TNC -IMP Berau
Identifikasi CAP Biduk-Biduk
Disusun oleh : Anisa Budiayu 1/1/2013
Daftar Isi Bab 1. Conservation Action Plan (CAP)/ Rencana Aksi Konservasi ......................................................... 2 A.
CAP – Sebuah Kerangka Pengelolaan yang Adaptif ..................................................................... 2
B.
Menggunakan metode CAP dalam Perencanaan Masyarakat Lokal ........................................... 3
C.
Penggalian Informasi ....................................................................................................................... 3
Bab 2. Profil Kecamatan Biduk-Biduk......................................................................................................... 5 Pontesi Sumber Daya Alam dari Terumbu Karang sampai Ke Hutan Dataran Rendah yang terancam di Kecamatan Biduk-Biduk ..................................................................................................... 6 1.
Ekosistem Terumbu Karang ........................................................................................................ 6
2.
Ekosistem Padang Lamun ........................................................................................................... 6
3.
Ekosistem Mangrove.................................................................................................................... 7
4.
Ekosistem Hutan .......................................................................................................................... 7
5.
Keanekaragaman Hayati.............................................................................................................. 8
6.
Sejarah Biduk-Biduk .................................................................................................................. 10
7.
Konteks Politik dan Sosial Budaya ............................................................................................ 10
Bab 3. Rencana Aksi Konservasi Kampung Biduk-Biduk........................................................................ 12 Referensi ..................................................................................................................................................... 25
1
Bab 1. Conservation Action Plan (CAP)/ Rencana Aksi Konservasi A. CAP – Sebuah Kerangka Pengelolaan yang Adaptif Konservasi keanekaragaman kekayaan alam bumi adalah disiplin terus berkembang. Pengetahuan kita tentang spesies satwa, komunitas, ekosistem dan proses yang mendukung mereka terus berkembang. Kegiatan manusia yang mengancam atau yang sesuai dengan bidang ini akan terus berubah. Perencanaan Aksi Konservasi dirancang untuk mengenali sifat pergeseran pengetahuan kita dan tantangan wajah konservasi dengan mendorong praktisi untuk melihat proses perencanaan konservasi bukan sebagai latihan yang dilakukan sekali setiap dekade tetapi menjadikannya sebagai proses yang biasa dilakukan dan berulang yang akan menjadi sebuah proses "perkembangan aproksimasi." CAP mendorong tim praktisi untuk menangkap pemahaman mereka yang terbaik dari situasi konservasi, membangun serangkaian tindakan berdasarkan pemahaman bahwa, melaksanakan tindakan, mengukur hasil dari tindakan mereka, belajar dari hasil yang didapatkan dan memperbaiki tindakan dari waktu ke waktu. Aksi Konservasi Perencanaan adalah salah satu dari tiga metode analisis kunci yang mendukung penerapan kerangka kerja strategis The Nature Conservancy untuk memastikan keberhasilan dari misi, yang disebut Konservasi Berdasarkan Desain ( The Nature Conservancy 2006) . Konservasi Berdasarkan Desain adalah pendekatan kolaboratif berbasis ilmu pengetahuan yang digunakan untuk mengidentifikasi keanekaragaman hayati yang perlu dilestarikan, menentukan di mana dan bagaimana melestarikannya dan mengukur keefektifan pelestarian. Konsep dasar pendekatan konservasi ini mengikuti kerangka pengelolaan adaptif yakni menetapkan tujuan dan prioritas, mengembangkan strategi, mengambil tindakan dan mengukur hasilnya. Konsep-konsep dasar tercermin dalam setiap metode dari tiga metode analisis kunci, selain CAP yang mencakup Penilaian Habitat Mayor dan Penilaian Ekoregional. Secara umum , Habitat Mayor dan Penilaian Ekoregional memiliki fokus pada menetapkan tujuan dan prioritas, CAP mengambil fokus pada mengembangkan dan menerapkan strategi untuk mengatasi prioritas dan mencapai tujuan, dan ketiga metode ini menggabungkan aspek hasil pengukuran. Selain berfungsi sebagai kerangka kerja strategis konservasi untuk keberhasilan misi, Konservasi Berdasarkan Desain juga mendukung tujuan pengelolaan kawasan lindung dari Konvensi Keanekaragaman Hayati. Pada intinya, CAP adalah kerangka kerja untuk membantu praktisi untuk memfokuskan strategi konservasi mereka pada unsur-unsur yang jelas dari keanekaragaman hayati atau konservasi target dan ancaman, yang sepenuhnya bertujuan untuk mencapai target dan mengukur keberhasilan kegiatan pengelolaan dengan cara yang akan memungkinkan untuk beradaptasi dan belajar dari waktu ke waktu. Proses CAP akan membantu tim konservasi untuk mencapai tujuan ini dan mendorong tim untuk bekerja melalui serangkaian langkah-langkah diagnostik yang berujung pada pengembangan tujuan yang jelas dan tindakan strategis. Dengan demikian proses ini akan dapat menggambarkan hipotesis keberhasilan konservasi yang dapat diuji serta membentuk dasar dari sebuah " pendekatan adaptif " dari sebuah pengelolaan konservasi.
2
B. Menggunakan metode CAP dalam Perencanaan Masyarakat Lokal Pendekatan CAP dilakukan oleh para perencana di seluruh dunia dengan berbagai adaptasi dan perubahan pada materinya dengan tujuan untuk memjadikannya sebagai metode yang dapat digunakan secara efektif oleh masyarakat lokal. Studi mengenai perubahan dan adaptasi CAP telah dilakukan melalui program Coda/McLean Fellowship yang mengangkat isu ini pada pertemuan CAP Rally tahun 2010. Dari pertemuan tersebut beberapa kesamaan ide dan tema teridentifikasi dalam praktik penggunaan CAP di berbagai lokasi yang berbeda. Di Indonesia, metode CAP relatif mulai dikenalkan pada saat organisasi konservasi bekerja di beberapa tempat dengan potensi sumberdaya alam yang tinggi. Kabupaten Berau merupakan salah satu lokasi yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi di Indonesia. TNC memutuskan untuk bekerja pada lokasi ini melalui Program Terestrial dan Kelautan pada tahun 2002 dengan tujuan membantu pengelolaan sumberdaya alam baik darat dan laut secara lestari. Dalam perjalanan pendampingan pengelolaan sumberdaya tersebut, TNC mulai mengenalkan penggunaan metode CAP yang dilakukan di berbagai daerah di dunia. Pengenalan penggunaan metode CAP kepada masyarakat di Berau dimulai pada tahun 2011. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan diadakannya pelatihan kecil kepada beberapa fasilitator dari beberapa kelompok masyarakat dampingan Tim Kelautan TNC yang berasal dari Kampung Tanjung Batu dan Biduk-Biduk pada tahun 2012. Dari pelatihan tersebut masyarakat mulai diperkenalkan sebuah cara yang dapat dilakukan untuk mengukur keberhasilan dari sebuah upaya pengelolaan yang mengutamakan target dan prioritas dengan tujuan pengurangan tekanan pada sebuah sumberdaya alam yang perlu dijaga. Dokumen ini merupakan praktik lanjutan yang dilakukan oleh Tim Kelautan TNC bersama dengan fasilitator yang terlatih dari pelatihan yang pernah dilakukan pada tahun 2012. Penggalian informasi dalam CAP bertujuan untuk mengidentifikasi target dan permasalahan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang terdapat dalam tingkat tapak. Hasil dari identifikasi ini nantinya akan memperkaya informasi di tingkat Kabupaten dan membantu adaya upaya perencanaan pengelolaan yang adaptif pada setiap tingkatan (Kecamatan, Kabupaten). Penggalian informasi dilakukan dengan bantuan fasilitator kepada masyarakat di masing-masing lokasi kerja TNC. Di kampung Biduk-Biduk metode CAP telah diperkenalkan juga kepada Pemerintah Kecamatan yang merespon baik dan mengusulkan penggunaan metode ini dalam penyusunan Rencana Strategis Kecamatan Biduk-Biduk dengan fasilitasi dari TNC. Namun demikian proses CAP tersebut tentunya membutuhkan perubahan untuk dapat menyesuaikan dengan kebutuhan penyusunan strategi yang menyangkut bidang-bidang selain konservasi.
C. Penggalian Informasi Penggalian informasi dilakukan dengan menggunakan metode diskusi terfokus kepada beberapa perwakilan dari kelompok Lekmalamin. Kelompok Lekmalamin dipilih sebagai narasumber informasi terkati dengan CAP dikarenakan kelompok ini berkerja mengelola Kawasan Labuan Cermin dan wilayah 3
sekitarnya di Biduk-Biduk. Selain itu para anggota Lekmalamin juga telah dipercaya perwakilan dari masyarakat Kecamatan untuk bersama-sama merumuskan perencanaan yang berkaitan dengan lingkungan hidup baik di tingkat kampung maupun kecamatan. Diskusi terbatas dilakukan oleh Fasilitator Lokal yang bertugas dengan Kelompok Lekmalamin dan masyarakat Kampung Biduk-Biduk. Perincian informasi secara untuk mengidentifikasi lebih jauh CAP kemudian dilakukan oleh Fasilitator Lokal dengan bersama dengan tim outreach TNC. Penyusunan rantai CAP kemudian dilakukan oleh tim outreach TNC dengan berdasarkan informasi yang diperoleh dari masyarakat melalui Fasilitator Lokal.
4
Bab 2. Profil Kecamatan Biduk-Biduk Kecamatan Biduk Biduk terdiri dari enam desa yaitu Tanjung Perepat, Tanjung Harapan, Biduk Biduk, Giring GIring, Teluk Sulaiman dan Teluk Sumbang, berbatasan dengan Kecamatan Batu Putih di sebelah barat, Kabupaten Kutai Timur sebelah selatan, serta Laut Sulawesi sebelah utara dan timur. Kecamatan ini memiliki potensi Sumber Daya Alam yang sudah langka di Kalimantan yaitu hutan dataran rendah di atas batu kapur yang berbatasan dengan ekosistem pesisir lengkap yaitu dari hutan dataran Rendah, Kawasan Karst yang terhubung secara langsung dengan hutan mangrove, padang lamun hingga terumbu karang. Saat ini keunikan potensi Sumberdaya hutan sampai terumbu karang terancam oleh kegiatan pemanenan kayu, pertambangan dan pembukaan perkebunan kelapa sawit- maupun di laut seperti penangkapan ikan dengan cara merusak, konversi mangrove, perburuan satwa laut dilindungi –seperti penyu serta polusi di perairan. .
Gambar 1. Peta Lokasi Kecamatan Biduk-Biduk
Kecamatan Biduk Biduk merupakan bagian dari Semenanjung Mangkaliat, terlihat sebagai tonjolan yang menyolok di sisi timur pulau Kalimantan. Mangkaliat bersama kawasan Sangkulirang meliputi areal formasi karst seluas 1.000 km2 dengan hutan dataran rendah dan perbukitan di sekelilingnya, membentuk daerah karst terbesar di Asia Tenggara. Keadaan bentang alam Kecamatan Biduk Biduk bervariasi berdasarkan bentuk relief, kemiringan lereng dan ketinggian dari permukaan laut. Wilayah daratan tidak terlepas dari gugusan bukit dan perbukitan kapur yang terdapat hampir di seluruh wilayah kecamatan. Di sepanjang Tanjung Perepat hingga Teluk Sulaiman membentang daerah landai cukup luas diselingi bukit-bukit hingga ketinggian 100 meter. Semakin ke barat, daerah perbukitan semakin dominan dengan ketinggian mencapai 200 meter. Di sisi selatan Teluk Sulaiman, terdapat lereng-lereng curam (25-60%) yang membentuk perbukitan dengan ketinggian hingga 600 meter. Kondisi yang mirip juga bisa dilihat di 5
daerah sekitar Teluk Sumbang sebelum akhirnya melandai lagi di ujung Semenanjung Mangkaliat. Sungai besar jarang dijumpai di Biduk Biduk, hanya ada yang berukuran sedang seperti di Teluk Sumbang. Sedangkan pada daerah lepas pantai terdapat pulau-pulau kecil seperti Kaniungan Besar dan Kaniungan Kecil dengan kondisi lahan berbentuk datar.
Pontesi Sumber Daya Alam dari Terumbu Karang sampai Ke Hutan Dataran Rendah yang terancam di Kecamatan Biduk-Biduk 1. Ekosistem Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan istilah biologi untuk sebutan suatu ekosistem laut yang sangat unik karena secara keseluruhan ekosistem ini terjadi dari hasil proses biologi yang sangat kompleks dan seimbang dari berbagai organisme baik tumbuhan maupun hewan laut. Adapun sebutan “karang” sendiri merupakan istilah untuk substrat dasar berupa endapan-endapan masif berupa kalsium karbonat (CaCO3) yang dihasilkan oleh hewan-hewan karang (Phylum Cnidaria, ordo Scleractinia), jenis alga berkapur (calcareus alga) serta organisme penghasil kapur lainnya seperti sponge, molluska dan foraminifera. Khusus kondisi terumbu karang di sekitar Teluk Sulaiman dan Pulau Kaniungan Besar mempunyai tutupan substrat keras mencapai 70% dengan kombinasi campuran antara karang keras dan karang lunak. Tutupan karang keras sebesar 20% dan 40% (pada 2 titik lokasi penelitian survey REA 2003), dengan total species karang 179. Komposisi karang keras didominasi oleh Heliopora coerolea. Sedangkan karang lunak (soft coral) didominasi oleh Briareum sp. Ekosistem terumbu karang di kawasan Biduk-Biduk dalam pengamatan yang dilakukan pada tahun 2012 menunjukkan kondisi karang dengan rata-rata penutupan karang antara 0- 25 % dengan beberapa titik yang memiliki persentase penutupan antaran 50-75% yang terdiri dari karang keras dan karang lunak. hal ini disebabkan karena adanya ancaman penggunaan bom dan alat tangkap tidak ramah lingkungan seperti jaring dasar yang digunakan di daerah terumbu karang, serta tingginya sedimentasi yang diakibatkan pembuangan limbah rumah tangga yang berada di pesisir pantai. 2. Ekosistem Padang Lamun Ekosistem padang lamun adalah salah satu ekosistem pesisir yang ditumbuhi lamun (seagrass) sebagai vegetasi dominan. Lamun adalah kelompok tumbuhan berbji tertutup (angiospermae) dan berkeping tunggal (monokotil) yang mampu hidup secara permanen dibawah permukaan air laut (Sheppard et all.,1996). Batas ekosistem padang lamun berada diantara batas terendah pasang surut dan sampai kedalaman tertentu dimana sinar matahari bisa mencapai dasar perairan. Padang lamun merupakan satu ekosistem penting dengan produktivitas primer dan sekunder dan penghasil detritus yang tinggi sehingga dapat menunjang ekosistem lainnya. Ekosistem padang lamun juga memiliki peranan sebagai tempat asuhan (nursery ground), mencari makan (feeding ground), tempat berlindung dan tempat migrasi untuk beberapa jenis hewan (Sherpard et all,.1996). Secara khusus peranan padang lamun di
6
perairan Berau sangat penting mengingat kawasan ini merupakan kawasan tempat bertelur (nesting ground) dan mencari makan (feeding ground) penyu hijau yang sangat penting di perairan Indonesia. Di wilayah perairan Berau sendiri ditemukan sekitar 8 jenis lamun yaitu Halodule univervis, Halodule pinifolia, Cyamodocea rotunda, Syringodium isoetifolium, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovata dan Halophila ovalis. Sebaran jenis lamun dan penutupan padang lamun di pesisir Berau bervariasai antara 5 – 80%. Tutupan yang masih bagus dan sangat luas ditemukan di Maratua. Tutupan padang lamun di sekitar wilayah pesisir dekat daratan utama seperti di Kaniungan Besar, Teluk Sulaiman, Teluk Sumbang dan Biduk Biduk belum diketahui. 3. Ekosistem Mangrove Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem yang sangat produktif. Sebagian besar hasil produksi hutan mangrove memasuki sistem energi sebagai detritus atau bahan organik mati. Hanya sekitar 7% saja daunnya dimakan oleh herbivora, selebihnya serasah memasuki siklus energi sebagai detritus (Johnstone, 1981). Hutan Mangrove merupakan suatu ekosistem yang khas di garis pantai yang mempunyai beberapa fungsi penting, yaitu :
Fisik : Menjaga garis pantai dari abrasi/erosi pantai. Mangrove mempunyai kemampuan mengikat substrat tepi pantai dari gempuran ombak pantai. Biologi : Hutan mangrove dimanfaatkan oleh jenis-jenis ikan, reptilia, amphibia, aves, arthropoda, dan invertebrata sebagai tempat mencari makan (feeding ground), tempat istirahat (resting ground), tempat berlindung, tempat asuhan (nursery ground) dan tempat ruaya (proses migrasi dalam siklus hidup) beberapa jenis ikan dan crustacea. Tegakan mangrove juga merupakan habitat bagi satwa daratan seperti berbagai jenis primata (monyet, bekantan, beruk dll), reptil (buaya muara, ular) dan berbagai macam jenis burung. Sosial Ekonomi: Mangrove dimanfaatkan oleh manusia sebagai tempat budidaya air payau (aquaculture), bahan pembuat kertas (pulp), bahan bangunan, dll. Hutan mangrove juga menyediakan berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomi, seperti kerang, teripang, ikan bandeng, serta kepiting bakau.
4. Ekosistem Hutan Hutan di Kalimantan lebih dikenal dengan nama hutan campuran dipterocarpaceae dataran rendah, sebab pada hutan ini penyebaran dan potensi jenis dari suku dipterocarpaceae sangat dominan dibandingkan jenis pohon dari suku lainnya. Banyaknya jenis yang terdapat dalam suku dipterocarpaceae sangat menyulitkan dalam identifikasi, khususnya untuk tingkat jenis. Dari ciri vegetatif, beberapa jenis bahkan cenderung sangat sulit dibedakan antara satu dengan yang lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis Dipterocarpaceae yang terdapat di Kabupaten Berau mempunyai jumlah jenis Dipterocarpaceae yang tinggi yaitu 99 jenis. Total seluruh jenis yang ada di
7
wilayah Kalimantan (termasuk Brunei, Sarawak dan Sabah) sebanyak 267 jenis yang berarti sekitar 37% jenis tersebut di temukan di Kabupaten Berau. Kabupaten Berau memiliki hutan kapur dataran rendah yang kondisinya masih baik dan yang terbesar di Indonesia Timur. Sebagian besar hutan ini ada di wilayah Sangkulirang-Mangkaliat, termasuk Biduk Biduk di dalamnya. Pada lereng-lereng yang tidak terlalu curam, hutan ini biasanya didominasi oleh jenis-jenis dipterocarpus seperti Hopea spp dan Shorea spp (meranti). Selain itu Biduk Biduk juga memiliki potensi pohon kayu hitam kalimantan yang bernilai mahal. Pohon Ara (Ficus spp) yang merupakan sumber pakan bagi satwa liar juga masih sering terlihat dalam hutan ini. Disamping dikenal dengan keanekaragaman hayati, hutan kapur merupakan daerah tangkapan air yang penting bagi Kecamatan Biduk Biduk. Sayangnya, tidak ada satu lokasi pun dari hutan kapur di Biduk-Biduk masuk ke dalam status kawasan lindung. Status pengelolaan hutan di tempat ini berupa Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) untuk keperluan hutan produksi dan Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) bagi peruntukan hutan konversi. Kegiatan penebangan kayu secara legal melalui HPH telah berlangsung selama bertahun-tahun akibatnya pohon-pohon besar dengan diameter di atas 50 cm kebanyakan telah hilang, kecuali pada lereng-lereng curam yang sulit dijangkau oleh para penebang. Sedangkan hutan tersisa yang berada di KBNK kini menghadapi ancaman dari kegiatan penambangan batu bara dan semen putih – rencana akan beroperasi tahun 2012- dan rencana pembukaan perkebunan kelapa sawit.
5. Keanekaragaman Hayati Pesisir Berau mempunyai keanekaragaman jenis fauna perairan yang sangat beraneka ragam. Keanekaragaman jenis karang keras mencapai 460-470 jenis , menempati posisi nomor setelah Kepulauan Raja Ampat- Papua dalam keanekaragaman karang keras dunia. Jenis ikan karang mencapai 872 jenis dengan spesies dominan dari keluarga Gobidae, Labridae, dan Pomacentridae. Di Biduk Biduk sendiri, survei pada tahun 2003 berhasil menemukan 150 jenis karang keras (sekitar pulau Kaniungan Besar) dan sekitar 165 jenis ikan karang (pulau Kaniungan Besar dan Teluk Sulaiman) Beberapa jenis cetacea yang ditemui meliputi Lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus dan T. aduncus), Long-beaked Common Dolphin (Delphinus capensis tropicalis), Spinner Dolphin (Stenella longirostris), Spotted Dolphin (Stenella attenuata), Dwarft Spinner Dolphin (Stenella l. roseiventris), Lumba-lumba Irrawaddy/pesut (Orcaella brevirostris), Indo-Pasific Humpbacked Dolphin (Sausa chinensis), Finless Porpoise, Duyung serta beberapa jenis lumba-lumba lainnya. Sementara dari jenis paus yang teridentifikasi meliputi paus pembunuh palsu dan paus kepala melon. Bahkan berdasarkan informasi masyarakat setempat, mereka pernah menjumpai paus sperma, paus pembunuh dan paus bongkok. Di Biduk Biduk, lumba-lumba sering muncul di perairan sekitar Teluk Sumbang. Manta hanya ditemukan di lokasi sekitar Pulau Sangalaki. Tingginya massa zooplankton yang sangat melimpah di lokasi ini menjadikan lokasi tempat berkumpulnya manta ray untuk mencari makan dengan cara menyaring air laut. Keberadaan manta ray khususnya di pesisir Berau menjadikan daya tarik 8
tersendiri bagi wisatawan khususnya para penyelam. Biasanya manta berkumpul mencari makan saat air laut menjelang pasang dan surut kerena saat itu terjadi mobilisasi massa zooplankton yang tinggi disekitar Pulau Sangalaki. Sayangnya berdasarkan pengamatan para wisatawan penyelam keberadaan manta ray di sekitar Pulau Sangalaki mulai jarang ditemukan tanpa diketahui penyebabnya. Perairan Berau merupakan salah satu lokasi penting bagi penyu hijau atau green turtle (Chelonia mydas) untuk bertelur. Kondisi perairan yang kaya dan luas padang lamunnya menjadikan kawasan ini sebagai tempat mencari makan (feeding ground) dan bersarang (nesting ground) terbesar di kawasan Asia tenggara. Selain penyu hijau, juga ditemukan penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Di Biduk Biduk, kedua jenis ini mudah terlihat di perairan Teluk Sulaiman. Kawasan perairan Biduk-Biduk merupakan salah satu kawasan perairan konservasi, pada tahun 2012, perwakilan masyarakat dari 6 Kampung di Kecamatan Biduk-Biduk sepakat untuk memasukkan kawasan perairan yang berbatasan dengan kecamatan untuk dimasukkan dalam Kawasan Konservasi di wilayah perairan yang akan diusulkan kepada Pemerintah Kabupaten Berau. Tindak lanjut dari usulan ini adalah dimasukkannya perairan Biduk-Biduk sebagai kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang bernama Taman Pesisir Kepulauan Derawan yang kemudian disahkan melalui keputusan Bupati Berau No. 516 tahun 2013 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai Taman Pesisir Kepulauan Derawan, Kabupaten Berau. Hutan di Biduk Biduk diperkirakan menjadi habitat bagi 6 jenis primata yaitu owa kalimantan, bekantan (nasalis larvatus), beruk (macaca nemes trima), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung (Presbytis cristata ) dan bangkui (presbytis rubicunda). Beruang madu (Helarctos malayanus) dan babi hutan (Sus sp) cukup umum dijumpai bahkan pada beberapa tempat menjadi hama tanaman kelapa. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh TNC IMP pada akhir tahun 2011 terindentifikasi potensi Flora dan fauna sebagai berikut: 1. 22 Jenis Mamalia, 11 Famili 10 di antaranya di lindungi oleh Peraturan Pemerintah R.I Nomor 7 tahun 1999 2. 104 Jenis burung 38 famili, 6 jenis endemik atau jenis yang hanya ditemukan di Kalimantan 3. 164 jenis tumbuhan 50 famili, 5 jenis endemik Kalimantan Sementara di tepi pantai, Berang-berang pantai (Lutra lutra) sering terlihat mencari makan. Keanekaragaman burung diduga cukup tinggi, menarik dan tidak umum sebagaimana disebutkan oleh Holmes dalam MacKinnon et al (1996). Burung-burung yang sering terlihat adalah elang bondol (Haliastur indus), bangau tongtong (Leptostilos javanicus), kuau (Argusianus argus), serindit melayu (Loriculus galgulus), cekakak merah (Halcyon coromanda), Madi-hijau kecil (Calyptomena viridis), Cicadaun kecil (Chloropsis cyanopogon), kacembang gadung (Irena puella) dan beo (gracula religiosa). Pada beberapa lokasi hutan bakau seperti Teluk Sulaiman yang sangat luas dan belum terganggu ditemukan beberapa jenis reptilia seperti buaya muara (Crocodilus porosus), biawak (Varanus salvator) dan beberapa jenis ular.
9
6. Sejarah Biduk-Biduk Daerah Biduk Biduk berdasarkan penuturan masyarakat setempat, awal mulanya adalah rimba belantara tidak berpenduduk. Suku-suku dari Filipina Selatan seperti Solor (Sulu) terkadang mendatangi pesisir wilayah ini tetapi tidak untuk menetap. Penghuni pertama justru datang dari orang-orang Bugis yang mendirikan pemukiman di Pulau Kaniungan Besar, kemudian juga di Pulau Balikukup. Gangguan dari para perompak sering kali menghampiri pulau-pulau yang ditinggali masyarakat sehingga akhirnya memaksa para penghuninya untuk pindah ke daerah pesisir Biduk Biduk. Pada era kekuasaan Belanda, eksploitasi pemanfaatan sumber daya alam mulai berlangsung secara intensif, ditandai dengan berdirinya perusahaan penambangan batu bara Stenkollen Matschappy Parapattan (SMP) pada tahun 1912. Berpusat pada daerah Teluk Bayur, tempat ini tumbuh menjadi kota maju, memiliki sarana transportasi kereta, lori pengangkut batu bara, dan berbagai sarana rekreasi serta dihuni oleh para pekerja dan pengusaha dari Eropa. Salah satu situs peninggalan dari kegiatan ini dapat ditemukan di daerah Teluk Sulaeman – Biduk Biduk, berupa komplek bangunan pengolah kayu (sawmill) tua. Sayangnya bangunan ini hancur seiring dengan kedatangan perusahaan HPH dan menyisakan hanya sebuah sumur air tawar yang hingga kini masih dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Mendorong disain pengelolaan kawasan konservasi melalui tataguna lahan serta mendorong adanya legalitas oleh Bupati dikawasan Biduk-Biduk merupakan suatu langkah strategis TNC IMP untuk penyelamatan kawasan hutan mangrove sampai dataran rendah melalui pengelolaan oleh masyarakat dan pemerintah kecamatan. Masyarakat Biduk-Biduk yang tergabung kedalam Lembaga Kesejahteraan Masyarakat Labuan Cermin (Lekmalamin) telah berupaya untuk menyelamatkan kawasan hutan di Sekitar Labuan Cermin dengan mengusulkan perlindungan kawasan tersebut kepada bupati. 7. Konteks Politik dan Sosial Budaya -
Bupati Berau sudah beberapa kali berkunjung ke Biduk-Biduk dan menyatakan kepada media massa untuk melindungi kawasan hutan di sekitar Labuan Cemin.
-
Bupati Kabupaten Berau telah mengeluarkan Surat Keputusan Bupati No. 290 tentang Kawasan Lindung dan Wisata Alam Labuan Cermin di Kecamatan Biduk-Biduk sebagai dasar perlindungan kawasan Labuan Cermin.
-
Danau Labuan Cermin merupakan kawasan sebagai sumber air tawar yang dikelola oleh PDAM di kecamatan Biduk-Biduk
-
Masyarakat, Tokoh dan Pemerintah Kecamatan terus berjuang untuk melindungi kawasan Hutan di Biduk-Biduk dan berharap untuk dikembangkan sebagai kawasan Ekoturisme.
-
Camat akan mendorong adanya Rencana Strategis kecamatan Berau pada awal 2013.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Kecamatan Biduk-Biduk merupakan kawasan penting yang perlu dikembangkan dengan pendekatan yang berkelanjutan. Kampung Biduk-Biduk yang memiliki Danau Labuan Cermin sebagai ikon dari Biduk-Biduk dipilih sebagai titik awal penggalian informasi CAP
10
untuk dapat membantu dalam perencanaan pengelolaan yang dapat dilakukan pada tingkat kampung dan Kecamatan. .
11
Bab 3. Rencana Aksi Konservasi Kampung Biduk-Biduk Diagram yang dihasilkan dari informasi yang digali dari perwakilan masyarakat di Kampung Biduk-Biduk terkait dengan Rencana Aksi Konservasi
12
Table identifikasi CAP Kampung Biduk-Biduk
No
Target
1
Keanekargaman Hayati Kawasan Lindung Labuan Cermin dan sekitarnya di Kecamatan Biduk-Biduk
Ancaman langsung 1.1.
Aktivitas Penebangan Hutan di HPH dan HGU sekitar kawasan lindung semakin meningkat
Ancaman tidak langsung 1.1.1
1.1.2
1.1.3
Kebijakan pengelolaan hutan di sekitar kawasan Lindung Labuan Cermin yang tidak mempetimbangkan aspek keberlanjutan
Kurangnya pengawasan instansi terkait untuk pemanfaatan hutan oleh HPH atau afiliasinya yang tidak ramah lingkungan Tidak adanya peran pemerintah kampung/ masyarakat dalam pemanfaatan hutan HPH secara lestari
Kondisi Ideal/Tujuan 1.1.1
Adanya Kebijakan Pengelolaan hutan di sekitar kawasan Lindung Labuan Cermin yang mempertimbakan aspek keberlanjutan
Sasaran/ Strategi 1.1.1.1
1.1.1.2
Adanya badan pengelola kawasan lindung labuan cermin yang melibatkan masyarakat dan mengelola secara efektif Adanya rencana pengelolaan hutan di kawasan lindung labuan cermin dan hutan disekitarnya yang mempertimbangkan aspek berkelanjutan
1.1.1.3
Adanya peraturan kampung terkait pengelolaan kawasan lindung labuan cermin dan sekitarnya yang disepakati oleh masyarakat Adanya kesepakatan peran masyarakat dengan pemerintah untuk memastikan memanfaatan hutan yang ramah lingkungan oleh HPH Adanya kerjasama pemerintah kampung dan masyarakat dengan pengusaha untuk mendoring pemanfaatan hutan HPH secara lestari
1.1.2
Adanya pengawasan oleh instansi terkait terhadap pemanfaatan hutan oleh HPH sehingga mematuhi prinsip ramah lingkungan
1.1.2.1
1.1.3
Adanya peran pemerintah kampung dan masyarakat untuk mendorong pemanfaatan hutan HPH secara lestari
1.1.3.1
13
1.2.
Pembukaan Lahan secara luas oleh Perkebunan Sawit
1.2.1
1.2.2
Kebijakan (surat atau Ijin Usaha) Pengelolaan Hutan yg tumpang tindih sekitar Kawasan Lindung Labuan Cermin
Perencanaan pembangunan Kecamatan belum mengarah pada pengelolaan Kawasan Lindung Labuan Cermin dan sekitarnya secara berkelanjutan
1.2.1
1.2.2
Kebijakan (izin usaha) tidak tumpang tindih dan terlaksananya pengelolaan hutan yang berkelanjutan di sekitar Kawasan Lindung Labuan Cermin
1.2.1.1
Adanya perencanaan pengelolaan hutan sesuai dengan visi kecamatan atau kampung yang sesuai dengan visi kabupaten
1.2.1.2
Perencanaan pembangunan kecamatan yang mengarah pada pengelolaan kawasan Lindung Labuan Cermin dan sekitarnya secara berkelanjutan
1.2.2.1
Adanya pelibatan masyarakat dalam perijinan pengelolaan kawasan hutan di Kecamatan Biduk-biduk Adanya badan pengelola kawasan lindung labuan cermin yang melibatkan masyarakat
1.2.2.2
1.2.2.3
1.2.3
Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan manfaat hutan dan Kawasan Lindung Labuan cermin dan sekitarnya terhadap jasa lingkungan
1.2.3
Tingginya pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan manfaat hutan di Kawasan lindung Labuan Cermin dan sekitarnya terhadap Jasa lingkungan
1.2.3.1
1.2.3.2
1.2.3.3
Adanya rencana pengelolaan kawasan lindung labuan cermin oleh masyarakat yang terkait dengan perencanaan kabupaten Terlaksananya rencana pengelolaan secara efektif oleh badan pengelola Kampanye dan sosliasisasi fungsi dan manfaat hutan di kawasan lindung Labuan Cermin Pelibatan masyarakat dalam kampanye manfaat hutan di Kawasan Lindung Labuan Cermin Pengenalan usaha alternatif dari terjaganya kawasan lindung labuan cermin
14
1.3.
Pembukaan Lahan Kebun warga
1.3.1
Pembukaan kebun warga yang tidak tetap
1.3.1
Pembukaan kebun warga yang menetap dan menggunakan prinsip keberlanjutan
1.3.1.1
1.3.1.2
1.3.2
1.3.3
1.4.
Perburuan satwa
1.4.1
Perencanaan pembangunan kampung belum mengarah pada pengelolaan Kawasan Lindung, hutan dan perkebunan secara berkelanjutan
1.3.2
Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan manfaat hutan dan Kawasan Lindung Labuan cermin Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan manfaat satwa dalam kaitannya dengan kelestarian hutan dan jasa lingkungan
1.3.3
1.4.1
Adanya perencanaan pembangunan kampung yang mengarah pada pengelolaan kawasan lindung, hutan dan perkebunan secara berkelanjutan
1.3.2.1
Tingginya pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan manfaat hutan dan Kasawan Lindung Labuan Cermin Tingginya pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan manfaat satwa dalam kaitannya dengan kelestarian hutan dan jasa lingkungan
1.3.3.1
1.3.2.2
Penataan perkebunan warga melalui rencana penggunaan lahan kampung Peningkatan pemahamam masyarakat tentang partik perkebunan rakyat yang berkelanjutan Tersusunnya rencana pembangunan kampung memasukkan pengelolaan kawasan lindung, hutan dan kegiatan perkebunan secara berkelanjutan Adanya kesepakatan dalam rencana pembangunan kampung termasuk penggunaan lahan yang memasukkan pengelolaan kawasan lindung, hutan dan perkebunan secara berkelanjutan Kampanye fungsi dan manfaat hutan dan kawasan lindung labuan cermin
1.4.1.1
Peningkatan pemahaman masyarakat tentang keterkaitan hutan dan satwa dalam kelestarian hugan dan jasa lingkungan
1.4.1.2
Adanya sarana informasi sebagai pengingat pentingnya satwa hutan
15
1.4.2
1.4.3
Tidak adanya kesepakatan atau aturan yang mengatur mengenai perburuan satwa hutan dan air
1.4.2
Lemahnya pengawasan perburuan satwa oleh instansi terkait dan masyarakat
1.4.3
Adanya kesepakatan atau aturan yang mengatur mengenai perburuan satwa hutan dan air
1.4.2.1
1.4.2.2
Efektifnya pengawasan perburuan satwa oleh instansi terkait dan masyarakat
1.4.3.1
1.4.3.2
1.4.4
Rendahnya penghasilan Warga (Kepala Keluarga)
1.4.4
Penghasilan warga mencukupi kebutuhan keluarga (Kepala Keluarga)
1.4.4.1
1.4.4.2
1.5.
Pengambilan kayu utk kebutuhan bangunan, kapal dan perahu oleh masyarakt sekitar
1.5.1
Tingginya permintaan Kayu oleh Pengusaha Lokal
1.5.1
1.5.2
Tidak adanya aturan dan mekanisme penyediaan kayu yang dapat digunakan sebagai bahan baku komersial
1.5.2
Permintaan kayu dapat dipenuhi sesuai dengan potensi kawasan dengan cara yang berkelanjutan Adanya aturan dan mekanisme penyediaan kayu yang dapat digunakan sebagai bahan baku komersial
1.5.1.1
1.5.2.1
Adanya aturan atau kesepakatan tentang perburuan satwa hutan dan air Tersosialisasinya aturan dan kesepakatan tentang perburuan satwa hutan dan air di Biduk-Biduk Kerjasama masyarakat dengan pihak terkait mengenai pengawasan perburuan satwa liar Adanya mekanisme pengawasan efektif dalam pelaksanaan aturan perburuan satwa hutan dan air Mendorong usaha alternatif yang terbuka dari pengelolaan sda dan jasa lingkungan yang berkelanjutan Peningkatan kapasitas dalam mendorong mamajukan usaha alternatif Adanya Kerjasama dengan HPH untuk pemenuhan kebutuhan kayu Tersusunanya kesepakatan dan mekanisme penyediaan kampung yang digunakan sebagai bahan bagu usaha komersial
16
1.5.3
Lemahnya pengawasan terhadap kegiatan penebangan liar oleh warga
1.5.3
Adanya pengawasan yang efektif terhadap kegiatan penebangan liar oleh warga
1.5.3.1
1.5.4
Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan manfaat hutan dalam menjaga ketersediaan jasa lingkungan untuk masyarakat Rendahnya penghasilan Warga (Kepala Keluarga
1.5.4
Tingginya pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan manfaat hutan dalam menjaga ketersediaan jasa lingkungan untuk masyarakat Penghasilan warga yang mencukupi kebutuhan keluarga (Kepala Keluarga
1.5.4.1
1.5.5
1.5.5
1.5.5.1
1.5.5.2
1.5.5.3
1.6.
Membuang sampah di sembarang tempat
1.6.1
Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan di kawasan lindung Labuan cermin
1.6.1
Tingginya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan di kawasan lindung Labuan Cermin
1.6.1.1
1.6.1.2
1.6.2
Tidak adanya mekanisme pengolahan sampah yang efektif di kawasan lindung
1.6.2
Adanya mekanisme pembuangan dan pengolahan sampah yang efektif di kasawan lindung
1.6.2.1
Adanya kerjasama antara masyarakat dan pihak terkait tentang pengawasan kegiatan penebangan liar Peningkatan pemahaman masyarakat tentang manfaat hutan dan ketersediaan jawaa lingkungan yang berkelanjutan bagi masyarakat Adanya kemitraan dengan HPH dalam pengambilan Kayu Mendorong usaha alternatif yang terbuka dari pengelolaan sda dan jasa lingkungan yang berkelanjutan Peningkatan kapasitas dalam mendorong mamajukan usaha alternatif Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap kebersihan di kawasan lindung labuan cermin Sarana informasi pentingnya kebersihan di kawasan lindung labuan cermin Peningkatan pemahaman dan kapasitas dalam pengelolaan sampah di labuan cermin
17
Labuan Cermin
Labuan Cermin
1.6.2.2
1.6.2.3
1.6.3
Kurangnya sarana dan prasarana pembuangan dan pengolahan sampah
1.6.3
Terpenuhinya sarana dan prasarana pembuangan dan pengolahan sampah
1.6.3.1
1.6.3.2
1.6.4
2
Sumber Mata Air dan Danau Labuan Cermin
2.1
Pengelolaan air bersih (PAB) yang belum optimal
Kurangnya informasi dan pengawasan terhadap pengunjung yang tidak sadar akan pentingnya pelestarian lingkungan kawasan Labuan Cermin
1.6.4
Terlaksananya pemberian informasi dan pengawasan terhadap pengunjung akan pentingnya pelestarian Lingkungan di Kawasan Labuan Cermin
1.6.4.1
2.1.1
Masih tergantungnya pengelolaan terhadap pemerintah kabupaten
2.1.1
adanya pengelolaan yang tidak tergantung dengan pemerintah kabupaten
2.1.1.1.
2.1.2
Belum adanya perencanaan pengembangan pengelolaan air bersih (PAB) di Biduk-Biduk
2.1.2
Adanya perencanaan pengelolaan air bersih di Biduk Biduk
2.1.2.1
1.6.4.2
Tersusunya aturan dan mekanisme pembuangan dan pengolahan sampah Terlaksananya aturan dan mekanisme pembuangan dan pengolahan sampah di kawasan lindung labuan cermin Kerjasama masyarakat dan instasi terkait penyediaan sarana dan prasarana pembuangan dan pengolahan sampah Tersusunnya mekanisme perawatan sarana dan prasarana pembuangan dan pengolahan sampah Adanya aturan dan kesepakatan terkait sampah dan kebersihan di kawasan labuan cermin tersusunnya mekanisme pengawasan terkait kebersihan dan sampah di masyarakat Adanya rencana pengelolaan PAB yang mandiri Tersusunnya rencana pengelolaan PAB yang berkelanjutan dan mandiri
18
2.2
Pembukaan lahan di sekitar Kawasan Labuan Cermin
2.1.3
Tidak adanya peran masyarakat dalam pengelolaan air bersi di Biduk-Biduk
2.1.3
Pengelolaan air bersih dengan melibatkan masyarakat lokal
2.1.3.1
2.2.1
Masih tingginya permintaan kayu oleh pengusaha lokal Rendahnya pemahaman warga terhadap kondisi hutan sebagai penopang sumber mata air danau labuan cermin (kawasan kars) tidak adanya pengawasan terhadap pembukaan lahan di kawasan labuan cermin
2.2.1
Adanya pembatasan terhadap permintaan kayu oleh pengusaha lokal Tingginya pemahaman warga terhadap kondisi hutan sebagai penopang sumber mata air danau Labuan Cermin (Kawasan Kars) Adanya pengawasan terhadap pembukaan lahan di Kawasan Labuan Cermin
2.2.1.1.
2.2.2
2.2.3
2.2.2
2.2.3
2.2.2.1
sama dengan strategi peningkatan pemahaman masyarakat tentang kawasan labuan cermin
2.2.3.1
Adanya aturan dan kesepakatan tentang pengelolaan kawasan labuan cermin Adanya badan pengelolan kawasan labuan cermin yang mengawasi pembukaan lahan Peningkatan pemahaman masyarakat tentang pencemaran air oleh solar dan mesin kapal
2.2.3.2
2.3
Pencemaran air di Kawasan Labuan Cermin
2.3.1
Pencemaran oleh solar atau mesin kapal di kawasan hilir labuan cermin
2.3.1
Berkurangnya pencemaran oleh solar dan mesin kapal
Adanya kesepakatan kemitraan antara masyarakat dan pemerintah dalam PAB di Labuan Cermin sama dengan strategi permintaan kayu
2.3.1.1
2.3.1.2
2.3.1.3
2.3.1.4
Adanya aturan tentang pembuangan solar dan oli mesin kapal di kawasan labuan cermin adanya sarana pembuagan oli dan solar kapal di kawasan labuan cermin Pengawasan aturan tentang pembuangan solar dan oli mesin
19
2.3.2
Pembuangan sampah di perairan atau di dalam danau labuan cermin oleh warga dan pengunjung
2.3.2
Tidak adanya pembuangan sampah di perairan atau di dalam danah labuan cermin oleh warga dan pengunjung
2.3.2.1
2.3.2.2
2.3.2.3
2.3.3
2.3.4
3
Ikan, Terumbu Karang dan Biota laut lainnya di kawasan Labuan Cermin dan sekitarnya
3.1
Praktik penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan
3.1.1
Penggunaan sabun atau detergen oleh pengunjung di dalam labuan cermin dan oleh warga ke perairan yang terhubung dengan labuan cermin
2.3.3
Rendahnya pemahaman warga terkait kualitas air akibat pencemaran di kawasan labuan cermin
2.3.4
Kurangnya pengawasan dan penegakan hukum oleh instansi terkait tentang alat tangkap ramah lingkungan
3.1.1
Tidak adanya pencemaran oleh sabun atau detergen oleh pengunjung di dalam labuan cermin dan berkurangnya pembuangan air cuci oleh warga ke perairan yang terhubung dengan labuan cermin atau di dalam labuan cermin
2.3.3.1
Tingginya pemahaman warga terkait kualitas air dan akibat pencemaran di kawasan labuan cermin
2.3.4.1
Efektifnya pengawasan dan penegakan hukum oleh instansi terkait tentang alat tangkap ramah lingkungan
3.1.1.1
2.3.3.2
2.3.3.3
2.3.4.2
Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap sampah di perairan dan area labuan cermin Adanya aturan mengenai kebersian dan sampah di labuan cermin Adanya sarana informasi tentang pentingnya menjaga kebersihan di kawasan labuan cermin Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap sampah di perairan dan area labuan cermin Adanya aturan mengenai kebersian dan sampah di labuan cermin Adanya sarana informasi tentang pentingnya menjaga kebersihan di kawasan labuan cermin Adanya data dan informasi tentang kualitas air di labuan cermin Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap kualitas air dan pencemaran di kawasan labuan cermin Kerjasama dengan pihak terkait dalam pengawasan dan penegakan hukum terkait penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan
20
3.1.1.2
3.1.2
3.1.3
3.2
Pencemaran air/ sampah dan sedimentasi dari kegiatan di daratan
Kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya ekosistem pesisir (terumbu karang, lamun dan mangrove) terhadap ketersediaan sumberdaya ikan
3.1.2
Masih adanya pasar dan penampung yang menampung ikan dengan penangkapan tidak ramah lingkungan
3.1.3
3.2.1
Adanya Penebangan / pengambilan Kayu di kecamatan biduk-biduk
3.2.1
3.2.2
Tingginya ancaman Sedimentasi akibat pembukaan perkebunan sawit dan pemcemaran akibat limbah pengolahan sawit
3.2.2
Tingginya pemahaman masyarakat tentang pentingnya ekosistem pesisir (terumbu karang, lamun dan mangrove) terhadap ketersediaan sumberdaya ikan
3.1.2.1
Berkurangnya pasar ikan tidak ramah lingkungan dan tidak adanya penampung yang menerima ikan hasil penangkapan tidak ramah lingkungan Penebangan kayu menggunakan prinsip berkelanjutan dan dengan efek yang tidak merusak perairan Berkurangnya ancaman sedimentasi akibat pembukaan perkebunan sawit dan pencemaran akibat limbah pengolahan sawit
3.1.3.1
3.1.2.2
3.1.3.2 3.2.1.1
3.2.2.1
3.2.2.2
Peningkatan kapasitas masyarakat dan pihak terkait dalam pengawasan Peningkatan pemahaman masyarakat tentang pentingnya ekosistem pesisir terhadap ketersediaan sumber daya ikan Adanya sarana informasi tentang pentingnya menjaga kebersihan di kawasan labuan cermin adanya kerjasama dengan pihak terkait tentang pencabutan perijinan penampung tidak ramah lingkungan Kampanye bahaya ikan tidak ramah lingkungan strategi sama dengan penebangan kayu di kawasan labuan cermin dan sekitarnya adanya pengawasan pembukaan perkebunan sawit yang sesuai dengan aturan yang meminimalisir dampak sedimentasi ke perairan adanya pengawasan yang intensif terhadap limbah pengolahan sawit
21
3.2.3
Adanya Pencemaran oleh sampah dan air detergen dari kegiatan rumah tangga
3.2.3
3.2.4
Pemahaman warga yang masih rendah terkait sampah dan pencemaran terhadap terumbu karang dan sumberdaya laut
3.2.4
Tidak adanya pencemaran oleh sampah dan berkuranganya pencemaran air detergen dari limbah rumah tangga Tingginya pemahaman warga terkait sampah dan pencemaran terhadap terumbu karang dan sumberdaya laut
3.2.3.1
sama dengan stragegi pengurangan sampah dan pemcemaran oleh limbah rumah tangga
3.2.4.1
Peningkatan pemahaman warga terkait pencemaran (sampah, sedimentasi, limbah rumah tangga) terhadap terumbu karang dan biota laut Adanya sarana informasi tentang pentingnya menjaga kebersihan di kawasan labuan cermin Peningkatan pemahaman masyarakat dan nelayan tentang dampak pembuangan jangkar pada kerusakan terumbu karang Adanya sarana informasi tentang bahaya jangkar terhadap kerusakan terumbu karang Adanya pengawasan yang efektif terkait pembatasan kawasan terumbu karang yang tidak boleh menggunakan jangkar Kerjasama dengan pihak terkait dalam perencanaan, pengadaan dan perawatan fasilitas tambat kapal sebagai pengganti jangkar
3.2.4.2
3.3
Pembuangan jangkar kapal di sembarang tempat
3.3.1
3.3.2
3.3.3
Rendahnya pemahaman masyarakat nelayan akan akibat jangkar terhadap kerusakan terumbu karang
Belum terlaksananya aturan mengenai pembatasan kawasan yang tidak boleh membuang jangkar tidak adanya pelampung atau fasilitas yang dapat mengganti jangkar sebagai penambat kapal
3.3.1
3.3.2
3.3.3
Tingginya pemahaman nelayan akan dampak pembuangan jangkar sembarang terhadap kerusakan terumbu karang
3.3.1.1
Terlaksananya aturan mengenai pembatasa kawasan yang tidak boleh menambat dengan menggunakan jangkar tersedianya pelampung tambat atau fasilitas lain sebagai pengganti jangkar
3.3.2.1
3.3.1.2
3.3.3.1
22
3.3.3.2
3.3.3.3
4
Mangrove
4.1
Pembukaan Lahan Mangrove di Kecamatan BidukBiduk
4.1.1
4.1.2
Belum adanya sosialisasi informasi mengenai kawasan mangrove yang dilindungi oleh pemerintah Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap pengerusakan kawasan mangrove
4.1.1
Adanya sosialisasi informasi mengenai kawasan mangrove yang dilindungi oleh pemerintah
4.1.1.1
4.1.2
Efektifknya pengawasan dan penegakan hukum terhadap kegiatan pengerusakan mangrove
4.1.2.1
4.1.2.2
4.1.3
belum adanya perencanaan penggunaan lahan yang melindungi kawasan mangrove yang disosialisasikan kepada masyarakat
4.1.3
Adanya perencanaan penggunaan lahan yang mencakup perlindungan terhadap kawasan mangrove yang melibatkan masyarakat
4.1.3.1
Adanya kesepakatan dan aturan kecamatan/kampung kepada masyarakat untuk menjaga fasilitas tambat kapal Penjangkauan aturan dan informasi tambat kapal kepada instansi terkait dan nelayan lain yang beroperasi di perairan biduk-biduk Peningkatan pengetahuan masyarakat dan pihak terkait tentang perlindungan kawasan mangrove Kesepakatan kerjasama dengan instansi terkait mengenai pengawasan kegiatan pengerusakan mangrove tersusunnya mekanisme pengawasan kegiatan pengerusakan mangrove Sama dengan strategi penyusunan perencanaan pembangunan kampung yang masukkan perlindungan thd kawasan mangrove
23
4.2
Pengambilan Kayu mangrove untuk pembuatan rangka Kapal di sekitar Kawasan Labuan Cermin
4.1.4
Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan manfaat mangrove
4.1.4
Tingginya pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan manfaat mangove
4.1.4.1
4.2.1
Tingginya permintaan kapal dari luar daerah
4.2.1
4.2.1.1
4.2.2
Susah didapatnya kayu pengganti mangrove untuk pembuatan rangka kapal rendahnya pemahaman pengusaha kapal tentang fungsi mangrove kurangnya pengawasan terhadap penggunaan kayu mangrove oleh pengusaha kapal
4.2.2
Permintaan kapal dapat dibatasi dengan daya dukung lingkungan Terdapatnya kayu pengganti yang ramah lingkungan untuk pembuatan rangka kapal Tingginya pemahaman pengusaha kapal tentang fungsi mangrove Efektifnya pengawasan terhadap penggunaan kayu mangrove oleh pengusaha kapal
4.2.3
4.2.4
4.2.3
4.2.4
Peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap fungsi dan manfaat mangrove / terkait dengan penyadaran pentingnya ekosistem pesisir sama dengan strategi permintaan kapal
4.2.2.1
Kerja sama dengan perusahaan HPH dalam penyediaan Kayu
4.2.3.1
Peningkatan pemahaman pengusaha kapal tentang fungsi mangrove
4.2.4.1
Kesepakatan kerjasama dengan instansi terkait mengenai pengawasan penggunaan mangrove sebagai bahan baku pembuatan kapal komersial tersusunnya mekanisme pengawasan penggunaan kayu mangrove untuk kapal komersial
4.2.4.2
24
Referensi Indecon. 2011. Kajian Potensi dan Rencana Aksi Pengembangan Ekowisata di Kecamatan Biduk-Biduk, Kabupaten Berau. The Nature Conservany - WWF Joint Program Berau.J.W.F Slik.Lawland Dipterocarp forest of East Kalimantan Indonesia Pemerintah Kabupaten Berau. 2013. Keputusan Bupati Berau Nomor 290 Tahun 2013 tentang Penunjukan Kawasan Wisata Alam dan Wisata Alam Labuan Cermin di Kecamatan Biduk-Biduk. Pemerintah Kabupaten Berau. 2013. Keputusan Bupati Berau Nomor 516 Tahun 2013 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai Taman Pesisir Kepulauan Derawan, Kabupaten Berau. The Nature Conservancy. 2006. Conservation Action Planning Handbook, Developing Strategies Taking Action and Measuring Success at Any Scale. Version December 2006. The Nature Conservancy, Coastal and Marine Program. 2010. Report on a Rapid Ecological Assessment of the Derawan Islands, Berau District, East Kalimantan, Indonesia, October 2003. The Nature Conservancy, Coastal and Marine Program. Bali. The Nature Conservancy. 2012. Laporan Sosioekonomi dan Biodiversity Labuan Cermin, Desa BidukBiduk, Kecamatan Biduk-Biduk, Kabupaten Berau. The Nature Conservancy - Berau.
25