TINJAUAN PUSTAKA
Sekilas Tentang Ayam Unggas merupakan salah satu spesies yang dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan makanan. Selain karena rasanya yang enak daging unggas juga mengandung banyak sumber gizi seperti protein, lemak dan yang lainnya. Yang termasuk unggas antara lain, ayam, itik, angsa, burung dan kalkun. Yang paling populer adalah ayam, sedangkan yang lain jarang dimasak untuk hidangan seharihari (Tarwotjo, 1998). Kedudukan
ayam
dalam
sistematika
(taksonomi)
hewan
dapat
dikelompokkan sebagai berikut : Filum
: Chordata
Sub filum
: Vertebrata
Kelas
: Aves
Sub kelas
: Neornithes
Ordo
: Galliformes
Genus
: Gallus
Spesies
: Gallus domesticus
(Suprijatna, et al., 2005). Ayam (Gallus domesticus) memiliki beberapa klasifikasi, diantaranya adalah ayam ras (ayam negeri), ayam kampung dan ayam hutan. Ayam kampung menghasilkan daging yang lebih enak daripada ayam negeri. Hal ini karena kemampuan genetis yang membedakan antara kedua jenis ayam ini. Tetapi untuk produksi telurnya ayam ras lebih disukai oleh masyarakat digunakan sebagai bahan 4 Universitas Sumatera Utara
5 makanan atau olahan makanan dibanding dengan ayam kampung yang dari segi harganya sedikit lebih mahal dan hanya digunakan untuk olahan makanan tradisional saja (Rasyaf, 2000). Ayam yang digunakan oleh masyarakat untuk diolah biasanya adalah ayam potong. Disamping harganya lebih murah daripada ayam kampung, ayam potong yang masih muda memiliki daging yang empuk dan cocok untuk masakan ayam panggang, grill atau ayam goreng. Lemaknya sedikit, makin tua umur ayam makin banyak lemaknya. Untuk pengolahan ayam potong sendiri tidak berbeda dengan daging. Ayam yang telah dipotong perlu didiamkan dahulu sekitar 4 jam. Warna merah tua pada daging ayam karena adanya pigmen myoglobin (Tarwotjo, 1998). Ayam segar yang biasa digunakan untuk pengolahan terdiri dari tiga, yaitu: - ayam segar biasa (segera dimasak, hanya tahan 4 - 6 jam setelah dipotong) - ayam segar dingin (tahan 24 jam, dimasukkan dalam lemari es) - ayam segar beku (tahan untuk beberapa hari jika disimpan dalam kondisi yang tepat, 24oC dibawah nol. Untuk memilih daging ayam segar yang biasa perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu warna daging yang putih kekuningan, warna lemak yang putih kekuningan dan merata di bawah kulit, memiliki bau yang segar, kekenyalan yang elastis dan tidak
ada
tanda-tanda
memar
atau
tanda
lain
yang
mencurigakan
(Litbang Deptan, 2007). Daging ayam termasuk mengandung gizi yang tinggi, selain dari proteinnya juga daging ayam mengandung lemak. Protein pada ayam yaitu 18,2 g, sedangkan lemaknya berkisar 25,0 g. Untuk memperjelas zat yang dikandung daging ayam, maka dapat dilihat pada tabel berikut :
Universitas Sumatera Utara
6 Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Ayam dalam 100 g bahan Komponen Kalori (g) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Air (g) Bdd (%) Sumber : Departemen Kesehatan RI., (1996).
Jumlah 30,2 18,2 25,0 0 14 200 1,5 810 0,08 0 55,9 58
Sekilas Tentang Formalin Formaldehid senyawa yang menjadi bahan dasar formalin ditemukan pertama kali oleh ahli kimia Rusia, Alexander Mikhailovich Butlerov, pada tahun 1859. Butlerov menemukannya secara tidak sengaja ketika meneliti struktur komponen organik tertentu. Sebenarnya formaldehid tersedia di alam dalam bentuk gas yang dihasilkan dari pembakaran materi-materi karbon yang tidak sempurna. Gas ini bisa ditemukan pada asap yang timbul dari kebakaran hutan, knalpot, dll. Butlerov tidak mampu menguraikan lagi temuannya (Blogger, 1999). Setelah hampir 9 tahun kemudian, ahli kimia Jerman, August Wihelm Hofmann mampu mengolah menjadi formalin. Walaupun pada suhu kamar berwujud gas, bisa dengan mudah menjadi larutan dalam air. Hofmann mencampurkan metanol, udara dalam suatu spiral. Campuran itu dipanaskan sehingga terbentuk formalin. Komposisi sebesar 37 % ini yang kemudian dijadikan sebagai formalin. Rumus kimia formaldehid adalah :
Universitas Sumatera Utara
7 H C=O
atau
HCOH
H (Blogger, 1999). Di dalam formalin biasanya ditambahkan metanol hingga 15% sebagai pengawet. Dan atas dasar inilah formalin digunakan sebagai pengawet bahan makanan, baik dalam bentuk olahan ataupun segar seperti daging ayam yang masih segar. Selain itu formalin juga dikenal sebagai bahan pembunuh hama dan banyak digunakan dalam industri. Nama lain dari formalin adalah sebagai berikut: -
formol–methylene aldehyde–paraforin
-
methanal–formoform–superlysoform
-
formic aldehyde–formalith–tetreoxymethylene
-
methyl oxide–karsan–trioxane
-
oxymethylene–methylene glycol
(Villany, 2007) Bahan pengawet kimia adalah salah satu kelompok dari sejumlah bahanbahan kimia yang baik ditambahkan dengan sengaja ke dalam bahan pangan atau ada dalam bahan pangan sebagai akibat dari perlakuan pra pengolahan, pengolahan atau penyimpanan. Penggunaan bahan-bahan pengawet ini harus memenuhi syarat, yaitu : -
tidak menimbulkan penipuan
-
tidak menurunkan nilai gizi dari bahan pangan
Universitas Sumatera Utara
8 -
tidak memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme yang menimbulkan keracunan bahan pangan sedangkan pertumbuhan mikroorganisme lainnya tertekan yang menyebabkan pembusukan menjadi nyata
(Buckle, et al., 1987). Penggunaan formalin untuk mengawetkan makanan sesungguhnya telah dilarang sejak tahun 1982. Pemerintah juga telah mengeluarkan dua peraturan untuk mengatur penggunaan bahan kimia ini. Yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 472 Tahun 1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya bagi Kesehatan, dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 254 Tahun 2000 tentang Tata Niaga Impor dan Peredaran Bahan Berbahaya Tertentu. Formalin dan rodamin termasuk dalam kategori bahan berbahaya tersebut yang penggunaannya harus diawasi secara ketat (Mediacastore, 2007). Sifat Fisik Formalin Formalin adalah zat kimia yang mengandung unsur karbon, hidrogen dan oksigen dan mempunyai nama lain formaldehid. Secara fisik terdapat dalam bentuk larutan tidak berwarna dengan kadar antara 37 - 40%. Formalin biasanya mengandung alkohol/metanol sebesar 10 - 15% yang berfungsi sebagai stabilisator. Karakteristik dari zat ini adalah mudah larut dalam air, mudah menguap, mempunyai bau yang tajam dan iritatif walaupun ambang penguapannya hanya 1%, mudah terbakar bila kontak dengan udara panas atau api, atau bila kontak dengan zat kimia tertentu. Di pasaran tersedia dalam bentuk yang sudah diencerkan maupun dalam bentuk padat (Percikan Iman, 2006). Berdasarkan sifat fisik dari formalin, maka banyak masyarakat yang menggunakan formalin untuk berbagai keperluan. Diantaranya adalah untuk
Universitas Sumatera Utara
9 industri, mengawetkan mayat dan juga sebagai pengawet bahan makanan, baik dalam bentuk olahan ataupun segar seperti daging ayam walaupun sebenarnya formalin ini bukan salah satu dari tambahan bahan makanan (TBM) seperti yang dikeluarkan oleh BB POM. Formaldehid dasarnya merupakan bentuk gas, maka jika ingin digunakan harus dilarutkan dulu dengan memasukkan dalam air dan metanol agar bisa langsung digunakan. Formalin mempunyai sifat fisik larut dalam air atau metanol. Formaldehid sendiri terdapat di alam, hal ini karena gas methane terdapat dimana-mana yang jika teroksidasi maka akan menjadi formaldehid, seperti ada di daun-daun busuk, sampah, gas buangan, asap rokok dan sebagainya (Juliavantiel, 2007). Kegunaan Formalin Penggunaan formalin banyak digunakan dalam berbagai industri, diantaranya industri tekstil, pembunuh kuman (desinfektan), makanan dan sebagainya. Penggunaan formalin diantaranya adalah sebagai berikut : - pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian - pembasmi lalat dan berbagai serangga lain - bahan pembuatan sutra buatan, zat pewarna dan bahan peledak - dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas - bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea - bahan pembuatan produk parfum - bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku - pencegah korosi untuk sumur minyak
Universitas Sumatera Utara
10 - bahan untuk insulasi busa - bahan perekat untuk produk kayu lapis - dalam konsentrasi yang sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, shampoo, mobil, lilin pelembut dan karpet (Opensource, 2007). Zat pengawet biasa ditambahkan ke dalam makanan agar makanan tersebut tahan lama. Zat pengawet terdiri dari dua, yaitu senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam atau garamnya. Zat pengawet organik seperti asam sorbat, asam benzoat, dll, dan zat pengawet anorganik seperti nitrat, nitrit dan sulfit. Sedangkan zat pengawet kimia lain berbahaya karena dapat menyebabkan karsinogenik (Winarno, 1995). Bahaya Penggunaan Formalin Formalin sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit dan tertelan. Akibat yang ditimbulkan dapat berupa luka bakar pada kulit, iritasi pada saluran pernafasan, reaksi alergi dan bahaya kanker pada manusia. Bahaya penggunaan formalin ini terdiri dari dua jangka, yaitu : 1. Bahaya Jangka Pendek (akut) a. Bila terhirup Iritasi pada hidung dan tenggorokan, gangguan pernapasan, rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan serta batuk-batuk. Kerusakan jaringan dan luka pada saluran pernafasan, dan tanda yang lain seperti bersin, radang tenggorokan, jantung berdebar, sakit kepala, muntah dan mual. Dan pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian.
Universitas Sumatera Utara
11 b. Bila terkena kulit Apabila terkena kulit maka akan menimbulkan perubahan warna, yakni kulit menjadi merah, mengeras, mati rasa dan ada rasa terbakar. c. Bila terkena mata Dapat menimbulkan iritasi pada mata, gatal-gatal dan penglihatan kabur dan bila berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan pengeluaran air mata yang hebat dan terjadi kerusakan lensa mata. d. Bila tertelan Apabila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, jual, muntah dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan, kerusakan hati, jantung, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal serta hipotensi. 2. Bahaya Jangka Panjang (kronis) a. Bila tertelan Efek neuropsikologis meliputi gangguan tidur, kanker pada hidung, paru dan otak b. Bila terkena kulit Kerusakan pada jari tangan, pengerasan dan kepekaan pada kulit dan terjadi radang kulit. c. Bila terkena mata Jika terkena mata, bahaya yang paling menonjol adalah terjadinya radang selaput mata. d. Bila tertelan Menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan suhu badan dan rasa gatal di dada.
Universitas Sumatera Utara
12 (Direktorat Pengawasan Produk dan Berbahaya, 2002). Formalin terbukti bersifat karsinogen atau menyebabkan kanker pada hewan percobaan yang menyerang jaringan permukaaan rongga hidung. Dan terhadap respon manusia efek yang sama juga terjadi. Uap formalin dapat membuat mata pedih dan menyebabkan lakrimasi atau pengeluaran air mata yang berlebih. Menghisap uap ini pada kadar rendah sekitar 1 ppm menyebabkan iritasi pada selaput lendir saluran nafas. Sedangkan pada kadar yang lebih tinggi dapat menyebabkan sakit kepala, mual, sesak napas dan paling berbahaya adalah kematian. Formalin yang bersifat racun tersebut tidak termasuk dalam daftar bahan makanan tambahan (TBM) yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan tahun 1996 (Percikan Iman, 2006). Larutan formaldehid adalah desinfektan yang efektif melawan bakteri vegetatif seperti jamur, atau virus, tetapi kurang efektif melawan spora bakteri. Formaldehid bereaksi dengan protein, sehingga dapat mengurangi aktivitas mikroorganisme. Larutan formaldehid 0,5% dalam waktu 6 – 12 jam dapat membunuh bakteri dan dalam waktu 2 - 4 hari dapat membunuh spora dalam waktu 18 jam (Cahyadi, 2006). Ciri–Ciri Makanan Berformalin Akibat maraknya formalin yang digunakan pada bahan makanan dan sudah terdeteksi di dalam makanan, maka berbagai penelitian telah dilakukan. Diantaranya yang paling sederhana adalah pengawetan tahu, yaitu dengan merendamnya. Tahu yang direndam dalam larutan formalin 2% sekitar 30 menit dapat memperpanjang masa simpan sampai pada 4 - 5 hari pada suhu kamar dan tekstur tahu menjadi keras dan tidak berlendir, sedang tahu yang tidak direndam
Universitas Sumatera Utara
13 formalin hanya bertahan 2 hari saja, setelah itu akan menjadi asam dan rusak. Dan dengan kadar formalin yang lebih rendah lagi yaitu 0,1 - 0,15 % dapat mengawetkan tahu hingga 3 minggu. Ciri–ciri dari tahu berformalin ini adalah bentuknya bagus, kenyal, tidak mudah hancur, awet beberapa hari, tidak busuk, bau
agak
menyengat
dan
aroma
kedelai
sudah
tidak
nyata
lagi
(Percikan Iman, 2006). Penggunaan formalin digunakan pada bahan pangan adalah sebagai pengawet. Ada beberapa ciri-ciri makanan yang mengandung formalin yang sering digunakan oleh masyarakat, diantaranya adalah : - Mie basah Lebih kenyal, awet beberapa hari dan tidak mudah basi dibanding yang tidak berformalin. Mi tampak mengkilat, liat, dan tidak lengket. - Bakso Lebih kenyal, aroma khas dari bakso tidak tercium, awet beberapa hari dan tidak mudah busuk. - Ikan Asin Daging kenyal, utuh, lebih putih dan bersih dibandingkan ikan asin tanpa formalin serta agak berwarna cokelat dan lebih tahan lama serta tidak rusak sampai lebih dari sebulan pada suhu 25 oC. - Ikan Segar Warnanya putih bersih, dagingnya tidak kenyal, tidak berlendir, insangnya berwarna merah tua bukan merah segar, tidak mudah busuk dan lalat tidak mengerubunginya.
Universitas Sumatera Utara
14 - Ayam Potong Berwarna putih bersih, lebih awet, tidak mudah busuk dan agak sedikit tegang serta lalat tidak mengerubunginya Selain ciri–ciri makanan diatas bila mengandung formalin, masih banyak lagi makanan lain yang mengandung formalin, tidak hanya makanan segar tapi juga makanan olahan seperti bakso (Widyaningsih, 2006). Ayam dan ikan segar merupakan bahan makanan segar sering ditambahkan formalin untuk mengawetkan bahan pangan tersebut hingga beberapa hari. Kenyataannya seperti di salah satu pasar di Jakarta ditemukan olah Dinas Kesehatan pada 11 Januari 2008 dengan mengambil 14 sampel ikan dan ayam. Dan 4 sampel diantaranya mengandung formalin. Ciri dari ikan berformalin tersebut adalah tampilannya pucat dan bila ditekan daging kenyal, sedangkan untuk ayam daging kenyal dan kaku. Dan perbedaan nyata yang lain adalah tidak adanya lalat yang mengerubunginya. Dan untuk bahan makanan yang berformalin ini tidak ada masa kadaluwarsa yang ditetapkan para pedagang, sehingga jika tidak terjual maka bahan
pangan tersebut akan dimasukkan ke freezer dan dijual
kembali hingga habis (Gatra, 2007). Untuk makanan olahan, biasanya di setiap kemasan dicantumkan nama tambahan makanannya yaitu seperti formol, morbicid, methanal, formic aldehyde, methyl oxide, oxymethylene, methylene aldehyde yang merupakan nama lain dari formalin dengan istilah yang berbeda, sehingga pembeli tidak merasa khawatir terhadap produk yang dibelinya karena tidak mengandung formalin walaupun itu merupakan nama lain dari formalin. Dan ada salah satu bahan kimia yang
Universitas Sumatera Utara
15 berbahaya sama dengan formalin yang bersifat karsinogenik, yaitu boraks (Jawa Pos, 2007). Mekanisme formalin sebagai pengawet adalah jika formaldehid bereaksi dengan protein, sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antara protein yang berdekatan. Akibat dari reaksi tersebut, protein mengeras dan tidak dapat larut. Hal inilah yang menyebabkan formalin digunakan sebagai pengawet makanan terutama yang mengandung protein (Cahyadi, 2006). Reaksi antara formalin dengan protein dapat dilihat pada gambar dibawah berikut.
Gambar 1. Reaksi Formalin dengan Protein (Iskandar, 2008). Pengujian Formalin pada Makanan Untuk mengetahui suatu bahan pangan mengandung formalin atau tidak dapat dilakukan pengujian dengan melihat tanda-tanda fisik makanan tersebut, yaitu bau yang menyengat, tekstur yang kaku, warna yang lebih terang dan tingkat keawetan produk yang lebih lama. Contoh bahan pangan yang diberi formalin diantaranya adalah tahu, mie, ikan, bakso dan ayam. Salah satu contoh yaitu tahu,
Universitas Sumatera Utara
16 pengujian secara fisik dapat dilihat dari bentuknya yang bagus, kenyal, tidak mudah hancur dan bau agak menyengat (Tarwotjo, 1998). Pengujian secara fisik yaitu melalui tanda-tanda pada makanan tersebut tidak bisa sepenuhnya diterapkan. Hal ini karena tiap makanan penggunaan kadar formalinnya berbeda-beda. Untuk kandungan formalin yang rendah tidak akan terdeteksi, sehingga harus diperlukan uji laboratorium. Uji kandungan formalin ini dilakukan dengan penambahan bahan kimia (reagen). Salah satu cara kerjanya dilakukan dengan menghaluskan makanan yang akan dites. Lalu dilarutkan dalam air yang sudah disterilkan atau aquadest. Kemudian zat kimia reagen itu ditetesi hingga lima tetesan ke dalam air yang telah disterilkan tersebut. Jika kondisi air yang diteteskan itu berubah menjadi kuning, maka dapat dipastikan bahwa sampel makanan tersebut mengandung formalin (Menkokesra, 2007). Salah satu reagen yang mudah digunakan untuk menguji kadar formalin pada makanan adalah dengan Larutan Fehling. Larutan ini ada dua komponen, Fehling 1: larutan CuSO4 dan Fehling 2: Natrium Kalium Tartrat + NaOH. Sebelum
dipakai,
Fehling
1
dan
2
dicampur
dulu
(1
banding
1,
v/v) untuk membuat larutan warna biru yang akan ditambahkan beberapa ml
ke
larutan
yang
mau
dites.
Dan
kalau
ada
aldehida,
warnanya
berubah menjadi merah bata yang merupakan Cu2O. Hasil ini kurang akurat jika digunakan pada bahan yang mengandung karbohidrat (Kimia Indonesia, 2008). Beberapa metode lain dalam pengujian formalin pada makanan adalah : - larutan KMnO4 0,1 N untuk cairan Cairan dari bahan pangan yang diduga mengandung formalin diambil sebanyak 10 ml. Kemudian ditetesi dengan 1 tetes larutan KMnO4 0,1 N. Jika
Universitas Sumatera Utara
17 warna campuran mengalami perubahan dari merah muda pekat menjadi bening maka bahan yang diduga mengandung formalin jika dalam 1 jam tidak mengalami perubahan berarti bahan tidak mengandung formalin. Hasil palsu dapat saja terjadi jika dalam bahan pangan mengandung reduktor lain yang bereaksi dengan KMnO4 seperti asam oksalat, dll. Tapi bahan pangan yang berprotein tinggi sangat kecil kemungkinan mengandung asam oksalat secara alami (Berita Bumi, 2007). - larutan Fuchsin + HCl (Schiff Test) Bahan yang diduga mengandung formalin dipotong kecil – kecil dan kemudian dihancurkan. Hancuran kemudian ditambahkan aquadest dan disaring airnya. Air saringan ini kemudian ditetesi dengan kit tes formalin (campuran fuchsin dan HCl). Jika terjadi perubahan warna menjadi biru maka bahan mengandung formalin. Uji ini memerlukan waktu 10 menit (Mahdi, 2007). Formalin juga bereaksi dengan asam kromatrofat menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah keunguan. Reaksinya dapat dipercepat dengan cara menambahkan asam fosfat dan hidrogen peroksida. Caranya, bahan yang diduga mengandung formalin ditetesi dengan campuran antara asam kromatrofat, asam fosfat dan hidrogen peroksida. Jika dihasilkan warna merah keunguan maka dapat
disimpulkan
bahwa
bahan
tersebut
mengandung
formalin
(Widyaningsih, 2006). Pengawetan Ayam Berformalin Produk ayam merupakan tempat tumbuh yang ideal bagi mikroba untuk memproduksi toksin. Untuk mencegah kerusakan daging ayam, perlu segera dimasak atau disimpan di dalam lemari es yaitu bagian freezer. Karkas dingin dapat berdaya simpan 1 - 2 hari dalam lemari es yang paling dingin. Penyimpanan
Universitas Sumatera Utara
18 sebaiknya dibungkus dahulu dengan kertas lilin, dan jeroannya disimpan tersendiri. Tanda-tanda karkas dingin yang telah rusak adalah sebagai berikut : - kadar air meningkat - bau sudah menyimpang, tidak sedap - tidak segar, timbul lendir, berubah warna - pH-nya meningkat, tercium bau amonia dan senyawa sejenisnya (Tarwotjo, 1998). Kesegaran ayam biasanya akan bertahan selama dua hingga tiga jam setelah dipotong, sehingga bagi pedagang yang menjual daging ayam potong sampai siang dan hingga sore hari, maka dimungkinkan menggunakan formalin untuk mengawetkan. Ciri-ciri fisik daging ayam yang mengandung pengawet diantaranya adalah warnanya lebih putih dan lebih padat, tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar, teksturnya kencang, bau agak menyengat, tidak ada lalat yang mengerubungi dan jika daging ayam dimasukkan ke dalam reagen untuk diuji laboratorium maka akan menimbulkan gelembung gas (Suara Merdeka, 2007). Untuk menghindari ayam berpengawet seperti formalin, maka ada beberapa syarat dalam memilih daging ayam yang segar, yaitu warna daging putih kekuningan, warna lemak putih kekuningan dan merata di bawah kulit, memiliki bau yang segar, kekenyalan elastis dan tidak terdapat tanda-tanda memar (Dunia Ibu, 2007). Ayam bangkai juga diperdagangkan dengan penambahan formalin dengan harga yang relatif lebih murah. Ciri-ciri ayam bangkai diantaranya adalah tidak segar, warna daging kebiru-biruan, kulit bercak merah, berdarah di bagian kepala
Universitas Sumatera Utara
19 dan leher, berkas tempat pemotongan di leher regangannya kecil dan rata dan semakin lama bercak merah berubah kebiruan (Disnak Jatim, 2007). Pengawetan ayam segar tanpa formalin biasanya hanya dapat bertahan hingga 4 jam, dan setelah itu ayam akan mengeluarkan bau busuk dan jumlah total bakteri
telah
melebihi
ambang
batas
yang
ditetapkan
olah
SNI
(Standar Nasional Indonesia). Untuk mengatasi hal tersebut sebenarnya dapat digantikan dengan pengawetan asam organik yang secara alami yang dihasilkan oleh tumbuhan yaitu seperti asam asetat, asam laktat atau asam sitrat. Tapi yang paling efektif adalah asam asetat, tapi harus diperhatikan konsentrasi yang digunakan karena semakin tinggi konsentrasi asam asetat maka dapat mempengaruhi cita rasa daging ayam sehingga dapat menyebabkan munculnya rasa asam pada daging (Litbang Deptan, 2007). Aldehid dan Keton Aldehid adalah senyawa organik yang karbon-karbonilnya (karbon yang terikat pada oksigen) selalu berikatan dengan paling sedikit satu hydrogen. Sedangkan keton adalah senyawa organic yang karbon-karbonilnya dihubungkan dengan dua karbon lain. Aldehid dan keton memiliki rumus umum, yaitu : R–C–H
R–C–R
O
O
Aldehid
Keton
Aldehid dan keton memiliki gugus carbonil (
C = O). Gugus ini
memberikan karakteristik pada aldehid dan keton. Tata nama IUPAC memberikan
Universitas Sumatera Utara
20 akhiran – al untuk aldehid dan - on untuk keton. Contoh dari kedua senyawa ini adalah : CH3 – CH2 – CH2 – CH2 - CHO
CH3 – C = O – CH2 – CH2 – CH3
Pentanal
2-Pentanon
(Wilbraham and Matta, 1992). Aldehid dan keton keduanya gugus C=O, dan sifat kedua senyawa ini mirip satu sama lain. Perbedaanya ada dua, yaitu aldehid cukup mudah teroksidasi, sedangkan keton sulit dan aldehid lebih reaktif dibanding keton terhadap adisi nukleofilik (Smantel_wtp, 2007). Aldehid dan keton merupakan senyawa yang bersifat netral. Senyawa yang memiliki atom C kurang dari 4 sangat larut di dalam air dan pelarut organik lainnya sedangkan senyawa yang memiliki atom C lebih dari 4 sukar larut di dalam air. Atom C yang rendah biasanya memiliki bau yang tajam seperti formaldehid, tetapi senyawa yang memiliki 8 sampai 12 atom karbon di dalam suatu larutan memiliki
wangi
bunga
dan
selalu
ditambahkan
ke
dalam
parfum
(English, et al., 1971). Sifat–Sifat Aldehid dan Keton - Titik Didih Aldehid dan keton tidak dapat membentuk ikatan hidrogen antar molekul karena tidak memiliki gugus hidroksil ( - OH). Dengan demikian titik didihnya lebih rendah dibanding alkohol padanannya (Wilbraham and Matta, 1992). - Kelarutan dalam Air Aldehid dan keton dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air yang polar dan larut dalam air. Anggota deret yang rendah yaitu formaldehid,
Universitas Sumatera Utara
21 asetaldehid, dan aseton bersifat larut dalam air dalam segala perbandingan. Semakin panjang rantai karbon kelarutan di dalam air semakin menurun. Jika rantai karbon melebihi lima atau enam karbon, kelarutan aldehid dan keton dalam air sangat rendah (Wilbraham and Matta, 1992). Formaldehid atau metanal adalah satu-satunya aldehid yang berbentuk gas pada suhu kamar, tak berwarna, baunya tajam, dari larutan 40% mengandung didalamnya H2O yang disebut sebagai formalin (Jasmansyah, 2007). Berikut ini tetapan fisis beberapa aldehid dan keton. Tabel 2. Tetapan Fisis Beberapa Aldehid dan Keton Senyawa
titik leleh (0C)
titik didih (0C)
kelarutan dalam air (g/100 ml)
Aldehid Formaldehid
- 92
-21
bercampur sempurna
Asetaldehid
- 123
20
bercampur sempurna
Butiraldehid
- 99
76
4
Benzaldehid
- 26
179
0,3
Aseton
- 95
56
bercampur sempurna
Metal etil keton
- 86
80
25
Dietil keton
- 42
101
5
Benzofenon
48
306
tidak larut
Keton
Sumber : Wilbraham and Matta., (1992). Penelitian Sebelumnya Formalin
telah
dilakukan
penelitian
pertama
kali
oleh
August Wihelm Hofmann pada tahun 1869. Walaupun sebelumnya formalin pertama kali ditemukan oleh Alexander Mikhailovich Butlerov. Tapi Butlerov tidak mampu untuk menguraikannya. Hofmann dapat mengubah formaldehid
Universitas Sumatera Utara
22 menjadi formalin. Walaupun pada suhu kamar berwujud gas, formaldehid dapat dengan mudah menjadi larutan dalam air. Hofmann mencampurkan metanol, udara serta formaldehid dan kemudian dipanaskan sehingga terbentuk formalin yang biasa digunakan untuk bidang industri (Blogger, 1999). Akibat meningkatnya pemakaian formalin pada makanan yang berakibat pada penyakit dalam tubuh, maka penelitian telah dilakukan untuk mendeteksi adanya formalin pada makanan. Salah satu makanan yang sering diawetkan dengan formalin adalah tahu. Penelitian ini dilakukan oleh Winarno pada tahun 1978 memperlihatkan bahwa tahu yang direndam dalam larutan formalin 2% sekitar 30 menit dapat memperpanjang masa simpan sampai 4 - 5 hari pada suhu kamar, tekstur tahu menjadi keras dan tidak berlendir, sedangkan tahu yang tidak direndam formalin hanya bertahan 2 hari saja, setelah itu akan menjadi asam dan rusak (Juliavantiel, 2007). Penggunaan tahu dengan formalin oleh pedagang adalah karena tahu yang diperdagangkan tidak habis dalam 1 hari, sehingga jika keesokan harinya dijual kembali sudah akan menimbulkan bau asam. Sehingga para pedagang mengambil alternatif lain dengan mengawetkan tahu menggunakan formalin. Dan juga harga tahu yang relatif lebih murah, sehingga para pedagang dapat menjualnya dengan mudah kepada konsumen. Akibat maraknya penggunaan tahu dengan formalin yang dilakukan pedagang, penelitian lain juga telah dilakukan oleh Mena, (1994) yang menemukan bahwa tahu yang beredar di pasar tradisional di Jakarta 70% mengandung formalin dengan kadar 4.08 – 85,69 ppm (part per million). Penelitian lain juga dilakukan oleh
Tresniani, (2003) di Kota Tangerang
menunjukkan terdapat 20 industri tahu yang terdiri dari 11 industri tahu kuning dan
Universitas Sumatera Utara
23 sembilan industri memproduksi tahu putih. Kandungan formalin tahu berkisar dari 2 - 666 ppm, sedangkan kandungan methanyl yellow-nya yang digunakan sebagai pewarna tahu agar warna tahu kelihatan lebih cerah hanya terdapat pada tiga jenis tahu yang semuanya diperoleh dari pasar, yaitu berkisar antara 3,41 – 10,25 ppm (Direktorat Pengawasan Produk dan Berbahaya, 2002). Selain tahu, terdapat juga bahan makanan lain yang mempergunakan formalin, diantaranya adalah mie basah. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tahun 1991 telah meneliti bahwa mie basah yang beredar di kota-kota besar di Pulau Jawa 76,9%-nya telah mengandung formalin. Hal ini dilakukan karena tingginya kadar air dalam mie basah membuat mie ini cepat mengalami kerusakan, karena itu dilakukan dengan menggunakan bahan pengawet kimia agar mie tetap baik (Juliavantiel, 2007). Bahan makanan segar juga mempergunakan pengawet seperti formalin yaitu salah satunya adalah daging ayam segar. Daging ayam segar yang diformalin ini akan bertahan hingga lebih dari 2 hari tergantung pada konsentrasi formalin yang ditambahkan. Tapi para peneliti telah menemukan bahan pengawet pengganti formalin yaitu dengan menggunakan asam organik seperti asam asetat pada tahun 1993. Penggunaan asam asetat ini tidak menimbulkan efek samping, tapi jika terlalu berlebih konsentrasi asam asetat yang digunakan dapat mempengaruhi cita rasa daging ayam, sehingga harus memperkirakan konsentrasi yang baik untuk pengawetan daging ayam. Karena pengawetan dengan asam asetat ini belum dapat diperkirakan berapa konsentrasi yang digunakan (Litbang Deptan, 2007).
Universitas Sumatera Utara