TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah atau kuning dengan struktur gumpal mempunyai agregat yang kurang stabil dan permeabilitas rendah. Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua. Ciri Ultisol memiliki solum tanah agak tebal yaitu 90-180 cm dengan batas horizon yang datar. Kandungan bahan organik pada lapisan olah adalah kurang dari 9 % umumnya sekitar 5 %. Kandungan unsur hara seperti N, P, K dan Ca umumnya rendah dan pH sangat rendah 4 - 5,5 (Frisandi, 2009). Menurut Munir (1996) bahwa untuk meningkatkan produktivitas Ultisol dapat dilakukan melalui pemberian beberapa bahan seperti : kapur, pupuk, bahan organik, penerapan teknik lorong, terasering, drainase dan pengolahan tanah. Peningkatan produktivitas lahan-lahan pertanian dan perbaikan kesehatan lahan dapat dilakukan melalui pengelolaan tanah secara terpadu baik aspek kimia, fisik dan biologi tanah, dimana pengelolaan dengan bahan organik tanah merupakan salah satu kegiatan yang utama. Sifat kimia pada tanah Ultisol yang berperan dalam menentukan sifat, ciri dan kesuburan tanah yakni kemasaman kurang dari 5,5 , kandungan bahan organik rendah sampai sedang, kejenuhan basa kurang dari 35%, serta Kapasitas Tukar Kation kurang dari 24 me per 100 gram liat. Tingkat pelapukan dan pembentukan Ultisol berjalan lebih cepat pada daerah-daerah yang beriklim humid dengan suhu tinggi dan curah hujan yang tinggi (seperti halnya Indonesia), ini berarti Ultisol merupakan tanah yang telah mengalami proses pencucian sangat intensif, hal ini
Universitas Sumatera Utara
yang menyebabkan Ultisol memiliki kejenuhan basa rendah. Selain itu, Ultisol juga memiliki kandungan Al-dd tinggi (Munir, 1996). Untuk mengurangi kendala yang ada pada Ultisol adalah meningkatkan keberadaan bahan organik di dalam tanah. Karena bahan organik, disamping memasok zat organik juga dapat memperbaiki sifat struktur tanah, meningkatkan KTK dan produktivitas tanah (Ardjasa, 1994). Bahan Organik Menurut Stevenson (1994), bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus. Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah menyediakan zat pengatur tumbuh tanaman yang memberikan keuntungan bagi pertumbuhan tanaman seperti vitamin, asam amino, auksin dan giberelin yang terbentuk melalui dekomposisi bahan organik (Brady, 1990). Pupuk Kandang Ayam Penggunaan pupuk kandang sudah banyak digunakan banyak orang dalam meningkatkan kandungan hara dalam tanah. Hal ini disebabkan karena pupuk kandang memang dapat menambah tersedianya unsur hara bagi tanaman. Selain itu, pupuk kandang juga mempunyai pengaruh yang positif terhadap sifat fisis dan kimiawi tanah, mendorong perkembangan jasad renik (Sutedjo, 2002). Pemberian bahan organik juga berperan dalam memperbaiki sifat kimia tanah. Dari hasil penelitian Hanafiah (1989) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam setelah 8 Minggu dapat memperbaiki sifat Kimiawi Tanah.
Universitas Sumatera Utara
Peningkatan takaran pupuk kandang ayam diikuti oleh naiknya pH, kadar Ca-dd, C-Organik, N-Total, C/N, dan H-dd, serta turunnya kadar Al-dd dan Fe-dd yang semuanya bersifat positif terhadap perbaikan sifat kimiawi tanah. Pupuk kotoran ayam broiler merupakan pupuk organik yang mempunyai kadar hara P yang relatif lebih tinggi dari pupuk kandang lainnya. Kadar hara ini tergantung jenis konsentrat yang diberikan. Selain itu pula kotoran ayam tersebut tercampur sisa-sisa makanan ayam serta sekam sebagai alas kandang yang dapat menyumbangkan kandungan hara ke dalam pupuk kandang terhadap tanaman. Beberapa hasil penelitian aplikasi pupuk kandang ayam selalu memberikan respons tanaman yang baik pada musim pertama. Hal ini terjadi karena pupuk kandang ayam relatif lebih cepat terdekomposisi serta memiliki kadar hara yang cukup pula jika dibandingkan dengan jumlah unit yang sama dengan pupuk kandang lainnya (Widowati et al., 2005). Kotoran ayam juga merupakan salah satu pupuk organik yang mengandung kadar N yang tinggi dan kering. Kualitas kompos kotoran ayam lebih banyak ditentukan oleh pakan yang diberikan dan alas lantai kandang (litter) yang digunakan. Kualitas kotoran ayam petelur berbeda dengan ayam kampung. Selain itu jika kotoran ayam banyak tercampur dengan bulu atau dengan gabah alas lantai maka kualitasnya akan kurang bagus (Djaja, 2008) Kompos Tithonia diversifolia Tithonia diversifolia merupakan tanaman yang banyak tumbuh sebagai semak di pinggir jalan, tebing, dan sekitar lahan pertanian. Tanaman ini telah menyebar hampir di seluruh dunia, dan sudah dimanfaatkan sebagai kompos oleh petani
di
Kenya,
namun
di
Indonesia
belum
banyak
dimanfaatkan.
Universitas Sumatera Utara
Pupuk organik berupa kompos Tithonia diversifolia merupakan sejenis gulma yang dapat tumbuh di tanah-tanah terlantar, namun mengandung unsur hara yang tinggi terutama N, P, K yaitu 3.5 %, 0.38 % dan 4.1 % yang berfungsi untuk meningkatkan pH tanah, menurunkan Al-dd serta meningkatkan kandungan P, Ca dan Mg tanah (Hartatik, 2007). Tithonia diversifolia segar terdiri dari 20 % bahan kering dan berisi nitrogen 4,6 %. Daun Tithonia diversifolia berkonsentrasi fosfor luar biasa besar (0,27-0,38 % P). Konsentrasi tersebut lebih tinggi daripada tingkat yang ditemukan pada tumbuhan polong kira-kira sebesar 0,15-0,20 % Fosfor (Wanjau et al., 2002). Menurut Hartatik (2007) bahwa pemberian Tithonia diversifolia pada tanah Ultisol untuk mensubstitusi N dan K pupuk buatan untuk meningkatkan pH tanah, menurunkan Al-dd, serta meningkatkan kandungan hara P, Ca, dan Mg. Kompos Kulit Durian Menurut data Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumatera Utara tahun 1998, produksi buah durian sebesar 48.892 ton dan cenderung meningkat sepanjang tahun. Dari buah durian ini diperoleh kulit durian sebesar 62,4 % dan inilah yang akan menjadi limbah kota apabila tidak dimanfaatkan, sehingga dijadikan alternatif sebagai pupuk organik yang diharapkan berguna bagi tanaman, dan dapat memperbaiki sifat kimia tanah (Lahuddin, 1999). Peningkatan pH tanah yang disebabkan oleh pemberian kompos disebabkan oleh kandungan basa - basa kompos yang sangat tinggi sehingga menyebabkan peningkatan pH yang sangat jelas. Peningkatan basa - basa ini juga menyebabkan ketersediaan hara bagi pertumbuhan tanaman. Akibat langsung dari
Universitas Sumatera Utara
peningkatan pH adalah terjadinya peningkatan ketersediaan P pada tanah tersebut. Penambahan kompos limbah kota seperti kompos kulit buah durian juga menyebabkan Al-dd menurun dengan jelas (Anas, 2000). Tandan kosong Kelapa Sawit Tandan kosong sawit berfungsi ganda yaitu selain menambah hara ke dalam tanah, juga meningkatkan kandungan bahan organik tanah yang sangat diperlukan bagi perbaikan sifat fisik tanah. Dengan meningkatnya bahan organik tanah maka struktur tanah semakin mantap dan kemampuan tanah menahan air bertambah baik, perbaikan sifat fisik tanah tersebut berdampak positif terhadap pertumbuhan akar dan penyerapan unsur hara (Deptan, 2006). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh PPKS, Pabrik Minyak Sawit menghasilkan limbah padat dan limbah cair memiliki potensi pemanfaatan sebagai pupuk organik bagi tanaman kelapa sawit. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan bahan organik yang mengandung ; 42,8 % C, 2,90 % K2O, 0,80 % N, 0,22 % P2O5, 0,30 % MgO dan unsur-unsur mikro antara lain 10 ppm B, 23 ppm Cu dan 51 ppm Zn. Dalam setiap 1 ton Tandan Kosong sawit mengandung unsur hara yang setara dengan 3 Kg Urea, 0,6 kg RP, 12 kg MOP dan 2 kg kiserit (Humas, 2008). Tandan kosong ditumpuk dan dibiarkan sampai membusuk tidak akan menjadi kompos organik yang bermutu karena nilai C/N masih tinggi. Pengomposan adalah penurunan rasio atau perbandingan antara karbohidrat dan nitrogen dengan singkatan nilai C/N. Bahan organik yang berasal dari tanaman atau hewan / kotoran hewan yang masih segar mempunyai nilai C/N yang tinggi antara 50 – 400 (kayu yang tua). Bahan organik dapat diserap tanah adalah
Universitas Sumatera Utara
mempunyai C/N yang sama dengan tanah ialah sekitar 10 – 12 oleh karena itu limbah sawit (cair dan padat) yang mempunyai nilai C/N tinggi harus diturunkan (IOPRI, 2002). Dekomposisi tandan kosong kelapa sawit secara alami sangat lambat, memerlukan waktu yang cukup lama yaitu antara 6 – 12 bulan. Menurut Khalid et al., (2000) kecepatan dekomposisi TKS di lapangan dipengaruhi oleh iklim makro, iklim mikro, kualitas bahan dan aktivitas organisme pada areal tersebut. Secara rata-rata residu tanaman kelapa sawit di lapangan terdekomposisi selama 12 – 18 Bulan. Komponen bahan padat terbesar TKS terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam jumlah yang lebih kecil sehingga limbah TKS ini disebut
juga
lignoselulosa.
Menurut
Syafwina
et
al
(2002)
dalam
Hermiati et al ., (2010) kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin pada tandan kosong kelapa sawit adalah 41,30 – 46,50 % selulosa, 25,30 – 33,80 % hemiselulosa dan 27,60 – 32,50 % lignin. Reaksi Tanah (pH) Dari data analisis tanah Ultisol dari berbagai wilayah di Indonesia, menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki ciri reaksi tanah sangat masam (pH 4,1 – 4,8). Menurut Soemarno (2010), Kondisi pH tanah merupakan faktor penting yang menentukan kelarutan unsur yang cenderung berkesetimbangan dengan fase padatan. Kelarutan oksida-oksida hidrous dari Fe dan Al secara langsung tergantung pada konsentrasi hidroksil (OH-) dan menurun kala pH meningkat. Kation hidrogen (H+) bersaing secara langsung dengan kation-kation asam Lewis lainnya membentuk tapak kompleksi, dan oleh karenanya kelarutan kation kompleks seperti Cu dan Zn akan meningkat dengan menurunnya pH.
Universitas Sumatera Utara
Konsentrasi kation hidrogen menentukan besarnya KTK tergantung-muatan (dependent charge) dan dengan demikian akan mempengaruhi aktivitas semua kation tukar. Kelarutan Fe-fosfat, Al-fosfat dan Ca- fosfat sangat tergantung pada pH, demikian juga kelarutan anion molibdat (MoO4) dan sulfat yang terjerap. Anion molibdat dan sulfat yang terjerap, dan fosfat yang terikat Ca kelarutannya akan menurun kalau pH meningkat. Pengaruh penambahan bahan organik terhadap pH tanah dapat meningkatkan atau menurunkan tergantung oleh tingkat kematangan bahan organik yang kita tambahkan dan jenis tanahnya. Penambahan bahan organik yang belum matang (misal pupuk hijau) atau bahan organik yang masih mengalami proses dekomposisi, biasanya akan menyebabkan penurunan pH tanah, karena selama proses dekomposisi akan melepaskan asam-asam organik yang menyebabkan menurunnya pH tanah. Namun apabila diberikan pada tanah yang masam dengan kandungan Al tertukar tinggi, akan menyebabkan peningkatan pH tanah, karena asam-asam organik hasil dekomposisi akan mengikat Al membentuk senyawa komplek (khelat), sehingga Al-tidak terhidrolisis lagi. Dilaporkan bahwa penambahan bahan organik pada tanah masam, antara lain inseptisol, ultisol dan andisol mampu meningkatkan pH tanah dan mampu menurunkan Al tertukar tanah (Suntoro, 2001). Fosfor dalam Tanah Fosfor merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar (hara makro) jumlah fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen dan kalium, namun fosfor merupakan kunci kehidupan tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4- ) dan ion ortofosfat sekunder
Universitas Sumatera Utara
(HPO42-). Kemungkinan P masih dapat diserap dalam bentuk lain, yaitu pirofosfat dan metafosfat, selain itu dapat pula diserap dalam bentuk senyawa fosfat organik yang
larut
dalam
air
misalnya
asam
nukleat
dan
phitin
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Kisaran pH untuk ketersediaan P tanah yang terbaik adalah antara 6,0-7,0. Dengan demikian dari segi pengaturan hara P bagi tanaman maka kisaran pH tanah diatas perlu dipertahankan. Walaupun demikian tanaman hanya sanggup menyerap 1/3 sampai 1/2 dari fosfat yang diberikan ke dalam tanah sebagai P yang diikat tanah serta adanya bentuk kelarutannya rendah (Lubis et al., 1986). Pada tanah masam umumnya ketersediaan unsur Al,Fe dan Mn larut lebih besar sehingga ion ini cenderung mengikat ion fosfat. Reaksi kimia antara ion fosfat dengan Fe dan Al larut akan menghasilkan hidroksi fosfat. Dalam hal ini ion fosfat menggantikan kedudukan ion OH- dari koloid tanah atau mineral dengan reaksi sebagai berikut : Al3+ + H2PO4- + H2O Larut
2H+ + Al(OH)2H2PO4 Tidak Larut
Pada kebanyakan tanah masam konsentrasi ion-ion Fe dan Al jauh melampaui konsentrasi ion H2PO4. Karena itu, reaksi di atas bergerak ke kanan membentuk fosfat tidak dapat larut. Dengan demikian hanya tertinggal sejumlah kecil ion H2PO4-
yang
segera
tersedia
bagi
tanaman
dalam
keadaan
tersebut
(Buckman dan Brady, 1982). Nitrogen dalam Tanah Bahan organik adalah merupakan sumber N utama di dalam tanah dan berperan cukup besar dalam proses perbaikan sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Kadar N tanah biasanya dikategorikan sebagai indikator untuk menentukan dosis
Universitas Sumatera Utara
pemupukan Urea. Fungsi nitrogen dalam tanah adalah untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman. Tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N, berwarna lebih hijau. Gejala kekurangan N, tanaman tumbuh kecil atau kerdil, pertumbuhan akar terbatas dan daunnya kuning. Namun khusus untuk tanah yang masih asli, N total tanah lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang sudah digarap atau terbuka. Nitrogen (N) merupakan salah satu hara makro yang menjadi pembatas utama produksi tanaman, baik di daerah tropis maupun di daerah-daerah beriklim sedang. Kekurangan N sering menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman. Aplikasi N biasanya memberi reaksi yang cepat. Hal ini terlihat pada peningkatan pertumbuhan tanaman. Bentuk N di dalam tanah berada dalam bentuk ammonium (NH4+ ), nitrat (NO3- ) dan senyawa organik. Kebanyakan N di tanah bersumber dari bahan organik yang mengalami perubahan lambat oleh mikroba menjadi bentuk NH4
+
, lalu mikroba lain mengubah NH4+ secara cepat menjadi NO3- .
Secara umum nitrogen yang langsung tersedia bagi tanaman diserap dalam bentuk NH4+ dan NO3- (Laegreid et al., 1999). Total N tanah (organik utama) umumnya diukur setelah didigestasi menggunakan prosedur kjeldahl. Total bahan organik N (NH4+ , NO3- , dan NO2- ) biasanya dideterminasi dengan destilasi menggunakan ekstrak tanah 2 M KCl. Dan setelah didestilasi, N-NO3- bisa dideterminasi dengan sebuah prosedur asam kromotropik (Tisdale et al.,1985) Kalium dalam Tanah Menurut Hakim et al., (1986) Kalium tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang mengandung kalium. Melalui proses
Universitas Sumatera Utara
dekomposisi bahan tanaman dan jasad renik maka kalium akan larut dan kembali ke tanah. Selanjutnya sebagian besar kalium tanah yang larut akan tercuci atau tererosi dan proses kehilangan ini akan dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik. Beberapa tipe tanah mempunyai kandungan kalium yang melimpah. Kalium dalam tanah ditemukan dalam mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion adsorpsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman. Sparks dan Helmke (1996) menyebutkan bahwa tanah yang mengandung Kalium dapat dikatagorikan menjadi tanah-tanah yang larut, dapat ditukar, dan tetap tidak berubah. Hakim et al., (1986) menyebutkan bahwa Kalium yang tersedia dalam tanah hanya meliputi 1-2 % dari seluruh Kalium yang terdapat pada kebanyakan tanah mineral. Ia dijumpai dalam tanah sebagai Kalium dalam larutan tanah dan Kalium yang dapat dipertukarkan dan diadsorbsi oleh permukaan koloid tanah. Sebagian besar dari Kalium tersedia ini berupa Kalium dapat dipertukarkan.
Universitas Sumatera Utara