BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Bandar Udara Menurut Annex 14 edisi ke enam dari ICAO (International Civil Aviation
Organization), bandar udara adalah suatu area di daratan atau perairan (termasuk bangunan, instalasi, dan peralatan) yang di peruntukkan baik secara keseluruhan maupun sebagian untuk kedatangan, keberangkatan, dan pergerakan pesawat. Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 2009 Bab I Pasal 1 Ayat 33 menyatakan bahwa bandar udara adalah kawasan yang berada di daratan perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.
2.1.1. Fungsi Bandar Udara Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, fungsi dari bandar udara adalah untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas pesawat udara, kargo, dan/atau pos, keselamatan penerbangan, tempat perpindahan intra dan/atau moda serta mendorong perekonomian baik daerah maupun secara nasional.
II-1 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bandar udara berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi 3 yaitu : 1.
Bandar udara yang merupakan simpul dalam pusat jaringan transportasi udara sesuai dengan hierarki fungsinya yaitu bandar udara pusat penyebaran dan bukan pusat penyebaran.
2.
Bandar udara sebagai pintu gerbang kegiatan perekonomian nasional dan internasional.
3.
Bandar udara sebagai tempat kegiatan alih moda transportasi.
2.1.2. Klasifikasi Bandar Udara Menurut Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 39 Tahun 2015 tentang Standar Teknis dan Operasi Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil – Bagian 139 Volume I Bandar Udara, klasifikasi bandar udara terdiri atas beberapa kelas bandar udara yang ditetapkan berdasarkan kapasitas pelayanan dan kegiatan operasional bandar udara. Kapasitas pelayanan merupakan kemampuan bandar udara untuk melayani jenis pesawat udara terbesar dan jumlah penumpang/barang yang meliputi : 1.
Kode angka (code number) yaitu perhitungan panjang landas pacu berdasarkan referensi pesawat Aeroplane Reference Field Length (ARFL).
2.
Kode huruf (code letter) yaitu perhitungan sesuai lebar sayap dan lebar/jarak roda terluar pesawat.
II - 2 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.1 Kode Referensi Aerodrome
kode Elemen 1 Kode Nomer
Kode Referensi Aerodrome Kode Elemen 2
Referensi Panjang Landasan Pacu untuk digunakan Pesawat Udara
Kode Huruf
3
4
Kurang dari 800 m
A
800 m dan kurang dari 1200 m
B C
24 m dan kurang 6 m dan kurang dari 36 m dari 9 m
D
36 m dan kurang 9 m dan kurang dari 52 m dari 14 m
E
52 m dan kurang 10 m dan kurang dari 65 m dari 14 m
F
65 m dan kurang 14 m dan kurang dari 80 m dari 16 m
1200 m dan kurang dari 1800 m
1800 m dan lebih
Sumber : KP 39 Tahun 2015
2.2
Lebar Jarak Antara Roda-roda Utama Terluar
Sampai dan kurang dari 15 m Sampai 15 m dan kurang dari 24 m
1
2
Lebar Sayap
Sampai dan kurang dari 4.5 m Sampai 4.5 m dan kurang dari 6 m
Terminal Bagian dari terminal yang berpengaruh terhadap parkir pesawat yaitu :
2.2.1. Fasilitas Terminal Penunjang Pesawat Fasilitas pada terminal yang berfungsi untuk menunjang pesawat adalah garbarata atau disebut juga passenger boarding bridge. Garbarata merupakan suatu jembatan berbentuk lorong yang menghubungkan antara terminal bandara dengan pintu pesawat. Keuntungan penggunaan dari garbarata adalah akses penumpang yang lebih mudah dan nyaman.
II - 3 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.2.2. Model Terminal Apron merupakan bagian bandar udara yang melayani terminal sehingga harus dirancang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik terminal tersebut. Dimana posisi terminal mempengaruhi letak parkir pesawat. Berikut konsep konfigurasi terminal : 1.
Simple Concept
Konsep ini di terapkan pada bandara yang volume lalu lintasnya rendah. Pesawat biasa di parkir dengan salah satu cara antara angle nose-in atau angle nose-out. Dengan pertimbangan bahwa konsep ini memberikan jarak yang memadai antara tepi apron dan terminal yang bisa mengurangi kerugian, yaitu semburan dari mesin.
Gambar 2.1 Simple Concept 2.
Linear Concept
Konsep ini lebih baik dari simple concept, dimana penggunaan tipe Nose-In atau push out lebih efisien dalam pemanfaatan ruang apron serta penggunaan pesawat dan penumpang. Lorong antara tepi apron dan terminal dapat digunakan untuk sirkulasi lalu lintas pada apron, area di depan pesawat yang parkir dapat digunakan untuk menempatkan peralatan service.
Gambar 2.2 Linear Concept II - 4 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3.
Pier (Finger) Concept
Konsep ini merupakan bangunan menyerupai jari karena adanya percabangan dari gedung terminal utama. Percabangan ini biasa disebut dengan dermaga. Apabila ada dua atau lebih dermaga, maka harus disediakan ruang yang cukup bagi pesawat-pesawat yang akan parkir. Jika salah satu dermaga melayani lalu lintas yang besar, maka penyediaan taxiway rangkap akan menghindarkan adanya masalah antara pesawat yang menuju dan meninggalkan parkir. Letak parkir pesawat bervariasi, biasanya diatur mengelilingi sumbu terminal dalam suatu pengaturan sejajar atau bagian depan pesawat mengarah ke terminal.
Gambar 2.3 Pier Concept 4.
Satellite Concept
Konsep ini terdiri dari sebuah gedung, dikelilingi oleh pesawat terpisah dari terminal. Akses dari terminal menuju apron bisa berupa jalur bawah tanah atau melalui elevator. Cara parkir pesawat dengan radial atau melingkar. Konsep ini membutuhkan area yang luas.
Gambar 2.4 Satellites Concept II - 5 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
5.
Transporter Concept
Apron terletak jauh dari terminal dan lebih dekat ke runway, sehingga memerlukan pengangkutan untuk penumpang dan bagasi.
Gambar 2.5 Transporter Concept 6.
Hybrid Concept
Merupakan konsep kombinasi dari dua atau lebih dari konsep di atas. Konsep ini biasa digunakan pada bandar udara internasioanal.
2.3
Apron Apron merupakan fasilitas sisi udara dari bandar udara yang menjembatani antara
runway dengan bengunan terminal. Apron disediakan sebagai tempat bagi pesawat saat melakukan kegiatan menaikkan dan menurunkan penumpang, muatan pos dan kargo dari pesawat, pengisian bahan bakar, parkir dan perawatan pesawat. Apron terdiri dari area parkir pesawat (Ramps) dan area sirkulasi pesawat dan taxing untuk menuju ramp. Pesawat parkir di area yang disebut gate. Pada apron terdapat beberapa kegiatan service pesawat yaitu : 1.
Pengisian bahan bakar. Pengisian bahan bakar pesawat ditentukan berdasarkan kebutuhan, sesuai
dengan rute penerbangan.
II - 6 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.
Penanganan bagasi. Bagasi dipindahkan dari dan menuju pesawat selama service pesawat setelah
tiba dan sebelum keberangkatan. 3.
Katering. Melengkapi dapur pesawat dengan makanan dan minuman sebelum
keberangkatan pesawat. 4.
Pemeliharaan Pesawat. Mekanik melakukan pekerjaan pemeliharaan pesawat.
2.3.1. Tipe Apron Apron digolongkan ke dalam beberapa tipe berdasarkan fasilitas dan aktivitas pada apron yaitu : 1.
Apron Terminal Merupakan area yang diperuntukkan bagi manuver pesawat dan juga parkir
pesawat di dekat terminal. Pada apron terminal penumpang dapat naik maupun turun dari pesawat. Apron ini juga memiliki fasilitas pengisian bahan bakar ataupun fasilitas perawatan kecil. 2.
Apron Kargo Pesawat yang khusus mengangkut kargo biasanya di parkir di daerah apron
yang berdekatan dengan gedung kargo, yang berjarak cukup jauh dari aktifitas penumpang lainnya. 3.
Apron Parkir Pada apron parkir, pesawat dapat di parkir dalam waktu yang lebih lama.
Apron jenis ini digunakan selama crew pesawat beristirahat ataupun karena diperlukan perbaikan kecil terhadap pesawat. II - 7 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
4.
Maintenance Apron Maintenance apron berlokasi berdekatan dengan bangunan hanggar dan
digunakan untuk pemeliharaan kecil pada pesawat dan penyimpanan pesawat. 5.
Isolated Apron Isolated Apron adalah apron yang diperuntukkan untuk pesawat-pesawat
yang diketahui atau diyakini sebagai subjek melanggar hukum atau karena alasan lain diperlukan isolasi dari aktivitas normal bandar udara. Lokasi apron ini harus berada pada jarak minimal 100 m dari posisi parkir lainnya ataupun dari bangunan sekitar. Serta tidak terletak diatas utilitas bawah tanah seperti gas dan bahan bakar pesawat, kabel listrik dan kabel komunikasi.
2.3.2. Lokasi Apron Apron saling berhubungan dengan daerah terminal, maka sebaiknya direncanakan dengan mempertimbangkan keberadaan gedung terminal agar dicapai solusi yang optimal. Secara teoritis, lokasi yang paling efisien untuk apron adalah 1/3 panjang runway dari ujung runway utama. Dalam menentukan lokasi penempatan apron, beberapa faktorfaktor yang perlu dipertimbangkan yaitu : 1.
Menyediakan jarak minimum antara runway dan tempat parkir pesawat.
2.
Menyediakan jalur untuk pesawat bebas bergerak agar menghindari tundaan yang tidak perlu (ketepatan jadwal penerbangan).
3.
Menyediakan area yang cukup untuk ekspansi dan perkembangan teknologi.
II - 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
4.
Mencapai efisiensi maksimum, keselamatan operasional dan kenyamanan pengguna dari tiap komplek apron dan bandara sebagai sebuah sistem keseluruhan.
5.
Meminimalisir kerugian yang dapat diakibatkan oleh semburan mesin, bising, dan polusi udara.
Sumber : ICAO
Gambar 2.6 Lokasi Apron
2.3.3. Ukuran Apron Ukuran apron ditentukan dari jenis pesawat yang akan menggunakan apron tersebut. Setiap jenis pesawat harus dapat parkir secara tepat. Ketepatan dalam memandu pesawat saat berada di apron juga berpengaruh terhadap ukuran apron.
2.3.4. Apron Gate System Ukuran dari Apron Gate pada sebuah bandar udara dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu : 1.
Jumlah Aircraft Gate
2.
Ukuran Gate
3.
Layout parkir pesawat
II - 9 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.
Jumlah Aircraft Gate Jumlah aircraft gate pada Bandar udara ditentukan oleh perkiraan arus
kedatangan pesawat setiap jam dalam perencanaan awal. Hal ini berarti jumlah gate tergantung dari jumlah pesawat yang harus dilayani selama jam pelayanan setiap hari dan total waktu yang diperlukan pesawat selama di gate. Jumlah pesawat yang dilayani besarnya dihitung berdasarkan estimasi volume jam puncak lalu-lintas udara dengan memperhatikan juga kapasitas maksimum runway yang ada (balanced airport design). Gate occupancy time tergatung pada ukuran pesawat dan tipe operasi penerbangannya di bandar udara tersebut, apakah penerbangan transit (through flight) atau turnaround flight. Pesawat besar dengan penumpang yang lebih banyak memerlukan waktu yang lebih lama untuk pelayanan pesawat udara seperti cabin service dan pelayanan rutin lainnya, preflight planning dan pengisian bahan bakar. Pesawat transfer mungkin hanya memerlukan waktu 20–30 menit parkir karena hanya memerlukan sedikit pelayanan atau malahan tidak sama sekali. Di lain pihak, pesawat dengan turnaround flight memerlukan pelayanan keseluruhan sehingga memerlukan waktu parkir selama 40menit sampai lebih dari 1 jam. Pada umunya faktor pemakaian gate / gate utilization faktor rata-rata di suatu bandar udara bervariasi antara 50% - 80%, hal ini dikarenakan waktu gerak maneuver pesawat masuk ataupun keluar dari gate akan menghalangi pesawat lainnya untuk masuk ataupun keluar apron gate sekitarnya sehingga sulit untuk mencapai gate utilization factor 100%. Factor yang juga mampengaruhi gate utilization factor adalah strategi penggunaan gate. Pada bandar udara dimana apron gate digunakan berbagai perusahaan penerbangan, gate utilization factor II - 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
berkisar antara 60% - 80%, sedangkan bila apron gate digunakan khusus untuk satu perusahaan penerbangan maka gate utilization factor akan berkuaran meenjadi 50% - 60%. Perkiraan jumlah aircraft gate yang dibutuhkan suatu Bandar udara harus memperhatikan langkah-langkah berikut ini : a. Identifikasi jenis pesawat dalam persentase. b. Identifikasi gate occupancy time untuk tiap jenis pesawat. c. Tentukan gate occupancy time rata-rata. d. Tentukan total hourly design volume dan persentase kedatangan atau keberangkatan pesawat. e. Setelah itu akan didapatkan hourly design volume untuk kedatangan dan keberangkatan, yaitu berupa perkalian antara persentase kedatangan /keberangkatan dengan total hourly design volume. Dari hasil yang didapat diambil nilai yang terbesar. 2.
Ukuran Gate Ukuran gate tergantung dari ukuran dari pesawat serta tipe perkir pesawat
didepan gate. Ukuran dari pesawat menentukan luas areal yang diperlukan untuk parkir dan bermanuver di apron. Ukuran pesawat juga menentukan karakteristik dari peralatan servis yang diperlukan untuk pelayanan pesawat di apron (ground handling). Tipe parkir pesawat juga menentukan luas area yang diperlukan untuk manuver pesawat sampai mencapai posisi parkir yang diinginkan. 3.
Layout Parkir Pesawat Dalam layout parkir pesawat dimaksudkan untuk mengatur posisi apron di
sekitar gedung terminal yang dipengaruhi oleh sistem parkir pesawat yang II - 11 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
direncanakan. Hal ini ditentukan oleh pengelompokan aircraft gate dan pola sirkulasi pesawat di lapangan gerak darat yang dipengaruhi oleh posisi relatif gedung terminal dan runway.
2.3.5. Sistem Parkir Pesawat Berdasarkan jumlah pesawat yang parkir pada parking stand dibedakan dengan 2 macam, yaitu : 1.
Konfigurasi Normal Pada kondisi normal, konfigurasi parking stand yang digunakan hanya untuk satu jenis pesawat. Umumnya digunakan pesawat dengan code letter E atau F.
Sumber : CAAS
Gambar 2.7 Konfigurasi Normal II - 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.
Konfigurasi MARS MARS yang merupakan singkatan dari Multiple Apron Ramp System digunakan oleh perencana
bandara untuk memaksimalkan ruang parkir
pesawat pada apron sehingga menjadi fleksibel dan efisien. Pada konfigurasi MARS, parking stand yang ada dapat digunakan lebih dari 1 pesawat, biasanya 2 pesawat. Umumnya digunakan pesawat dengan code letter C atau D.
Sumber : CAAS
Gambar 2.8 Konfigurasi MARS II - 13 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan metode pesawat bermanuver untuk memasuki dan meninggalkan apron, ada tiga macam, yaitu : 1.
Power-In, Power-Out Maneuvers Manuver pesawat yang paling umum digunakan pada apron terminal dan
kargo dengan tenaga dari pesawat itu sendiri untuk memasuki dan meninggalkan apron.
Gambar 2.9 Power-In, Power-Out Maneuvers 2.
Power-In, Push-Back Maneuvers Manuver pesawat yang menggunakan tenaga dari pesawat itu sendiri pada
saat memasuki apron. Saat pesawat akan meninggalkan apron, digunakan sebuah traktor atau tug yang dipasang pada roda depan dan mendorong pesawat menuju taxilane atau taxiway dimana pesawat memiliki ruang yang aman untuk bermanuver.
II - 14 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.10 Power-In, Push-Back Maneuvers 3.
Tug-In, Push-Back Maneuvers Pada manuver ini pesawat akan ditarik dengan menggunakan tug pada saat
akan memasuki apron. Lalu pada saat keberangkatan, pesawat akan didorong dengan tug menuju taxilane atau taxiway.
Gambar 2.11 Tug-In, Push-Back Maneuvers
II - 15 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Sedangkan berdasarkan posisi parkir pesawat terdapat 4 macam tipe parkir, yaitu: 1.
Nose-In Parking Yaitu sistem parkir pesawat udara dengan hidung pesawat tegak lurus sedekat mungkin dengan gedung terminal.
Sumber : ICAO
Gambar 2.12 Nose-In Parking
Tabel 2.2 Kelebihan & Kekurangan Nose-In Parking Kelebihan
Kekurangan
- Tidak membutuhkan lahan
- Membutuhkan alat bantu
parkir pesawat yang luas
tarik saat pesawat akan
- Minim kebisingan dari mesin pesawat - Naik turun penumpang lebih mudah
keluar - Operasi pengeluaran pesawat dari apron membutuhkan waktu dan keahlian
II - 16 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.
Angle Nose-In Yaitu sistem parkir pesawat udara dengan hidung pesawat menghadap gedung terminal membentuk sudut 45º terhadap gedung terminal.
Sumber : ICAO
Gambar 2.13 Angle Nose-In Parking
Tabel 2.3 Kelebihan & Kekurangan Angle Nose-In Kelebihan - Tidak membutuhkan alat
Kekurangan - Membutuhkan luas apron
bantu tarik saat pesawat
yang lebih besar dari tipe
akan keluar dari apron
Nose-In - Terjadi kebisingan dari mesin saat pesawat keluar dari apron - Penggunaan pintu kurang efektif
II - 17 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3.
Angle Nose-Out Yaitu sistem parkir pesawat udara dengan hidung pesawat membelakangi terminal membentuk sudut 45º terhadap gedung terminal.
Sumber : ICAO
Gambar 2.14 Angle Nose-Out Parking
Tabel 2.4 Kelebihan & Kekurangan Angle Nose-Out Kelebihan - Tidak membutuhkan alat
Kekurangan - Membutuhkan luas apron
bantu tarik saat pesawat
yang lebih besar dari tipe
akan keluar dari apron
Angle Nose-In - Terjadi kebisingan dari mesin saat pesawat keluar dari apron - Penggunaan pintu kurang efektif
II - 18 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
4.
Parallel Yaitu sistem parkir pesawat udara sejajar dengan bangunan terminal.
Sumber : ICAO
Gambar 2.15 Parallel Parking
Tabel 2.5 Kelebihan & Kekurangan Parallel Kelebihan
Kekurangan
- Tidak membutuhkan alat - Membutuhkan luas apron bantu tarik saat pesawat
yang
sangat
besar
akan keluar dari apron
dibanding tipe yang lain
- Lebih mudah mengarahkan - Aktivitas service pesawat pesawat saat masuk/keluar - Penggunaan pintu pesawat
sangat
dekat
dengan
pesawat yang lain
lebih efektif Sistem parkir pesawat pada bandar udara juga tergantung pada konsep penanganan penumpang di terminal yang digunakan. Terdapat beberapa cara untuk menghubungkan penumpang dari terminal menuju pesawat maupun sebaliknya, yaitu : II - 19 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.
Berjalan kaki pada apron Cara ini dapat digunakan pada semua jenis parkir namun menjadi tidak efisien seiring dengan bertambahnya ukuran apron dan bertambahnya jumlah posisi parkir, serta dapat membahayakan penumpang dari hal-hal yang mungkin terjadi selama berjalan di apron.
2.
Berjalan kaki melalui jembatan penghubung Metode ini digunakan apabila pintu pesawat terletak dekat dengan terminal seperti pada tipe parkir nose-in. Jembatan penghubung ini dapat menggunakan sistem bergerak (moveable) atau sistem tidak bergerak (fixed).
3.
Menggunakan kendaraan Para penumpang diangkut menggunakan kendaran seperti bus atau mobile lounge.
Dalam menjamin keselamatan pesawat saat di daratan, ICAO membuat peraturan mengenai jarak aman antar aircraft stand : Tabel 2.6 Jarak Aman Antar Aircraft Minimum Clearance Code Letter Feet
Meters
A
10
3.0
B
10
3.0
C
15
4.5
D
25
7.5
E
25
7.5
F
25
7.5
Sumber : ICAO
Untuk pesawat dengan Code Letter D, E, F jika lingkungan sekitar memungkinkan jaraknya bisa di kurangi dengan model nose-in parking. Dengan memperhatikan : II - 20 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.
Terminal, termasuk garbarata, dan nose pesawat.
2.
Beberapa stand menggunakan azimut guidance dan sebagian lagi menggunakan visual docking guidance system.
2.3.6. Ground Time Ground time adalah durasi pesawat selama berada di darat. Selama pesawat berada di apron, terdapat berbagai macam kegiatan yang dikenal sebagai ground handling. Pekerjaan ground handling menggunakan peralatan yang disebut GSE (Ground Service Equipment) dimana peralatan tersebut akan dibahas lebih lanjut pada sub-bab selanjutnya. Selain terdapat kegiatan ground handling, ground time ini juga meliputi waktu tunggu pesawat yang menunggu jadwal keberangkatan selanjutnya. Apabila dalam menunggu jadwal keberangkatan selanjutnya terjadi pada keesokan harinya dan pesawat harus menginap di apron, dikenal dengan istilah RON (Remain Over Night).
2.3.7. GSE (Ground Service Equipment) Ground Support Equipment merupakan peralatan yang digunakan untuk melayani pesawat terbang sebelum keberangkatan maupun setelah tiba di bandara. Dinamakan ground support equipment karena peralatan ground handling ini dapat mendukung operasi pesawat ketika berada di darat. Adapun fungsi umum dari peralatan ini meliputi ground power operations, aircraft mobility, dan loading operations (penumpang dan barang). Secara garis besar GSE dibagi menjadi dua bagian yaitu :
II - 21 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.
GSE Motorize a.
Chocks, digunakan untuk mencegah pesawat bergerak ketika parkir di apron maupun hanggar.
Sumber : Wikipedia
Gambar 2.16 Chocks b.
Baggage Towing Tractors, digunakan untuk mengangkut bagasi, cargo, dan material lainnya dari terminal menuju pesawat.
Sumber : Trelleborg
Gambar 2.17 Baggage Towing Tractors 2.
GSE non Motorize a.
Fuel Truck, digunakan untuk mengisi bahan bakar pesawat.
II - 22 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Sumber : Snipview
Gambar 2.18 Fuel Truck b.
Tugs dan Tractors, digunakan untuk menarik atau menggerakkan alatalat ground support yang mengalami kerusakan.
Sumber : Globalgse
Gambar 2.19 Tugs dan Trucktors c.
Catering Vehicle, digunakan untuk loading dan unloading makanan serta minuman di pesawat.
Sumber : Gentech
Gambar 2.20 Catering Vehicle d.
Belt Loaders, digunakan untuk loading dan unloading bagasi dan juga kargo di pesawat. II - 23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Sumber : Copybook
Gambar 2.21 Belt Loaders e.
Passenger Boarding Stairs, tangga yang digunakan untuk mengangkut penumpang dari darat ke kabin pesawat.
Sumber : Heatrow
Gambar 2.22 Passenger Boarding Stairs f.
Pushback Tug, digunakan untuk menarik pesawat dari runway menuju apron maupun sebaliknya.
Sumber : Zerosixright
Gambar 2.23 Pushback Tug
II - 24 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3.8. Marka pada Apron Pada apron terdapat marka dan juga rambu-rambu yang digunakan sebagai alat bantu visual dalam navigasi. Menurut KP 39 Tahun 2015 menyatakan standar warna yang digunakan sebagai berikut : Tabel 2.7 Warna-warna Standar Marka
Menurut KP 39 Tahun 2015 terdapat beberapa jenis marka pada apron yaitu : 1.
Apron Safety Line Merupakan garis berwarna merah dengan lebar 20 cm (A). Garis batasnya berwarna putih dengan lebar 10 cm. Berfungsi untuk menunjukkan batas aman bagi pesawat dari pergerakan GSE.
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.24 Apron Safety Line II - 25 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.
Apron Edge Markings Merupakan dua garis kuning tak terputus dengan lebar 0,15 m dan terpisah sejauh 0,15 m yang berada di tepi apron. Berfungsi untuk menunjukkan batas tepi apron.
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.25 Apron Edge Markings 3.
Parking Clearance Line Digunakan untuk menggambarkan area yang harus bebas dari personil, kendaraan dan peralatan saat pesawat siap untuk keberangkatan jika tidak ada apron safety lines. Marka ini terdiri dari garis merah tak terputus dan garis putih atau kuning di masing-masing sisi dan designator “PARKING CLEARANCE” berwarna kuning.
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.26 Parking Clearance Line
II - 26 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
4.
Aircraft Type Limit Line Marka pada bagian perkerasan yang menginfokan tentang batasan pada perkerasan dalam mengakomodasi jenis pesawat. Marka terdiri dari garis kuning putus-putus dan designator tipe pesawat berwarna kuning.
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.27 Aircraft Type Limit Line 5.
Parking Weight Limit Line Marka pada bagian perkerasan yang menginfokan tentang batasan pada perkerasan dalam mengakomodasi berat pesawat. Marka ini terdiri dari garis kuning putus-putus dan designator batas beban pesawat berwarna kuning.
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.28 Parking Weight Limit Line
II - 27 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
6.
Equipment Clearance Line Digunakan pada apron yang padat untuk membantu kendaraan servis agar tidak mengganggu pesawat yang sedang bermanuver. Marka ini terdiri dari garis-garis merah dan designator “EQUIPMENT CLEARANCE” berwarna merah.
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.29 Equipment Clearance Line 7.
Equipment Storage Markings Digunakan untuk meggambarkan daerah dimana kendaraan dan peralatan dapat disimpan dengan bebas. Marka ini terdiri garis merah tidak terputus dan designator “EQUIPMENT STORAGE” berwarna merah.
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.30 Equipment Storage Markings
II - 28 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
8.
Aircraft Stand Lead-In dan Lead-Out Line Marking Disediakan pada setiap aircraft stand yang di perkeras dengan aircraft parking position markings. Marka ini terdiri dari garis tak terputus berwarna kuning.
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.31 Garis Lead-In dan Lead-Out pada Parking Stand Bila pada apron terdapat lebih dari satu aircraft stand sehingga ada panduan sekunder untuk beberapa parking stand yang dapat digunakan, maka harus ada garis putus-putus untuk membedakan dari garis primer.
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.32 Garis Lead-In dan Lead-Out Pada Beberapa Parking Stand 9.
Taxi Lead-In Line Designation Terletak di awal setiap garis taxi guideline yang bercabang. Terdapa tiga jenis Taxi Lead-In Line Designation yaitu : a.
Aircraft Stand Number Designation, menunjukan aircraft stand yang akan diarahkan oleh garis tersebut. Jika garis lead-in mengarah ke beberapa posisi maka garis penunjuk harus terdiri dari nomor pertama dan terakhir posisi yang dituju. II - 29
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.33 Aircraft Stand Number Designations b.
Aircraft Type Limit Designations, mengindikasikan aircraft stand mana yang mampu mengakomodasi jenis pesawat udara tertentu.
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.34 Aircraft Type Limit Designations c.
Aircraft Weight Limit Designations, menginformasikan kepada pilot mengenai batasan berat untuk suatu posisi parkir.
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.35 Aircraft Weight Limit Designations
II - 30 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
10. Marshaller Stop Line Ditempatkan dimana nose wheel pesawat udara berhenti, dengan posisi tegak lurus terhadap alignment line, sebagaimana yang dilihat oleh marshaller pada posisi menghadap pesawat udara yang datang.
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.36 Marshaller Stop Line 11. Aircraft Stand Number Designation Digunakan untuk memberikan informasi tambahan mengenai apron yang memiliki lebih dari satu posisi parkir pesawat. Pada aircraft primer dan sekunder harus diberi nomor yang sama.
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.37 Aircraft Stand Number Designation II - 31 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
12. Garbarata (Aerobridge) a.
Aerobridge Wheel Position Area di bawah garbarata harus bebas dari kendaraan dan peralatan untuk memastikan keselamatan operasi garbarata. Posisi roda yang direkomendasikan untuk garbarata menggunakan kotak atau lingkaran.
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.38 Aerobridge Wheel Position b.
Aerobridge Safety Marking Marka ini terdiri dari garis berwarna merah dengan bentuk trapesium. Area ini memperlihatkan fungsi area pergerakan garbarata. Lokasinya dekat dengan aircraft parking stand.
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.39 Aerobridge Safety Marking II - 32 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
13. No Parking Area Marka ini terdiri atas garis merah di dalam batas berwarna merah. Kendaraan atau peralatan tidak diperbolehkan berada dalam area ini. Equipment Parking Area Marking.
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.40 No Parking Area 14. Equipment Parking Area Marking Marka ini digunakan sebagai area batas dimana didalamnya peralatan dan kendaraan dapat parkir saat memberikan layanan terhadap pesawat yang di darat. Marka ini diindikasikan dengan garis berwarna putih.
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.41 Equipment Parking Area Marking II - 33 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
15. Fuel Hydrant Marking Marka ini harus meliputi kata “FUEL” yang di cat berwarna merah.
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.42 Fuel Hydrant Marking 16. Tug Parking Position Lines Marka ini disediakan di garbarata dan posisi parkir pesawat power-in/pushout lainnnya, untuk memastikan tug yang diparkir tidak mengganggu keselamatan dari pesawat udara yang datang. Markanya terdiri dari garis merah dan berbentuk U.
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.43 Tug Parking Position Lines II - 34 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
17. Apron Service Road Marking Digunakan untuk menjaga lalu lintas kendaraan terbebas dari aktivitas pesawat udara dan taxiway, dan untuk meminimalisasi resiko kecelakaan kendaraan-dengan-kendaraan. Marka ini terdiri dari garis berkelanjutan yang dicat warna putih.
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.44 Apron Service Road Marking 18. Passanger Path Markings Digunakan untuk membantu mengatur pergerakan penumpang yang naik atau turun. Disediakan sesuai dengan pola dan warna standar dan sesuai dengan perkiraan trafik jumlah penumpang.
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.45 Passenger Path Markings II - 35 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
19. Typical Apron Markings Gambar berikut menggambarkan apron dengan typical apron markings.
Sumber : Kp 39 Tahun 2015
Gambar 2.46 Typical Apron Markings
II - 36 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.4
Karakteristik Pesawat Dalam merancang apron, diperlukan beberapa karakteristik pesawat yang
dijadikan sebagai dasar perancangan. Tabel 2.8 Karakteristik Pesawat
Jenis Pesawat Airbus A320 Airbus A319 CESSNA CAR-206 DASH 6 CN-235-300 DASH 7 C 208 CASSA 212-300 Dornier 328-100 Dornier 328-300 ATR 42-500 DASH 8 (300) MA 60 Challenger 605 Snort 330-200 ATR 72-500 ATR 72-600 Bombardier Global Express Embraer EMB 120 Fokker F100 Fokker F27-500 Fokker F28-4000 Fokker F50 McDonnell Douglas DC-3 McDonnell Douglas DC9-20 RJ-200 SAAB SF-340 Airbus A300 B2 ATP C 130 H (Hercules)
REF CODE
Karakteristik Pesawat Udara Lebar Sayap OMGW Panjang MTOW (m) S (m) (m) (kg) 34.1 37.6 73500 34.1 33.8 64000 10.9 2.6 8.6 1639 19.8 4.1 15.8 5670 25.81 7.0 21.4 16500 28.3 7.8 24.6 19505 10.9 2.6 8.6 1639 20.3 3.6 16.1 8100 20.1 21.3 13988 21 21.3 13988 24.6 4.10 22.7 18600 27.4 8.5 25.7 18642 29.2 24.71 21800 19.61 20.85 21900 22.76 17.69 10387 27.0 4.10 27.2 22500 27.05 4.10 27.16 22800
3C 3C 1A 1B 1C 1C 1A 2B 2B 2B 2C 2C 2C 3B 3B 3C 3C
ARFL (m) 2090 1520 274 695 1200 910 274 866 1090 1088 1160 1100 1100 1780 1310 1220 1290
3C
1774
28.7
4.9
30.3
42410
1150
3C 3C 3C 3C 3C
1560 1820 1670 1680 1760
19.78 28.1 29.0 25.1 29.0
7.3 5.0 7.9 5.8 8.0
20 35.5 25.1 29.6 25.2
11500 44450 20412 32205 20820
828 920 540 779 552
3C
1204
28.8
5.8
19.6
14100
358
3C
1551
28.5
6.0
31.8
45360
972
3C 3C 3D 3D 3D
1600 1300 1676 1350 1783
26.34 21.4 44.8 30.6 39.7
4.72 7.5 10.9 9.3 4.3
30.99 19.7 53.6 26 29.3
44226 12371 142000 22930 70300
655 1241 720 95
TP (Kpa) 1140 1070 220 626
790 805
Sumber : KP 39 Tahun 2015
II - 37 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.8 Karakteristik Pesawat (lanjutan) EMB 145 LR Airbus A320-200 Boeing B717-200 Boeing B737-200 Boeing B737-300 Boeing B737-400 Boeing B737-500 Boeing B737-600 Boeing B737-700 Boeing B737-800 Boeing B737-900 Bombardier CRJ 1000 NextGen Bombardier CRJ 1000 NextGen EL Bombardier CRJ 1000 NextGen ER McDonnell Douglas DC9-30 McDonnell Douglas DC9-80/MD80 McDonnell Douglas MD 82 McDonnell Douglas MD 83 McDonnell Douglas MD 87 McDonnell Douglas MD 88 Sukhoi SJ-100-95LR Airbus A300-600 Airbus A310-200 Boeing B707-300 Boeing B757-200 Boeing B767-200ER Boeing B767-300ER Boeing B767-400ER Lockheed L1011100/200 McDonnell Douglas DC10-30
4B 4C 4C 4C 4C 4C 4C 4C 4C 4C 4C
2269 2090 1680 1990 1940 2540 1830 1750 1600 2256 2240
20 34.1 28.5 28.4 28.9 28.9 28.9 34.3 34.3 34.3 34.3
4C
1996
4C
4.1 8.7 6.0 6.4 6.4 6.4 5.2 5.72 5.72 6.4 7
29.87 37.6 37.8 30.53 33.4 36.5 31 31.2 33.6 39.5 42.1
22000 72000 51710 52400 61230 63083 60560 65090 70143 70535 66000
999.74 1360 1048 1145 1344 1400
26.2
39.1
40824
1060
1882
26.2
39.1
38995
1060
4C
2079
26.2
39.1
42640
1060
4C
1800
28.5
6.0
36.4
48988
1050
4C
2553
32.9
6.2
45.1
72575
1390
4C
2270
32.8
6.2
45.1
67812
1268.64
4C
2550
32.8
6.2
45.1
72574
1268.64
4C
1860
32.8
6.2
39.7
63503
1268.64
4C
2550
32.8
6.2
45.1
67812
1268.64
4C 4D 4D 4D 4D 4D 4D 4D
1800 2332 1860 3088 2350 2600 2400 3400
27.80 44.8 43.9 44.4 38.0 47.6 47.6 51.9
10.9 10.9 7.9 8.7 10.8 10.8 10.8
29.8 54.1 46.7 46.6 47.3 48.5 54.9 61.4
492150 165000 132000 151315 108860 156500 172365 204120
1260 1080 1240 1172 1310 1310 1262
4D
3300
47.3
12.8
54.2
211378
1207
4D
3170
50.4
12.6
55.5
251733
1276
1470 1470
Sumber : KP 39 Tahun 2015
II - 38 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.8 Karakteristik Pesawat (lanjutan) McDonnell Douglas DC8-63 McDonnell Douglas MD11 Tupolev TU154 Airbus A330-200 Airbus A330-300 Airbus A340-300 Boeing B747-300 Boeing B747-400 Boeing B747-SP Boeing B777-200 Boeing B777-200ER Boeing B777-300 Boeing B777-300ER Boeing 787-8 Airbus A380 Boeing B747-800
4D
3179
45.2
7.6
57.1
158757
1365
4D
3100
51.7
12.0
61.6
273289
1400
4D 4E 4E 4E 4E 4E 4E 4E 4E 4E 4E 4E 4F 4F
2300 2220 2500 2200 3320 3020 2160 2500 3000 3700 3300 2650 2050 2700
37.6 60.3 60.3 60.3 59.6 64.4 59.6 60.9 60.9 60.9 64.8 60.1 79.8 68.5
12.4 12.0 12.0 12.0 12.4 12.4 12.4 12.8 12.9 12.9 12.9 9.8 14.3 12.7
48.0 59.0 63.6 63.7 70.7 70.7 56.3 63.7 63.7 73.9 73.9 56.7 72.7 76.4
90300 230000 230000 253500 377800 394625 318420 287800 247200 297550 299370 228500 560000 442253
930 1400 1400 1400 1323 1410 1413 1400 1480 1500
1470
Sumber : KP 39 Tahun 2015
2.5
Metode Peramalan (Forecasting) Dalam merencanakan pengembangan bandar udara ditentukan dari tingkat
peramalan (forecasting) untuk masa yang akan datang. Peramalan digunakan untuk memperkirakan kebutuhan di masa mendatang dengan cara mengevaluasi kinerja dari bandar udara saat ini lalu memperbaiki fasilitasnya untuk masa mendatang. Data yang digunakan untuk melakukan peramalan terhadap kebutuhan apron di masa mendatang pada bandar udara yaitu tahun dari data yang dimiliki serta jumlah pergerakan pesawat pada saat jam sibuk pada tahun tersebut. Model peramalan yang digunakan pada penelitian ini adalah Model Trend Analysis.
Model ini merupakan model analisis yang digunakan untuk melakukan
peramalan atau prediksi data pada masa yang akan datang. Data yang digunakan diurutkan berdasarkan runtut waktu (time series). Hasil dari analisis ini akan II - 39 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
meningkatkan efisiensi dalam mengambil keputusan. Model analisis ini dapat digunakan untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
2.6
Keterlambatan (Delay) Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan mendefinisikan
keterlambatan adalah terjadinya perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan pesawat. Keterlambatan atau delay dapat disebabkan oleh berbagai hal, berikut penyebab terjadinya delay beserta kode referensi delay yang dikeluarkan oleh International Air Transport Association (IATA). Tabel 2.9 Delay Code IATA > Others 6
9
OA
SG
No Gate/Stand Available
Due to own airline activity
Scheduled Ground
Planned turnaround time less than
Time
declared minimum ground time
> Passenger and Baggage 11 PD 12 PL
13 PE
Late Check-In Late Check-In
Check-In Error
Check-In reopened for late passengers Check-In not completed by flight closure time Error with passenger or baggage details
II - 40 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
14 PO
Oversales
15 PH
Boarding
Booking errors - not resolved at check-in Discrepancies and paging, missing checked in passengers Local decision to delay for VIP or
16 PS
Commercial Publicity /
press; delay due to offload of
Passenger Convenience passenger following family bereavement
17 PC
Catering Order
18 PB
Baggage Processing
19 PW Reduced Mobility
Late or incorrect order given to supplier Late or incorrectly sorted baggage Boarding / deboarding of passengers with reduced mobillity
> Cargo and Mail 21 CD Documentation
22 CP
Late Positioning
23 CC
Late Acceptance
24 CI
Inadequate Packing
Late or incorrect documentation for booked cargo Late delivery of booked cargo to airport / aircraft Acceptance of cargo after deadline Repackaging and / or re-labelling of booked cargo Book load in excess of saleable load
25 CO Oversales
capacity, resulting in reloading or off load II - 41
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
26 CU
Late Preparation in Warehouse
Mail Only 27 CE
28 CL
Documentation Packing
Late Positioning
29 CA Late Acceptance
Incomplete and / or inaccurate documentation Late delivery of mail to airport / aircraft Acceptance of mail after deadline
> Aircraft and Ramp Handling
31 GD
32 GL
33 GE
34 GS
Late / Inaccurate Aircraft Document
Loading / Unloading
Loading Equipment
Servicing Equipment
Late or inaccurate mass and balance documentation, general declaration, passenger manifest Bulky items, special load, lack loading staff Lack of and / or breakdown; lack of operating staff Lack of and / or breakdown; lack of operating staff
35 GC Aircraft Cleaning
Late completion of aircraft cleaning
36 GF
Late delivery of fuel
Fuelling / Defuelling
37 GB Catering 38 GU ULD
Late and / or incomplete delivery Lack of and / or unserviceable ULD's or pallets
II - 42 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Lack and / or breakdown; lack of 39 GT
Technical Equipment
operating staff; includes GPU, air start, pushback tug
> Aircraft and Ramp Handling
31 GD
32 GL
33 GE
Late / Inaccurate Aircraft Document
Loading / Unloading
Loading Equipment
Late or inaccurate mass and balance documentation, general declaration, passenger manifest Bulky items, special load, lack loading staff Lack of and / or breakdown; lack of operating staff Lack of and / or breakdown; lack of
34 GS
Servicing Equipment
35 GC
Aircraft Cleaning
Late completion of aircraft cleaning
36 GF
Fuelling / Defuelling
Late delivery of fuel
37 GB
Catering
Late and / or incomplete delivery
38 GU ULD
operating staff
Lack of and / or unserviceable ULD's or pallets Lack and / or breakdow n; lack of
39 GT
Technical Equipment
operating staff; includes GPU, air start, pushback tug
> Technical and Aircraft Equipment 41 TD
Technical Deffects
Aircraft deffects including items covered by MEL II - 43
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
42 TM
43 TN
Scheduled Maintenance Non-Scheduled Maintenance
Late release from maintenance Special checks and / or additional works beyond normal maintenance schedule Lack of spare, lack of and / or
44 TS
Spare and Maintenance
breakdown of specialist equipment required for deffect rectification
45 TA
AOG Spares
46 TC
Aircraft Change
47 TL
Standby Aircraft
48 TV
Awaiting AOG spare(s) to be carried to another station For technical reason, e.g. a prolonged technical delay Standby aircraft unavailable for technical reasons
Scheduled Cabin Configuration
> Damage to Aircraft
51 DF
Damage During Flight Operations
Bird or lightning strike, turbulance, heavy or overweight landing, collisions, during taxiing Collisions (other than taxiing),
52 DG
Damage During Ground
loading / offloading damage, towing,
Operations
contamination extreme weather conditions
II - 44 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
> EDP / Automated Equipment Failure Failure of automated systems, 55 ED
Departure Control
including check-in; load control systems producing mass and balance
56 EC
57 EF
58 EO
Cargo Preparation
Failure of documentation and / or
Documentation
load control systems covering cargo
Flight Plans
Failure of automated flight plan systems
Other Automated System
> Flight Operations and Crewing 61 FP
62 FF
63 FT
64 FS
65 FR
Flight Plan Operational Requirement Late Crew Boarding or Departure Procedures
Flight Deck Crew Shortage
Late completion of or change to flight plan Late alteration to fuel or payload Late flight deck, or entire crew, other than standby; late completion of flight deck crew checks Sickness, awaiting standby, flight time limitations, valid visa, health documents
Flight Deck Crew
Requests not within operational
Special Request
requirements
II - 45 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Late Cabin Crew 66 FL
Boarding or Departure Procedures
Late cabin crew other than standby; late completion of cabin crew checks Sickness, awaiting standby, flight
67 FC
Cabin Crew Shortage
time limitations, valid visa, health documents
68 FA
69 FB
Cabin Crew Error or
Requests not within operational
Special Request
requirements
Captain Request for
Extraordinary request outside
Security Check
mandatory requirements
> Weather 71 WO Departure Station
Below operation limits
72 WT
Destination Station
Below operation limits
73 WR
En-Route or Alternate
Below operation limits Removal of ice and / or snow;
75 WI
De-Icing of Aircraft
excludes equipment - lack of or breakdown
Removal of Snow, 76 WS
Ice, Water, and Sand
Runway, taxiway conditions
from Airport Ground Handling 77 WG Impaired by Adverse Weather Conditions
High winds, heavy rain, blizzards, moonsoons, etc
II - 46 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
> Air Traffic Flow Management Restrictions ATFM due to ATC 81 AT
Enroute Demand /
Standard demand / capacity problems
Capacity Reduced capacity caused by industrial
82 AX
ATFM due to ATC
action or staff shortage, equipment
Staff / Equipment
failure, military exercise or
Enroute
extraordinary demand due to capacity reduction in neighbouring area
ATFM due to 83 AE
Restriction at Destination Airport
84 AW
Airport and / or runway closed due to obstruction, industrial action, staff shortage, political unrest, noise abatement, night curfew, special flight
ATFM due to Weather at Destination
> Airport and Government Authorities 85 AS 86 AG
87 AF
88 AD
Mandatory Security Immigration, Costums, Health Airport Facilities
Restrictions at Destination Airport
Passengers, baggage, crew, etc Passengers, crew Parking stands, ramp congestion, lighting, buildings, gate limitation etc Airport and / or runway closed due to obstruction, industrial action, staff shortage, political unrest, night curfew, special flight II - 47
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Including air traffic services, start-up and push-back, airport and / or
89 AM
Restrictions at Airport Departure
runway closed due to obstruction or weather, industrial action, staff shortage, political unrest, noise abatement, night curfew, special flights
> Reactionary 91 RL 92 RT
Load Connection
Awaiting load from another flight
Through Check-In
Passenger or baggage check-in error
Error
at originating station
93 RA
Aircraft Rotation
94 RS
Cabin Crew Rotation
95 RC
Crew Rotation
Late arrival of aircraft from another flight or previous sector Awaiting cabin crew from another flight Awaiting flight deck, or entire crew, from another flight Re-routing, diversion, consolidation,
96 RO
Operation Control
aircraft change for reasons other than technical
> Miscellaneous 97 MI
Industrial Action Within Own Airline
II - 48 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
98 MO
Industrial Action
Industrial action (except Air Traffic
Outside Own Airline
Control Service)
99 MX Miscellanous
No suitable code; explain reason(s) in plain text
Sumber : IATA – Airport Handling Manual (730 – 731)
II - 49 http://digilib.mercubuana.ac.id/