TINJAUAN PUSTAKA
Sumber Daya Alam Secara umum klasifikasi sumber daya alam terbagi ke dalam bentuk, yaitu: lahan pertanian, hutan dengan aneka ragam hasilnya, lahan alami untuk keindahan (rekreasi), perikanan darat dan perikanan laut, sumber mineral bahan bakar dan non bahan bakar, sumber energi non-mineral, misalnya panas bumi, angin, sumber tenaga air dan sebagainya. Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup (Zain, 1997). Dalam pembangunan perekonomian suatu bangsa, sumber daya alam biasanya dilirik pertama kalinya dalam upaya bangsa itu mensejahterahkan masyarakatnya. Oleh karena itu, negara-negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah sangat beruntung karena pada hakikatnya telah memiliki modal bagi kegiatan-kegiatan ekonominya. Namun demikian, sumber daya alam di atas planet bumi ini pada dasarnya terbatas (Wirakusumah, 2003).
Defenisi Daerah Aliran Sungai DAS merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh pemisah topografi, yang menerima hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau atau ke laut. Selain itu DAS juga merupakan suatu ekosistem dimana di dalamnya terjadi suatu proses interaksi antar faktor-faktor biotik, nonbiotik dan manusia. Sebagai suatu ekosistem maka setiap ada masukan ke
Universitas Sumatera Utara
dalam DAS, proses yang terjadi dan berlangsung di dalam DAS dapat dievaluasi berdasarkan keluaran sistem tersebut (Suripin, 2002). Di kawasan hulu, DAS yang merupakan daerah tangkapan air hujan dan berfungsi sebagai kawasan penahan run-off yang seterusnya akan menjamin ketersediaan pasokan air bagi keseluruhan sistem ekologis DAS terutama bagi penduduk di kawasan penyimpanan air hujan serta mengalirkan kelebihannya melalui jaringan anak sungai dan ilfiltrasi aliran air bawah tanah (underground). Cadangan air tanah tersebut selanjutnya akan menjadi sumber air di berbagai tempat bagi masyarakat yang tinggak di kawasan hilir (Seyhan, 1990).
Karakteristik DAS Deli Daerah Aliran Sungai (DAS Deli) terletak di Kabupaten Karo, Deli Serdang dan Kota Madya Medan, Propinsi Sumatera Utara. DAS Deli di sebelah timur berbatasan dengan DAS Percut, sedangkan di sebelah barat dengan DAS Belawan. DAS tersebut terdiri dari tujuh Sub DAS yakni Sub DAS Petani, Sub DAS Simai-mai, Sub DAS Deli, Sub DAS Babura, Sub DAS Bekala, Sub DAS Sei Kambing dan Sub DAS Paluh Besar. Letak Sub DAS tersebut dalam DAS antara lain; Sub DAS Petani terletak di hulu, yakni ujung selatan berbatasan langsung dengan DAS yang alirannya mengalir ke selatan. Sub DAS Simai-mai berada pada bagian hulu sebelah timur Sub DAS Petani, berbatasan langsung dengan DAS Percut. Sub DAS Deli terletak di tengah berbatasan langsung dengan Sub DAS Simai-mai, DAS Percut dan Sub DAS Babura. Sub DAS Babura dijumpai di tengah berbatasan dengan Sub DAS
Universitas Sumatera Utara
Petani, Sub DAS Belaka, Sub DAS Deli dan Sub DAS Sei kambing (BPDAS Wampu-Sei Ular, 2003).
Pengertian Hutan Hutan adalah salah satu sumber daya alam nasional yang merupakan penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, yang harus dipertahankan secara optimal dengan menjaga daya dukungnya secara lestari. Pembangunan kehutanan merupakan tanggung jawab bersama dan dilaksanakan secara bertanggung jawab dan transparan sehingga memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia (Nurfatriani dalam Sumarna, 2002). Menurut statusnya (sesuai dengan Undang-Undang Kehutanan), hutan hanya dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu (Awang, dkk, 2002): 1. Hutan negara, adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. 2. Hutan hak, adalah hutan yang dibebani hak atas tanah yang biasanya disebut sebagai hutan rakyat. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelestarian hutan rakyat di suatu tempat, adalah: 1. Kebutuhan ekonomi masyarakat, 2. Kepatuhan terhadap hukum-hukum tradisional, 3. Sistem pengaturan dan pembagian manfaat antar warga masyarakat, 4. Pandangan-pandangan kebutuhan penyelamatan lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
Lima butir rencana operasional terhadap hutan tropis dari Departemen Kehutanan (1991), yang mana telah berganti menjadi Kehutanan dan Perkebunan, yakni (Arief, 2001): 1. Penggunaan hutan tropis sebagai pelindung tanah, penjaga air dan produksi pertanian secara lestari. 2. Pengembangan industri dengan efesiensi yang tinggi, limbah yang rendah, direncanakan dengan baik dan pemasarannya terjamin. 3. Penggunaan kayu sebagai bahan bakar/energy yang selalu dapat diperbarui. 4. Konservasi flora dan fauna sumber genetis. 5. Peningkatan
kemampuan
kelembagaan
bagi
keperluan
research,
penyuluhan dan partisipasi masyarakat.
Hasil Hutan Worrell (1965) dalam Wirakusumah (2003), membedakan komoditi yang dapat diciptakan sumber daya hutan dalam 6 kategori, yaitu: hasil-hasil kayu, hasil-hasil vegetative non-kayu, produk-produk satwa, air, rekreasi, dan jasa proteksi terhadap banjir, angin dan erosi. Masing-masing komoditi di atas sama vitalnya terutama di tempatnya masing-masing, tetapi secara nasional yang dipandang menonjol pada akhir-akhir ini adalah hasil-hasil kayu. Hasil hutan kayu Empat sumber bahan kayu potensial untuk membangkitkan energi ialah kayu bulat dari pohon yang tumbuh, sisa-sisa pabrik, sisa pembalakan atau sisa kayu, dan hutan tanaman. Cara yang paling lazim untuk mengubah kayu ke energi
Universitas Sumatera Utara
ialah dengan membakar, maksudnya pembakaran. Pembakaran adalah metode utama mengubah ke energi pada waktu sekarang. Langkah pertama dalam pembakaran ialah penguapan air yang ada (Haygreen, 1996). Guna memperoleh manfaat yang optimal, jenis-jenis tanaman kayu bakar perlu memenuhi persyaratan, antara lain: jenis berdaur pendek, mudah tumbuh, bisa ditanam disembarang tempat, mempunyai manfaat ganda. Berdasarkan hasil penelitian (Anonim, 1994) ada beberapa jenis pohon sebagai kayu bakar dengan criteria: cepat tumbuh di lahan kering, pengendali erosi, pemberantas alang-alang dan dapat merehabilitasi tanah pada dataran rendah di daerah tropis antara lain, Acacia mangium, Acacia nilotica (Sylviani, 2001). Kebayakan kayu yang dibakar masa ini ialah untuk
menanak dan
pemanasan kediaman. Di negara-negara industri, sumbangan kayu kepada seluruh konsumsi energi hanya sederhana, walaupun itu bertambah cepat, terutama untuk pemanasan ruangan. Akan tetapi, di Negara-negara berkembang, kebayakan bahan bakar kayu digunakan untuk menanak. Secara tradisional bahan bakar kayu telah dipakai dalam industri untuk membangkitkan tenaga uap. Baru-baru ini daya tarik menjalankan pabrik-pabrik dengan kayu telah bertambah dengan tersedianya kepingan-kepingan dan butir-butir kayu. Bentuk- bentuk pembakuan ini, terutama butir-butir kayu, lebih serasi untuk disimpan dan dipergunakan ketimbang kayu gelondongan atau belahan (Eckholm, ddk, 1984). Faktor-faktor yang mempengaruhi pemercepatan konsumsi kayu bakar, adalah pertambahan penduduk, tumbuhnya industri-industri yang menggunakan kayu bakar, cara penggunaan kayu bakar yang relatif mudah dan harga kayu bakar yang relatif murah dibandingkan harga bahan bakar lain (Santosa, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Hasil hutan bukan kayu Secara ekologis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) tidak memiliki perbedaan fungsi dengan hasil hutan kayu, karena sebagian besar HHBK merupakan bagian dari pohon. Menurut UU Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, disebutkan bahwa HHBK adalah hasil hutan hayati maupun non hayati adalah barang (goods) yang dihasilkan benda hayati selain kayu yang berasal dari hutan atau lahan sejenis. Adapun HHBK yang dimanfaatkan dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan oleh masyarakat, menurut Sumadiwangsa (2000) dalam Sudarmalik (2006) dapat dibedakan menjadi beberapa bagian sebagai berikut : 1. Getah-getahan: Getah jelutung, getah merah, getah balam, getah karet. 2. Resin: Gaharu, Kemedangan, Jernang, Damar mata kucing, Damar batu, Damar rasak, Kemenyan. 3.
Madu: Apis dorsata, Apis melliafera.
4. Rotan dan Bambu: Segala jenis rotan, Bambu dan Nibung. 5. Hasil Hewan: Sutra alam, Lilin lebah, Aneka hewan yang tidak dilindungi. 6. Tumbuhan Obat dan Tanaman Hias: Aneka tumbuhan obat dari hutan, anggrek hutan, palmae, pakis
Nilai Ekonomi Sumber Daya Hutan Nilai ekonomi total ekosistem hutan berasal dari berbagai jenis hasil hutan, mencakup hasil hutan kayu dan non kayu, termasuk juga jasa fungsi ekologis. Secara umum manfaat hutan dapat berasal dari penggunaan sumberdaya hutan secara langsung dimana manfaatnya dapat dinilai dengan harga pasar,
Universitas Sumatera Utara
seperti kayu, rotan dan lain sebagainya. Demikian pula manfaat lainnya seperti penggunaan untuk rekreasi/pariwisata, dapat dinilai, dan besaran nilainya sangat bergantung pada cara penggunaannya (Effendi dkk, 2005). Nilai adalah presepsi terhadap suatu objek pada waktu tertentu. Nilai Ekonomi Total diperoleh dari Total Nilai Guna dan Nilai Non-Guna. Berikut pengelompokan nilai sumber daya hutan (Nurrochmat, 2006): Tabel 1. Pengelompokan Nilai Sumber Daya Hutan NILAI GUNA Nilai Guna Tidak Langsung Hasil yang dapat Manfaat dikonsumsi fungsional langsung - Kayu - Fungsi - Buah, ekologis - Pengendalia biji n banjir - Getah - Perlindunga - Rotan n terhadap - Tanaman angina obat - Hewan Nilai Guna Langsung
Nilai Pilihan Nilai pilihan penggunan Rekreasi
NILAI NON-GUNA Nilai Nilai Pilihan Nilai NonKeberadaan Guna Lainnya Nilai Nilai pilihan Nilai nonpengetahuan non-guna penggunaan lainnya -Habitat -Ekosistem - Biodiversity -Spesies -Suaka -Pemandan langka Margsatwa Gan
Pearce (1990) dalam Ginoga dkk (2007) mengelompokkan nilai sumber daya hutan (SDH) dalam tiga macam nilai, yaitu: 1. Nilai Penggunaan Langsung, adalah manfaat yang langsung diambil dari SDH. Sebagai contoh manfaat penggunaan sumber daya hutan sebagai input untuk proses produksi atau sebagai barang konsumsi. 2. Nilai Penggunaan Tidak Langsung, yaitu nilai yang secara tidak langsung dirasakan manfaatnya,dapat berupa hal yang mendukung nilai guna langsung. 3. Nilai Non Penggunaan, yaitu semua manfaat yang dihasilkan bukan dari hasil interaksi secara fisik antara hutan dan konsumen (pengguna).
Universitas Sumatera Utara
Metode Penilaian Ekonomi Sumber Daya Alam Bishop (1999) dalam Ginoga dkk (2007) membagi metode penilaian ekonomi untuk manfaat yang diperoleh dari sumber daya alam dan lingkungan menjadi lima kelompok: Penilaian berdasarkan harga pasar Termasuk pendugaan manfaat dari kegiatan produksi dan konsumsi dalam kehidupan sehari-hari. Barang dan jasa yang dihasilkan hutan dan diperdagangkan (memiliki harga pasar) diantaranya adalah hasil hutan kayu, produk hasil hutan non kayu seperti pangan, tumbuhan obat, hidupan liar dan rekreasi. Untuk produkproduk tersebut, harga pasar dapat digunakan untuk menggambarkan perhitungan finansial, untuk membandingkan antara manfaat dan biaya dari berbagai alternatif pilihan penggunaan lahan hutan. Harga pasar diturunkan melalui interaksi antara produsen dan konsumen melalui permintaan dan penyediaan barang dan jasa (transaksi pasar).
Pendekatan harga pengganti, termasuk metode biaya perjalanan, hedonic price, dan pendekatan barang pengganti. Metode ini berdasarkan pada kenyataan bahwa nilai sumberdaya hutan yang tidak memiliki harga pasar dapat tergambarkan secara tidak langsung pada pengeluaran konsumen, harga barang dan jasa yang diperjualbelikan, atau dalam tingkat produktivitas dari kegiatan pasar tertentu. Metode ini terdiri atas: 1. Metode biaya perjalanan Metode ini berdasarkan pada asumsi bahwa konsumen menilai tempat rekreasi hutan berdasarkan pada biaya yang dikeluarkan untuk dapat sampai ke tempat
Universitas Sumatera Utara
tujuan (wisata hutan), termasuk biaya perjalanan sebagai biaya oportunitas dari waktu yang dikeluarkan untuk melakukan perjalanan ke tempat wisata hutan. Tiga tahapan dasar dalam metode ini adalah : 1) Melaksanakan survey terhadap beberapa pengunjung sebagai contoh, untuk mengetahui biaya perjalanan yang dikeluarkan untuk sampai ke tempat wisata. 2) Mengolah data yang diperoleh untuk menyusun persamaan matematis permintaan pengunjung atas tempat wisata hutan. 3) Menghitung nilai tempat wisata bila terdapat perubahan atas kondisi lingkungan. Pada langkah ini perlu diketahui kesediaan membayar konsumen terhadap adanya perubahan kondisi tempat wisata. 2. Harga hedonik Metode harga hedonik menekankan pada pengukuran manfaat lingkungan yang melekat pada barang atau jasa yang memiliki harga pasar. Metode ini didasarkan pada gagasan bahwa barang pasar menyediakan pembeli dengan sejumlah jasa, yang beberapa diantaranya bisa merupakan kualitas lingkungan. 3. Pendekatan barang subtitusi Untuk produk-produk kehutanan yang tidak ada pasarnya atau langsung dimanfaatkan oleh pemungutnya (contoh: kayu bakar), nilai produk tersebut dapat diduga dari harga pasar produk-produk sejenis (contoh : kayu bakar yang dijual di daerah lain) atau nilai terbaik dari barang subtitusi atau barang alternatif (contoh: batubara).
Universitas Sumatera Utara
Pendekatan fungsi produksi (dosis respon), dengan fokus pada hubungan biofisik antara fungsi hutan dan kegiatan pasar. Metode penilaian ini sering disebut dengan teknik perubahan dalam produksi, metode input-output atau dosis respon atau pendekatan fungsi produksi. Terdapat dua tahapan prosedur dalam metode ini,yaitu : 1. Menentukan pengaruh secara fisik dari perubahan lingkungan pada kegiatan ekonomi. 2. Menilai hasil perubahan lingkungan tersebut terhadap produksi dan konsumsi, biasanya menggunakan harga pasar. Metode ini telah banyak digunakan
untuk
mengestimasi
dampak
dari
perubahan
kualitas
lingkungan (contoh : deforestasi, erosi, polusi udara dan air) terhadap produktivitas pertanian, kehutanan, dan perikanan, kesehatan manusia, dan biaya pemeliharaan infrastruktur ekonomi.
Pendekatan preferensi Dalam pendekatan ini, informasi mengenai nilai manfaat lingkungan diperoleh dengan mengajukan pertanyaan kepada konsumen mengenai kesediaan membayar untuk manfaat lingkungan yang diterima, dan atau kesediaan menerima untuk menerima kompensasi atas manfaat lingkungan yang hilang. Teknik penilaian yang termasuk dalam pendekatan preferensi adalah: 1.
Penilaian Kontingensi
Studi dengan metode ini banyak mengunakan data dari hasil survey. Format pertanyaan pada metode ini adalah pertanyaan terbuka dan pertanyaan menggunakan pilihan.
Universitas Sumatera Utara
2. Peringkat Kontingen Metode ini menggunakan pertanyaan terhadap responden untuk menentukan peringkat dan memberi skor dari beberapa barang yang tidak memiliki harga pasar. 3. Percobaan Pilihan (Choice Experiments) Metode percobaan pilihan (CE) ini menggunakan pertanyaan pada responden untuk memilih diantara beberapa satuan barang yang tidak memiliki pasar, yang memiliki berbagai atribut. 4. Metode Partisipatory Metode ini menggunakan teknik “focus group” baik dalam pengumpulan data dan analisis sehingga diharapkan dapat mengurangi bias dan menghasilkan informasi yang lebih akurat.
Pendekatan berdasarkan biaya, termasuk di dalamnya adalah biaya penggantian dan pengeluaran defensif. Terdapat tiga alternatif metode yang menekankan pada biaya penyediaan, pemeliharaan, barang dan jasa lingkungan, yaitu : 1. Metode biaya penggantian, yang mengukur nilai lingkungan dengan menghitung biaya produksi ulang dari suatu manfaat. 2. Metode biaya preventif, dengan mengestimasi biaya pencegahan degradasi lingkungan. 3. Pendekatan biaya oportunitas, yang mengestimasi biaya produksi (biaya pengadaan) sebagai biaya pengganti dari nilai manfaat yang tidak memiliki harga pasar.
Universitas Sumatera Utara
Defenisi Pemasaran Pasar merupakan jawaban terhadap masalah-masalah ekonomi yang secara konsekuensi ditempuh dalam sistem ekonomi bebas karena di pasarlah terjadi interaksi antara produsen dan konsumen secara leluasa. Setiap pihak memutuskan sendiri berapa banyak komoditi yang akan dibeli atau dijual dan pada tingkat harga yang mana transaksi pembelian/penjualan itu diputuskan yang biasanya yang biasanya disebut harga pasar (Wirakusumah, 2003). Pemasaran (marketing) artinya memperoleh barang dan jasa dengan jalan membayar dengan alat tukar (uang, cek, sebagainya). Sistem pertukaran barang dan jasa dapat berhasil dengan baik kalau didukung oleh faktor pendukungnya seperti transportasi, perbankan, asuransi, peraturan-peraturan pemerintah, kelembagaan (pedagang, tengkulak, pengecer, eksportir, importir) dan sebagainya (Soekartawi, 2002). Secara khusus, Peterson (1989) mendefenisikan pemasaran dalam dua jenis, yaitu pemasaran secara tradisional dan pemasaran secara modern. Pemasaran secara tradisional merupakan aktivitas usaha yang menunjukkan secara langsung aliran barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Pemasaran secara modern adalah proses perencanaan, penentuan konsep, penetapan harga dan distribusi barang atau jasa yang menimbulkan pertukaran sehingga dapat memenuhi kebutuhan individu atau organisasi (Sudiyono, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Marjin Pemasaran dan Keuntungan Yang dimaksud dengan marjin pemasaran (marketing margin) adalah besarnya perbedaan harga produk yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen/petani (Tomek, 1982) dalam Andayani (2005) dan beberapa komponen yang mempengaruhi bearnya marjin antara lain adalah: biaya pemasaran dan target keuntungan yang diinginkan lembaga pemasaran. Suatu sistem distribusi dikatakan efesien jika besarnya tingkat marjin pemasaran bernilai kurang dari 50% dari tingkat harga yang dibayarkan konsumen (Andayani, 2005). Sedangkan marjin keuntungan (profit margin) adalah selisih antara harga jual dengan harga beli dan biaya tataniaga. Harga jual yang dimaksudkan adalah harga jual pada masing-masing pelaku pasar. Biaya tataniaga juga pada masingmasing pelaku pasar manfaat hutan (Swastha, 1979).
Universitas Sumatera Utara