TINJAUAN PUSTAKA Lingkungan Kumen Hungate (1966) menyatakan bahwa kondisi rumen adalah anaerob dan mikro-organisme yang paling sesuai dapat hidup dan dapat ditemukan di dalamnya. Tekanan osmotis dl dalam rumen mirip dengan tekanan osmotis aliran darah. Suhu di dalam rumen berkisar 38'
- 42'
C. Derajat keasaman (pH) relatif
tetap (mendekati pH netral) dan pH dipemhankan oleh adanya absorbsi asam lemak dan amonia pada dinding rumen. Rurnen tidak menghasilkan enzim pencemaan (enzim selulase), karena tidak terdapat sel-sel kelenjar pada jaringan epitel selaput mukosa, tetapi rumen selalu menerima saliva yang bersifat alkalis dengan karbonat sebagai komposisi utamanya. Saliva yang masuk ke dalam m e n berfimgsi sebagai penyangga dan membantu mempertahankan pH tetap pada 6,s. Hal ini disebabkan oleh karena tingginya ion HC03 dan PO4. Kondisi dalam rumen yang demikian menyebabkan potensial oksidasi dan reduksi sangat rendah (Eh = - 300 sampai - 400 mV). Fase gas tersusun dari C02 (50 - 70 %) dan sisanya merupakan metan (CK). Selama makan hanya sedikit oksigen yang terbawa ke dalam rumen bersama makanan dan cepat sekali termetabolisis (Arora, 1995). Menurut Imai (1998) sejumlah mikroba rumen (bakteri, fungi dan protozoa) menghuni saluran pencemaan (rumen atau sekum) inang sebagai habitatnya karena tempat ini menjamin lingkungan yang stabil, oleh adanya homeostasis serta tersedianya makanan secara berkala. Proses fermentasi oleh mikroba m e n dapat tejadi karena makanan tertahan di dalam retikulo-rumen untuk beberapa lama sebelum menuju ke pencemaan pasca m e n . Hume dan
Warmer (1979) menyatakan di dalam rumen terjadi proses fermentasi oleh sejumlah mikroba yang sangat efisien dalam mencernakm serat kasar. Morfologi dan Sistimatika Protozoa Rumen Menurut Storer et ul. (1979) protozoa merupakan protista bersifat hewan, bersel tunggal dan berukuran mikroskopis. Levine (1995) menyatakan seluruh protozoa adalah organisme eukaryota, mempunyai inti yang dikelilingi oleh selubung inti, memiliki bermacam bentuk seperti bulat telur, memanjang atau tidak beraturan, memiliki satu inti atau Iebih, dan beberapa strdcur organel seperti vakuola makanan dan vakuola kontraktil. Jasin (1989) menambahkan seluruh anggota protozoa tidak merupakan organ atau jaringm. Berdasarkan struktur atau alat geraknya, filum Protozoa dibagi atas empat subfilum yaitu: subfilum Sarcomastigophora, subfilum Sporozoa, subfilum Cnidospora dan subfilum Ciliophora. Subfilum Sarcomastigophora memiliki ciriciri yaitu alat gerak berupa flagelum, pseudopodium atau tanpa alat gerak dan memiliki satu inti. Subfilum Sporozoa tidak memiliki alat gerak dan vakuola kontraktil, semua anggotanya bersifat parasit. Subfilum Cnidospora, memiliki spora yang mengandung satu hingga empat filamen. Subfilum Ciliophora, memiliki silium paling tidak pada satu stadium dalam siklus hidupnya dan dua tipe inti (makronukleus dan mikronukleus) (Storer et al., 1979). Levine (1995) mengelompokkan protozoa rumen ke dalam filum Ciliophora. Semua filurn ini mempunyai silium atau organel-organel silium majemuk paling sedikit satu stadium dalam siklus hidupnya, dua tipe inti (makronukleus dan mikronukleus), reproduksi aseksual terjadi melalui pembelahan biner secara transversal clan reproduksi seksual melalui konjug-asi
atau autogami. Menurut Ogimoto dan Imai (1981) sebagian besar protozoa rumen berukuran mikroskopis dengan panjang 4
-
200 mikrometer:Berdasarkan tipe
infrasiliatumya, filum Protozoa rumen seluruhnya termasuk dalam kelas Kinetofrabminophoasida dengan ciri-ciri infrasiliatur oral hanya sedikit berbeda dengan infrasiliatur somatik. Menurut Levine (1995) kelas Kinetofragminophoasida dibagi menjadi dua subkelas berdasarkan posisi sitosoma yaitu Gymnostomatasina dan Vestibuliferasina. Pada subkelas Gymnostomatasina, daerah sitosoma superfisial, di apeks atau di subapeks dan tanpa vestibulum. Subklas ini terdiri atas satu ordo yaitu Prostomatidorida, dimana sitosoma terletak dl apeks atau di subapeks. Pada ordo ini hanya ada satu famili yaitu Buetschliidae. Menurut Ogimoto dan hnai (1981) ciri-ciri famili Buetschliidae, tubuh berbentuk bulat telur hingga memanjang, makronukleus bulat, silium menutupi seluruh atau sebagian permukaan tubuh, ada sebuah vakuola "concretion". Menurut Levine (1995) pada subkelas Vestibuliferasina, seluruh anggota subkelasnya memiliki vestibulum. Subkelas Vestibuliferasina terbagi atas dua ordo yaitu ordo Trichostornatorida dan crdo Entodiniomorphidorida. Ordo Trichostomatorida memiliki sitosoma apeks atau subapeks dan satu vestibulum. Pada ordo ini ditemukan lima famili: Isotrichidae,
Paraisotichidae,
Balantiidae,
Pycnotrichidae
dan
Blepharocorythidae, tetapi dari lima famili tersebut hanya dua famili (Isotrichidae dan Blepharocorythidae) yang menghuni rumen ruminansia. Famili Isotrichidae memiliki tubuh memanjang mirip Paramecium, silium somatik seragam dan menutupi seluruh permukaan tubuh, tanpa vakuola kontraktil. Famili Blepharocorythldae memilib vestibulum yang jelas, tubuh ramping, silium
ditemukan pada ujung anterior dan posterior tubuh. Ordo Entodiniomorphidorida, tidak memiliki siliatur somatik tetapi diganti oleh zona-zona silium, pelikel kokoh dan kadang-kadang rnenonjol keluar menjadi duri. Seluruh anggota ordo Entodiniomorphidorida
di
dalam
rumen
ruminansia
adalah
famili
Ophryoscolecidae, sedangkan famili lainnya Cyclosposthiidae, Polydiniellidae, Spirodiniidae, .Ditoxidae, Telrnodiidae dan Traglodytellidae menghuni sekuln kuda, tapir, gajah, badak, kuda nil dan monyet (Ogimoto clan Imai, 1981). Ciri-ciri famili Ophryoscolecidae kornpleks, tubuh bulat telur dan pipih, silium terbatas pada daerah mulut (peristoma) atau daerah yang berdekatan dengan anterior tubuh, permukaan tubuh ditutupi oleh pelikel tanpa siliurn. Pelikel sering berkembang membentuk tonjolan duri di ujung posterior tubuh. Permukaan pelikel memiliki rigi yang khas pada masing-masing spesies. Zona silium dibagi
dua yaitu silium oral dan silium adoral. Sel dibagi menjadi endoplasma dan ektoplasma. Endoplasma relatif tipis, mengandung butiran pati, bagan tanaman
dan bakteri, sedangkan ektoplasma tebal terdiri dari satu atau lebih vakuola kontrahtil dan granula-granula amilopektin. Anus terdapat pada ujung anterior tubuh dengan rektum yang pendek mengarah pada endoplasma. Makronukleus berbentuk batang atau tak beraturan. Sebuah mikronukleus terletak pada sisi mikronukleus kecuali selama pembelahan sel. Pada spesies berukuran besar ada keping kerangka yang tersusun atas bahan-bahan polisakarida di dalam ektoplasma (Imai, 1998). Menurut Hungate (1966) protozoa rumen dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu holotrika (siliurn ada di sekitar tubuhnya) dan oligotrika (silium hanya ada di sekitar mulut). Kelompok holotrika memiliki morfologi yang
sederhana meliputi spesies Isolrichu dan Dasytriclzu sebaliknya kelompok oligotrika memiliki bentuk yang kompleks meliputi spesies Entodiniunz, Epidinium, Diplodinium, dan Opl7ryoscolex
Imai (1981); Levine (1995), mengusulkan klasifikasi protozoa rumen berdasarkan ciri-ciri morfologi sebagai berikut: Filum: Ciliophora Doflein, 1901 Kelas: Kinetofragminophora De Puytorac et a/., 1974 Subkelas (1): Gymnostomata Butschli, 1889 Ordo 1: Prostomatida Schewiakoff, 1896 Subordo (1): Archistomatina De Puytorac eta/., 1974 Famili: Buetschliidae Poche, 1913 Genus: Buetsclzliu Schuberg, 1888 Subkelas (2): Vestibuliferida De Puytorac et a/., 1974 Ordo 1: Trichostomatida Butschli, 1889 Subordo (1): Trichostomatina Butschli, 1889 Famili: Isotrichidae Butschli, 1889 Genus: Isotricha Stein, 1859 Genus: Oligoisotricha Imai, 1981 Genus: Dasytricha Schuberg, 1888 Subordo (2): Blepharocorythina Wolska, 1971 Famili: Blepharocorythidae Hsiung, 1929. Genus: Charorina Strand, 1928 Ordo 2: Entodiniomorphida Dolflein& Reichenow, 1929 Subordo: Entodiniomorphina Dolflein & Reichenow, 1929 Famili: Ophryoswlecidae Stein, 1859 Subfamili: Entodiniinae Lubinsky, 1957 Genus: Entodinium Stein, 1859 Subfamili: Diplodiniinae Lubinsky, 1957 Genus: Diplodinium Schuberg, 1888 Genus: Eodinium Kofoid & Maclennan, 1932 Genus: Eudiplodinium Dogiel, 1927 Genus: Ostracodinium Dogiel, 1927 Genus: Enoploplastron Kofoid & Maclennan, 1932 Genus: Metadinium Awerinzew & Mutafowa, 1914 Genus: Elytroplasiron Kofoid & Maclennan, 1932 Genus: Polyplastron Dogiel, 1927 Subfamili: Ophryoscolecinae Lubinsky, 1957 Genus: Epidinium Crawley, 1923 Genus: Epiplastron Kofoid & Maclennan, 1933 Genus: Ophistlzolrichum Buisson, 1923 Genus: Oplz~~oscolex Stein, 1959 Genus: Caloscolex Dogiel, 1926
Jumlah dan posisi silium, bentuk makronukleus, jumlah dan letak vakuola kontraktil, jumlah dan letak keping kerangka menjadi karakter tetap yang digunakan sebagai kriteria untuk identifikasi genus dan spesies dalam famili Ophryoscolecidae (Gambar 1) (Imai, 1998). Ditambahkan oleh Williams dan Coleman dulanz Hobson (1988) bahwa ukuran dan bentuk tubuh, bentuk dan panjang makronukleus serta jumlah duri juga digunakan sebagai kriteria identifikasi.
Gambar 1. Struktur tubuh dari Po(vplasiron nzulfivesiculatu~n Keterangan : OP = Operkulum, LCZ = Zona silium kiri, ACZ = Zona silium adoral, Mi = Mikronukleus, Ma = Makronukleus, CV = Vakuola kontraktil, SP = Keping kerangka, R = Rektum, CP =Anus. (Sumber Imai, 1998)
Honigberg et al. (1 964); Levine el 01. (1 980) dan Lee et al. (1985) dulanz Hobson (1988) mengusulkan klasifikasi kelompok holotrika berdasarkan ukuran tubuh dan posisi silium seperti dalam Tabel I: Tabel 1. Klasifikasi holotika rumen
Sumber: Hobson (1988) Populasi dan Kelimpahan Protozoa Rumen
Populasi protozoa rumen didominasi oleh siliata sedangkan flagelata banyak terdapat pada anak sapi (pedet), sebelum populasi siliata berkembang (Bird, 1991). Lebih dari 250 spesies siliata telah ditemukan di dalam rumen berbagai ruminansia (Imai, 1998). Dogie1 (1935) dala~n.Ogimoto dan Imai (1981) menemukan 100 spesies siliata dari ruminansia domestik dan ruminansia liar, sedangkan Kofoid dan Mac Lennan (1933) dalam Ogimoto dan Imai (1981) menemukan 109 spesies siliata rumen dari sapi zebu (Bos indicus) di India dan Srilangka. Populasi protozoa jumlahnya bertarnbab dua kali dalam satu hari dengan cara membelah diri. Hampir dalam jumlah yang sama protozoa yang bertambah tersebut tehawa ke saluran pencemaan bagian belakang (omasum dan abomasum) inang bersama-sama ingesta untuk dicernakan (Hungate, 1966). Bertambahnya
ju~nlahpopulasi protozoa rumen karena adanya proses reproduksi. Ada dua tipe reproduksi yaitu reproduksi aseksual dengan membelah diri dan reproduksi seksual dengan konjugasi (Ogimoto dan Imai, 1981). Konjugasi sering diamati pada protozoa yang didapat dari cairan rumen segar. Genus-genus yang melakukan
konjugasi
yaitu
Entodinium, Diplodiniurn,
Epidinium,
dan
Ostrucodiniunz. Konjugasi juga diamati pada Op/zryoscolex pur4yne di dalam
medium kultur sel tunggal. Pada holotrika konjugasi terjadi melalui penyatuan bagian permukaan tubuh, sedangkan pada Entodimorphida konjugasi terjadi melalui penyatuan bagian mulut, selanjutnya inti garnet berpindah dan saling bertukar melalui bagian yang menyatu ini (Hungate, 1966). Dalam reproduksi secara aseksual, siliata membelah secara transversal hingga terbentuk dua individu Di dalam proses pembelahan genus Diplodinium, silium dan keping kerangka dipertahankan oleh sel induk sedangkan silium dan keping kerangka '
.
barn dibentuk dalam belahan sel anak. Dalam genus Entodinium, pembelahan tejadi selama 15 menit yaitu dimulai dari awal pembelahan hingga membentuk dua individu yang kornpleks (Hobson, 1988). Famili Ophryoscolecidae selalu dominan di dalam rumen yaitu lebih dari 80% populasi siliata rurnen, sedangkan famili Blepharocorythidae dan farnili Buetschliidae memiliki kelimpahan yang rendah di dalam rumen tetapi dominan di &lam sekum seperti terdapat pada kuda, tapir dan kuda nil (Imai, 1998). Franzolin et al. (1990) melaporkan adanya perbedaan kelimpahan protozoa antara kerbau jantan (Mediterrarnean buffalo) dengan sapi jantan (persilangan Flamengo dan sapi Zebu) di Brasilia. Kelimpahan protozoa lebih rendah pada kerbau yaitu 12,6 x lo4 per mililiter cairan rumen sedangkan pada sapi 19,4 x lo4
per mililiter cairan rumen. Sugiri et ul.(l993) tidak menemukan perbedaan kelimpahan protozoa dalam cairan rumen kerbau lumpur dan sapi onggol di pulau Jawa. Ogimoto dan Imai (1981) menyatakan kelimpahan protozoa di dalam rumen berkisar dari 10'
-
10' per mililiter cairan rumen pada hewan yang sehat.
Kelimpahan protozoa di dalam rumen banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti individu, jenis spesies, jenis pakan, umur dan lingkungan. Fluktuasi dan populasi protozoa rumen sering dikaitkan dengan pola dan jenis pakan. Jika temak banyak mengkonsumsi pakan yang mudah dicema maka populasi Isotrichu prostarnu dan Isotriclzu intestinalis akan meningkat (Nasution, 1989). Pemberian makan lebih dari satu kali dapat membantu memperkecil fluktuasi harian protozoa di dalam m e n . Dengan sering memberi makan ruminasi akan bertambah, aliran saliva akan lebih banyak sehingga saliva yang masuk ke dalam rumen berfungsi sebagai penyangga dan membantu mempertahankan $3. Keadaan kelaparan atau kekurangan makanan jangka lama merupakan faktor utama penyebab berkurangnya jurnlah protozoa. Rendahnya pH rumen mengurangi populasi protozoa secara ekstrim (Arora, 1995) Pengaruh pakan terhadap kelimpahan protozoa telah dipelajari Dehority dan Orpin (1988). Pada kambing yang di beri pakan jerami kering-kosentrat, kelimpahan protozoa didapatkan berkisar 7 - 12 x 10' per mililiter cairan rumen sedangkan dengan pakan jerami kering saja berkisar 2 - 4 x 10' per miliiiter cairan rumen. Peningkatan kelimpahan protozoa juga ditemukan pada sapi dan kerbau air bila kosentrat ditambahkan ke dalam diet. Bila persentase kosentrat (biji-bijian) di dalam diet dinaikkan hingga 60 % atau lebih maka akan terjadi penurunan nilai pH rurnen, yang mengakibatkan
penurunan kelimpahan protozoa. Bila perbandingan 40 - 50 % bahan berserat kasar di dalam makanan akan meningkatkan jumlah populasi protozoa (Hobson, 1988). Makan berkali-kali dapat menghambat fluktuasi PI-I rumen dan berpengaruh terhadap kelimpahan protozoa rumen. Ketika kerbau diberi pakan dua kali sehari, pH rumen berkisar 5, 85 - 6,65 akan tetapi jika enam kali sebari, fluktuasi pH rurnen berkisar hanya antara 6, 15 - 6,4 (Dehority dan Orpin, 1988). Pada ruminansia liar, perubahan musim mengakibatkan perubahan kelimpahan protozoa di dalam rumennya (Hobson, 1988). Kelimpahan protozoa menurun pada rusa "mule" (mule deer) di Utah dan rusa ekor putih (white-tailed deer) di Texas selama musim dingin (winter). Penurunan kelimpahan protozoa juga tejadi pada rusa merah (red deer) selama musim dingin di dataran tinggi Skotlandia, tetapi kelimpahan spesies Entodinium unteronucleatum pada rusa ini justru meningkat (Westerling, 1970). Kelimpahan protozoa pada sapi zebu di Sinegal rneningkat dua kali lipat pada musim hujan yaitu 12 x 10"r
mililiter cairan rumen dengan keragaman,
genus Entodinium antara 35 - 85%, Epidinium 6%, Holotriku 7% clan sisanya genus Diplodinium sedangkan pada musim bersalju diperoleh kelimpahan 5,9 x 10"r
mililiter cairan rumen dengan keragaman, genus Entodinium 89%,
Diplodiniu~n5,7%, Holotriku 42% (Hobson, 1988). Kelimpahan spesies protozoa rumen dapat beragam pada setiap ruminansia. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelimpahan tersebut disebabkan oleh lokasi geografis, perbedaan diet, asal hewan clan isolasi dengan ruminansia lainnya (Dehority dan Orpin, 1988).
Kelimpahan protozoa rumen dan jumlah spesies per hewan pada kerbau air dan sapi menurut Hobson (1988) yang diambil dari berbagai pustaka pada berbagai lokasi geogafi diperlihatkan dalam (Tabel 2).
Keterangan :
" Kepustakaan : (1) Imai,
1985; (2) Irnai dan Ogimoto, 1984; (3) Dehority, 1979; (4) I y i et al, 1981b; ( 5 ) Shimizu et al, 1986; (6) Dehority, 1986a; (7) Imai et al, 1982. Rata-rata dan kisaran, Kisaran tidak dilaporkan, ' Kerbau air, " Sapi zebu, ... "'Sapi
Peranan Protozoa di dalam Rumen Peranan protozoa pada saat ini masih dipertanyakan keberadaanya di dalam sistim pencemaan. Sebagian ahli nutrisi ruminansia menganggap bahwa protozoa tidak esensial dengan alasan sapi dapat hidup tanpa kehadiran protozoa di dalam rumennya. Keberadaan populasi protozoa dan kondisi pakan yang rendah gula dan pati, protozoa ini akan memangsa bakteri yang merupakan mikroba utama di, dalarn rumen. Yokohama dan Jhonson (1988) menyatakan protozoa dan bakteri bersaing dalam menggunakan beberapa bahan makanan, protozoa akan mengunakan bakteri sebagai sumber protein untuk kehidupannya sehingga jumlah bakteri dalam rumen berkurang sampai setengah atau lebih. Pendapat yang
sama dinyatakan oleh Arora (1995), protozoa menelan bakteri dan hidup darl bakteri serta memperoleh tambahan sumber protein dan pati dari ingesta rumen. Pemangsaan bakteri oleh protozoa akan mengurangi biomasa bakteri yang bebas dalam cairan rumen sekitar 50 - 90 %, dapat menurunkan kolonisasi bakteri pencema partikel makanan (Preston dan Leng, 1987). Menurut Bird ef a[. (1990) bahwa protozoa memberikan sumbangan tidak bcgitu besar artinya bagi nutrisi temak inang. Sebagian biomassa protozoa tidak tersedia bagi pencemaan pasca m e n , ha1 ini karena protozoa dapat bergerak sehingga dapat terhindar dari aliran ingesta dan bertahan di dalam rumen. Akibat dari kenyataan ini hanya sebagian kecil saja protozoa yang mengalir ke organ pasca rumen (Leng er al., 1986). Menurut Nolan et 01. (1989), aliran protein mikroba serta protein pakan ke organ pencemaan pasca rumen akan lebih banyak jika protozoa tidak ada. Pendapat ini di dukung oleh Merchen dan Tigemeyer (1992), bahwa defaunasi dapat meningkatkan aliran protein kasar ke organ pasca rumen sebesar 18 % dengan rincian peningkatan protein asal bakteri 14% dan protein bukan bakteri 25%. Adapun pendapat yang mendukung keberadaan protozoa mempunyai alasan bahwa protazoa dapat mempertahankan pH melalui pengamanan pakan yang mudah difermentasi (Readily Fermentable Carbohidrate / RFC). Protozoa rumen biasanya segera menyimpan atau menumpuk karbohidrat mudah larut yang berasal dari pakan di dalam tubuhnya, dengan cara ini laju konversi RFC yang terlalu cepat oleh aktifitas fermentasi bakteri menjadi asam laktat dapat dicegah oleh protozoa. Laju konversi RFC yang terlalu cepat menjadi asam laktat dapat
mengakibatkan penurunan pH. Penurunan pH secara drastis akan berakibat buruk terhadap populasi mikroba rumen (Kaufmann GI u1.,1980). Jouany dan Ushida (1989) menunjukkan bahwa kecemaan dinding sel karbohidrat lebih tinggi pada temak yang mengandung protozoa normal. Hal ini kemungkinan disebabkan karena protozoa mempunyai pengaruh yang positif terhadap kecernaan dinding sel. Kecemaan pada hewan defaunasi akan menurun bila pati terdapat dalam juinlah yang tinggi dalam pakan. Beberapa jenis protozoa mempunyai kemampuan untuk menghancurkan dinding sel tanaman, selanjutnya dinyatakan juga bahwa beberapa jenis protozoa membutuhkan bakteri sebagai sumber pakannya (Vandest, 1982). Preston dan Leng (1987) menyatakan bahwa protein baik yang berasal dari tanaman maupun bakteri kemungkinan merupakan sumber protein utama bagi protozoa m e n . Pati adalah substrat yang paling penting sebagai sumber energi protozoa, yang m e ~ p a k a ngula atau karbohidrat yang mudah larut. Aktivitas protozoa memangsa bakteri di dalam m e n dapat memberikan arti yang positif, yaitu proses tersebut pada akhimya memberikan pasokan nitrogen (asam amino dan peptida) ke dalam rumen yang merupakan hasil lisis bakteri (Williams dan Coleman, 1988). Protozoa dapat menjadi sumber protein di dalarn m e n dengan jalan akumulasi protein bakteri menjadi protein protozoa di dalam rumen (Church, 1988). Mikroba m e n mengandung 80% nitrogen dan 0,61% sulfur, kandungan selenium sangat bewariasi antara 0,04 dan 1,90 ppm. Jika pakan mengandung nilai protein yang rendah, keberadaan protozoa di dalam rumen akan dapat meningkatkan nilai pakan sehingga hijauan pakan akan lebih baik karena kualitas
protein protozoa lebih baik dari protein bakteri (Whanger, Weswig dan Oldfield, 1978). Protozoa dapat menstabilkan fermentasi sehingga dapat berfungsi sebagai penyangga, karena mempunyai kemampuan memecah pati lebih lama dibandingkan dengan bakteri (Jouany dan Ushida, 1989). Menurut Jaouany (1991) proses penurunan pH secara drastis berlaku pada kelompok temak yang diberi ransum kaya akan sumber karbohidrat (gula terlarut tinggi), sehingga protozoa diperlukan peranannya untuk mempertahankan pH. Amilopektin merupakan simpanan energi bagi protozoa digunakan apabila substrat dalam lingkungan rurnen berkurang. Sebanyak 82% gula diserap oleh holomka, dapat disimpan sebagai amilopektin. Simpanan amilopektin oleh holotrika maksimal 2 - 4 jam sesudah inang makan. Kebanyakan gula dapat digunakan oleh beberapa genus dari kelompok holotrika dalam proses fermentasi (Hungate, 1966). Dasyt+icha mengandung enzim untuk menghidrolisis maltosa, selulosa, eskulin, arbutin, salisin. fsotriclta tidak dapat mengunakan maltosa, tetapi mengunakan pati. Dusyfricha dapat menghidrolisis maltosa, tetapi tidak dapat mengunakan pati (Hungate, 1966). Hal'yang sama juga di kemukakan oleh Arora (1995) bahwa holotrika terutama memecah gula terlarut seperti glukosa, maltosa, sukrosa, dan pati terlamt serta melepaskan asam asetat, asam butirat, asam laktat, C02,, hidrozen dan amilopektin (Arora, 1995): Jika temak banyak mengkomsumsi pakan yang mudah dicema maka populasi fsotriclza prosloma, fsotricha intestittalis akan meningkat. Kedua spesies ini &pat memanfaatkan glukosa, mtktosa, inulin, levans, granula dan pektin, ?
tetapi tidak dapat memanfaatkan manosa, maltosa dan glukosianin. lsoiricha pro.s/omu, Isolriclza
inleslinulis
menyimpan
karbohidrat
dalam
bentuk
amilopektin. Jika spesies ini terns-menems mencema gula selnya dapat pecah karena tidak mempunyai kontrol kimiawi. I.solricl?a dapat membentuk asam asetat, butirat, laktat serta Hz dan COz (Church, 1979). Asetat adalah prekursor untuk sintesis asam-asam lemak yang lebih tinggi (Lloyd ei ul., 1989). Oligotrika pemecah selulosa tetapi holotrika tidak me~npunyaisifat ini. Pati secara ak
hijauan dan protozoa lainnya yaitu yang lebih kecil, sclain itu dapat memanfaatkan pati, glukosa, asam amino, p u r i ~primidin dan bakteri (Coleman, 1980 dulum sugiri eta/., 1992). Genus Epidiniun~ melimpah pada sapi yang makan pati dengan perbandingan yang tinggi di dalam pakannya. Enzim maltase dan a amilase ditemukan pada Enfodiniu~n.caudutu~n dan Epidiniuriz caudaiutn. Protozoa mengandung lebih banyak enzim amilase dari pada bakteri (Hungate, 1966). Komposisi genus protozoa di pengamhi oleh pakan hewan inang. Persentase genus Eniodiniutn, Isotriclza, Dasylriclw, Eudiplodiniutn dan Meludinium meningkat, bila hewan inang makan rumput segar atau rumput kering. Subfamili
Diplodiniinae seperti Ez~diplodiniunz,Metudinium dapat memfermentasi bahanbahan selulosa (liungate, 1978 dulum h a i , 1994). lliplodinium ruminulum memfermentasikan glukosa, fruktosa, sukrosa,
inulin, levans, pektin, maltosa, galaktosa, selobiosa dan beta-glukosida seperti salisin. Diplodinium ruminalum dapat memproduksi metan (Church, 1979). Spesies ini tidak dapat memfermentasi pati (Llyoid ef a/., 1989). Arora (1995) mengatakan bahwa sejumlah protozoa seperti Polypluslron multivesiculutunz dan Opltryoscola ~ricoronatusmernpunyai aktifitas mencema
selulosa. Protozoa ini memecah selulosa dan melepaskan selubiosa dan glukosa Asam lemak terbang (VFA) m e ~ p a k a nproduk akhir hasil fermentasi, memberikan 213 energi dari makanan inang dan nuninansia secara langsung meng_rmnakan energi tersebut (Lloyd, 1989). Pencemaan karbohidrat secara normal menghasilkan tiga asam lemak terbang yaitu asetat, propionat dan butirat serta COz dan C&. Konsentrasi asam lemak terbang dalam rumen 60 sampai 120 mol per liter, nilai ini bervariasi bergantung jeris pakan, peningkatan rasio asetat menjadi rasio propionat. Komponen gas-gas dalam rumen yaitu C02, C&
.HZ,
Oz ,clan Nz (Stevens et ul., 1979 dalam Sugiri el al., 1994). Persebaran dan Komposisi Protozoa Rumen Menurut Imai (1998) beberapa spesies protozoa rumen tersebar pada banyak spesies ruminansia, tetapi sebagian spesies protrozoa rurnen tersebut ada yang hanya terbatas pada satu atau beberapa spesies ruminansia saja. Genus Entodittiunt, Diplodiniutn, Ostrucodinium dan Epidinium memiliki persebaran
Ogimoto dan Imai (1 981) melaporkan persebaran protozoa menurut genus antara tahun 1925 - 1981 seperti tertera pada Tabel 3.
Tabel 3. Penyebaran protozoa menurut genus pada berbagai inang
Keterangan : + = ada ; 1. Entodiniuriz, 2. Diplodiniunz, 3. Eodiniu~n,4. Erenzoplustron, 5. Eudiplodiniu~n, 6. Diploplastron, 7. Metadiniunz, 8. Polyplastron, 9. Elylroplaslron, 10. Ostracodinium, 11. Enoploplas/rorz, 12. Epidinium, 13. Epiplastron, 14. Oplzryoscolex, 15. Oplzistlzotriclzum ;- = tidak ada
Kompsisi protozoa m e n dipengaruhi oleh faktor-faktor filogenetik dan wilayah persebaran inang, selain itu komposisi protozoa m e n juga dipengaruhi oleh jenis pakan dan kondisi fisiologi inang (Ogimoto dan Imai, 1981). Williams dan Coleman (1988) mengumpullcan data dari berbagai pustaka mulai tahun 1923 - 1986, dan melaporkan persebaran dan komposisi protozoa holotrika seperti tertera dalam Tabel 4. Tabel 4. Penyebaran protozoa holotrika pada berbagai inang
Sumber: Hobson (1988) Keterangan: + ada ; 1. Dasylricl7a rutizi1iar7/ium, 2. Isoctricl7a prostulna, 3. Isoctrichu intestinalis, 4. Oligoisotricha bubali, 5. Microcetus lappus, 6. Buersclzlia parva, 7. Parabundeleia ruriziriantizm~,8. Polynzorplzella bovis, 9. Blepltarocorzus krugereizsis, 10. Cltaroritza ver7triculi, 11. Clzarorirza equi, 12. Paraisotricha sp.; - tidak ada.
Faktor filogenetik dari inang mempengaruhi jumlah spesies protozoa di dalam rumen. Pada famili Bovidae khususnya ternak sapi dan kambing cenderung memiliki jumlah spesies protozoa rumen lebih tinggi, dibandingkan famili Cervidae dan Tragulidae (rusa dan kancil). Jumlah spesies protozoa rumen umumnya rendah pada hewan peranggas (browser) seperti rusa, kijang dan kancil karena hewan ini makanannya selektif dan rendah serat, sedangkanjumlah spesies protozoa tinggi pada hewan perumput (grazer) seperti sapi, kerbau, domba dan bison karena makanannya tidak selektif dan mengandung serat kasar (Imai, 1981). Pengaruh faktor geografi, meskipun kekhususan inang terhadap protozoa rumen sangat tinggi, tetapi transfaunasi protozoa rumen dapat saja tejadi di antara inang (Irnai et al., 1994). Transfaunasi protozoa rumen dapat tejadi di antara spesies inang yang berbeda bila mereka ditempatkan berdekatan satu sama lain, sehinga spesies inang yang berbeda dapat saja memiliki komposisi protozoa rumen yang sama, namun sebaliknya inang dari spesies yang sama dapat saja memiliki komposisi protozoa rumen yang berbeda jika mereka terisolasi atau terpisah secara geografis (Imai, 1998). Genus Oplnyoscolex tidak ditemukan pada sapi dan domba di Selandia Baru, genus ini juga tidak ditemukan di Australia, sebaliknya 50% kambing di Jepang memiliki genus ini di dalam rurnennya (Dehority dan Orpin, 1988). Polyplastron rnultivesiculaturn mempakan spesies protozoa @ling umum ditemukan di Amerika serikat, Eropa dan Jepang tetapi tidak terdapat di Selandia Baru atau dalam rumen Ros indicus dan Bos tuurus di India dan Seilon. Di Brasilia spesies ini jumlahnya sangat rendah, ditemukar, hanya pada satu spesies inang yaitu Bos tuurus. Sedangkan genus Epidinium pada kerbau dan sapi tidak ditemukan di wilayah Mesir (Egypt) (Hobson, 1988).
Pengaruh faktor transfaunasi, komposisi protozoa rumen pada ruminansia sangat dipengaruhi oleh induknya. Hungate (1966) menyatakan hewan muda difaunasi oleh induknya seminggu setelah lahir. Perpindahan protozoa ini hanya terjadi melalui kontak langsung melalui mulut, ketika induk menjilat mulut anaknya dan sejumlah protozoa terbawa bersama-sama air ludah dan cairan digesta. Faunasi juga dapat tejadi bila makanan terkontaminasi oleh protozoa rumen karena prilaku ruminasi dan di makanan oleh ruminansia lain. Fakor antagonisme (interaksi predator dan mangsa) di antara spesies protozoa juga mempengaruhi komposisi protozoa di dalam rumen. Menurut Ogimoto dan Imai (1981) jika m e n dihuni oleh spesies tertentu spesies lain tidak dapat menetap di dalam m e n . Salah satu penyebab antagonisme ini adalah interaksi antara predator-mangsa yaitu antara Polypastron multivesiculatum dan
.
,
Epidinium ecaudatum. Ketika cairan m e n mengandung Epidinium'~ecaudatum ditambahkan
pada
cairan
m e n
yang
mengandung
Polyplastron
multivesiculatum, spesies ini dengan cepat memangsa (maelan) Epidiniun~ ecaudatum. Dengan demikian kedua spesies ini tidak dapat menghuni individu inang secara bersama. Secara umum Diploplastron afine menghuni cairan rumen yang mengandung Polyplastron multivesiculatum. Selanjut Eadie (1967) dalam Ogimoto dan Imai (1981) membagi komposisi protozoa rumen ke dalam dua kelompok, tipe A mengandung Polyplastron nzultivesiculatum dan DiplopIastron AfJine dan tipe B mengandung Epidinium ecaudatum dan Eudiplodinium maggii.
Imai et a/. (1979) dalum Ogimoto dan Imai (1981) menyelidiki komposisi protozoa rumen dan membaginya seperti yang terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi spesies protozoa rumen Tipe A
Tipe B
Tipe K
Epidi~rirmnlecandalr~n~ ecarrdarrrt~~ spesies 1'0ly)la.slrorr n~rrltivesic~~lalr~~n E/~idinitrn~ ecarrdafrrn~carrdnlrr~~~ E'ytrop/as/ro/rbnbali ~h~~~~ /liplo/~la.s/rotraffine 0r)hrvoscolex candarns 1~11oploplastro11 lriloricall~m Spesies Erernoplasto~rspp. 13a.\yt1'ic/1ar ~ r ~ r ~ i ~ ~ a n t i l m ~
.
. -
I
I
Sumber : Ogimoto dan Imai (1981)
I