TINJAUAN PUSTAKA Biaya Produksi Usaha Tani Produksi secara teknis adalah suatu proses pendayagunaan sumber-sumber yang tersedia dengan harapan akan mendapatkan hasil yang lebih dari segala pengorbanan yang telah diberikan. Menurut Kartasapoetra (1988), produksi secara ekonomi adalah proses pendayagunaan segala sumber yang tersedia untuk mewujudkan hasil yang terjamin kualitas dan kuantitasnya, sehingga merupakan komoditas yang dapat diperdagangkan. Produksi berlangsung dengan jalan mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output). Masukan merupakan pengorbanan biaya yang tidak dapat dihindarkan untuk melakukan kegiatan produksi. Setiap pengusaha harus dapat menghitung biaya produksi agar dapat menetapkan harga pokok barang yang dihasilkan. Untuk menghitung biaya produksi terlebih dahulu harus dipahami pengertiannya. Biaya produksi adalah sejumlah pengorbanan ekonomis yang harus dikorbankan untuk memproduksi suatu barang. Menetapkan biaya produksi berdasarkan pengertian tersebut memerlukan kecermatan karena ada yang mudah diidentifikasikan, tetapi ada juga yang sulit diidentifikasikan dan hitungannya. Secara umum unsur biaya tersebut dapat dibagi atas tiga komponen biaya, berikut: 1. Komponen biaya bahan, meliputi semua bahan yang berkaitan langsung dengan produksi. 2. Komponen biaya gaji/upah tenaga kerja
Universitas Sumatera Utara
3. Komponen biaya umum (biaya overhead pabrik) meliputi semua pengorbanan yang menunjang terselenggaranya proses produksi. Biaya produksi usaha tani biasanya meliputi: 1. Bahan-bahan (pembelian, pengangkutan, penyimpanan, administrasi) 2. Tenaga kerja (upah, tunjangan-tunjangan) 3. Bangunan dan alat-alat produksi tahan lama (pemeliharaan, penyusutan, bunga, asuransi, sewa) 4. Tanah (sewa tanah apabila menyewa) 5. Jasa-jasa pihak lain 6. Biaya penunjang seperti biaya angkut, biaya administrasi, pemeliharaan, biaya listrik, biaya keamanan dan asuransi 7. Biaya pemasaran seperti biaya iklan 8. Pajak Menurut Soekartawi1 (1995), karena total biaya produksi (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC), maka rumus untuk menghitungnya adalah: …………………………………………………………………...(1) dimana: TC = total biaya produksi usaha tani (total cost) FC = biaya tetap (fixed cost) VC = biaya tidak tetap (variable cost)
Universitas Sumatera Utara
Biaya tetap Menurut Mubyarto (1994), yang dimaksud dengan biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya sewa tanah atau bunga tanah yang berupa uang. Biaya ini adalah biaya tetap pada pengertiaan short run yaitu biaya yang tidak berubah walaupun jumlah produksi berubah (selalu sama) atau tidak terpengaruh oleh besar kecilnya produksi (Prawirokusumo, 1980). Biaya tetap (fixed cost, disingkat FC) ialah biaya yang jumlahnya secara keseluruhan tetap, tidak berubah jika ada perubahan dalam besar kecilnya jumlah produksi yang dihasilkan (sampai batas tertentu). Misalnya sewa tanah atau bangunan, penyusutan bangunan (Gilarso, 1993). Biaya tetap ini umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Contohnya pajak, biaya untuk pajak akan tetap dibayar walaupun hasil usaha tani itu besar atau gagal sekalipun. Biaya tetap ini beragam, dan kadang-kadang tergantung dari peneliti apakah mau memberlakukan variabel itu sebagai biaya tetap atau biaya tidak tetap. Contoh biaya tetap antara lain: sewa tanah, pajak, alat pertanian dan alat produksi, iuran irigasi. Adapun rumus untuk menghitung biaya tetap adalah: . ………………………………………………………………(2) dimana: FC = biaya tetap Xi = jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap
Universitas Sumatera Utara
Pxi = harga input n
= macam input
(Soekartawi1, 1995). Biaya tidak tetap Menurut Prawirokusumo (1980), biaya tidak tetap disebut pula biaya operasi, artinya manajer selalu mengatur, mengeluarkan sepanjang waktu produksi. Biaya ini selalu berubah tergantung kepada besar kecilnya produksi. Yang termasuk biaya ini adalah: biaya pakan, biaya kesehatan ternak, biaya pembeliaan bibit ternak, upah tenaga kerja, obat-obatan, bahan bakar dan lainlainnya. Biaya variabel kira-kira 90-95% dari total biaya. Biaya lain-lainnya pada umumnya masuk biaya variabel karena besar kecilnya berhubungan langsung dengan besarnya produksi, misalnya pengeluaranpengeluaran untuk bibit, biaya persiapan dan pengolahan tanah (Mubyarto, 1994). Biaya variabel (variabel cost, disingkat VC) ialah biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan (tergantung dari) besar kecilnya jumlah produksi. Misalnya biaya bahan-bahan, upah buruh harian (Gilarso, 1993) Disisi lain biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contohnya biaya untuk sarana produksi. Kalau menginginkan produksi yang tinggi, maka tenaga kerja perlu ditambah, pupuk juga perlu ditambah dan sebagainya, sehingga biaya ini sifatnya berubah-ubah tergantung dari besar kecilnya produksi yang diinginkan. Adapun rumus untuk menghitung biaya tetap adalah:
Universitas Sumatera Utara
. ………………………………………………………………(3) dimana: VC = biaya tidak tetap/biaya variabel Xi = jumlah fisik dari input yang membentuk biaya variabel Pxi = harga input n
= macam input
(Soekartawi1, 1995). Hasil Produksi/Penerimaan Usaha Tani Menurut Soekartawi1 (1995), penerimaan usaha tani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut: ………………………………………………………………….......(4) dimana: TR = total penerimaan usaha tani (total revenue) Y = produksi yang diperoleh dalam suatu usaha tani Py = harga Y Pendapatan Usaha Tani Tujuan akhir dari pengelolaan suatu usaha tani adalah mendapatkan pendapatan. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), pendapatan dalam usaha tani merupakan selisih antara biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh dalam suatu kegiatan untuk mendapatkan produksi. Dalam kegiatan sehari-hari seorang petani bertindak sebagai pengelola, sebagai pekerja, dan sebagai penanam modal pada usahanya, maka pendapatan ini
Universitas Sumatera Utara
dapat digambarkan sebagai balas jasa dari faktor-faktor produksi yang biasanya dihitung dalam jangka waktu tertentu. Dalam hal ini ukuran pendapatan ada empat kategori, yaitu: 1. Pendapatan kerja petani, adalah merupakan selisih antara semua penerimaan yang berasal dari penjualan, yang dikonsumsi keluarga, dan kenaikan nilai inventarisasi dengan semua pengeluaran, baik pengeluaran tunai maupun pengeluaran yang tidak diperhitungkan. 2. Penghasilan kerja petani, adalah merupakan jumlah dari pendapatan kerja dengan penerimaan yang tidak tunai, seperti hasil-hasil usaha tani yang tidak dikonsumsi keluarga. 3. Pendapatan kerja keluarga, adalah merupakan jumlah penghasilan kerja petani dengan nilai kerja keluarga. Disini kerja yang berasal dari keluarga diperhitungkan sebagai pendapatan, karena merupakan balas jasa terhadap usaha tani yang dikelolanya. 4. Pendapatan keluarga, adalah merupakan jumlah pendapatan dari sumbersumber lain yang diterima petani bersama keluarganya, disamping kegiatan utamanya. Cara ini dipakai apabila petani tidak membedakan sumber-sumber pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurut Soekartawi1 (1995), pendapatan usaha tani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Jadi, pernyataan ini dapat dituliskan dalam rumusan sebagai berikut: ………………………………………………………………….(5) dimana: Pd = pendapatan usaha tani
Universitas Sumatera Utara
TR = total penerimaan usaha tani TC = total biaya produksi usaha tani Studi Kelayakan Studi kelayakan pada akhir-akhir ini telah banyak dikenal oleh masyarakat, terutama masyarakat yang bergerak dalam bidang dunia usaha. Bermacam-macam peluang dan kesempatan yang ada dalam kegiatan dunia usaha, telah menuntut perlu adanya penilaian sejauh mana penilaian/kesempatan tersebut dapat memberikan manfaat (benefit) bila diusahakan. Kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang akan diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha/proyek, disebut dengan studi kelayakan bisnis (Ibrahim, 1998). Menurut Kasmir dan Jakfar (2003) studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan atau usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut dijalankan. Mempelajari secara mendalam artinya meneliti secara sungguh-sungguh data dan informasi yang ada, kemudian diukur, dihitung dan dianalisis hasil penelitian tersebut dengan menggunakan metode-metode tertentu. Penelitian yang dilakukan terhadap usaha yang akan dijalankan dengan ukuran tertentu, sehingga diperoleh hasil maksimal dari penelitian tersebut. Kelayakan artinya penelitian yang dilakukan secara mendalam tersebut dilakukan untuk menentukan apakah usaha yang akan dijalankan akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan. Dengan kata lain kelayakan dapat diartikan bahwa usaha yang dijalankan akan memberikan keuntungan finansial dan non-finansial sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan tujuan yang mereka inginkan. Layak disini diartikan juga akan memberikan keuntungan tidak hanya bagi perusahaan yang menjalankannya, akan tetapi juga bagi investor, kreditor, pemerintah dan masyarakat luas. Untuk menentukan layak atau tidaknya suatu usaha dapat dilihat dari berbagai aspek. Setiap aspek untuk dapat dikatakan layak harus memiliki suatu standar nilai tertentu, namun keputusan penilaian tidak hanya dilakukan pada salah satu aspek saja. Penilaian untuk menentukan kelayakan harus didasarkan kepada seluruh aspek yang akan dinilai nantinya. Ukuran kelayakan masingmasing jenis usaha sangat berbeda, misalnya antara usaha jasa dan usaha non-jasa, seperti pendirian hotel dengan pembukaan perkebunan kelapa sawit atau usaha peternakan dengan pendidikan. Akan tetapi aspek-aspek yang digunakan untuk menyatakan layak atau tidaknya adalah sama, sekalipun bidang usahanya berbeda. Dengan demikian studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan/proyek yang direncanakan. Pengertian layak dalam penilaian ini adalah kemungkinan dari gagasan usaha/proyek yang akan dilaksanakan memberikan manfaat (benefit), baik dalam arti financial benefit maupun dalam arti social benefit. Layaknya suatu gagasan usaha/proyek dalam arti social benefit tidak selalu menggambarkan layak dalam arti financial benefit, hal ini tergantung dari segi penilaian yang dilakukan. Studi kelayakan lebih mengutamakan kelayakan dari suatu gagasan usaha dilihat dari pengusaha secara individu. Bilamana dana investasi besar diperlukan maka studi kelayakan harus dilakukan untuk meyakinkan bahwa seluruh aspek yang berhubungan seperti aspek teknis, aspek manajerial, aspek organisasi, aspek ekonomi dan keuangan
Universitas Sumatera Utara
perlu diperhatikan. Manfaat dari studi kelayakan ini ádalah untuk memperoleh bukti sebagai fakta apakah penggunaan modal akan dapat digunakan secara efektif atau tidak. Kegunaan dari studi kelayakan dapat dicontohkan seperti: meyakinkan bahwa keadaan memungkinkan untuk proyek dilaksanakan secara teknis, dapat memberikan keuntungan dilihat secara keuangan dan ekonomi, objektifitas tidak dapat dicapai dengan biaya yang lebih murah, dan apakah sasaran proyek telah sesuai dengan objektifitas ekonomi nasional (Siagian, 1997). Paling tidak ada lima tujuan mengapa sebelum suatu usaha atau proyek dijalankan perlu dilakukan studi kelayakan, yaitu: 1. Menghindari resiko kerugian Untuk mengatasi resiko kerugian di masa yang akan datang, karena di masa yang akan datang ada semacam kondisi ketidakpastian. Dalam hal ini fungsi kelayakan adalah untuk meminimalkan resiko yang tidak kita inginkan, baik resiko yang dapat kita kendalikan maupun yang tidak dapat dikendalikan. 2. Memudahkan perencanaan Jika kita sudah dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang, maka akan mempermudah kita dalam melakukan perencanaan dan halhal apa saja yang perlu direncanakan. 3. Memudahkan pelaksanaan pekerjaan Dengan adanya berbagai rencana yang sudah disusun akan sangat memudahkan pelaksanaan bisnis. Para pelaksana yang mengerjakan bisnis tersebut telah memiliki pedoman yang harus diikuti. Kemudian pengerjaan usaha dapat dilakukan secara sistematik, sehingga tepat sasaran dan sesuai dengan rencana yang sudah disusun.
Universitas Sumatera Utara
4. Memudahkan pengawasan Dengan telah dilaksanakannya suatu usaha atau proyek sesuai dengan rencana yang sudah disusun, maka akan memudahkan perusahaan untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya usaha. Pengawasan ini perlu dilakukan agar pelaksanaan usaha tidak melenceng dari rencana yang telah disusun. 5. Memudahkan pengendalian Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan telah dilakukan pengawasan maka jika terjadi suatu penyimpangan akan mudah terdeteksi, sehingga akan dapat dilakukan pengendalian atas penyimpangan tersebut. Analisis benefit-cost ratio Menurut Soekartawi1 (1995), analisis benefit-cost ratio (B/C) ini pada prinsipnya sama saja dengan analisis R/C (revenue-cost ratio), hanya saja pada analisis B/C ratio ini data yang diperhitungkan adalah besarnya manfaat. Secara teoritis manfaat ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:
... …………………………………………………………………(6)
dimana: B/C = benefit-cost ratio i
= tingkat bunga yang berlaku
t
= jangka waktu usaha tani
Kriteria yang dipakai adalah: •
B/C > 1 Jika B/C > 1, maka suatu usaha tani dikatakan memberikan manfaat bagi pelaku usaha atau layak untuk diusahakan.
Universitas Sumatera Utara
•
B/C = 1 Jika B/C = 1, maka suatu usaha tani dikatakan impas atau tidak memberikan keuntungan dan tidak memberikan kerugian, dalam analisis kelayakan dikatakan tidak layak.
•
B/C < 1 Jika B/C < 1, maka suatu usaha tani dikatakan tidak memberikan manfaat bagi pelaku usaha atau tidak layak untuk diusahakan. Benefit-cost ratio juga dapat dihitung dengan membandingkan keuntungan
atau pendapatan bersih usaha tani dengan total biaya produksi usaha tani. Pernyataan tersebut dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut: .. ……………………………………………………………………..(7) dimana: B/C = benefit-cost ratio TR = total penerimaan usaha tani TC = total biaya produksi usaha tani (Adisarwanto, 2009). Cara ini banyak dipakai karena dengan menghitung B/C ratio, maka akan diketahui besarnya manfaat dari proyek yang dilaksanakan. Perhitungan B/C ratio juga kadang-kadang tidak konsisten sehingga perlu berhati-hati dalam memberikan arti terhadap perhitungan yang diperoleh. Hal ini disebabkan karena adanya variabel biaya yang dikeluarkan, yang diperhitungkan dalam menghitung B/C ratio.
Universitas Sumatera Utara
Break even point Menurut Soekartawi2 (1995), analisis break even point (BEP) atau analisis titik impas sebenarnya banyak dipakai pada analisis pembiayaan (budgeting) dalam ekonomi perusahaan. Dalam evaluasi proyek, analisis titik impas juga sering dipakai sebagai dasar pemikiran dalam melakukan evaluasi proyek. Dengan demikian perbandingan antara manfaat dan biaya (benefit/cost ratio) atau jumlah penerimaan dan biaya adalah sebenarnya didasarkan pada analisis titik impas. Secara hipotesis, analisis titik impas dapat dijelaskan melalui gambar berikut ini, dalam gambar tersebut terlihat 4 variabel yang digambarkan dalam 4 garis yaitu variabel biaya tetap, biaya tidak tetap, biaya total dan penerimaan total.
Gambar 1. Ulasan hipotesis tentang titik impas (break even point) Analisis break even point bertujuan menemukan satu titik baik dalam unit maupun rupiah yang menunjukkan biaya sama dengan pendapatan. Dengan
Universitas Sumatera Utara
mengetahui titik tersebut, berarti dalam padanya belum diperoleh keuntungan atau dengan kata lain tidak untung tidak rugi. Sehingga ketika penjualan telah melewati angka BEP maka mulailah keuntungan diperoleh. Sasaran analisis break even point tidak lain mengetahui pada tingkat volume berapa titik impas berada. Dalam kondisi lain, analisis break even point pun digunakan untuk membantu pemilihan jenis produk atau proses dengan mengidentifikasi produk atau proses yang mempunyai total biaya terendah untuk suatu volume harapan. Analisis ini memerlukan estimasi mengenai biaya tetap, biaya variabel, dan penjualan. Contoh dari biaya tetap adalah biaya depresiasi, pajak bumi dan bangunan, bunga kredit, dan gaji pimpinan, sedangkan contoh dari biaya variabel adalah biaya tenaga kerja langsung, biaya material, biaya utiliti, dan untuk pendapatan diasumsikan berbentuk linier dimana besarnya bertambah sesuai dengan pertambahan volume penjualan. Adapun rumus untuk menghitung break event point (BEP) adalah:
BEP(volume) =
TC .... ………………………………………………………….(8) Py
dan BEP(h arg a ) =
TC ........... ……………………………………………………...(9) Y
dimana: BEP = titik impas (break even point) TC = total biaya produksi (total cost) Py = harga penjualan Y (selling price) Y = perkiraan hasil panen (production)
Universitas Sumatera Utara
Return of investment Return of investment (ROI), menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan modal berkaitan dengan tingkat keuntungan usaha tani yang diperoleh. Besar kecilnya nilai ROI ditentukan oleh besarnya keuntungan yang dicapai dan perputaran modal. ROI merupakan ukuran perbandingan antara keuntungan dengan biaya operasional. Analisis ini digunakan untuk mengetahui efisiensi penggunaan modal. Secara matematis, ROI dapat dihitung dengan menggunakan rumus seperti yang dibawah ini: .. ………………………………………………………….(10) dimana: ROI = return of investment/efisiensi penggunaan modal Pd = pendapatan bersih usaha tani TC = total biaya produksi usaha tani Sistem Pendukung Keputusan Defenisi sistem pendukung keputusan Defenisi awal sistem pendukung keputusan (SPK) atau disebut juga dengan decision support system, menunjukkan SPK sebagai sebuah sistem yang dimaksudkan untuk mendukung para pengambil keputusan manajerial dalam situasi keputusan semi-terstruktur. SPK dimaksudkan untuk menjadi alat bantu bagi para pengambil keputusan untuk memperluas kapabilitas mereka, namun tidak untuk menggantikan penilaian mereka. SPK ditujukan untuk keputusankeputusan yang memerlukan penilaian atau pada keputusan-keputusan yang sama
Universitas Sumatera Utara
sekali tidak dapat didukung oleh algoritma. Beberapa ahli memberikan defenisi mengenai SPK sebagai berikut: Menurut Man dan Watson dalam Daihani (2001), sistem pendukung keputusan merupakan suatu sistem interaktif, yang membantu pengambilan keputusan melalui penggunaan data dan model-model keputusan untuk memecahkan
masalah-masalah
yang
sifatnya
semi-terstruktur
dan tidak
terstruktur. Menurut Gorry dan Morton (1971), sistem penunjang keputusan adalah sistem berbasis komputer interaktif, yang membantu para pengambil keputusan untuk menggunakan data dan berbagai model untuk memecahkan masalahmasalah tidak terstruktur. Menurut Keen dan Morton (1978), sistem pendukung keputusan memadukan sumber daya intelektual dari individu dengan kapabilitas komputer untuk meningkatkan kualitas keputusan. SPK adalah sistem pendukung berbasis komputer bagi para pengambil keputusan manajemen yang menangani masalahmasalah tidak terstruktur. Menurut McLeod (1996), menekankan bahwa sistem pendukung keputusan adalah suatu sistem informasi yang ditujukan untuk membantu manajemen dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Menurutnya sistem pendukung keputusan adalah sistem penghasil informasi spesifik yang ditujukan untuk memecahkan suatu masalah tertentu yang harus dipecahkan oleh manajer pada berbagai tingkatan. SPK merupakan suatu cara untuk mengatur atau mengorganisir informasi dengan tujuan penggunaan dalam pengambilan keputusan (Kendall and Kendall,
Universitas Sumatera Utara
1992). SPK secara tidak langsung memberikan output dalam bentuk laporan, tapi lebih bertujuan untuk menyediakan atau menunjang
proses pengambilan
keputusan melalui penyajian informasi yang didisain untuk pemecahan masalah dan kebutuhan aplikasi. Jadi, SPK tidak dapat menggantikan pengambilan keputusan menajerial dengan membuat keputusan untuk pengguna (Render and Stair, 1997). Dari berbagai definisi di atas dapat dikatakan bahwa sistem pendukung keputusan adalah suatu sistem informasi spesifik yang ditujukan untuk membantu manajemen dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan persoalan yang bersifat semi-terstruktur. Sistem ini memiliki fasilitas untuk menghasilkan berbagai alternatif yang secara interaktif dapat digunakan oleh pemakai. Kata kunci lainnya adalah penggunaan model sebagai dasar pengembangan alternatif. Penggunaan model ini berkaitan dengan sifat permasalahan yang harus dipecahkan pemakai yaitu semi-terstruktur atau bahkan tidak terstruktur. Jadi semakin banyak pembendaharaan model yang dimiliki oleh sistem, maka alternatif keputusan yang dapat diciptakannya juga akan semakin kaya. Ciri lain dari sistem ini adalah pemanfaatan komputer sebagai motor penggeraknya. Oleh karena itu, sering kali disebutkan bahwa sistem pendukung keputusan adalah sistem yang berbasis komputer (computer based systems). SPK adalah sistem yang memberi penekanan pada proses, bukan pada produk seperti halnya sistem informasi manajemen (management information system = MIS). Interaksi antara pengambil keputusan (decision maker = DM) dengan sistem merupakan fokus dalam SPK. Melalui interaksi dalam sistem, DM
Universitas Sumatera Utara
akan diberikan pilihan atau alternatif oleh SPK yang dapat membantu DM dalam membuat keputusan. O’Brien (1990) menuliskan bahwa SPK terdiri atas beberapa komponen, yaitu: •
Perangkat keras (hardware resource) berupa sistem komputer yang terhubung dengan jaringan telekomunikasi.
•
Perangkat lunak (software resource) terdiri dari paket software SPK yang disebut SPK generator, yang meliputi modul basis data, modul model dan modul manajemen dialog.
•
Basis data yang mengandung data dan informasi yang diekstrak dari suatu organisasi, data eksternal, dan basis data manajer.
•
Basis model yang merupakan kumpulan dari model matematis dan teknik analitis yang disimpan dalam berbagai modul program dan file.
•
Sumber daya manusia (people resources) yaitu manajer atau staf spesialis untuk mengeksplorasi alternatif keputusan. Penerapan SPK telah berkembang di berbagai bidang, termasuk bidang
pertanian. Baik pada bidang tanaman pangan maupun bidang tanaman perkebunan telah mulai menggunakan SPK. Untuk tanaman suatu komoditi yang sama bisa terdapat lebih dari satu SPK, terutama disebabkan sudut pandang perancang SPK yang berbeda. Karakteristik dan nilai guna sistem pendukung keputusan Berbagai karakteristik yang membedakan SPK dengan sistem informasi lain yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1.
SPK dirancang untuk membantu pengambil keputusan dalam memecahkan masalah yang sifatnya semi-terstruktur ataupun tidak terstruktur.
2.
Dalam proses pengolahannya, SPK mengkombinasikan model-model/teknikteknik analisis dengan teknik pemasukan data konvensional serta fungsifungsi pencari informasi.
3.
SPK, dirancang sedemikian rupa sehingga dapat digunakan/dioperasikan dengan mudah oleh orang-orang yang tidak memiliki dasar pengoperasian komputer yang tinggi. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan biasanya model interaktif.
4.
SPK dirancang dengan menekankan pada aspek fleksibelitas serta kemampuan adaptasi yang tinggi. Sehingga mudah disesuaikan dengan berbagai perubahan lingkungan yang terjadi pada kebutuhan pemakai. Dengan berbagai karakteristik khusus seperti yang dikemukakan di atas,
SPK dapat memberikan berbagai manfaat atau keuntungan bagi pemakainya. Keuntungan yang dimaksud di antaranya meliputi: 1.
SPK memperluas kemampuan pengambil keputusan dalam memproses data/informasi bagi pemakainya.
2.
SPK membantu pengambil keputusan dalam hal penghematan waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah terutama berbagai masalah yang sangat kompleks dan tidak terstruktur.
3.
SPK dapat menghasilkan solusi dengan lebih cepat serta hasilnya dapat diandalkan.
4.
Walaupun suatu SPK mungkin saja tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapi oleh pengambil keputusan, namun ia mampu menjadi stimulan bagi
Universitas Sumatera Utara
pengambil keputusan dalam memahami persoalannya. Karena SPK mampu menyajikan berbagai alternatif. 5.
SPK dapat menyediakan bukti tambahan untuk memberikan pembenaran sehingga dapat memperkuat posisi pengambil keputusan. Di samping berbagai keuntungan dan manfaat seperti dikemukakan di atas,
sistem pendukung keputusan juga memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya adalah: 1.
Ada beberapa kemampuan manajemen dan bakat manusia yang tidak dapat dimodelkan, sehingga model yang ada dalam sistem tidak semuanya mencerminkan persoalan sebenarnya.
2.
Kemampuan suatu SPK terbatas pada perbendaharaan pengetahuan yang dimilikinya (pengetahuan dasar serta model dasar).
3.
Proses-proses yang dapat dilakukan oleh SPK biasanya tergantung juga pada kemampuan perangkat lunak yang digunakannya.
4.
SPK tidak memiliki kemampuan intuisi seperti yang dimiliki oleh manusia.
Komponen-komponen sistem pendukung keputusan Sistem pendukung keputusan terdiri atas tiga komponen utama atau subsistem yaitu: 1.
Subsistem data (database) Subsistem data merupakan komponen SPK yang berfungsi sebagai penyedia data bagi sistem. Data dimaksud disimpan dalam suatu pangkalan data (database) yang diorganisasikan oleh suatu sistem yang disebut dengan sistem manajemen pangkalan data (database manajemen system/DBMS).
Universitas Sumatera Utara
Melalui manajemen pangkalan data inilah, data dapat diambil dan diekstraksi dengan cepat. 2. Subsistem model (model base) Keunikan dari SPK adalah kemampuannya dalam mengintegrasikan data dengan model-model keputusan. Kalau pada pangkalan data, organisasi data dilakukan oleh manajemen pangkalan data, maka dalam hal ini ada fasilitas tertentu yang berfungsi sebagai pengelola berbagai model yang disebut dengan pangkalan model. Model adalah suatu peniruan dari alam nyata. Kendala yang sering kali dihadapi dalam merancang suatu model adalah bahwa model yang disusun ternyata tidak mampu mencerminkan seluruh variabel alam nyata, sehingga keputusan yang diambil tidak akurat dan tidak sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, dalam menyimpan berbagai model pada sistem pangkalan model harus tetap dijaga fleksibilitasnya. Artinya harus ada fasilitas yang mampu membantu pengguna untuk memodifikasi atau menyempurnakan model, seiring dengan perkembangan pengetahuan 3. Subsistem dialog (user system interface) Keunikan lainnya dari SPK adalah adanya fasilitas yang mampu mengintegrasikan sistem terpasang dengan pengguna secara interaktif. Fasilitas atau subsistem ini dikenal sebagai subsistem dialog. Melalui subsistem dialog inilah sistem diartikulasikan dan diimplementasikan sehingga pengguna atau pemakai dapat berkomunikasi dengan sistem yang dirancang. Fasilitas yang dimiliki oleh subsistem ini dapat dibagi atas tiga komponen, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
•
Bahasa aksi (action language), yaitu suatu perangkat lunak yang dapat digunakan pengguna untuk berkomunikasi dengan sistem. Komunikasi ini dilakukan melalui berbagai pilihan media seperti, keyboard, joystick, atau key function lainnya.
•
Bahasa tampilan (display atau presentation language), yaitu suatu perangkat yang berfungsi sebagai sarana untuk menampilkan sesuatu. Peralatan yang digunakan untuk merealisasikan tampilan ini diantaranya adalah printer, grafik monitor, plotter, dan lain-lain.
•
Basis pengetahuan (knowledge base), yaitu bagian yang mutlak diketahui oleh pengguna sehingga sistem yang dirancang dapat berfungsi secara efektif. Kombinasi dari berbagai kemampuan di atas dikenal sebagai gaya dialog
(dialog style). Gaya dialog ini terdiri atas beberapa jenis, diantaranya: 1.
Dialog tanya jawab, dalam dialog ini, sistem bertanya kepada pengguna, dan pengguna menjawab, kemudian dari hasil dialog ini sistem akan menawarkan alternatif keputusan yang dianggap memenuhi keinginan pengguna.
2.
Dialog perintah, dalam dialog ini, pengguna memberikan perintah-perintah yang tersedia pada sistem untuk menjalankan fungsi yang ada pada SPK.
3.
Dialog menu, model dialog ini merupakan gaya dialog yang paling populer dalam SPK. Dalam hal ini pengguna dihadapkan pada berbagai alternatif menu yang telah disediakan sistem. Menu ini akan ditampilkan pada monitor. Dalam menentukan pilihannya pengguna sistem cukup menekan tomboltombol tertentu, dan setiap pilihan akan menghasilkan respon/jawaban tertentu.
Universitas Sumatera Utara
4.
Dialog masukan/keluaran, dialog ini menyediakan form input atau masukan. Melalui media ini, pengguna memasukkan perintah dan data. Disamping form input, juga disediakan form keluaran (form output) yang merupakan respon dari sistem. Setelah memeriksa keluaran, penggunaan dapat mengisi form masukan lainnya untuk melanjutkan dialog berikutnya.
Proses pembangunan sistem pendukung keputusan Menurut Daihani (2001) untuk membangun suatu SPK dikenal 8 tahapan sebagai berikut: 1.
Perencanaan Pada tahap ini yang paling penting dilakukan adalah perumusan masalah serta penentuan tujuan dibangunnya SPK. Langkah ini merupakan langkah awal yang sangat penting, karena akan menentukan pemilihan jenis SPK yang akan dirancang serta metode pendekatan yang akan dipergunakan.
2.
Penelitian Berhubungan dengan pencarian data serta sumber daya yang tersedia.
3.
Analisis Dalam tahap ini termasuk penentuan teknik pendekatan yang akan dilakukan serta sumber daya yang dibutuhkan.
4.
Perancangan Pada tahap ini dilakukan perancangan dari ketiga subsistem utama SPK yaitu subsistem database, subsistem model dan subsistem dialog.
5.
Konstruksi Tahap ini merupakan kelanjutan dari perancangan, dimana ketiga subsistem yang ada digabungkan menjadi suatu SPK.
Universitas Sumatera Utara
6.
Implementasi Tahap ini merupakan penerapan SPK yang dibangun. Pada tahap ini terdapat beberapa tugas yang harus dilakukan yaitu testing, evaluasi, penampilan, orientasi, pelatihan, dan penyebaran.
7.
Pemeliharaan Merupakan tahap yang harus dilakukan secara terus menerus untuk mempertahankan keandalan sistem.
8.
Adaptasi Dalam tahap ini dilakukan pengulangan terhadap perubahan kebutuhan pengguna. Sehubungan dengan permasalahan yang sering dihadapi dalam pembuatan
sebuah keputusan adalah permasalahan bersifat tidak terstruktur dan atau semiterstruktur, maka dalam hal ini persepsi seorang pengambil keputusan akan kebutuhan sebuah informasi sangat diperlukan, namun demikian dari informasi yang telah diperoleh seringkali juga tidak dapat memenuhi sebuah penyelesaian yang baik. Oleh karena itu banyak sekali terjadi dalam pembangunan sebuah SPK sering dilakukan melalui suatu proses prototipe. Prototipe inilah yang menjadi titik awal pengembangan SPK dengan melakukan serangkaian ujicoba dan survei terhadap prototipe yang telah dibuat. Hasil daripada serangkaian ujicoba dan survei yang dilakukan terhadap prototipe tersebut digunakan sebagai acuan dalam pengembangan SPK, dengan tujuan untuk mendapatkan sistem SPK yang lebih baik dan sesuai dengan fungsi serta kegunaan yang diharapkan.
Universitas Sumatera Utara