8
TINJAUAN PUSTAKA
Hubungan Gizi Ibu Hamil dengan Pertumbuhan Prenatal Gizi ibu selama kehamilan merupakan periode yang sangat menentukan kualitas sumberdaya manusia di masa depan, karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh kondisi saat masa janin dalam kandungan (Linder 1992; Pudjiadi 2001; Kusharisupeni 1999). Kekurangan gizi pada saat hamil akan mempengaruhi keadaan fisik dan mental anak hingga dewasa (Jalal & Atmojo 1998; Unicef 1998; Allen &Gillespie, 2001 ). Selain asupan energi dan protein, beberapa zat gizi mikro diperlukan terutama untuk produksi enzim, hormon, pengaturan proses biologis untuk pertumbuhan dan perkembangan, fungsi imun dan sistem reproduktif. Defisiensi zat gizi mikro sering dijumpai terutama pada masa pertumbuhan cepat, kehamilan dan menyusui. Asupan zat gizi mikro yang rendah pada saat kehamilan dapat meningkatkan risiko terhadap ibu dan hasil kelahiran yang merugikan. Oleh karena itu direkomendasikan untuk pemberian suplemen zat gizi mikro selama kehamilan seperti besi, asam folat, zinc, vitamin A, kalsium dan iodium (Allen & Gillespie 2001). Pertambahan berat janin biasanya juga terlihat dari kenaikan berat badan ibu selama hamil. Pertambahan berat badan selama kehamilan dan per trimester ditentukan oleh indeks masa tubuh ibu sebelum hamil. Penambahan berat badan per minggu pada trimester kedua dan ketiga yang direkomendasikan bagi wanita dengan indeks masa tubuh (IMT) normal (19.8-26.0) adalah 0.4 kg, pada wanita dengan IMT rendah (< 19.8) adalah 0.5 kg dan bagi wanita dengan IMT tinggi (26-29) adalah 0.3 kg (WHO 1995). Wanita hamil yang memiliki IMT rendah dan pertambahan berat badan yang tidak cukup, beresiko besar melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) dan 2 kali lebih besar mendapatkan bayi dengan intraurine growth retardation (IUGR) (Allen & Gillespie 2001). Bayi yang mengalami BBLR beresiko tinggi terhadap kematian dan jika bayi tersebut hidup maka akan sering mengalami sakit, rusaknya perkembangan kognitif dan kemungkinan juga menjadi anak yang kurang gizi. Bayi yang berat badanya rendah, dibawah 2500 g meningkat
9
risikonya terhadap penyakit pada setelah lahir disebabkan oleh rendahnya fungsi immun tubuh (Ragib et al. 2007). Pada kehidupan selanjutnya beresiko terkena diabetes melitus, penyakit jantung dan kondisi kronik lainnya (Barker 1998) Bayi yang tidak cukup menerima gizi selama trimester pertama sehingga akhir kehamilan termasuk dalam kelompok bayi yang mengalami intra-uterin growth retardation (IUGR) yang kronis atau disebut IUGR simetrik, dengan panjang badan sebanding dengan berat badan. Sebaliknya bayi yang terkena hal efek negatif pada umur sebelum fetus mencapai puncak beratnya, tetapi telah mencapai puncak panjang badannya termasuk kedalam bayi yang mengalami retardasi pertumbuhan dalam uterus (IUGR) yang asimetrik. Apabila efek negatif ini menimpa bayi pada 3 minggu terakhir kandungan, dengan panjang dan berat badan tubuh sudah hampir sempurna termasuk dalam bayi IUGR akut. Pada golongan ini apabila suplai makanan tidak cukup, fetus akan menggunakan cadangan lemaknya dan menyebabkan penurunan berat badan. Selama trimester akhir ini terjadi juga perkembangan dan maturasi beberapa sistim fisiologis misalnya sistem sirkulasi, pernapasan dan pencernaan untuk mempersiapkan janin memasuki transisi kehidupan diluar uterus. Umumnya bayi akan lahir setelah 280 hari atau 40 minggu dalam kandungan (Kusharisupeni 1999; Pudjiadi 2001).
Pertumbuhan Sesudah Lahir Sampai 6 bulan Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan perubahan yang terjadi dalam ukuran, jumlah, besar, tingkat fungsi sel, organ maupun jaringan yang dinyatakan dalam ukuran berat (gram, kilogram), ukuran panjang (centimeter, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh) (Sinclair 1991; Myers 1992; Hurlock 1994; Supariasa 2002; Anwar 2004). Pertumbuhan dapat berlangsung optimal apabila didukung oleh potensi biologis. Tingkat pencapain fungsi biologis seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan. Faktor-faktor tersebut yaitu faktor bawaan (genetic factor atau nature) dan faktor lingkungan (enviromental factors atau nature) misalnya kecukupan gizi pada bayi (Supariasa 2002; Anwar 2004). Angka kecukupan Gizi bayi 0-6 bulan yang dianjurkan disajikan pada Tabel 1.
10
Tabel 1 Angka Kecukupan Zat Gizi Yang Dianjurkan pada bayi 0-6 bulan Zat Gizi Energi (Kal) Protein (g) Vitamin A (RE) Vitamin D (µg) Vitamin E (mg) Vitamin K (µg) Asam folat (µg) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Vitamin B6 (mg) Vitamin B12 (µg) Niacin (mg) Vitamin C (mg) Besi (mg) Zinc (mg) Iodium (µg) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Magnesium (mg) Selenium (µg) Mangan (mg) Fluor (mg)
Jumlah 550 10 375 5 4 5 65 0,3 0,3 0,1 0,4 2 40 0,5 1,3 90 200 100 25 5 0,003 0,01
Sumber: WNPG (2004)
Pertumbuhan yang pesat selama rentang kehidupan terjadi pada masa bayi. Selama enam bulan kehidupan pertumbuhan terus terjadi dengan pesat dan kemudian menurun (Hurlock 1994). Pertumbuhan berbeda menurut jenis kelamin. Anak dengan jenis kelamin laki-laki mempunyai tinggi badan yang lebih tinggi dari pada anak perempuan (NCHS-WHO 1983; Riyadi 2001; WHO 2006). Pada bayi yang lahir cukup bulan, berat badan waktu lahir akan kembali pada hari ke 10. Kecepatan pertumbuhan berat dan panjang badan tidak sama, pada triwulan pertama setelah melahirkan lebih cepat dari pada triwulan kedua dan pada triwulan kedua lebih cepat dibandingkan dengan triwulan ketiga (Pudjiadi 2001). Berat badan menjadi 2 kali berat badan waktu lahir pada bayi umur 5 bulan dan akan menjadi 3 kali berat badan lahir pada umur satu tahun. Tinggi badan rata-rata waktu lahir adalah 50 cm dan pada waktu satu tahun tinggi badan akan mencapai 1,5 kali tinggi badan waktu lahir (Soetjiningsih 1995)
11
Rata-rata pertambahan berat badan dan panjang badan pada bayi setelah lahir sampai 6 bulan disajikan pada Tabel 2. Selain pertumbuhan panjang dan berat badan dalam penelitian ini juga dilakukan pengukuran tinggi lutut. Beberapa penelitian menunjukkan pengaruh seng lebih responsif terhadap pertumbuhan tingi lutut. Pengukuran tingi lutut sangat berkorelasi dengan tinggi badan (stature), dapat mengestimasi tinggi badan pada orang yang tidak dapat berdiri. Tinggi lutut diukur dengan mini knemometer (Gibson 2005; Geoffrey & Copeman 1996). Hasil studi suplementasi seng (A), micronutrient dengan seng (B) dan mikronutrien (C) selama 10 minggu pada anak berumur 6 sampai 9 tahun menunjukkan hasil tinggi lutut anak perlakuan B>C>A (Penland et al. 1997). Tabel 2 Berat dan panjang badan bayi 0-6 bulan Umur (bulan) 0 1 2 3 4 5 6
Perempuan BB (kg) PB(cm) 3,2 49,1 4,2 53,7 5,1 57,1 5,8 59,8 6,4 62,1 6,9 64,0 7,3 65,7
Laki-laki BB (kg) PB(cm) 3,3 49,9 4,5 54,7 5,6 58,4 6,4 61,4 7,0 63,9 7,5 65,9 7,9 67,6
Sumber: WHO (2006)
Growth Faltering dalam pertumbuhan linier Tertundanya fase pertumbuhan linier tampaknya merupakan penentu dalam terjadinya faltering
pada usia dini. Kejadian growth
faltering
mencerminkan sosio-ekonomi rendah dan seringnya mengalami infeksi (Hagekul et al. 1993; Karlberg 1994; Becket 2000; Allen & Gillespie 2001). Retardasi pertumbuhan linier mulai terjadi sebelum atau pada saat usia 3 bulan pertama kehidupan, suatu periode dimana konsumsi ASI mulai menurun, pemberian makanan tambahan mulai diberikan dan mulai rentan terhadap infeksi (Hautvast et al. 2000). Hasil penelitian Satoto (1990) memperlihatkan bahwa pertumbuhan linier pada dua bulan pertama menunjukkan kondisi yang baik. Sebaliknya setelah umur 2 bulan pertumbuhan berat badan cenderung menurun lambat dan pertumbuhan linier turun naik lebih tajam. Fenomena tersebut dapat
12
dijelaskan oleh dua hal.
Pertama, pemberian makanan tambahan terlalu dini
sehingga terjadi penurunan masukan ASI. Kedua, mulai meningginya angka kesakitan sejak bayi usia 2 bulan yang dapat menyebabkan kelambatan pertumbuhan linier dan perkembangan bayi. Hasil penelitian Kimmons et al. (2005) di Bangladesh menunjukkan gangguan pertumbuhan karena, rendah asupan zat gizi pada makanan pendamping ASI. Catch up Growth (kejar tumbuh) dalam pertumbuhan linier Anak yang mengalami keterlambatan dalam pertumbuhannya, biasanya dapat mengejar pertumbuhannya apabila faktor lingkungan terutama zat gizi diperbaiki dalam fase pertumbuhan linier (Waterlow 1994; Weiler et al. 2006). Dari berbagai studi menunjukkan bahwa terdapat suatu hubungan positif langsung antara berat badan lahir dengan kenaikan berat badan selanjutnya (Dewey et al. 1992; Ramasethu et al. 1993; Markides et al. 2003; Baker et al. 2004; Li et al. 2004; Sayer et al. 2004). Hasil penelitian Sunawang (2005) juga membuktikan bahwa pengaruh suplemen gizi mikro lebih kuat terhadap pertumbuhan bayi yang kurang gizi dibandingkan dengan bayi yang cukup gizi. Pengaruh yang tidak merata untuk semua bayi ini diperkirakan telah mengakibatkan penggunaan nilai tunggal rerata antropometri pencapaian pertumbuhan dapat menyamarkan efek perbaikan pertumbuhan yang bersifat longitudinal dan dinamis tidak teratur. Hasil penelitian Weiler et al. (2006) juga membuktikan bahwa bayi yang berat lahir rendah < 1200g dan umur lahir < 32 minggu yang di intervensi asam amino dapat meningkatkan kepadatan tulang bayi. Waterlow (1994) menekankan terdapat dua titik penting bagaimana terjadi kejar tumbuh dari anak yang gizi kurang setelah diperbaiki gizinya yaitu :(1) pertambahan panjang badan berkorelasi negatif dengan panjang badan lahir, sehingga anak-anak stunted akan bertumbuh lebih cepat, dan (2) pertumbuhan linier anak-anak umumnya baru mulai setelah berat badan mencapai setidaknya 85% berat badan terhadap tinggi badan yang diharapkan. Hubungan dengan berat badan merupakan suatu kunci untuk mengatur pertumbuhan linier.
13
Perkembangan Sesudah Lahir Sampai 6 Bulan Perkembangan bayi merupakan proses perubahan dimana bayi belajar pada tingkatan yang lebih kompleks dalam bergerak, berpikir, berperasaan dan berhubungan dengan yang lain (Myers 1992; Hurlock 1997). Pada usia 6 bulan pertama gerakan motorik kasar lebih dominan dibandingkan gerakan motorik halus, jika terjadi kekurangan gizi, maka keterlambatan perkembangan motorik lebih jelas nampak dibandingkan perkembangan mental (Kirskey 1994). Perkembangan motorik adalah perkembangan mengontrol gerakangerakan tubuh melalui kegiatan terkoordinasi antara susunan syaraf pusat, syaraf dan otot.
Bayi umur 1 bulan dapat mata melirik kekanan ke kiri, 2 bulan
membalas senyum pada orang lain, 3 bulan menegakkan kepala, 4 bulan miring sendiri, 5 bulan menelurkan 3 suara berbeda dan 6 bulan meraih dan memegang benda kecil dihadapannya. (Lumbantobing 1997; BKKBN 1999; Husaini et al. 2003). Perkembangan motorik umumnya mudah diketahui oleh orang tua atau pengasuhnya. Keterlambatan motorik merupakan gejala yang umum dijumpai pada gangguan perkembangan. Keterlambatan di bidang motorik juga merupakan gejala umum pada retardasi mental dan sering pula menjadi gejala awal dari gangguan belajar (Lumbantobing 1997). Perbandingan berbagai hasil studi perkembangan motorik bayi (Gambar 1) menunjukkan bahwa usia pencapaian perkembangan motorik bayi orang Indonesia rata-rata lebih tinggi dengan orang Amerika, Inggris dan Nepal. (Capute at al.1985; Pollitt et al. 1994; Siegel et al. 2005; Kariger et al. 2005) 18
Indonesia Amerika Nepal Zanzibari
16 Usia (bulan)
14 12 10 8 6 4 2 0 duduk dengan bantuan
duduk sendiri
telungkup
merangkak
berdiri dengan bantuan
berjalan dengan bantuan
Milestones Motorik
Gambar 1 Usia pencapaian perkembangan motorik
Berdiri sendiri
berjalan sendiri
berlari
14
Pengukuran Perkembangan bayi sejak lahir sampai 6 bulan Perkembangan bayi yang sangat menonjol pada umur 0 sampai 6 bulan adalah perkembangan motorik. Pengukuran pada masa perkembangan selama satu tahun pertama, ada tiga bulan yang sangat pesat perkembangannya, yaitu bulan ketiga, keenam dan bulan kesepuluh (Zulkifli 1995). Penelitian ini difokuskan
pengukuran
milestone
perkembangan
motorik
bayi
dengan
menggunakan milestone perkembangan pada umur tepat 3 bulan dan 6 bulan yang dikembangkan oleh Departemen Kesehatan tahun 2005, yang terdiri dari 14 tugas perkembangan motorik (Lampiran 2). Beberapa pengukuran lain yang sering digunakan untuk mengukur perkembangan antara lain : Kartu Kembang Anak (BKKBN 1999), Aspek perkembangan anak diamati meliputi; gerakan kasar (GK), gerakan halus (GH), komunikasi pasih (KP), komunikasi aktif (KA), kecerdasan (KC), menolong diri sendiri (MD) dan bergaul (TS), Diagnostik Perkembangan Fungsi Munchen Tahun Pertama, aspek perkembangan yang dinilai adalah umur merangkak, umur duduk, umur berjalan, umur memegang, umur berbicara, umur pengertian bahasa dan umur sosialisasi (Soetjiningsih 2004). Bayley Infant Scale of Development, Skala Bayley dibagi dalam 3 bagian yang saling melengkapi, yaitu: Skala perkembangan mental (mental scale), skala perkembangan motorik (motoric scale) dan skala perilaku (behavior scale). (Soetjiningsih 2004). Peabody Picture Vocabulary Test (PPVT) , Dunn (1965), menggunakan gambar sebagai alat untuk test, waktu yang dibutuhkan untuk test ini biasanya 10 sampai 15 menit (http/cps.nova.edu.cpphelp/PPVT-3.html. 2005). Denver Developmental Screening Test/DDST, adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak (Soetjiningsih 2004). Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence (WPPSI), merupakan suatu seri standar test digunakan untuk mengevaluasi kemampuan kognitif dan kemampuan intelektual pada anak-anak, berumur 4 – 6,5 tahun (http:/www.chclibrary.org. 2004). The Kaufman Assesment Battery for Children (K-ABC), test inteligensi yang disebut K-ABC merupakan rangkaian test yang diperuntukkan bagi anak usia 2,5-12,5 tahun (http.//www/agsnet.com/assesment/kabe.asp. 2005)
15
Pengaruh Genetik terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Faktor herediter menentukan batas dan kemungkinan apa yang dapat terjadi pada organisme dalam lingkungan kehidupannya (Baker et al. 2004; Li et al. 2004). Peranan genetik terhadap pertumbuhan dan perkembangan
sangat
kompleks. Gen secara langsung mempengaruhi proses biologi molekuler yang sangat penting transmisi DNA ke RNA (Wachs 1999). Misalnya variasi ukuran tubuh antara individu dalam kelompok etnis yang sama, tinggi badan pada kurva pertumbuhan anak laki-laki dan perempuan dengan percepatan pertumbuhan growth spurt terjadi lebih dulu pada anak perempuan dan pada anak laki-laki puncak pertumbuhannya jauh lebih tinggi (Furusho 1985; Davies 1988; Tanner 1990; Anwar 2004). Hasil studi Baker et al. (2004) menunjukkan bahwa ibu yang lebih gemuk pada waktu hamil yang ditunjukkan dengan indikator IMT (indeks massa tubuh) lebih tinggi cenderung memiliki pertumbuhan (berat badan) anak pada tahun pertama juga lebih tinggi. Hasil suatu penelitian yang dilakukan Li et al. (2004) terhadap data longitudinal tahun 1958 di British, anak yang dilahirkan pada bulan maret 1958 diukur tingginya pada umur 7, 11, 16 dan 33 tahun. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor yang signifikan berpengaruh terhadap tinggi badan anak adalah genetik (tinggi badan orang tua), berat badan lahir, pemberian ASI, jumlah anggota keluarga dan sosio-ekonomi.
Pengaruh Air Susu Ibu (ASI) terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Air susu ibu merupakan makanan pertama dan utama bagi bayi. ASI mempunyai keunggulan sebagai prioritas pilihan utama yang secara alami dianjurkan berdasarkan pertimbangan ekonomis, biologis, psikologis dan medis untuk kualitas tumbuh kembang anak (Pudjiadi 2001). ASI mengandung berbagai zat gizi yang lengkap (Tabel 3). Selain mengandung zat gizi pada Tabel 3, ASI juga mengandung bermacam-macam faktor pertahanan seperti laktoferin, lisozim, imunoglobin, laktoperoksidase, faktor bifidus dan berjuta-juta sel hidup (makrofag) (Hanson et al. 1997; Riordan 1999; Pudjiadi 2001; Di Mario et al. 2006; Konishi et al. 2006).
16
Tabel 3 Komposisi Air Susu Ibu (ASI) per Liter Zat Gizi Energi (Kal) Karbohidrat (g) Lemak (g) Protein (g) Vitamin A (IU) Vitamin D (IU) Vitamin E (IU) Vitamin K (µg) Asam folat (µg) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Vitamin B6 (mg) Vitamin B12 (µg) Kolin (mg) Pantotenat (mg) Vitamin C (mg) Besi (mg) Zinc (mg) Iodium (µg) Kalsium (mg) Magnesium (mg) Kalium (mg) Mangan (mg) Sumber: Linder (1992)
Jumlah 750 68 45 11 1898 22 1,8 15 52 0,16 0,36 0,1 0,3 90 1,84 43 0,5 4 30 0,4 40 510 0,01
Imunoglobin yang dominan dalam ASI adalah IgA, yaitu sekitar 90 persen. IgA beraksi melawan virus atau bakteri penyebab infeksi pernafasan dan saluran pencernaan (Riordan 1999). Laktoperoksidase merupakan enzim dan bersama-sama peroksidase hidrogen serta ion tiosianat membantu membunuh streptokokkus.
Laktoferin dan transferin protein tersebut memiliki kapasitas
untuk mengikat zat besi hingga mengurangi ketersediaan bagi mikroba yang memerlukannya. Lactoferin juga dapat membunuh H pylori (Di Mario et al. 2006), penyembuhan pasien hepatitis C (Konishi et al. 2006). Sel-sel makrofag dan netrofil dapat melakukan fagositosis, terutama terhadap Stafilokokkus, E. Coli dan Candida albicans (Pudjiadi 2001). Adanya zat anti kekebalan dalam ASI ini dapat menghindari bayi dari penyakit. Pemberian ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 4 bulan dapat menurunkan kesakitan bayi, kematian dan perkembangan yang lebih baik (Dewey 1995; Roesli 2000; Simodon et al. 2001; Depkes 2001; Eckhardt et al. 2001).
17
Hasil studi Kramer et al. (2003) dan Somodon et al. (2003) menunjukkan anak yang diberi ASI eksklusif 3 bulan cenderung memiliki pertambahan berat badan dan panjang badan lebih tiap bulannya dibandingkan dengan yang ASI eksklusif 6 bulan.
Pengaruh Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Terlalu Dini terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi 0- 6 Bulan ASI merupakan makanan yang terbaik bagi bayi, namun dengan bertambahnya umur pada suatu saat bayi yang sedang bertumbuh cepat memerlukan sehari-hari energi dan zat gizi lainnya yang melebihi jumlah yang didapat dari ASI saja (Gibson et al. 1998). Menurut Haryono (1977) alasan pemberian MP-ASI adalah; (1) ASI yang dihasilkan mulai tidak mencukupi atau mengalami penurunan jumlahnya, sehingga tidak memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan bayi. (2) untuk membiasakan bayi pada berbagai macam makanan yang bergizi, mudah dicerna dengan berbagai macam rasa, bentuk dan nilai gizi. Pola makan harus disesuaikan dengan umur (Hardinsyah & Martianto 1992; Aritonang 1996). Praktek pemberian dan pengolahan yang kurang higienis sehingga dapat meningkatkan risiko penyakit terutama infeksi (Satoto 1990; Winarno 1990; Muchtadi 1996; Adetugbo & Adetugbo 1997; Jahari et al. 2000; Dewey 2001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan tambahan lebih dini berhubungan dengan rendahnya status gizi bayi (Adetugbo 1997). Hal ini selain disebabkan oleh rendahnya kualitas makanan yang diberikan juga
intik ASI
menjadi berkurang (Kimmons et al. 2000). Sedangkan hasil penelitian Simondon dan Simondon (1997) menujukkan bahwa pemberian makanan tambahan mulai usia 2-3 bulan berhubungan dengan rendahnya status gizi dan pemberian makanan tambahan mulai usia 4-5 bulan berhubungan dengan lambatnya pertumbuhan linier. Hal ini disebabkan karena adanya dampak negatif dari pemberian makanan tersebut seperti tingginya tingkat morbiditi terutama diare, disamping rendahnya kualitas makanan dan intik ASI yang semakin berkurang. Infeksi, rendahnya status gizi dan intik ASI yang berkurang akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan bayi.
18
Pengaruh Morbiditas terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Pernanan infeksi sebagai penyebab utama gangguan pertumbuhan dan perkembangan, malnutrisi dan tingginya mortalitas telah terbukti dari berbagai hasil penelitian (Black 1984; Sudigbia 1987; Briend 1989; Sudigbia 1990; Stephensen 1999; Pudjiadi 2001, Long et al, 2006). Penyakit infeksi dapat mengurangi intik makanan, gangguan penyerapan dan transportasi zat gizi dalam tubuh. Diare Secara epidemiologi dimasyarakat, diare berarti berak lembek cair sampai cair sebanyak 3-5 kali per hari (Sudigbia 1987). Diare dapat bersifat akut, kronik dan persisten. Diare akut adalah dengan tinja cair/lembek sebanyak 3-5 kali perhari, diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu (Smith 1983), diare persisten adalah diare yang berlangsung terus menerus dan sebagai kelanjutan diare akut dan lebih atau sama dengan 14 hari (WHO 1988). Sebanyak 60 anak balita diteliti 2 tahun episode diare dicatat 3 kali per minggu dan jumlah hari keseluruhan diare dihitung 12 kali periode 2 bulanan, tanpa tumpang tindih. Panjang dan berat badan dihitung setiap 2 bulan. Periode diare yang lama dan berurutan (lebih dari 30 persen hari diare periode sebelumnya) berhubungan dengan kecilnya peningkatan dengan panjang dan berat badan.
Apabila prevalensi diare tinggi dalam 6 bulan berturut-turut,
pertumbuhan nyata berkurang jika dibandingkan dengan pertumbuhan dalam periode 6 bulan tanpa prevalensi diare tinggi. Apabila ada satu atau dua periode diare dengan prevalensi tinggi, kecepatan pertumbuhan tetap menurun. Diare mengganggu pertumbuhan melalui 2 jalur yaitu progresi membatasi pertumbuhan anak-anak yang mengalami malnutrisi berat dan pengurangan mengejar kembali pertumbuhan sebesar 21-42 % (Schorling & Guerrant 1990).
Infeksi Saluran Napas Infeksi dan ketidakcukupan zat gizi, khususnya energi, protein, vitamin A dan besi pada masa bayi dan balita akan menyebabkan pertumbuhan
yang
19
terhambat (ACC/SCN 2000). Selain itu juga anak yang kurang gizi cenderung lebih mudah mengalami sakit yang berat termasuk diare dan radang paru-paru (WHO 1995). Selain itu juga anak yang sakit cenderung tidak aktif yang akhirnya berdampak pada penurunan perkembangannya (Satoto 1990). Kurangnya pemberian ASI maka sistem kekebalan tubuh menjadi berkurang, karena ASI mengandung anti infeksi sebagai akibat adanya kandungan immunoglobin yang cukup tinggi (Heikens 1993; Victoria et al. 1999). Status gizi erat kaitannya dengan sistim immunitas tubuh.
Semakin
rendah status gizi seseorang semakin rentan sakit dan meningkatkan morbiditas. Dalam tingkat parah morbiditas dapat menyebabkan kematian (mortalitas). Berbagai penelitian membuktikan bahwa gizi kurang pada anak-anak dapat menyebabkan sakit (44,8%), malaria (7,3%), diare (60,7%) dan pnemunomia (52,3%). Lebih jauh lagi anak-anak dengan status gizi kurang pada tingkat ringan (mild), sedang (moderate) dan berat (severe) memiliki risiko meninggal masingmasing 2.5, 4.6, dan 8,4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak dengan status gizi normal (Mclachan 2006 diacu dalam Hardinsyah, 2007). Pengaruh Status Sosio-Ekonomi terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Secara umum dapat dikatakan bahwa peningkatan ekonomi sebagai dampak dari berkurangnya kurang gizi dapat dilihat dari dua sisi, pertama berkurangnya biaya berkaitan dengan kematian dan kesakitan serta di sisi lain akan meningkatkan produktivitas. Hasil penelitian Kartika (2001) menunjukkan bahwa anak yang lahir dari keluarga miskin di Bogor kemampuan motorik kasar lebih rendah dari pada keluarga tidak miskin. Beberapa penelitian di banyak negara menunjukkan bahwa proporsi bayi dengan BBLR berkurang seiring dengan peningkatan pendapatan nasional suatu negara (Depkes 2004). Status sosio-ekonomi yang lebih tinggi cenderung memiliki anak memiliki tinggi badan yang lebih tinggi (Dewey et al. 1992). Hasil studi Paxon (2005) diacu dalam Hardinsayah (2007) meneliti skor kognitif dengan metode Peabody Picture Vocabulary Test (TVIP) pada 3000 anak pra sekolah dari berbagai lapisan ekonomi di Equador. Anak dari keluarga kaya memiliki skor kognitif lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga miskin. Pada
20
anak prasekolah menunjukkan bahwa dengan semakin bertambah umur anak, perbedaan skor kognitif tersebut semakin panjang. Hasil suatu penelitian yang dilakukan Li et al (2004) terhadap data longitudinal tahun 1958 di British, anak yang dilahirkan pada bulan maret 1958 diukur tingginya pada umur 7, 11, 16 dan 33 tahun. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor yang signifikan berpengaruh terhadap tinggi badan anak adalah tinggi badan orang tua, berat badan lahir, pemberian ASI, jumlah anggota keluarga dan sosio-ekonomi. Sosio-ekonomi yang lebih tinggi cenderung memiliki anak memiliki tinggi badan yang lebih tinggi. Kecepatan bertumbuh mengalami retardasi sejak lahir yang tercermin dengan adanya panjang badan yang stunted.
Stunting sering ditemukan
berhubungan dengan kondisi ekonomi yang buruk, terutama adanya infeksi ringan hingga berat yang berulang-ulang ataupun asupan zat gizi yang tidak cukup. Seseorang dapat gagal dalam menambah panjang badannya, tetapi tidak pernah dapat kehilangan panjang badan. Pertumbuhan linier merupakan proses yang lambat dibandingkan dengan pertumbuhan dalam berat badan.
Pengejaran
kembali pertumbuhan dalam panjang memerlukan waktu yang relatif lama meskupin lingkungan menyokong (WHO 1995).
Pengaruh Pengasuhan terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Pengasuhan anak merupakan interaksi antara subjek dan objek yang meliputi bimbingan, pengarahan dan pengawasan terhadap aktivitas objek seharihari yang berlangsung secara rutin. Pengasuhan anak dimanifestasikan sebagai memberi makan, merawat (menjaga kesehatannya), mengajari dan membimbing (mendorong dan stimulasi kognitif anak) (Gunarsa 1997; Unicef 1998; Hurlock 1997b; Goleman
1995).
Praktek pengasuhan dalam hal pemberian makan
meliputi pemberian ASI, pemberian makanan tambahan yang berkualitas, penyiapan dan penyimpanan makanan yang higienis. Praktek pengasuhan dalam perawatan anak adalah pemberian perawatan kesehatan kepada anak sehingga dapat mencegah anak dari penyakit, yang meliputi imunisasi dan pemberian suplemen pada anak. Sedangkan praktek pengasuhan dalam stimulasi kognitif
21
adalah dukungan emosional dan stimulasi kognitif yang diberikan oleh orang tua atau pengasuh untuk mendukung perkembangan anak yang optimal, yang meliputi ketersediaan alat bermain yang mendukung perkembangan mental, motorik dan sosial; pemberian ASI dan stimulasi yang diberikan pengasuh serta interkasi anakorang tua (Unicef 1998). Keluarga juga merupakan sumber pendidikan utama karena semua pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia diperoleh pertama-tama dari orang tua dan anggota keluarganya sendiri (Satoto 1992; Myers 1992; Gunarsa & Gunarsa 1995). Hasil penelitian Tanmella (2002) menunjukkan bahwa pengasuhan sangat menentukan terbentuknya kecerdasan emosi. Peran ayah dalam pengasuhan
mempunyai pengaruh nyata pada tingkat perkembangan anak
(Kasuma 2001; Hawadi 2001) Perkembangan anak yang optimal tidak hanya dicapai dengan stimulasi dan dukungan sosial saja tetapi juga oleh pemberian makanan dan perawatan kesehatan yang berkualitas (Monks et al. 1999; Zeitlin 2000; Alisjahbana 2000; Jahari et al. 2000). Grantham-McGregor (1995) menyatakan bahwa keluarga dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah,
kurang dalam memberikan
stimulasi, sedikit alat permainan dan kurangnya partisipasi orang tua dalam aktivitas bermain anak. Seorang ibu yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan mampu mengasuh anaknya, sehinga skor perkembangan kognitifnya lebih tinggi dibandingkan dengan anak dari ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Skor kognitif anak pada keluarga dengan tingkat pendidikan ibu <7 tahun (setingkat SD) akan lebih rendah dengan ibu yang tingkat pendidikan 7-11 tahun (setingkat SMP) atau tingkat pendidikan > 12 tahun (setingkat SMA), apalagi dengan tingkat pendidikan ibu akademi/sarjana (Paxon
2005
diacu dalam
Hardinsyah 2007).
Hubungan Anemia dengan Pertumbuhan dan Perkembangan Hubungan anemia (Hb < 110 g/L) dengan pertumbuhan berkaitan dengan kekurangan protein pada bayi. Retardasi pertumbuhan umumnya juga mengalami kekurangan protein dan besi sehingga akan membatasi produksi hemoglobin.
22
Hemo globin adalah protein oligomer dengan berat molekul 64.500, yang mengandung empat rantai polipeptida dan empat gugus prostetik heme, yang mempunyai atom besi dalam bentuk fero [Fe(II)]. Bagian protein tersebut disebut globin yang terdiri dari dua rantai α (masing-masing mempunyai 141 residu) dan dua rantai β (masing-masing mempunyai 146 residu) (Lehninger 1995). Menurut Waterlow (1994) penurunan sel darah merah dan penurunan aktivitas eryhtropoietic adalah hasil dari penurunan metabolisme jaringan dalam retardasi pertumbuhan. Retardasi pertumbuhan mungkin berhubungan dengan pernanan besi sebagai kofaktor essensial metabolik dan berhubungan dengan immunocompetence serta memperbaiki indra perasa yang kurang pada waktu IDA (iron defeciency anemia) (Dallma n 1987; Lehninger 1995). Anemia pada anak akan menyebabkan penurunan perkembangan kognitif, motorik dan perilaku anak (Pollit 1993; Roncagliolo et al. 1998; Gratham et al. 1999; Lozof 2003; Beard 2003; Halileh & Gordon 2005). Ketersediaan oksigen sangat berhubungan hemoglobin yang berfungsi sebagai trasportasi oksigen dalam tubuh. Secara ringkas reaksi pengikatan Hb dengan oksigen sebagai berikut;
Hb+O2
HbO2
Besi juga sangat berperan dalam fungsi neurotransmitter dan penurunan fungsi dopamin. Dopamin adalah komponen neurotransmitter pada otak manusia. Kekurangan fungsi reseptor dopamin berhubungan kekurangan besi (Lozooff 1988; Youdim et al. 1989; Beard et al. 1993; Lehninger 1995). Besi juga sangat penting dalam mielinasi, tikus yang mengalami kekurangan besi menunjukkan mielinasi saraf yang rendah (hypomyelination) (Grantham-McGregor et al. 1999). Kurang zat besi pada wanita hamil meningkatkan risiko kematian wanita pada saat melahirkan, dan meningkatkan risiko kematian bayi yang dilahirkan kurang zat besi. Bayi yang kurang besi dapat berdampak pada gangguan pertumbuhan sel-sel otak yang dikemudian hari dapat mengurangi IQ anak (Depkes, 2004). Masalah anemia gizi besi pada balita di Indonesia mencapai 8,5 juta jiwa dampak dari anemia gizi besi ini akan menyebabkan kehilangan IQ 5-10, sehingga total kehilangan IQ mencapai 40-85 juta (Depkes, 2004) Prevalensi anemia diberbagai negara masih tinggi, prevalensi anemia di India pada anak pra sekolah berumur 1-5 tahun 81,66 persen (Sidhu et al. 2002),
23
di Kenya 76,1 persen (Desai et al. 2005), di Kepulauan Marshal 36,4 persen (Palafox et al. 2003). Menangani masalah anemia pada anak sangat diperlukan pendekatan yang holistik pada tingkat rumah tangga terutama perbaikan asupan makanan (Stanley et al. 2004). Dampak Suplementasi Multi Gizi Mikro Selama Hamil terhadap Hasil Kelahiran, Pertumbuhan dan perkembangan Vitamin dan mineral yang digunakan sebagai fortifikan dalam bahan pangan penelitian ini adalah besi, seng, folat, iodium, vitamin A dan vitamin C. Kurang energi dan protein merupakan gejala awal dari penyebab utama stunting. Pertumbuhan anak/bayi yang stunting juga diakibatkan oleh defisiensi satu atau beberapa zat gizi seperti besi, seng, vitamin A dan iodium (Rosado 1999; Hautvast et al. 2000).
Besi (Fe) Status besi ibu selama hamil berpengaruh terhadap simpanan besi bayi selama beberapa bulan setelah melahirkan (Linder 1992; Allen & Gillespie 2001). Bayi yang kurang besi dapat berdampak pada gangguan pertumb uhan sel-sel otak yang dikemudian hari dapat mengurangi IQ anak. Hasil studi suplementasi zat besi pada bayi yang anemia ternyata dapat meningkatkan
pertumbuhan (berat
badan, tinggi badan) dan memperbaiki indra perasa (Soemantri 1989; Latham et al. 1990; Angeles et al. 1993; Lawless et al. 1994; Nguyen 1997; Wasantwisut et al. 2006). Hasil berbagai penelitian membuktikan suplementasi besi pada anak yang anemia dapat meningkatkan perkembangan motorik anak (Walter et al 1982; Walter 1989; Seshadri & Gopaldas 1989; Idjradinata & Pollitt 1993; Pollit 1994; Pollit 1999; Moffat et al. 1994).
Folat (Asam Folat) Asam folat berfungsi sebagai koenzim dalam reaksi/penerima 1-C dalam metabolisme asam amino, purin dan asam nukleat (Lehninger 1995; Linder 1992). Rendahnya
konsentrasi
folat
selama
kehamilan
berhubungan
dengan
24
meningkatnya risiko lahir prematur, berat bayi lahir rendah dan retardasi pertumbuhan janin (Scholl & Johnson 2000). Hasil studi di pedesaan di Nepal dengan pemberian mikronutrien (asam folat, besi dan seng) dapat meningkatkan berat bayi lahir rata-rata 40-70g (Katz et al. 2006). Hasil studi lain di Mexico menunjukkan bahwa ibu yang sedang menyusui (22 + 13 hari setelah melahirkan) di suplementasi asam folat (400µg) dengan atau tanpa besi (18 mg). Hasil studi ini menunjukkan kenaikan hematokrit dan transferin akan tetapi tidak mempengaruhi konsentrasi folat dalam darah ibu. Kenaikan folat ibu lebih kelihatan pada ibu yang mengalami kekurangan besi (Khambalia et al. 2006). Hasil meta analisis menyatakan bahwa suplementasi folat pada masa kehamilan dapat meningkatkan folat serum dan menurunkan prevalensi anemia pada akhir kehamilan. Penelitian epidemiologi juga menunjukkan bahwa ibu hamil yang mengkonsumi suplemen folat dapat mengurangi terjadinya resiko neural tube defect (NTDs).
Di China suplementasi folat dapat menurunkan
kejadian NTD sebesar 80%. Studi di Amerika menunjukkan bahwa kadar folat serum yang rendah pada trimester II dan III memiliki resiko 2 kali lebih besar mengalami kelahiran prematur (Allen & Gillespie 2001). Suplementasi besi dan folat pada bayi yang berumur 5-10 bulan di Zanzibari yang diamati milestone motorik yaitu umur waktu berjalan, menunjukkan bahwa kecepatan (umur) waktu berjalan anak dipengaruhi sumplemetasi besi dan folat yang berhubungan dengan perbaikan status besi dan hemoglobin pada anak (Olney et al. 2006). Seng (Zinc) Seng sangat penting untuk outcome kelahiran, karena seng mempunyai peranan penting pada pembelahan sel, sistem imunitas dan metabolisme hormon. Seng berfungsi sebagai koenzim dalam proses metabolisme. Diantaranya adalah sebagai bagian dari enzim DNA dan RNA polimerase, berperan dalam sintesa DNA (Deoxyribonucleic Acid) dan RNA (Ribonucleic Acid).
Keduanya
merupakan unsur genetik, serta berperan dalam sintesa protein (Linder 1992; Lehninger
1995;
Bender
2002).
Kekurangan
seng
dapat
menghambat
25
pertumbuhan, perkembangan jenis kelamin yang tidak normal, rasa dan penciuman rusak, anoreksia, impotensi dan penyembuhan luka tertunda (Linder 1992; Osendarp et al. 2000; Grantham-Mc Gregor 1999). Suplemantasi seng sewaktu hamil menunjukan indikator keberhasilan kelahiran, pertumbuhan janin, berat lahir, tidak adanya kelainan genetis (Goldenberg et al. 1995; Meraldi et al. 1999; Allen & Gillespie 2001). Hasil studi supplementasi seng pada bayi dan anak pra sekolah serta anak sekolah menunjukkan bahwa seng berhubungan dengan aktivitas anak, setelah supplementasi lebih aktif (Kirksey et al. 1994; Sazawal et al. 1996; Bentley et al. 1997; Black 2003). Supplementasi seng juga memperbaiki kecepatan tumbuh dan menurunkan kejadian infeksi pernapasan akut (Purdy & Moriz 1978; Thu et al. 1999; Osendap et al. 2002; Li et al. 2006). Hasil studi cross-sectional menyatakan bahwa rendahnya intik seng dan seng plasma berhubungan dengan meningkatnya resiko bayi berat lahir rendah dan kelahiran prematur.
Rendahnya seng plasma juga berhubungan dengan
beberapa komplikasi kehamilan seperti hipertensi, keguguran, dan kelainan bawaan. Tetapi beberapa percobaan suplementasi seng pada ibu hamil terhadap perbaikan outcome kelahiran
memberikan hasil yang tidak konsisten.
Hasil
penelitian di Banglades menujukkan bahwa insiden dan distribusi berat bayi lahir rendah, prematur dan masa gestasi yang pendek tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan setelah diberi suplementasi seng.
Secara klinik dan statistik
suplementasi seng berpengaruh secara signifikan pada berat badan dan lingkar kepala bayi lahir dan keadaan tersebut hanya terjadi pada suplementasi terhadap wanita yang memiliki status seng plasma yang rendah.
Hasil tersebut
menyimpulkan bahwa suplementasi seng selama hamil memberikan keuntungan hanya pada populasi yang defisiensi seng dan mempunyai resiko besar terhadap pertumbuhan janin yang tidak baik (Osendarp et al. 2000). Studi di Amerika juga menunjukkan bahwa suplementasi seng cukup efektif pada wanita hamil yang memiliki status seng yang rendah.
Hal yang sama juga terjadi di Peru bahwa
suplementasi seng 15 mg/hari yang disertai 60 mg besi dan 250 ug asam folat tidak menunjukkan dampaknya terhadap masa gestasi, berat lahir, dan panjang badan (Allen & Gillespie 2001).
26
Iodium Iodium merupakan mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang relatif kecil, tetapi peranannya sangat penting untuk pembentukan hormon tiroksin. Iodium komponen utama sedikitnya 2 hormon tyroid yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan saraf. Defesiensi yodium pada janin akan menyebabkan hyphotirodism pada janin dan perkembangan saraf yang tidak dapat balik/irreversibel, kreatinisme/stunted growth dan kekurangan kognitif (Kreb 2000; Krebs & Westcott 2002; Reyes 2006). Hubungan antara kekurangan iodium waktu prenatal terhadap perkembangan adalah berdampak langsung terhadap retardasi mental (Krebs et al. 1996; Sanstead 1996). Hasil penelitian metaanalisis pada anak-anak yang tinggal didaerah defisiensi yodium memiliki kekurangan kognitif (Brown et al. 2002; Bhutta et al. 1999). Hasil penelitian lain menunjukan bahwa dengan suplementasi yodium pada trisemester pertama, anak yang dilahirkan memiliki skor psykomotor performace lebih baik dibandingkan dengan anak yang menerima yodium setelah lahir sampai umur 2 tahun (Black 2001). Studi di China menunjukkan bahwa suplementasi ioidum selama hamil dapat menurunkan prevalensi kelainan neurologi anak (Allen & Gillespie 2001).
Vitamin A
Vitamin A esensial untuk sistem imun yang dapat menurunkan risiko penyakit infeksi, difrensiasi sel epitel, produksi lendir serta pertumbuhan tulang (Linder 1992). Hubungan zat gizi yang berdampak pada perkembangan kognitif dan sistem saraf juga dipengaruhi vitamin A. Anak yang kekurangan vitamin A akan menyebabkan penurunan napsu makan (sense of taste) sehingga mengganggu pertumbuhan. Suplementasi vitamin A pada anak-anak meningkatkan hemoglobin dan menurunkan prevalensi anemia dari 54% menjadi 38% (Zimmermann et al. 2006). Miller et al. 2006).
Pertumbuhan dan perkembangan juga dipengaruhi oleh
tingkat morbiditi anak yang disuplementasi vitamin A dapat meningkatkan respon
27
immunitas (Lechtig 1985; Long 2006a; Long et al. 2006b). Pemberian vitamin A dapat meningkatkan kekebalan humoral dan selluer (Muhilal 2002).
Vitamin C Vitamin C pada level molekuler, askorbat mempunyai sifat pereduksi. Fungsi lain vitamin C terlibat dalam hidroksilasi, pembentukkan hidroksi prolin dan hidroksilin selama sintesis prokolagen; sintesis karnitin dan lisis yang penting dalam pengangkutan asam-asam lemak kedalam mitokondria untuk medapat proses oksidasi, hidroksilasi tirosin dan mungkin pembentukan katekolamin dan serotonin (penting dalam neurotransmitter) (Linder 1992). Suplementasi vitamin C dalam biskuit multi gizi (besi, vitamin C, Vitamin A, seng dan folat) pada ibu hamil memberikan pengaruh pertumbuhan dan perkembangan bayi bayi 0-6 bulan (Herawati 2003). Studi Nasoetion (2003) menunjukkan tidak ada pengaruh suplementasi biskuit multi gizi (besi, vitamin C, Vitamin A, seng dan folat) pada ibu hamil sampai melahirkan terhadap kadar seng sedangkan besi memberikan pengaruh.
Hasil penelitian lain membuktikan
konsumsi vitamin C berperan dalam respon immunitas (Li et al. 2006; Moreno et al. 2003; Johnsen et al. 2003; Duk-Hee Lee 2004). Interaksi Zat Gizi (Besi, Folat, Seng, Iodium, Vitamin A, dan Vitamin C) Efesiensi penyerapan zat gizi dalam tubuh dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya, ketersediaan zat gizi dalam tubuh, makanan, proses pemasakan dan ketersediaan (bioavailibility) dari zat gizi tersebut.
Interaksi zat gizi
umumnya terjadi pada ion-ion yang bermuatan sama dan berukuran sama. Tempat terjadinya interaksi zat gizi bisa makanan dan minuman, dalam saluran usus, pada level jaringan, pada level transport dalam organisme dan jalur ekskressi. Interaksi zat gizi yang digunakan sebagai fortifikan tersebut bisa terjadi dalam interaksi yang sinergistik, antagonistik atau kombinasi keduanya. Selain terjadi interaksi penyerapan zat gizi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor
28
misalnya antara [phy]:[Fe] dan [phy]:[Zn], Phy(asam fitat/heksaposfat ester inositol), tannin, pektin dan fosvitin (Gibson 2001; Linder 1992). Dari ke enam zat gizi (fortifikan) tersebut interaksi antagonistik paling umum terjadi antara Fe dan Zn, sedangkan reaksi sinergistik dapat terjadi antara Zn dengan vitamin A, Vitamin C dengan Fe dan vitamin A dengan C (Linder 1992; Bender 2002; Lopez et al. 2005; Zlotkin et al. 2006). Interaksi Fe dan Zn, Zn diabsorbsi secara difusi pasif, tergantung pada komponen ligan pengikat zink (zinc-binding ligant) berupa asam pikolinat. Asam pikolinat tersebut merupakan produk metabolit dari asam amino triptopan. Fe dalam usus diserap dalam bentuk Fe2+ (reduksi), penyerapan besi dalam usus juga mekanisme difusi pasif yang terikat dengan protein dalam bentuk ferritin (Bender 2001). Penyerapan seng sedikit banyaknya berkompetisi dengan ion metal transisi, terutama Fe++/Fe+++ dan Cu++ disamping karena system penyerapannya sama dengan mekanisme difusi pasif dengan carrier/pembawa protein; faktor ini harus dipertimbangkan dalam penggunaan suplemen (Linder 1992). Hasil penelitian Kelleher dan Lonnerdal (2006) membuktikan pada tikus bahwa suplementasi seng memberikan efek negatif pada absorbsi besi dengan meningkatnya retensi besi pada saluran pencernaan. Suplementasi besi dan folat tanpa seng dan dengan hanya pemberian seng saja memperbaiki Hb pada anak (Olney et al. 2006). Menurut Brown and Wuehler (2000) pengaruh Fe terhadap absorbsi Zn menjadi minimal bila ratio molarnya mendekat 1:1 atau tidak melebihi 2:1 akan tetapi masih terdapat perbedaan temuan antar peneliti mengenai hal tersebut. Hasil penelitian Lopez et al. (2005) terhadap fortifikasi seng dengan kombinasi sarapan dan makan siang dapat meningkatkan absorbsi seng secara positif. Suplementasi besi dengan iodium pada garam dapat meningkatkan transferin dan ferritin (Wegmuller et al. 2006). Interaksi sinergistik antara iodium dan selenium juga terjadi keduanya sangat dibutuhkan dalam motabolisme tulang. Hasil penelitian pada tikus membuktikan suplementasi selenium dan iodium dapat memperbaiki berat badan, panjang ekor dan pertumbuhan tulang (Reyes 2006). Pemberian besi dan folat memperbaiki kadar hemoglobin, dibandingkan pemberian besi, folat dan seng serta placebo (Olney et al. 2006). Hasil penelitian
29
terbaru membuktikan bahwa fortifikasi premix besi, vitamin A dan folat dalam pemberian makanan tambahan pada masyarakat di India membuktikan efektif dalam meningkatkan simpanan besi dan penurunan prevalensi IDA(iron deficiency anemia) dan anemia (Varma et al. 2007).