4
TINJAUAN PUSTAKA Metabolit Sekunder yang Dihasilkan oleh Kapang Beberapa cendawan berfilamen menghasilkan metabolit sekunder (Calvoet al. 2002). Cendawan hanya disaingi oleh Actinomycetes dan tanaman dalam memproduksi berbagai metabolit sekunder. Metabolitsekundermerupakanmetabolit
yang
biasanyamemiliki
strukturkimia yang unik dantidak berperan dalam pertumbuhan somatik, tetapi berperan untuk bertahan hidup (Demain 1986). Metabolit sekunder yang diproduksi oleh cendawan sebagian besar dibentuk pada fase stasioner (Griffin 1994; Calvoet al. 2002). Produk metabolit pada fase ini sering berhubungan dengan diferensiasi dan sporulasi
(Kavanagh
2005).
Faktorlingkungandangenetik
sangat
mempengaruhiproduksimetabolitsekunder ini (Calvoet al. 2002; Fox & Howlett 2008). Beberapa metabolit memiliki aktivitas biologis, sehingga di antara metabolit ini sering dieksploitasi secara komersial (Kavanagh 2005). Senyawa metabolit sekunder dapat tergolong sebagai antibiotik, biopestisida, mikotoksin, pigmen, terpenoid, steroid, flavonoid, alkaloid, fitohormon, dan enzim (Demain 1986; Calvo et al. 2002). Di antara metabolit sekunder ini, beberapa memiliki manfaat penting dalam pertanian, perkebunan, dan kehutanan seperti senyawa antifungi, antibiotik, asam amino, asam organik, serta fitohormon (Kavanagh 2005). Salah satu fitohormon yang tergolong metabolit sekunder dari cendawan ialah AIA (Bau 1981; Tuomi et al. 1995; Roco & Perez 2001; Hasan 2002). AIA merupakan salah satu jenis dari auksin (Taiz&Zeiger 2002; Davies 2004).
Biosintesis dan Fungsi Asam Indol Asetat Asam indol asetat merupakan salah satu hormon auksin yang aktif berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Setelah penemuan AIA pada tumbuhan tinggi, aktivitas AIA juga ditemukan pada beberapa cendawan (Bau 1981; Tuomi et al. 1995; Roco & Perez 2001; Hasan 2002).
5
Antranilat sintase
Khorismat
Antranilat PRtransferase
Antranilat
PR antranilat isomerase
5-fosforibosilantranilat
1-(o-karboksifenilamino) deoksiribosa 5-P Indol gliserol fosfatsintase
Triptofan sintase α Serin + Indol Triptofan sintase β
3-indol asetaldoksim
Triptofan dekarboksilase
3-Indol gliserol fosfat
Indol sintase
Triptofan monooksigenase Indol
Triptofan Triptofan transaminase
3-indol asetamat
Triptamin Asam 3-indol piruvat Amin oksidase
Asam 3-indol piruvat dekarboksilase 3-indol asetamat hidrolase Asam 3-indol asetaldehid
3-indol asetonitril
Nitrilase
(a)
Asam 3-indol asetaldehid dehidrogenase
(a)
(a) (b)
Asam 3-indol asetat (AIA)
Gambar 1 Skema lintasan pembentukan AIA: (a) lintasan bergantung triptofan (b) lintasan tidak bergantung triptofan (Taiz&Zeiger 2002; Davies 2004; Woodward &Bartel 2005). Ada dua jalur pembentukan AIA (Taiz&Zeiger 2002; Davies 2004; Woodward &Bartel 2005; Saupe et al. 2007) yaitu lintasan bergantung triptofan dan lintasan tidak bergantung triptofan (Gambar 1). Lintasan bergantung triptofan merupakan suatu lintasan biosintesis AIAyang memerlukan triptofan sebagai
6
prekursornya. Perubahan konfigurasi triptofan menjadi AIA dapat terjadi melalui proses:
(1) transaminasi
yang kemudian
diikuti
oleh
dekarboksilasi;
(2)
dekarboksilasi yang kemudian diikuti oleh transaminasi; (3) pembentukan AIA melalui oxime (C=NOH) dan nitril (CN). Lintasan tidak bergantung triptofan merupakan lintasan biosintesis AIA yang tidak secara langsung menggunakan asam amino triptofan sebagai prekursor. Pembentukan AIA menggunakan senyawasenyawa antara dalam lintasan pembentukan auksin (Taiz&Zeiger 2002; Davies 2004; Woodward &Bartel 2005; Saupe et al. 2007). Auksin (AIA) berfungsi dalam proses: (1) perpanjangan sel dan pelenturan dinding sel; (2) diferensiasi sel, misalnya merangsang diferensiasi pada jaringan berkas pengangkut (xilem dan floem); (3) merangsang pembentukan gas etilen; (4) menghambat perpanjanganakar jika diberikan dengan konsentrasi AIA lebih dari 10-6 M; (5) merangsang pertumbuhan akar lateral, dan akar adventif; (6) merangsang pembungaan pada tanaman nenas dan cucurbitaceae; dan (7) mempengaruhi dominasi apikal(Taiz&Zeiger 2002; Davies 2004; Woodward &Bartel 2005; Saupe et al. 2007). AIA yang dihasilkan oleh meristem apikal baik yang di ujung batang maupun di ujung akar akan menghambat pertumbuhan tunas ketiak dan pembentukan akar. Penerapan auksin alami dan sintetis meningkatkan pertumbuhan akar lateral dan akar adventif(Patten & Glick 2002; Bao et al. 2004; Cornejo et al. 2009). Tanamanumumnyamemilikisatuataulebihakarprimerdengan munculdenganpembelahanselperisikeltertentu
(Patten
akarlateral &
Glick
yang 2002).
PertumbuhanakardirangsangolehAIA pada konsentrasiyang relatifrendah (10-12dan109
M)dan dihambatolehkonsentrasiAIAyang lebih tinggi (Alvarez et al. 1989).
Potensi Cendawan Penghasil AIA Asam indol asetatmemegang perananpenting dalam pengendalian proses fisiologis pada tumbuhan. SintesisAIAtidakhanyaterbataspadatanamantinggi saja, tetapi juga disintesis oleh khamir dancendawan berfilamen.Produksi AIA oleh cendawan telah diketahui lebih tinggidibandingkan dengan tumbuhan tinggi, misalnya Lentinussajor-caju dalam menghasilkan 0,18 mg/mL (Yurekliet al. 2003).
7
Produksi AIAolehL. sajor-caju menurun jika medium kultur tidak mengandung sumber nitrogen (N) eksogen dan diinkubasi dengan paparan cahaya(Yurekliet al. 2003). Produksi AIA menjadi meningkat jika medium kulturmengandung sumber N eksogen, pada pH 7,5, dan diinkubasi dalam kondisi gelap, pada mesin penggoyang, serta pada suhu kamar. Dengan demikian, konsentrasiAIApada mediumkultur L. sajor-caju sangat bergantungpada cara inkubasi, suhu, kondisi kultur, pH, dan cahaya(Yurekliet al. 2003). Cendawan
lain
sebagai
penghasil
AIA
ialah
Saccharomyces
cerevisiae,Aspergillus nigerdanColletotrichumgloeosporioides. AIAdiproduksi oleh S. cerevisiae dan A. niger pada medium Czapek dengan penambahan triptofan, dalam kondisi asam (pH 4,0), pada suhu kamar, dan diinkubasi pada mesin penggoyang selama 10 hari di ruang gelap (Bau 1981). Prusty et al.(2004) menyatakan bahwa AIAmempengaruhi pengembangan morfogenetik S. cerevisiae.Pada konsentrasi tinggi, AIAmenghambat pertumbuhan sel-sel S. cerevisiae, sedangkan pada konsentrasi yang lebih rendah menginduksi pembentukan filamen dan adhesi. Penambahan triptofan ke dalam medium umumnya dilakukan karena triptofan merupakan prekursor untuk pembentukan AIA(Taiz & Zeiger 2002; Davies 2004; Woodward &Bartel 2005; Saupe et al. 2007). Penambahan triptofan eksogen ke dalam
medium
kultur
ColletotricumgloeosporioidesdapatmeningkatkanbiosintesisAIA
hingga
2,7kali
(Moar et al. 2004). Penelitian Moar et al. (2004) menunjukkan bahwa enzim untuk sintesis AIA pada tingkatbasal tetap dipertahankanoleh cendawanbahkantanpa adanya triptofan. Namun demikian, triptofanendogen dari cendawantidakmendukung dalam produksi
AIA.
AktivitasenzimatikmeningkatdanAIA
ketikatriptofaneksogentelah
tersediauntuk
cendawan.
bahwaC.gloeosporioides
memproduksiAIA
dapat Hasil
di
dalam
diproduksi
inimenunjukkan tumbuhan
mampumemanfaatkantriptofan eksogen dari tumbuhan. Dengan demikian, tanaman yang terinfeksi oleh C.gloeosporioidesmengandungkadarAIA yang lebih tinggi dibandingkandengantanamantidak terinfeksi(Moar et al. 2004).
8
Subbarayan et al. (2010) telah melakukan penelitian terhadap Colletotricum sp. dalam memproduksi AIA. AIA asal Colletotricum sp. berpengaruh terhadap pembentukan kalus pada kultur jaringan Alternanthera sessilis. AIA yang dihasilkan sebesar 25 ppm dengan penambahan triptofan pada medium Czapek yang diinkubasi di ruang gelap dengan suhu 26°C selama 5 hari. Potensi produksi AIA asal cendawan juga dilaporkan oleh Tuomi et al.(1995). Tuomi et al. (1995) menyatakan bahwa sebanyak 59% kapang yang diisolasi dari kecambah gandum diantaranya ialah Fusarium sp., Alternaria infectoria, Aspergillus flavus, Penicillium chrysogenum, Penicillium corylophilum, Epicoccum nigrum, dan Hypocrea pulvinata mampu memproduksi AIA.AIA diproduksi oleh kapang-kapang tersebut pada kultur dengan sumber karbon yang terbatas (glukosa), sumber nitrogen berupa amonium tartrat, pH 5,8, dan kemudian diinkubasi di atas mesin penggoyang (190 rpm) selama 9 hari pada suhu 27°C di ruang gelap (Tuomi et al. 1995). Sebaliknya, menurut Hasan (2002), hanya F. oxysporum yang mampu memproduksi AIA, sedangkan A. flavus, P. chrysogenum, dan P. corylophilum tidak dapat memproduksi AIA. F. oxysporum yang dikulturkan di dalam 50 ml medium Czapek dengan penambahan pepton 1% sebagai sumber N, dan 1% glukosa sebagai sumber C, dan diinkubasi selama 15 hari pada suhu 28°C dapat menghasilkan AIA(Hasan 2002). Trichoderma virens mampu menghasilkan senyawa kompleks indolik seperti AIA, asam indol asetaldehid (AIAld), dan indol etanol (iet). Senyawa-senyawa ini diduga
berperan
dalam
pertumbuhan
Trichodermasp.IPBCC 09.622 asal
tanaman
(Cornejo
et
al.
2009).
serasah tanaman hutan meranti dapat
memproduksi AIA hingga 12,42 kali lipat dari kontrol setelah penambahan pepton 1% dan 3 kali lipat dari kontrol setelah penambahan triptofan (Imaningsih 2010).
Tanah Masam Tanahasam adalah tanah yang memiliki nilai pHkurangdari7,0. Setengah daritanahsuburdi
seluruh
mengalamipencucianintensifolehair
dunia,
khususnyadi tawar
daerah
yang sehingga
9
selalumengandungprotonbebaspadakonsentrasilebih besar dari1mmol m-3.Misalnya tanahdidaerah
hutan
tropislembab
dantanahdilahan
basah,
tanahnya
sangat
dipengaruhi olehreaksi oksidasi serta aktivitas biota (Sposito 2008). pH tanah sering disebut sebagai variabel utama dan sangat berpengaruh dalam proses dan reaksi kimia di dalam tanah. Semua asam mengandung ion hidrogen dan kekuatan asamnya tergantung kepada derajat ionisasi (pelepasan ion hidrogen) dari suatu senyawaasam (Sparks2003).Berdasarkan derajat kemasamannya, Sparks (2003) menggolongkan tanah menjadi beberapa kelompok yaitu kemasaman tanah:(1) ekstrem masam (pH tanah <4,5); (2) masam sangat kuat (pH tanah antara 4,5-5,0); (3) sangat masam (pH tanah antara 5,1-5,5); (4) moderat masam (pH tanah antara 5,66,0); (5) masam ringan hingga netral(pH tanah antara 6,1-7,3); dan (6) basa ringan (pH tanah antara 7,4-7,8). pH tanah yang masam berpengaruh nyata terhadap mikroorganisme dan kelarutan nutrisi tanaman di dalam tanah (Sparks 2003). pH tanah yang terlalu rendah menyebabkan tidak tersedianya unsur hara tanaman di dalam tanah, seperti hara P, K, Ca, Mg dan unsur mikro yang menyebabkan tanaman kekurangan unsur hara sehingga pertumbuhan dan hasil tanaman tidak optimal (Ispandi& Munip 2005). Hujanasammemilikiefekyang
signifikantidak
hanyapadapohontetapijugapadakimiatanah.Pengapuranhutanjarang dilakukandanhujanasamdapatmenyebabkanpencuciankationnutriensepertiCa2+,
K+,
Mg2+, di dalam tanah, mengakibatkanpH rendahdanlogamberacunsepertiAl3+danMn2+ menjadi larut (Sparks 2003). Lahan tanah masammasih memiliki potensi untuk pengembangan pertanian, baik tanaman pangan,perkebunan, maupun tanaman hutan. Secara alami, tanah ini mempunyai kesuburan yang rendah dan peka terhadaperosi.Wilayah lahan masam denganrelief datar hingga berombak dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan semusim, sedangkanrelief berbukit dapat dikembangkan dengan tanaman tahunanatau perkebunan dan hutan tanaman industri. Teknologi pengelolaanlahan seperti pemupukan untuk memperbaiki kandungan hara tanah, pengapuran untuk
10
meningkatkan pH tanahdan menurunkan reaktivitas Al3+, serta tindakan konservasi tanah sangat disarankan(Suharta 2010). Dewasa ini, lahan tanah masambanyak dimanfaatkan untuk pertanaman perkebunan, seperti kelapa sawit, karet, lada, hutan tanaman industri,dan hanya sebagian kecil untuk tanaman pangan(Suharta 2010).