Topik Utama
Kepentingan Ekonomi Politik dan Hegemoni Pemilik Media Massa
KEPENTINGAN EKONOMI POLITIK DAN HEGEMONI PEMILIK MEDIA MASSA Mohammad Ali Andrias dan Akhmad Satori Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Siliwangi Tasikmalaya, Jl Siliwangi 24 RT 003/01, Cikahuripan, Tawang – 46115 Telp/Fax/HP (0265) 330634, (0265) 325812, 081807090614 email :
[email protected],
[email protected]
Naskah diterima tanggal 6 Oktober 2014, direvisi tanggal 29 Oktober 2014, disetujui tanggal … Oktober 2014
POLITICAL ECONOMIC INTERESTS AND HEGEMONY MASS MEDIA OWNERS Abstract The mass media has a significant power. Media owners are tempted to invest capital to build the media industry. Because of the strength and influence, made as a tool of political hegemony and economic interests. While in the critical aspects of the political economy approach is always seen and understood as political interests and economic benefits. Relationship capital owners and the media not merely as a form of work and professional practice, but as the instrument controller and affect the dominant group to impose its dominance to other groups, or make hegemonic power. Analysis and study of the mass media studies using a political economy approach, should be used as a foundation and a new analysis tool as the study of mass media studies, and examine the behavior of the mass media that has been shifted as a political tool. Keywords:hegemony, political economy, capital owner. Abstrak Media massa memiliki kekuatan yang signifikan. Pemilik media tergiur menginvestasikan modalnya membangun industri media.Karena dengan kekuatan dan pengaruhnya, menjadikan sebagai alat hegemoni dan kepentingan ekonomi politik.Sementara dalam pendekatan kritis aspek ekonomi politik selalu dilihat dan dimaknai sebagai kepentingan politik dan keuntungan ekonomi. Hubungan pemilik modal dan media massa bukan semata-mata sebagai bentuk kerja dan praktik profesional, tetapi sebagai intrumen pengontrol dan memengaruhi kelompok dominan, memaksakan dominasinya kepada kelompok lain, atau melakukan hegemoni kekuasaan. Analisis dan kajian studi media massa dengan menggunakan pendekatan ekonomi politik, harus dijadikan sebuah landasan dan alat analisis baru sebagai telaah studi media massa, dan mengkaji perilaku media massa yang sudah bergeser sebagai alat politik. Kata kunci:Hegemoni, Ekonomi Politik, Pemilik Modal.
Observasi | Vol 12, No. 2 | Tahun 2014
1
Topik Utama
Kepentingan Ekonomi Politik dan Hegemoni Pemilik Media Massa
Pendahuluan Keberadaan dan sepak terjang kekuatan media massa (pers) di negara manapun, baik buruk implikasinya dalam sebuah pemberitaan, selalu menjadi lembaga yang memiliki peran dan kekuatan politik yang cukup memengaruhi, bagi institusi pemerintah dan pihak swasta, kelompok-kelompok sosial politik maupun secara individu. Dalam sistem politik modern saat ini, pers juga dijadikan salah satu “kekuatan politik” ke empat setelah institusi pemerintahan. Karena peran dan fungsinya sebagai media massa dalam sebuah pemberitaan, serta mencitrakan dirinya sebagai watch dog (anjing penjaga) civil society dalam mengimbangi dan mengiringi kekuasaan pemerintah. Kadangkala bisa menjadi “musuh”, juga kadang menjadi “kawan” bagi kelompok atau individu yang jadi bahan pemberitaan. Pemberitaan yang selalu menjadi perhatian khalayak dan memiliki “nilai jual” kalangan insan pers, biasanya dari kelompok elit-elit politik pemerintah ataupun partai politik, kelompok elit swasta (pengusaha), dan kelompok sosial politik lainnya yang berupaya memperjuangkan kepentingan dan tuntutannya. Berbagai peristiwa, informasi, serta isu-isu pemberitaan yang disampaikan media massa selalu menjadi perbincangan dan perdebatan khalayak, bahkan tidak sedikit hasil dari pemberitaan tersebut menjadi sebuah konsensus jika berhasil positif, bisa juga menjadi sebuah pertentangan atau konflik antarkelompok atau institusi yang terlibat. Sehingga pers diibaratkan seperti “Dewa Janus” (dewa bermuka dua) dalam mitologi Yunani, kadang pesan dan informasi dalam pemberitaan tersebut memberi penafsiran dan opini yang beranekaragam dari masyarakat.Pemberitaan yang disampaikan merupakan strategi, kampanye, marketing politik atau `2
ekonomi. Bisa juga sebagai alat politik untuk merusak nama baik agar kekuatan ekonomi dan politik seseorang atau institusi tertentu, tidak dapat dipercaya lagi oleh masyarakat (public enemy). Determinasinya amat signifikan membicarakan kekuatan media massa, sementara dalam artikel ini akan membahas mengenai hegemoni media massa dan kepentingan ekonomi politik di Indonesia paska keruntuhan kekuasaan Soeharto. Media massa pada saat ini sudah menjadi industri yang menguntungkan baik secara ekonomi maupun politis. Sebelumnya media massa sekian lama dibungkam dan tekanan kekuasaan Soeharto. Ratusan surat kabar dibredel yang dianggap tidak sejalan dengan gagasan politik penguasa. Sehingga apa yang diwartakan media massa pada tahun 1997-1998, melecutkan semangat masyarakat untuk memperjuangkan aspirasi hak-hak politik. Media massa seakan menunjukkan taringnya sebagai penyeimbang kekuatan politik pemerintah. dan mengantarkan Indonesia ke pintu gerbang demokrasi yang substansial. Meski media massa diberikan kebebasan berekspresi dalam menyiarkan informasi dan pemberitaan kepada khalayak. Namun tidak bermaksud kebebasan penyiaran yang tidak mengenal aturan hukum dan norma yang ada di Indonesia. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, pemerintah membuka kesempatan bagi siapa saja untuk bergerak di bidang industri pertelevisian.Tidak menjadikan bisnis tanpa mengenal batas dan aturan. Selain mengandung unsur pendidikan dan hiburan, mesti memerhatikan norma-norma kesusilaan atau hal-hal yang bersinggungan dengan SARA (suku, ras, agama, dan antar golongan) sebagai isu yang sangat sensitif yang akan memicu konflik di Indonesia (Priyowidodo, 2008). Pebisnis besar di Indonesia seperti Bakrie Grup (Aburizal Bakrie), MNC Observasi | Vol 12, No. 2 | Tahun 2014
Topik Utama
Kepentingan Ekonomi Politik dan Hegemoni Pemilik Media Massa
Grup (Hary Tanoesodibyo), Media Grup (Surya Paloh), Jacoeb Oetama (Kompas), Jawa Pos (Dahlan Iskan) keluarga Cendana melalui Titiek Suharto memiliki saham di Surya Citra Media. Grup bisnis ini tidak hanya memiliki satu media massa, namun memiliki berbagai media massa baik cetak maupun elektronik. Peneliti dari The University of Manchester, Yanuar Nugroho mengatakan, industri media massa di Indonesia menunjukkan tren pemusatan kepemilikan. MNC Grup di bawah bendera Global Mediacom, Jawa Pos Grup, dan kelompok Kompas Gramedia menempati rangking ketiga terbesar kepemilikan media. Ketiga kelompok tersebut menguasai 77 persen peta kepemilikan media di Indonesia. MNC Grup menjalankan 50 unit media massa yang terbagi dalam empat platform yakni televisi, radio, media cetak, dan media online. Sementara Jawa Pos Grup di bawah komando Azrul Ananda, anak menteri BUMN Dahlan Iskan, memiliki 192 media massa di mana mayoritas, 171 unit mayoritas media massa cetak. Di lain pihak, Kompas Gramedia miliki Jacob Oetama mempunyai 112 unit bisnis media massa. (Rikang, 2014) Meski pada dasarnya bisnis media merupakan “bisnis berdarah-darah”, artinya bisnis ini merupakan bisnis yang penuh risiko ketimbang mendapat keuntungan besar, seperti bisnis di bidang propertis, hiburan, pertambangan, jasa, transportasi, atau kuliner. Namun dari hasil penelitian Yanuar, logika perkembangan media sebagai entitas bisnis yang menjanjikan pendapatan signifikan, salah satunya lewat pendapatan iklan. Dari kajian Nielsen belanja iklan di media massa hingga kuartal I 2014 mencapai Rp 26,7 triliun, naik 15 persen dibanding periode yang sama tahun lalu (Rikang, 2014). Gurita kekuasaan para pemilik modal besar ramai-ramai mencoba berinvestasi dalam bisnis media.Tentu saja investasi di bidang ini pemilik modal memunyai pandangan dan alasan yang kuat.Logika dan peluang bisnis Observasi | Vol 12, No. 2 | Tahun 2014
mendorong pemilik media melakukan aksi korporasi seperti diversifikasi, ekspansi, merger, dan akusisi memperluas aktivitas bisnis.Aksi ini membuktikan adanya hukum rimba dalam bisnis media (yang paling kuat bertahan).Namun jika dicermati dengan secara seksama, siapa pun yang menekuni bisnis media selain mengejar keuntungan ekonomi, juga secara strategi politik memberikan dampak signifikan seperti memberikan informasi, sosialisasi, bahkan kampanye terselubung kepada khalayak umum. Sementara dalam pendekatan kritis aspek ekonomi politik selalu dilihat dan dimaknai sebagai kepentingan politik dan keuntungan ekonomi. Hubungan pemilik modal dan media massa bukan sematamata dilihat sebagai bentuk kerja dan praktik profesional, tetapi sebagai intrumen pengontrol dan memengaruhi kelompok dominan memaksakan dominasinya kepada kelompok lain, atau melakukan hegemoni kekuasaan. (Sudibyo, 2004) (Tasriyal, 2013). Grup media dalam kepemilikan media yang terkonsentrasi memiliki potensi bahaya. Grup media akan memroduksi program-program sejenis yang dapat ditayangkan di seluruh jaringannya, dan akibatnya akan mengurangi keberagaman konten secara signifikan. Padahal keberagaman konten dan informasi menjadi hal krusial dalam mempertahankan fungsi publik dari media massa. Mencermati beberapa media massa nasional baik media cetak maupun elektronik mengerucut dalam beberapa kepemilikan, seperti yang terdapat pada tabel 1. Dengan pendekatan ekonomi politik berpengaruh signifikan terhadap isi pemberitaan, meskipun kepemilikan sosial politik pun akan berubah, namun kepemilikan media ini memengaruhi
3
Topik Utama
Kepentingan Ekonomi Politik dan Hegemoni Pemilik Media Massa
Tabel 1 Kepemilikan Stasiun Televisi, Radio, dan Media Cetak Nasional No
Nama Grup
Nama Stasiun Televisi, Radio, dan Media Cetak
1
Media Nusantara Citra
RCTI, TPI (sekarang MNC TV),Global TV, Okezone.Com, Trijaya FM, Radio Dangdut,Women Radio,Tabloid Realita, Seputar Indonesia, dan Mom&Kiddie
2 3 4 5
Para Grup Surya Citra Media Bakrie Grup Lippo Grup
6 7
Media Grup/Surya Paloh Kompas Grup
Trans TV dan Trans 7 SCTV, O’Channel, Indosiar (dalam proses akuisisi) ANTV, TV One, Jak TV, dan Viva News.Com Investor Daily, Kabel Vision, Forbes, Newsweek,dan Suara Pembaruan, Media Indonesia, Metro TV, dan Media Online
8
Jawa Pos
Memiliki 112 unit bisni media massa seperti, Koran Kompas, Tribun, Warta Kota, National Geographic, Bobo, Hai, Kawanku, dan Gramedia Pustaka Utama, Grasindo, dan Penerbit Buku Kompas. Jawa Pos National Network (JPNN) adalah perusahaan menaungi lebih dari 192 unit media massa, 171 unit media massa cetak..
Sumber :(Priyowidodo dan Herawati, 2008), (Kusumawardhana, 2014), (Rikang 2014) independensi dari isi pemberitaan televisi terhadap kasus-kasus yang melibatkan pemilik media massa maupun kronikroninya secara langsung maupun tidak langsung. Jika kelompok ini tidak memiliki ‘sparing partner’ atau kompetitor yang ‘netral’ dalam sumber informasi. Bisa dibayangkan akan terjadi oligopoli sumber informasi dan kepentingan ekonomi politik bagi bisnisnya dan kekuasaan lainnya, sehingga akan mendominasi dan mengontrol kelompok yang tidak memiliki media sebagai alat politik. Jelas rakyat selaku konsumen akan memeroleh sedikit dari objektivitas berita yang semestinya dipaparkan kepada publik. Dalam tulisan ini, perspektif ekonomi politik studi media akan menelaah dan menganalisis bagaimana kepentingan pemilik modal ketika mereka berafiliasi dengan penguasa, dan kepentingan ekonomi politik apa yang akan diperoleh, ketika berinvestasi di media massa tersebut. Pendekatan ini jarang digunakan menganalisis perilaku `4
media massa di Indonesia. Setelah jatuhnya rezim Orde Baru, ada banyak realitas dan fenomena media yang justru lebih bermakna, jika dijelaskan dengan pendekatan ekonomi politik ini. Terutama realitas dan fenomena modal kekuasaan dan ekonomi dengan unsurunsur di media. Bagaimana pendekatan ekonomi politik dapat menganalisis dan menelaah studi politik media di Indonesia. (Arifin dan Rachbini, 2001)( Hidayat, 2000)(Sudibyo, 2001) Pembahasan Berbagai Varian Perspektif Ekonomi Politik Kajian ilmu ekonomi dan ilmu politik sebagai bagian dari ilmu sosial, pada dasarnya masih bergelut dengan egonya masing-masing dalam membahas sebuah persoalan sosial.Masing-masing pihak, ilmuwan ekonomi, dan ahli politik melakukan penalaran dan pencarian teori dengan pendekatan yang berbeda, sehingga bermuara pada bentuk paradigma ilmu atau output pengetahuan Observasi | Vol 12, No. 2 | Tahun 2014
Topik Utama
Kepentingan Ekonomi Politik dan Hegemoni Pemilik Media Massa
yang berbeda. Satu sama lain saling tidak bertemu sehingga ketika dua kelompok ilmuwan tersebut membahas masalah yang sama sekalipun, hasilnya adalah suatu alat analisis yang jauh berbeda dan sulit dipersatukan. (Arifin dan Rachbini, 2001) (Caporaso dan Lavine, 2008) Terdiferensiasi suatu perspektif karena keegoan kedua kajian ini sulit mencapai titik temu, meskipun ada kesimpulan subjek atau objek yang ditelaah.Ilmu ekonomi misalnya, hanya menelaah aspek kelembagaan pasar dari berbagai fenomena ekonomi sehingga tidak bisa menyentuh kelembagaan yang non ekonomi.Sebaliknya, ilmu politik mengkaji sebuah permasalahan mengenai kajian tentang kekuasaan, negara, atau pemerintah. Proses mencari landasan teoretis dalam mengkaji fenomena ekonomi dan politik terus berlangsung tanpa pernah berhenti. Sehingga menjadikan pendekatan ekonomi politik terintegrasi untuk membedah atau mengkaji berbagai fenomena atau suatu permasalahan sosial. Ide ekonomi dan politik itu sendiri sebenarnya didasarkan pada pemisahan antara ilmu politik dengan ilmu ekonomi. Itu tidak berarti keduanya benar-benar terpisah sepenuhnya, terisolasi atau tidak peduli terhadap yang lain. Juga tidak berarti ekonomi dan politik tidak saling memengaruhi satu sama lain. Maka ketika dikatakan bahwa ilmu ekonomi dan ilmu politik terpisah satu sama lain, yang dimaksud adalah keduanya berbeda secara analitis (Caporaso dan Lavine, 2008). Jika ekonomi dan politik berbeda satu sama lain haruslah memperhitungkan perbedaan antara keduanya. Tantangan yang dihadapi di sini ada dua.Pertama, harus mengindentifikasi berbagai pemahaman yang berbeda tentang ekonomi dan politik.Apa saja ide-ide utama yang terkait dengan dua konsep ini sama-sama akar dari ilmu sosial. Kedua, perlu mengindentifikasi hubungan teoretis antara ekonomi dengan politik.Kadangkadang hubungan teoretis ini sudah Observasi | Vol 12, No. 2 | Tahun 2014
terbentuk dengan sendirinya, namun kadang-kadang kita harus membangunnya sendiri.Hubungan antara ekonomi dan politik inilah yang dipahami sebagai ekonomi politik.Ini adalah sebuah telaah teoretis. (Sudibyo, 2001) (Sudibyo, 2004) (Hidayat, 2000) Dalam sebuah studi media, pendekatan ekonomi politik pada dasarnya mengaitkan aspek ekonomi (kepemilikan dan pengendalian media), keterkaitan dengan kepemimpinan, dan faktor-faktor lain yang menyatukan industri media dengan industri lainnya, serta dengan elit-elit politik.Elliot mengatakan studi ekonomi dan politik media melihat bahwa isi dan maksudmaksud yang terkandung pesan-pesan media ditentukan oleh dasar ekonomi dari organisasi media yang menghasilkannya. Media komersial harus memahami kebutuhan para pengiklan dan harus menghasilkan produk yang sanggup meraih pemirsa terbanyak.Sedangkan institusi-institusi media yang dikendalikan institusi politik dominan atau oleh pemerintah, harus senantiasa kepada inti dari kesepakatan umum. Menurut Golding dan Murdock, pendekatan ekonomi politik memunyai tiga karakteristik penting.Pertama, holistik, dalam arti pendekatan ekonomi politik melihat hubungan yang saling berkaitan antara berbagai faktor sosial, ekonomi, politik, dan budaya di sekitar media dan berusaha melihat berbagai pengaruh dari beragam faktor ini. Kedua, historis, dalam artian analisis ekonomi politik mengaitkan posisi media dengan lingkungan global dan kapitalistik, di mana proses perubahan dan perkembangan konstelasi ekonomi merupakan hal yang terpenting untuk diamati. Ketiga, studi ekonomi politik juga berpegang teguh pada falsafah materialism, dalam arti mengacu pada hal-hal yang nyata dalam realitas kehidupan media. (Sudibyo, 2004) (Putra, 2006) Pendekatan ekonomi politik ada berbagai varian namun yang selalu bertolak belakang adalah ekonomi politik 5
Topik Utama
Kepentingan Ekonomi Politik dan Hegemoni Pemilik Media Massa
liberal dan politik kritis.Pendekatan ini secara prinsip terletak pada bagaimana aspek ekonomi politik media dilihat.Pendekatan liberal dilihat sebagai bagian dari kerja dan praktik profesional. Iklan dan pemodal dilihat sebagai instrumen profesional dalam menerbitkan media massa. Sebaliknya, pendekatan kritis dilihat dan dimaknai sebagai kontrol dari pemilik modal atau penguasa.Iklan dan pemodal bukan semata-mata dilihat sebagai bentuk kerja dan praktik profesional, tetapi iklan dan pemilik modal itu adalah instrumen pengontrol dengan kekuatan modalnya. (Chilcote, 2004)(Sudibyo, 2004) (Wuryanta, 2006) Klasifikasi berbagai pendekatan ekonomi politik dari aspek epistimologi, historic, issue dan focus serta concern.Klasifikasi tersebut terdapat pada tabel 2. Efek iklan terhadap pemberitaan memunyai gagasan terselubung (artinya gagasan politik untuk mendukung kemapanan kekuasaan atau proses mencari kekuasaan politis), bagaimana pertarungan yang terjadi antara divisi redaksional dengan iklan sendiri belum banyak dipermasalahkan selama ini dan regulasi yang mengaturnya. Dalam pendekatan instrumentalisme melihat elemen ekonomi sebagai variabel determinan yang menentukan media. Media massa dipandang sebagai instrumen dari dominasi kelas, dan kaum kapitalis menggunakan kekuasaan ekonomi dalam sistem pasar untuk memastikan arus informasi publik melalui media. Dominasi digambarkan bersifat tanpa perlawanan.Apa yang tergambar dalam media mencerminkan kepentingan dan dominasi dari kelompok dan kekuatan ekonomi. Intrumentalisme berasumsi negara dikontrol dan melayani kepentingankepentingan kelas kapitalis.Karya C. Wright Mills dan G. Williams Domhoff, memperluas teori Struktur Kekuasaan.Teori Intrumentalisme `6
mengesampingkan dalil-dalil Marxis.Kelas penguasa kapitalis menjalankan kekuasaan dengan menggunakan negara sebagai intrumennya untuk mendominasi masyarakat.Pandangannya ditarik dari Communist Manifesto Marx dan Engels. Karya Miliband berakar secara kuat dalam intrumentalisme.Karya ini berkontribusi pada teori Marxis tentang negara dan kelas di bawah kapitalisme. Negara dipahami dalam pengertian penggunaan intrumen kekuasaan oleh orang-orang yang berada pada posisi penting. (Sudibyo, 2004) (Wuryanta, 2006) Kelas penguasa kapitalis memegang kendali kekuasaan ekonomi dan menggunakan negara sebagai instrumennya untuk mendominasi masyarakat. Di antara kelas-kelas ”kutub” ini orang dapat menemukan dua elemen ”kelas menengah” yang satu terdiri dari golongan profesional dan yang lain para pelaku bisnis dan para petani yang memiliki usaha kecil menengah. Sebagai tambahan, terdapat massa profesional yang menjalankan negara. (Arifin dan Rachbini, 2001) Asumsi dasar pendekatan intrumentalisme ini, media tidak bisa hidup tanpa disokong iklan. Salah satu contoh, ketika penulis sebelumnya menjadi wartawan di harian Investor Daily, mengenai pemberitaan kisruh antara pembudidaya udang vanname Dipasena di Tulangbawang Lampung dengan PT Dipasena Grup yang dimiliki oleh Charoen Pokphan (Thailand), dengan mekanisme plasma-cluster. Realitasnya pembudidaya sering dirugikan oleh pihak perusahaan, petani udang disalahkan atas kejadian yang menewaskan beberapa pekerja dan karyawan perusahaan. Namun pemberitaan di beberapa media massa sering kali menutupi beberapa realitas yang terjadi di lapangan. Bahkan penulis pernah ditekan oleh redaktur untuk memutarbalikan fakta, ternyata pihak Charoen Pokphan Grup sebagai Observasi | Vol 12, No. 2 | Tahun 2014
Topik Utama
Kepentingan Ekonomi Politik dan Hegemoni Pemilik Media Massa
penyokong utama “iklan-iklan” di beberapa media. Padahal beberapa realitas ada manipulasi perusahaan untuk menekan harga jual udang, yang tidak sesuai dengan harga pasar internasional yang selalu
Observasi | Vol 12, No. 2 | Tahun 2014
7
Topik Utama
Kepentingan Ekonomi Politik dan Hegemoni Pemilik Media Massa
Tabel 2 Paradigma dan Sistem Ekonomi Politik No 1
Sifat Dasar Pemilikan
Kapitalisme Individu
2
Inisiatif Pembentukan
Individu, Partnership, Korporasi
3
Inisiatif Ekonomi
Keuntungan sebagai motif utama
4
Mekanisme Harga Kompetisi
Pasar (supply and demand) Eksis
Struktur Organisasi Inisiatif Kegiatan
5 6 7
Sosialisme Industri dasar dimiliki negara, sisanya diberikan individu Usaha bersama pada indutri dasar dan individu lainnya Motif ekonomi dan non ekonomi
Komunisme Seluruhnya dimiliki negara
Campuran Individu dan negara
Negara
Individu dan negara
Insentif terbatas
Ekonomi sosial politik
Negara
Desentralisasi
Pemerintah / birokrasi Ada, bila negara mau Semi sentralisasi
Birokrasi hukum pasar Antara ada dan tidak Desentralisasi
Materialistik
Sosialistik
Tidak ada Sentralisasi penuh Untuk ideologi
Gabungan
Sumber : Rachbini (2001). mengalami peningkatan. Dalam pendekatan intrumentalisme, hal ini disebabkan oleh ketergantungan media pada pengiklan sebagai penyokong dana iklan bagi media massa. Media lebih memilih tidak memberitakan secara objektif, daripada memberitakan dan berakibat pada putusnya hubungan dengan pengiklan sebagai penyokong dana, yang berarti putusnya sumber ekonomi media. Dengan kata lain, keputusan untuk memberitakan suatu peristiwa ditentukan oleh pertimbanganpertimbangan ekonomi. Jadi, ciri penting dari pendekatan intrumentalisme adalah sifatnya yang melihat faktor ekonomi sebagai satusatunya faktor yang dominan dalam menentukkan media. Pendekatan ini mengundang beberapa kritikan. Pendekatan ini terlalu menekankan pada aspek ekonomi dan reduksionis, mengabaikan elemen atau faktor lain di luar ranah ekonomi politik yang bisa jadi juga menentukan perilaku media. Faktor ekonomi memang penting dan dominan, namun tidak selalu bersifat determinan `8
dan menjadi satu-satunya faktor yang berpengaruh. Kritik lain, dominan kekuatan ekonomi atau politik dalam suatu media sebenarnya tidak selalu bersifat langsung dan searah. Jika digunakan pendekatan Instrumentalisme, seakan-akan semua tindakan individu dan media betul-betul digerakkan semata oleh determinan ekonomi. Media sesungguhnya beroperasi dalam lingkup yang lebih rumit dan kompleks. Kritik terhadap pendekatan Intrumentalis datang dari pendekatan Konstruktivisme. (Sudibyo, 2004) (Wuryanta, 2006) Sementara pendekatan Kontruksivisme, melihat faktor ekonomi sebagai sistem yang belum sempurna, sehingga media tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi saja, namun juga oleh faktor lain seperti faktor budaya dan individu. Negara dan kapital dipandang tidak selalu menggunakan media sebagai instrumen mewujudkan kepentingan mereka.Sebab kepentingan ini beroperasi dalam struktur yang mengandung fasilitas sekaligus pembatas. Pendekatan ini melihat dominasi kekuatan ekonomi atau politik Observasi | Vol 12, No. 2 | Tahun 2014
Topik Utama
Kepentingan Ekonomi Politik dan Hegemoni Pemilik Media Massa
tidak bersifat langsung, namun melalui proses yang rumit, dan melibatkan mekanisme pembenar dan hegemoni. Misalnya tentang sengketa antara petani udang di Lampung dengan PT Dipasena di atas, mengapa media tidak memberitakan kasus ini, ataupun kalau ada untuk memberitakannya dengan nada yang tidak objektif dengan membela pihak perusahaan. Menurut kepentingan Konstruktivisme bukan semata-mata karena PT Dipasena adalah pengiklan terbesar bagi media. Proses yang terjadi dalam internal media tidak sesederhana itu. Proses ini melibatkan politik pemaknaan, penandaan dan pemberitaan yang rumit. Ada proses hegemoni yang berlangsung lama yang menyugestikan PT Dipasena Grup sebagai perusahaan yang berjasa dalam menyerap tenaga kerja dan membantu perekonomian masyarakat di Lampung. PT Dipasena sebelum ada sengketa merupakan perusahaan yang menyumbang devisa negara dan pajak untuk pembangunan pemerintah daerah. Penentangan dari petani udang dalam konstruksi ini, sebagai tindakan yang tidak tahu diri dan tidak berterima kasih atas hasil kerja panjang PT Dipasena. Sebab dengan adanya penentangan tersebut, praktis bisa membuat perusahaan mengalami kerugian dan perekonomian bisa hancur karena pemerintah akan kehilangan sumber pendapatan berupa pajak dan retribusi. Di sini pemberitaan yang positif terhadap PT Dipasena melibatkan proses yang rumit, sebuah jalinan hegemoni yang berlangsung panjang dan lama. Pengaruh kekuatan ekonomi yang dipresentasikan oleh perusahaan besar semacam PT Dipasena, beroperasi dalam media tidak melulu lewat jalinan iklan, tetapi lewat proses pendefinisian yang hegemonik. Sebuah proses berlangsung lama, berkelanjutan, dan tidak disadari. Sehingga menegaskan betapa penting dan berpengaruhnya PT Dipasena bagi perekonomian rakyat, terutama di tingkat lokal. Konstruksi Observasi | Vol 12, No. 2 | Tahun 2014
yang muncul penentangan petani udang bukan hanya mengganggu proses produksi udang nasional dan internasional, namun juga mengganggu seluruh perekonomian. Meskipun pendekatan Konstruktivisme prosesnya berbeda, namun perhatiannya sesungguhnya sama dengan pendekatan Instrumentalisme, bagaimana media masih cenderung memberitakan dengan nada yang lebih positif kepada kekuatan ekonomi politik yang memiliki dominasi. Pendekatan Konstruktivisme dan Intrumentalisme melihat faktor eksternal di luar media lebih menentukan perilaku media.Faktor internal, struktur dalam diri media adalah suatu mekanisme yang rumit dan bergerak dinamis. Media Massa dalam Perspektif Ekonomi Politik Analisis dan kajian studi media massa dengan menggunakan pendekatan Ekonomi Politik, harus dijadikan sebuah landasan dan alat analisis baru sebagai telaah studi media massa, dan mengkaji perilaku media massa yang saat ini dianggap sebagai kekuatan politik, kemudian media massa tidak hanya dijadikan sebagai salah satu media informasi dan pemberitaan bagi masyarakat. Media massa dijadikan alat hegemoni dan kepentingan dari pemilik atau grup media, tidak sekedar kepentingan bisnis (ekonomi) semata, namun dijadikan kepentingan meraih kekuasaan (politik). Permasalahannya beberapa grup media di Indonesia yang didirikan oleh perorangan ataupun kelompok pemodal tersebut, juga berafiliasi dengan partai politik ataupun menjadi pengurus dan ketua umum partainya. Sehingga membangun sebuah kerajaan media tidak hanya menjalankan fungsi ideal media massa sebagaimana mestinya, akan tetapi dengan berafiliasi dengan partai politik dan turut berperan menjadi mitra (koalisi) dalam lingkaran kekuasaan politik. 9
Topik Utama
Kepentingan Ekonomi Politik dan Hegemoni Pemilik Media Massa
Media massa dijadikan alat yang paling efektif dalam menyuarakan kepentingan politik atau berpotensi besar dalam menyebarkan ideologi. Melalui media, ia (penguasa media) cenderung menyuarakan kepentingannya dan berusaha, agar kelas (kelompok) lain maupun publik turut berpartisipasi dengan sukarela, tanpa mereka sadari. Itulah yang disebut sebagai hegemoni. Melalui pemberitaan media, masyarakat cenderung terpengaruh tanpa kesadaran. Semua hanya dapat dilakukan oleh siapa oknum penguasa medianya dan berafiliasi dengan kelompok politik mana, semua bisa ditelusuri namun hanya sebatas itu tanpa mampu mengritisi secara terbuka. (Tasriyal, 2013) (Kusumawardhana, 2014) Praktik dominasi dalam media massa dengan melakukan tindakan berkomunikasi yang bukan semata-mata kegiatan netral dalam menyampaikan pesan kepada publik. Pendekatan Kritis meniscayakan adanya dua pihak dengan posisi yang tidak seimbang. Di satu sisi ada pihak yang kuat yang mendominasi, di sisi lain ada pihak yang lemah dan terdominasi. Dominasi ini dapat berdimensi politik, ekonomi maupun dimensi lainnya.Sehingga isi berita tidak dipandang sesuatu yang netral (bebas nilai). Padahal dalam perkembangan kebudayaan manusia, komunikasi massa menjadi proses komunikasi yang memunyai tingkat pengaruh yang cukup signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks komunikasi massa di sini adalah ‘berita’, yang selalu muncul dalam benak dan pikiran manusia. Berita disusun dalam benak manusia bukan merupakan peristiwa manusia.Berita merupakan usaha rekonstruksi kerangka peristiwa yang terjadi. Maka, berita dalam konteks komunikasi massa, lebih merupakan inti yang disesuaikan dengan kerangka acuan yang dipertimbangkan agar `10
peristiwa itu memiliki makna bagi para pembacanya (Wilbur Schramm, 1949 dalam Wuryanta, 2006). Berita tidak hanya sekedar informasi yang disampaikan media massa, namun dalam kapasitasnya sebagai pembentuk dan pengolahan interpretasi atas peristiwa. Berita, pada titik tertentu, memengaruhi manusia merumuskan pandangannya tentang dunia. Pandangan terhadap dunia adalah bingkai (frame) yang dibuat oleh manusia untuk menggambarkan tentang apa dan bagaimana dunia dipahami. Tanpa bingkai yang jelas, kejadian, peristiwa, dan pengalaman manusia akan terlihat “kacau”. Bingkai dilihat sebagai “skenario awal” yang memosisikan setiap pengalaman dan peristiwa dalam plot cerita yang kurang lebih runtut, rasional, dan sistematis. Beragam penyebab kemungkinan salah satunya, pendekatan terhadap media massa dan studi komunikasi dalam kurun waktu lama mengarah pada pendekatan Developmentalisme. Ini tidak bisa dilepaskan oleh kepentingan politik era Soeharto.Kreativitas peneliti dan ilmuwan komunikasi sebagai salah satu pelengkap untuk mewujudkan dan demi “Pembangunan” kebijakan ekonomi dan politik pemerintahan Soeharto. Sebaliknya studi-studi kritis apalagi mengritisi penguasa, yang cenderung mempertanyakan kemapanan dan mengritik kekuasaan, bukan hanya dibatasi perkembangannya namun akan ditiadakan eksistensinya. (Wuryanta, 2006)(Sudibyo, 2004) Isi dalam pemberitaan media jika dilihat dalam perspektif Ekonomi Politik, tidak hanya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan dan kepentingan ekonomi dan politik pemilik media sendiri, namun di luar media turut memengaruhi.Pemerintah atau koalisi politik dengan media itu sendiri lebih menentukan bagaimana isi media. Penentuan dalam pemberitaan di sini mencakup peristiwa atau informasi apa Observasi | Vol 12, No. 2 | Tahun 2014
Topik Utama
Kepentingan Ekonomi Politik dan Hegemoni Pemilik Media Massa
saja yang bisa, atau tidak bisa ditampilkan dalam pemberitaan, atau ke arah mana kecenderungan pemberitaan itu hendak diarahkan. Dalam pendekatan ini mekanisme dalam memroduksi berita tidak ubahnya seperti relasi ekonomi dalam struktur produksi sebuah perusahaan bisnis.Pola dan jenis pemberitaan ditentukan oleh kekuatan–kekuatan ekonomi secara dominan menguasai perusahaan media. Mengapa media memberitakan dengan cara seperti ini? Mengapa media hanya mewadahi suara pihak tertentu?.Jawabannya dicari dengan melihat kepentingan ekonomi, kepemilikan media, atau kepentingan politik di balik sebuah media. Penutup Kekuatan media massa memang menjadi faktor yang amat signifikan dalam proses politik. Paska reformasi yang sudah bergulir 12 tahun ini, media massa seakan mendapat ‘angin segar’ dalam mencitrakan dirinya sebagai watch dog untuk mengiringi kekuasaan pemerintah, serta melakukan sosialiasi dan pendidikan bagi rakyat Indonesia agar tidak terbelenggu oleh kebodohan elit-elit maupun pengusaha yang memunyai kepentingan ekonomi politik.
Dengan kekuatan dan pengaruh yang amat potensial media massa, kalangan pemilik modal besar tergiur menginvestasikan modalnya di bidang ini. Namun jika dicermati dengan secara seksama, intinya siapa pun mereka yang menekuni bisnis ini adalah selain mengejar keuntungan ekonomi, juga secara ideal berusaha menanamkan pengaruh kepada khalayak umum.Dari pendekatan kritis, aspek ekonomi politik selalu dilihat dan dimaknai sebagai kontrol. Hubungan pemilik modal dan media massa bukan semata-mata dilihat sebagai bentuk kerja dan praktik profesional, tetapi sebagai instrumen pengontrol, melalui mana kelompok dominan memaksakan dominasinya kepada kelompok lain yang tidak dominan. Paradigma ekonomi politik studi media berupaya menganalisis bagaimana kepentingan pemilik modal ketika mereka berafiliasi dengan penguasa, dan kepentingan ekonomi politik apa yang akan diperoleh, ketika berinvestasi di media massa tersebut. Pendekatan alternatif ini melengkapi kompleksitas problem media yang sudah tercipta belakangan ini.
Daftar Pustaka Arifin, Bustanul dan Didik J Rachbini.(2001) Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik.Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Caporaso.James dan David P Lavine.(2008) Teori-Teori Ekonomi Politik.Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Chilcote, Ronald H. (2004)Teori Perbandingan Politik : Penelusuran Paradigma. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Hidayat.N.Dedy. (2000) Jurnalis, Kepentingan Modal dan Perubahan Sosial. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Sudibyo, Agus. (2004) Absennya Pendekatan Ekonomi Politik Untuk Studi Media. Dalam : Prajarto, Nunung. ed. Komunikasi, Negara dan Masyarakat.Seri Kajian Sosial Politik Kontemporer.Yogyakarta : FISIPOL UGM, hal. 66-88. ______________(2001) Politik Media dan Pertarungan Wacana. Yogyakarta : LKiS Putra, I Gusti Ngurah. (2006) Demokrasi dan Kinerja Pers Indonesia. Yogyakarta : Jurnal Ilmu Komunikasi, Prodi Ilmu Komunikasi, FISIPOL Universitas Atma Jaya, hal. 133-145 Observasi | Vol 12, No. 2 | Tahun 2014
11
Topik Utama
Kepentingan Ekonomi Politik dan Hegemoni Pemilik Media Massa
Priyowidodo. Gatut.(2008) Menakar Kekuatan dan Keunggulan Industri Televisi Lokal di Era Otonomi, Jurnal Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi Univeristas Kristen Petra. Rachbini. J. Didik. (1996) Perspektif Ekonomi Politik Baru.Jakarta : CIDES. Internet: Kusumawardhana, Ignatius Mahendra. (2014) Media Massa dan Kapitalisme.Arahjuang.com (internet). Tersedia dalam
(diakses 29 September 2014). Rikang, R.W. Raymundus. (2014) Industri Media Massa Makin Terkonsentrasi. Tempo.com (internet). Tersedia dalam (diakses 29 September 2014). Tasriyal. (2013) Hegemoni Kapital (Is) Media Massa. Puailiggoubat.com (internet). Tersedia dalam (diakses 29 September 2014) Wuryanta, Eka Wenats. (2006) Wacana Media Massa: Pertarungan Ideologi-Hegemoni. ekawenats.blogspot.com (internet). Tersedia dalam (diakses 29 September 2014)
`12
Observasi | Vol 12, No. 2 | Tahun 2014