BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Umum Tingkat pelayanan suatu jaringan jalan ditentukan oleh waktu perjalanan,
biaya perjalanan (tarif dan bahan bakar), kenyamanan, dan keamanan penumpang. Jika terjadi penurunan tingkat pelayanan suatu jaringan jalan maka akan terjadi penurunan akan permintaan pergerakan transportasi. [11] Tinggi atau rendahnya tingkat pelayanan suatu jaringan jalan akan mempengaruhi keseimbangan sistem transportasi. Para pelaku perjalanan akan mencari rute yang terbaik yang akan meminimumkan biaya perjalanan, ataupun yang meningkatkan keamanan dan kenyamanan suatu perjalanan hingga akhirnya berada mencapai zona tujuan karena mereka telah berada pada rute yang terbaik yang tersedia. Hal ini disebut sebagai kondisi keseimbangan jaringan jalan. [11] Peningkatan pelayanan jaringan jalan akan menyebabkan peningkatan pergerakan yang sekaligus akan meningkatkan arus lalu lintas. Peningkatan arus lalu lintas yang melebihi kapasitas jalan akan menyebabkan kemacematen lalu lintas. [12 ] Ketidaklancaran arus lalu lintas ini akan menimbulkan biaya tambahan, tundaan, kemacetan, dan bertambahnya polusi udara dan suara. Beberapa cara telah
20 Universitas Sumatera Utara
dilakukan untuk menanggulangi masalah kemacetan, misalnya membangun jalan layang (fly over), jalan tol, dan jalan lingkar. [11] Penyelenggaraan jalan tol bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan jasa distribusi guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah yang sudah tinggi tingkat pertumbuhannya. Jalan tol di Indonesia memiliki enam spesifikasi meliputi
[7 ]
:
1. Tidak ada persimpangan sebidang dengan ruas jalan lain atau dengan prasarana lainnya; 2. Jumlah jalan masuk dan jalan keluar ke dan dari jalan tol dibatasi secara efisien dan semua jalan masuk dan jalan keluar harus terkendali secara penuh; 3. Jarak antar simpang susun, paling rendah 5 (lima) kilometer untuk jalan tol luar perkotaan dan paling rendah 2 (dua) kilometer untuk jalan tol dalam perkotaan; 4. Jumlah lajur sekurang-kurangnya dua lajur per arah; 5. Menggunakan pemisah tengah atau median; dan 6. Lebar bahu jalan sebelah luar harus dapat dipergunakan sebagai jalur lalulintas sementara dalam keadaan darurat. Kebijakan
perencanaan
jalan
tol
disusun
dengan
memperhatikan
pengembangan wilayah perkembangan ekonomi, sistem transportasi nasional, dan kebijakan nasional sektor lain yang terkait yang merupakan landasan penyusunan rencana umum jaringan jalan tol dengan memperhatikan kondisi sosial, ekonomi, dan kondisi lingkungan daerah sekitarnya. [7 ]
21 Universitas Sumatera Utara
II.2
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Rute Ada beberapa faktor penentu utama dalam pemilihan rute oleh para pelaku
perjalanan, yaitu waktu tempuh, nilai waktu, dan biaya perjalanan. [11]
II.2.1 Waktu Tempuh Waktu tempuh adalah waktu total dari seluruh perjalanan yang dilakukan pelaku pergerakan yang mecakup waktu perjalanan, waktu berhenti dan tundaan pada perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain. II.2.2 Nilai Waktu Nilai waktu adalah sejumlah uang yang disediakan seseorang yang dikeluarkan untuk menghemat biaya perjalanan. II.2.3 Biaya Perjalanan. Biaya perjalanan adalah gabungan atau kombinasi dari waktu tempuh, jarak, dan biaya dari suatu perrjalanan. Total biaya perjalanan suatu rute adalah jumlah dari biaya setiap ruas jalan yang dilalui. Dari faktor-faktor yang mempengaruhi pelaku perjalanan dalam pemilihan rute terdapat hal-hal yang perlu dianalisis, yaitu: 1. Analisis alasan pemakaian jalan (pelaku perjalanan) memilih suatu rute dibanding rute lainnya. 2. Analisis
pengembangan
model
(metode)
yang
digunakan
seperti
menggabungkan “sistem transportasi” dengan alasan pemakai jalan memilih rute tertentu.
22 Universitas Sumatera Utara
3. Analisis probabilitas (kemungkinan) pemakai jalan berbeda persepsinya mengenai “rute terbaik”. 4. Analisis kemacetan dan ciri fisik ruas jalan (V/C ratio analysis) yang membatasi jumlah arus lalu lintas di ruas jalan tertentu.
II.3
Alasan Pemilihan Rute Model harus mewakili cirri sistem transportasi dan salah satu cara hipotesis
tentang pemilihan rute pemakai jalan. Terdapat tiga hipotesis yang dapat digunakan yang menghasilkan jenis model yang berbeda-beda. II.3.1 Pembebanan All – Or – Nothing Pemakai jalan secara rasional memilih rute terpendek yang meminimumkan hambatan trasportasi (jarak, waktu, dan biaya). Semua lalu lintas antara zona asal dan tujuan menggunakan rute yang sama dengan anggapan bahwa pemakai jalan mengetahui rute yang tercepat tersebut. Dengan kata lain, pemakai jalan mengetahui rute terpendek yang meminimumkan waktu tempuh dan semuanya menggunakan rute tersebut, tidak ada yang menggunakan rute lain. II.3.2 Pembebanan Banyak Ruas Diasumsikan pemakai jalan tidak mengetahui informasi yang tepat mengenai rute tercepat. Pengendara memilih rute yang dipikirnya adalah rute tercepat, tetapi persepsi yang berbeda untuk setiap pemakai jalan mengakibatkan bermacam-macam rute akan dipilih antara dua zona tertentu.
23 Universitas Sumatera Utara
Diasumsikan bahwa pemakai jalan belum mendapatkan informasi tentang alternatif rute yang layak. Dia memilih rute yang dianggpnya terbaik (jarak tempuh pendek, waktu tempuh singkat, dan biaya minimum)
II.3.3 Pembebanan Berpeluang Pemakai jalan menggunakan beberapa faktor rute dalamm pemilihan rutenya dengan meminimumkan hambatan tranportasi. Contohnya, faktor yang tidak dapat dikuantifikasi seperti rute yang aman dan rute yang panoramanya indah. Dalam hal ini, pengendara memperhatikan faktor lain selain jarak, waktu tempuh, dan biaya yang minimum, misalnya rute yang telah dikenal atau dianggap aman. II.4
Perencanaan Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas adalah banyaknya kendaraan yang melewati suatu titik
tertentu dari ruas jalan selama waktu tertentu. [2 ] Perhitungan volume lalu lintas dilakukan untuk melihat baik atau buruknya tingkat pelayan jalan. Volume lalu lintas yang melewati suatu ruas jalan tidak boleh melebihi kapasitas jalan tersebut agar tidak terjadi kemacetan lalu lintas. [2 ] Pentingnya perencanaan volume lalu lintas adalah untuk mendesain geometrik jalan dan penentu tebal perkerasan [1] . Dibawah ini adalah tabel perencanaan geometrik jalan berdasarkan jumlah LHR yang melintasi ruas jalan. Arteri
Kolektor
Lokal
24 Universitas Sumatera Utara
LHRT
Lebar Ideal
Lebar
Lebar
Lebar
Lebar
Lebar
Minimum
Ideal
Minimu
Ideal
Minimu
m Jalur
Bah
Jalur
u
(smp/har
Bah
Jalur
u
m
Bah
Jalu
Bah
Jalu
Bah
Jalu
Bah
u
r
u
r
u
r
u
(m)
(m)
(m)
(m)
(m)
(m)
(m) (m)
(m) (m)
(m) (m)
6,00
1,5
4,50
1,0
6,00
1,5
4,5
1,0
6,0
1,0
4,5
1,0
0
0
0
0
0
0
0
1,5
6,0
1,5
7,0
1,5
6,0
1,0
0
0
0
0
0
0
0
2,0
**)
**)
-
-
-
-
**)
**)
-
-
-
-
i) < 3000
0 3000 –
7,00
10000
2,0
0 6,00
0
10.001 –
7,00
25000
2,0
7,00
0 7,00
0
> 25000
1,5
2,0
7,00
0
0
2x3,
2,5
2x3,
2,0
2x3,
2,0
5 *)
0
5
0
5
0
*)
*)
Tabel 2.1 Penentuan Lebar Alur dan Bahu Jalan Berdasarkan Jumlah LHR
[2 ]
Dalam perencanaan volume lalu lintas diperlukan data lalu lintas harian ratarata (LHR) dari jalan utama yang ada saat ini. Volume lalu lintas harian rata-rata adalah jumlah lalu lintas selama satu tahun (365 hari) dibagi dengan jumlah harinya dalam tahun tersebut yang dtetapkan dalam unit Satuan Mobil Penumpang (smp) per hari atau dalam satuan kendaraan per hari. [2 ]
25 Universitas Sumatera Utara
Peramalan pemilihan rute oleh pelaku perjalanan dapat dilakukan dengan berbagai metode. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah lalu lintas yaitu dengan menggunakan kurva diversi, keseimbangan, kombinasi sebaran pergerakan, dan metode – metode lain yang telah dikembangkan oleh para ahli. [11]
II.4.1 Model Gravity Model gravity merupakan bagian dari metode sintesis yang paling sering digunakan karena lebih sederhana dan mudah dimengerti. Model ini menggunakan konsep gravity yang diperkenalkan oleh Newton. Model gravity menyatakan bahwa banyaknya perjalanan diantara dua zona berbanding langsung dengan kegiatan dalam kedua zona itu, dan berbanding terbalik dengan jarak di antara kedua zona tersebut sebagai fungsi waktu tempuh. [3] Model gravity ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Tid = Oi .Dd . Ai .Bd . f (Cid )
(2.2)
Dimana: Tid = jumlah perjalanan yang dihasilkan dalam zona i dan yang ditarik ke zona d Dd = Tujuan perjalanan Oi = Asal perjalanan f (C id ) = fungsi pakat i = zona asal d = zona tujuan
26 Universitas Sumatera Utara
Sebelum jumlah pertukaran perjalanan dapat dihitung, beberapa parameter harus didefenisikan. Waktu tempuh antara setiap pasangan zona dalam kawasan kajian tersebut ditentukan dengan proses pembebanan perjalanan. Waktu tempuh perjalanan biasa disebut dengan nilai hambatan. Hambatan perjalanan terdiri dari waktu tempuh, biaya, jarak, dan gabungan faktor. [11]
II.4.1.1.
Jenis Model Gravity
Model gravity memiliki empat jenis, yaitu:
[11]
1. Model gravity tanpa batasan (UCGR) 2. Model gravity dengan batasan bangkitan (PCGR) 3. Model gravity dengan batasan tarikan (ACGR) 4. Model gravity dengan batasan bangkitan dan tarikann (PACGR) Model PCGR dan ACGR sering disebut model dengan satu batasan (SCGR), sedangkan model PACGR disebut dengan model dengan dua batasan (DCGR). II.4.1.1.1
Model UCGR (tanpa – batasan)
Model ini sedikitnya mempunyai satu batasan, yaitu total pergerakan yang dihasilkan harus sama dengan total pergerakan yang diperkirakan dari tahap bangkitan pergerakan. Model ini bersifat tanpa – batasan, dalam arti bahwa model ini tidak diharuskan menghasilkan total yang sama dengan total pergerakan dari dan ke setiap zona yang diperkirakan oleh tahap bangkitan pergerakan. Model UCGR memiliki persamaan yang sama dengan persamaan (2.2) dengan nilai Ai = 1 untuk seluruh i dan Bd = 1 untuk seluruh d.
27 Universitas Sumatera Utara
Pada model UCGR, jumlah bangkitan dan tarikan yang dihasilkan tidak harus sama dengan perkiraan hasil bangkitan pergerakan. Akan tetapi, persyaratan yang diperlukan adalah total pergerakan yang dihasilkan model (t) harus sama dengan total pergerakan yang didapat dari hasil bangkitan pergerakan (T). Model UCGR digunakan untuk perjalanan yang berbasis bukan rumah. Penggunaan model UCGR adalah karena data yang tidak cukup, atau ketepatan hasil tidak begitu dipermasalahkan untuk kajian perencanaan jangka panjang, misalnya untuk kota yang tumbuh dan berubah dengan cepat. II.4.1.1.2
Model PCGR
Pada model PCGR total pergerakan global hasil bangkitan pergerakan harus sama dengan total pergerakan yang dihasilkan dengan pemodelan; begitu juga, bangkitan pergerakan yang dihasilkan model harus sama dengan hasil bangkitan pergerakan yang diinginkan. Akan tetapi tarikan tidak perlu sama. Model PCGR memiliki persamaan yang sama dengan persamaan (2.2) dengan nilai Bd = 1 untuk seluruh d dan Ai =
1 untuk seluruh i. ∑ (Bd Dd f id ) d
Bila persamaan tersebut digunakan dalam matriks asal tujuan (MAT) maka persyaratan dalam model PCGR akan terpenuhi, yaitu total pergerakan yang didapat dari hasil model (t) harus sama dengan total pergerakan yang didapat dari hasil bangkitan pergerakan (T). Model PCGR biasanya digunakan untuk perjalanan berbasis rumah, dengan berbagai tujuan pergerakan. II.4.1.1.3
Model ACGR
28 Universitas Sumatera Utara
Pada model ACGR total pergerakan secara global harus sama dan tarikan pergerakan yang didapat dengan pemodelan harus sama dengan hasil tarikan pergerakan yang diinginkan. Sebaliknya, bangkitan pergerakan yang didapat dengan pemodelan tidak harus sama. Model ACGR memiliki persamaan yang sama dengan persamaan (2.2) dengan nilai Ai = 1 untuk seluruh i dan Bd =
1 untuk ∑ ( Ai Oi f id ) d
seluruh d. Hasil akhir dalam penggunaan model ini menunjukkan bahwa total pergerakan yang dihasilkan model (t) harus sama dengan total pergerakan yang didapat dari hasil bangkitan pergerakan (T), dan memperlihatkan bahwa total pergerakan yang menuju ke setiap zona asal selalu sama dengan total pergerakan (yang tertarik) yang dihasilkan oelh tahap bangkitan pergerakan. Model ACGR dapat digunakan untuk perjalanan berbasis rumah, baik untuk perjalanan dengan tujuan bekerja maupun pendidikan karena lebih mudah dispesifikasi dan dikalibrasi. II.4.1.1.4
Model DCGR
Teori pada model ini adalah bahwa bangkitan dan tarikan pergerakan harus selalu sama dengan yang dihasilkan oleh tahap bangkitan pergerakan. Rumus umum yang digunakan pada model ini sama dengan persamaan (2.2) dengan syarat batas: Bd =
1 untuk semua d dan Ai = ∑ ( Ai Oi f id ) d
1 untuk semua nilai i. ∑ (Bd Dd f id ) d
Kedua faktor penyeimbang (Ai dan Bd) menjamin bahwa total ‘baris’ dan ‘kolom’ dan matriks hasil pemodelan harus sama dengan total ‘baris’ dan ‘kolom’
29 Universitas Sumatera Utara
dari matriks hasil bangkitan pergerakan. Pada model ini hasil akhir akan selalu sama, dari manapun pengulangan dimulai (‘baris’ atau ‘kolom’). Hasil akhir tidak tergantung pada nilai awal. Nilai awal dapat berupa nilai berapa saja asal lebih besar dri nol. Hal ini hanya akan berpengaruh pada jumlah pengulangan untuk mencapai nilai konvergensi. Semakin besar perbedaan antara nilai awal dengan nilai akhir, semakin banyak jumlah pengulangan yang dibutuhkan untuk mencapai konvergensi. Jumlah pengulangan sangat bergantung pada nilai awal faktor penyeimbang. Semakin dekat niali awal tersebut ke nilai faktor penyeimbang, semmakin sedikit jumlah pengulangan yang dibutuhkan. Model DCGR digunakan untuk perjalanan berbasis rumah dengan berbagai tujuan perjalanan. Model ini digunakan pada kasus ramalan bangkitan dan tarikan pergerakannnya cukup baik di masa mendatang. II.4.1.2
Kalibrasi Model Gravity
Jika nilai Cid, Oi, dan Dd diketahui, parameter Gravity yang belum diketahui hanyalah parameter α dan β jika dipertimbangkan fungsi eksponensial, pangkat dan Tanner. Jika diasumsikan hanya menggunakan parameter β (fungsi eksponensial dan pangkat), maka setelah nilai β diketahui, persamaan (2.4) dapat digunakan untuk mengetahui niali Ai dan Bd. Proses ini disebut proses kalibrasi. [11] Kalibrasi model gravity dicapai dengan mengembangkan faktor-faktor gangguan dan mengembangkan faktor-faktor penyesuaian sosioekonomis.faktorfaktor gangguan yang dimaksud adalah pengaruh waktu tempuh dari hambatan terhadap
terjadinya
perjalanan.
Sebagai
masukan
yang
digunakan
dalam
mengkalibrasi model gravity adalah [3] :
30 Universitas Sumatera Utara
1. Tabel perjalanan hasil tarikan untuk setiap keperluan / tujuan. 2. Waktu tempuh untuk semua pasangan zona, termasuk waktu-waktu intrazona. 3. Faktor-faktor gangguan awal untuk setiap pertambahan waktu tempuh. Hal mendasar selanjutnya adalah proses kalibrasi ini melibatkan penyesuaian parameter faktor gangguan hingga si perencana dipuaskan bahwa model ini telah cukup untuk memproduksi distribusi perjalanan seperti yang disajikan oleh tabel perjalanan masukan – hingga tabel perjalanan model itu sesuai benar dengan tabel dari data survey, dengan menggunakan indikator seperti distribusi frekuensi waktu perjalanan dan waktu perjalanan rata-rata. Proses kalibasi dapat diuraikan sebagai berikut [3] : 1. Gunakanlah model gravity ini untuk mendistribusikan perjalanan yang didasarkan pada masukan awal. 2. Tarikan perjalanan menyeluruh pada semua zona j, sebagaimana yang dihitung oleh model ini, dibandingkan dengan tarikan perjalanan menyeluruh yangdiperoleh
dari
masukan
pengamatan
tabel
perjalanan
“amatan”masukkannya. 3. Jika perbandingan ini menunjukkan setiap perbedaan yang nyata, tarikan Aj disesuaikan untuk setiap zona, di tempat perbedaan tersebut ditemukan. 4. Model ini dikerjakan lagi hingga tarikan yang dihitung dan yang diamati cukup seimbang. 5. Tabel perjalanan model ini dann tabel waktu tempuh masukan dapat digunakan dalam dua perbandingan: distribusi frekuensi waktu – perjalanan
31 Universitas Sumatera Utara
dan waktu perjalanan rata-rata. Jika terdapat perbedaan yang nyata, proses ini diulang lagi. Urutan langkah proses kalibrasi dapat digambarkan dalam bentuk diagram alir sebagai berikut
Faktor-faktor gangguan awal, tabel waktu tempuh dan tabel perjalanan
Berikan model dan distribusikan perjalanannnya Sesuaikan faktorfaktor tarikan
Sesuaikan faktor-faktor gangguan
Bandingkan tarikan-tarikan Tidak seimbang Seimbang?
Bandingkan distribusi waktuperjalanan dan waktu perjalanan rata-rata Pembandingan tidak memuaskan pembandingannya bagus? Faktor-faktor gangguan kalibrasi Gambar 2.2 Urutan Langkah untuk Kalibrasi Model Gravity [3] Permasalahan yang timbul dalam proses kalibrasi parameter model gravity adalah pada ketetapan parameter. Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengkalibrasi parameter model gravity yaitu: metode sederhana, metode hyman, metode analisis regresi – linier, metode penaksiran kuadrat – terkecil (KT), metode
32 Universitas Sumatera Utara
penaksiran kemiripan maksimum (KM), metode penaksiran inferensi – bayes (IB), metode penaksiran entropi-maksimum (EM), dan metode lainnya. Metode-metode pengkalibrasian gravity ini dikembangkan karena dibutuhkan proses kalibrasi yang cepat, sederhana, dan tepat.
II.4.1.2.1
Metode Sederhana
Pendekatan yang sangat sederhana ‘meminjam’ nilai β, kemudian menghitung model GR dan mendapatkan sebaran panjang perjalanan hasil pemodelan. Kemudian, sebaran ini dibandingkan dengan sebaran panjang perjalanan hasil pengamatan. Jika masih terdapat perbedaan antara kedua sebaran tersebut, nilai β baru harus digunakan dan proses diulangi lagi sampai perbedaan kedua sebaran itu sangat kecil. Kelemahan
dari
metode
sederhana
ini
adalah
tidak
praktis
dan
penggunaannya membutuhkan waktu yang cukup lama.
II.4.1.2.2
Metode Hyman
Hyman menyatakan bahwa nilai faktor penyeimbang harus dipilih sehingga total ‘baris’ dan ‘kolom’ dari sel MAT sama dengan proporsi hasil pengamatan pada setiap ‘baris’ dan ‘kolom’. Juga, parameter β harus dipilih sehingga biaya rata-rata perjalanan yang didapat dari pengamatan sama dengan yang dihasilkan dalam proses pemodelan. Metode hyman dapat dirumuskan dengan persamaan berikut :
c(β ) = ∑∑ [Tid (β )cid ] / T (β ) = c = ∑∑ ( N id C id ) / ∑∑ N id i
d
i
d
i
(2.3)
d
33 Universitas Sumatera Utara
dengan menganggap matriks Tid (β ) sebagai fungsi dari (β) dan total dari matriks akan menghasilkan
∑∑ T (β ) = T (β ) . id
i
(2.4)
d
Dimana : c
= biaya rata-rata dari sebaran panjang pergerakan hasil pengamatan
Nid
= jumlah pergerakan dari setiap pasangan zona. Metode hyman ini dapat dipakai dengan mengikutu penjelasan dibawah ini: 1. Mulailah pengulangan pertama dengan menyatakan m = 0 dan menentukan nilai awal
β0 = 1/c
2. Buat m = m+1; dengan menggunakan nilai βm-1, hitung matriks dengan menggunakan model GR. Dapatkan biaya rata-rata cm dan bandingkan nilai tersebut dengan c ; jika perbedaan cukup kecil, proses dihentikan dan nyatakan βm-1 sebagai nilai β terbaik; jika tidak, teruskan ke tahap 3. 3. Jika m = 1, hitung nilai β baru dengan persamaan berikut:
β1 = c1 β / c ≥ 1, dapatkan nilai β baru dengan persamaan:
β m +1 =
(c ∗ −cm−1 )β m−1 − (c ∗ −cm )β m c m − c m −1
(2.5)
4. Ulangi tahap 2 dan 3 seperti diisyaratkan, sampai konvergensi tercapai. Nilai β dapat juga didapat dengan menggunakan persamaan empiris, yaitu:
β= Dimana: k C id
k C id
(2.6)
=2~3 = rata-rata nilai C id
34 Universitas Sumatera Utara
Meskipun berbagai metode dapat digunakan untuk menurunkan model gravity tetapi tidak membuktikan bahwa model gravity adalah model yang terbaik. Penggunaan suatu model tergantung pada asumsi yang diisyaratkan dalam proses penurunan dan interpretasinya. Model yang digunakan untuk peramalan perjalanan hanya mencoba mendekati realita dengan berbagai proses penyederhanaan, asumsi, pendekatan, pengabaian, sesuai dengan maksud dan tujuan permasalahan, kajian yang akan diuji, analisis yang dilakukan, informasi yang ada, batasan biaya, serta waktu dan sumber dana yang tersedia. II.4.1.2.3
Metode Analisis Regresi – Linear
Secara umum, proses tranformasi linear dibutuhkan untuk mengubah fungsi tidak – linear menjadi linear. Selanjutnya, metode analisis-regresi akan digunakan untuk mengkalibrasi parameter model yang tidak diketahui. II.4.1.2.3.1
Fungsi Hambatan Eksponensial Negatif
Pertimbangan suatu model gravity yang mempunyai fungsi hambatan eksponensial-negatif terlihat pada persamaan: Tid = Ai .Bd .Oi .Dd . exp(− βC id )
(2.7)
Persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi :
exp(− βC id ) =
Tid Ai .Bd .Oi .Dd
(2.8)
Tid log e (exp(− βC id ) ) = log e Ai .Bd .Oi .Dd
(2.9)
− βC id = log e Tid − log e ( Ai .Bd .Oi .Dd )
(2.10)
log e Tid = log e ( Ai .Bd .Oi .Dd ) − βC id
(2.11)
35 Universitas Sumatera Utara
Dengan
melakukan
transformasi
linear,
persamaan
diatas
dapat
disederhanakan menjadi persamaan linear Y = A + BX i dengan mengasumsikan log e Tid = Yi dan C id = X i . Dengan mengetahui informasi [Tid ] dan [C id ], maka dengan menggunakan analisis regresi – linear, parameter A dan B dapat dihitung dan dihasilkan beberapa nilai sebagai berikut : B = -β dan A = log e ( Ai .Bd .Oi .Dd ) .
B=
N
N
N
i =1
i =1
i =1
N ∑ ( X i .Yi ) − ∑ ( X i ).∑ (Yi ) N
( )
N∑ Xi i =1
II.4.1.2.3.2
2
N − ∑ ( X i ) i =1
2
(2.12)
Fungsi Hambatan Pangkat
Pertimbangan suatu model gravity yang mempunyai fungsi hambatan pangkat terlihat pada persamaan:
Tid = Ai .Bd .Oi .Dd . exp(C id )
−β
(2.13)
Persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi :
Tid Ai .Bd .Oi .Dd
(2.14)
Tid = log e Ai .Bd .Oi .Dd
(2.15)
− β log e C id = log e Tid − log e ( Ai .Bd .Oi .Dd )
(2.16)
log e Tid = log e ( Ai .Bd .Oi .Dd ) − β log e C id
(2.17)
C id
log e C id
−β
−β
=
36 Universitas Sumatera Utara
Dengan
melakukan
transformasi
linear,
persamaan
diatas
dapat
disederhanakan menjadi persamaan linear Y = A + BX i dengan mengasumsikan log e Tid = Yi dan log e C id = X i . Dengan mengetahui informasi [Tid ] dan [C id ], maka dengan menggunakan analisis regresi – linear, parameter A dan B dapat dihitung dan dihasilkan beberapa nilai sebagai berikut : B = -β dan A = log e ( Ai .Bd .Oi .Dd ) .
II.4.1.2.3.3
Fungsi Hambatan Tanner
Pertimbangan suatu model gravity yang mempunyai fungsi hambatan Tanner terlihat pada persamaan: Tid = Ai .Bd .Oi .Dd .C id− β . exp(− βC id )
(2.18)
Persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi :
C id− β . exp(− βC id ) =
Tid Ai .Bd .Oi .Dd
(2.19)
Tid log e C id− β . exp(− βC id ) = log e Ai .Bd .Oi .Dd
(
)
(2.20)
− β log e C id − βC id = log e Tid − log e ( Ai .Bd .Oi .Dd ) (2.21) log e Tid = log e ( Ai .Bd .Oi .Dd ) − β (log e C id + C id ) Dengan
melakukan
transformasi
linear,
(2.22)
persamaan
diatas
dapat
disederhanakan menjadi persamaan linear Y = A + BX i dengan mengasumsikan log e Tid = Yi dan log e C id + C id = X i .
37 Universitas Sumatera Utara
Dengan mengetahui informasi [Tid ] dan [C id ], maka dengan menggunakan analisis regresi – linear, parameter A dan B dapat dihitung dan dihasilkan beberapa nilai sebagai berikut : B = -β dan A = log e ( Ai .Bd .Oi .Dd ) .
II.4.2 Kurva Diversi Kurva diversi adalah kurva yang digunakan untuk memperkirakan arus lalu lintas yang tertarik ke jalan baru atau jalan dengan fasilitas baru. Oleh karena itu, perlu dibandingkan biaya perjalanan dengan atau tanpa fasilitas transportasi yang baru. [11] Kurva diversi bisa didapat dengan melakukan empiris pengukuran kuantitatif hambatan perjalanan. Kurva diversi memperlihatkan seberapa besar proporsi pengendara yang mungkin pindah menggunakan rute jalan lain.
[11]
Beberapa model kurva diversi telah dikembangkan dengan menggunakan beberapa ukuran hambatan perjalanan misalnya waktu tempuh yang dapat dihemat, jarak yang dapat dihemat, nisbah waktu tempuh, nisbah jarak, nisbah biaya, nisbah waktu tempuh/jarak yang dihemat dan nisbah jarak/kecepatan. [11] Bruton menyatakan tiga kurva diversi yang sering digunakan dewasa ini, yaitu kurva dengan nisbah waktu, waktu tempuh dan jarak yang dapat dihemat, dan nisbah kecepatan. Kurva nisbah waktu tempuh menyatakan perbandingan antara waktu tempuh yang menggunakan tol dibandingkan dengan rute alternatif lainnya. [11] Semakin besar waktu perjalanan yang dihemat melalui fasilitas yang lebih baik, seperti jalan tol, makin meningkat pemakaian fasilitas tersebut.
38 Universitas Sumatera Utara
Berikut ini adalah contoh kurva diversi nisbah waktu tempuh (gambar 2.2) dan kurva diversi penghematan waktu tempuh dan selisih jarak via jalan tol (gambar 2.3).
Grafik 2.1 Kurva diversi nisbah waktu tempuh
[11,12 ]
Gambar 2.2 Kurva diversi penghematan waktu tempuh dan selisih jarak via tol
[11,12 ]
39 Universitas Sumatera Utara
Kurva diversi yang dihasilkan berbentuk hiperbola. Asumsi dasar penurunan kurva tersebut adalah [11,12 ] : •
Faktor selain waktu dan jarak tidak dapat diukur secara eksplisit, apalagi diramalkan, sehingga diabaikan.
•
Makin besar waktu tempuh dan jarak yang dapat dihemat, makin tinggi proporsi penggunaan.
•
Jika penghematan waktu dan jarak kecil, hanya sedikit orang yang akan menggunakan jalan bebas hambatan, sedangkan yang lain tetap menggunakan rute alternatif. Kurva diversi pada umumnya bergantung pada perbandingan biaya dan
selisih waktu perjalanan antara jalan tol dan jalan alternatif. Semakin besar waktu perjalanan yang dihemat melalui fasilitas yang lebih baik, maka akan semakin meningkat pemakaian fasilitas tersebut. Persamaan yang dapat dibuat untuk membentuk kurva diversi adalah [11,12 ] : P=
K 1 + aX b
(
)
(2.23)
dengan P adalah persentase dari kendaraan yang akan berpindah ke jalan tol bebas hambatan atau tol terhadap volume lalu lintas total, dan X adalah biaya tol atau waktu yang dihemat [11,12 ] . Koefisien a, b, dan K didapat dari analisis statistik. Untuk menerapkan model ini diperlukan data : 1. Perbedaan biaya tol antara rute bebas hambatan atau tol terbaik yang tersedia dan rute alternatif terbaik yang tersedia.
40 Universitas Sumatera Utara
2. Perbedaan waktu perjalanan antara rute bebas hambatan atau tol terbaik yang tersedia dan rute alternatif yang tersedia. Berdasarkan dua hal tersebut, persentase lalu lintas yang akan berpindah ke jalan bebas hambatan atau tol dapat diperoleh dari kurva. Hasil perkalian persentase ini dengan total volume lalu lintas menunjukkan jumlah kendaraan yang berpindah ke jalan bebas hambatan atau tol. [11,12 ] Metode kurva diversi dikembangkan menjadi dua model yaitu model JICA dan Model logit – binomial dan regresi – pengali.
II.6.2.1
Model JICA [11,12 ]
Model JICA telah dikembangkan menjadi dua model, yaitu Model I dan Model II. Pengembangan model tersebut adalah untuk dapat memodelkan diversi lalu lintas pada jalan tol. II.6.2.1.1 Model I Model ini dikalibrasi dengan menggunakan peubah tidak bebas berupa selisih waktu tempuh jika menggunakan jalan tol dan jalan alternatif. Peubah lainnya yang dianalisis adalah tarif tol dan nilai waktu tempuh. Model tersebut dirumuskan sebagai: P = a∆T b
(2.24)
P
= tingkat diversi jalan tol (%)
ΔT
= A – (T + TR/TV)
A
= waktu tempuh jika menggunakan jalan alternatif (menit)
T
= waktu tempuh jika menggunakan jalan tol (menit)
41 Universitas Sumatera Utara
TR
= tarif tol (rupiah/kendaraan)
TV
= nilai waktu tempuh (rupiah/menit)
a, b
= parameter yang harus ditaksir Persamaan diatas dapat disederhanakan dengan menggunakan transformasi
linier yang menghasilkan persamaan : log P = log a + b log ΔT
(2.25)
Dengan mengasumsikan Y= log P dan X= log ΔT maka persamaan diatas dapat dianggap persamaan linear. II.6.2.1.2
Model II
Model ini memperhitungkan faktor yang didapat dari nilai tarif tol dibagi dengan perbedaan waktu tempuh. Dalam model ini, faktor pergeseran digunakan untuk mencerminkan peningkatan keinginan untuk membayar tol yang sejalan dengan peningkatan tingkat pendapatan. Persamaan untuk pemodelan dispersi pada model II ini dirumuskan sebagai:
P=
a
(2.26)
c T 1 b + S
P
= tingkat diversi jalan tol
T
= nisbah tarif tol/selisih waktu tempuh (rupiah/menit)
S
= faktor pergeseran (nisbah pendapatan tahunan)
a, b, c = parameter yang harus dikalibrasi Persamaan
pemodelan
diversi
diatas
dapat
disederhanakan
dengan
transformasi linier. Penyederhaan persamaan tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 42 Universitas Sumatera Utara
T c P + bP = a S
(2.27)
T c a − P b = P S
(2.28)
T a−P log = log b + c log S P
(2.29)
T a−P Dengan mengasumsikan Y = log maka persamaan dan X = log S P
diatas dapat dianggap sebagai persamaan linier.
II.6.2.2
Model Logit – Binomial dan Regresi – Pengali [11,12 ]
II.6.2.2.1
Model Logit – Binomial
Model ini menggunakan selisih biaya perjalanan dan selisih waktu tempuh sebagai peubah tidak bebas. Persamaan yang digunakan dalam model logit – binomial adalah : P=
exp(a + b( BPH ) ) 1 + exp(a + b( BPH ) )
(2.30)
Dimana : P
= tingkat diversi
BPH
= biaya perjalanan yang dihemat dalam rupiah
a dan b = parameter yang harus dikalibrasi Persamaan diversi diatas dapat disederhanakan menjadi :
P{1 + exp[a + b(BPH )]} = exp[a + b(BPH )]
(2.31)
P + P exp(a + b( BPH ) ) = exp(a + b( BPH ) )
(2.32)
43 Universitas Sumatera Utara
P = exp(a + b( BPH ) ) − P exp(a + b( BPH ) )
(2.33)
P = (1 − P).(exp(a + b( BPH )) )
(2.34)
P = exp(a + b( BPH ) ) 1− P
(2.35)
Sehingga dapat ditulis menjadi: P log e = a + b( BPH ) 1 − P
(2.36)
Persamaan diatas dapat dianggap sebagai persamaan linier dengan mengasumsikan P dan X = (BPH ) . Y = log e 1 − P
II.6.2.2.2
Model Regresi – Pengali
Model ini menunjukkan hubungan antara tingkat diversi dan nisbah antara biaya perjalanan (NBP) menggunakan jalan tol dengan jalan alternatif. Pesamaan untuk model regresi – pengali ini dapat dirumuskan sebagai : P=
1 1 + a ( NBP) b
(2.37)
Dimana: P
= tingkat diversi
NBP
= nisbah biaya perjalanan
a dan b = parameter yang harus dikalibrasi Persamaan diversi diatas dapat disederhanakan menjadi :
P.(1 + a ( NBP ) ) = 1
(2.38)
P + Pa( NBP) = 1
(2.39)
(1 − P ) = a( NBP) b
(2.40)
P
44 Universitas Sumatera Utara
(1 − P ) log = log a + b log( NBP) P
(2.41)
Persamaan diatas dapat dianggap sebagai persamaan linier dengan P mengasumsikan Y = log dan X = log(NBP) . (1 − P )
II.5
Studi Terdahulu Sebagai bahan perbandingan, penulis mengemukakan contoh studi terdahulu
yang menggunakan metode kurva diversi dan model gravity pada pemilihan rute, yaitu sebagai berikut : •
The Analysis of Route Choice Between Toll and Alternative Road Using Diversion Curve Model: A Case Study in Jakarta (Indonesia), Proceeding of The 7th World Conference on Transport Research, Sydney, Australia. Oleh : Ofyar Z. Tamin Penelitian ini menganalisis pemilihan rute antara jalan tol dan jalan alternative dengan menggunakan kurva diversi. Metode kurva diversi yang digunakan pada penelitian adalah: model logit binomial dan analisis regresi pengali. Tujuan penelitian adalah untuk melihat perilaku pelaku perjalanan terhadap penghematan jarak, penghematan waktu, dan penghematan biaya. Dari hasil uji sensitivitas diperoleh bahwa bus memiliki tingkat sensitivitas yang terkecil terhadap perubahan tarif tol, sedangkan mobil penumpang dan truk memiliki tingkat sensitivitas yang cukup besar terhadap perubahan tarif tol.
• Oleh
Studi Kelayakan Jalan Tol Pengambengan – Pengragoan : A.A.G. Agung Yana, Ketut Swijana, dan Santriani Dewi
45 Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kelayakan pengembangan jalan tol dari segi finansial yang didasari dari perhitungan jumlah LHR yang beralih dari jalan eksisting. Analisis pembebanan lalu lintas ke jalan baru dihitung dengan menggunakan metode kurva diversi penghematan jarak dan waktu tempuh. Dari kurva tersebut akan diperoleh jumlah kendaraan yang akan melewati jalan baru. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa jumlah kendaraan yang melintasi jalan baru adalah 25089 smp/hari. Dan pada tahun 2018 ruas jalan eksisting diperkirakan tidak mampu lagi menahan volume lalu lintas. Namun dari segi finansial jalan tol ini belum layak dibangun.
• Oleh
Pengembangan Model Kombinasi Gravity, Multinomial Logit, dan Equilibrium Assignment : Rahayu Sulistyorini, Ofyar Z. Tamin, dan Ade Sjafruddin Penelitian ini menggunakan metode gravity sebagai model sebaran
pergerakan, metode multinomial logit untuk pemilihan moda, dan metode keseimbangan untuk pemilihan rute. Tujuan penelitian adalah untuk mengembangkan model kombinasi gravity dengan multinomial logit pada kondisi pemilihan rute keseimbangan. Metode estimasi yang digunakan adalah kuadrat terkecil. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penentuan awal nilai parameter model merupakan masalah utama yang dijumpai dalam proses estimasi parameter model.
46 Universitas Sumatera Utara
• Oleh
Kajian Pengembangan Model Simultan : Rahayu Sulistyorini dan Ofyar Z. Tamin Penelitian ini membahas tentang kombinasi sebaran pergerakan dengan
pembebanan rute; kombinasi sebaran pergerakan dengan pemilihan moda; kombinasi aksesibilitas, sebaran pergerakan, dan pemilihan moda; kombinasi sebaran pergerakan, pemilihan moda, dan pemilihan rute. Dari hasil penenlitian diperoleh bahwa kemungkinan yang dapat diambil adalah pengembangan kombinasi sebaran pergerakan, pemilihan moda, dan pemilihan rute berdasarkan informasi data arus lalu lintas pada kondisi keseimbangan rute.
47 Universitas Sumatera Utara