3
TINJAUAN PUSTAKA Radiasi Gelombang Elektromagnetik Dalam fisika, radiasi diartikan sebagai proses perjalanan sebuah partikel atau gelombang melalui suatu medium atau ruang (Anonim 2011). Radiasi dibagi menjadi dua tipe, yaitu radiasi ion dan radiasi non-ion. Radiasi ion merupakan radiasi yang memiliki cukup energi untuk mengionisasi sebuah atom. Partikel alfa, partikel beta, sinar gamma, radiasi X-ray dan neutron termasuk contoh radiasi ion. Sementara radiasi non-ion mengacu pada energi radiasi yang selain memproduksi ion ketika melewati suatu medium, juga memiliki energi yang hanya cukup untuk perangsangan (Kwan-Hoong 2003). Radiasi non-ion dibagi ke dalam dua bagian, yaitu radiasi optik dan medan elektromagnetik. Radiasi optik dibagi menjadi beberapa subdivisi antara lain sinar ultraviolet,
sinar
tampak,
dan
sinar
inframerah.
Sementara
medan
elektromagnetik terdiri dari gelombang radio yang dapat dibagi menjadi gelombang mikro, gelombang radio frekuensi tinggi, dan gelombang radio frekuensi rendah. Berdasarkan sumbernya, radiasi non-ion dibagi menjadi dua yaitu natural (sinar matahari, petir) dan buatan manusia (alat-alat komunikasi, aplikasi dalam berbagai bidang seperti medis dan industri). Gelombang elektromagnetik merupakan gelombang yang terdiri dari gelombang elektrik dan energi magnetik yang bergerak secara bersamaan melalui ruang dengan kecepatan cahaya (http://www.fcc.gov/oet/rfsafety/rffaqs.html). Gelombang mikro yang merupakan bagian dari gelombang radio yang diemisikan oleh antena transmisi merupakan salah satu bentuk energi elektromagnetik. Gelombang inilah yang akhirnya disebut sebagai radiofrequency atau radiasi. Radiofrequency atau radiasi merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki frekuensi antara 10 MHz sampai dengan 300 GHz (Lee et al. 2005). Secara umum, gelombang elektromagnetik dikarakterisasi oleh perbedaan panjang gelombang dan frekuensi. Panjang gelombang merupakan jarak yang diperlukan oleh gelombang elektromagnetik untuk menempuh satu siklus atau satu putaran. Sedangkan frekuensi merupakan jumlah atau banyaknya paparan gelombang elektromagnetik dalam satu detik. Satuan yang digunakan untuk frekuensi adalah hertz (Hz).
4
Unit satuan lain yang digunakan untuk menggambarkan total medan gelombang elektromagnetik adalah power density. Unit satuan ini digunakan jika jarak antara antena pemancar dan lokasi yang terpapar cukup jauh. Power density didefinisikan sebagai kekuatan pancaran per unit area atau dapat digambarkan sebagai intensitas paparan. Satuan yang digunakan adalah Watt per meter kuadrat (W/m2). Radiasi gelombang elektromagnetik merupakan suatu bentuk energi (elektrik dan magnetik) yang menunjukkan sifat-sifat gelombang yang merambat melalui ruang (Anonim 2011). Radiasi gelombang elektromagnetik yang berasal dari telepon seluler termasuk dalam radiasi non-ion (gelombang mikro). Radiasi non-ion, dalam kondisi normalnya, tidak dapat dirasakan oleh indra perasa manusia. Namun menjadi mungkin untuk ditangkap indra manusia jika terpapar dalam intensitas tinggi. Salah satu sensasi yang dirasakan adalah panas (KwanHoong 2003). Selain panas, dampak negatif yang lain dapat timbul karena adanya penyerapan radiasi gelombang elektromagnetik oleh tubuh. Satuan ukuran yang menyatakan banyaknya gelombang elektromagnetik yang diserap tubuh adalah Spesific Absorption Rate (SAR). Satuan yang digunakan adalah Watt per kilogram (W/kg) atau miliwatt per centimeter kuadrat (mW/cm2). Dalam International dinyatakan
Commision nilai
on
maksimal
Non-Ionizing SAR
adalah
Radiation
Protection
2
Sementara
W/kg.
(ICNIRP) Federal
Communications Commision (FCC) menyatakan nilai maksimal untuk SAR adalah 1,6 W/kg. Kedua nilai ini digunakan pada daerah yang berbeda. Ketetapan dari ICNIRP digunakan di Eropa dan beberapa negara lain, termasuk Indonesia, sedangkan ketetapan dari FCC digunakan di Amerika Serikat (http://www.fcc.gov/oet/rfsafety/rf-faqs.html).
Dampak Radiasi Gelombang Elektromagnetik Telepon Seluler Telepon seluler merupakan sumber radiasi gelombang elektromagnetik yang sangat potensial. Telepon seluler menghasilkan energi foton yang sangat besar dan potensi radiasinya lebih besar dibandingkan peralatan elektronik maupun jaringan listrik tegangan tinggi dan ekstra tinggi. Beberapa penelitian menyatakan bahwa gelombang elektromagnetik yang berasal dari telepon seluler memiliki dampak negatif baik terhadap tubuh manusia maupun hewan coba. Gangguan kesehatan akibat paparan gelombang elektromagnetik yang berasal
5
dari telepon seluler dapat terjadi pada berbagai sistem tubuh seperti sistem reproduksi, sistem saraf, sistem kardiovaskular, sistem endokrin, psikologis, dan hipersensitivitas. Berikut adalah beberapa dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh radiasi gelombang elektromagnetik antara lain penurunan kualitas semen baik yang terjadi pada manusia (Deepinder et al. 2007; Agarwal et al. 2008; Agarwal et al. 2009) maupun pada hewan coba yang dalam hal ini adalah tikus (Yan et al. 2007), peningkatan ketidakstabilan kromosom yang terjadi pada jaringan limpa mencit yang diberi paparan gelombang elektromagnetik (Sykes et al. 2001), peningkatan ketidakstabilan kromosom limfosit yang berasal dari pembuluh darah tepi pada manusia yang diberi paparan secara in vitro (Mashevich et al. 2003), serta perubahan morfologi, ekspresi gen, dan proliferasi dari sel-sel fibroblast pada manusia (Pacini et al. 2002). Penggunaan dalam jangka waktu yang lebih lama (10 tahun atau lebih) dapat menyebabkan timbulnya risiko pertumbuhan tumor. Jenis tumor yang timbul akibat radiasi bermacam-macam antara lain tumor otak (Hardell et al. 2007; Khurana et al. 2008; Schoemaker et al. 2005), tumor kelenjar ludah (Khurana et al. 2008), dan tumor kelenjar parotis (Sadetzki et al. 2008). Hal tersebut berdasarkan studi epidemiologi yang telah dilakukan terhadap manusia. Dampak negatif lain yang mungkin dirasakan pada manusia adalah pusing, sulit tidur, gangguan konsentrasi, elektrohipersensitifitas, dan tingkah laku yang abnormal (Agarwal et al. 2008; Khurana et al. 2008).
Efek Whitten Kemampuan reproduksi pada mamalia melibatkan integrasi antara fisiologi, sosial, dan rangsangan lingkungan (Dogde et al. 2002). Stimulus yang berasal dari lingkungan sosial telah terbukti mampu mempengaruhi baik frekuensi maupun komposisi siklus estrus pada mencit (Mus musculus) (Jemiolo et al. 1986). Stimulus tersebut dapat berasal dari hewan betina maupun jantan. Pengelompokan beberapa ekor mencit betina dalam satu kandang akan menyebabkan sinkronisasi siklus estrus dengan perpanjangan siklus estrus pada masing-masing betina. Sementara keberadaan hewan jantan akan merangsang sinkronisasi estrus dan ovulasi pada beberapa hewan betina sehingga memiliki pola siklus estrus yang sama atau yang lebih dikenal sebagai “Efek Whitten” (Whitten et al. 1966 diacu dalam Gangrade dan Dominic 1984).
6
Efek Whitten merupakan salah satu cara sinkronisasi siklus estrus dan ovulasi dengan menempatkan beberapa ekor mencit betina dan seekor mencit jantan dalam satu kandang dengan sekat pemisah. Perlakuan ini akan menyebabkan
sinkronisasi
siklus
estrus
tiga
atau
empat
hari
setelah
penggabungan. Terjadinya sinkronisasi ini sebagai akibat pengaruh feromon yang berasal dari hewan jantan. Feromon yang dihasilkan ini bersifat volatile dan airborne (Whitten et al. 1968 diacu dalam Gangrade dan Dominic 1984). Feromon yang berasal dari hewan jantan tersebut kemudian dideteksi oleh organ vomeronasal hewan betina. Letak organ vomeronasal dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Vomeronasal organ (http://www.neuro.fsu.edu/~mmered/vomer/ index.htm) Feromon yang telah ditangkap oleh organ vomeronasal kemudian kemudian
diteruskan
menuju
bulbus
kemudian
diteruskan
menuju
amigdala,
hipotalamus.
Hipotalamus
yang
olfaktorius yang
mendapatkan
asesorius. kemudian
Rangsangan
dilanjutkan
rangsangan
ke
kemudian
memberikan respon pada sistem endokrin yang kemudian berpengaruh terhadap siklus estrus hewan betina (Tirindelli et al. 2009). Skema penerimaan feromon oleh organ vomeronasal sampai menghasilkan respon endokrin dapat dilihat pada Gambar 2.
7
Gambar 2. Skema penerimaan feromon oleh organ vomeronasal sampai menghasilkan respon endokrin Jemiolo et al. (1986) menyatakan bahwa feromon berpengaruh terhadap pola sekresi hormon Luteinizing (LH), hormon prolaktin, dan steroid yang dalam sekresinya dipengaruhi oleh kedua hormon tersebut. Hal ini kemudian akan berpengaruh terhadap regulasi fungsi ovulasi yang selanjutnya mempengaruhi siklus estrus dan ovulasi.
Biologi Reproduksi Mencit Mencit (Mus musculus albinus) merupakan hewan multipara, yang mampu menghasilkan beberapa sel telur (oosit) dalam satu siklus estrus. Mencit bersifat poliestrus dan mengalami estrus pasca melahirkan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi anak. Mencit betina mulai berahi pada umur 28-40 hari dan biasanya dikawinkan pada umur lebih dari 50 hari dengan berat badan berkisar 20-30 g. Siklus estrus terdiri atas fase proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus yang berlangsung selama 4-5 hari. Deteksi siklus estrus mencit betina, dapat dilakukan melalui ulas vagina dengan mengamati reruntuhan sel-sel pada selaput lendir vagina (Djuwita et al. 1989). Fase estrus terjadi pada malam hari dengan lama estrus sekitar 12 jam. Dalam satu kali ovulasi, mencit mampu menghasilkan 8-12 oosit, tergantung pada galurnya (Hogan et al. 1994). Ovulasi dapat dipengaruhi oleh kadar hormon, umur, berat, dan jenis mencit yang digunakan. Menurut Monk (1987), mencit umumnya dikawinkan secara single mating (satu jantan dengan satu betina), trios (satu jantan dengan dua betina), atau harems (satu jantan dengan lebih dari dua betina)
Tahap Perkembangan Embrio Mencit Perkembangan embrio dimulai dari terfertilisasinya sel telur oleh sperma. Fertilisasi merupakan proses penggabungan sel gamet betina dengan sel gamet jantan yang terjadi di bagian ampula tuba Falopii (Sadler 2000). Fertilisasi terjadi pada pertengahan siklus gelap, sehingga hari terjadinya proses fertilisasi dianggap sebagai hari ke-0,5. Dua puluh empat jam setelah fertilisasi, embrio
8
akan berada pada tahap dua sel. Embrio akan membelah secara perlahan tanpa disertai pertambahan massa. Dua hari setelah fertilisasi, embrio membelah menjadi delapan sel yang dinamakan dengan morula. Morula kemudian akan mengalami kompaksi menjadi morula kompak (compacted morula). Selanjutnya embrio akan berkembang menjadi blastosis. Pada tahap ini terjadi diferensiasi sel-sel blastomer menjadi trofoblas dan Inner Cell Mass (ICM). Sel-sel trofoblas terletak di bagian luar di sekeliling embrio dan selanjutnya berkontribusi pada pembentukan selaput ekstraembrionik dan plasenta. Selain itu, sel-sel trofoblas juga berperan dalam memfasilitasi penyerapan nutrisi pada tahap perkembangan awal. Sementara ICM merupakan sekelompok sel blastomer yang terletak di bagian dalam (blastodisk). Sel-sel ICM merupakan bagian utama yang akan membentuk tubuh hewan. Pada mencit, implantasi pada dinding uterus terjadi pada hari ke-4,5 pasca fertilisasi (Hogan et al. 1994). Setelah implantasi, kecepatan perkembangan embrio meningkat dengan pesat. Embrio kemudian memasuki proses gastrulasi yang dimulai pada hari ke-6,5 pasca fertilisasi. Proses gastrulasi merupakan titik kritis dari tahap perkembangan awal karena pada tahap ini terjadi pembentukan tiga lapis sel kecambah (sel ektoderm, sel mesoderm,dan sel endoderm) dan terjadi penurunan potensi dari sel-sel blastomernya. Selain itu, proses gastrulasi juga terkait erat dengan proses pembentukan garis primitif dan pembentukan buluh saraf. Setelah proses gastrulasi, embrio akan memasuki proses neurulasi. Proses neurulasi terjadi pada hari ke-7,5 pasca fertilisasi yang dimulai dengan induksi sel-sel epitelium ektoderm untuk melakukan diferensiasi membentuk lempeng saraf. Induksi ini dikenal dengan Primary Embryonic Induction. Selanjutnya bagian tepi lempeng saraf menebal dan membentuk lipatan saraf, sementara bagian tengah lempeng saraf membentuk suatu lekukan yang disebut dengan alur saraf. Lipatan saraf kemudian bergerak ke arah tengah dan bersatu sehingga terbentuk buluh saraf. Embrio yang telah memiliki struktur buluh saraf dikenal juga dengan sebutan neurula. Tahap
perkembangan
embrio
selanjutnya
adalah
organogenesis.
Organogenesis atau proses pembentukan organ terjadi secara bertahap sesuai dengan induksi dan pengaruh dari lingkungan sekitar. Organ yang telah terbentuk tidak selalu diikuti dengan berfungsinya organ tersebut. Ada organ yang dibentuk dan langsung berfungsi seperti jantung, namun ada juga organ
9
yang dibentuk dan tidak langsung berfungsi. Organogenesis berlangsung selama sisa waktu kebuntingan. Pada mencit, fetus lahir pada hari ke-19 atau hari ke-20 pasca fertilisasi (Hogan et al. 1994; http://www.emouseatlas.org/emap/home/ html; Djuwita et al. 2000; Fahrudin et al. 2008).