TINJAUAN PUSTAKA Partisipasi Masyarakat Pengertian partisipasi merupakan kesediaan untuk membantu berhasilnya suatu
program sesuai dengan kemampuan
setiap
orang
tanpa
berarti
mengorbankan kepentingan diri sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan partisipasi tersebut sama dengan peran serta. Peran serta merupakan proses komunikasi dua arah yang dilakukan terus menerus guna meningkatkan pengertian masyarakat atas suatu proses dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisa oleh badan yang bertanggung jawab (Sormin, 2006). Partisipasi menurut Sormin (2006) terbagi atas partisipasi vertikal dan partisipasi horizontal. Partisipasi vertikal bisa terjadi dalam kondisi tertentu, dimana masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan dimana masyarakat berada sebagai posisi bawahan. Partisipasi horizontal dimana pada suatu saat tidak mustahil masyarakat mempunyai prakarsa dimana setiap anggota/kelompok masyarakat berpartisipasi horizontal satu dengan yang lainnya, baik dalam melakukan usaha bersama maupun dalam rangka melakukan kegiatan dengan pihak lain. Partisipasi seperti ini merupakan suatu tanda permulaan tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri. Secara harfiah, Participatory Rural Appraisal (PRA)
merupakan
penilaian/pengkajian/penelitian keadaan desa secara partisipatif. Dengan demikian metode PRA artinya adalah cara yang digunakan dalam melakukan kajian untuk memahami keadaan atau kondisi desa dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Selain itu, PRA juga merupakan sekelompok pendekatan dan metode yang
Universitas Sumatera Utara
memungkinkan masyarakat desa untuk saling berbagi, meningkatkan, dan menganalisis pengetahuan mereka tentang kondisi dan kehidupan desa, membuat rencana dan bertindak. Usaha-usaha pengembangan masyarakat dilakukan mengikuti daur program. Daur program adalah tahapan-tahapan dalam pengembangan program mulai dari identifikasi masalah dan kebutuhan, pencarian alternatif
kegiatan,
pemilihan
alternatif
kegiatan,
pengorganisasian
dan
pelaksanaan kegiatan, serta pemantauan dan evaluasi (Driyamedia, 1996). Metode PRA dikembangkan dengan dua tujuan utama, yaitu : - Tujuan praktis (tujuan jangka pendek) adalah menyelenggarakan kegiatan bersama masyarakat untuk mengupayakan pemenuhan kebutuahan praktis dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekaligus sebagai sarana proses belajar tersebut. - Tujuan strategis (tujuan jangka pendek) adalah mencapai pemberdayaan masyarakat dan perubahan sosial melalui pengembangan masyarakat dengan menggunakan pendekatan pembelajaran (Driyamedia, 1996). Ekowisata Kawasan taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Kawasan taman wisata alam dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman wisata alam dikelola berdasarkan suatu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan taman wisata alam sekurang-kurangnya memuat
Universitas Sumatera Utara
tujuan pengelolaan, kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan (Dirjen PHKA Departemen Kehutanan, 2010). Adapun kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan taman wisata alam: 1. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam serta formasi geologi yang menarik; 2. Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian fungsi potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam; 3. Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam Pariwisata merupakan suatu aktivitas yang melakukan perjalanan dari rumah utama guna bersantai menuju daerah yang lain. Kepariwisataan juga merupakan lingkup usaha yang terdiri atas ratusan komponen usaha seperti: layanan angkutan udara, kapal pesiar, kereta api, agen perjalanan, pengusaha tur, penginapan, restoran, dan pusat-pusat perbelanjaan (Lundberg dkk, 1997). Ekowisata dari segi pasar merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan. Sedangkan pendekatan pengembangan, ekowisata merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya pariwisata secara ramah lingkungan dan bertanggungjawab terdapap kelestarian alam serta kesejahteraan masyarakat lokal (Damanik dan Weber, 2006) Menurut Fandeli dan Mukhlison (2000) bahwa ekowisata lebih banyak digunakan dan lebih populer jika dibandingkan terjemahan yang seharusnya dari istilah ecotourism yaitu ekoturisme. Ekowisata merupakan salah satu bentuk wisata alam yang saat ini berkembang dan ekowisata juga erat kaitannya dengan
Universitas Sumatera Utara
prinsip konservasi. Dalam upaya pengembangannya juga menggunankan strategi konservasi, sehingga ekowisata berdayaguna dalam mempertahankan keutuhan dan juga keaslian ekosistem di areal yang masih alami. Dalam pendugaan permintaan terhadap manfaat intangible seperti rekreasi bisa dilakukan dengan pendekatan metode biaya perjalanan. Jumlah biaya perjalanan ini termaksud biaya pulang pergi ditambah dengan nilai uang dari waktu
yang
telah
dihabiskan
dalam
perjalanan
dan
selama
rekreasi
(Davis dan Jhonson, 1987). Pariwisata
yang
merupakan
suatu
fenomena
multidimensional,
menumbuhkan citra petualangan, romantik dan tempat-tempat eksotik, dan juga meliputi realita keduniaan seperti bisnis, kesehatan dan lain-lain. Kata pariwisata sering menonjolkan bidang perjalanan dan juga pertumbuhan meningkat dari orang-orang yang melakukan perjalanan, biasanya disebut turis/wisatawan (Hadinoto, 1996). Seseorang melakukan perjalanan baik secara individu maupun rombongan, bergantung pada motivasinya. Namun motivasi itu selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ekonomi, teknologi yang telah dicapai manusia di abad modern ini (Yoeti, 1985). Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Pada umumnya seseorang akan terdorong untuk melakukan perjalanan wisata jika tersedianya waktu luang, tersedianya biaya dan ada keinginan untuk melakukan perjalanan (Desky, 1999).
Universitas Sumatera Utara
Kondisi Umum TWA Lau Debuk Debuk Lau Debuk-Debuk (Hot Spring) atau sering disebut pemandian air panas merupakan salah satu potensi wisata yang sangat menarik disekitar kaki Gunung Sibayak. Pemandian air panas merupakan hasil aktifitas alam Gunung Sibayak di masa lampu. Mata airnya bersumber dari perut bumi mengandung unsur belerang dapat mengobati penyakit gatal-gatal dan dapat dijadikan sebagai pengganti mandi sauna. Objek wisata ini terletak di Desa Semangat Gunung yakni hanya beberapa meter dari jalan setapak menuju pintu rimba.
Gunung Sibayak dijuluki sebagai "Gunung Raja" arti kata Sibayak ialah "Raja" Konon Tanah karo diperintah oleh 4 Raja (Sibayak). Keempat dari kerajaan itu ialah Sibayak Lingga, Sarinembah, Barusjahe dan Kutabuluh. Gunung Sibayak, yang meletus terakhir kali pada tahun 1600, merupakan gunung vulkanik yang masih aktif mengeluarkan gumpalan asap dengan ketinggian hingga 2 km. Gumpalan asapnya berasal dari panas bumi dan berguna sebagai sumber energi listrik. Di Kabupaten Karo telah terdapat sebuah kawasan pembangkit tenaga uap di dekat Gunung Sibayak. Ketinggian gunung itu sekitar 2.094 m dari permukaan laut. Dari Desa Sibayak, terlihat jelas kondisi kawahnya yang agak landai, yang kelihatannya seperti membelah gunung. Sekitar pukul 15:00 WIB, kabut mulai kelihatan di sekitar puncak gunung hingga ke bagian bawahnya, dan tidak lama kemudian, kabut mulai menyebar hingga ke Desa Semangat Gunung (Langkisau, 2009). Secara administratif pemerintahan Taman Wisata Alam Lau Debuk-Debuk terletak di Desa Doulu Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo. Secara geografisnya kawasan TWA Lau Debuk-Debuk terletak pada 98048’45” BT dan 3056’ LU dengan ketinggian 1.300 mdpl. Berdasarkan Keputusan Raja Deli
Universitas Sumatera Utara
tanggal 30 Desember 1924, sebelumnya kawasan ini merupakan daerah Cagar Alam.
Namun,
berdasarkan
Surat
Keputusan
Menteri
Pertanian
No.
320/Kpts/Um/5/1980, pada tanggal 9 Mei tahun 1980 bahwa areal ini dialihkan menjadi TWA yang luasnya 7 ha. Areal TWA Lau Debuk Debuk ini dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Karo dan masyarakat. Gunung Sibayak yang berketinggian 2.094 m.dpl secara administratif masuk dalam kabupaten Karo di Sumatera Utara. Hutan gunung ini masuk dalam hutan lindung berupa hutan alam pengunungan, yang tergabung dalam Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan. Pembangunan Tahura ini sebagai upaya konservasi sumber daya alam dan pemanfaatan lingkungan melalui peningkatan fungsi dan peranan hutan. Hutan gunung yang masih alami tersebut tergabung dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang merupakan Daerah Tangkapan Air (DTA) bagi masyarakat disekitar gunung dan hutan (Mabring, 2010). Mata air panas muncul melalui retakan dari aliran lava di daerah Selatan lereng Gunung Api Sibayak. Mata air panas ini kemudian ditampung didalam kolam. Pemandian air panas ini dikelolah oleh Pemerintah Kabupaten Karo dengan masyarakat setempat. Sebagian pendaki memanfaatkan kolam air panas ini untuk berendam membersihkan diri dan menyegarkan tubuh sekembali dari puncak. Jarak dari Kota Berastagi ke objek wisata kira-kira berjarak 10 km dapat ditempuh dengan bus umum atau pribadi (Langkisau, 2009). Di kaki Gunung Sibayak terdapat sumber air panas yang sering didatangi para pengunjung. Uap airnya mengandung belerang, sehingga tercium agak menyengat. Kondisi alamnya masih natural, dipenuhi pepohonan bambu dan rotan. Jalan menuju arah puncak, para pendaki dapat melewati jalan setapak
Universitas Sumatera Utara
sebagai jalur resmi pendakian. Kawasan sekitar TWA Lau Debuk Debuk terkenal dengan udara yang sejuk karena berada di kaki Gunung Sibayak. Daerah kunjungan wisata ini dianugerahi air panas belerang. Ali mengalir sepanjang masa dengan balutan panorama eksotis yang menyajikan suasana indah, tenang dan damai. Jarak yang ditempuh menuju Lau Debuk Debuk sekitar 10 Km dari Berastagi sementara dari Medan bisa menempuh 60 Km. Desa Semangat Gunung adalah desa terakhir ditemukan ketika mendaki gunung melalui jalur ini. Perjalanan menuju objek wisata ini tidak terlalu sulit karena transportasi umum gampang ditemui dengan ongkos pasti terjangkau. Sedangkan dengan mobil atau sepeda motor pribadi juga bisa ditempuh tanpa banyak rintangan karena jalannya sudah beraspal. Setelah sampai di kawasan ini tinggal menentukan lokasi pemandian yang akan dipergunakan. Ada sekitar tujuh pusat pemandian air panas (hot spring) yang telah kelola secara modern dan dilengkapi fasilitas semi permanen. Sedangkan satu lokasi pemandian dikelola secara tradisional oleh pihak Pemda setempat. Sebenarnya objek wisata ini merupakan pemandian air panas yang mata airnya bersumber dari perut bumi dan mengandung unsur belerang. Selain terasa hangat, air panas tersebut juga dapat mengobati penyakit gatal-gatal bagi pengunjung yang datang. Sehingga tidak salah kalau berendam dengan air hangat belerang bisa dijadikan sebagai pengganti mandi sauna. Objek wisata air panas Lau Debuk Debuk memiliki kekhasan tersendiri dengan yang lainnya. Bukan hanya dari Medan, Langkat atau Deli Serdang, pengunjung yang datang berasal dari luar daerah bahkan dari Jawa dan Kalimantan.
Universitas Sumatera Utara
Sekitar pemandian air panas Lau Debuk Debuk, banyak ditemukan tempat untuk meletakkan sesajen atau pemujaan. Tidak jauh dari sumber air panas utama akan ditemukan sumur yang dijadikan sebagai tempat pemujaan dan meletakkan sesajen. Selain itu pengunjung yang datang juga sering melepaskan ayam putih sebagai bentuk kepercayaan dan niat karena satu permintaan atau permintaan yang telah dikabulkan. Sedangkan air berada di sumur tersebut sering dibawa pulang dengan
jerigen
sebagai
oleh-oleh
sekaligus
dipercayai
untuk
obat.
Sedangkan pada waktu-waktu tertentu akan dilaksanakan kegiatan ritual seperti “Erpangir Ku Lau” (mandi ritual). Kegiatan ritual dilaksanakan biasanya bertujuan membersihkan diri dari roh-roh jahat dan niat-niat yang tidak baik. Kegiatan seperti ini akan menjadi daya tarik tersendiri bagi turis dan pengunjung dari luar daerah. Sehingga kegiatan ritual seperti ini biasanya akan dimeriahkan oleh pendatang dari luar kota ke objek wisata ini. Selain lokasi pemandian air panas yang sengaja dikelola secara tradisional, saat ini juga bermunculan lokasi pemandian air panas semi permanen. Dari catatan, ada sekitar 5 lokasi tempat pemandian yang dikelola secara profesional, di antaranya pemandian air panas Karona Family, Alam Sibayak, Panorama, Rindu Alam dan lainnya. Lokasi pemandian ini dipermak dan dipoles seindah mungkin, tetapi sumber air panas tetap berasal dari aliran Gunung Sibayak. Sedangkan temperatur air panas yang berada di pusat-pusat pemandian air panas di Desa Semangat Gunung antara 27-350C.
Universitas Sumatera Utara