TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Tumbuhan Obat Masyarakat Indonesia sudah mengenal obat dari jaman dahulu, khususnya obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Seiring meningkatnya pengetahuan jenis penyakit, semakin meningkat juga pengetahuan tentang pemanfaatan tumbuhan untuk obat-obatan. Namun demikian, sering terjadi pemanfaatan ini dilakukan secara berlebihan sehingga populasinya di alam semakin menurun. Tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai mempunyai khasiat obat (Zuhud, 2009). Tumbuhan tersebut dikelompokkan menjadi : 1) tumbuhan obat tradisional, 2) tumbuhan obat modern, dan 3) tumbuhan obat potensial. Tumbuhan obat tradisional adalah spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. Tumbuhan modern adalah spesies tumbuhan obat yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis. Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum dibuktikan secara ilmiah medis atau penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri (Zuhud et al.,1991). Laju permintaan produk berbasis tanaman obat terkait erat dengan tingkat penggunaan oleh masyarakat. Peningkatan penggunaan obat herbal mempunyai dua dimensi korelatif, yaitu aspek medik terkait dengan penggunaannya yang sangat luas di seluruh dunia, dan aspek ekonomi yang terkait dengan nilai tambah dan peningkatan perekonomian masyarakat (Sampurno, 2007). 4 Universitas Sumatera Utara
Pada sisi pasokan, sebagian besar bahan baku obat yang berasal dari tumbuhan dipanen secara langsung dari alam, hanya sebagian kecil yang telah dibudidayakan. Kendala yang dihadapi untuk tanaman obat yang telah dibudidayakan adalah fluktuasi produksi disebabkan belum diterapkannya budidaya yang baik, mutu produk yang bervariasi, serta skala usaha yang kecil dan terpencar-pencar. Sedangkan pemanenan tanaman obat langsung dari habitat alaminya
telah
mengancam
kelestarian
beberapa
jenis
tanaman
obat
(Karmawati et al, 1996). Tumbuhan Obat Tumbuhan obat adalah tumbuhan yang mengandung bahan yang dapat digunakan sebagai pengobatan dan bahan aktifnya dapat digunakan sebagai bahan obat sintetik. Diperkirakan dari 30.000 jenis tumbuhan di Indonesia, 2500 jenis diantaranya merupakan tumbuhan obat, namun baru sekitar 300 jenis yang telah digunakan untuk berbagai keperluan industri obat tradisional (Syakir, 2006). Produk simplisia tumbuhan obat berdasarkan bagian-bagiannya yang diperlukan untuk pembuatan obat adalah : 1. Daun-daunnya (Simplisia daun/Folium) 2. Akar dan akar tingalnya saja (Simplisia Akar/Radix) 3. Kulit (Simplisia Kulit/Cortex) 4. Batang tanamannya (Simplisia Batang/Folium) 5. Bunga (Simplisia Bunga/Flos) 6. Buah (Simplisia Buah/Fructus) 7. Biji-bijian (Simplisia Biji/semen) (WHO dalam Sofowora, 1982).
5 Universitas Sumatera Utara
KPHL Model Tobasa Unit XIV Berdasarkan data yang diperoleh dari website KPH, KPHL Model Toba Samosir Unit XIV, terletak pada 98054’25’’- 99040’33’’ Bujur Timur dan antara 2039’04’’ – 200’14’’ Lintang Utara. Penetapan KPHL Model Toba Samosir Unit XIV yang terletak di Kabupaten Toba Samosir sesuai keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 867/Menhut-II/2013 tanggal 5 Desember 2013 seluas 87.247 Ha, yang terdiri dari hutan lindung (HL) seluas 75.762 Ha, hutan produksi terbatas (HPT) seluas
6.294 Ha, dan hutan Produksi (HP) seluas 5.191 Ha
Namun, pada tanggal 24 Juni 2014, Menteri Kehutanan RI mengeluarkan SK Nomor : SK/579/Menhut-II/2014 mengenai Kawasan Hutan di Sumatera Utara dengan demikian, maka luas KPHL Model Toba Samosir Unit XIV menjadi seluas kurang lebih 56.621,84 Ha (Kementerian Kehutanan, 2013). Hutan Kemasyarakatan (HKm) Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan perkebunan No. 677/Kpts-II/1998, hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang dicadangkan atau ditetapkan oleh menteri untuk dikelola oleh masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan dengan tujuan pemanfaatan hutan secara lestari sesuai dengan fungsinya dan menitikberatkan kepentingan mensejahterakan masyarakat. Pemahaman
masyarakat
tentang
program
Hutan
Kemasyarakatan
dimaknai sebagai kesempatan untuk mendapatkan hak penguasaan lahan di dalam kawasan hutan sebagai sumber ekonomi keluarga. Akibatnya masyarakat cenderung berprilaku eksploitatif untuk memaksimalkan manfaat ekonomi lahan. Pemahaman tersebut diwujudkan melalui pola tanam dengan memilih jenis-jenis tanaman yang dapat berproduksi jangka pendek dan kontinyu (jenis tanaman
6 Universitas Sumatera Utara
musiman) dan tanaman yang berproduksi secara kontinyu dan bernilai ekonomi tinggi (jenis tanaman tahunan) ( Mukhtar, 2010). Peranan Tumbuhan Obat Peran tumbuhan bagi kehidupan manusia sangatlah penting, maka pengetahuan mengenai aktifitas biologis yang ditimbulkan oleh senyawa metabolit sekunder yang berasal dari tumbuhan sangat diperlukan dalam usaha penemuan sumber obat baru. Di Indonesia, terdapat sekitar 31 jenis tanaman obat digunakan sebagai bahan baku industri obat tradisional (jamu), industri non jamu, dan bambu, serta untuk kebutuhan ekspor, dengan volume permintaan lebih dari 1.000 ton/tahun. Peranan tanaman obat dalam pengembangan hutan tanaman juga menghasilkan keuntungan majemuk meliputi : 1) keberhasilan pengelolaan hutan tanaman
melalui
penyediaan
sumber
pendapatan
yang
berkelanjutan,
2) penyediaan lapangan kerja, 3) peningkatan pendapatan dan kesejahteraan, 4) peningkatan pendapatan asli daerah, dan 5) pengembangan usaha regional (Sitepu dan Sutigno, 2001). Potensi dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat Sejarah pengobatan tradisional yang telah dikenal sejak lama sebagai warisan budaya dan tetap diteruskan sehingga kini menjadi potensi dan modal dasar untuk mengembangkan obat-obat tradisional yang berasal dari tumbuhan. Menurut WHO, diperkirakan sekitar 4 milyar penduduk dunia (± 80%) menggunakan obat-obatan yang berasal dari tumbuhan. Bahkan banyak obatobatan modern yang digunakan sekarang ini berasal dan dikembangkan dari tumbuhan obat. WHO mencatat terdapat 119 jenis bahan aktif obat modern berasal dari tumbuhan obat (Suganda, 2002).
7 Universitas Sumatera Utara
Potensi tumbuhan obat yang ada di hutan dan kebun/pekarangan sangatlah besar, baik industri obat tradisional maupun fitofarmaka memanfaatkannya sebagai penyedia bahan baku obat. Dilihat dari segi habitusnya, spesies-spesies tumbuhan obat yang terdapat di berbagai formasi hutan Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam 7 (tujuh) macam yaitu : habitat bambu, herba, liana, pemanjat, perdu, pohon dan semak. Dari ke tujuh habitat ini, spesies tumbuhan obat yang termasuk kedalam habitat pohon mempunyai jumlah spesies dan persentase yang lebih tinggi dibandingkan habitat lainnya, yaitu sebanyak 717 spesies (40,58%) (Zuhud, 2008). Kebutuhan bahan baku obat tradisional terutama yang berasal dari tumbuhan, sebagian besar diambil dari alam sehingga beberapa jenis mulai langka. Untuk memperoleh bahan baku obat atau bahan aktif lainnya, sudah sejak lama pemerintah melakukan penelitian tentang aktivitas farmakologi dan toksisitas berbagai tumbuhan. Eksplorasi dan pengembangan budidaya tumbuhan obat terus dikembangkan untuk mencapai sasaran jangka panjang, yaitu mengurangi impor bahan baku obat sintesis guna menghemat devisa negara (Djauhari dan Hernani, 2004). Pemanfaatan tumbuhan obat atau bahan obat alam pada umumnya sebenarnya bukanlah merupakan hal baru. Upaya pengobatan tradisional dengan obat-obat tradisional merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dan sekaligus merupakan teknologi tepat guna yang potensial untuk menunjang pembangunan kesehatan. Dalam rangka peningkatan dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat, obat tradisional perlu dimanfaatkan dengan sebaikbaiknya. Kenyataan menunjukkan bahwa dengan bantuan tumbuhan obat alam
8 Universitas Sumatera Utara
tersebut,
masyarakat
dapat
mengatasi
masalah-masalah
kesehatan
yang
dihadapinya (Tukiman, 2004). Tabel 1. Tanaman obat yang berpotensi untuk sumber bahan obat modern di Indonesia No
Spesies tanaman
Bagian yang digunakan
Indikasi khasiat
1 Benalu teh (Loranthus spp)
Tangkai daun Anti kanker
2 Brotowali (Tinospora crispa L.)
Tangkai daun Anti malaria, kencing manis
3 Bawang putih (Allium sativum L.)
Umbi
4 Ceguk/wudani (Quisqualis indica L.)
Biji
Anti jamur, penurun lemak darah Obat cacing
5 Delima putih (Punica granatum L.)
Kulit buah
Anti kuman
6 Ingu (Ruta graveolens L.)
Daun
Anti kuman, penurun panas
7 Jahe (Zingiber officinale Rosc.)
Rimpang
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
18 19 20 21 22 23
Penghilang nyeri, anti piretik, anti radang Jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingk.) Buah Obat batuk Jati belanda (Guazoma ulmifolia Lamk.) Daun Penurun kadar lemak darah Jambu biji/klutuk (Psidium guajava L.) Daun Anti diare Jambu mente (Anacardium occidentale L.) Daun Penghilang nyeri Kunyit (Curcuma domestica Val.) Rimpang Radang hati, radang sendi, anti septik Kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.) Daun Pelancar air seni Legundi (Vitex trifolia L.) Daun Anti kuman Labu merah (Curcubita moschata Duch) Biji Obat cacing pita Pepaya (Carica papaya L.) Getah, daun, Sumber enzim papain, anti biji malaria, kontrasepsi pria Pegagan/kaki kuda (Centella asiatica Urban) Daun Pelancar air seni, anti kuman, anti tekanan darah tinggi Pala (Myristica fragrans Houff.) Buah Penenang Sembung (Blumea balsamifera D.C.) Daun Penghilang nyeri, penurun panas Sidowayah (Woodfordia floribunda Salisb.) Daun Anti kuman, pelancar air seni Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) Seluruh bagian Anti kuman, obat kencing manis Seledri (Alpium graveolens L.) Seluruh bagian Anti tekanan darah tinggi Sirih (Piper betle L.) Daun Anti kuman Temu lawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.) Rimpang Obat radang hati kronis
24 25 Tempuyung (Sonchus arvensis L.)
Daun
Pelancar air seni, obat penghancur batu ginjal
(Kementerian Kehutanan, 2007).
9 Universitas Sumatera Utara
Penilaian Ekonomi (Valuasi Nilai Ekonomi) Penilaian adalah penentuan nilai manfaat suatu barang ataupun jasa bagi manusia atau masyarakat. Adanya nilai yang dimiliki oleh suatu barang dan jasa (sumber daya dan lingkungan) pada gilirannya akan mengarahkan perilaku pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu, masyarakat maupun organisasi. Jika nilai sumber daya (ekosistem) hutan, ataupun lebih spesifik barang dan jasa hutan telah tersedia informasinya, seperti halnya harga berbagai produk yang ada di pasar, maka pengelolan hutan dapat memanfaatkannya untuk berbagai keperluan seperti pengambilan keputusan pengelolaan, perencanaan dan lain-lain. Tidak tersedianya informasi nilai (harga) dari produk/jasa hutan maka diperlukan suatu usaha kreatif untuk menduga nilai sumber daya hutan. Belum tersedianya informasi nilai (harga) dari hutan disebabkan karena produk barang/jasa hutan tidak seragam/tidak standar, karena merupakan hasil alam, sehingga sulit dibuat harga standar yang berlaku umum. Oleh karena diperlukan suatu usaha untuk menduga nilai dari sumber daya hutan (Bahruni, 1999). Nilai sumberdaya hutan ini dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa kelompok. Davis dan Johnson (1987) mengklasifikasi nilai berdasarkan cara penilaian atau penentuan besar nilai dilakukan, yaitu : (a) nilai pasar, yaitu nilai yang ditetapkan melalui transaksi pasar, (b) nilai kegunaan, yaitu nilai yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya tersebut oleh individu tertentu, dan (c) nilai sosial, yaitu nilai yang ditetapkan melalui peraturan, hukum, ataupun perwakilan masyarakat. Sedangkan Pearce (1992) dalam Munasinghe (1993) membuat klasifikasi nilai manfaat yang menggambarkan Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) berdasarkan cara atau proses manfaat tersebut diperoleh.
10 Universitas Sumatera Utara
Nilai Ekonomi Total
Nilai Bukan Guna
Nilai Guna
Nilai Guna Langsung
Hasil yang dapat dikonsumsi langsung
• Kayu • Makanan • Biomassa • Rekreasi • Tumbuhan obat
Nilai Guna Tidak Langsung
Manfaat Fungsional
• Fungsi ekologis • Pengendalian banjir • Perlindungan terhadap angin
Nilai Pilihan
Nilai Keberadaan
Nilai langsung dan tak langsung yang akan datang
Nilai Pengetahuan
• Keanekaragaman Hayati • Perlindungan habitat
Nilai bukan guna lainnya
Habitat spesies langka
Gambar 1. Nilai ekonomi total dari sumberdaya hutan (Pearce, 1992)
Pada penelitian ini digunakan nilai guna langsung untuk menghitung tumbuhan obat secara ekonomi. Nilai pasar merupakan nilai yang diperoleh dari harga pasar. Dengan demikian nilai pasar dimiliki oleh barang dan jasa yang memiliki pasar (ada permintaan dan penawaran) sehingga terjadi jual beli. Pada pasar bersaing sempurna (kompetitif) harga ini mencerminkan kesediaan membayar setiap orang untuk memperoleh manfaat personal maksimum, yang dalam masyarakat secara agregat memberikan manfaat sosial bersih maksimum. Nilai yang dianggap standar adalah nilai pasar, yakni harga yang ditetapkan oleh penjual dan pembeli dalam keadaan pasar kompetisi sempurna, karena: •
Memenuhi interest kedua belah pihak yang bersangkutan (penjual dan pembeli)
11 Universitas Sumatera Utara
•
Memberi surplus kesejahteraan sosial (kesejahteraan produsen dan konsumen yang maksimal
Penetapan nilai ekonomi total dapat menggunakan pendekatan harga pasar dan pendekatan non pasar. Pendekatan harga pasar dapat dilakukan melalui pendekatan produktivitas. Pada pendekatan ini valuasi yang dilakukan untuk memberikan harga SDALH sedapat mungkin menggunakan harga pasar sesungguhnya. Hal ini terutama dapat dilakukan bagi SDA yang diperjualbelikan dipasar. Tahapan pelaksanaannya: 1) Menyiapkan data dan informasi mengenai kuantitas SDA, 2) Melakukan survei sederhana untuk membantu mendapatkan informasi yang diperlukan mengenai kuantitas dan harga SDA yang belum tersedia, 3) Mengalikan jumlah kuantitas SDA dengan harga pasarnya. Persamaannya ialah: Nilai SDA = SDA x harga Nilai total SDA = (SDA 1 x harga 1 ) + (SDA 2 x harga 2 ) + ... + (SDA n x harga n ) Barang dan jasa yang dihasilkan hutan dan diperdagangkan (memiliki harga pasar) diantaranya adalah hasil hutan kayu, produk hasil hutan non kayu seperti pangan, tumbuhan obat, hidupan liar dan rekreasi. Untuk produk-produk tersebut, harga pasar dapat digunakan untuk menggambarkan perhitungan finansial, untuk membandingkan antara manfaat dan biaya dari berbagai alternatif pilihan penggunaan lahan hutan. Harga pasar diturunkan melalui interaksi antara produsen dan konsumen melalui permintaan dan penyediaan barang dan jasa (transaksi pasar). Dalam pasar yang efisien (Pasar Persaingan Sempurna) harga barang dan jasa mencerminkan kesediaan membayar setiap orang (WTP). Nilai yang diperoleh dari pasar persaingan sempurna merupakan nilai baku karena
12 Universitas Sumatera Utara
memenuhi keinginan penjual dan pembeli serta memberikan surplus kesejahteraan yang maksimal. Apabila memungkinkan harga pada pasar yang efisien ini menjadi pilihan pertama untuk membandingkan manfaat dan biaya dari berbagai kegiatan. Bila tumbuhan obat tersebut tidak memiliki harga pasar maka dapat menggunakan harga pengganti dengan menggunakan metode di bawah ini dari beberapa teknik yakni : o Harga subtitusi. Nilai barang/jasa hutan yang tidak memiliki harga pasar didekati dari harga barang subtitusinya. o Harga subtitusi tidak langsung. Untuk barang subtitusi yang tidak ada harga pasarnya, maka nilai barang didekati dari harga penggunaan lain dari barang subtitusi. o Biaya oportunitas tidak langsung. Nilai barang/jasa hutan didekati dari faktor biaya pengadaannya (khususnya upah). o Nilai tukar perdagangan. Harga barang/jasa hutan didekati dari nilai pertukaran dengan barang yang ada harganya. o Biaya relokasi. Nilai barang/jasa hutan didekati dari biaya pemindahan ke tempat lain dimana manfaat penggunaan dapat digantikan di tempat baru.
13 Universitas Sumatera Utara