TINJAUAN PUSTAKA
Hasil samping udang sebagai pengganti tepung ikan Salah satu pilihan sumber protein ransum adalah tepung hasil samping udang. Tepung hasil samping udang merupakan limbah industri pengolahan udang yang terdiri dari kepala dan kulit udang. Proporsi kepala dan kulit udang diperkirakan antara 30%-40% dari bobot udang segar (Purwatiningsih,1990). Faktor positif bagi tepung hasil samping udang adalah karena produk ini hasil samping maka kesinambungan penyediaannya terjamin sehingga harganya cukup stabil dan kandungan nutrisinya bersaing dengan bahan baku lainnya. Kelemahan tepung hasil samping udang adalah kandungan serat kasarnya relatif tinggi, sebab diikutsertakannya kulit yang banyak mengandung khitin. Secara keseluruhan tepung hasil samping udang dapat digunakan sebagai pengganti tepung ikan sampai batas tingkatan 12 % (www. Poultryindonesia.com). Udang dikuliti, bagian tertentu dibuang dan bagian utamanya dikemas. Bagian yang terbuang inilah yang digunakan untuk ternak khususnya broiler. Hasil samping udang kandungan proteinnya bervariasi, yang baik antara 43%47% dan merupakan sumber kalsium yang baik (Rasyaf,1994). Berdasarkan hasil analisis yang dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih, Galang didapat hasil bahwa kandungan nutrisi tepung hasil samping udang sebelum dan sesudah fermentasi seperti tertera pada Tabel 1 dan 2.
4
Universitas Sumatera Utara
5
Tabel 1. Nutrisi tepung hasil samping udang sebelum di fermentasi dengan Serratia marcescens Nutrisi
Tepung hasil samping udang
Air (%) Abu (%) Protein (%) Lemak (%) Serat Kasar (%) Energi Bruto (EM)*
6,09 22,75 42,65 8,07 18,18 3333 kkal/kg
Sumber : Lab. Ilmu Makanan Ternak, Departemen Peternakan USU ( 2009) *: Lab.Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, Galang (2009)
Tabel 2. Nutrisi tepung hasil samping udang setelah di fermentasi dengan Serratia marcescens Nutrisi
Tepung hasil samping udang
Protein (%) Lemak (%) Serat Kasar (%) Energi Bruto (EM)*
44,73 8,71 16,11 2592,8 kkal/kg
Sumber : Lab. Ilmu Makanan Ternak, Departemen Peternakan USU,( 2009) *: Lab.Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, Galang (2009)
Menurut
www.Poultryindonesia.com
analisis
Laboratorium
Ilmu
Makanan Ternak IPB memperlihatkan komposisi yang tidak jauh berbeda untuk serat kasar, lemak, protein kasar, kalsium, phospor dan kadar air. Perbandingan antara nutrisi tepung hasil samping udang dengan tepung ikan dapat dilihat pada Tabel.3.
Universitas Sumatera Utara
6
Tabel. 3. Perbandingan nutrisi tepung hasil samping udang dengan tepung ikan Nutrisi Air (%) Abu (%) Protein (%) Methionin (%) Lisin (%) Sistin (%) Triptophan (%) Lemak (%) Serat Kasar (%) Kalsium (%) Phospor (%) Energi Bruto (EM)
Tepung hasil samping udang 10,32 18,65 45,29 1,26 3,11 0,51 0.39 6,62 17,59 7,76 1,31 3577 kkal/kg
Tepung ikan 10,32 14,34 54,63 1,30 3,97 0,53 0.43 9,85 1,99 3,34 2,18 4679 kkal/kg
Sumber : Lab. Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan IPB, (2005) (www.Poultryindonesia.com)
Proses fermentasi Fermentasi adalah segala macam proses metabolik dengan bantuan enzim dari mikroba (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu dan menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan tersebut (Hardjo et al. 1989). Menurut jenis mediumnya proses Fermentasi dibagi menjadi dua yaitu Fermentasi medium padat dan Fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat merupakan proses Fermentasi dimana medium yang digunakan tidak larut tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroorganisme, sedangkan Fermentasi medium cair adalah proses yang substratnya larut atau tersuspensi di dalam fase cair (Hardjo et al., 1989).
Universitas Sumatera Utara
7
Fermentasi sering didefenisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerob yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat dipecah dalam proses fermentasi terutama adalah karbohidrat sedangkan asam amino dapat difermentasikan oleh beberapa jenis bakteri tertentu (Adams, 2000). Penggunaan hasil samping udang sebagai bahan pakan ternak perlu sentuhan teknolgi untuk meningkatkan nilai gizinya, karena bahan ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu serat kasar tinggi, dan memiliki kecernaan protein yang rendah karena mengandung zat anti nutrisi khitin. Zat ini merupakan suatu polisakarida yang bergabung dengan protein sebagai bahan dasar pembentuk kulit luar serangga yang merupakan faktor pembatas penggunaan hasil samping udang (Wanasuria, 1990). Menurut Aryatiningsih (2002) bahwa khitin merupakan senyawa terbesar kedua di alam setelah selulosa yang bayak dikandung oleh tumbuhan. Peningkatan kulitas pakan dapat ditempuh dengan teknologi pengolahan pakan, baik secara fisik, biologi maupun kimia. Pengolahan secara kimia dapat dilakukan secara hidrolisis dengan menggunakan HCl 6%, NaOH 3% dan H. Sedangkan pengolahan secara biologi dapat dilakukan salah satunya dengan cara fermentasi menggunakan bakteri Serratia marcescens. Pada proses fermentasi (Serratia marcescens) akan menghasilkan enzim khitinase yang mampu mendegradasi khitin untuk menurunkan serat kasarnya sehingga lebih mudah dicerna.
Universitas Sumatera Utara
8
Serratia marcescens Kingdom : Bakteri, Phylum : Proteobakteri, Class : Gamma Proteobakteri, Marga : Enterobacteriales, Famili : Enterobacteriaceae, Genus : Serratia, Spesies : Serratia marcescens. Serratia marcescens adalah suatu jenis bakteri gram negatif dari famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini berbentuk basil (bulat lonjong) dan beberapa galur membentuk kapsul, termasuk organisme yang bergerak dengan cepat (motil) karena mempunyai flagela peritrik, dapat tumbuh dalam kisaran suhu 5 - 40 o C dan dalam kisaran pH antara 5 - 9. Serratia marcescens dapat digambarkan secara detail karena ia adalah spesies yang umumnya ditemukan dalam spesimen ilmu pengobatan. Koloni Serratia marcescens pada media agar biasa tidak terbedakan pada hari pertama atau hari kedua dan kemudian mungkin berkembang menjadi cembung. Pada suhu kamar, bakteri patogen ini menghasilkan zat warna (pigmen) merah. Bakteri ini jenis fakultatif anaerobik yang tidak terlalu membutuhkan oksigen (Saono, 1996).
Karkas ayam broiler Menurut Rasyaf (1995) karkas adalah bobot tubuh ayam setelah dipotong kepala sampai batas pangkal leher, kaki batas lutut (ceker), organ dalam dan darah serta bulu . Selama pengolahan yaitu dari bentuk ayam hidup hingga terwujud daging siap masak akan terjadi kehilangan berat hidup kurang lebih 1/3 bagian (berat daging siap masak itu nantinya kurang lebih 2/3 dari berat hidupnya) karena bagian bulu, kaki, ceker, leher, kepala, isi perut (jeroan), dan ekor dipisahkan dari
Universitas Sumatera Utara
9
bagian daging tubuh. Dengan demikian daging siap masak itu hanya tinggal daging pada bagian tubuh ditambah daging paha (sudah tentu dengan tulangnya). Pada ayam broiler besarnya daging siap masak itu adalah 75% dari berat hidupnya (Rasyaf, 2004). Menurut Siregar (1994) bobot karkas normal adalah 60-70% dari bobot tubuh. Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot potong hidup dikali 100 %.
Kriteria kualitas karkas ayam broiler Kualitas karkas dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik pada waktu hewan masih hidup maupun setelah dipotong, Pada waktu hewan hidup, faktor penentu kualitas karkasnya adalah genetik, spesies/bangsa ternak, tipe ternak, jenis kelamin, umur, cara pemeliharaan, yang meliputi pemberian pakan, tata laksana pemeliharaan dan perawatan kesehatan. Sedangkan faktor setelah pemotongan kualitas karkas dipengaruhi oleh pengeluaran darah pada waktu hewan dipotong dan kontaminasi hewan sesudah dipotong, metode pelayuan, metode pemasakan. pH karkas dan bahan tambahan daging seperti enzim pelembut karkas (Soeparno, 1994). Kualitas karkas yang baik adalah konformasinya sempurna, perdagingan tebal, perlemakan baik, keutuhan cukup baik dan sempurna serta bebas dari memar dan bulu jarum (Abubakar, 2003).
Universitas Sumatera Utara
10
Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan kualitas individual karkas adalah (1) Keseluruhan tubuh (2) Daging (3) Penutup lemak (4) Bebas dari bulu-bulu halus (5) Bebas dari potongan dan sobekan dan rusak pada tulang (6) bebas dari perubahan warna pada kulit, dari cacat daging dan memar-memar (7) Bebas dari terbakar di lemari es (Bundy and Diggins, 1960; Ensminger, 1992 dan Panda, 1995)
Konformasi (keseluruhan) karkas Seluruh tubuh unggas merupakan kumpulan dari daging pada unggas tersebut, ini berhubungan dengan ada atau tidaknya kerusakan, seperti bentuk “V” peok atau benyok papa dada, bengkok atau punggung bengkok dan cacat pada sayap dan kaki. Menurut Jaap et al (1950) yang disitasi Oleh Panda (1995), laju pertumbuhan yang cepat dari pada unggas disebabkan variasi dari seluruh tubuh. May (1956) disitasi Oleh Panda (1995) menyatakan bahwa dada yang lebar adalah ukuran yang bagus untuk menentukan keseluruhan dari total daging pada broiler. Bentuk karkas atau penampakan karkas broiler semua perlakuan umumnya baik yakni mempunyai bentuk cenderung bulat, lebar dan memanjang. Bagian karkas broiler mempunyai daging dada agak panjang dan lebar, kaki dan sayap normal, dan tulang belakang normal (Bintang, 2005) Secara keseluruhan bentuk karkas adalah baik dan normal, bentuk karkas yang konformasi baik adalah bulat memanjang dipenuhi oleh perdagingan yang tebal, daging tebal didaerah dada dan paha, perlemakan menyebar secara merata dan jumlahnya tidak terlalu banyak dan keseluruhan dari pada karkas tersebut utuh karena tidak adanya tulang yang terpisah atau patah dan tidak banyaknya
Universitas Sumatera Utara
11
jumlah sobekan pada kulit maupun daging pada karkas broiler tersebut, konformasi dari karkas sebaiknya utuh dan lengkap (Rasyaf, 1995)
Perdagingan (Fleshing) Konsumen beranggapan bahwa kualitas daging yang baik tergantung pada jenis, kelas dan bagian dari pada unggas yang akan dibelinya, para konsumen biasanya memilih bagian dada yang baik yakni sedikit panjang dan dalam dengan cukup daging menutupi keseluruhan dari tulang dada, paha juga memiliki tekstur daging yang baik. Unggas betina memiliki daging yang lebih banyak dari pada unggas jantan, hasil daging dada biasanya lebih baik pada broiler betina sementara jantan memiliki daging paha yang lebih baik (Khanna dan Panda, 1983) disitasi Oleh Panda (1995). Evans et al (1976) menjelaskan bahwa hasil daging, rasio tulang dari dada, punggung dan sayap dari broiler berubah dengan bertambahnya umur. Mereka juga menjelaskan bahwa umur, jenis kelamin, keturunan mempengaruhi daging yang dihasilkan. Kualitas karkas yang bermutu baik adalah karkas yang memiliki jumlah sebaran perdagingan yang tebal diseluruh tubuh. Daging banyak terdapat didaerah dada merupakan daging dari broiler betina, sedangkan daging pada paha yang tebal merupakan daging yang dihasilkan broiler jantan. karena broiler betina memiliki keunggulan daging yang banyak didada sedangkan broiler jantan memiliki persentase daging yang banyak dipaha. Persentase daging yang tinggi dipengaruhi oleh kualitas ransum yang baik yakni yang bernilai gizi tinggi, lengkap komposisis zat nutrisi yang diperlukan oleh broiler dan mudah dicerna
Universitas Sumatera Utara
12
dan diserap dengan baik oleh seluruh tubuh hingga dapat membentuk sel-sel pertumbuhan yang baru hingga mampu meningkatkan daging pada broiler (Siregar, 1994)
Perlemakan (Timbunan lemak /Fat covering) Kira-kira 50% jaringan lemak terdapat dibawah kulit sedangkan sisanya ada disekeliling usus dan urat daging. Sisa energi disimpan dalam bentuk lemak diberbagai tempat penimbunan sehingga ternak tampak gemuk. Penimbunan lemak akan berlanjut sampai ternak masa finisher (Rasyaf,1992). Kandungan lemak tubuh dipengaruhi oleh kandungan energi ransum, kadar lemak ransum dan umur ternak. Jaringan lemak karkas untuk cadangan energi dan menjaga panas tubuh (Soeparno, 1994). Perlemakan broiler terdiri dari lemak rongga tubuh dan lemak bawah kulit (subkutan). Lemak rongga tubuh terdiri dari lemak abdomen, lemak alat pencernaan dan lemak yang melekat pada rongga dada (Bintang, 2005). Lemak pada karkas sebaiknya tidak terlalu banyak, jika persentase lemak banyak maka secara otomatis persentase dari pada daging akan berkurang dan tidak terlalu baik juga untuk konsumsi. Sebaran lemak pada seluruh karkas hendaknya merata dan menutup dengan baik. Konsumen lebih menyenangi karkas yang berlemak sedikit.
Universitas Sumatera Utara
13
Kebersihan (Terhindar dari bulu halus/Pinfeathers dan kotoran yang melekat pada karkas) Dalam menentukan kualitas karkas unggas terlepas dari ada atau tidaknya bulu yang menonjol ataupun tampak, sementara itu bulu halus tersebut masih kelihatan dari permukaan kulit. Bulu yang tidak menonjol atau tampak masih terlihat dibawah permukaan kulit, proses produksi yang efisien dan teliti dapat mengatasi masalah bulu halus tersebut (Panda, 1995). Untuk menentukan kualitas karkas broiler faktor penentu utama konsumen sering memperhatihan kebersihan dari pada penampilan karkas broiler tersebut, sering faktor kebersihan diabaikan oleh para pedagang broiler, sebaiknya konsumen daging ayam broiler lebih memperhatikan kondisi dari daging tersebut. Bulu-bulu halus yang terdapat dipermukaan karkas broiler sering sekali luput dari pada para pedagang, maka konsumenlah yang harus teliti, jumlah bulu-bulu halus yang sedikit masih bisa diterima sebagai karkas broiler untuk konsumsi, sedangkan jumlah yang sudah banyak disarankan jangan langsung dikonsumsi sebaiknya dibersihkan terdahulu (Priyatno, 2000)
Keutuhan karkas (Potongan, sobekan dan tulang yang patah) Semakin banyak potongan dan sobekan pada karkas tersebut akan menurunkan kualitas karkas, apalagi terdapat patah tulang, Ini semakin memperburuk kualitas dari karkas tersebut. Sehingga akan menurunkan atau mengurangi daging yang diperoleh. Dalam menentukan kualitas karkas diperiksa apakah keutuhan dari karkas tersebut baik, ada tidaknya patah tulang, baik tulang yang terdapat di sayap maupun kaki, apakah banyak terdapat potongan di daerah perdagingan bagian
Universitas Sumatera Utara
14
dada dan paha, apakah banyak terdapat sobekan ataupun sayatan yang terdapat dibagian kulit dari keseluruhan karkas broiler tersebut (www. Poultryindonesia.com)
Perubahan warna karkas Pengaruh perlakuan terhadap pigmentasi karkas broiler Secara umum karkas broiler yang dihasilkan memiliki warna putih kekuningan, warna dari pada karkas broiler terbentuk tergantung juga dari pada jenis ransum yang diberikan kepada broiler itu sendiri. Jika ransum yang diberikan memiliki faktor pigmentasi yang banyak, maka akan berpengaruh terhadap penampilan warna karkas broiler tersebut mengikuti warna dari pada pigmentasi dari bahan pakan yang diberikan ( Soeparno, 1994) Karkas broiler yang baik memiliki pigmentasi karkas yang berwarana cerah, tidak memiliki warna yang pucat dan tidak mengalami perubahan warna dari warna putih kekuningan menjadi putih kemerahan dikarenakan sudah mulai membusuk (Priyatno, 2000). Tepung hasil samping udang mengandung xantofhyll sebesar 1,55 mg/g. Xantofhyll adalah pigmen yang mempengaruhi warna kuning pada kulit karkas broiler (Lesoon and Summer, 2001). Warna kulit dari pada karkas dipengaruhi juga oleh warna lemak subkutan yang dipengaruhi oleh genetik dan makanan. Pigmentasi pada broiler yang sedang tumbuh secara langsung proporsional dengan kandungan pigmen pada ransum. Semakin kuning kulit dari karkas broiler tersebut, maka pengaruh pigmentasi yang
Universitas Sumatera Utara
15
diperoleh dari bahan pakan penyusun ransum semakin besar karena persentase bahan pakan yang memiliki pigmentasi warna kuning dalam ransum besar ( Garlich, 1974). Penggunaan tepung hasil samping udang juga telah dilakukan untuk ayam petelur, hasilnya dapat meningkatkan warna kuning telur, ini disebabkan karena tepung hasil samping udang mengandung zat warna xantofhyll dengan kata lain jika tepung hasil samping udang ini digunakan dalam ransum yang diberi untuk broiler maka karkas yang didapat akan berwarna kekuning-kuningan yang membuat warna karkas lebih menarik dan mampu menarik minat konsumen ( Purwatiningsih, 2000).
Pengaruh penanganan pasca panen pada karkas seperti kulit yang memar/Discoloration of skins dan Kontaminasi bakteri Biasanya terjadi akibat pecahnya pembuluh darah selagi unggas masih hidup, dapat juga diakibatkan karena kecelakan yang dialami unggas, semakin banyak permukaan kulit yang memar akan mengurangi kualitas karkas dan mengurangi selera konsumen. Bau karkas secara keseluruhan baik dan tidak terlalu amis, tetapi jika terkontaminasi bakteri yang terdapat pada kotoran yang melekat pada karkas akibat penanganan pasca panen yang kurang teliti, maka dengan cepat warna daripada karkas akan berubah menjadi kemerahan dan akan menimbulkan bau amis yang menyengat (Bintang, 2005) Perubahan warna karkas dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya dipengaruhi oleh kontaminasi bakteri baik dari kotoran yang menempel dan tertinggal dipermukaan karkas maupun yang dibawa oleh udara, perubahan warna
Universitas Sumatera Utara
16
karkas yang terkontaminasi oleh bakteri secara cepat akan terjadi. Biasanya warna karkas yang telah terkontamaminasi bakteri adalah berwarna kemerahan (Bakrie, 2002).
Kerusakan akibat pembekuan (Freezer burn) Kekeringan dan kerusakan kulit karkas unggas pada saat pendinginan disebut dengan “Freezer Burn”. Ketika berada didalam alat pendingin sejumlah air yang ada dalam komposisi tubuh akan beku, permukaan akan keras dan menurunkan kualitas karkas tersebut karena kondisi karkas kaku, disamping beberapa kerusakan itu karkas akan kehilangan vitamin B (Panda, 1995). Dalam standar-standar kualitas individual karkas ada istilah-istilah “normal”, “hampir normal”, “abnormal” menunjukkan kualitas A, kualitas B, dan kualitas C. ini merupakan tiga tingkatan dalam menilai kualitas karkas unggas. Karkas dengan kualitas A biasanya dipersiapkan untuk memenuhi permintaan yang tinggi seperti pasar swalayan, rumah makan siap hidang (fast food restaurant) dan hotel–hotel. Karkas dengan kualitas B untuk dikirim kerumah makan padang, catering, atau pasar tradisional. Karkas dengan kualitas C umumnya dipersiapkan untuk karkas potongan (parting) dan bahan proses boneless (daging tanpa tulang). Penentuan kualitas karkas biasanya dilakukan setelah karkas selesai dicuci atau saat akan dikirim. Untuk mempermudah penentuan kualitas karkas dan pemisahan karkas menurut tingkat kualitas tersebut maka penentuan kualitas karkas dapat berpedoman pada Tabel.4.
Universitas Sumatera Utara
17
Tabel. 4. Standar kualitas karkas ayam broiler Kriteria kualitas karkas ayam broiler Karakteristik
A
B
C
karkas Keseluruhan tubuh Tulang dada Tulang belakang Kaki , Sayap
Normal Lurus Normal,lurus Normal
Daging
Baik Agak baik Daging dada Daging agak panjang cukup dan lebar
Timbunan lemak
Bulu halus
Bulu kasar
Normal Agak bengkok Agak bengkok Sedang
Normal Sangat bengkok Sangat bengkok Bentuk jelek
Tidak baik dada Daging kurus
Menutup bagus,banyak lemak ditempat lain Di dada dan tempat lain
Lemak cukup pada dada dan kaki serta tempat lain Di dada dan tempat lain
Tidak ada
Sedikit
dada
Lemak menutup sedikit karkas,dada dan tempat lain Di dada dan tempat lain Banyak
Potongan sobekan
dan 1,5 cm
Kulit yang memar Warna merah Bekas bakar
1,5 – 3 cm Tak terbatas
0,5 – 0,75 cm 1 – 1,5 cm Sedikit sekali
0,75 – 1,5 cm 1,5 - 3 cm Agak banyak
Tak terbatas Tak terbatas banyak
Sumber: Ensminger, (1992) ; Priyatno, (2000)
Universitas Sumatera Utara