89
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Mucuna bracteata memiliki perakaran tunggang yang berwarna putih kecoklatan, dan memiliki bintil akar berwarna merah muda segar dan sangat banyak, pada nodul dewasa terdapat kandungan leghaemoglobin yaitu hemeprotein monomerik yang terdapat pada bintil akar leguminosae yang terinfeksi oleh bakteri Rhizobium. Laju pertumbuhan akar relatif cepat pada umur di atas tiga tahun dimana pertumbuhan akar utamanya dapat mencapai 3 meter ke dalam tanah (Harahap dan Subronto, 2004). Batang tanaman ini berwarna hijau kecoklatan umumnya batang tumbuh menjalar, merambat dan membelit. Diameter batang dewasa dapat mencapai 0,4 - 1,5 cm dan pada umumnya memiliki buku-buku dengan panjang dapat mencapai 25 - 35 cm. Batang Mucuna bracteata pada umumnya tidak berbulu, bertekstur
cukup
lunak,
lentur
dan
mengandung
serat
dan
berair
(Mugnisjah dan Setiawan, 2001). Daun berbentuk oval berwarna hijau dan muncul di setiap ruas batang. Jika suhu meningkat maka helaian daun dapat menutup sehingga mengurangi respirasi pada permukaan daun (Harahap dkk., 2008). Bunga tanaman Mucuna bracteata berbentuk tandan menyerupai anggur. Panjang tangkai bunga dapat mencapai 20 - 35 cm dan termasuk ke dalam jenis monoceous. Bunga berwarna biru terong dan dapat mengeluarkan bau yang menyengat
sehingga
dapat
menarik
perhatian
kumbang
penyerbuk
(Harahap dan Subronto, 2004).
Universitas Sumatera Utara
90
Biji berbentuk bulat oval berwarna hitam dan pada umumya memiliki kulit biji yang tebal sehingga perbanyakan melalui biji dapat dilakukan dengan perlakuan benih melalui skarifikasi dan penggunaan larutan kimia. Bobot biji dapat mencapai 0,5 - 1 g/biji (Harahap dan Subronto, 2004). Syarat Tumbuh Iklim Mucuna bracteata dapat tumbuh di berbagai daerah baik dataran tinggi maupun dataran rendah. Tetapi untuk dapat melakukan pertumbuhan generatif atau berbunga tanaman ini memerlukan ketinggian di atas 1000 m dpl, jika berada di bawah 1000 m dpl maka pertumbuhan akan jagur tetapi tidak dapat terjadi pembentukan bunga (Harahap dan Subronto, 2004). Untuk dapat melakukan pembungaan tanaman ini memerlukan suhu harian berkisar antara 120C - 180C. Apabila suhu berada diatas 180C maka pembungaan akan sulit terjadi (Mugnisjah dan Setiawan, 2001). Curah
hujan
yang
dibutuhkan
agar
pertumbuhan
tanaman
Mucuna bracteata dapat tumbuh dengan baik berkisar antara 1000 – 2500 mm/tahun dan 3 - 10 merupakan hari hujan setiap bulannya dengan kelembaban tanaman ini adalah 80%. Jika kelembaban terlalu tinggi akan berakibat bunga menjadi busuk. Untuk panjang penyinaran, mucuna membutuhkan lama penyinaran antara 6 - 7 jam/hari (Harahap dan Subronto, 2004). Tanah Mucuna bracteata dapat tumbuh baik hampir setiap jenis tanah, pertumbuhan akan lebih baik apabila tanah mengandung bahan organik yang cukup tinggi, gembur dan tidak jenuh. Apabila mucuna ditanam pada tanah yang
Universitas Sumatera Utara
91
tergenang akan mengakibatkan pertumbuhan vegetatif terganggu. Untuk pertumbuhan Mucuna bracteata secara umum dapat tumbuh baik pada kisaran pH 4,5 - 6,5 (Harahap dan Subronto, 2004). Mucuna bracteata mampu tumbuh dengan baik pada kondisi tanah asam (pH 5) sampai basa (pH 8), dengan kondisi tanah yang miskin hara tanaman ini mampu menghasilkan bahan organik dari sisa-sisa tanaman sebesar 1,75 ton/ha (Setiawan, 2008). Perkecambahan Biji Perkecambahan benih secara fisiologi adalah muncul dan berkembangnya struktur-struktur penting dari embrio benih dengan akar menembus kulit benih. Proses metabolisme perkecambahan benih sampai ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik yang berpengaruh terhadap perkecambahan benih adalah sifat dormansi dan komposisi kimia benih. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkecambahan benih adalah air, gas, suhu dan cahaya (Copeland dan Mc Donald, 2001). Tahap suatu perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahanbahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di daerah meristem untuk menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru. Tahap
kelima
adalah
pertumbuhan
dari
kecambah
melalui
proses
Universitas Sumatera Utara
92
pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh (Copeland dan McDonald, 1985; Sutopo, 1998 dalam Haryati 2002). Proses perkecambahan benih dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik yang berpengaruh adalah susunan kimiawi benih yang berhubungan dengan daya hidup benih. Sifat ketahanan ini meliputi masalah kadar air benih, aktivitas enzim dalam benih dan sifat fisik atau biokimiawi dari kulit benih. Sedangkan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh adalah air, gas dan suhu (Bewley and Black, 1982 dalam Miranda, 2005). Proses-proses perkecambahan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan faktorfaktor lingkungan seperti air, oksigen, cahaya dan suhu. Air berperan dalam melunakkan kulit biji, memfasilitasi masuknya oksigen, pengenceran protoplasma untuk aktivasi fungsi, dan alat transportasi makanan. Suhu berperan dalam pematahan dormansi, aplikasi fluktuasi yang tinggi berhasil mematahkan dormansi pada banyak spesies, terutama yang mengalami termodormansi. Aplikasi fluktuasi suhu ini dapat berupa chilling/alternating temperatur maupun pembakaran permukaan. Oksigen dibutuhkan pada proses oksidasi untuk membentuk energi perkecambahan. Cahaya mempengaruhi perkecambahan melalui tiga macam bentuk yaitu intensitas cahaya, panjang gelombang dan fotoperiodisitas (Sutopo, 2004). Salah satu faktor penghambat perkecambahan adalah dormansi benih. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh kulit benih yang keras dan keadaan fisiologis embrio. Benih yang dorman dan benih yang mati dapat diketahui melalui uji perkecambahan. Bila volume benih pada akhir perkecambahan sama
Universitas Sumatera Utara
93
dengan keadaan sebelum dikecambahkan maka benih dalam keadaan dorman (Saenong dkk., 1989). Dormansi Dormansi benih pada umumnya diartikan sebagai benih yang tidak berkecambah
walaupun
kondisi
lingkungan
optimum
untuk
proses
perkecambahan. Schimdt (2000) menyatakan bahwa dormansi adalah suatu strategi menunda proses perkecambahan pada kondisi optimum dimana benih tidak mati. Bewley dan Black (1982) membagi dormansi menjadi dua jenis, yaitu dormansi embrio dan dormansi kulit. Dormansi embrio adalah jenis dormansi yang pengendaliannya berada dalam embrio benih. Dormansi kulit adalah dormansi yang disebabkan oleh struktur yang melindungi embrio. Kulit benih menghalangi embrio untuk tumbuh karena mengganggu proses pengambilan air dan pertukaran gas, mengandung zat penghambat pertumbuhan, berperan sebagai penghalang keluarnya zat penghambat tumbuh embrio, dan membatasi cahaya mencapai embrio. Benih dalam keadaan normal belum tentu mati, karena benih tersebut dapat dirangsang untuk berkecambah dengan berbagai perlakuan. Benih yang dorman dan benih yang mati dapat diketahui melalui uji perkecambahan. Bila volume
benih
pada
akhir
perkecambahan
sama
dengan
keadaan
sebelum dikecambahkan maka benih dalam keadaan dorman. Sebaliknya, volume
benih
menunjukkan
perubahan,
misalnya
mengecil,
ditumbuhi
cendawan atau bila dipijat terasa lembek, berarti benih tersebut mati (Saenong dkk., 1989 dalam Sinambela, 2008).
Universitas Sumatera Utara
94
Beberapa jenis benih tetap dorman disebabkan oleh kulit benihnya yang cukup kuat untuk menghalangi pertumbuhan dari embrio. Kulit benih tidak dapat dilalui air atau udara karena keras atau tertutup oleh gabus maupun lilin. Jika kulit benih dihilangkan maka akan terjadi perkecambahan. (Schmidt, 2000). Hambatan perkecambahan benih dapat terjadi karena kulit benih dan dapat pula karena kandungan bahan kimia. Bahan kimia tersebut dapat menciptakan suasana osmotik yang tidak menguntungkan pertumbuhan, dapat pula merangsang pembentukan zat-zat penghambat pertumbuhan yang membatasi pertumbuhan, atau dapat mengadakan sistem-sistem biokemis lebih kompleks yang berhubungan dengan kepekaan benih terhadap cahaya (Purba, 2000). Perlakuan Pematahan Dormansi Perlakuan Mekanis Beberapa cara perlakuan mekanis untuk memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh impermiabilitas kulit biji baik terhadap air atau gas yaitu: 1. Skarifikasi Skarifikasi dapat dilakukan dengan aberasi yaitu menggosok kulit benih dengan benda yang kasar atau kikir dan kertas pasir. Tujuan untuk menipiskan kulit biji yang keras sehingga lebih permiabel terhadap air atau gas (Salisbury dan Ross, 1995). 2. Perendaman Air Panas Perendaman biji dalam air panas bertujuan untuk memperbaiki permeabilitas kulit benih sehingga dapat mempermudah masuknya air dan gas, sehingga dapat meningkatkan persentase biji berkecambah. Telah dilaporkan, bahwa pemanasan biji legum pada suhu 100°C selama 1,5 menit atau pada air
Universitas Sumatera Utara
95
panas dapat mengurangi biji yang keras dan pemberian panas 100°C selama 5-20 detik
dapat
menyebabkan
terbukanya
pleurogram
dan
menghasilkan
perkecambahan 95-100% (Olvera dkk, 1982 dalam Gardner dkk, 1991). Hasil penelitian menunjukan perlakuan perendaman air panas 85°C merupakan perlakuan yang lebih baik dan menghasilkan daya kecambah yang tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya yang memungkinkan bahwa suhu 85°C ideal untuk pematahan dormansi benih mucuna yang secara fisik memiliki seed coat yang tebal. Adapun untuk perlakuan air biasa dan perendaman bahan kimiawi lainnya dapat menjadi bahan penelitian lanjutan untuk mencari konsentrat dan lama perendaman yang ideal untuk pematahan dormansi benih mucuna (Sulaiman dkk., 2009). 3. Pengguntingan Kulit Biji Pengguntingan kulit biji dilakukan dengan cara menggunting salah satu sisi biji dengan gunting kuku sehingga kulit terkupas dan air dapat dengan mudah masuk ke dalam biji. Pengguntingan ini harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai merusak embrio biji. Persentase perkecambahan dengan cara ini lebih tinggi dibandingkan dengan cara skarifikasi yaitu mencapai 95%, namun pengerjaannya lebih sulit dibandingkan dengan perlakuan yang pertama (Harahap dkk., 2008). Perlakuan Kimia Perlakuan kimia sering dipakai untuk memecahkan dormansi pada benih, tujuannya agar kulit benih lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Bahan kimia yang biasa dipakai adalah Potassium nitrat, Potassium hydroxide, asam nitrat dan thiourea (Sutopo, 2004).
Universitas Sumatera Utara
96
Zat Pengatur Tumbuh Giberelin (GA3) Hormon tumbuh yang biasa dipakai untuk mematahkan dormansi antara lain: sitokinin, giberelin dan auksin (Sutopo, 2004). Hormon tumbuh ada yang bersifat alami dan ada yang bersifat sintesis. Giberelin merupakan hormon tumbuh pada tanaman yang bersifat sintesis dan berperan mempercepat perkecambahan. Penggunaan giberelin untuk mempercepat perkecambahan telah banyak dilakukan (Bey dkk., 2006). Penelitian Murniati dan Zuhri (2002) mengungkapkan bahwa giberelin mampu mempercepat perkecambahan kopi. Asam giberelat dapat mempengaruhi membran sel dengan naiknya permeabilitas sel, sehingga tekanan osmotik naik dan sel menjadi mengembang dan memanjang. Proses ini sangat dipengaruhi oleh enzim ɑ-amilase, sehingga akan mempengaruhi membran sel untuk merangsang RNA dan sintesa protein sampai terjadi proses pembelahan dan pemanjangan sel (Krishnamoorthy, 1981 dalam Widiastoety, 1990). Asam giberelat merupakan hormon tanaman yang mempunyai efek fisiologis, dapat mempengaruhi diferensiasi kambium dalam proses pembentukan berkas pengankut. Pemberian GA dapat meningkatkan jumlah floem yang terbentuk. Selulosa dan lignin sebagai penyusun dinding sel akan meningkat jumlahnya seiring peningkatan jumlah floemnya. Selulosa dan lignin merupakan penentu kualitas serat. Hormon ini juga dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan
tanaman
serta
memperpendek
siklus
hidup
tanaman
(Davies, 1995 dalam Mudyantini, 2008).
Universitas Sumatera Utara
97
Kucera dkk. (2005) melaporkan bahwa ada dua fungsi giberelin selama perkecambahan benih, pertama giberelin diperlukan untuk meningkatkan potensi tumbuh dari embrio dan sebagai promotor perkecambahan, dan kedua diperlukan untuk mengatasi hambatan mekanik oleh lapisan penutup benih karena terdapatnya jaringan di sekeliling radikula. Giberelin aktif menunjukkan banyak efek fisiologi, masing-masing tergantung pada tipe giberelin dan juga spesies tanaman. Beberapa proses fisiologi yang dipengaruhi oleh giberelin adalah merangsang pemanjangan batang dengan merangsang pembelahan sel dan pemanjangan, merangsang pembungaan pada hari panjang, memecah dormansi pada beberapa tanaman yang menghendaki cahaya untuk merangsang perkecambahan, merangsang produksi enzim (ɑ-amilase) dalam mengecambahkan tanaman sereal untuk mobilisasi cadangan benih, menyebabkan berkurangnya bunga jantan pada bunga dicious (sex expression), dapat menyebabkan perkembangan buah partenokarpi (tanpa biji) dan dapat menunda penuaan pada daun dan buah jeruk (Salisbury dan Ross, 1985).
Universitas Sumatera Utara