Tinjauan Teoritik Tentang Kepuasan Kerja Dosen Dan Komitmen Dosen Terhadap Organisasi Pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Ismulyana Djan
ABSTRACT The purpose of this articleistoprovide an understandingand strengthen thetheoreticalunderstandingofjob satisfactionand organizational commitment. Based on thetheoretical, job satisfaction can be concluded isthe responselectureraboutfeelinglike or disliketheaspects ofa job that givesimportance tothe psychologicaland physicalneeds andlectureron the meaning ofworkreplections, while the lecturer of organizational commitment is emotion a very deepsense ofa member ofthe organization andalso aprocessto express theirinterestandparticipation inthe organization,also abiasagainst theperson as amember of the organizationtoplay an activeorganizationin order to achieveorganizational goals.
Keywords : Job satisfaction ; organizational commitment.
ABSTRAK Tujuan artikel ini adalah untuk memberikan pengertian dan memperkuat pemahaman secara teoritik tentang kepuasan kerja dan komitmen terhadap organisasi. Berdasarkan tinjauan teoritik, kepuasan kerja dosen dapat disimpulkan adalah respon dosen mengenai perasaan suka atau tidak suka terhadap aspekaspek pekerjaan yang memberikan arti penting bagi pemenuhan kebutuhan psikologis dan fisik serta repleksi dosen dalam memaknai pekerjaan, sedangkan komitmen dosen terhadap organisasi adalahrasa keikatan yang sangat mendalam seorang anggota terhadap organisasi dan juga merupakan suatu proses mengekpresikan perhatian dan partisipasi terhadap organisasi, juga merupakan keberpihakan seseorang sebagai anggota organisasi terhadap organisasinya dengan berperan aktif dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kata Kunci :Kepuasan Kerja; Komitmen terhadap Organisasi. A.
PENDAHULUAN
1
Peran sumber daya manusia (SDM) dalam sebuah organisasi memegang fungsi yang sangat sentral dan kunci untuk mencapai tujuan organisasi, oleh karena itu peran dan fungsinya tidak mudah untuk digantikan oleh sumber daya organisasi lainnya. SDM adalah aset organisasi yang mampu menumbuhkan organisasi dan senantiasa berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungannya yang terus berubah. Keberadaan sumber daya manusia dalam kondisi lingkungan yang terus berubah tidak dapat dipungkiri pentingnya, oleh karena itu SDM dituntut untuk mampu beradaptasi yang tinggi agar mereka tidak tergilas oleh perubahan itu sendiri. Sumber daya manusia dalam organisasi juga harus senantiasa berorientasi terhadap visi, misi, tujuan dan sasaran organisasi di mana dia berada di dalamnya. Sumber daya manusia dalam suatu organisasi perguruan tinggi diantaranya adalah staf pengajar atau tenaga pendidik atau lebih dikenal dengan Dosen. Dosen tidak saja berperan untuk melakukan transfer of knowledge dan transfer of attitude, tetapi juga menjadi agen perubahan yang diharapkan mampu membawa organisasi pendidikan tempatnya berkiprah menjadi tumbuh dan berkembang, serta mampu membangun masyarakat yang cerdas dari hasil proses pendidikan yang diselenggarakan. Umumnya Dosen dalam perguruan tinggi terdiri dari Dosen tetap dan Dosen Tidak tetap. Meskipun dalam instrumen penilaian kinerja khususnya di lembaga pendidian tinggi lebih memfokuskan pada penilaian kinerja dosen dalam arti Dosen tetap, namun dalam realitasnya, peranan Dosen Tidak tetap tidak dapat dikecilkan artinya di dalam membesarkan perguruan tinggi maupun dalam mencetak mahasiswa yang unggul, salah satu penentu kualitas proses pendidikan dan pengajaran dalam perguruan tinggi peranan dosen baik tetap maupun tidak tetap sangatlah penting, kualitas proses
2
akademik inilah yang akan berdampak pada kualitas lulusan sebagai output perguruan tinggi dari suatu sistem pendidikan tinggi, dan berujung pada kualitas outcomesyaitu tingkat penerimaan lulusan bagi pengguna lulusan itu sendiri. Oleh karenanya tidak adil dan tidak seimbang jika penilaian terhadap Dosen hanya ditujukan pada Dosen tetap saja, apalagi secara faktual sering ditemukan jumlah dosen tidak tetap pada perguruan tinggi swasta lebih banyak dibanding dengan Dosen tetapnya. Menilai dan mempelajari Dosen Tidak tetap pada Perguruan Tinggi Swasta akan memberikan gambaran lengkap mengenai kondisi obyektif tentang peran dan kontribusi Dosen terhadap nilai dan mutu perguruan tinggi itu sendiri. Salah satu unsur penting yang tidak boleh lepas dari Dosen, baik tetap maupun tidak tetap adalah adanya komitmen terhadap perguruan tinggi tempat dia mengabdikan diri, atas tugas dan tanggung jawabnya atau yang sering disebut sebagai komitmen terhadap organisasi (Organizational commitment). Komitmen akan terbentuk jika dosen sebagai anggota organisasi terpuaskan dalam segala hal, atau mungkin sebaliknya. Hal ini menunjukkan dua faktor utama yang menjadi fokus utama dalam artikel ini, yaitu Kepuasan Kerja (job satisfaction) dan komitmen terhadap organisasi ( organizational commitment). Dan untuk memberikan pemahaman lebih mendalam tentang landasan teoritik dari dua faktor tersebut maka akan dibahas secara lengkap dan komprehensif pada pembahasan artikel sebagai berikut. B.
TINJAUAN
TEORITIK
KEPUASAN
( JOB SATISFACTION )
3
KERJA
DOSEN
Wood et al (2001:113), mendefinisikan kepuasan kerja adalah “Job satisfaction is the degree to which an indiviual feels positively or negatively about work”.(kepuasan kerja adalah sejauhmana seseorang merasa positif atau negatif terhadap pekerjaannya). Dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah a. Pekerjaan itu sendiri (the work), b. Kualitas Pengawasan (Quality of supervision), c. Hubungan dengan rekan kerja (Relationships with co-workers), d. kesempatan promosi (Promotion opportunities), dan e. Gaji (Pay). Sedangkan Robbins ( 2006 : 94), mendefinisikan: Kepuasan kerja adalah sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja itu; seseorang yang tak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu.
Ketika orang berbicara mengenai sikap karyawan, lebih sering mereka
merujuk ke kepuasan kerja. Memang keduanya sering saling menggantikan. Kepuasan kerja sebagai sikap umum individu terhadap pekerjaannya , definisi tersebut jelas sangat luas maknanya. Namun definisi itu tertanam dalam konsep tersebut. Harus diingat, pekerjaan seseorang lebih dari sekedar kegiatan mencolok, menata kertas, menulis kode pemrograman, menunggu konsumen, atau mengemudikan truk. Pekerjaan membutuhkan interaksi dengan rekan kerja dan para atasan; mematuhi aturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja, hidup dengan suasana kerja yang sering kali kurang dari ideal, dan semacamnya. Hal itu berarti penilaian karyawan atas seberapa puas atau tidak puas dirinya dengan pekerjaannya adalah perhitungan rumit dari sejumlah elemen pekerjaan yang sensitif.
4
Robbins (2006:103), menjelaskan bagaimana kemudian, kita mengukur konsep tersebut?. Salah satu pendekatan perhitungan aspek pekerjaan yang lebih canggih adalah pendekatan yang mengidentifikasi elemen-elemen pekerjaan tertentu dan menanyakan perasaan karyawan terhadap elemen-elemen tersebut dan faktor-faktor kepuasan kerja yang umumnya disertakan adalah : a. Suasana pekerjaan, b. Pengawasan c. Tingkat upah d. Peluang promosi, dan e. Hubungan dengan mitra kerja. Faktor-faktor tersebut diperingkatkan berdasarkan skala yang distandarkan dan kemudian ditambahkan untuk mendapatkan skor kepuasan kerja secara keseluruhan. Hal senada dikemukakan
locke dalam
Luthan (2006:243), tentang
kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau sikap kognitif, afektif, dan evaluatif dan menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting.
Dan terdapat lima dimensi
pekerjaan telah diidentifikasi untuk merepresentasikan karakteristik pekerjaan yang paling penting dimana karyawan memiliki respon afektif.kelima dimensi tersebut adalah a. Pekerjaan itu sendiri. b. Gaji. c. Kesempatan promosi. d. Pengawasan. Dan e. Rekan kerja. McShane & Von Glinow (2010:108) berpendapat bahwa Job satisfaction : a person's evaluation of his or her job and work context. ( Kepuasan kerja adalah evaluasi seseorang atas pekerjaan dan dirinya serta konteks pekerjaannya). Sedangkan
faktor-faktor
yang
menjadi
5
dasar
penilaian
seseorang
atas
pekerjaannya adalah pada, a. Karakteristik pekerjaan yang dirasakan, b. Lingkungan pekerjaan dan c. Pengalaman emosional di tempat kerja. Colquit et al (2009:105), berpendapat bahwa; Job satisfaction is defined as a pleasurable emotional state resulting from the appraisal of one's job or job experiences. Kepuasan kerja didefinisikan sebagai suatu keadaan emosional yang menyenangkan yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan seseorang atau didapatkan dari pengalaman pekerjaannya. Ada perasaan senang yang dirasakan oleh seseorang terhadap apa yang telah dikerjakan, perasaan ini sangatlah relatif yang secara phsikis memberikan dampak yang kuat akan kepuasan terhadap kerja seseorang. Lebih
lanjut
Colquit,
mengemukakan
bahwa
kepuasan
kerja
itumewakilibagaimana perasaan Anda tentangpekerjaan Andadanapa yang Anda pikirkantentangpekerjaanAnda. Karyawandengankepuasan kerjatinggi memiliki perasaanpengalamanpositif,ketika
merekaberpikirtentangtugas-tugasmerekaatau
mengambilbagian dalamkegiatantugas. Karyawandengankepuasan kerjarendah memiliki
perasaan
pengalamannegatifketika
merekaberpikirtentangtugas-
tugasmerekaatau mengambilbagiandalamkegiatantugasmereka. Berkaitan dengan kondisi psikologis Kreitner dan Kinichi
(2003:125)
mengemukakan, job satisfaction is an affective or emotional response toward various facets of one’s job.(kepuasan kerja merupakan kesan atau tanggapan emosional terhadap sesuatu pekerjaan). Definisi tersebut diartikan bahwa kepuasan kerja bukanlah sebuah konsep kesatuan. Sebaliknya, seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek saja atau pekerjaannya saja dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek lainnya.
6
Sedangkan mengenai hasil kepuasan kerja Luthan, berpendapat bahwa dari sudut pandang masyarakat dan karyawan individu, kepuasan kerja merupakan hasil yang diinginkkan. Akan tetapi, dari perspektif keefektifan organisasi dan manajerial yang pragmatis, penting untuk mengetahui bagaimana kepuasan kerja berhubungan dengan variabel hasil. Misalnya, jika kepuasan kerja tinggi, akankah karyawan berkinerja lebih baik dan organisasi menjadi lebih efektif ? Jika kepuasan kerja rendah, apakah akan ada masalah kinerja dan ketidakefektifan ? Pertanyaan tersebut telah diajukan pada peneliti dan praktisi selama bertahuntahun. Tidak ada jawaban yang sederhana, dan hasilnya berkisar dari yang kuat sampai yang lemah. Dalam membahas kepuasan kerja, penting untuk menganalisa serangkaian hasil yang spesifik. Spector (2008:223), mengemukakan
bahwa: Job satisfactions is an
attitudinal variable that reflects how people feel about their jobs overall as Well as about various aspects of the jobs. In simple terms, job satisfaction is the extent to which people like their jobs; job dissatisfaction is the extent to which they dislike
them.(Kepuasankerjamerupakanvariabelsikapyang
mencerminkanbagaimana perasaan orangtentangkeseluruhan pekerjaannyadari berbagai macam aspekpekerjaan.Secarasederhana, kepuasankerjaadalahsejauh manaorang-orangmenyukai
pekerjaannya;
sedangkan
ketidakpuasankerjaadalahsejauh manamerekatidak menyukainya.) artinya kita bisa menyimpulkan bahwa kepuasan kerja lebih menekankan pada apa yang telah kita kerjakan dan bagaimana sikap kita terhadap pekerjaan tersebut menyukai atau tidak menyukai. Hal ini sangat terkait dengan kepuasan kerja yang dirasakan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja spector membagi
7
menjadi : a. Pay, b. Promotion opportunities, c. Fringe benefit, d. Supervision, e. Co-workers, f. Job conditions, g. Nature of the work, h. Communication, And i. Security. Gibson et al (2006:373), mengemukakan; job satisfaction an individual’s expression of personal well-being associated with doing the job assigned. Bahwa kepuasan kerja merupakan ekspresi individu atas kesenangan pribadi yang terkait dengan melakukan pekerjaan yang ditugaskan. Lebih
lanjut
Gibson
et
al
(2006:373),
Menjelaskan
bahwa
Kepuasankerjatergantungpadatingkathasilintrinsikdan ekstrinsikdanbagaimanaseorang
pegawai
memandang
tentang
pencapaian
hasilnya.Hasil-hasil inimemilikinilaiyang berbedauntukorang yang berbeda.Bagi sebagianorang,
kerja
yang
bertanggung
jawabdanmenantangmungkinmemilikinilainetralataubahkannegatif,tergantungpad apendidikandanpengalamansebelumnya.
SementaraBagioranglain,
hasilkerjatersebutdapatmemilikinilai positif tinggi. Robbins (2006:105), menjelaskan dampak kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan, ketertarikan para manajer terhadap kepuasan kerja cenderung berpusat pada dampaknya terhadap kinerja karyawan. Para peneliti telah menagkap ketertarikan tersebut, sehingga kita menemukan banyak penelitian yang dirancang untuk menilai dampak kepuasan kerja pada produktivitas karyawan, keabsenan, dan pengunduran diri, mari kita lihat kondisi pengetahuan kita saat ini. Kepuasan dan produktivitas, cenderung para pekerja yang bahagia tidak selalu menjadi pekerja yang produktif. Pada level individu, bukti tersebut menunjukkan bahwa pernyataan kebalikannya justru lebih akura-bahwa produktivitas berkemungkinan
8
membuahkan kepuasan. Kepuasan keabsenan, kita menemukan hubungan negatif yang konsisten antara kepuasan dan keabsenan, meski tentu masuk akal bahwa karyawan yang tidak puas berkumungkinan lebih besar absen dari pekerjaannya, faktor-faktor lain mempunyai dampak pada hubungan itu dan mengurangi koefisien hubungan itu.
Kepuasan dan pengunduran diri, kepuasan juga
berkorelasi negatif dengan pengunduran diri, namun hubungan tersebut lebih kuat dari apa yang kita temukan untuk keabsenan. Namun, kembali faktor-faktor lain seperti kondisi bursa kerja, harapan-harapan tentang peluang pekerjaan alternatif, dan panjangnya masa kerja pada organisasi tertentu merupakan rintanganrintangan penting bagi keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaan seseorang saat ini. Kinicki and Williams (2007:358), menyampaikan bahwa : job satisfaction is the extent to which you feel positively or negatively about varios aspects of your work . ( Kepuasan kerja adalah sejauh mana Anda merasa positif atau negatif tentang berbagai macam aspek dari pekerjaan Anda ).Kebanyakan orang tidak suka segala sesuatu mengenai pekerjaan mereka. Kepuasan mereka secara keseluruhan tergantung pada bagaimana mereka merasa puas dan tidak puas tentang beberapa komponen kepuasan kerja diantaranya, seperti isi pekerjaan itu sendiri, Gaji, Promosi Jabatan, Kondisi rekan kerja, dan pengawasan. Dan aspek penting yang sangat berhubungan erat dengan kepuasan kerja adalah motivasi yang kuat, keterlibatan kerja, komitmen terhadap organisasi, kepuasan hidup dan berkurangnya ketidakhadiran, keterlambatan, turnover karyawan, serta stres yang dirasakan.
9
Hal senada juga dikemukakan oleh Newstrom and Davis (2002:208), tentang unsur-unsur kepuasan kerja karyawan yaitu; Elements job satisfaction is a set of favorable or unfavorable feeling and emotions with which employees view their work. job satisfaction is an affective attitude a feeling of relative like or dislike toward something (for example, a satisfied employee may comment their "I enjoy having a variety of tasks to do). Unsur
kepuasan
kerja
adalah
seperangkat
perasaan
dan
emosi
menyenangkan atau tidak menyenangkan pandangan karyawan terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah sikap afektif sebuah perasaan yang relatif suka atau tidak suka terhadap sesuatu (misalnya, seorang karyawan merasa puas mungkin akan berkomentar "saya menikmati berbagai tugas untuk dikerjakan "). Unsur ini menjelaskan pada kita bahwa kepuasan kerja merupakan perasaan yang relatif yang dirasakan oleh pegawai tentang pekerjaannya baik yang ada pada dirinya maupun lingkungan disekitarnya. Ada salah satu teori yang cukup dikenal dikalangan praktisi dan akademisi berkenaan dengan kepuasan kerja ( job satisfaction ) dan tidak sedikit yang menggunakan teori ini sebagai dasar untuk menilai karyawan atau pegawai dalam sebuah organisasi yang dipimpinnya, para pemimpin tersebut begitu yakin dengan teori ini akan dapat memecahkan persepsi karyawan akan tingkat kepuasan kerja yang dirasakan, teori ini adalah yang dikemukakan oleh Colquit et al, dengan Value–Percept theory. , satu teori yang menjelaskan tentang pengukuran tingkat kepuasan kerja secara menyeluruh ( overall job satisfaction )
dengan
mengelompokan kedalam 5 katagori yang diukur, diantaranya yaitu : kepuasanGaji, kepuasanpromosi jabatan, kepuasanpengawasan, kepuasanrekan
10
kerja, dan kepuasandenganpekerjaan itu sendiri, sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut : (Pay want - Pay have ) X Pay Importance
(Promotionwant – Promotion X Pay Importance
Pay satisfaction
have
)
Promotion satisfaction
(Supervision want - Supervision have ) X Pay Importance
satisfaction
(Coworker want - Coworker have ) X Pay Importance
Coworker satisfaction
(Work want - Work have ) X Pay Importance
Satisfaction with the work itself
Supervision
OVERALL JOB SATISFACTION
Gambar 1 : The Value-Percept Theory of Job Satisfaction Kepuasan
Gaji
(
pay
),mengacupadaperasaankaryawantentanggajimereka,
satisfaction
termasukapakahgaji
yang
mereka terima dapat dikatagorikan, aman, danmemadai. Dengan kata lain, kepuasan gaji jugadidasarkanpadaperbandingangajiyangkaryawaninginkan dengan gaji yangmerekaterima. Sedangkan kepuasan promosi ( promotion satisfaction ), mengacupadaperasaankaryawantentangkebijakanpromosiperusahaan danimplementasinya, berdasarkankemampuan.
termasukapakahpromosisering Tidak
seperti
terjadi,
adil,
dan
gaji,beberapakaryawanmungkin
tidakinginpromosiseringdilakukan, karenapromosimembawatanggung jawabbesar danjam kerjayang meningkat, promosiyang perkembangan
merekadapatkan
namun demikian, banyakkaryawan menilai memberi
kesempatanuntuk
melakukan
pribadimenjadi lebih baik, upahyang lebih baik, dangengsi
semata. KepuasanSupervisi ( Supervison satisfaction ) Pengawasanatau supervisi mencerminkanperasaankaryawantentangpimpinan
11
mereka,
termasukapakahpimpinan berkompeten, sopan, danseorang komunikator yang baik(bukanmalas, sering mengganggu, dan kurang dekat dengan bawahan). Sebagian
besar
karyawanmengajukanduapertanyaantentangpengawasitu:
a.
Bisakahmerekamembantusayamencapaihal yangsayainginkan? dan
b. Apakah
merekaumumnyamenyenangkan?.
Pertanyaan
pertamatergantungpadaapakahsupervisormemberikanpenghargaanuntukkinerjayan g baik, membantu karyawanmendapatkansumber daya yangdiperlukan, danlebih melindungikaryawan. Pertanyaankeduatergantungpadaapakahpengawasmemilikikepribadianyang serta
nilaidankeyakinanyang
miripdenganfilosofikaryawan.
kerjamengacupadakaryawan perasaantentangsesama kerjayangcerdas,
danmenarik,sebagailawannya
Kepuasanrekan
( coworker satisfaction ),
karyawandiantara
bertanggung
baik,
jawab, apakah
menggosipdanmembosankan.
mereka, suka
termasukapakahrekan
menolong,
menyenangkan,
merekamalas, Hampir
sering setiap
karyawanmenanyakanjenispertanyaanyang sama, dariberbagai pertanyaan serius tentangrekan kerjamerekayangmerekalakukantentangpengawastersebut adalah : a. Bisakahmerekamembantusayamelakukanpekerjaansaya?danb.
Apakah
sayamenikmatiberadadi sekitarmereka?Pertanyaanpertamasangat pentingkarena kebanyakan dari kitasaling mengandalkan, sampai batas-batastertentu,padarekan kerjakitaketikamelakukantugaspekerjaan.Pertanyaankeduajugapentingkarenakami menghabiskanbanyak waktusamadenganrekan kerjaseperti yang kitalakukandalam anggotakeluargakita sendiri. Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri ( satisfaction
with
the
12
work
itself),
mencerminkanperasaankaryawantentangtugasyang sebenarnyamereka kerjakan, termasukapakahtugas-tugassangat memanfaatkanketerampilan,
menantang,
menarik,
bukannyamembosankan,
dihormati,
berulang,
nyaman.Sedangkanempataspeksebelumnyamenggambarkanoutput
dan
dantidak yang
dihasilkandaripekerjaan(gaji, promosi) danorang-orangyangberada disekeliling pekerjaan (supervisor, rekan kerja). Berdasarkan teori-teori tersebut maka dapat disintesiskan bahwa kepuasan kerja Dosen adalah Respon dosen mengenai perasaan suka atau tidak suka terhadap aspek-aspek pekerjaan yang memberikan arti penting bagi pemenuhan kebutuhan psikologis dan fisik serta repleksi dosen dalam memaknai pekerjaan, dengan beberapa indikator pengukuran yang dapat direkomendasikan diantaranya adalah respon terhadap: a. Isi pekerjaan, b. Pengawasan atasan, c. Rekan kerja, dan d. Gaji atau honorarium, e. Promosi jabatan. C.
TINJAUAN
TEORITIK
KOMITMEN
DOSEN
TERHADAP
ORGANISASI ( ORGANIZATIONAL COMMITMENT ) Menurut Fred Luthan (2006:249),
Meskipun kepuasan kerja mendapat
banyak perhatian dibanding semua sikap yang berhubungan dengan pekerjaan, namun komitmen terhadap organisasi juga semakin banyak dibahas dalam perilaku organisasi. Meskipun kepuasan kerja berkaitan dengan sikap karyawan terhadap pekerjaan, dan komitmen berkaitan dengan level organisasi, tetapi hubungan yang kuat antara kepuasan kerja dan komitmen terhadap organisasi telah diketahui selama bertahun-tahun. Ada banyak karyawan yang puas dengan pekerjaan mereka, tetapi mereka tidak menyukai banyaknya birokrasi organisasi di mana mereka bekerja, atau teknisi perangkat lunak tidak puas dengan
13
pekerjaannya, tetapi tetap menjalankan visi perusahaan berteknologi tinggi. Studi penelitian dan bidang perilaku organisasi secara umum memperlakukan kepuasan dan komitmen sebagai sikap yang berbeda. Dari sudut pandang lingkungan baru yang mencakup pengurangan tenaga kerja, telekomunikasi, merger, akuisisi, dan globalisasi, komitmen terhadap organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi dan perusahaan. Meskipun beberapa peneliti ahli merasa bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan persoalan pasif dikarenakan lingkungan baru dan sebaiknya diganti dengan komitmen karier, peneliti lain memandang komitmen terhadap organisasi sebagai tantangan baru abad ke 21. Komitmen terhadap organisasi didefinisikan sebagai a. keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; b. keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; dan c. keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Sedangkan faktor-faktor penentu komitmen terhadap organisasi yang mungkin dapat membantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen terhadap organisasi pada diri karyawan, dikemukakan lebih lanjut oleh Luthan adalah : a. Berkomitmen pada nilai-nilai utama manusia. ; b. Memperjelas dan mengomunikasikan misi anda, c. Menjamin keadilan organisasi, d. Menciptakan rasa komunitas, e. Mendukung perkembangan karyawan. Berkomitmen pada nilai utama manusia adalah membuat aturan tertulis, mempekerjakan manajer yang baik dan tepat, dan mempertahankan komunikasi.
14
Memperjelas dan mengomunikasikan misi anda adalah memperjelas misi dan ideologi, berkharisma, menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai; menekankan orientasi berdasarkan nilai dan pelatihan, membentuk tradisi. Menjamin keadilan organisasi berarti memiliki prosedur penyampaian keluhan yang komprehensif menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif. Menciptakan rasa komunikasi berarti membangun homogenitas berdasarkan nilai; keadilan; menekankan kerja sama, saling mendukung, dan kerja tim; berkumpul bersama.
Dan
Mendukung
perkembangan
karyawan
adalah
melakukan
aktualisasi; memberikan pekerjaan menantang, memajukan dan memberdayakan; mempromosikan dari dalam; menyediakan aktivitas perkembangan, menyediakan keamanan kepada karyawan tanpa jaminan. Colquitt et al (2009:67) menyatakan bahwa: “organizational commitment is defined as the desire on the part of an employee to remain a member of the organization”.
(Komitmen terhadap organisasi didefinisikan sebagai keinginan
yang kuat dari para karyawan untuk menjadi bagian dari anggota organisasi). Sedangkan untuk mencapai komitmen terhadap organisasi secara menyeluruh (overall organizational commitment) maka komitmen terhadap organisasi terbagi kedalam 3 tipe diantaranya : affective commitment, continuance commitment and normative commitment. Lebih lanjut sebagaimana yang dikemukakan oleh Luthan (2006: 249250), yang menyampaikan bahwa dikarenakan komitmen terhadap organisasi bersifat multidimensi, maka terdapat perkembangan dukungan untuk tiga model komponen yang diajukan oleh Meyer dan Alen. Ketiga dimensi tersebut adalah.:
15
1.
Komitmen afektif (affective commitment), adalah keterikatan emosional karyawan, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi. Afektif dalam hal tingkat keterikatan secara psikologis dengan organisasi berdasarkan seberapa baik perasaan mengenai
2.
Komitmen kelanjutan (continuance commitment) adalah komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan senioritas atas promosi atau benefit.
3.
Komitmen Normatif (normative commitment) adalah perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. Komitmen afektif adalah tingkat keterikatan secara psikologis dengan
organisasi berdasarkan seberapa baik perasaan mengenai organisasi. Komitmen dalam jenis ini muncul dan berkembang oleh dorongan adanya kenyamanan, keamanan, dan manfaat lain yang dirasakan dalam suatu organisasi yang tidak diperolehnya dari tempat atau organisasi yang lain. Semakin nyaman dan tinggi manfaatnya yang dirasakan oleh anggota, semakin tinggi komitmen seseorang pada organisasi yang dipilihnya. Komitmen kelanjutan, sebagai keterikan anggota secara psikologis pada organisasi karena biaya yang dia tanggung sebagai konsekuensi keluar organisasi. Dalam kaitannya dengan ini anggota akan mengkalkulasi manfaat dan pengorbanan atas keterlibatan dalam atau menjadi anggota suatu organisasi. Anggota akan cenderung memiliki daya tahan atau komitmen yang tinggi dalam keanggotaan jika pengorbanan akibat keluar organisasi semakin tinggi, dan Komitmen normatif, sebagai keterikatan anggota
16
secara psikologis dengan organisasi karena kewajiban moral untuk memelihara hubungan dengan organisasi. Dalam kaitan ini sesuatu yang mendorong anggota untuk tetap berada dan memberikan sumbangan pada keberadaan suatu organisasi, baik materi maupun non materi, adalah adanya kewajiban moral, yang mana seseorang akan merasa tidak nyaman dan bersalah jika tidak melakukan sesuatu. Sedangkan Wood et al (2001:113), mengemukakan tentang komitmen terhadap organisasi adalah Organisational commitment is the degree to wich a person strongly identifies with, and feels a part of, the organisation. (Komitmen terhadap organisasi adalah sejauh mana seseorang atau anggota mengidentifikasi dengan kuat, dan merasa bagian dari organisasi ). Hal senada dikemukakan oleh Hellriegel and Slocum, Jr.(2011:91) tentang komitmen terhadap organisasi yaitu ; “Organizational commitment is the strength of an employee’s involvement in the organization and identification with it. Employees who stay with their organization for a long period of time tend to be more committed to the organization than those who work for shorter periods of time”. Komitmen terhadap organisasi
adalah suatu kekuatan keterlibatan
karyawan dan identifikasi dalam organisasi. Karyawan yang bertahan dalam organisasinya dalam jangka panjang cenderung akan lebih berkomitmen terhadap organisasi daripada mereka yang bekerja untuk periode yang lebih singkat. Lebih lanjut Hellriegel and Slocum, Jr, memaparkan mengenai ciri karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasinya, sebagaimana yang dikemukakannya yaitu ; “ Strong organizational commitment is characterized by: 1. support of and acceptance of the organization’s goals and values, 2.
17
Willingness to exert considerable effort on behalf of the organization, and 3. Desire to remain with the organization”. Bahwa Komitmen terhadap organisasi yang kuat dicirikan oleh:1. Dukungan dan penerimaan tujuan dan nilai-nilai organisasi, 2. Kemauan untuk mengerahkan usaha yang cukup atas nama organisasi, dan3. Keinginan untuk tetap dengan organisasi. Hal senada juga disampaikan oleh Schermerhorn Jr. (2010:72)tentang komitmen terhadap organisasi yang cukup singkat yaitu :
Organizational
commitment is the loyalty of an individual to the organization. (Komitmen terhadap organisasi adalah loyalitas anggota terhadap organisasinya). Lebih lanjut Schermerhorn Jr, mengemukakan : “Organizational commitment, or the degree of loyalty an individual feels toward the organization. Individuals with a high organizational commitment identify strongly with the organization and take pride in considering themselves members. Researchers recognize two primary dimensions to organizational commitment. Rational commitment reflects feelings that the job serves one’s financial, developmental, professional interests. Emotional commitment reflects feelings that what one does is important, valuable, and of real benefit to others. Evidence is that strong emotional commitments to the organization, based on values and interests of others, are as much as four times more powerful in positively influencing performance than are rational commitments, based primarily on pay and self-interests”. Komitmen terhadap organisasi atau tingkat loyalitas
seseorang yang
merasa searah dengan organisasi. Individu dengan komitmen terhadap organisasi yang tinggi mengidentifikasi kuat dengan organisasinya dan bangga dalam mempertimbangkan diri mereka sendiri sebagai anggota organisasi. Para peneliti mengenali dua dimensi utama untuk komitmen terhadap organisasi. Yaitu rasional komitmen yang mencerminkan perasaan bahwa pekerjaan menghasilkan keuangan seseorang, pengembangan, kepentingan profesional, sedangkan komitmen emosional mencerminkan perasaan bahwa apa yang dilakukannya
18
adalah penting, berharga, dan memberi manfaat nyata untuk orang lain. Bukti kuat menunjukkan bahwa komitmen emosional yang kuat bagi organisasi, sebagai dasar bagi nilai-nilai dan kepentingan orang lain, adalah sebanyak empat kali lebih kuat dalam mempengaruhi kinerja positif daripada komitmen rasional, terutama didasarkan pada gaji dan kepentingan pribadi. Selanjutnya pengertian
Brooks dalam Edy Sutrisno (2010:295), memberikan
komitmen terhadap organisasi adalah sebagai bentuk keterikatan,
identifikasi, dan keterlibatan dari individu terhadap organisasi. Sementara Mowday, Steers, dan Porter dalam Edy Sutrisno (2010:295), mendefiniskan komitmen terhadap organisasi adalah sebagai upaya mencapai tujuan organisasi dengan kemauan mengarahkan segala daya untuk kepentingan organisasi dan ketertarikan untuk tetap menjadi bagian organisasi. Robbins (2006:94), mengemukakan pengertian komitmen terhadap organisasi adalah sebagai
keadaan dimana karyawan mengaitkan dirinya ke
organisasi tertentu dan sasaran-sasarannya, serta berharap mempertahankan keanggotaan dalam organisasi itu. Sehingga, keterlibatan kerja yang tinggi berarti mengaitkan diri ke pekerjaan khusus seseorang; sedangkan komitmen pada organisasi
yang
tinggi
memperkerjakannya.
berarti
mengaitkan
diri
ke
organisasi
yang
Definisi diatas memberi arti bahwa komitmen terhadap
organisasi memberi gambaran kecenderuangan perasaan seseorang untuk selalu terikat kepada organisasinya dalam rangka menunjang keberhasilan organisasi. Hal senada juga disampaikan oleh Spector (2008:243),
mengenai
Komitmen terhadap organisasi : “Organizational commitment is another popular attitudinal variable in the work domain.It is strongly related to job satisfaction, but it is distinctly
19
different. There have been several somewhat different definitions of commitment, but all involve the attachment of the individual to the organization, which considers organizational commitment to consist of three components: 1. Acceptance of the organization's goals 2. Willingness to work hard for the organization 3. Desire to stay with the organization”. Bahwa Komitmen terhadap organisasi adalah variabel sikap populer yang lain dalam domain kerja. Hal ini sangat terkait dengan kepuasan kerja, namun jelas berbeda. Ada beberapa definisi yang agak berbeda tentang komitmen, tetapi semua melibatkan individu kepada organisasi, yang menganggap komitmen terhadap organisasi terdiri dari tiga komponen yaitu : 1. Penerimaan tujuan organisasi; 2. Kesediaan bekerja keras untuk organisasi; 3. Keinginan untuk menetap bersama organisasi. Sikap pekerja pada umumnya yang memberikan pemahaman tentang komitmen terhadap organisasi dengan sepakat apa yang menjadi tujuan organisasi dan menjalankannya bersama-sama dengan seluruh anggota lainnya dan mencurahkan segenap pikiran dan tenaga untuk organisasi serta memiliki kesadaran yang tinggi akan perannya dalam organisasi itulah bentuk komitmen seorang anggota pada organisasinya. Menurut Edi Sutrisno (2010:249), dalam organisasi, komitmen sering kali dikaitkan dengan kepuasan kerja. Asumsinya semakin tinggi kepuasan kerja karyawan akan semakin tinggi pula komitmen kerja. Konsep komitmen ini, dalam psikologi sosial sangat terkait dengan pertanyaan kenapa orang bergabung dalam kelompok ?.Sebagai
makhluk sosial, manusia selalu termotivasi untuk
berinteraksi dengan manusia lainnya. Dengan motivasi ini maka terbentuklah sejumlah macam bentuk kelompok. Menurut teori reinforcement, orang memasuki kelompok karena ingin mendapatkan reward, artinya ia akan memperoleh
20
keuntungan langsung seperti uang ataupun kekuasaan. Seseorang juga termotivasi untuk masuk kelompok karena kelompok bisa dijadikan alat untuk mencapai keuntungan yang diperoleh di luar kelompok tersebut, misalnya ingin dekat pejabat, maka ia memasuki organisasi tertentu sehingga bisa berinteraksi dengan pejabat yang diharapkan. Kalau semua itu akan diperoleh anggota, tentunya komitmen terhadap organisasi akan dicapai. Gibson. et al (2006:184), mendefinisikan komitmen terhadap organisasi bahwa “ Commitment is a sense of identification, loyalty, and involvement expressed by an employee toward the organization or unit of organization” ( Komitmen adalah perasaan untukmengidentifikasi, kesetiaan, dan keterlibatan yang diungkapkan oleh seorang karyawan terhadap organisasi atau unit organisasi.)
Dengan menjelaskan bahwa komitmen kepada suatu organisasi
melibatkan tiga sikap yaitu : 1. A sense of identification with the organization’s goal (rasa mengenali tujuan organisasi). 2. A feeling of involvement in organizational duties (rasa keterlibatan dalam tugas-tugas organisasi).,
3.
Afeeling of loyality to the organization (rasa kesetiaan terhadap organisasi) Selanjutnya Gibson et al. menambahkan bukti-bukti penelitian menunjukkan bahwa ketiadaan komitmen dapat menurunkan efektifitas organisasi dan orangorang yang memiliki komitmen, kemungkinan kecil untuk keluar dan menerima pekerjaan lain. Batasan ini menunjukkan bahwa komitmen terhadap organisasi yang dimiliki oleh setiap anggota dapat digunakan untuk memotivasi dan meningkatkan prestasi anggota tersebut dalam pekerjaan.
21
Berdasarkan teori-teori tersebut
maka Komitmen terhadap organisasi
dapat disintesiskan adalah Rasa keikatan yang sangat mendalam seorang anggota terhadap organisasi dan juga merupakan suatu proses mengekpresikan perhatian dan partisipasi terhadap organisasi, juga merupakan keberpihakan seseorang sebagai anggota organisasi terhadap organisasinya dengan berperan aktif dalam rangka mencapai tujuan organisasi, dengan indikator pengukurannya adalah : 1. Kesetiaan terhadap Organisasi, 2. Keterlibatan dalam tugas-tugas organisasi, 3. Mengenali tujuan
organisasi, 4. Keinginan untuk tetap sebagai anggota
organisasi, dan 5. Kebanggaan terhadap organisasi.
D.
KESIMPULAN Berdasarkan analisis tinjauan teoritik kepuasan kerja dosen dan komitmen
dosen terhadap organisasi maka dapat disimpulkan adalah sebagai berikut : 1.
Kepuasan kerja dosen ( job satisfaction ) adalah respon dosen mengenai
perasaan suka atau tidak suka terhadap aspek-aspek pekerjaan yang memberikan arti penting bagi pemenuhan kebutuhan psikologis dan fisik serta repleksi dosen dalam
memaknai
pekerjaan,
dengan
beberapa
indikatoryang
dapat
direkomendasikan diantaranya : a. Isi pekerjaan, b. Pengawasan atasan, c. Rekan kerja, d. Gaji atau honorarium, dan e. Promosi jabatan. 2.
Komitmen dosen terhadap organisasi ( organizational commitment )
adalah rasa keikatan yang sangat mendalam seorang anggota terhadap organisasi dan juga merupakan suatu proses mengekpresikan perhatian dan partisipasi terhadap organisasi, juga merupakan keberpihakan seseorang sebagai anggota organisasi terhadap organisasinya dengan berperan aktif dalam rangka mencapai tujuan organisasi, dengan indikator yang dapat direkomendasikan diantaranya 22
adalah :
1. Kesetiaan terhadap Organisasi, 2. Keterlibatan dalam tugas-tugas
organisasi, 3. Mengenali tujuan organisasi, 4. Keinginan untuk tetap sebagai anggota organisasi, dan 5. Kebanggaan terhadap organisasi.
DAFTAR PUSTAKA Armstrong, Michael. 2009. Armstrong’s handbook of management and leadership . “ A guide to managing for results”. London : Kogan Page Limited. Bailey, Timothy L. 2009Organizational culture, macro and micro empowerment dimensions, and job satisfaction: an application of concurrent mixed and multi-level methods in the federal sector. Dissertation, Touro University International. Balzac, Stephen R. 2011.Organizational Development. New York : McGraw-Hill. Boon, Ooi Keng, and Veeri Arumugam.2006.Business and Advanced Technology Centre. Sunway Academic Journal. Carl
D. Glickman, Stephen P. Gordon, and Jovita M. RossGordon.2010.Supervision and Instructional Leadership. A Developmental Approach, Boston: Pearson Education Inc.
Champoux, Joseph E.2003.Organizational Behavior-Essential Tenets.Thomson south-western. Colquit, Jason A.-Jeffery A. Lepine – Michael J Wesson.2009. Organizational Behavior Improving Performance and Commitmen in the Workplace. New York:McGraw Hill/Irwin. Gibson,James L.,John M. Ivancevich, James H. Donelly, Jr., and Robert Konopaske.2006. Organizations Behavior Structure Processes. New York : McGraw-Hill Companies,Inc. Husein Umar. 2004.Metode Riset Ilmu Administrasi, Ilmu Administrasi Negara, Pembangunan, dan Niaga. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Kinicki, Angelo and Brian K. Williams. Management a practical Introduction, New York: McGraw-Hill/Irwin., 2008 Kinicki, Angelo and Robert Kreitner.2003. Organizational Behavior, Key Concepts, Skills & Best Practices, New York : McGraw-Hill/Irwin. Luthans, Fred. 2005. Perilaku Organisasi. Terjemahan oleh Vivin Andhika Yuwono.2006. penerbit: Andika, McShane and Von Glinow. 2010.Organizational Behavior Emerging Knowledge an Practice for the Real World. New York : Mc Graw-Hill Companies, Inc.
23
Newstrom, John W. and Keith Davis. 2005.Organizational Behavior “human behavior at work”, New York : McGraw-Hill/Irwin., Robbin,Stephen P.Organizational Behavior. New Jersey : Pearson Education Inc.,upper Saddle River. Robbins,Stepen P. 2005.Perilaku organisasi. Diterjemahkan oleh Benyamin Mola. 2006. Jakarta : INDEKS. Rue, Leslie W& Lioyd L.Bryars. 2007. Supervision Key Link to Productivity.New York : McGraw-Hill/Irwin. Schermerhorn, Jr. John R., James G. Hunt, Richard N. Osborn and Mary UhlBien.2010. Organizational Behavior, New York : John Wiley & Sons, Inc. Spector, Paul E.2008. Industrial and Organizational Psychology. Florida : John Willy& Sons, Inc. Wood,Jack. Joseph Wallace & Rashid M.Zeffane.2001. Organizational Behavior Global Perspective. Australia:John Wiley & Sons,Inc. Yukl,Gary. 2010.Kepemimpinan dalam Organisasi. Diterjemahkan oleh Budi Supriyanto 2010. Jakarta : Indeks.
24