TINJAUAN PUSTAKA
Mikroorganisme Rumen Hewan Ruminansia Rumen
merupakan
saluran
pencernaan
utama
pada
sapi,
dan
mempertahankan suatu medium yang mendukung kepadatan dan variasi populasi mikroorganisme.
Mikroorganisme melakukan proses fermentasi
material pakan untuk memproduksi asam organik rantai pendek (short chain organic acids) atau asam l e m a i volatil (Volatile Fatty Acids
=
VFA), gas metan (CHd), karbon dioksida (COz) dan proses tersebut menyediakan substrat dan ATP untuk pertumbuhan mikroorganisme. Agen utama yang memecah serat, gula, pati dan protein di dalam rumen adalah bakteri, protozoa dan fungi (Leng, 199 1). Bakteri
rumen
termasuk
kelompok
mikroba
yang
mempunyai
beberapa fungsi vital yang menguntungkan bagi hewan inang, yaitu : (1) Pakan serat dan material polimerik tanaman lainnya tidak dapat didegradasi oleh enzim hewan inang, akan tetapi difermentasi menjadi asam lemak volatil (VFA), karbon dioksida dan gas metan.
VFA merupakan sumber
energi utama bagi ternak ruminansia yaitu menyediakan 70-80% kebutuhan energi ternak (Robert, 1981; Maurice, 1987; France dan S i d d ~ n ,1993). (2) Fermentasi berkaitan erat dengan pertumbuhan mikroba, dan prc)tein sel
mikroba yang terbentuk merupakan sumber protein yang utama bagi hewan inang. (3) Mikroba rumen juga membentuk beberapa vitamin tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh hewan inang.
(4) Beberapa bakteri rumen dapat
mendegradasi komponen toksik yang terdapat pada pakan. Sebagai contoh
yang terbaik adalah degradasi asam amino toksik seperti mimosin dan derivatifnya
yang
berasal
dari
komponen
tanaman
legum Leucaena
(Stewart, 1991). Bakteri selulolitik termasuk bakteri anaerob, kebanyakan membutuhkan NH3 sebagai sumber N, laju pertumbuhannya dipengaruhi pula oleh adanya asam lemak volatil bercabang ( b r a n c h e d chain fatty acids/isoacids) yaitu isobutirat P-metilbutirat dan a-metilbutirat ( a r s k o v , 1982). P r o t o z o a yang hidup di rumen, terutama dari jenis siliata dengan dua familia, yaitu Isotrichidae (holotrik) dan Ophryoscolecidae (oligo-trik). Protozoa rumen adalah anaerob yang memperoleh energi untuk tumbuhnya melalui fermentasi karbohidrat.
Bakteri rumen menyediakan sumber
nitrogen, dan lemak untuk protozoa rumen. Secara kuantitatif keberadaan protozoa siliata di dalam rumen penting untuk mencerna komponen karbohidrat, protein dan lipid pakan yang di makan oleh ruminasia (Bird, 1991). Walaupun demikian, protozoa rumen nampaknya tidak sepenting bakteri rumen, ha1 tersebut karena hewan yang bersangkutan dapat hidup dengan baik dan proses fermentasi t e t a p dapat berjalan dengan baik tanpa keberadaan protozoa. populasi
protozoa selalu lebih rendah* dari bakteri,
mempunyai ukuran yang lebih besar dari bakteri.
Meskipun
tetapi protozoa
Jika protozoa djkeluar-
kan ataupun dihambat pertumbuhannya di dalam rumen, maka populasi bakteri rumen biasanya meningkat.
Berdasarkan pengamatan metabolisme
nitrogen, ternyata sumber N untuk protozoa biasanya diperoleh dari
menelan dan mencerna bakteri rumen.
Dengan demikian dapat dijelaskan
bahwa produksi protein mikroba akan lebih rendah pada hewan-hewan faunasi daripada hewan-hewan yang mengalami defaunasi (arskov, 1982). Protozoa mempunyai pengaruh negatif di dalam rumen, terutama sekali bila ruminansia diberi pakan hijauan yang rendah kandungan proteinnya (Bird et al., 1990).
Protozoa menelan dan mencerna bakteri
serta mengurangi biomassa bakteri di dalam rumen, sebagai akibatnya mengurangi suplai protein bagi hewan i n k g (Leng, 199 1). Sintesis protein mikrobial meningkat dengan tanpa adanya protozoa. Sintesis N mikrobial cairan rumen yang diukur secara in vitro (cairan rumen diambil dari kambing yang faunasi dan defaunasi) 15% lebih tinggi pada
inkubasi yang
bebas
protozoa
dan
sintesis protein
mikrobial
meningkat 33% dalam inkubasi yang bebas protozoa (cairan rumen diambil dari domba yang faunasi dan defaunasi). Studi perbandingan antara domba yang faunasi dan defaunasi menunjukkan bahwa suplai protein mikrobial
post rumen 20% lebih tinggi pada hewan yang di defaunasi (Bird, 1991). Hal tersebut berarti, apabila di dalam rumen tidak terdapat protozoa, maka lebih banyak protein mikrobial yang tersedia untuk hewan inang, dan diharapkan mampu meningkatkan produktivitas ruminansia. Hasil penelitian in vitro (Satter dan Slyter, 1974) menggunakan cairan rumen sapi, pada fermentasi kultur kontinyu menunjukkan bahwa produksi protein mikroba rumen mencapai laju yang maksimum pada konsentrasi amonia 5 mg% atau setara dengan 3.57 mM.
Peningkatan
konsentrasi amonia di atas nilai tersebut tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap protein mikroba rumen. Jika hewan ruminansia mendapat pakan yang mengandung serat relatif tinggi seperti bahan pakan hijauan pada umumnya, maka teknologi defaunasi untuk mengendalikan populasi protozoa perlu dilakukan. Hal ini telah terbukti dari beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa perlakuan defaunasi dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri selulolitik (Jalaludin, 1994; Erwanto, 1995). defaunasi.
I
Minyak jagung dapat digunakan sebagai agensia
Perlakuan defaunasi akan lebih efektif jika diikuti dengan
pasokan nutrien untuk mendukung perkembangan mikroorganisme rumen
Suplementasi Asam Amino Laju pertumbuhan
dan produksi
menentukan penampilan hewan ruminansia.
mikroorganisme rumen
sangat
Mikroorganisme rumen meru-
pakan sumber protein yang penting untuk hewan inang dan juga mempengaruhi laju fermentasi di dalam rumen.
Laju pertumbuhan mikroorga-
nisme rumen yang rendah, dapat menghambat laju fermentasi pakan di dalam rumen dan selanjutnya dapat mengurangi konsumsi ransum bagi hewan inang yang akhirnya masukan energi juga akan rendah.
Pengaruh
rendahnya laju pertumbuhan mikroorganisme rumen terhadap k e t e ~ s e d i a a n asam amino bagi hewan inang dan terhadap kosumsi ransum sangat nyata bila hewan diberi pakan hijauan dengan kandungan protein rendah, dan diberi nitrogen bukan protein (NPN) (Maeng e t a l . , 1975).
Oleh karena
itu
laju
pertumbuhan
mikroorganisme
rumen
perlu
dimaksimumkan,
diantaranya dengan cara suplementasi asam amino. Wilkerson et al. (1993) melaporkan bahwa metionin adalah asam amino pembatas utama.
Dengan
demikian kebutuhan asam amino tersebut bagi pertumbuhan mikroorganisme rumen harus tercukupi. Pada umumnya pakan hijauan kekurangan asam amino metionin, lisin, valin, isoleusin dan leusin.
Kekurangan metionin dapat dipasok melalui t
analognya ataupun melalui amonium sulfat (Erwanto, 1995), sedangkan untuk memenuhi kebutuhan asam amino lisin perlu dicari bentuk pasokan yang tepat.
Hal tersebut karena tubuh hewan maupun mikroorganisme
rumen tidak mempunyai sistem transaminasi bagi lisin. Lisin dapat dipasok dalam bentuk kapsul lisin, kapsul terbuat dari bahan gelatin yang tahan degradasi di dalam rumen, yaitu kapsul dilapisi gelatin yang diformaldehid dahulu sebelum diberikan pada hewan, dengan harapan suplementasi lisin dapat lebih dimanfaatkan oleh hewan inang melalui proses pencernaan pasca rumen. Kekurangan asam amino rantai cabang (valin, leusin dan isoleusin) dapat dipasok melalui kerangka karbonnya. Kerangka karbon yang sesuai adalah kerangka karbon dari asam lemak volatil bercabang yaitu isobutirat, P-metilbutirat
dan a-metilbutirat.
bercabang tersebut
masuk
Jika pasokan asam lemak volatil I
k e dalam rumen
dimanfaatkan untuk pertumbuhan bakteri.
maka
diharapkan dapat
Selanjutnya sapi percobaan
memetik manfaat dari adanya pertumbuhan bakteri rumen tadi.
Pasokan terhadap asam amino treonin pada hewan ruminansia juga perlu diperhatikan karena asam amino tersebut selain tidak mempunyai sistem transaminasi di dalam sel hewan, juga di dalam rumen akan mengalami reduksi.
Pada dasarnya rumen merupakan organ pereduksi karena
mempunyai sistem redoks potensial yang negatif sehingga cenderung mereduksi senyawa-senyawa, akibatnya treonin akan kehilangan gugus O H dan pasokan treonin ke dalam rumen akan hilang dan tidak dapat dimanfaatkan i
oleh hewan inang (Sutardi,
1980).
Untuk itu perlu diatasi dengan
teknologi kapsulasi menggunakan gelatin yang diformaldehid agar tahan degradasi di dalam rumen. Suplai asam amino pada usus hewan ruminansia dapat berasal dari tiga sumber yaitu pertama berasal dari protein pakan yang 1010s dari degradasi di dalam rumen, kedua berasal dari sel-sel mikroorganisme yang keluar dari retikulo-rumen (sering disebut mikroba rumen) dan ketiga berasal dari protein endogenus (Richardson dan Hatfield, 1978; Merchen et
al., 1986; Egan, 1986; Wilkerson et al., 1993) (Gambar 1). Komposisi asam amino mikroorganisme rumen dapat dilihat pada Tabel 1. Untuk mendapatkan penampilan hewan yang lebih baik, maka jumlah asam amino yang sampai ke usus halus eharus lebih banyak.
Penggunaan
protein yang tahan terhadap degradasi ruminal merupakan strategi untuk meningkatkan suplai protein post ruminal bagi hewan inang (Merchen et
al., 1986).
/ pAKAN 1 NPN
Protein
/
hegradable
undegradable
J /I Protein pakan 1010s degradasi
I \ i"'-
peptida asam amino
Y
Protein mikroba Protein endogen
CERNA DI USU HEWAN Protein t a k tercerna
ABSORBS1 ASAM AMINO
Gambar 1. Suplai asam amino pada usus halus hewan ruminansia (Egan, 1986)
Suplementasi asam amino post ruminal pada sapi yang sedang tumbuh yang mendapat pakan dengan susunan pakan yang mengandung protein alami (natural) dan diberi urea sebagai sumber nitrogen ternyata *
dapat meningkatkan retensi nitrogen (Richardson dan Hatfield, 1978). fl
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sapi yang mendapat suplementasi metionin mengekskresi N melalui urine paling rendah (28.2 g/hari) dan meretensi N paling tinggi (31.2 gthari) dibandingkan dengan ketiga sapi lainnya.
Tabel 1. Komposisi asam amino bakteri rumen maupun isi rumen --
Asam Amino
Bakteri rumen1'
Bakteri rumen2)
Isi ~ ~ m e n ~ '
(g1100g as.amino)
(gI100g as.amino)
Arginin 5.1 5.2 Histidin 2.0 2.1 Isoleusin 5.7 5.7 Leusin 8.1 7.6 Lisin 7.9 8.5 Metionin 2.6 2.4 Fenilalanin 5.1 4.9 I Treonin 5.8 5.4 Valin 6.2 6.0 Alanin 7.5 7.1 Asam aspartat 12.2 11.2 Asam glutamat 13.1 12.6 Glisin 5.8 5.5 Prolin 3.7 3.5 Serin 4.6 4.1 Tirosin 4.9 4.4 Keterangan : " Clark et a1.(1992), 2' Orskov (1982) 3' Wilkerson e t aZ.(1993) - = tidak ada data
(% CP) 6.7 1.4 5.5 8.5 7.9 2.9 5.2 6.4 6.1
-
-
2.9
Terjadinya penurunan ekskresi N melalui urine pada sapi yang mendapat infusi metionin menunjukkan bahwa metionin adalah asam amino pembatas pertama dibandingkan dengan ketiga asam amino lainnya.
Penambahan
metionin dapat meningkatkan keseimbangan asam amino, yang selanjutnya dapat meningkatkan sintesis protein dan menurunkan ekskresi nitrogen. Hasil
penelitian
berikutnya
menunjukkan
bahwa
asam
amiqp
lisin
merupakan asam amino pembatas kedua dan treonin merupakan asam amino pembatas ketiga setelah metionin.
Suplementasi Asam Lemak Volatil Bercabang Keberadaan mikroorganisme di dalam rumen selain berperan dalam proses pencernaan pakan secara fermentatif juga berperan sebagai pemasok sumber protein bagi hewan inang. Untuk dapat berkembang dan melakukan pencernaan fermentatif dengan baik, mikroorganisme rumen membutuhkan pasokan nutrien yang cukup dan tidak berlebihan.
Satu diantara nutrien
yang diperlukan untuk perkembangan mikroorganisme rumen adalah asam I
lemak volatil bercabang (isoacids) (Felix e t a l . , 1980; Gorosito e t a l . , 1985; Johnson e t a l . , 1994).
Adanya pasokan nutrien tersebut secara
kontinyu dan pembuangan produk fermentasi yang lancar maka diperoleh tingkat konsentrasi amonia (NH3) dan volatile fatty a c i d s (VFA) yang tidak berlebihan, sehingga dapat diharapkan perkembangan mikroorganisme rumen mencapai maksimal, dan tentunya produktivitas hewan inang akan maksimal pula. Asam lemak volatil bercabang (branched-chain fatty acids
=
BCFA)
yang terdiri dari isobutirat (i-C4), P-metilbutirat (i-Cs) dan a-metilbutirat (2Me-C4) merupakan prekursor untuk sintesis protein mikroorganisme rumen (Russell dan Sniffen, 1984). Rantai karbon dari asam lemak volatil bercabang tersebut digunakan oleh baktkri selulolitik untuk sintesis asam amino esensial valin, leusin dan isoleusin.
Selain untuk sintesis asam
amino tersebut, isoacid1BCFA (dan asam lemak n-valerat) juga digunakan oleh bakteri selulolitik untuk sintesis asam lemak rantai panjang dan sintesis aldehid (Bryant, 1973).
Asam lemak n-valerat dinyatakan juga
sebagai prekursor dalam sintesis asam amino prolin (Amos e t al., 1971). Asam lemak volatil berantai cabang tersebut disintesis dari protein dan sumber karbon lain selama proses fermentasi di dalam rumen (Czerkawski e t al., 1984). Adanya daur ulang protein bakteri di dalam rumen juga
meningkatkan asam lemak volatil bercabang (Klusmeyer e t a l . , 1987). Hasil penelitian Gorosito e t a1.(1985) pada percobaan in vitro menunjukkan bahwa dengan suplementasi asam lemak volatil bercabang karbon-4 i
dan karbon-5 dapat meningkatkan kecernaan dinding sel pakan serat dan konsentrasi amonia secara nyata selama 24 jam masa inkubasi (Tabel 2).
Tabel 2. Pengaruh suplementasi asam lemak volatil bercabang terhadap kecernaan dinding sel dan amonia (24 jam inkubasi) Penambahan Asam Lemak
Kecernaan dinding sel
Konsentrasi a m o i a (mg/liter)
Tanpa suplementasi n-Valerat Isovalerat Isobutirat 2-Metilbutirat Campuran BCFA Keterangan :
Sumber : Gorosito e t a1.(1985) ~ u r u superskrip f yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan ada perbedaan pada Pc0.05. I
Ditinjau dari beberapa
substrat tanaman yang diteliti ternyata
suplementasi asam lemak volatil bercabang berpengaruh besar terhadap
k e c e r n a a n d i n d i n g s e l s u b s t r a t y a n g t i d a k m e n g a n d u n g a s a m a m i n o , seperti pada kertas saring maupun jerami gandum (Tabel 3).
Tabel 3. Pengaruh suplementasi asam lemak volatil bercabang terhadap kecernaan dinding sel pada beberapa substrat tanaman (24 jam inkubasi) Substrat tanaman
Non-suplementasi
C - 4 d a n C-5 a s a m lemak bercabang'
(%I
S i g- n i f i k a n s i
(%) I
Alfalfa hay Timothy hay Rumput Reed Canary Rumput Bermuda Rumput Orchard Silase Jagung Jerami Gandum Kertas saring Keterangan : '
* **
NS
Berdasarkan
* 38.7 52.6 NS 37.8 NS 21.8 NS 38.0 * 36.7 * 13.0 ** 11.9 ** S u m b e r : G o r o s i t o et n1.(1985) Penambahan asam lemak 1.76 mM inenunjukkan perbedaan pada Pc0.05 menunjukkan perbedaan pada P<0.01 menunjukkan tidak ada beda.
data
34.1 48.5 32.1 18.2 30.2 34.1 10.4 1.3
pada
Tabel
3
memberikan
pengertian
bahwa
keberhasilan memacu pencernaan fraksi serat pakan melalui suplementasi asam lemak tersebut sangat penting, karena kelompok bakteri selulolitik sangat diuntungkan oleh suplementasi tersebut P a d a k e d u a t a b e l t a d i j u g a n a m p a k b a h w a s u p l e m e n t a s i a s a m lemak I
v o l a t i l rantai k a r b o n l u r u s ( n - v a l e r a t ) t i d a k m e m b e r i k a n p e n g a r u h yang berarti
terhadap beberapa peubah yang diukur.
Hal
ini m e m b e r i k a n
p e n g e r t i a n b a h w a n-valerat tidak menjadi faktor p e m b a t a s pertumbuhan dan p e r k e m b a n g a n m i k r o o r g a n i s m e rumen. P a d a p e r c o b a a n kecernaan pakan dilaporkan b a h w a pemberian asam lemak v o l a t i l b e r c a b a n g d a p a t meningkatkan pknggunaan nitrogen, retensi nitrogen dan m e n u r u n k a n nitrogen urine, selain itu kecernaan bahan kering pakan dan n i t r o g e n t i d a k memberikan respon yang nyata ( T a b e l 4 ) .
T a b e l 4 . P e n g a r u h asam lemak volatil bercabang t e r h a d a p kecernaan b a h a n kering dan retensi N pada s a p i laktasi T a n p a suplementasi
Campuran I
Campuran I1
Kecernaan B K , %
57.4
57.3
57.3
Nitrogen i n t a k e , g
338.2
352.0
354.2
Kecernaan N, %
53.7
54.5
5 4.0
Nitrogen u r i n e , g
96.6"
85.8b
86.4b
N urine, % i n t a k e
28.5"
24.4b
24.4b
Retensi N, g
84.7"
Peubah yang diamati
Keterangan :
"."
c*d
106.0d 104.9~ S u m b e r : Felix et a1.(1980) B e d a superskrip pada b a r i s yang s a m a menunjukkan ada perbedaan pada P < 0 . 0 2 5 B e d a s u p e r s k r i p p a d a b a r i s yang s a m a menunjukkan ada perbedaan pada P c 0 . 1
Sulfur Bagi Hewan Ruminansia S u l f u r a d a l a h e l e m e n esensial dalam pakan hewan ruminansia yang dapat m e m p e n g a r u h i p r o s e s fermentasi dalam rumen ( A r o r a , 1983), didaI
patkan p a d a s e t i a p s e l tubuh d a n esensial untuk k e h i d u p a n s e l itu sendiri ( E n s m i n g e r et a l . , 1 9 9 0 ) . Merupakan komponen dari s e j u m l a h asam amino s i s t i n , s i s t e i n d a n m e t i o n i n ( A n n e n k o v , 1 9 8 2 ; Gatenby, 1 9 8 6 ; McDonald e t
a l . , 1 9 8 8 ; E n s m i n g e r et a l . , 1 9 9 0 ) , dan merupakan b a g i a n y a n g penting dari bakteri r u m e n ( H u n g a t e , 1966). J u g a sebagai k o m p o n e n d u a vitamin yaitu t i a m i n d a n b i o t i n d a n s e b a g a i k o m p o n e n rambut, wol dan bulu,
terdapat
d a l a m s a l i v a , e m p e d u , hormon i n s u l i n ( ~ n s m i n ' g e ret a l . , 1 9 9 0 ) dan dalam koenzirn A ( R i i s , 1 9 8 3 ) . H a n y a s e d i k i t s u l f u r dalam tubuh berada dalam b e n t u k anorganik m e s k i p u n d i k e t a h u i ada sedikit sulfat dalam d a r a h (McDonald et a l . , 1988). K a d a r s u l f u r d a l a m biomassa m i k r o b a rumen d a p a t mencapai 8glkg bahan k e r i n g dan s e b a g i a n besar terdapat dalam protein ( B i r d , 1 9 7 2 ) .
Sekitar
0.15 p e r s e n d a r i bobot badan d a n 1 0 persen dari k a n d u n g a n mineral tubuh adalah s u l f u r ( E n s m i n g e r et a l . , 1990). D e n g a n a d a n y a m e t a b o l i s m e s u l f u r oleh mikroba dalam rumen maka r u m i n a n s i a d a p a t m e n g g u n a k a n s u l f u r dalam bentuk organik dan anorganik. S u l f u r d i b u t u h k a n untuk m e n s i n t e s i s asam amino yang m e n g a n d u n g sulfur dari m i k r o b a r u m e n (Goodrich dan Garrett, 1 9 8 6 ) .
J u m l a h s u l f u r yang
d i b u t u h k a n o l e h m i k r o o r g a n i s m e rumen tergantung k e p a d a laju metabolisme
protein
dan
berbanding
lurus
dengan
kebutuhan
nitrogennya.
A g r i c u l t u r e R e s e a r c h C o u n c i l ( 1 9 8 0 ) menyarankan b a h w a untuk setiap gram k e b u t u h a n n i t r o g e n d i b u t u h k a n 0 . 0 7 gram s u l f u r yang dapat d i h i drolisa dalam rumen.
Secara t r a d i s i o n a l e k e c u k u p a n s u l f u r dapat disuplai
dalam b e n t u k p r o t e i n tetapi dengan m e n i n g k a t n y a penggunaan senyawa N bukan p r o t e i n a k a n menjadi bermanfaat b i l a d i t a m b a h s u l f u r (sebagai s u l f a t ) d a l a m p a k a n (McDonald et a l . d a l a m G a t e n b y , 1 9 8 6 ) .
Bahan pakan yang kaya akan sulfur antara lain alfalfa, tepung darah, tepung biji kapas, tepung bulu, tepung ikan dan limbah hasil laut, tepung biji rami, tepung daging, hasil sampingan ternak unggas, dan tepung kedelai (Ensminger e t a l . , 1990). Molases juga mengandung cukup banyak sulfur (0.3 0 persen). Sebagai sumber suplemen biasanya digunakan elemen sulfur, ragi, bermacam-macam garam sulfat (Preston dan Leng, 1987), antara lain amonium sulfat, natrium sulfat dan kalsium sulfat.
Metionin
1
dan hidroksi analognya merupakan sumber sulfur yang baik, sedangkan sulfur elemental memiliki efisiensi pemanfaatan yang rendah (Kahlon et al., 1975).
Nilai
ketersediaan relatif berbagai
senyawa sumber sulfur
dibandingkan dengan asam amino L-metionin dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Ketersediaan relatif berbagai sumber sulfur diukur berdasarkan sintesis protein mikroba (in vitro) Sumber Sulfur
Ketersediaan (%)
L-metionin Kalsium sulfat Amonium sulfat DL-metionin Natrium sulfat Natrium sulfida Sulfur elemental Analog hidroksi metionin (AHM) Sumber : Kahlon e t a l . ( l P 7 5 )
Tabel 5 tersebut menunjukkan bahwa sulfur anorganik dalam bentuk garam sulfat (kalsium sulfat dan ammonium sulfat) mempunyai angka
ketersediaan relatif tinggi, hampir mendekati L-metionin dan bahkan melebihi DL-metionin. ketersediaan
relatif
Sulfur dalam bentuk elemen mempunyai nilai rendah,
ha1 tersebut
mungkin
disebabkan
oleh
kelarutannya yang rendah dalam cairan rumen (Hungate, 1966). Oleh karena sulfur berfungsi dalam sintesis asam amino yang mengandung sulfur dan beberapa vitamin B selama pencernaan di dalam rumen, maka mikroorganisme rumen yang kekurangan sulfur tidak dapat 1
berfungsi secara normal. Penambahan sulfur dalam kondisi demikian dapat meningkatkan konsumsi pakan, kecernaan dan retensi nitrogen (NRC.,
Kekurangan sulfur akan mengurangi jumlah populasi mikroorganisme pencerna selulosa dan produksi asam lemak volatil (Slyter et al., 19861, akumulasi lemak dalam hati, sintesis protein tubuh hewan lambat
(Riis, 1983).
MATERI DAN METODE PENELITIAN
I. Percobaan Manipulasi Rumen (Sapi Jantan)
Tujuan, Materi dan Tempat Percobaan
Tujuan percobaan 1 adalah untuk mengetahui pengaruh suplementasi urea, sulfur, dan asam lemak volatil bercabang, terhadap parameter metabolisme rumen dan kinerja sapi Holstein ;antan. Percobaan 1 merupakan percobaan in vivo, dilaksanakan selama lima bulan, dari tanggal 22 Desember 1996 sampai 22 Mei 1997, di Kandang Percobaan Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor Kampus Darmaga. sapi jantan Holstein, bobot awal 3 4 8
Menggunakan 5 ekor
* 29 kg.
Ransum yang digunakan dalam percobaan 1 adalah rumput gajah yang tumbuh
liar 55% (Pennisetum purpureum var. Africa) dan 45%
konsentrat (2 bagian bungkil kelapa + 1 bagian dedak gandum), dengan kandungan energi 10.5 MJ ME dan 15% protein kasar.
Susunan ransum
selengkapnya dan kandungan bahan pakan tercantum pada Tabel 6 dan Tabel 7.
e
Rumput gajah sebagian diberikan dalam bentuk silase (2 1.82% dari ff
total ransum).
Alasan pemberian silase adalah karena pada pemeliharaan
sebelumnya sapi percobaan mendapat rumput amoniasi dalam waktu yang cukup lama (k satu tahun) dan terdapat kasus kematian dua ekor sapi yang terkena pneumonia.
Untuk menghindari pengaruh buruk yang berkelan-
jutan maka penggunaan rumput amoniasi diganti oleh silase rumput. Selain itu pembuatan silase juga untuk memanfaatkan produksi rumput yang melimpah di musim penghujan.
Tabel 6. Komposisi ransum pada percobaan 1 (sapi jantan) Jenis bahan pakan (%) Rumput gajah Silase rumput gajah Bungki! kelapa Dedak gandum (Pollard) Kapur Garam Urea Vitamin+mineral
A 32.78 21.82 31.24 13.10 0.20 0.09 0.75 0.02
,
Ransum Perlakuan B C D 32.78 32.78 32.78 21.82 21.82 21.82 31.24 31.24 31.24 13.10 13.10 13.10 0.20 0.20 0.20 0.09 0.09 0.09 0.75 0.75 0.75 0.02 0.02 0.02
E 32.78 21.82 31.24 13,lO 0.20 0.09 0.75 0.02
Suplementasi :
Urea, mg/kg W0.75 CaSOc mglkg wO." lsobutirat+P-metilbutirat, mmol a-metilbutirat, mmol
139
139 28
139 28 0.05
139 28 0.05 0.05
Tabel 7. Kandungan nutrien bahan pakan Nutrien -
-
-
BK, % Abu, % BK Lemak, % BK SK, % BK PK, % BK BETN, % BK Ca, % BK P, % BK GE, kJlg
Silase --
--
-
-
Rumput
Konsentrat
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam percobaan 1 (sapi jantan) adalah metode eksperimen, menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Latin.
Seba-
gai kolom adalah individu sapi, sebagai baris adalah periode pemeliharaan, dan sebagai perlakuan adalah suplementasi urea, kalsium sulfat, isobutirat, p-metilbutirat
dan a-metilbutirat,
sehingga terdapat
5 jenis
pakan
perlakuan yaitu : (1) A
=
A + urea, (3) C
=
B +
kalsium sulfat, (4) D
C + isobutirat dan P-metilbutirat, dan (5) E
=
D+
ransum kontrol, (2) B
=
I
=
a-metilbutirat. Sesuai dengan perlakuan yang diuji dan rancangan yang digunakan maka model matematis yang digunakan adalah :
Yij(*) =
Nilai pengamatan pada perlakuan ke t, baris ke i, kolom ke j
P
-
Nilai rataan umum
Ui
=
Pengaruh periode pemeliharaan ice i
Bj
=
Pengnruh individu sapi ke j
6(t) =
Pengaruh raneum yang diuji ke t
&ij(t)
Pengaruh galat percobaan dari periode ke i, sapi ke j dan ransum ke t . I
Periode pemeliharaan selama 30 hari, terdiri dari 20 hari masa adaptasi ransum dan 10 hari pengukuran pertumbuhan. selama 5 hari terakhir dari periode pemeliharaan.
Koleksi total dilakukan
Prosedar Bercobarn 1 Sebelum percobaan dilaksanakan, denah penempatan jenis ransum perlakuan pada bujur sangkar latin dipersiapkan, selanjutnya berurutan dilakukan pengacakan kolom dan baris sehingga diperoleh denah hasil pengacakan jenis perlakuan ransum seperti pada Tabel 8. Setelah kandang dibersihkan dan semua sapi ditimbang, kemudian sapi diberi nomor urut secara acak dan ditempatkan pada kandang percobaan. i
Tabel 8. Denah hasil pengacakan pada percobaan 1 Periede
Sapi 1
Sapi 2
Sapi 3
Sapi 4
Sapi 5
1
B
C
E
A
2
C
D
A
D E
3
A E D
B
D
C
A
C
B
E D
E
B
A
C
4 1
5
B
Ransum perlakuan diberikan dua kali per hari, yaitu pagi pukul 7 . 3 0 dan siang pukul 14.30.
Sebelum diberi rumput diberi pakan konsentrat
sebanyak separohnya dari jatah pagi hari demikian pula pada pemberian pakan siang harinya. Rumput yang diberikan dicincang sepanjang dan rumput yang dibuat silase dicinc;ng
* 10 cm
lebih pendek, yaitu t 5 cm.
Jumlah rumput maupun silase yang diberikan ditimbang dan dicampur secara merata sebelum diberikan pada sapi, pagi hari berikutnya sisa rumput ditimbang untuk mendapatkan jumlah rumput yang dikonsumsi per ekor per hari. Setiap hari setelah rumput dicincang dan campuran rumput
+ silase diaduk merata serta rumput yang dibuat silase diambil sebanyak masing-masing 1 k g sebagai sampel untuk dianalisa. K e tiga jenis sampel tersebut dikeringkan dibawah sinar matahari dan setelah kering ditimbang )r
dan dimasukkan k e dalam kantong plastik yang kemudian disimpan sebelum dianalisa.
Sampel konsentrat diambil sebanyak 100 gram setiap hari dan Setelah kantong plastik ditutup
dimasukkan k e dalam kantong plastik.
rapat sampel tersebut disimpan dalam lemari pendingin sebelum dianalisa. I
Feses yang dihasilkan setiap hari dikumpulkan dan ditimbang bobotnya.
Untuk keperluan analisis kandungan nutrien, feses diambil
sebanyak 5% dari jumlah yang dihasilkan selama 24 jam secara acak pada beberapa bagian ember penampung.
Sampel feses dari setiap sapi dike-
ringkan dibawah sinar matahari dan setelah kering ditimbang dan dimasukkan k e dalam kantong plastik untuk disimpan sebelum dianalisis kandungan nutriennya. Urin (air seni) yang dihasilkan ditampung pada jerigen plastik selama 24 jam dan diukur jumlahnya. Setelah itu diambil sampel sebanyak 5% dari
setiap jumlah yang dihasilkan (ditambahkan 3 ml & S o 4 dikumpulkan selama periode koleksi total.
pekat) dan
Untuk analisis kandungan
nitrogen diambil sampel urin 25 ml dimasukkan k e dalam botol penyimpanan dan ditambah 15 tetes 0.3 N
&So4 untuk mengikat N-urin agar 9
tidak menguap. Botol sampel urin ditutup rapat dan disimpan dalam lemari pendingin sebelum dianalisis kandungan nitrogennya.
Kandungan energi
dalam urin dihitung dari kandungan N urin x 6.25 x 1.2 kkal/g protein.
Semua sampel feses dan urin yang dikumpulkan setiap periode pemeliharaan
dikomposit untuk diambil sampel sebanyak
10% guna
dianalisis di Laboratorium Instrumentasi Departemen Pertanian ~ a s a r Minggu Jakarta Selatan, sedangkan sampel rumput, silase dan konsentrat dikumpulkan selama percobaan berlangsung dan dikomposit dari setiap periode untuk dianalisis di Laboratorium Tanah dan Tanaman (Kimia), Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor. 1
Adapun prosedur pembuatan silase adalah rumput yang akan dibuat silase dilayukan terlebih dahulu selama sehari semalam.
Hari berikutnya
rumput dicincang A 5 cm. Rumput ditimbang, dimasukkan ke dalam drum sedikit demi sedikit dan diperciki molases (1.5% dari bobot rumput) kemudian dipadatkan dengan cara diinjak-injak. plastik kemudian drum ditutup dan diklem.
Setelah penuh dilapisi
Silase dibongkar minimal
setelah tiga minggu dari tanggal pembuatan, setiap drum digunakan untuk pemberian satu hari. Pengambilan cairan rumen untuk analisis VFA dan NH3, penghitungan koloni bakteri dan sel protozoa dilakukan 3-4 jam setelah sapi percobaan makan, dengan alasan proses fermentasi di dalam rumen berlangsung optimal seki tar 2-6 jam setelah makan seperti yang dikemukakan oleh Sutardi (1994). Pengambilan cairan rumen menggunakan9 stomach tube, seperti yang dilakukan oleh Erwanto (1995).
Peubah gang Diukur
Peubah yang diukur pada percobaan 1 meliputi konsumsi bahan kering, konsentrasi N-NH3, pH, konsentrasi VFA total dan individual cairan rumen, jumlah koloni bakteri dan sel protozoa, non glukogenik rasio, metan (CH4), konversi energi heksosa menjadi VFA, kecernaan bahan
kering dan protein,
retensi N,
produksi
alantoin urin,
dan
pertumbuhan sapi. i
Posedur Pengukuran Peubah (1). Konsumsi Bahan Kerine Ransum
Konsumsi bahan kering dapat diketahui dengan cara mengukur konsumsi harian kemudian dikalikan kadar bahan kering ransum. (2). Peneukuran N-Amonia
Konsentrasi N-amonia ditentukan dengan metode mikrodifusi Conway (General Laboratory Procedures, 1966).
Sebanyak 1 ml supernatan
diletakkan dalam salah satu sekat cawan Conway. diletakkan 1 ml larutan Na2C03 jenuh.
Pada sisi yang lain
Cawan Conway diletakkan dengan
posisi miring sehingga kedua larutan tidak tercampur sebelum cawan ditutup rapat. Diletakkan 1 mi asam borat berindikator di bagian tengah cawan Conway.
Cawan kemudian ditutup rapat dengan bantuan ,vaselin.
Supernatan dan larutan Na2C03 jenuh menggoyang cawan.
dicampur rata
dengan
cara
Amonia yang dibebaskan dari reaksi antara kedua
bahan tersebut selanjutnya ditangkap oleh asam borat yang diperlihatkan
oleh adanya perubahan warna. Didiamkan selama 2 4 jam.
Setelah 24 jam
amonium-borat
sampai terjadi
dititrasi dengan larutan HCl 0.0 1 N
perubahan warna menjadi warna asal asam borat.
Konsentrasi N-amonia
dihitung dengan persamaan berikut : N-amonia
=
(ml titrasi HCl x N HCl x 1000) mM.
(3). Konsentrasi VFA Total dan Individual
Konsentrasi
VFA
individual
pemisahan kromatografi gas.
dilakukan
menggunakan
metode
Konsentrasi VFA total merupakan penjum-
lahan dari VFA individual. Cara kerjanya adalah sebagai berikut : Cairan rumen yang telah diambil dengan stomach tube di sentrifus pada kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit, kemudian diambil supernatannya. supernatan di pipet k e dalam tabung plastik yang bertutup.
Dua ml
Ditambahkan
3 0 mg 5-sulphosalicylic acid (CsH3(0H)S03H.2H20) kemudian dikocok di dalam shake tube.
Selanjutnya disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm
selama 10 menit, kemudian disaring dengan kertas millipore, sehingga diperoleh cairan jernih. Oiambil 1 p1 cairan jernih tersebut dan diinjeksikan k e dalam alat g a s khromatografi (GC).
Sebelum sampel diinjeksikan,
GC diinjeksi terlebih dahulu dengan standard VFA rumen. *
diatur sebagai berikut : suhu kolom 105
OC,
Kondisi alat
suhu injektor 160
OC,
suhu
9
detektor 200
OC,
attenuation 16 x 101°, kecepatan kertas grafik 0.50
cm/menit, laju aliran NZ 3 0 ml/menit, laju aliran H2 3 0 ml/menit, laju aliran Oz 300 ml/menit.
Penghitungan konsentrasi VFA individual Y (mM)
menggunakan rumus :
Y (mM)=
Tinggi puncak grafik sampel x konsentrasi standard ....................... Tinggi puncak grafik standard
(4). Pencacahan P o ~ u l a s iBakteri Rumen Melalui Media Broth.
Pencacahan
populasi bakteri
rumen menggunakan
media Broth
(Suryahadi, 1990). Peralatan yang digunakan antara lain : Botol khusus, pipet dispenser, stirer, Spuit 1 ml dengan skala 0.01 ml, tabung Hungate beserta tutup karetnya,
sentrifus,
I
autoclave, water bath,
inkubator,
kantong plastik tahan panas, karet gelang tahan panas, dan isolasi. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Menyiapkan MediafLarutan Broth Balran : (1) 0.1 g Xylosa, (2) 0.1 g Pepton, (3) 0.1 g Glukosa, (4) 0.1 g Pati, (5) 0.1 g Selobiosa, (6) 0.1 g Yeast, (7) 0.5 g NaHC03, dan (8) 0.02 g Sistein.
Cara kerja: Bahan nomer 1 sampai dengan 7 dimasukkan ke dalam botol khusus, dicampur dengan 50 ml aquadest, 16.50 rnl larutan A (3 g KHzPO4, 6.0 g NaCl, 3.0 g (NH4)2S04, 0.3 g CaC12 dan 0.3 g MgS04 dalam 1 liter aquades), 16.50 ml larutan B (3 g KzHP04 dalam 1 liter aquades), 16.50 ml cairan rumen (sebelum dicampur, cairan rumen di sentrifuse pada 12.000 rpm selama 15 menit, disaring dan dimasukkan d a l a q botol, disterilisasi pada temperatur 121 "C selama 15 menit), 0.1 ml larutan resazurin 0.1 %, dicampur hingga merata menggunakan stirer (warna akan menjadi merah).
pH diatur agar menjadi 6.9-7. Dipanaskan hingga warna
berubah menjadi coklat jernih.
Sebelum api dipadamkan, botol dialiri
dengan gas COz beberapa saat, kemudian api dipadamkan dan t e t a p dialiri CO2. Botol tersebut didinginkan didalam ember yang berisi air es, setelah dingin sistein dimasukkan. Pipet dispenser dipasang pada botol dan botol tetap dialiri C 0 2 .
Tabung Hungate yang telah disiapkan diisi dengan
larutan Broth tersebut, masing-masing 5 ml.
Pada saat tabung Hungate
diisi larutan Broth, dialirkan pula C 0 2 , kemudian ditutup dengan t u t u p 1
karet (supaya t u t u p tidak lepas pada saat disterilisasi, maka diperkuat dengan isolasi).
Tabung Hungate yang telah
diisi larutan Broth
disterilisasi dengan temperatur 12 1 "C selama 15 menit. b. Menyiapkan Media Agar
Bahan dan cara kerja seperti menyiapkan larutan Broth, tetapi tabung Hungate telah diisi dengan bacto agar sekitar 1.50 g.
Larutan
Broth yang dimasukkan sebanyak 10 ml.
e. Menanam Bakteri Mengambil cairan rumen sapi percobaan menggunakan stomach tube 3-4 jam setelah sapi makan. Cairttn rumen dimasukkan k e dalam termos air panas.
Sebelum cairan
dimasukkan k e dalam termos, termos diisi air panas terlebih dahulu dan pada saat cairan rumen akan dimasukkan k e dalam termos, ajr panas dibuang terlebih dahulu. Media agar yang telah disiapkan dipanaskan dalarn air mendidih sampai mencair. Kemudian dimasukkan ke dalam water bath (temp. 50 "C).
Cairan rumen sampel diambil dari termos (dikocok dan disaring) 0.05 ml, dimasukkan k e dalam tabung Hungate yang berisi larutan Broth (Tabung 1). Diambil 0.05 ml dari tabung 1 tersebut dan dimasukkan k e dalam tabung k e 2, begitu seterusnya sampai tabung k e 5. Diambil 0.1 ml larutan yang telah berisi cairan rumen tersebut dari tabung 3, 4 dan 5 dan masing-masing dimasukkan k e dalam tabung Hungate yang berisi
media agar (Tabung 1, 2 dan 3). I
Meratakan media agar tersebut disekitar dinding tabung dengan roller, kemudian dimasukkan ke dalam inkubator yang bersuhu 3 9 "C. Koloni bakteri dapat dihitung setelah inkubasi selama 7 hari (misal X koloni). Apabila X koloni diperoleh dari tabung 2 maka jumlah koloni yang didapat per ml cairan rumen
=
X x 2 0 x lo8.
(5). Pencacahan P o ~ u l a s Protozoa i Rumen
Menyiapkan larutan MFS (methylgreen-formalin-salin) (Suryahadi, 1990). Larutan MSF terdiri dari 100 ml larutan formaldehid 35%, 900 ml aquades, 0.6 g methylgreen dan 8 . 0 g NaCl (pa). Diambil 0.1 ml cairan rumen sampel yang telah disiapkan seperti untuk menghitung koloni bakteri, ditambah 0 . 1 ml larutan MSF dan 0.3 ml aquadest. sampai homogen (menggunakan vortex).
Dicampur
Kaca penutup protozoa counter 9
deck glass diletakan di a t a s permukaan.
Diambil suspensi sebanyak 0.1-
0 . 5 ml dengan pipet Pasteur. Ujung pipet ditempelkan pada lekukan berbentuk V pada tepi kaca tutup protozoa counter deck glass, dilihat
31
dibawah mikroskop
dengan perbesaran
40x.
Dilakukan
pencacahan
terhadap sel protozoa pada daerah A,B,C, Ddan E (misal N set). Jumlah sel protozoa per ml cairan rumen
=
N/5 x l o 4 x 5.
(6).' Non Giukonenik Rasio
Dihitung dengan formula sebagai berikut: NGR = (Asetat
+2
Butirat
+ Valerat)/(Propionat + Valerat) (Qrskov dan Ryle, 1990).
Dihitung dengan formula CH4 = (0.5 Asetat
-
0.25 Propionat
+
0.5
Butirat) mM (Tamminga, 1982)
(8). Konversi Enerei Heksosa Meniadi VFA Dihitung dengan formula sebagai berikut :
E
=
(0.622 pa
+
1.092 pp
pa = molar% asetat, pp
=
+
1.560 pb)/(pa + pp
+ 2pb) x 100%.
molar% propionat, pb = molar% butirat (0rskov
dan Ryle, 1990).
(9).
Kectr~aaltNutries
&an Retcmsi Nitro-
Kecernaan bahan kering, protein ransum dan retensi nitrogen diukur dengan metode koleksi total. Kecernaan autrien dihitung dengan formula: Kecernaan
=
(I
- F)/I x
100%
I = konsumsi nutrien yang dihitung, F
K
=
I
=
nutrien yang terdapat dalam feses,
kecernaan nutrien yang dihitung.
Retensi nitrogen dihitung dengan formula sebagai berikut :
Retensi nitrogen
=
konsumsi N
-N
- N urin.
feses
(10). Alantoin Urin
Analisis alantoin urin dilakukan berdasarkan metode kalorimetri Alantoin dihidrolisa dalam larutan natrium hidroksida
(AOAC, 1992). pada suhu 100
OC
menjadi asam alantoin yang selanjutnya didegradasi
menjadi urea dan asam glyoxylik dalam larutan asam khlorida.
Asam
glyoxylik kemudian bereaksi dengan tenilhidrazin hidrokhlorida membentuk fenilhidrazon.
Produk tersebut bersama kalium ferrisianida dapat
membentuk khromosfer yang tidak stabil, yang warnanya dapat dibaca pada panjang gelombang 522 nm. Kurva standard dibuat dengan menyiapkan larutan alantoin standard dengan konsentrasi 10, 20, 30, 40, 50 dan 6 0 mgll.
Sebanyak 1 ml sampel, larutan standard atau aquades (blanko)
dimasukkan k e dalam tabung
15 ml, lalu ditambah 5 ml aquades.
Selanjutnya ditambah 1 ml NaOH 0.5 M (dikocok dengan vortex), lalu tabung tersebut direndam dalam air mendidih selama 7 menit.
Setelah
diangkat dan didinginkan, k e dalam setiap tabung ditambahkan 1 ml HCl 0.5 M, lalu ditambahkan 1 ml fenilhidrazin.
Setelah dikocok, tabung
segera direndam lagi dalam air mendidih selama 7 menit, kemudian 0
didinginkan dalam a l c o h o l bath. Sebanyak 3 ml HCl pekat (11.40 N) dan 1 9
ml kalium ferrisianida ditambahkan k e dalam setiap tabung.
Setelah
tercampur sempurna, sebagian dimasukkan ke dalam cuvet dan dibaca nilai O D (optical density) pada spektrophotometer.
Perhitungan konsentrasi
alantoin sampel didasarkan pada hubungan linier antara konsentrasi alantoin standard dengan OD standard. (11). Pertambahan Bobot Badan
-
Pertambahan bobot badan diketahui dengan cara menimbang sapi
pada akhhir masa adaptasi ransum dan akhir periode pemeliharaan. Timbangan yang digunakan mempunyai kapasitas 1000 k g dengan kepekaan 0.50 kg. Pertambahan bobot badan merppakan selisih antara bobot badan penimbangan pada akhir masa adaptasi ransum dengan bobot badan akhir periode pemeliharaan
11. Percobaan Manipulasi ~ i s c aRumen (Sapi Betina)
Tujuan, Materi dan Tempat Percobaan Tujuan percobaan 2 adalah untuk mengetahui pengaruh suplementasi urea, asam lemak rantai cabang, kalsium sulfat, minyak jagung, kapsul minyak jagung, kapsul lisin. kapsul treonin dan minyak ikan terhadap parameter metabolisme rumen dan kinerja sapi Holstein betina. Percobaan 2 merupakan percobaan in vivo, dilaksanakan selama lima 4
bulan, dari tanggal 22 Februari 1997 sampai 22 Juni 1997, di Kandang 9
Percobaan Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor Kampus Darmaga, menggunakan 5 ekor sapi betina muda Holstein dengan rataan bobot awai 160 k 43 kg.
Ransum Penelitian
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput gajah yang tumbuh liar 45% (Penniseturn purpureum var. Africa) dan 55% konsentrat (2 bagian bungkil kelapa + 1 bagian dedak gandum), dengan kandungan energi 10.5 MJ ME dan 15% protein kasar. Komposisi ransum selengkapnya tercantum Tabel 9 Tabel 9. Komposisi ransum pad3 percobaan 2 (sapi betina) Jenis bahan pakan (%)
Ransum Perlakuan
Rumput gajah Silase rumput gajah Bungkil kelapa Dedak gandum (Pollard) Kapur Garam Urea Vitamin+mineral Supiementasi : Urea, mglkg W0+75 CaS04, mg/kg Isobutirat+p-metilbutirat, mmol a-metilbutirat, mmol Minyak jagung, % Kapsul minyak jagung, ml Kapsul lysin, mglkg wa7' Kapsul treonin, g Minyak ikan, % Metode Penelitian
139 28 0.05 0.05 1.5
a
P
Metode yang digunakan dalam percobaan 2 (sapi betina) adalah metode eksperimen, menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Latin. Sebagai kolom adalah individu sapi, sebagai baris adalah periode pemeliharaan,
dan sebagai perlakuan adalah suplementasi komplit sapi jantan (ransum E) ditambah minyak jagung, kapsul minyak jagung, kapsul lisin, kapsul treonin, dan minyak ikan, sehingga terdapat 5 jenis gakan perlakuan : (1) A = Ransum (RE) percobaan 1
minyak jagung, (3) C (5) E
=
=
+ minyak jagung,
B + kapsul lisin, (4) D
D + minyak ikan.
=
C
(2) B = A
+ kapsul
+
kapsul
treonin, dan
Kapsul yang digunakan adafah kapsul yang
diperoleh secara mudah dipasaran atau di apotik-apotik.
Gelatin yang
I
digunakan diperoleh dari t o k o farmasi Harumsari Jakarta.
Gelatin
ditambah air dengan perbandingan 2 : l (wlw) kemudian dihangatkan, setelah kekentalannya merata dan telah dingin (namun belum membeku) digunakan untuk menyelaputi kapsul yang berisi nutrien suplemen. Setelah satu jam kapsul yang telah diselaputi gelatin diambil kemudian dicelupkan k e dalam formaldehid 36% selama 5 menit, selanjutnya dikeringkan dan siap diberikan pada sapi. Hasil pengamatan visual menggunakan kantong nilon selama 48 jam memperlihatkan bahwa kapsul bergelatin tersebut tahan degradasi dan tahan himpitan di dalam rumen, secara visual warna menjadi lebih gelap dan bentuk menjadi lebih pipih dengan rataan susut bobot 6.10 f 2.28%.
Pemberian kapsul sebagai perlakuan kepada sapi
percobaan melalui mulut (per 0s). Sesuai dengan perlakuan yang diuji dan rancangan yang digunakan maka model matematis yang digunakan adalah :
Yijct)=
Nilai pengamatan pada perlakuan ke t, baris ke i, kolom ke j
CL
-
Nilai rataan umum
ai
=
Pengaruh periode pemeliharaan ke i
pj
=
Pengaruh individu sapi ke j
6(t) =
Pengaruh ransum yang diuji ke t
&ij(t) =
Pengaruh galat percobaan dari periode ke i, sapi ke j dan ransum ke t. I
Periode pemeliharaan selama 30 hari, terdiri dari 20 hari masa adaptasi ransum dan 10 hari pengukuran pertumbuhan.
Koleksi total dilakukan
selama 5 hari terakhir dari periode pemeliharaan.
Prosedur Percobaan 2
Sebelum percobaan dilaksanakan, dilakukan pengacakan baris, kolom dan jenis ransum seperti pada percobaaan 1 dan diperoleh denah yang berbeda dengan percobaan 1 (Tabel 10). Setelah kandang dibersihkan dan semua sapi ditimbang, kemudian sapi diberi nomor urut secara acak dan ditempatkan pada kandang percobaan.
Tabel 10. Denah hasil pengacakan'pada percobaan 2 Periode
Sapi 1
Sapi 2
Sapi 3
Sapi 4
Sapi 5
1
B
C
E
A
D
2
E
A
C
D
B
3
A
B
D
4
C
D
A
C E
5
D
E
B
E B C
A
Sapi diberi pakan dua kali per hari, pagi pukul 7.30 dan siang pukul 14.30.
Sebelum diberi rumput diberi pakan konsentrat sebanyak sepa-
rohnya dari jatah pagi hari demikian pula pada pemberian pakan siang harinya. Rumput yang diberikan dicincang sepanjang yang dibuat silase dicincang lebih pendek yaitu
+5
+ 10 cm dan rumput cm.
Jumlah rumput
maupun silase yang diberikan ditimbang dan dicampur secara merata 4
sebelum diberikan pada sapi, pagi hari berikutnya sisa rumput ditimbang untuk mendapatkan jumlah rumput yang dikonsumsi per ekor per hari. Setiap hari setelah rumput dicincang dan campuran rumput + silase diaduk merata serta rumput yang dibuat silase diambil sebanyak masing-masing 1 kg sebagai sampel untuk dianalisis.
Ke tiga jenis sampel tersebut dike-
ringkan dibawah sinar matahari dan setelah kering ditimbang dan dimasukkan k e dalam kantong plastik yang kemudian disimpan sebelum dianalisis. Sampel konsentrat diambil sebanyak 100 gram setiap hari dan dimasukkan k e dalam kantong plastik.
Setelah kantong plastik ditutup rapat sampel
tersebut disimpan dalam lemari pendingin sebelum dianalisis. Feses yang dihasilkan setiap hari dikumpulkan dan ditimbang bobotnya.
Untuk keperluan analisis kandungan nutrien, feses diambil
sebanyak 5% dari jumlah yang dihasilkan selama 24 jam secara apak pada beberapa bagian ember penampung.
Sampel feses dari setiap sapi dike-
ringkan dibawah sinar matahari dan setelah kering ditimbang dan dima-
sukkan k e dalam kantong plastik untuk disimpan sebelum dianalisis kandungan nutriennya. Urin (air seni) yang dihasilkan ditampung pada jerigen plastik selama 24 jam dan diukur jumlahnya. Setelah itu diambil sampel sebanyak 5% dari setiap jumlah yang dihasilkan (ditambahkan 3 ml H 2 S 0 4 pekat) dan dikumpulkan selama periode koleksi total.
Untuk analisis kandungan
nitrogen diambil sampel urin 25 ml dimasukkan k e dalam botol penyimpanan dan ditambah 15 tetes 0.3 N
?
&So4 untuk mengikat N-urin agar
tidak menguap. Botol sampel urin ditutup rapat dan disimpan dalam lemari pendingin sebelum dianalisis kandungan nitrogennya.
Kandungan energi
dalam urin dihitung dari kandungan N urin x 6.25 x 1.2 kkal/g protein. Semua sampel feses dan urin yang dikumpulkan setiap periode pemeliharaan
dikomposit untuk diambil sampel sebanyak
10% guna
dianalisis di Laboratorium Instrumentasi Departemen Pertanian Pasar Minggu, Jakarta Selatan, sedangkan sampel rumput, silase dan konsentrat dikumpulkan selama percobarrn berlangsung dan dikomposit dari setiap periode untuk dianalisis di Laboratorium Tanah dan Tanaman (Kimia), Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor. Prosedur pembuatan silase dan pengambilan cairan rwmen seperti yang dilakukan pada percobaan 1.
Pengambilan sampel dar&
analisis asam amino dilakukan 3-4 jam dilakukan oleh Erwanto (1995).
untuk
setelah makan, seperti yang
Darah diambil dari vena jugularis
menggunakan tabung venoject steril yang berisi heparin.
Peubah yang diukur Peubah yang diukur pada penelitian 2 meliputi konsurnsi dan kecernaan nutrien, konsentrasi N-NH3, pH, konsentrasi VFA total dan \
individual cairan rumen, jumlah
koloni bakteri dan protozoa,
non
glukogenik rasio, CH4, konversi energi heksosa menjadi VFA, retensi N, produksi alantoin urin, dan pertumbuhan sapi.
Prosedar pengukurrrn peubah
!
Pengukuran peubah seperti yang dilakukan pada percobaan 1.
Analisis Data Data yang diperoleh pada percobaan 1 dan 2 dianalisis menggunakan sidik peragam dan uji kontras orthogonal, sebagai peragam adalah data diluar sebaran normal. Sebelum dilakukan analisis peragam terlebih dahulu dilakukan uji sebaran normal menurut petunjuk Box et al. (1978).