TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) Dalam sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan, tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Urticales
Famili
: Moraceae
Genus
: Artocarpus
Spesies
: Artocarpus communis Forst.
Nama umum/dagang
: Sukun
Nama Daerah
:
Sumatera
: Sukun (Aceh) Hatopul (Batak) Amu (Meteyu)
Jawa
: Sukun (Jawa) Sakon (Madura)
Bali
: Sukun (Bali)
Nusa tenggara
: Sukun (Bali)
Botani Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) Tanaman sukun merupakan tanaman hutan yang tingginya mencapai 20 m. Kayunya lunak, kulit kayunya berserat kasar, dan semua bagian tanaman bergetah encer. Daunnya lebar sekali, bercagap menjari dan berbulu kasar. Bunganya keluar dari ketiak daun pada ujung cabang dan ranting, tetapi masih dalam satu
Universitas Sumatera Utara
pohon (berumah satu). Bunga jantan berbentuk tongkat panjang yang biasa disebut ontel. Bunga betina berbentuk bulat bertangkai pendek yang biasa disebut babal seperti pada nangka. Bunga betina ini merupakan bunga majemuk sinkarpik seperti pada nangka. Kulit buah bertonjolan rata sehingga tidak jelas yang merupakan bekas putik dari bunga sinkarpik tersebut (Sunarjono, 1999). Perakaran sukun dapat diikuti dengan baik sejak di persemaian. Setelah bibit sukun ditanam di lapangan, akar akan tumbuh dari stek akar, kemudian membesar bulat dan memanjang, diikuti dengan ranting-ranting akar yang mengecil, disertai dengan adanya rambut-rambut akar. Letak akar masuk kedalam tanah, adapula yang tumbuh mendatar dan sering tersembul di permukaan tanah. Panjang akar dapat mencapai 6 meter. Warna kulit akar coklat kemerah-merahan. Tekstur kulit akar sedang, mudah terluka dan mudah mengeluarkan getah. Apabila akar terpotong atau terluka akan memacu tumbuhnya pertunasan (Pitojo, 1999).
Tempat Tumbuh Tanaman sukun dapat tumbuh dan dibudidayakan pada berbagai jenis tanah mulai dari tepi pantai sampai pada lahan dengan ketinggian kurang lebih 600 m dari permukaan laut. Sukun juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit maupun curah hujan yang tinggi antara 80-100 inchi per tahun dengan kelembaban 60-80%, namun lebih sesuai pada daerah-daerah yang cukup banyak mendapat penyinaran matahari. Tanaman sukun tumbuh baik di tempat yang lembab panas, dengan temperatur antara 15-38 °C. Tanaman sukun ditaman di tanah yang subur, dalam dan drainase yang baik, tetapi beberapa varietas tanpa biji dapat tumbuh baik di tanah berpasir (Tridjaja, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Tanah aluvial (Inceptisol) yang banyak mengandung bahan organik sangat sesuai untuk tanaman sukun. Drajat keasaman (pH) tanah sekitar 6-7 dan relatif toleran terhadap pH rendah, relatif tahan kekeringan, dan tahan naungan. Di tempat yang mengandung batu karang dan kadar garam agak tinggi serta sering tergenang air, tanaman sukun masih mampu tumbuh dan berbuah (Rauf, 2009). Di Indonesia sukun mempunyai daerah tempat tumbuh alami yang cukup luas yaitu di Yogyakarta, Cilacap, Blitar, Bayuwangi dan gugus kepulauan kayangan. Sedangkan diluar jawa terdapat di Sumatera (Aceh, Batak dan Nias), Nusa tenggara (Bali, Bima, Sumba, dan Flores), Sulawesi (Gorontalo, Bone), Maluku dan Irian (Kartikawati dan Adinugraha, 2003).
Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif dengan Stek Stek merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif buatan dengan menggunakan sebagian batang, akar, atau daun tanaman untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru. Sebagai alternarif perbanyakan vegetatif buatan, stek lebih ekonomis, lebih mudah, tidak memerlukan keterampilan khusus dan cepat dibandingkan dengan cara perbanyakan vegetatif buatan lainnya. Cara perbanyakan dengan metode stek akan kurang menguntungkan jika bertemu dengan kondisi tanaman yang sukar berakar, akar yang baru terbentuk tidak tahan stres lingkungan dan adanya sifat plagiotrop tanaman yang masih bertahan (Widiarsih dkk., 2008). Tanaman yang dihasilkan dari stek biasanya mempunyai sifat persamaan dalam umur, ukuran tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan sifat-sifat lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu kita juga memperoleh tanaman yang sempurna yaitu tanaman yang mempunyai akar, batang, dan daun yang relatif singkat (Huik, 2004). Biasanya tanaman sukun diperbanyak dengan stek akar atau cangkok. Waupun tanaman dapat diperbanyak dengan okulasi atau sambung pucuk pada batang bawah semai kluwih, tetapi cara ini tidak dianjurkan karena persentase keberhasilannya agak rendah dan relatif lama (Sunarjono,1999). Metode perbanyakan sukun dengan stek akar banyak dikembangkan di Cilacap, dikenal dengan metode Cilacap. Metode ini mendasarkan pada peristiwa alami pertumbuhan tunas akar. Metode stek akar mampu menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak dan seragam. Akar yang dipergunakan adalah akar besar maupun akar cabang. Tanaman tua lebih banyak menghasilkan bibit dibandingkan dengan tanaman muda. Namun dari tanaman muda akan diproleh bibit yang lebih cepat pertunasannya dan rendemen stek akar yang tumbuh lebih tinggi dari pada tanaman tua (Pitojo, 1999). Bagian tanaman yang digunakan untuk stek adalah bagian akar tanaman induk. Tanaman yang bisa diperbanyak dengan stek akar adalah tanaman sukun (Artocarpus communis Forst.), cemara (Casuarina equisetifolia), jambu buji (Psidium guajava L.), jeruk keprok (Citrus nobilis Lour.), dan kesemek (Diospyros kaki Thumb.). Tanaman-tanaman tersebut dapat diperbanyak dengan stek akar karena akarnya diperkaya dengan kuntum adventif yang setiap saat dapat tumbuh. Contohnya, sebagian akar berada di atas permukaan tanah (Rahardja dan Wiryanta, 2005). Mengakarkan stek ini sebaiknya dilakukan pada situasi lingkungan yang dingin, sekalipun tidak menutup kemungkinan adanya suatu jenis yang menyukai
Universitas Sumatera Utara
situasi yang hangat. Stek akar muda akan berakar lebih cepat dan lebih baik bila dibandingkan akar yang telah tua. Untuk keperluan stek akar ini dipilih akar sebesar pensil. Tetapi untuk tanaman yang tidak bisa menghasilkan akar sebesar itu bisa dipilih akar-akarnya yang terbesar (Wudianto, 2000). Salah satu faktor yang menentukan kualitas bahan tanam adalah jumlah substrat seperti karbohidrat yang tersedia bagi metabolisme yang mendukung pertumbuhan awal tanaman. Ini menjadi ukuran atau bobot bahan tanaman sering digunakan sebagai tolak ukur untuk mendapat bahan tanam yang seragam. Akan tetapi pertumbuhan tanaman tidak jarang dijumpai masih tetap bervariasi sekalipun bahan tanam telah dipilih dari ukuran dan bobot yang reliatif sama. Ini adalah logis dengan kenyataan bahwa faktor yang menentukan kualitas bahan tanam demikian banyak. Memang hanya faktor dominan (variasi besar) yang menghasilkan perbedaan yang nyata, sehingga pengawasan satu atau lebih faktor dominan
akan
dapat
menghasilkan
pertumbuhan
yang
relatif
seragam (Sitompul dan Guritno, 1995). Penyiapan bibit stek tanaman sukun meliputi langkah-langkah pemilihan pohon induk dan pengambilan akar sukun. Secara terperinci kegitan-kegiatan tersebut adalah sebagai berikut. Untuk memperoleh yang baik dan produktif, diperlukan bibit tanaman yang baik pula. Bibit tanaman yang baik hanya dihasilkan tanaman induk yang baik. Adapun syarat-syarat tanaman yang dapat digunakan sebagai pohon induk adalah sebagai berikut: a. Umur tanaman sudah mencapai 6-10 tahun b. Tanaman tumbuh sehat tahan terhadap serangan hama dan penyakit c. Tanaman berbuah lebat setiap tahun dan memiliki mutu buah yang baik
Universitas Sumatera Utara
d. Berasal dari varietas yang dibutuhkan e. Tanaman ditanam pada tanah yang gembur f. Tanaman memiliki perakaran yang sehat dan banyak, serta dipilih akar permukaan g. Pohon sedang tidak dalam keadaan berbunga atau berbuah (Siregar, 2009). Keberhasilan perbanyakan tanaman dengan stek tidak terlepas dari perlakuan-perlakuan yang diberikan seperti yang dijelaskan Rahardja dan Wiryanta (2005), dimana perlakuan-perlakuan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Setelah bahan stek dipisahkan dari tanaman induk (kecuali stek daun), bagian pangkal segera direndam dalam air bersih. Tujuannya supaya jaringan pengangkut tidak terisi udara. Dengan demikian, bahan stek akan cepat menyerap air dan mineral dari media tanam. 2. Untuk memepercepat pertumbuhan akar, dapat digunakan Rootone F. Pangkal stek dalam keadaan basah dimasukkan dalam serbuk Rootone F. Sisa Rootone F yang menempel di bahan stek dibuang dengan cara mengetuk-ngetukkan bahan stek. Selain itu, Rootone F boleh dicampur dengan air hingga membentuk pasta. Penggunaannya dilakukan dengan cara mengoleskan pangkal stek kedalam pasta Rootone F. 3. Lembaran daun yang ada di bahan stek (pada stek batang) dipotong setengahnya. Potongan daun ini bertujuan untuk mengurangi penguapan.
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh Perbedaan Bahan Stek Bahan tanaman seperti biji atau bagaian vegetatif merupakan modal awal pertumbuhan tanaman sehingga perbedaan dalam keadaan fisik dan biokimiawi bahan, yang sering dinyatakan dengan istilah kualitas dalam arti luas, dapat mengakibatkan perbedaan dalam pertumbuhan awal tanaman yang akan menjadi pemicu keragaman pertumbuhan tanaman lebih lanjut. Karena keragaman keadaan fisik dan biokimiawi bahan tanaman yang dihasilkan di bawah pengaruh kondisi alami sangat mungkin terjadi, bahan tanaman akan menjadi salah satu sumber potensial keragaman pertumbuhan tanaman. Penggunaan bahan tanam yang seseragam mungkin selalu dianjurkan agar keragaman yang bersumber dari bahan tanam sekecil mungkin. Akan tetapi bahan tanam yang benar-benar seragam dalam semua aspek sulit diproleh karena beberapa alasan diantaranya (i) unsur yang menyusun kualitas bahan tanam sangat banyak dan sebagian diantaranya tidak sederhana seperti enzim dan hormon, (ii) tingkat unsur ini dalam tubuh tanaman ditentukan oleh berbagai faktor yang tidak selalu bekerja paralel dalam kehidupan tanaman dan (iii) teknologi yang diperlukan untuk tujuan ini belum tersedia (Sitompul dan Guritno, 1995). Kualitas stek yang berasal dari bagian batang yang berbeda jelas sangat berbeda karena mengalami masa perkembangan yang berbeda disamping kedudukannya yang berbeda. Karenanya sangat mungkin kualitas tersebut tidak hanya ditentukan oleh satu atau dua faktor seperti bobot bahan tanaman yang erat hubungannya dengan kandungan pati yang dapat menggambarkan jumlah substrat metabolisme. Penyebaran hormon seperti auxin, yang disintesis dalam bagaian meristem batang, dan cytokinin, yang disintesis dalam bagiam meristem akar,
Universitas Sumatera Utara
akan dapat berbeda di antara bagian karena kedudukannya. Pada hasil penelitian lain, kandungan mineral (N, P, K, Ca dan Mg) dari stek bervariasi di antara bagian batang (Sitompul dan Guritno, 1995). Hampir semua bagian tanaman dapat dipakai sebagai stek, tetapi yang sering dipakai adalah batang muda yang subur. Mudahnya stek berakar tergantung kepada spesiesnya. Ada yang mudah sekali berakar cukup dengan medium air saja. Tetapi banyak pula yang sukar berakar, bahkan tidak berakar walaupun dengan perlakuan khusus. Kesuburan dan banyaknya akar yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh asal bahan steknya yaitu bagian tanaman yang dipergunakan, keadaan tanaman yang diambil steknya, dan keadaan luar waktu pengambilan (Kusumo 1980 dalam Irwanto 2001). Umur bahan stek sangat menentukan keberhasilan dari stek yang dibuat, sehingga bahan dasar pembuatannya perlu diambil dari bibit hasil cabutan atau kebun pangkas yang bersifat juvenil/muda. Hal ini disebabkan karena, pada jaringan organ yang masih muda banyak mengandung jaringan meristematik yang masih mampu melakukan pertumbuhan dan deferensiasi. Dengan demikian bagian yang paling cocok dijadikan stek adalah bagian pucuk. Pucuk juga merupakan sumber auksin pada tanaman (Yasman dan Smits 1988 dalam Irwanto 2001).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Stek Terbentuknya akar pada stek merupakan indikasi keberhasilan dari stek. Adapun hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan stek adalah faktor lingkungan dan faktor dari dalam tanaman (Huik, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Faktor Lingkungan Faktor lingkungan tumbuh stek yang cocok sangat berpengaruh pada terjadinya regenerasi akar dan pucuk. Lingkungan tumbuh atau media pengakaran seharusnya kondusif untuk regenerasi akar yaitu cukup lembab, evapotranspirasi rendah, drainase dan aerasi baik, suhu tidak terlalu dingin atau panas (12-27°C), tidak terkena cahaya penuh (200-100 W/m2) dan bebas dari hama atau penyakit (Widiarsih dkk., 2008). Suhu perakaran optimal untuk perakaran stek berkisar antara 21ºC sampai 27ºC pada pagi dan siang hari dan 15ºC pada malam hari. Suhu yang terlampau tinggi dapat mendorong perkembangan tunas melampaui perkembangan perakaran dan meningkatkan laju transpirasi (Hartman dkk., 1983). Sedangkan
suhu
rendah
menghambat
pertumbuhan
metabolisme,
dan
pendewasaan akar. Sebagai tambahan penyerapan air dan hara berkurang, dan barang kali tidak mencukupi kebutuhan pucuk. Pada suhu rendah air menjadi lebih pekat dan jaringan menjadi kurang permeabel. Pada suhu tinggi kecepatan respirasi yang naik mengurangi pertumbuhan akar (Daniel dkk., 1987).
Faktor Dari Dalam Tanaman Kondisi fisiologis tanaman mempengaruhi penyetekan adalah umur bahan stek, jenis tanaman, adanya tunas dan daun muda pada stek, persediaan bahan makanan, dan zat pengatur tumbuh. 1. Umur Bahan Stek Menurut Warsana (2004) ciri-ciri stek akar yang baik adalah jangan terlalu tua dan jangan terlalu muda, diameter stek kurang lebih 1,5 cm. Stek akar muda akan berakar lebih cepat dan lebih baik bila dibandingkan akar yang telah tua.
Universitas Sumatera Utara
Untuk keperluan stek akar ini dipilih akar sebesar pensil. Tetapi untuk tanaman yang tidak bisa menghasilkan akar sebesar itu bisa dipilih akar-akarnya yang terbesar (Wudianto, 2000). 2. Jenis Tanaman Tidak semua jenis tanaman dapat dibiakkan dengan stek. Menurut Widiarsih dkk. (2008) jenis tanaman yang berbeda mempunyai kemampuan regenerasi akar dan pucuk yang berbeda pula. Cara perbanyakan dengan metode stek akan kurang menguntungkan jika bertemu dengan kondisi tanaman yang sukar berakar, akar yang baru terbentuk tidak tahan stres lingkungan dan adanya sifat plagiotrop tanaman yang masih bertahan. 3. Adanya Tunas dan Daun Pada Stek Adanya tunas dan daun pada stek berperan penting bagi perakaran. Bila seluruh tunas dihilangkan maka pembentukan akar tidak terjadi sebab tunas berfungsi sebagai auksin. Selain itu, tunas menghasilkan suatu zat berupa auksin yang berperan dalam mendorong pembentukan akar yang dinamakan Rhizokalin (Huik, 2004). 4. Persediaan Bahan Makanan Menurut Pamungkas dkk. (2009) pertumbuhan akar pada stek dipengaruhi oleh adanya karbohidrat dalam stek, dimana karbohidrat merupakan sumber energi dan sumber karbon (C) terbesar selama proses prakaran. Akumulasi karbohidrat banyak terdapat dibagian pangkal stek, sehingga akan lebih cepat dan lebih mudah membentuk akar. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Hartman dkk. (1990) dalam Pamukas dkk. (2009) jika rasio C/N rendah maka inisiasi akar juga
Universitas Sumatera Utara
akan terhambat walaupun kandungan karbohidrat pada stek tinggi, karena unsur N berkorelasi negatif dengan proses perakaran pada stek. 5. Zat pengatur Tumbuh Menurut Widiarsih (2008) salah satu faktor intern yang mempengaruhi regenerasi akar dan pucuk adalah fitohormon yang berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh. Sedangkan ditinjau dari asal senyawanya zat pengatur tumbuh dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Pengatur tumbuh (growth regulator), yakni senyawa-senyawa yang datang dari luar tumbuhan. 2. Hormon, yakni jika senyawa itu dihasilkan dalam tubuh tumbuhan (Heddy,1996). Sebenarnya tanaman sendiri telah mempunyai hormon, misalnya rizokalin (merangsang pertumbuhan akar), kaulokalin (merangsang pertumbuhan batang) dan antokalin (merangsang pembungaan). Hormon-hormon ini masuk dalam golongan auksin yaitu IAA ( Asam Indol Asetat), NAA (Asam Naftalena Asetat), dan IBA (Asam Indol Butirat) (Wudianto, 2003).
Universitas Sumatera Utara