TINJAUAN PUSTAKA
Probiotik Starbio Probiotik starbio adalah koloni bibit mikroba (berasal dari lambung sapi) yang dikemas dalam campuran tanah dan akar rumput serta daun-daun atau ranting-ranting yang dibusukkan. Menurut Suharto et al. (1993) dalam koloni tersebut terdapat mikroba khusus yang memiliki fungsi yang berbeda, misalnya Cellulomonas Clostridium thermocellulosa (pencerna lemak); Agaricus dan coprinus (pencerna lignin), serta Klebssiella dan Azozpirillum trasiliensis (pencerna
protein).
penghasil
enzim
Probiotik berfungsi
starbio untuk
merupakan memecah
probiotik
karbohidrat
an-aerob (selulosa,
hemiselulosa, lignin) dan protein serta lemak. Manfaat starbio dalam ransum ternak adalah meningkatkan daya cerna, penyerapan zat nutrisi dan efisiensi penggunaan ransum. starbio juga dapat menghilangkan bau kotoran ternak. Probiotik starbio merupakan koloni bakteri alami yang terdiri dari : 1. Mikroba Proteolitik 6 x 109 satuan pembentuk koloni/gram bahan. Jenis yang biasa diformulasikan: Nitrosomonas / Nitrobacter / Nitrospira / Nitrosococcus / Nitrosolobus. 2. Mikroba Lignolitik 6 x 109 satuan pembentuk koloni/gram bahan. Jenis yang biasa diformulasikan:Clavaria dendroidea / Clitocybe alexandri /
Hypoloma
fasciculare
Universitas Sumatera Utara
3. Mikroba Nitrogen Fiksasi Non Simbiotik 4 x 109 satuan pembentuk koloni/gram bahan Jenis yang biasa diformulasikan: Azotobacter Spp /
Beyerinkya Spp /
Clostridium pasteurianum. Nostoc Spp / Anabaena Spp / Tolypothrix Spp / Spirillum lipoferum. 4. Mikroba Selulolitik 8 x 108 satuan pembentuk koloni/gram bahan. Jenis yang biasa diformulasikan:
Trichoderma
polysporeum
/
Tricoderma
viridae
/
Cellulomonas acidula / Bacillus cellulase disolven. 5. Mikroba Lipolitik 5 x 108 satuan pembentuk koloni/gram bahan. Jenis yang biasa diformulasikan: Spirillum liporerum (Lembah Hijau Multifarm, 2009). Fungsi utama probiotik starbio : 1. Menurunkan biaya pakan Menurunkan mikroba yang terdapat dalam starbio akan membantu pencernaan pakan dalam tubuh ternak, membantu penyerapan pakan lebih banyak sehingga pertumbuhan ternak lebih cepat dan produksi dapat meningkat. Hasilnya, FCR (Feed Conversion Ratio) akan merununkan sehinga biaya pakan lebih murah. 2. Mengurangi bau kotoran ternak Pakan yang di campur dengan starbio akan meningkatkan kecernaan penyerapannya sehingga :
Universitas Sumatera Utara
1. Kotoran ternak (feces) lebih sedikit kering 2. Kandungan ammonia dalam kotoran ternak akan menurun sampai 50% Akhirnya daya tahan tubuh ternak akan meningkat dan kondisi ternak akan lebih segar, karena kontaminasi lalat lebih sedikit. Peternak dan lingkungannya akan lebih nyaman, tidak terganggu dengan kotoran ternak (Lembah Hijau Multifarm Indonesia 2008). Penggunaan probiotik pada ternak unggas ternyata sangat menguntungkan karena dapat menghasilkan berbagai enzim yang dapat membantu pencernaan dan dapat
menghasilkan zat
antibakteri yang
dapat
menekan pertumbuhan
mikroorganisme yang merugikan (Ritongga, 1992). Lebih lanjut, dikatakan juga bahwa penggunaan starbio pada pakan mengakibatkan bakteri yang ada pada starbio akan membantu memecahkan struktur jaringan yang sulit terurai sehingga lebih banyak zat nutrisi yang dapat diserap dan ditransformasikan ke produk ternak. Selain itu, produktivitas ternak akan meningkat, bahkan lebih banyak zat nutrisi yang dapat diuraikan dan diserap. Sartika et al. (l994) melaporkan bahwa hasil analisis proksimat probiotik starbio mengandung: 19,17 % air, 10,42 % protein, 0,ll % lemak kasar, 8,37 % serat kasar, dan 51,54 % abu. Pemberian strabio 2,5 g/kg ransum pada ayam pedaging ternyata dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum sebesar 11,52 % jika dibandingkan dengan kontrol.
Ayam Pedaging Ayam pedaging merupakan bagian dari pertanian secara umum dan merupakan makhluk hidup yang tidak lepas dari waktu. Kenyataan ayam pedaging dijual setelah mengalami masa pertumbuhan selama lima minggu, bahkan
Universitas Sumatera Utara
diantaranya beragam jenis unggas, hanya ayam pedaging yang dapat memperpendek pengaruh waktu dalam produksi. Dalam
jangka waktu 6-8
minggu ayam pedaging sanggup mencapai bobot hidup 1,5-2 kg. Ayam pedaging memiliki sifat-sifat yang benar-benar menguntungkan (Rasyaf,.1997). Hal ini dijelaskan
oleh Murtidjo (1987) yang menyatakan bahwa ayam pedaging
merupakan hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat. Dengan memperpendek waktu berarti perputaran modal menjadi lebih cepat. Biaya yang dikeluarkan selama lima minggu produksi akan cepat sekali. Salah satu strain ayam pedaging adalah strain Abror Acres CP-707. Dengan karakteristik dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Ciri-ciri ayam pedaging AA CP-707 Data Biologis
Satuan
Bobot hidup umur 6 minggu
1,56 Kg
Konversi pakan
1,93
Bobot bersih
70%
Daya hidup
98%
Warna kulit
Kuning
Warna bulu
Putih
Sumber : Murtidjo (1987)
Kebutuhan Nutrisi Ayam Pedaging Rasyaf (1997) menyatakan bahwa ransum adalah campuran bahan-bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan akan zat-zat pakan yang seimbang dan tepat. Seimbang dan tepat berarti zat makanan tidak berlebihan dan tidak kurang. Ransum yang digunakan haruslah mengandung protein, karbohidrat, lemak, viamin dan mineral. Adapun tujuan utama pemberian ransum kepada ayam adalah
Universitas Sumatera Utara
untuk menjamin pertambahan berat badan yang paling ekonomis selama pertumbuhan dan penggemukan (Anggorodi, 1979). Untuk keperluan hidupnya dan untuk produksi, ayam membutuhkan sejumlah unsur nutrisi yaitu protein yang mengandung asam amino seimbang dan berkualitas, energi yang berintikan karbohidrat dan lemak, vitamin dan mineral (Rasyaf, 1997). Protein merupakan salah satu unsur yang penting bagi pertumbuhan anak ayam pedaging. Kebutuhan protein masa awal untuk anak ayam pedaging di daerah tropis sebesar 23%, sedangkan untuk masa akhir sebesar 20-21% (Rasyaf, 2000). Ayam mengkonsumsi pakan dengan energi tinggi akan memperlihatkan lemak karkas dalam jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan pakan yang mengandung energi rendah. Ayam cenderung meningkatkan konsumsi kalau diberi pakan rendah energi. Dalam kondisi demikian, ayam akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan energinya, karena sebelum terpenuhi, ayam akan berhenti mengkonsumsi karena cepat kenyang (Widodo, 2002). Tabel 2. Kebutuhan pakan ayam pedaging umur 1 sampai 6 minggu Usia (minggu)
Bobot Badan (kg)
Konversi Pakan (kg)
0,159 0,418 0,803 1,265 1,765 2,255
0,92 1,23 1,40 1,52 1,65 1,79
1 2 3 4 5 6
Kebutuhan Pakan/Ekor (gr) Per hari Kumulatif 21 53 87 114 141 161
146 517 1.126 1.924 2.911 4.038
Sumber : Murtidjo (1987)
Universitas Sumatera Utara
Bobot Badan Pertumbuhan Lambat
Pertumbuhan Cepat
Pertumbuhan Lambat
0
1
2
3
4
5
6
Umur (minggu)
(Anggorodi, 1990). Gambar 1. Fase pertumbuhan ayam pedaging Perbedaan pakan yang diberikan bergantung pada kebutuhan ayam pedaging pada fase pertumbuhannya. Kebutuhan zat makanan ayam broiler pada fase yang berbeda dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3. Kebutuhan zat makanan ayam pedaging fase starter dan fase finisher Zat Nutrisi Protein kasar (%) Lemak kasar (%) Serat kasar (%) Kalsium (%) Pospor (%) EM (Kkal/Kg)
Starter 23 4-5 3-5 1 0,45 3200
Finisher 20 3-4 3-5 0,9 0,4 3200
Sumber : National Research Council (1984)
Jagung sebagai sumber energi dalam ransum unggas. Varietas jagung kuning mempunyai nilai vitamin A lebih banyak. Jagung kuning merupakan sumber pigmen xanthofil yang menimbulkan warna kuning pada kaki, kulit ayam pedaging dan kuning telur. Protein jagung bervariasi mulai dari 8% sampai 10%, dengan nilai rata-ratanya adalah 8,7% (Anggorodi, 1985).
Universitas Sumatera Utara
Dedak padi adalah sisa penggilingan atau penumbukan padi. Dedak digunakan sebagai sumber energi, kandungan protein dedak cukup baik yaitu sebesar 12% - 13% dengan kandungan lemak 13% serta serat kasar 12% (Kartadisastra, 1994). Bungkil kelapa merupakan bahan baku pakan ternak unggas, protein kasarnya mencapai 20,5% dan energi metabolis 1540 kkal/kg. Penggunaan bungkil kelapa dalam susunan ransum unggas harus diusahakan tidak lebih dari 15% (Murtidjo, 1987). Bobot Potong Bobot potong adalah bobot yang didapat dengan cara penimbangan bobot ayam setelah dipuasakan selam 12 jam. Bobot potong perlu diperhatikan karena berpengaruh terhadap bobot karkas, oleh karena itu diperhatikan kualitas dan kuantitas karkas dari ransum yang dikonsumsi, sehingga didapat pertumbuhan yang baik. Tujuan utama pemberian ransum adalah untuk menghasilkan pertumbuhan yang paling cepat sedapat mungkin dengan jumlah pakan yang paling sedikit, serta hasil akhir yang memuaskan dalam jangka waktu ekonomis yang pendek (Blakely and Bade, 1998). Karkas Karkas merupakan daging bersama tulang dari hasil pemotongan setelah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut, isi rongga perut, darah dan bulu (Rasyaf, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi kualitas karkas unggas didasarkan atas tingkat keempukan dagingnya. Unggas yang dagingnya empuk, yaitu unggas yang daging karkasnya lunak, lentur, kulitnya bertekstur halus dan kartilago sternalnya fleksibel. Unggas dengan keempukan daging sedang diidentifikasikan dengan umur yang relatif lebih tua, kulit yang kasar dan kartilago sternalnya kurang fleksibel (Swatland, 1984 disitasi Soeparno, 1994). Untuk mendapatkan bobot karkas yang tinggi dapat dilakukan dengan memberikan ransum dengan imbangan yang baik antara protein, vitamin, mineral dan dengan pemberian ransum yang berenergi tinggi (Scott et al.,1982). Menurut Siregar (1980) bahwa karkas yang baik berbentuk padat dan tidak kurus, tidak terdapat kerusakan kulit ataupun dagingnya. Sedangkan karkas yang kurang baik mempunyai daging yang kurang padat pada bagian dada sehingga kelihatan panjang dan kurus. Pada dasarnya mutu dan persentase bobot karkas dipengaruhi oleh galur, jenis kelamin, umur, bobot dan kualitas makanan yang dibentuk. Hal ini juga didukung oleh Berg dan Butterfield (1972) yang menyatakan bahwa karkas yang baik ditandai dengan jumlah daging yang maksimum, sedangkan tulangnya minimum dan jumlah lemak yang optimum. Faktor yang menentukan nilai karkas meliputi berat karkas, jumlah daging yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan. Nilai karkas dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin ternak yang menghasilkan karkas, umur ternak, dan jumlah lemak intramuscular dalam otot. Komposisi karkas ayam pedaging dipengaruhi oleh banyak faktor antara laian bangsa, jenis kelamin, umur dan tingkat kepadatan kandang. Pada umur yang relatif muda akan menghasilkan persentase karkas yang lebih rendah dibandingkan umur yang sudah dewasa.
Universitas Sumatera Utara
Produksi karkas erat hubungannya dengan bobot badan. Selain faktor bobot badan, bobot karkas juga mempengaruhi genetis atau strain, umur, mutu ransum, tata laksana dan kesehatan ternak (Soeparno, 1994). Pada ayam pedaging terdapat berbagai kelas ayam yang dijual, yakni kurang dari 1 kg, 1-1.7 kg dan lebih 1.7 kg. Klasifikasi berat ayam ini telah membudaya karena sudah sejak lama berbagai lapisan konsumen menuntut bermacam-macam berat tubuh ayam (Suharno, 2000). Persentase Karkas Bobot karkas normal adalah 60-75 % dari berat tubuh. Sedangkan persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup dikalikan 100 % (Siregar, 1994). Persentase karkas merupakan faktor terpenting untuk menilai produksi ternak, karena produksi erat hubungannya dengan bobot hidup, dimana semakin bertambah bobot hidupnya, maka produksi karkasnya akan semakin meningkat (Murtidjo, 1987). Persentase karkas ayam pedaging
yang normal yang berkisar antara
65 - 67 % dari bobot hidup (Mc Nitt, 1983). Persentase karkas dipengaruhi oleh bangsa, umur, jenis kelamin, bobot hidup dan makanan. Persentase karkas umur muda lebih rendah dibandingkan dengan ayam yang lebih tua. Dan persentase ayam jantan lebih besar dibandingkan persentase ayam betina lebih banyak menghasilkan kulit dan lemak abdomen dari pada jantan (morran and orr, 1970). Murtidjo (1987) menyatakan bahwa persentase karkas merupakan faktor yang penting untuk menilai produksi ternak, karena produksi erat hubungannya dengan bobot hidup, dimana semakin bertambah bobot hidupnya maka produksi
Universitas Sumatera Utara
karkasnya semakin meningkat. Hal ini ditegaskan lagi oleh Ahmat dan Heman (1992) disitasi Presdi (2001) menyatakan bahwa ayam yang bobot tubuhnya tinggi akan menghasilkan persentase karkas yang tinggi, sebaliknya ayam yang bobot hidupnya rendah akan menghasilkan persentase karkas yang rendah.
Lemak Abdominal Lemak abodominal merupakan lemak yang terdapat disekitar rongga perut atau juga disekitar ovarium. Lemak sebagai sumber energi sangat efesien dalam jumlah atau 2.5 kali lebih tinggi dari kandungan karbohidrat. Namun pemakaian lemak untuk konsumsi unggas hanya dibolehkan sekitar 5 % dari jumlah total ransum. Hal ini disebabkan kandungan lemak yang tinggi akan menghambat ovulasi (Triyantini, 1997). Menurut Haris (1997) yang menyatakan bahwa perlemakan tubuh diakibatkan dari konsumsi energi yang berlebih yang akan disimpan dalam jaringan tubuh yaitu pada bagian intramuscular, subkutan dan abdominal. Ditambahkan lagi oleh Tilman et al. (1986) yang menyatakan bahwa kelebihan energi pada ayam akan menghasilkan karkas yang mengandung lemak lebih tinggi dan rendahnya konsumsi menyebabkan lemak dan karbohidrat yang disimpan dalam glikogen rendah. Sembiring (2001) menyatakan bahwa tinggi rendahnya kualitas karkas ayam pedaging ditentukan dari jumlah lemak abdominal yang terdapat dari ayam pedaging tersebut. Karkas yang baik harus mengandung daging yang banyak, bagian yang dimakan harus baik, mengandung kadar lemak yang tidak tinggi. Salah satu cara mengurangi perlemakan pada ayam pedaging adalah dengan jalan memvariasikan dengan nutrien ransum, terutama energi protein.
Universitas Sumatera Utara
Dengan meningkatnya energi ransum, maka akan meningkatnya kandungan lemak abdominalnya akan menurun. Ayam pedaging muda sampai umur enam minggu mengandung lemak kira-kira 4 % lemak badan (Wahyu, 1985). Soeparno (1994) menyatakan lemak karkas yang tinggi sebagai kaibat dari perlakuan pakan berenergi tinggi yang menyebabkan sintesis lemak dan karbohidrat lebih besar dibanding dengan perlakuan pakan berenergi rendah sehingga terjadi kenaikan persentase lemak intra muskuler dan menurunkan kadar air. Sementara itu Ketaren, et al. (1999) menyatakan bahwa pemberian produk terfermentasi pada ayam pedaging meskipun tidak menyebabkan perubahan yang berarti terhadap persentase karkas, tetapi dapat menurunkan kadar lemak abdominalnya. Komot
(1989)
menyatakan
bahwa
diantara
faktor-faktor
yang
mempengaruhi lemak tubuh, maka faktor ransum adalah yang paling berpengaruh. Perlemakan tubuh diakibatkan dari konsumsi energi pakan yang berlebih yang akan disimpan dalam jaringan tubuh yaitu bagian dari intramuskuler, subkutan dan abdominal (Haris, 1997). Mahfudz (2000) menyatakan bahwa untuk mencerna serat kasar dibutuhkan energi yang banyak sehingga ayam tidak memiliki energi yang berlebihan untuk disimpan dalam bentuk lemak daging.
Bungkil Inti Sawit Davendra (1997) menyatakan bahwa bungkil inti sawit adalah hasil samping dari proses ekstraksi inti sawit. Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimiawi atau mekanik, walaupun kandungan proteinnya agak baik tetap karena
Universitas Sumatera Utara
serat kasarnya agak tinggi dan palatabilitasnya rendah menyebabkan kurang cocok bagi ternak unggas dan lebih cocok pada ternak ruminansia. Kandungan protein bungkil inti sawit lebih rendah dari bungkil lain. Namun demikian masih dijadikan sebagai sumber protein. Kandungan asam amino essensial cukup lengkap, imbangan kalsium dan posfornya cukup seimbang ( Lubis, 1993 ). Kandungan nutrisi bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan nutrisi bungkil inti sawit Zat Nutrisi Protein kasar Serat kasar Bahan kering Lemak kasar Ca
Kandungan(%) 15-16 16,18 91,83 6,49 0,56
P
0,84
Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000)
Solid Dekanter Solid dekanter adalah padatan buangan yang dihasilkan selama proses pemerasan ekstraksi minyak. Bahan ini merupakan padatan yang mengandung sekitar 4-5% padatan, 0,5-1% sisa minyak dan sekitar 94% air (Davendra, 1997). Kandungan protein solid dekanter bervariasi sekitar 11-14%. Ditinjau dari kandungan protein dan lemaknya yang relatif tinggi, solid merupakan sumber energi, protein dan mineral. Batubara et al. (1995) menyatakan bahwa kandungan protein solid dekanter 14%, daya cerna bahan kering 65%, dan DE 3,0 Mcal/ kg. Penggunaan solid dekanter dalam ransum ternak dibatasi oleh tingginya kadar abu dan tembaga (Cu: 20-50 ppm). Secara umum babi dapat mentoleransi 10-20%, unggas 5-10%, sapi 66%, domba 30% (Wong and Zahari, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Kandungan zat nutrisi solid dekanter secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah. Tabel 5. Kandungan nutrisi solid dekanter Zat Nutrisi Bahan kering Protein kasar Lemak kasar Serat kasar TDN Ca P Energi Metabolis
Kandungan 93,10% 13,30% 13,70% 16,30% 74,00% 0,53% 0,33% 2840 Kkal/Kg
Sumber: Agustin (1996) disitasi Tri Arti (2001)
Universitas Sumatera Utara