TINJAUAN PUSTAKA Jabon (Anthocephalus cadamba) merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal Indonesia yang berpotensi baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman maupun untuk tujuan lainnya, seperti penghijauan, reklamasi lahan bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon dibandingkan dengan tanaman jenis lainnya antara lain: teknik budidayanya mudah, sebarannya luas, bernilai ekonomi tinggi, dan memiliki manfaat lainnya dari produk non kayunya, fungsi estetika, ekologis, maupun sosialnya (Badan Standar Nasional, 2001). Berdasarkan klasifikasinya, Jabon (Anthocephalus cadamba) termasuk ke dalam family Rubiaceae. Secara lengkap, susunan klasifikasi jabon adalah sebagai berikut. Taksonomi tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba) Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Sub Kelas
: Asteridae
Ordo
: Rubiales
Famili
: Rubiaceae (Kopi-kopian)
Genus
: Anthocephalus
Spesies
: Anthocephalus cadamba
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pohon jabon di alam umumnya bisa mencapai hingga 45 m dengan panjang bebas cabang 30 m dan diameter mencapai 160 m. Batangnya lurus silindris, bertajuk tinggi dengan cabang mendatar, dan berbanir (akar yang tumbuh diatas permukaan tanah) sampai ketinggian 1,5 m. Daun jabon, ukurannya bisa sangat besar dengan permukaan halus tanpa bulu. Daun jabon merupakan daun tunggal dan bertangkai panjang. Umumnya jabon mulai berbunga pada umur 4 tahun. Akan Tetapi jika mikroklimatnya sesuai dan pemeliharaannya dilakukan secara intensif maka jabon dapat saja mulai berbunga pada umur 2,5 tahun. Masa berbuah jabon setiap tahun antara bulan juni-agustus. Buahnya merupakan buah majemuk berbentuk bulat dan lunak dan mengandung biji yang kecil. Jumlah biji kering udara 18-26 juta butir per kilogram (Junaedi, 2009).
Syarat tumbuh Dalam hal untuk tempat tumbuh, jabon memiliki toleransi yang sangat luas yaitu pada ketinggian dengan kisaran 0-1.000 m dpl. Jenis ini kadang memerlukan iklim basah hingga kemarau kering didalam hutan gugur dengan tipe curah hujan A-D. Akan tetapi pada ketinggian optimal yang menunjang produktivitasnya adalah kurang dari 500 m dpl. Kondisi lingkungan tumbuh yang dibutuhkan oleh jabon adalah tanah lempung, podsolik cokelat, dan alluvial lembab yang biasanya terpenuhi di daerah pinggir sungai, daerah peralihan antara tanah rawa dan tanah kering yang kadang-kadang tergenangi air. Umumnya, jabon ditemukan di hutan sekunder dataran rendah dan dijumpai di dasar lembah, sepanjang sungai dan punggung-punggung bukit. Di Kalimantan dan Sumatera, jabon ditemukan pada daeah-daerah yang baru dibuka. Tujuannya adalah untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
permudaan alam, khususnya pada areal bekas tebangan, bekas perladangan, dan di tempat-tempat lainnya (Lisyanto, 2010).
Pengenalan Fungi Fungi adalah organisme tidak berklorofil, berbentuk hifa/sel tunggal eukariotik, berdinding sel dari kitin atau selulosa, bereproduksi secara seksual dan aseksual. Fungi dimasukkan dalam kingdom tersendiri sebab cara mendapatkan makanannya berbeda dari organisme eukariotik lainnya, yaitu melalui absorbsi. Fungi berkembangbiak secara seksual melalui peleburan dua inti sel dengan urutan terjadinya plasmogami, kariogami, dan miosis dan secara aseksual dengan membentuk karpus yang di dalamnya mengandung hifa-hifa fertil yang menghasilkan spora dan konidia. Sebagian besar tubuh fungi terdiri atas benangbenang yang disebut hifa, jalinan hifa yang semacam jala disebut miselium (Streets, 1980). Semua jenis fungi bersifat heterotrof. Namun, berbeda dengan organisme lainnya, fungi tidak memangsa dan mencernakan makanan. Untuk memperoleh makanan, fungi menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya, kemudian menyimpanya dalam bentuk glikogen. Oleh karena fungi merupakan konsumen maka fungi bergantung pada substrat yang menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya. Semua zat tersebut diperoleh dari lingkungannya. Sebagai makhluk heterotrof, fungi dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif, atau saprofit. Habitat (tempat hidup) fungi terdapat pada air dan tanah. Cara hidupnya bebas atau bersimbiosis, tumbuh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sebagai saprofit atau parasit pada tanaman, hewan dan juga manusia (Sumarsih, 2003). Hifa adalah struktur menyerupai benang yang tersusun dari dinding berbentuk pipa. Dinding ini menyelubungi membran plasma dan sitoplasma hifa. Sitoplasmanya mengandung organel eukariotik. Kebanyakan hifa dibatasi oleh dinding yang melintang atau septa. Septa mempunyai pori besar yang cukup untuk dilewati ribosom, mitokondria, dan kadangkala inti sel yang mengalir dari sel ke sel. Akan tetapi, adapula hifa yang tidak bersepta atau dinamakan hifa senositik (Semangun, 1996). Menurut Tambunan dan Nandika (1989), ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan fungi, antara lain: 1. Suhu Suhu berbeda-beda untuk tiap jenis, tetapi pada umumnya berkisar antara 22ºC sampai dengan 35ºC. Suhu maksimumnya berkisar antara 27ºC sampai dengan 39ºC dngan suhu minimum kurang lebih 5ºC. 2. Oksigen Oksigen sangat dibutuhkan oleh fungi untuk melakukan respirasi yang menghasilkan CO2 dan H2O. Sebaliknya untuk pertumbuhan yang optimum, oksigen harus diambil secara bebas dari udara. Tanpa adanya Oksigen, tidak ada fungi yang mampu bertahan hidup. 3. Kelembaban Kebutuhan fungi akan kelembaban berbeda-beda. Namun, hampir semua jenis fungi daoat hidup pada substrat yang belum jenuh air. Kadar air
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
substrat yang rendah sering menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan fungi. 4. Konsentrasi Hidrogen Pada umumnya fungi akan tumbuh dengan baik pada pH kurang dari 7 (dalam suasana asamsampai netral). Pertumbuhan yang optimum akan dicapai pada pH 4,5 sampai 5,5. 5. Bahan Makanan (Nutrisi) Fungi membutuhkan makanan. Untuk memperoleh makanan, fungi menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya, kemudian menyimpanya dalam bentuk glikogen. Patogen mungkin menyebabkan penyakit pada tumbuhan dengan cara sebagai berikut: 1. Melemahkan inang dengan cara menyerap makanan secara terus-menerus dari sel-sel inang untuk kebutuhannya. 2. Menghasilkan atau mengganggu metabolisme sel inang dengan toksin, enzim, atau zat pengatur tumbuh yang disekresinya. 3. Menghambat transportasi makanan, hara mineral dan air melalui jaringan pengangkut. 4. Mengkonsumsi
kandungan
sel
inang
setelah
terjadi
kontak
(Yunasfi, 2002).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA