dari pihak media. Untuk mengembalikan fungsi media kembali pada semestinya diperlukan 1. Penegakkan peraturan yang tegas oleh instansi pemerintah.
Political Figure With Television Owner as A Background: Campaigning Efforts Through Media
Abstract In democratic countries, including Indonesia, the media is expected to be the fourth pillar of democracy that fulfills the trias politica. Noble purpose that is overseeing the government that carried out by the Executive, Legislative, and Judicial. However, the medium of television is in fact using a public frequency
[Type text]
Page 5 Tokoh politik ..., Firdaus Anwar, FISIP UI, 2014
to broadcast certain political interests have been inserted. The interests of capital owners ambition comes from wanting to run in the presidential election (pilpres) 2014. Thus, the independence of the television media are now questionable especially when they insert their interest in specific programs. The method used in this paper is the study of literature. The paper will discuss how the television media conditions in Indonesia today ahead of the 2014 presidential election, and what should be done both by the government and from the media. To restore proper function of the media back on 1. Strict enforcement of regulations by government agencies.
Key words: Media owner, watchdog, political influence, presidential election, journalistic ethics
1. Latar Belakang Kampanye politik adalah satu hal lumrah yang seringkali ditemukan dalam proses pertarungan politik dalam suatu negara. Tidak bisa di sangkal lagi bahwa melalui kampanye tersebut, aktor politik bisa dengan leluasa untuk mencari seluruh segmen pemilih untuk mendapatkan dukungan nantinya. Menurut Roger dan Storey (1987: 7) yang dikutip oleh Antar Venus dalam bukunya Manajemen Kampanye, kampanye adalah serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu.
Pada era reformasi inilah terlihat peranan rakyat yang begitu penting di dalam mekanisme pemilu. Kampanye pada perkembangannya mengalami semacam perubahan nilai dan perubahan gaya dalam menyampaikan visi dan misi kepada khalayak, komunikasi politik pada era Soekarno yang berdasarkan pada demokrasi terpimpin tentu akan jauh berbeda dengan gaya komunikasi di tahun 2014 dimana peranan media elektronik menjadi begitu dominan di banding komunikasi yang bersifat orasi.
Menurut Herbeth Feth (1962) dalam bukunya The Decline of Constitutional Democracy yang dikutip oleh Subairi (2011) tokoh yang dapat mempengaruhi massa dalam jumlah yang besar disebut juga solidarity maker. Pada masa bung Karno untuk berkomunikasi atau bahkan berkampanye, aktor politik cenderung melakukan apa yang di sebut dengan retorika politik, tipe-tipe orang yang mampu memberikan sebuah orasi/retorika politik secara baik dapat diartikan juga sebagai solidarity maker.
[Type text]
Page 6 Tokoh politik ..., Firdaus Anwar, FISIP UI, 2014
Lalu saat media massa muncul dan mulai berkembang, peran retorika menjadi sedikit mengalami pergeseran karena dalam media massa isu-isu kepemimpinan mulai di tampilkan dan mempunyai pengaruh terhadap pola pikir masyarakat. Pada zaman orde lama, isu yang ada terbatas pada tatanan ideologi bangsa.
Dalam proses penyelenggaraan berbangsa dan bernegara maka diperlukan suatu aturan untuk mewujudkan tatanan hidup yang terarah dan berpedoman. Begitupun pula dengan proses kampanye politik, dalam pelaksanannya pun bukan berarti tanpa aturan melainkan terdapat aturan kuat didalamnya. Termasuk pedoman dan juga sanksi bagi yang melanggar. Karena perkembangan media kampanye ini begitu berkembang maka pelanggaran pun sering dilakukan pihak yang berkampanye.
Dalam generasi komunikasi media massa ini peran lembaga pers mulai mendapat perhatian khusus karena isu-isu yang di angkat tidak lagi hanya pada tataran ideologis melainkan turut memperhatikan aspek lain seperti ekonomi serta kesenjangan sosial yang terus terjadi di dalam sebuah negara. Media kemudian makin berkembang hingga muncul media sosial. Perkembangan dunia cyber yang begitu pesat membuat pengumpulan sebuah opini sering kita temui pada dunia internet seperti di facebook, twitter, dan blog-blog yang juga bisa menjadi alat komunikasi sekaligus alat kampanye terhadap sebuah Negara. Pergeseran nilai komunikasi ini pula selalu mengikuti perkembangan zaman tentunya dari komunikasi yang mengharuskan adanya aktor lalu khalayak berubah menjadi media massa yang memainkan peran yang lebih dominan.
Altschull (1984) dalam buku Teori Komunikasi Massa McQuail (1996:123) mengatakan kebebasan dan tanggung jawab pers pada kenyataannya tidak dapat melepaskan diri dari kepentingan pemilik. Media merupakan agen dari para pemegang kekuasaan ekonomi dan politik dan isi dari media tersebut akan mencerminkan kepentingan pemberi dana.
Pada akhirnya media mengemban dua tugas. Sebagai lembaga profesi media berupaya bebas dan senetral mungkin
dalam pembawaan beritanya, namun di sisi lain ia harus
melayani mereka yang memberi dana untuk tetap bertahan. Keadaan kepada siapa media harus “menundukkan kepala” tersebut bergantung pada kepada siapa media dapat memperoleh sumber dana. Media yang berorientasi pasar memiliki [Type text]
Page 7 Tokoh politik ..., Firdaus Anwar, FISIP UI, 2014
berbagai sumber dana, mulai dari penanaman modal, pemasang iklan, konsumen, dan kadang kala subsidi dari masyarakat. Jika media dapat memperoleh dana lebih lewat konsumen dan publik maka ia dapat
bebas dari kepentingan pemilik sumber dana lainnya. (McQuail
1996:154).
McQuail (1996: 155) memberikan contoh untuk memperoleh perhatian publik, di Amerika, media bersaing memberikan isi yang kreatif dan menarik pemirsanya. Lingkungan komersial yang kompetitif memberikan dampak positif terhadap kreativitas dan inovasi. Media yang lebih inovatif dan profesional dapat memenangkan kepuasan publik dan bersaing dengan kekuasaan lain.
Di Indonesia persaingan pasar media namun tidak sekompetitif di Amerika. Pada zaman Soeharto pemerintah memegang kendali terhadap pasar, empat dari lima TV swasta yang lahir di era Soeharto sebagian besar sahamnya dimiliki oleh orang-orang terdekat Soeharto. Hal tersebut dikarenakan adanya keinginan untuk memandu informasi serta membuat informasi yang menguntungkan rezim (Nasir 2007:10). Media lain yang tidak sepaham dengan rezim akan dibredel dengan dihentikan surat izinnya.
Memasuki era reformasi kini di Indonesia, media tidak lagi dikekang oleh segala kebijakan pemerintah seperti pada masa orde baru. Berdasarkan temuan dari kajian Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) dan HIVOS yang dirilis pada tahun 2012 berjudul “Memetakan Lansekap Industri Media Kontemporer di Indonesia”, lansekap media di Indonesia saat ini telah berubah secara signifikan sejak reformasi 1998. Perubahan politik tahun 1998 telah menandai babak baru dari tahapan media untuk melangkah menjadi sebuah industri. Periode pasca turunnya Soeharto itu ditandai dengan maraknya kelahiran mediamedia baru, baik berupa cetak, online, atau pun penyiaran.
Media bertindak sebagai lembaga independen karena dianggap mempunyai tanggung jawab sebagai pengawas jalannya pemerintahan dan menyambung lidah yang tertindas (Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, 2006:12). Jurnalisme mempunyai tanggung jawab memainkan peran sebagai “anjing penjaga” yang memantau kekuasaan secara independen. Di negara yang demokratis, kebebasan pers sangat dijamin. Maksudnya tentu agar ia bisa membuka rahasia pemerintah dan kemudian memberitakannya kepada masyarakat.
[Type text]
Page 8 Tokoh politik ..., Firdaus Anwar, FISIP UI, 2014
Lalu apakah media di Indonesia yang telah bebas dari kekangan politik selepas masa Soeharto dapat menjalankan fungsi pengawasan dengan baik terlebih menjelang pemilu 2014 ini?
2. Isi
Saat ini, terdapat dua belas kelompok media besar yang mengendalikan hampir semua kanal media di Indonesia, termasuk didalamnya penyiaran, media cetak, dan media online. Mereka adalah MNC Group, Kelompok Kompas Gramedia, Elang Mahkota Teknologi, Visi Media Asia, Grup Jawa Pos, Mahaka Media, CT Group, BeritaSatu Media Holdings, Grup Media, MRA Media, Femina Group, dan Tempo Inti Media (Nugroho, Putri, dan Laksmi, 2012).
Tabel 1.1. Kelompok media utama di Indonesia 2011
No. Group
TV
Radio
1.
20
2. 3.
4.
5.
6. 7. 8. 9.
Global Mediacomm (MNC) Jawa Pos Group Kelompok Kompas Gramedia Mahaka Media Group Elang Mahkota Teknologi CT Corp
Media Online 1
Pemilik
22
Media Cetak 7
20
n/a
171
1
10
12
88
2
Dahlan Iskan, Azrul Ananda Jacoeb Oetama
2
19
5
n/a
Abdul Ghani, Erick Thohir
3
n/a
n/a
1
Sariatmaadja Family
2
n/a
n/a
1
n/a
n/a
1
n/a
3
n/a
Chairul Tanjung Bakrie & Brothers Surya Paloh
11
16
n/a
Visi Media 2 Asia Media 1 Group MRA n/a Media
[Type text]
Hary Tanoesoedibjo
Adiguna Soetowo Soetikno Soedarjo
&
Page 9 Tokoh politik ..., Firdaus Anwar, FISIP UI, 2014
10. 11. 12.
Femina n/a Group Tempo Inti 1 Media Berita Satu 2 Media Holding
2
14
n/a
n/a
3
1
n/a
10
1
Pia Alisjahbana Yayasan Tempo Lippo Group
Di Indonesia, pemusatan industri media ini dibarengi dengan afiliasi pada kegiatan politik. Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia, Ezki Suyanto. Mengutip dari berita hukumonline.com, Ia mengatakan, kepemilikan TV oleh sejumlah tokoh yang berafiliasi ke partai politik (parpol) tidak bisa dipungkiri ikut mempengaruhi penyiaran program yang cenderung bermuatan politis pada kelompok tertentu1.
Di Indonesia, pemusatan industri media terjadi sebagai konsekuensi yang tak terhindarkan dari kepentingan pemodal untuk mendorong perkembangan industri medianya.
Media kemudian mewakili gambaran bisnis yang menguntungkan yang dapat dibentuk oleh kepentingan pemilik dan dengan demikian, bisnis media menjadi sangat memberi manfaat bagi mereka yang mencari kekuasaan. Hal ini terutama menjadi kasus pada sejumlah media yang juga terafiliasi dengan dunia politik. Seperti Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai
Golkar yang juga merupakan pemilik Viva Group, Surya Paloh, pendiri Partai Nasdem, serta Hary Tanoesoedibjo selaku Ketua Dewan Pertimbangan Partai Hanura.
Menjelang Pemilu 2014, sejumlah pemilik media yang terafiliasi dengan partai politik tersebut ikut mencalonkan diri sebagai calon presiden maupun calon wakil presiden. Diantaranya adalah, Hary Tanoesoedibjo sebagai pemilik Grup MNC yang telah diusung oleh Partai Hanura untuk menjadi calon wakil presiden mendampingi Wiranto, Ketua Umum Partai Hanura. Data dari tabel 1. 1 menunjukkan bahwa Group Media Nusantara Citra (MNC) merupakan grup media terbesar dilihat dari kuatnya kepemilikan platform mereka. MNC Group memiliki 3 stasiun televisi nasional, 3 stasiun berbayar, 14 stasiun televisi lokal, dan
1.http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt507d4e901aa43/keterlibatan diakses pada tanggal 15 Januari 2013
[Type text]
Page 10 Tokoh politik ..., Firdaus Anwar, FISIP UI, 2014
22 jaringan stasiun radio.
Sayangnya, afiliasi pemilik media dalam kegiatan politik menimbulkan pemanfaatan televisi sebagai sarana kampanye. Berdasarkan data survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dirilis Januari 2009, menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia paling banyak mendapatkan informasi politik melalui televisi. Menurut survei LSI yang sama, meroketnya elektabilitas Partai Demokrat (23%) dan Gerindra (3,9%) disebabkan oleh akseptabilitas publik terhadap iklan-iklan politik Demokrat dan Gerindra yang ditayangkan secara masif oleh televisi. Gambar 1.2. Persentase Masyarakat yang Menyukai Iklan Partai Politik di TV
Permasalahan yang kemudian timbul adalah, industri televisi komersial tidak lagi berorientasi untuk memenuhi hak masyarakat agar terpenuhinya kebutuhan informasi dan hiburan,tetapi lebih dominan berorientasi pada keuntungan ekonomi. Televisi akan menjadi alat pencitraan bagi penguasa media,terlebih lagi ketika para pemilik media masuk ke dunia politik praktis maka media televisi bisa mereka jadikan sebagai alat propaganda yang paling ampuh (Arifianto 2011: 2).
[Type text]
Page 11 Tokoh politik ..., Firdaus Anwar, FISIP UI, 2014
Lebih jauh lagi, televisi adalah salah satu jenis media massa yang menggunakan frekuensi publik. Melalui penggunaan frekuensi publik tersebut, televisi diharapkan mampu mewujudkan ruang publik (public sphere). Sebab untuk dapat bersiaran, suatu institusi media televisi harus memanfaatkan frekuensi radio yang berbentuk gelombang elektromagnetik yang terbatas. Sebagaimana kekayaan alam lainnya, keterbatasan frekuensi membuat setiap pihak yang hendak memanfaatkannya harus memperhatikan kepentingan publik (Armando, 2010: 6).
Televisi juga harus memperhatikan kepentingan orang banyak karena ia mampu menyelinap ke ruang domestik keluarga dan memerantarai hubungan yang bersifat impersonal. Berbeda dengan pertemuan politik konvensional yang mensyarakatkan kehadiran seseorang, interaksi melalui televisi lebih bersifat one-way traffic communication. Pesan yang disampaikan lewat televisi tidak dapat disaring terlebih dahulu oleh pemirsanya, sehingga mau tidak mau pesan apapun yang disampaikan lewat televisi akan mengekspos pemirsa dan mempengaruhi mereka.
Penelitian yang dilakukan oleh Neuman et al. (1992: 89) dalam bukunya The Common Knowledge, menyediakan analisis perbedaan efek televisi dan surat kabar sebagai sumber pengetahuan. Efek dari seseorang mengkonsumsi satu atau dua sumber bergantung pada seberapa penting isu dan kompleksitas yang mampu diolah secara kognitif oleh individu serta level ketertarikan pada isu tersebut. Televisi cenderung digunakan untuk mengetahui isu yang sifatnya lebih ringan (low salience) sedangkan terpaan pada surat kabar untuk mengetahui isu yang lebih berat (high salience). Sehingga, Neuman menunjukkan, orang yang memiliki kemampuan kognitif lebih tinggi akan mempelajari isu politik melalui surat kabar.
Beberapa ahli mempercayai bahwa terlalu banyak menonton televisi cenderung membentuk persepsi dan kepercayaan khalayak sehingga mereka akan lebih terhubung dengan dunia yang ditampilkan televisi dibandingkan dunia yang sebenarnya. Efek media seperti inilah yang kemudian disebut sebagai fenomena konstruksi realitas oleh media (Bryant & Thompson, 2002 : 76).
Khalayak yang sering menyaksikan televisi akan terpengaruh dalam cara pandangnya terhadap dunia, mereka melihatnya sebagaimana televisi telah menyajikannya. Sementara [Type text]
Page 12 Tokoh politik ..., Firdaus Anwar, FISIP UI, 2014
mereka yang jarang menyaksikan televisi akan melihat dunia sebagai hal yang berbeda dengan mereka yang merupakan heavy viewer, terlebih lagi pada mereka yang menyaksikan suatu kejadian dengan mata kepala mereka sendiri. Light viewer mungkin memiliki sumber informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan heavy viewer. Hal ini bisa disimpulkan karena sedikitnya kontak dengan televisi berarti kontak dengan dunia nyata lebih banyak. Judith van Evra pernah menyatakan bahwa dengan kurangnya suatu pengalaman yang nyata, akan membuat pemirsa mudah bergantung pada televisi untuk mendapatkan informasi lebih banyak bila dibandingkan dengan pemirsa televisi lainnya (Evra, 1990: 167). Dalam hal media televisi di Indonesia, tidak sulit menemukan konten berita TV atau iklan yang intinya mempromosikan mereka di medianya masing-masing. Padahal, di sebuah negara demokrasi media diharapkan berperan sebagai lembaga independen yang mengawasi jalannya pemerintahan dan dapat membangun masayarakat (Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, 2006:11).
Gambar 2.1.
Pemberitaan Hary Tanoesoedibjo (HT) di Seputar Indonesia yang berbau politik. (http://www.youtube.com/watch?v=uxKlIYoGdk0)
Gambar 2.2.
[Type text]
Page 13 Tokoh politik ..., Firdaus Anwar, FISIP UI, 2014
Kuis bertajuk “Kuis Kebangsaan” di RCTI, bentuk baru kampanye pasangan dari Partai Hanura, Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo. (http://www.youtube.com/watch?v=ZMqXSty-b5w)
Gambar 2.3.
Berita headline Metro TV berdurasi lebih dari 7 menit memuat berita Partai Nasdem dan Surya Paloh. (http://www.youtube.com/watch?v=vF937-h1b08)
Gambar 2.4.
[Type text]
Page 14 Tokoh politik ..., Firdaus Anwar, FISIP UI, 2014
Salah satu berita Kabar Petang TV One. (http://www.youtube.com/watch?v=-bbBrwQDd7c)
Gambar 2.5.
Berita tentang korupsi Demokrat di Metro TV. (http://www.youtube.com/watch?v=GkqRgI4BWYs)
Dari segi berita, ada dua tipe konten politik yang menjadi contoh, pertama yakni media bersangkutan memberitakan pemodalnya sendiri, dan kedua memberitakan lawan politik pemilik modal. Contoh 1, 3, dan 4 masing-masing memberitakan pemilik modalnya dengan nada yang positif. Berita-berita positif tersebut tentunya dibuat dengan maksud untuk membangun citra yang baik yang pada akhirnya bisa menambah elektabilitas mereka dalam Pemilu 2014.
[Type text]
Page 15 Tokoh politik ..., Firdaus Anwar, FISIP UI, 2014
Sebagaimana konsep pembentukan realitas oleh media yang berasumsi bahwa media bisa membentuk perspektif tertentu melalui konten yang disajikannya kepada khalayak ((Bryant & Thompson, 2002 : 76). Maka, bisa dikatakan bahwa media tersebut berupaya membentuk opini publik bahwa pemodalnya layak dipilih untuk pilpres mendatang. Contoh berita yang terakhir (contoh 5), bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk tanggung jawab pers untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Hanya saja, satu hal yang menjadi masalah, yakni apabila suatu media sudah membawa kepentingan politik tertentu, apakah ia bisa memberitakan berita-berita politik lainnya secara objektif, tanpa maksud menjatuhkan lawan politik si pemilik modal media tersebut? Jika disadari, hal ini akan berdampak pada menurunnya tingkat kredibilitas media yang bersangkutan di mata khalayak lantaran berita yang disajikan menjadi bias.
Segala sesuatu yang dipilih jurnalisme untuk dipublikasikan selalu atas dasar pertimbangan redaksi terhadap nilai berita (news value) bagi publik tentang tema (peristiwa, masalah, gagasan) yang dipilih. Nilai berita ada dua, yakni penting dan menarik. Penting, maksudnya adalah menyangkut atau melibatkan kepentingan publik. Menarik, yakni tidak menyangkut kepentingan publik, tetapi mengundang perhatian atau rasa ingin tahu khalayak (Masmimar Mangiang, 2011). Namun, tinggi-rendahnya nilai berita di mata publik, ditentukan oleh faktor berikut: -
Akibat
-
Proximity
-
Prominence
-
Konflik
-
Kebaruan
-
Keanehan
-
Drama
-
Nasib manusia
Untuk berita seperti contoh-contoh yang telah ditampilkan, konten berita dibuat sedemikian rupa untuk menggiring opini masyarakat bahwa topik tersebut penting. Padahal, berita-berita yang disajikan itu tidak mempunyai nilai berita (news value) yang kuat sama sekali. Jika berita tidak memiliki news value yang kuat maka pemirsanya pun akan meninggalkan media tersebut karena kredibilitasnya turun di mata pemirsa. Lalu jika media ditinggalkan pemirsanya bagaimana ia dapat bertahan dalam persaingan pasar?
[Type text]
Page 16 Tokoh politik ..., Firdaus Anwar, FISIP UI, 2014
Jawabannya seperti yang dikatakan Mcquail (1996:155), media membutuhkan kompetisi pasar yang sehat untuk berinovasi dan menjaga kualitasnya untuk menarik konsumennya dalam hal ini pemirsa. Di Indonesia, kelompok media besar dimiliki oleh segelintir kaum dan menjelang pemilu 2014 kelompok atas tersebut memiliki kepentingan politik sehingga sehingga masyarakat sebagai audiens tidak lagi memiliki posisi besar sebagai sumber dana untuk media. Seharusnya jurnalisme bertanggung jawab kepada masyarakat. Ketika kepentingan politik masuk ke dalam media, utamanya melalui pemilik modal, maka ruang redaksi tidak lagi “suci” karena telah dicampuri urusan yang bertujuan menguntungkan pihak tertentu, bukan masyarakat. Maka, fungsi firewall sudah tidak ada artinya lagi, pasalnya pemodal bisa dengan leluasa mencampuri urusan redaksi. Wartawan mesti meletakkan dirinya terpisah dari pihak manapun. Ia adalah orang bebas yang mampu melihat berbagai perspektif tentang suatu peristiwa atau masalah. Dengan adanya independensi, wartawan memperoleh kepercayaan dari sumber dan lawan dari pihak yang berbeda. Jurnalisme sangat menjunjung tinggi independensi, banyak media yang menerapkan aturan tegas bahwa wartawan tidak boleh condong mendukung satu pihak, apalagi jika itu berkaitan dengan politik (Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, 2006:59). Kebebasan pers yang dirasakan media-media di Indonesia sejak 1998 ternyata belum dapat menjamin bahwa masyarakat akan mendapat informasi yang seluas-luasnya dan seberagam mungkin. Dalam hal politik, kecondongan media untuk mendukung satu pasangan pilpres bisa jadi menghambat masyarakat untuk mengenal calon presiden dan wakil presiden lainnya (Ade Armando, Mata Kuliah Etika dan Kebijakan Media, 2013). Di Amerika, kepentingan publik amat diutamakan. Ada peraturan yang adil, yang membuat semua calon yang akan menghuni jabatan politik mendapatkan porsi eksposure yang sama dari media. Ini membuat tidak hanya orang-orang dengan finansial kuat dan memiliki media saja yang bisa bertarung di arena politik. Selain itu, publik pun mempunyai kesempatan untuk mengenal seluruh calon dengan kedalaman yang sama.
Guna menjamin kenyamanan publik, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengeluarkan peraturan yang mengatur kampanye di media . Peraturan KPU bab VII pasal 36 tahun 2013 berbunyi, pada masa tenang, segala muatan pesan yang mengarah kepada kepentingan
[Type text]
Page 17 Tokoh politik ..., Firdaus Anwar, FISIP UI, 2014
kampanye yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu dilarang hadir di media cetak dan elektronik.
Penegakkan peraturan tersebut dilakukan bersama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), ambil contoh calon pasangan presiden dan wakil presiden Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo. Peneliti dari Lingkaran Survei Indonesia, Adjie Alfaraby, mengatakan potensi bos media memanfaatkan jaringan televisinya untuk pentingan politik sangat besar. “Kalau untuk popularitas memang berpengaruh signifikan,” ujarnya 1 . Nina Armando, anggota KPI mengakui potensi penyalahgunaan frekuensi penyiaran memang semakin tinggi menjelang pemilihan umum.
Data KPI menunjukkan, sepanjang Oktober hingga November 2012, RCTI menayangkan 127 iklan Partai Nasdem. Iklan ini ditayangkan ketika pemilik MNC Group, Hary Tanoesoedibjo, masih berkongsi dengan Surya Paloh, pendiri Nasdem sekaligus pemilik Metro TV. Berpisah dengan Surya Paloh pada Februari 2013 lalu, Hary Tanoe lantas berlabuh di Hanura. Perubahan afiliasi politik ini langsung tercermin dari kebijakan redaksi di semua stasiun TV milik Hary Tanoe. KPI menemukan, pada 2-15 April 2013, ada 11 pemberitaan mengenai Hanura yang ditayangkan di RCTI, MNC TV, dan Global TV. Pada bulan yang sama, di TV One juga terdapat 10 pemberitaan dan 147 penayangan iklan politik dari Aburizal Bakrie (Koran Tempo, Edisi 10 Mei 2013).
Sedangkan menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Hanura, Yuddy Chrisnandi. Penunjukkan Hary Tanoesoedibjo sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) dan Calon Wakil Presiden dari Hanura memang diharapkan akan membuat sumbangan dana dan penayangan iklan untuk Hanura bertambah banyak. Dengan demikian, Hary diharapkan dapat mendongkrak elektabilitas partai tersebut hingga menembus tiga besar 2.
Pada akhirnya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) hanya memberi teguran tertulis kepada stasiun televisi swasta RCTI, atas tayangan program kuisnya bertajuk “Kuis Kebangsaan”. KPI menilai tayangan kuis tersebut melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2002 Pasal 50 ayat (4) dan Standar Program Siaran Komisi 2
http://www.tempo.co/read/news/2013/07/03/078493080/KPI-Sang-Bos-Manfaatkan-TV-untuk-Berpolitik diakses 20 pada November 2013 2 http://www.tempo.co/read/news/2013/07/03/078493266/Hanura-Ingin-Harry-Tanoe-Tingkatkan-Iklan-di-TV diakses pada 20 November 2013
[Type text]
Page 18 Tokoh politik ..., Firdaus Anwar, FISIP UI, 2014
Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 71 ayat (4). Berdasarkan kedua hal tersebut KPI kemudian memberikan sanksi administratif berupa teguran tertulis.
Diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) Standar Pedoman Siaran (SPS) oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Diluar masa kampanye, netralitas isi siaran dari iklan politik menjadi hal yang utama untuk dikonsumsi. Pasal 22 P3 menegaskan bahwa lembaga penyiaran tidak boleh dipengaruhi oleh pihak eksternal maupun internal termasuk pemodal atau pemilik lembaga penyiaran.
Kedepannya KPI, KPU, beserta kominfo nantinya akan dihadapkan dengan permasalahan yang lebih sulit. Konvergensi media kini membuat proses komunikasi menjadi semakin mudah, cepat, dan terintegrasi sehingga akan semakin sulit membendung arus kampanye terselubung yang sampai ke masyarakat.
Kecondongan media untuk mendukung satu pasangan pilpres bisa jadi menghambat masyarakat untuk mengenal calon presiden dan wakil presiden lainnya (Ade Armando, Mata Kuliah Etika dan Kebijakan Media, 2013).
Media massa memang alat yang begitu ampuh untuk membentuk opini publik. Ia punya efek yang begitu besar terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat. Media massa atau jurnalisme mempunyai tujuan mulia untuk membangun masyarakat. Jadi, sudah sepatutnya apabila kepentingan publik didahulukan dengan cara melayani publik dengan berita-berita atau konten yang berkualitas serta mengawasi jalannya pemerintahan. Menjadikan media televisi sebagai kendaraan politik adalah hal yang amat miris mengingat media seharusnya bergerak sebagai lembaga independen. Kini kenyataannya kondisi media di Indonesia tidak jauh berbeda pada saat zaman Soeharto dulu. Jika pada zaman Soeharta media dikendalikan oleh pemerintah, kini Mediamedia besar khususnya media siar di Indonesia dikuasai segelintir kaum kapitalis. Lembaga negara independen seperti KPI dan KPU perlu memberikan kontrol lebih mengingat pengaruh media yang besar dan rawan disalahgunakan jika kepentingan kaum pemilik modal mengalahkan kepentingan masyarakat.
[Type text]
Page 19 Tokoh politik ..., Firdaus Anwar, FISIP UI, 2014
6. Daftar Pustaka Venus, Antar. (2004), Manajemen Kampanye (Panduan Teoritis dan Praktis dalam mengefektifkan Kampanye Komunikasi). Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Elvinaro Ardianto, dkk. (2009). Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. edisi revisi. Bandung. Simbiosa Rekatama Media. McQuail, Denis. (1996). Teori Komunikasi Massa. Suatu Pengantar. Jakarta. Erlangga. Nasir, Zulhasril. (2007). Kuasa dan Harta Keluarga Cendana. Media Politik-Ekonomi. Depok. FISIP UI Press. Armando, Ade. (2011). Televisi Jakarta di atas Indonesia: Kisah Kegagalan Sistem Televisi Berjaringan di Indonesia. Yogyakarta. Bentang. Muchlas M. (2008). Perilaku Organisasi. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Kovach, Bill dan Tom Rosenstiel. (2006). Sembilan Elemen Jurnalisme. Jakarta: Yayasan Pantau. Neuman, R. W., Just, N. R., Crigler, A. N. (1992). Common knowledge. News and the construction of political meaning. Chicago: University of Chicago Press. Bryant, J., & Thompson, S. (2002). Fundamentals of media effects. Boston: McGraw Hill. Evra, Judith van (1990): Television and Child Development. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Silvana, Hanna. (2012). Peran Media Massa Pada Komunikasi Politik di Indonesia . Bandung. Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Langlangbuana. Yuniati, Yenni. (2002), “Pengaruh berita di Surat Kabar terhadap Persepsi Mahasiswa tentang Politik”, Mediator: Jurnal Komunikasi Vol. 3 Nomor 1 Tahun 2002, Diterbitkan oleh Fikom Unisba, Bandung. Armando, Ade. (2013) Materi Perkuliahan: Etika dan Kebijakan Media. FISIP UI.
Nugroho, Y., Putri, DA., Laksmi, S. (2012). Memetakan Lansekap Industri Media Kontemporer di Indonesia (Edisi Bahasa Indonesia). Laporan. Bermedia, Memberdayakan Masyarakat: Memahami kebijakan dan tatakelola media di Indonesia melalui kacamata hak warga negara. Riset kerjasama antara Centre for Innovation Policy and Governance dan HIVOS Kantor Regional Asia Tenggara, didanai oleh Ford Foundation. Jakarta: CIPG dan HIVOS.
[Type text]
Page 20 Tokoh politik ..., Firdaus Anwar, FISIP UI, 2014
Holik, Idham. (2012). Komunikasi Politik dan Demokratisasi di Indonesia: dari Konsolidasi Menuju Pematangan. http://www.academia.edu/3040682/KOMUNIKASI_POLITIK_DAN_DEMOKRATISAS I_DI_INDONESIA_DARI_KONSOLIDASI_MENUJU_PEMATANGAN
Mangiang, Masmimar. (2011) Materi Perkuliahan: Meliput dan Menulis Berita 1. FISIP UI.
Subairi. (2011, Februari 10). Dua Tipologi Kepemimpinan Politik Untuk Tangsel. http://marimenatatangsel.com/opini/31-opini/910-dua-tipologi-kepemimpinan-politikuntuk-tangsel.html
Arifianto. (2011). Kekuasaan dan In-konsistensi Pemberitaan Media Televisi Komersial. Jurnal Studi Komunikasi dan Media, Vol,15. http://balitbang.kominfo.go.id/balitbang/aptika-ikp/files/2013/02/Kekuasaan-dan-InKonsistensi-Pemberitaan-Media-Televisi-Komersial.pdf.
Lembaga Survey Indonesia. (2009). Rasionalitas Pemilih: Kontestasi Menjelang Pemilu 2009. http://www.lsi.or.id/riset/355/rasionalitas-pemilih.
Komisi Penyiaran Indonesia. (2012). Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. Diakses pada 15 Januari 2013 dari http://www.slideshare.net/teguhusis/p3-sps2012.
http://www.tempo.co/read/news/2013/07/03/078493080/KPI-Sang-Bos-Manfaatkan-TVuntuk-Berpolitik
http://www.tempo.co/read/news/2013/07/03/078493266/Hanura-Ingin-Harry-TanoeTingkatkan-Iklan-di-TV
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/10/26/177175/Kampanye-diMedia-Perlu-Sikap-Tegas-KPI diakses pada 20 November 2013
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt507d4e901aa43/keterlibatan
[Type text]
Page 21 Tokoh politik ..., Firdaus Anwar, FISIP UI, 2014