5
TINJAUAN PUSTAKA Kompleks Alkil Ditiokarbamat Senyawa ditiokarbamat merupakan senyawa organosulfur yang memililki aplikasi luas. Senyawa turunan ditiokarbamat telah disintesis lebih dari 30 tahun yang lalu dan telah banyak laporan tentang aktivitas farmakologinya misalnya sebagai antimikroba, antivirus, tuberkulostatik, dan anticholinergik. Senyawa ditiokarbamat juga digunakan sebagai akselarasi dalam vulkanisasi, zat tambahan pelumas (lubricant additive) tekanan ekstrim, pestisida, dan antioksidan (Kaludjerovic eT al. 2002). Senyawa kompleks Cu(II)ditiokarbamat telah berhasil digunakan sebagai prekursor sumber tunggal untuk pembentukan film CuS semikonduktor. Besi (II) dan besi (III) ditiokarbamat telah dikaji untuk menjelaskan fenomena spincrossover, penangkap radikal NO dan sebagai antioksidan dan pro-oksidan dalam sistem biologis. Sifat optik dan elektrotermal dari ditiokarbamat dapat secara efektif digunakan untuk mengkonstruksi sensor molekul dan makromolekul. Peranan kompleks Zn tiolat dalam sistem biologis menstimulasi beberapa kajian tentang senyawa koordinasi Zn dengan ligan sulfur. Kompleks Zn dengan ligan NCS2 merupakan suatu hal yang menarik untuk dijadikan model secara struktur dan spektroskopi dalam sisi pengikatan logam dalam sejumlah protein metalloteonein dan metalloregulatori. Vasiliev & Polackov (2000) telah melakukan kajian sintesis dan struktur dari zinc(II)-bis(dibutilditiokarbamat). Ditiokarbamat telah ditemukan bereaksi sebagai ligan bidentat dan melakukan koordinasi dengan logam melalui kedua atom sulfurnya dan kedua kompleks logam transisi yang terkoordinasi tetra dan heksa. Sejumlah besar senyawa ditiokarbamat diketahui terikat dengan CS2 dalam pola koordinasi 1-end on, 2-side or in 3-coordination. Siddiqi et al. (2006) telah melakukan sintesis one-pot
kompleks logam ditiokarbamat yang baik melalui prosedur cetak
(template). Disebutkan bahwa struktur yang mungkin terbentuk seperti pada Gambar 2 (untuk logam dengan bilangan oksidasi 2 yaitu Mn2+, Fe2+, Co2+, Ni2+, Cu2+, Zn2+, Cd2+ and Hg2+) dan Gambar 3 (untuk logam dengan bilangan oksidasi 3 yaitu Cr3+, Fe3+).
6
S
S N
HN
C
M
N
C
HN
N
S
S NH
NH
S
S
N
C
M
C
S
S
Gambar 2 Struktur senyawa kompleks dari logam dengan bilangan oksidasi 2 (MCl2) S
S N
HN
C
M
N
C
HN
N
Cl
Cl
S
S NH
NH
S
S
N
C
M
C
S
S
Gambar 3 Struktur senyawa kompleks dari logam dengan bilangan oksidasi 3 (MCl3) Shahzadi et al. (2006) telah melakukan sintesis, karakterisasi spektrum, dan sifat
biosida
dari
senyawa
kompleks
kloro-diorganotimah(II)piperidil
ditiokarbamat. Sintesis dilakukan melalui reaksi antara piperidina dengan CS2 pada suhu ruang selama 2 jam untuk menghasilkan ditiokarbamat, kemudian ditiokarbamat direaksikan dengan diorganotimah(II)klorida sehingga diperoleh senyawa kompleks logam timah ditiokarbamat (alur sintesis seperti pada Gambar 4). S N
NH
+ CS2
SH
S N
C
S SH
+
R2SnCl2
N
R Sn
S
R Cl
Gambar 4 Alur sintesis kompleks logam timah dialkilditiokarnbamat
7
Kajian Struktur dan Sifat Kompleks Alkil ditiokarbamat Identifikasi keberhasilan sintesis senyawa kompleks alkilditiokarbamat dapat dilakukan dengan beberapa teknik/metode. Teknik identifikasi keberhasilan dan sekaligus karakterisasi sifat fisiknya dapat diringkas sebagai berikut: 1. Analisis elementer (unsur) Analisis elementer merupakan analisis unsur-unsur penyusun dari suatu material. Analisis elementer dapat menunjukkan komposisi unsur penyusun dari material sehingga dapat diprediksi rumus empirisnya. Analisis elementer yang biasa yang dilakukan untuk senyawa kompleks adalah analisis karbon, nitrogen, sulfur dan logam penyusunnya. Analisis elementer untuk C, H, N, S dapat dilakukan dengan instrumen ”elementer analyzer” atau dengan teknik konvensional seperti analisis karbon dengan titrimetri kromat
sulfat,
analisis
nitrogen
dengan
Kjedahl
atau
spektrofometer sinar tampak, analisis sulfur dengan pengendapan atau spektrofometer visibel. Analisis logam dilakukan dengan AAS, ICP atau ICP-MS. 2. Analisis secara spektroskopi Analisis secara spekroskopi yang biasa digunakan dalam mengidentifikasi keberhasilan sintesis adalah spektroskopi infra merah, spektroskopi UV, NMR, XRD, EPR, ESI-MS, dan teknik spektroskopi lainnya. Informasi yang diperoleh dari spektrum IR adalah adanya serapan spesifik dari gugus penyusun senyawa kompleks yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Pita serapan penting dari spektrum IR pada senyawa alkildithiokarbamat* No Bilangan gelombang 1 1680– 1640 (cm-1) 2 1530–1430 (cm-1) 3 1001 (cm-1) 4 5 6
-1
Sekitar 1000 (cm )
Gugus CN C N C-S C-S
-1
Sekitar 2400- 2650 (cm ) Daerah finger print
S-H M-C, M-S
Keterangan S2C–NR2 & tipe pita serapan medium-kuat
Bebas Jika 1 pita serapan kuat bidentat, jika 2 pita serapan monodentat Pita serapan kuat Tipe pita serapan dari lemah sampai kuat
*Sumber dari Trifunović et al. (2002), & Kaludjerovic et al. (2002), Shahzadi et al. (2006)
8
Demikian juga dengan spektroskopi UV yang akan mengindikasikan adanya transisi elektronik yang spesifik dari senyawa kompleks dialkilditiokabamat. Transisi yang biasa terjadi pada senyawa kompleks dialkilditiokarbamat adalah (Zhang et al. 2003): a. Transisi * disekitar 236 nm berasal dari gugus S·····C····· S. Transisi ini tidak terjadi pembelahan pita serapan sehingga dapat dinyatakan sebagai indikasi terjadi kompleks pada ikatan C·····S. b. Transisi n * pada panjang gelombang 267 nm berasal dari pasangan elektron bebas pada atom sulfur. 3. Analisis sifat fisik dan kimia senyawa kompleks Sifat fisik dan kimia merupakan dasar untuk mengidentifikasi aplikasi yang sesuai dari senyawa tersebut. Beberapa sifat fisik yang diidentifikasi adalah sifat termal, tegangan permukaan, konduktivitas, dan sifat fisik lainnya. Instrumentasi yang digunakan untuk analisis sifat fisik, yaitu untuk analisis termal adalah adalah DSC, TGA dan DTA. Sifat kimia yang dipelajari sangat bergantung pada aplikasi yang diharapkan misalnya biosida, antioksidan, aditif pelumas, dan lain- lain.
Density Funtional Theory (DFT) Pemanfaatan komputer dalam mengaplikasikan teori di bidang kimia telah berkembang dengan pesat, dan lazim diistilahkan kimia komputasi. Komputasi kimia digunakan pada saat model matematik dapat dikembangkan dengan baik dan secara otamatis dapat diaplikasikan pada komputer. Density Functional Theory (DFT) merupakan metode komputasi yang menurunkan sifat molekul berdasarkan pada penentuan densitas elektron molekul. Metode sebelumnya (ab initio dan semiemperik) didasarkan pada energi dan turunannya yang ditentukan dari fungsi gelombang. Fungsi gelombang dibangun dari persamaan matematik dan tidak teramati secara fisik sehingga para ilmuwan kimia mencoba menemukan beberapa sifat atom dan molekul yang secara aktual ada dan dapat digunakan untuk menentukan energi dan sifat turunan dari atom dan molekul. Misalnya, Liewellyn Thomas dan Enrico Fermi mampu menentukan
9
adanya hubungan one-to-one antara densitas elektron molekul dan fungsi gelombang dengan elektron banyak (Anonim 2007). Seminario
& Politzer
(1995)
dirumuskan
bagaimana DFT
dapat
memberikan penyelesaian persamaan Schrödinger yang lebih sederhana dibandingkan dengan ab initio karena didasarkan pada densitas elektron yang tergantung pada arah bidang Cartesius. Penyelesaian persamaan Schrödinger yang berdasarkan pada DFT sudah tidak menampakkan lagi fungsi gelombang dan dijabarkan sebagai berikut; =
… … . persamaan Schrödinger untuk sistem N − elektron dan M inti
=
+
+
… … operator Hamiltonian
( ̂ 1, ̂ 2, ̂ 3, ̂ 4 … . . ̂ ) … … . fungsi gelombang
=
yang juga merupakan
fungsi dari koordinat spin dari semua N elektron (s1, s2, s3,…sN). =− ∑ =
… . Operator energi kinetik 1
… … . . Operator tolakan elektron − elektron
….. Operator potensial eksternal
Operator energi kinetik dan tolakan elektron-elektron merupakan operator universal karena tidak tergantung pada potensial eksternal (misalnya konfigurasi inti). Kesulitan untuk membuat penyelesaian persamaan Schrödinger adalah adanya Vee untuk sistem dua atau lebih elektron. Penyelesaian persamaan Schrödinger untuk sistem hydrogen-like adalah
dan fungsi gelombang radial ternormalisasi adalah
Sistem dua atau lebih elektron selalu memperoleh nilai energi perhitungan lebih besar dari energi yang sebenarnya E≤Ψt|Ĥ|Ψt. Alternatif peneyelesaian
10
adalah tidak melakukan perhitungan dengan fungsi gelombang N-elektron tapi menggunakan perhitungan densitas elektron. Densitas elektron didefinisikan dengan persamaan;
dimana δ adalah fungsi delta Dirac dan ri adalah N variable spasial dari fungsi gelombang. Definisi ini ekivalen dengan persamaan berikut
Perssamaan Schrödinger dapat ditulis kembali seperti berikut
Dari persamaan diatas tergambar adanya hubungan antara potensial eksternal (ext) dan densitas elektronik (ρ) dari suatu sistem dan berimplikasi bahwa energi merupakan fungsional dari densitas elektronik pada kedaan dasar (E = Eext [ρ]). Persamaan diatas masih mengandung pendekatan fungsi gelombang dan pada saat dicoba untuk menghitung energi, maka diperoleh energi perhitungan lebih besar dari yang sebenarnya. Kohn-Sham mengembangkan penyelesaian persamaan Schrödinger khususnya dalam menyelesaikan fungsi universal dari persamaan Schrödinger
yang didasarkan pada densitas elektron. Hasil
penyelesaian Kohn-Sham terhadap perhitungan energi didefinisikan dengan persamaan: , Dalam persamaan ini tidak terlihat lagi fungsi gelombang seperti yang digunakan dalam teknik ab initio dalam kimia kuantum. Prosedur ini menggunakan suatu orbital molekul yang mempresentasikan densitas elektron seperti densitas elektron sebenarnya. Dasar pemikiran DFT adalah energi dari suatu molekul dapat ditentukan dari densitas elektronnya (Young 2001). Teori ini didasarkan pada teorema Hohenburg dan Kohn, yang pada awalnya hanya diaplikasikan untuk menentukan energi elektronik keadaan dasar dari suatu molekul. Aplikasi secara praktik dari
11
teori ini dikembangkan oleh Kohn dan Sham dengan stuktur formula seperti pada metode Hartree-Fock. Dalam formulasi ini, densitas elektron dinyatakan sebagai kombinasi linier dari fungsi dasar. Suatu determinan terbentuk dari fungsi ini yang disebut orbital Kohn-Sham, dan densitas elektron dari determinan orbital ini yang digunakan untuk menghitung energi. Hal yang mendasar secara matematik dari metode ini adalah definisi “functional”. Fungsional berbeda dengan fungsi, fungsional merupakan fungsi dari fungsi dan secara matematik dieksperisikan sebagai: y F [ f ( x)] - - - - - - - - - functional y f ( x) - - - - - - - - - - - - function
Dalam DFT, energi suatu molekul merupakan fungsional dari densitas elektron dan densitas elektron merupakan fungsi dari 3 variabel yaitu posisi x, y, z dari elektron. Dengan mengabaikan jumlah elektron, fungsi densitas elektron selalu hanya tergantung pada ketiga nilai tersebut. Functional (F) memberikan informasi energi molekul dan secara matematik hubungan energi dengan densitas elektron dinyatakan sebagai: Densitas elektron ( x, y, z ) Energi F [ ( x, y, z )]
Dalam DFT, pembagian metode yang digunakan terlalu rumit dan berbedabeda. Secara umum, metode dalam DFT terbagi menjadi 3 kelompok/kelas yaitu: 1. Metode yang menggunakan “Local density approximation (LDA)”. Asumsi kritis dari pendekatan ini adalah densitas elektron untuk molekul dalam kondisi gas bersifat homogen/seragam. Hal ini (uniform electron gas) merupakan sistem dengan elektron bergerak pada sebuah distribusi muatan dasar positif. Kondisi ini tidak berlaku untuk molekul yang memiliki densitas yang benar-benar tidak seragam seperti pada padatan yang memiliki pita elektronik dengan kisaran energi yang elektronnya diperbolehkan atau terlarang. Metode LDA merupakan pendekatan yang paling terkenal untuk menggambarkan teorema keberadaan Hohenberg-Kohn.
12
Gambar 5 Penjelasan LDA (Koch & Holthausen 2001) 2. Metode yang mengkombinasikan perhitungan densitas elektron dengan faktor koreksi gradien. Gradien dalam matematik merupakan fungsi yang mengukur kecepatan perubahan beberapa sifat. Dalam hal ini, gradient terlihat menjelaskan ketakseragaman densitas elektron, dan biasa dikenal sebagai gradient terkoreksi atau bentuk lain non-lokal. 3. Metode mengkombinasikan perkiraan Hartree-Fock dengan pertukaran energi dan perkiraan DFT dengan pertukaran energi, semuanya dikombinasikan dalam fungsional yang meliputi korelasi elektron. Metode ini diketahui sebagai metode hybrid dan merupakan metode DFT yang sering dipakai dan popular dalam praktik/aplikasi. Pada umumnya, perhitungan gradien terkoreksi atau hibrid memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan LDA. Tetapi, dalam beberapa kasus metode LDA memberikan hasil yang sangat baik, misalnya LDA diketahui memberikan hasil yang kurang akurat dalam geometri dan memprediksi energi ikatan yang besar. Generasi terbaru dari fungsional hybrid memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan teknik gradient terkoreksi. Beberapa metode/fungsional DFT yang umum digunakan disajikan pada Tabel 2. Pedoman umum untuk memilih metode DFT sebagai berikut: 1. B3LYP yang dijalankan dengan basis set 6-31G* digunakan untuk sistem kimia yang umum khususnya untuk senyawa organik dan kurang baik untuk senyawa yang mengandung logam
13
2. BLYP dengan sebagian besar basis set digunakan dengan hasil akurat untuk senyawa yang mengandung logam dan kurang akurat untuk senyawa organik. 3. BLYP dan B3LYP fokus pada penetuan densitas muatan pada atom atau molekul 4. metode gradien terkoreksi dan hibrid memberikan tingkat akurasi yang tinggi dalam penentuan optimisasi geometri 5. metode B3YLP memberikan hasil yang lebih baik dalam perhitungan rekasi kimia 6. metode menjadi pertimbangan dalam mendapatkan hasil untuk interaksi ikatan hidrogen lemah
Tabel 2 Metode/fungsional yang digunakan dalam DFT Nama metode
Akronim
Tipe metode
X alpha Hartree-Fock Slater functional Vosko, Wilks, Nusair Becke correlation functional; Lee, Yang, Parr electron exchange functional Becke 3-term correlation functional; Lee, Yang, and Parr exchange functional Perdue and Wang 1991 Gill 1996 Perdew 1986 Becke 1996 Becke exchange, Perdew Correlation Becke exchange, Perdew & Wang Correlation Modified Perdew-Wang one parameter hybrid for kinetics
X HFS VWN BLYP
Pertukaran HF dengan pertukaran LDA LDA Gradient-corrected LDA functional
B3LYP, DFT Hybrid Becke3LYP PW91 G96 P86 B96 B3P86 B3PW91
Gradient-corrected Pertukaran (Exchange) Gradient-corrected Gradient-corrected Hybrid Hybrid
MPW1K
Hybrid
Aplikasi DFT dalam Sintesis Reaksi kimia terjadi karena adanya interaksi elektron dari senyawa penyusun. Sintesis senyawa kimia merupakan suatu proses terbentuknya senyawa kimia baru karena adanya interaksi elektron dari masing-masing gugus senyawa
14
penyusunnya sehingga terbentuk ikatan kimia baru. Ikatan kimia yang terbentuk dapat berupa ikatan kovalen, kovalen koordinat, atau ikatan ionik tegantung pada interaksi yang terjadi. Terjadinya reaksi kimia sangat tergantung pada kondisi elektron dari gugus-gugus senyawa penyusun, yang berarti sangat berhubungan dengan densitas elektron. Adanya kaitan yang erat antara reaksi kimia dan kondisi ekektron dari suatu senyawa, memungkinkan DFT dapat digunakan dalam mempelajari bagaimana reaksi kimia tersebut berlangsung. Contoh aplikasi DFT dalam mempelajari reaksi kimia adalah: 1.
Aplikasi DFT dalam mempelajari regioselektivitas serangan elektrofilik pada 4-Methyl-1-thioxo-1,2,4,5-tetrahydro[1,2,4]triazolo[4,3-a] quinazolin-5-one (Fathalla et al 2001). Serangan elektrofilik secara regioselektif didasarkan pada nilai HOMO-LUMO tiap atom dari bentuk anion senyawa 4-Methyl-1thioxo-1,2,4,5-tetrahydro[1,2,4]triazolo[4,3-a] quinazolin-5-one pada level DFT B3LYP/6-31G**. Gambar 6 memperlihatkan kontur HOMO dari anion senyawa tersebut.
Gambar 6 Bentuk anion 4-Methyl-1-thioxo-1,2,4,5-tetrahydro[1,2,4] triazolo[4,3-a] quinazolin-5-one dan kontur HOMO-nya.
2.
Margetic et al. (2001) melakukan kajian komputasi tingkat-tinggi pada sisi-, muka- dan setereoseleketif pada reaksi Diels-Alder antara o-Benzoquinone dan norbornadiene. Berdasarkan kajian tersebut, metode perhitungan ab initio mampu memperkiraan secara akurat reaktivitas dan stereoselektivitas reaksi Diels-Alder dalam sistem alisiklik dengan siklik 1,3-diena. Keadaan transisi
15
yang terlokasi dan hambatan aktivasi diperkirakan dengan metode yang berbeda yaitu Hartree-Fock, post-Hartree-Fock, dan DFT. Selektivitas exo-facial tinggi yang terlihat dalam sikloadisi dapat diprediksi dengan baik menggunakan RHF/3-21G atau level ab initio yang lebih tinggi. 3.
Rivera & Rios-Motta (2007) menggunakan DFT (dengan metode B3LYP dan basis set 6-31G) dalam rangka menjelaskan mekanisme reduksi N,N,N´,N´Tetramethylethylenediamine
(TMEDA)
dari
1,3,6,8-tetraazatricyclo-
[4.4.1.1]dodecane (TATD) dengan asam format. 4.
Pérez-Mayoral et al. (2006) melakukan penelitian hubungan antara teori dan percobaan tentang stabilitas kinetik dan termodinamika dari senyawa kompleks lantanida asam poliaminopolikarboksilat linier dan makrosiklik. Deskriptor yang digunakan dalam mengamati stabilitas kinetic adalah energi aktivasi pada tahap pertama proses dissosiasi yang dihitung dengan metode DFT menggunakan basis set 6-31+G** untuk ligan dan model CPCM untuk menghitung efek
solvasi.
Stabilitas kompleks secara termodinamik
didasarkan pada perbedaan energi total dari energi kompleks yang terbentuk, ligan dan logam ( E
total
E
kompleks
-E
ligan
-E
logam
) . Nilai perbedaan
energi yang lebih kecil menunjukkan lebih stabil secara termodinamik.
Aplikasi DFT dalam Penentuan Struktur Tantangan utama dalam kimia komputasi adalah hasil prediksi yang dapat dipercaya dari struktur molekul. Penentuan struktur dengan jumlah atom yang banyak (sampai 50 atom) telah biasa dilakukan dan banyak laporan penelitian yang menunjukkan bahwa pendekatan Hartree-Fock dan metode berdasarkan teori “Møller-Plesset perturbation” memiliki kinerja yang kurang memuaskan (Koch & Holthausen 2001). Teori HF memberikan panjang ikatan yang lebih pendek dan deskripsi ikatan rangkap cenderung menjadi persoalaan akibat pengabaian korelasi elektron. Sebaliknya pendekatan MP2 (Møller-Plesset perturbation) sering memperpanjang jarak ikatan tetapi sukses dan diterima baik dalam permasalahan kimia organik. Untuk sistem yang mengandung logam transisi, pendekatan MP2 tidak memberikan kinerja yang baik.
16
Untuk sistem kulit tertutup yang jenuh secara koordinasi memiliki deviasi melebihi 0.1 Å untuk jarak ikatan yang meliputi pusat logam dapat dilakukan dengan pendekatan fungsi gelombang (HF dan MP). Tetapi, untuk mengkaji sistem kulit-terbuka tak jenuh secara koordinasi, metode UHF dan MP tidak dapat memberikan informasi yang memuaskan, seperti yang dikatan oleh Taylor 1992: “kimia logam transisi merupakan sebuah kuburan untuk metode MP berbasis UHF”. Hubungan teknik penentuan struktur dengan instrumentasi dan DFT adalah adanya kaitan yang erat antara densitas elektron molekul dengan prinsip dasar intrumen dalam menentukan struktur. Dalam spektroskopi IR dan UV-Visible, molekul akan mengalami gangguan elektrik sehingga mengubah kerapatan elektron (Koch & Holthausen 2001). Perubahan kerapatan elektron diubah dalam bentuk distribusi energi potensial sehingga mampu menampilkan spektrum. Spektroskopi NMR yang digunakan dalam penentuan struktur didasarkan pada geseran kimia setiap atom dalam molekul. Faktor penting yang mempengaruhi geseran kimia adalah densitas elektron, elektronegativitas gugus sekitarnya dan efek medan magnet yang diinduksi. Densitas elekron melindungi inti, elektronegativitas gugus sekitar akan mengurangi densitas elektron inti, dan efek induksi menyebabkan perubahan sirkulasi elektron. Oleh karena itu, dengan melakukan identifikasi densitas elektron akan memberikan informasi geseran kimia dari atom dalam molekul.Contoh aplikasi DFT dalam penentuan struktur : a. Penentuan perubahan konformasi ligan senyawa alkaloid Sparteine N1oksida dan α-Iso sparteine N-oksida berdasarkan nilai geseran kimia atom karbon dan proton dari spektrum NMR dan dari perhitungan DFT menggunakan basis (6)6-311+G (Jassiewicsz 2008). Struktur senyawa alkaloid dan konformasinya diperlihatkan pada Gambar 8. Hasil perhitungan DFT dan pengukuran NMR memiliki koefiesien korelasi 0.97 untuk senyawa 1a, 0.98 untuk senyawa 1-HCl dan 0.98 untuk senyawa 2 (Tabel 3). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa struktur dalam kondisi vakum tidak berbeda dengan kondisi dalam larutan.
17
Gambar 7 Struktur kimia Spartein N-oksida (1-3) dan Isospartein N-oksida (4).
Tabel 3 Nilai geseran kimia hasil analisis NMR dan perhitungan DFT Atom C C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10 C11 C12 C13 C14 C15 C17
δ percobaan (1a) 69.4 19.9 23.1 26.0 70.6 32.1 26.1 35.5 70.5 57.8 35.2 24.3 24.8 53.9 48.4
δ DFT (1a)
Δδ (1a)
72.2 21.3 23.0 27.1 70.3 33.3 23.4 35.0 71.8 60.8 34.4 26.6 21.5 53.2 52.2
2.8 1.4 –0.1 1.1 –0.3 1.2 –2.7 –0.5 1.3 3.0 –0.8 2.3 –3.3 –0.7 3.8
δ percobaan (1-HCl) 66.9 20.3 21.8 24.3 72.9 33.8 24.0 34.2 70.9 58.4 24.5 23.2 18.4 51.8 43.9
δ DFT (1HCl) 66.3 17.9 21.4 26.2 70.9 31.2 22.3 32.5 67.3 62.9 25.4 22.9 17.6 53.1 45.9
Δδ (1HCl) –0.6 –2.4 –0.4 1.9 –2.0 –2.6 –1.7 –1.7 –3.6 4.5 0.9 –0.3 –0.8 1.3 2.0
δ percobaan (2) 52.4 23.3 22.6 27.4 60.6 33.0 31.7 32.4 50.7 72.9 23.8 21.8 19.9 66.5 65.5
δ DFT (2)
Δδ (2)
48.9 23.4 23.4 28.9 57.5 34.0 33.3 33.4 45.5 71.8 23.5 23.5 19.6 69.4 65.9
–3.8 0.1 0.8 1.5 –3.1 1.0 1.6 1.0 –5.2 –1.1 –0.3 1.7 –0.3 2.9 0.4
b. Guo et al (2008) melakukan perbandingan hasil penentuan struktur kristal 1Acetyl-3-(4-Chlorophenyl)-5-(4-Methylphenyl)-2-Pyrazoline
(Gambar
8)
menggunakan XRD dan IR dengan hasil perhitungan teori menggunakan DFT dengan metode B3LYP-basis set 6-311G**. Hasil penetuan struktur kristal pirazolin menggunakan XRD dan DFT memiliki koefisien korelasi (r2)=1 (Tabel 4), sedangkan hasil IR dan DFT memiliki koefisien korelasi (r2) = 1 (Tabel 5)
18
Gambar 8 Stuktur pirazolin teroptimalisasi secara geometri menggunakan DFT. Tabel 4 Parameter struktur yang terpilih dengan XRD dan perhitungan teori Panjang ikatan Pengukuran Panjang ikatan (Å) Pengukuran (Å) Cl(1)-C(3) 1.745(4) Cl(2)-C(21) 1.725(5) O(1)-C(17) 1.220(4) O(2)-C(35) 1.224(5) N(1)-C(7) 1.293(4) N(3)-C(25) 1.292(4) N(1)-N(2) 1.395(4) N(3)-N(4) 1.398(4) N(2)-C(17) 1.372(5) N(4)-C(35) 1.363(5) N(2)-C(9) 1.483(4) N(4)-C(27) 1.488(5) C(1)-C(2) 1.382(5) C(19)-C(20) 1.378(5) C(5)-C(6) 1.390(5) C(23)-C(24) 1.395(5) C(6)-C(7) 1.471(5) C(24)-C(25) 1.475(5) C(8)-C(9) 1.551(5) C(26)-C(27) 1.541(5) C(9)-C(10) 1.515(5) C(27)-C(28) 1.510(5) C(10)-C(15) 1.375(5) C(28)-C(29) 1.374(5) C(10)-C(11) 1.380(5) C(28)-C(33) 1.388(5) C(13)-C(16) 1.521(5) C(31)-C(34) 1.522(6) C(17)-C(18) 1.502(5) C(35)-C(36) 1.495(6) Sudut ikatan (°) Pengukuran Sudut ikatan (°) Pengukuran C(7)-N(1)-N(2) N(1)-N(2)-C(9) N(1)-C(7)-C(8) C(7)-C(8)-C(9) N(2)-C(9)-C(8) C(17)-N(2)-N(1) C(2)-C(1)-C(6) C(3)-C(4)-C(5) C(1)-C(6)-C(7) C(15)-C(10)-C(11) C(13)-C(14)-C(15) C(12)-C(13)-C(16) O(1)-C(17)-N(2) O(1)-C(17)-C(18) N(2)-C(17)-C(18)
108.3(3) 113.3(3) 113.8(3) 103.0(3) 100.9(3) 122.9(3) 121.4(4) 119.1(4) 121.1(4) 117.2(3) 121.8(4) 121.1(4) 119.5(4) 124.4(4) 116.1(4)
C(25)-N(3)-N(4) N(3)-N(4)-C(27) N(3)-C(25)-C(26) C(25)-C(26)-C(27) N(4)-C(27)-C(26) C(35)-N(4)-N(3) C(20)-C(19)-C(24) C(23)-C(22)-C(21) C(19)-C(24)-C(25) C(29)-C(28)-C(33) C(31)-C(32)-C(33) C(32)-C(31)-C(34) O(2)-C(35)-N(4) O(2)-C(35)-C(36) N(4)-C(35)-C(36)
107.4(3) 113.3(3) 114.7(4) 102.8(3) 101.1(3) 122.8(4) 120.6(4) 120.2(4) 121.0(4) 118.3(4) 121.6(4) 121.8(5) 119.3(5) 124.0(5) 116.8(4)
B3LYP/ 6-311G** 1.7577 1.2171 1.2889 1.3699 1.3826 1.4863 1.3857 1.4018 1.4639 1.5523 1.5165 1.3933 1.3987 1.5095 1.513 B3LYP/ 6-311G** 109.3937 113.5694 113.0852 102.7091 100.7838 122.7854 120.984 119.1608 120.9516 118.401 121.1049 120.8844 119.787 123.9266 116.2863
19
Tabel 5 Hasil pengamatan dan perhitungan vibrasi molekul dari senyawa pirazolin Gugus fungsi Percobaan Perhitungan DFT Phenyl ring C-H str. 3066 3080-3030 acetyl C-H str. 3033 3026 pyrazolinyl ring C-H str. 2969 2966 methyl group C-H str. 2885 2901 C=O str. 1666 1681 phenyl ring C=C str.+ C=N str. 1591 1591-1577 phenyl ring C=C str. 1507 1486 methyl group C-H bend 1430 1437 phenyl ring C-H bend + pyrazolinyl ring C-H bend 1319 1328 pyrazolinyl ring C-H bend + N-N str. 1248 1248 pyrazolinyl ring C-H bend + N-N str. 1144 1138 pyrazolinyl ring C-H bend 1089 1088 methyl group C-H bend 1014 1019-1011 phenyl ring C-H bend 953 950 phenyl ring C-H twist. 819 815 skeleton deformation + C-Cl str. 726 715 skeleton deformation 627 630 c. Beata Jasiewicz (2008) menggunakan DFT (B3YLP) dengan metode continuous set of gauge transformations (CSGT) dalam menghitung nilai konstanta perlindungan mutlak (absolute shielding-)
13
C-NMR untuk
membedakan N1-oxide and α-Isosparteine N-oxide. Nilai dikonversi menjadi nilai pergeseran kimia (δ) dalam NMR. d. Claramunt et al. (2007) melakukan kajian struktur senyawa analog Tinuvin®P yaitu 2-(2,4-Dimethylphenyl)-2H-benzotriazole and 2-Phenyl2H-benzotriazole. Metode DFT yang dgunakan adalah Hartree-Fock HF/631G** dan B3LYP/6-31G**. Hasil perhitungan dengan HF/6-31G** terhadap sudut tekuk dari struktur 2,4-dimethylphenyl group (N1-N2-C7C8) yang telah dioptimisasi lebih mendekati hasil XRD (Gambar 9).
Gambar 9 Optimalisasi geometri dari 2,4-dimethylphenyl.