BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu konsekuensi kognitif dari komunikasi politik, baik secara langsung maupun melalui media massa, yang sangat penting ialah terbentuknya citra politik khayalak terhadap politikus atau tokoh publik tertentu. Pesan politik yang disampaikan oleh media bukanlah realitas yang sesungguhnya, melainkan adalah realitas media, yaitu realitas buatan atau realitas tangan kedua yaitu realitas yang dibuat oleh wartawan atau redaktur yang mengolah peristiwa politik menjadi berita politik, melalui proses penyaringan dan seleksi (Arifin, 2011: 183). Sering tidak disadari bahwa realitas yang disampaikan media massa berbeda dari realitas yang sesungguhnya terjadi. Lewat teks berita, sesorang digiring untuk memahami realitas yang telah dibingkai oleh media massa. Pemahamannya terhadap realitas tergantung pada pola media massa. Lewat narasinya, media massa menawarkan defenisi-defenisi tertentu mengenai kehidupan manusia; siapa penjahat atau siapa pahlawan?; apa yang baik atau apa yang buruk bagi masyrakat? Atau apa yang patut atau apa yang tidak patut dilakukan oleh seorang elit, pemimpin atau penguasa? (Muslich, 2011: 1). Oleh karena khayalak menerima informasi yang dibuat oleh media, maka yang terjadi bahwa khayalak akan mencitrakan tokoh atau politikus tertentu sesuai dengan apa yang ditujukan media (Arifin, 2011: 184). Selain itu, media massa juga memiliki fungi dalam memberian status. Artinya, jika nama, gambar, dan aktivitas seseorang tokoh publik atau elit politik, ditonjolkan dalam media massa, politikus atau tokoh publik tersebut memiliki citra politik yang baik dimata publik.
Dari pendapat di atas, dapat dicerna bahwa resiko menjadi seorang public figure adalah siap menerima pencitraan. Pencitraan positif atau pencitraan buruk harus siap diterima dari publik. Publik menilai apakah seorang tokoh publik layak dicitra positif atau layak menerima hukuman ditolak dari lingkungan publik. Pertanyaannya adalah dari mana publik mengetahui sesuatu tentang tokoh publik tertentu? Dari mana asalnya sehingga publik telah menilai tokoh tertentu tak bercitra positif atau bercitra negatif? Disinilah letak fungsi dan peran media massa. Dalam komunikasi politik, media acapkali tidak hanya bertindak sebagai saluran yang menyampaikan pesan politik, melainkan juga sebagai agen politik; agen pembentuk realitas tentang tokoh politik tertentu (Hamad, 2004: xvi). Sebagai agen, media melakukan proses pengemasan pesan dan proses inilah sesungguhnya menyebabkan sebuah peristiwa atau aktor politik atau tokoh publik memiliki citra tertentu. Dalam proses pengemasan ini media dapat memilih fakta yang akan (dan yang tidak) dimasukan ke dalam teks berita. Apapun faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi pemberitaan media, persoalan objektivitas menjadi hal yang krusial (Hamad, 2004: xvii). Bagaimana tokoh tertentu digambarkan dalam kalimat-kalimat berita, sangat mungkin menjadi bahan acuan bagi publik untuk menilai dan menjustifikasi bagaimana seorang tokoh publik harus dicitrakan. Antara dua pilihan; memberikan pencitraan yang buruk atau memberi pencitraan yang hebat. Peran media dalam membentuk pencitraan khayalak terhadap tokoh publik tertentu, menjadi hal yang menarik untuk diketahui. Bagaimana media, dengan tujuan atau alasan tertentu, berusaha membingkai berita dengan menyeleksi isu tertentu tentang seorang tokoh dan menonjolkan atau menghilangkan bagian tertentu tentang tokoh ke dalam berita, yang berefek pada pencitraan khayalak sesuai dengan apa yang menjadi tujuan media dalam beritanya.
Konstruksi berita yang dilakukan oleh media terhadap tokoh publik tertentu, bisa mempengaruhi bagaimana khayalak bercitra. Hal ini dikarenakan bahwa mayoritas khayalak cendrung menerima begitu saja informasi dari media massa, entah itu karena kebodohan maupun karena kelalaian (Arifin, 2011: 184).) Peran media inilah yang menjadi lingkup penelitian framing. Apakah media benar-benar hanya melayani kebutuhan informasi atau ada ‘titipan’ dari media yang dibungkus rapi dalam kata-kata berita. Bagaimana media mengemas berita, mulai dari menyeleksi isu, menonjolkan bagian tertentu dari peristiwa atau tokoh, menghilangkan bagian tertentu yang seharusnya disajikan juga kepada pembaca, bagaimana cara menggambarkan tokoh ke dalam tulisan berita, siapa sumber yang dikutipkan dalam berita, dan penggunaan strategi cara bercerita tentang tokoh atau peristiwa. Semua strategi pengemasan berita inilah yang oleh Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki dapat dianalisis dengan mengidentifikasi struktur-struktur teks yang terkandung dalam teks berita (Eriyanto, 2011: 293). Dengan mengidentifikasi dan menganalisis perangkatperangkat wacana yang terkandung dalam teks berita yang membentuk kemasan berita, maka kita dapat mengetahui bagaimana sebenarnya makna yang terkandung dalam teks berita yang dibuat oleh media. Dengan demikian, kita dapat mengetahui bagaimana sebenarnya tokoh tertentu dikonstruksi oleh media dalam teks berita, yang ternyata menjadi penyebab lahirnya pencitraan publik terhadap tokoh publik tertentu. Hal ini oleh Eriyanto (2011: 177) dikatakan sebagai efek framing. Pada awal bulan Desember 2012, tokoh publik; penjabat Menteri Pemuda dan Olahraga Kabinet Indonesia Bersatu jilid II, menjadi bahan pemberitan di hampir semua media massa di Indonesia. Betapa tidak, untuk pertama kalinya seorang menteri yang disangkakan dalam kasus korupsi, mengundurkan diri. Menpora mengundurkan diri dari jabatan karena KPK telah
menetapkan Menpora sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang atau yang lebih dikenal dengan kasus Hambalang. Salah satu dari sekian banyak media cetak yang memberitakan peristiwa ini, majalah detik menjadikan peristiwa ini sebagai berita utama. Majalah detik merupakan majalah digital milik trans corp yang berisikan berita dan dan gaya hidup. Pada massa pemerintahan orde lama, majalah detik dibredel bersama dengan majalah tempo dan beberapa majalah lain karena memberitakan informasi yang tidak mendukung pemerintahan atau menentang pemerintahan.pada tahun 1998. Akhirnya para pekerja majalah detik mengembangkan detik melalui media online. Dari hasil kerja para mantan wartawan majalah detik dan beberapa wartawan majalah tempo, akhirnya terbentuklah situs berita online milik detik, detik.com. melalui detik.com inilah, majalah detik kembali hadir dalam bentuk cetak. Dalam teks berita majalah detik (edisi 10-16 Desember 2012), diberitakan bahwa runut peristiwa hingga pengunduran diri Menpora muncul ketika muncul pernyataan Mindo Rosalina Manulang pada sidang perdana dalam kasus Hambalang, 16 Januari 2012, yang mengutip pernyataan Nazarudin, bahwa Menpora Andi Mallarangeng menyatakan setuju proyek Hambalang akan digarap oleh Nazar. Saat KPK memeriksa Nazarudin, nama Menpora juga disebut menerima uang rayahan proyek Hambalang senilai 20 miliyar rupiah. Menpora kemudian diperiksa oleh KPK sebagai saksi selama 10 jam. Menpora membantah menerima uang tersebut dari Nazarudin terkait proyek Hambalang. Pada tanggal 19 Juli 2012, KPK menggeledah kantor Kemenpora dan menetapkan Kepala Biro dan Keuangan Kemenpora, Deddy Kusdinar, sebagai tersangka pertama Hambalang. Ia disangkakan melakukan penyalahgunaan wewenang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Ia mengaku bertanggung jawab kepada Menpora melalui Sekertaris Menpora saat proyek
Hambalang berjalan, Wahid Muharram. Deddy meminta kepada KPK agar atasanya juga diperiksa. Atas permintaan tersebut, pada tanggal 22 Oktober 2012 BPK melakukan pemeriksaan terhadap menpora dan menemukan penyimpangan. Dalam laporannya, BPK menyatakan bahwa Menpora diduga membiarkan Sekretaris Kempora (Seskempora) melaksanakan wewenang Menpora dan tidak melakukan pengendalian dan pengawasan atas tindakan Sesmenpora yang menandatangani surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora. Pembiaran Menpora, menurut laporan itu juga diduga terjadi pada tahap pelelangan yaitu ketika Sesmenpora menetapkan pemenang lelang konstruksi dengan nilai kontrak di atas Rp 50 miliar tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora. Sesmenpora juga diduga melakukan penyimpangan terhadap revisi RKA-KL tahun anggaran 2010, dengan mengajukan permohonan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) 2010 dengan membuatkan volume keluaran yang berbeda dari seharusnya karena volume keluaran dinaikkan dari 108.553 meter persegi menjadi 121.097 meter persegi, padahal sebenarnya, volume tersebut turun menjadi 100.398 meter persegi. Terkait kontrak tahun jamak, Menteri Keuangan disebut menyetujui kontrak tahun jamak dan Dirjen Anggaran menyelesaikan proses persetujuan kontrak tahun jamak setelah melalui proses penelaah secara berjenjang secara bersama-sama padahal, kontrak tahun jamak itu diduga melanggar PMK 56/PMK 02/2010. Dari hasil pemeriksaan BPK tersebut akhirnya pada tanggal 03 Desember 2012, ketua KPK menandatangani sprindik yang isinya menetapkan Menpora sebagai tersangka. Menpora pun dicegah bepergian ke luar negeri bersama Choel Mallarangeng dan M. Arif Taufiqurahman dari PT. Adhi Karya. Dalam berita majalah detik diberitakan bahwa pada tanggal 07 Desember
2012, sebelum surat pencekalan ke luar negeri dan surat penetapan tersangka sampai kepadanya, Menpora telah terlebih dahulu mengumumkan pengunduran diri kepada masyarakat Indonesia. Menjabat
posisi sebagai menteri bukanlah jabatan yang biasa. Menteri bertugas
membantu presiden menjalankan roda pemerintahan. Lantas dalam perjalanan menjalankan tugas sebagai menteri, ia ditetapkan sebagai tersangka, mengharuskan Andi Mallarangeng siap menerima pencitraan, penilaian, dan konstruksi berita dari publik dan media massa yang berkisar antara semakin menjatuhkan atau pencitraan, penilaian, dan konstruksi berita yang menguatkan posisinya. Publik siap menilai Andi Mallarangeng, tentu sesuai dengan pengetahuan yang mereka dapatkan tentang kasus ini. Kembali kepada pertanyaan dari mana referensi tersebut? Penelitian ini tidak bertujuan untuk mengetahui efek dari penggambaran yang diberikan oleh media terhadap Andi Mallarangeng, tetapi kita perlu membayangkan bagaimana beban yang diterima oleh Andi Mallarangeng ketika digambarkan secara buruk dalam pemberitaan dan pencitraan negatif oleh publik. Media mengemas berita dengan cara tertentu, menyebabkan penggambaran tertentu oleh publik tentang Andi Mallarangeng. Lantas, bagaimanakah majalah detik mengkonstruksi Andi Mallarangeng dalam teks berita edisi 10-16 Desember 2012?. Banyak penelitian framing yang telah dibuat dengan mengambil obyek penelitian pada surat kabar atau televisi, seperti ‘Analisis Framing Pemberitaan Malinda Dee Di Detikcom, Majalah Tempo Dan Metro Tv’ (Nurul Hasfi, S.Sos, MA: Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro, 2011) dan ‘Pencitraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terkait Perseteruan Kpk Dan Polri: Analisis Framing Terhadap Pembentukan Citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terkait Perseteruan Polri Dan KPK Pada Surat Kabar Kompas (Febrina: Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan 2010).
Namun begitu, tidak banyak yang meneliti pada media cetak mingguan, bulanan, yaitu mediamedia yang menggunakan format berita mendalam, berita investigasi, yang bukan straight news. Oleh karenanya, peneliti merasa tertarik untuk meneliti media cetak mingguan seperti majalah, dalam ini majalah detik, tentang bagaimana seorang penjabat pemerintah yang terlibat masalah hukum, diberitakan dalam laporan mendalamnya. Peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimanakah majalah detik mengkonstruksi (dengan membingkai) berita tentang pengunduran diri Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Alfian Mallarangeng dalam teks beritanya. Hal ini bertolak dari pemikiran peneliti bahwa kenyataan menunjukan baru pertama kali seorang menteri mengundurkan diri dari jabatan ketika terlibat masalah hukum. Apakah Andi Mallarangeng akan diberitakan menjadi tokoh yang berperilaku terpuji, yang patut dicontoh karena mengunduran diri meski baru berstatus tersangka? Ataukah Andi Mallarangeng dikonstruksi sebagai menteri yang korup? Dalam rubrik fokus majalah detik dengan ukuran huruf besar dan kapital menuliskan judul berita yang berbunyi “Sandungan Si Anak Emas Presiden” yang membahas tentang Andi Mallarangeng dan dan kasusnya. Apa yang hendak dikatakan oleh majalah detik tentang Andi Mallarangeng setelah pengunduran dirinya? Dalam hal inilah Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki menawarkan model penelitian teks berita yaitu analisis framing. Dengan model framing Pan dan Kosicki, peneliti bertujuan untuk mendapatkan interpretasi tentang bagaimanakah sebenarnya majalah detik mengkonstruksi berita pengunduran diri Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng, dalam teks beritanya.
1.2. Fokus Penelitian
Konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas dikonstruksi. Penelitian ini terfokus pada usaha menemukan konstruksi berita pengunduran diri Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Alfian Mallarangeng dalam teks berita majalah detik edisi 10-16 Desember 2012 dengan menggunakan analisis framing model Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki, terutama pada judul berita ‘Sandungan Si Anak Emas Presiden’.
1.3. Masalah Penelitian “Bagaimanakah majalah detik mengkonstruksi berita pengunduran diri Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Alfian Mallarangeng, dalam teks berita edisi 10-16 Desember 2012?”
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian konstruksionis, seperti yang dikatakan Lawrence Newman adalah untuk memperoleh bagaimana seseorang memahami realitas. Dalam penelitian teks berita, tujuan analisis isi dari paradigma konstruksionis adalah untuk melihat dan mengetahui bagaimana media mengkonstruksi realitas atau tokoh (dalam Eriyanto, 2011: 55). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konstruksi berita pengunduran diri Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Alfian Mallarangeng dalam teks berita majalah detik edisi 10-16 Desember 2012.
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi Jurusan Ilmu Komunikasi kajian tentang analisis teks media, secara khusus kajian tentang analisis framing media. Hal ini penting agar pembelajaran tentang politik media mengemas berita dapat dipahami untuk mengetahui bagaimana sebenarnya media mengemas berita untuk tujuan tertentu. 1.5.2. Manfaat Praktis Bagi kaum jurnalis atau calon jurnalis yang sempat memahami hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk menjernihkan pemikiran tentang konsep obyktifitas berita. Bahwa sesungguhnya tidak ada berita yang ditulis secara obyektif. Bagi masyarakat umum, khususnya bagi pembaca media cetak, diharapkan selalu bersikap mencurigai isi berita. Hal ini penting karena berita yang tersaji merupakan hasil tulisan wartawan yang mempunyai pengalaman, pengetahuan dan kepentingan tertentu.
1.6. Kerangka Pemikiran Pan dan Kosicki (dalam Eryanto, 2011: 293) memaparkan bahwa media telah menggunakan secara strategis kata, kalimat, lead, hubungan antarkalimat, foto, grafik dan perangkat lain untuk membantu dirinya mengungkapkan pemaknaan mereka sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Bagaimana seseorang memaknai sebuah peristiwa atau tokoh dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.
Perangkat wacana inilah yang
menjadi alat bagi peneliti untuk memahami bagaimana media mengemas berita. Dalam pandangan Pan dan Kosicki (Eriyanto, 2011: 294) setiap teks berita tersusun oleh empat struktur besar yaitu struktur sintaksis, struktur tematik, struktur skrip dan struktur retoris. Keempat struktur inilah yang membentuk teks dan makna. Bagaimana majalah detik mengkonstruksiAndi Malarangeng dalam teks beritanya? Untuk menjawab pertanyaan ini tentu
bukanlah hal yang mudah. Menginterpretasi penggambaran yang dilakukan oleh majalah detik tentang Andi Mallarangeng membutuhkan tahapan-tahapan analisis yang teliti. Pertama, peneliti akan membaca dan memahami teks berita majalah detik edisi 10-16 Desember 2012. Memahami teks adalah langkah awal yang harus dilakukan dalam penelitian teks. Menurut Roceour (dalam Sobur, 2009; 54) teks merupakan bentuk tulisan yang masih bisa didiskusikan lagi. Dalam membaca, seseorang diharapkan untuk melakukan dialog imajinatif dengan penulisnya. Membaca teks berita diperlukan rasa ‘curiga’ tinggi terhadap pesan yang ditekskan. Kekritisan terhadap teks diperlukan agar terjadi interpretasi yang tidak mengambang. Kedua, dengan menggunakan model analisis framing Pan dan Kosicki penulis akan mengidentifikasi perangkat-perangkat framing yang terdapat dalam teks berita majalah detik. Perangkat- perangkat ini terkategori dalam empat struktur pembentuk teks. Struktur pertama adalah struktur sintaksis. Peneliti akan mengidentifikasi bagaimana skema berita majalah detik. Bagaimana detik menyusun fakta-fakta kedalam skema berita majalah. Struktur yang kedua adalah struktur skrip. Dalam struktur skrip, peneliti akan mengidentifikasi bagaimana majalah detik mengisahkan fakta dalam teks berita. Kelengkapan berita menjadi pokok dalam struktur ini. Struktur ketiga adalah struktur tematik. Struktur tematik memuat tentang bagaimana cara wartawan menuliskan fakta. Bagaimana detail, koherensi (hubungan logis antara bagian karangan atau antara kalimat dalam satu paragraf), bentuk kalimat dan kata ganti yang digunakan dalam teks berita. Terakhir peneliti akan mengidentifikasi perangkat framing dalam struktur retoris. Bagaimana detik menekankan fakta. Bagaimana penggunaan leksion (kosa kata), grafis dan metafora (pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan, misalnya; tulang punggung dalam kalimat pemuda adalah tulang punggung negara). Mulai dari penggunaan kata,
idiom (konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna unsurnya, misalnya kambing hitam dalam kalimat dalam peristiwa itu hansip menjadi kambing hitam, padahal mereka tidak tahu apa-apa), gambar atau foto, dan grafik. Ketiga, setelah peneliti mengidentifikasi perangkat-perangkat framing yang terkandung dalam struktur-struktur tersebut diatas, maka langkah selanjutnya ialah analisis yang diikuti dengan interpretasi. Analisis yang dimaksudkan adalah peneliti dengan tetap menggunakan model analisis framing Pan dan Kosicki, mengurai setiap makna yang terkandung dalam tiap perangkat framing yang telah teridentifikasi. Dari hasil analisis maka peneliti dapat mengetahui bagaimana Andi Mallarangeng digambarkan dalam teks berita majalah detik. Ringkas tentang alur pemikiran dalam penelitian ini dapat tergambar dalam kerangka berikut. Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Konstruksi berita pengunduran diri Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Alfian Mallarangeng yang dimuat media cetak
Pemberitaan majalah detik terkait pengunduran diri Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng
Metode konstruksi berita dengan analisis framing model Zhngdan Pan dan Gerald M. Kosicki: seleksi isu, pembingkaian dan konstruksi. 1. Sintaksis 2. Skrip 3. Tematik 4. retoris
Frame majalah detik
1.7. Asumsi Berdasar pada konsep bahwa media pada dasarnya tidak berada dalam ruang yang vakum. Media sesungguhnya berada di tengah realitas sosial yang syarat dengan kepentingan, konflik dan fakta yang kompleks dan beragam. Seperti yang didebatkan oleh Louis Althusser dan Gramsci (dalam Sobur, 2009: 30) bahwa media massa bukanlah sesuatu yang bebas , independen, tetapi memiliki keterkaitan dengan realitas sosial. Jelasnya ada berbagai kepentingan yang ada dalam media massa seperti kepentingan kapitalisme pemilik modal, kepentingan keberlangsungan lapangan kerja bagi karyawan dalam media, kepentingan politis ataupun kepentingan ideologi. Dalam posisi seperti ini media massa tidak mungkin berdiri statis di tengah-tengah tetapi ikut bermain dalam pusaran kepentingan-kepentingan. Dari argumen ini, peneliti sepakat untuk mengasumsikan bahwa majalah detik juga berada dalam lingkaran kepentingan-kepentingan dalam kaitannya dengan pemberitaan tentang Andi Mallarangeng. Kepentingan-kepentingan inilah yang mengarahkan media untuk mengkonstruksi Andi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan apa yang menjadi tujuan akhir dari konstruksi seperti demikian. Dalam teks berita majalah detik, kepentingan-kepentingan itu sangat mungkin melekat dan tersembunyi dibalik kata dan kalimat yang membentuk teks berita, tersembunyi dalam cara detik mengisahkan fakta, tersembunyi dalam cara detik menekankan fakta dan tersembunyi dalam cara detik bercerita tentang fakta Andi Mallarangeng yang telah mundur dari jabatan Kementerian Pemuda dan Olahraga. 1.8.Hipotesis Dari asumsi diatas, peneliti dapat berhipotesis bahwa dalam pemberitaan edisi 10-16 Desember 2012, tentang Andi Mallarangeng yang mundur dari jabatan menteri Pemuda dan
Olahraga, majalah detik bertujuan mengkonstruksi Andi Mallarangeng sebagai menteri yang korup.