TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili Phasianidae, genus Gallus, dan spesies Gallus domesticus. Bangsa ayam ini berbulu putih dan seleksi diteruskan hingga dihasilkan ayam broiler seperti sekarang ini (Amrullah, 2004). Ayam broiler merupakan ayam-ayam muda jantan atau betina, umumnya dipanen pada umur sekitar 35-45 hari dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ekor (Priyatno, 2000). Ayam broiler merupakan ayam tipe berat pedaging yang lebih muda dan berukuran lebih kecil, dapat tumbuh sangat cepat sehingga dapat dipanen pada umur 6-7 minggu yang ditujukan untuk menghasilkan daging dan menguntungkan secara ekonomis jika dibesarkan (Amrullah, 2004). Kebutuhan nutrien untuk ayam broiler periode finisher dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kebutuhan Nutrien Broiler Periode Finisher (3-6 minggu) Zat Pakan NRC (1994) Leeson dan Summers (2005) Protein Kasar 20,00 18,00 Energi Metabolis 3200 3150 Ca (%) 0,90 0,89 P (%) 0,35 0,38 Histidin (%) 0,32 0,28 Threonin (%) 0,74 0,55 Arginin (%) 1,10 1,10 Metionin (%) 0,38 0,38 Metionin +Sistin (%) 0,72 0,75 Valin (%) 0,82 0,56 Phenilalanin (%) 0,65 0,60 Isoleusin (%) 0,73 0,55 Leusin (%) 1,09 0,90 Lysin (%) 1,00 1,00 Strain Cobb merupakan bibit broiler yang dirancang untuk memuaskan konsumen yang menginginkan performa yang konsisten dan produk daging yang beraneka ragam. Strain ini adalah produk hasil riset dalam jangka waktu yang cukup lama dengan menggunakan teknologi modern. Karakteristik serta keunggulan strain ini antara lain adalah titik tekan pada perbaikan FCR, pengembangan genetik diarahkan pada pembentukan daging dada, mudah beradaptasi dengan ligkungan tropis (heat stress), dan efisiensi produksi. Sedangkan keunggulan dari strain Cobb Menurut CobbVantress (2010) antara lain tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi, kualitas daging yang
3
baik, nilai konversi pakan yang rendah dan dapat meminimalkan biaya produksi sehingga meningkatkan pendapatan peternak. Asam Amino Metionin
Protein dari hewan umumnya berkualitas tinggi, sedangkan protein dari tumbuh-tumbuhan umumnya berkualitas rendah. Kualitas protein dalam bahan pakan dinyatakan tinggi atau rendah tergantung dari kandungan asam amino esensial dalam bahan pakan tersebut dengan keseimbangan yang baik. Menurut Cheeke (2005) asam amino dapat dibedakan menjadi dua yaitu asam amino esensial dan asam amino non esensial. Asam amino esensial yaitu asam amino yang harus ada di dalam bahan pakan, karena tidak dapat disintesis dalam tubuh ternak, sedangkan asam amino non esensial yaitu asam amino yang dapat disintesis guna mencukupi kebutuhan pertumbuhan normal. Metionin adalah asam amino mengandung sulfur dan essensial (undispensable) bagi manusia dan ternak monogastrik sehingga metionin harus tersedia di dalam ransum ternak. Sigit (1995) menyatakan bahwa asam amino metionin juga merupakan salah satu kerangka yang membentuk protein tubuh. Protein pada tiap jaringan tubuh berbeda kandungan asam aminonya, dengan kata lain asam amino menentukan corak dan fungsi jaringan tubuh. Pembentukan daging bagian dada broiler sangat sensitif dipengaruhi oleh metionin dalam ransum (Huygherbaert et al.,1994). Wahju (2004) menyatakan bahwa dengan penambahan metionin kedalam ransum broiler dan petelur telah menghasilkan perbaikan dalam pertumbuhan, produksi dan terutama efisiensi penggunaan makanan. Struktur asam amino metionin dapat dilihat pada Gambar 1.
OH CH3 – S – CH2 – CH2 – C – COOH H Gambar 1. Struktur Asam Amino Metionin Cair Sumber : Lewis (2001) …...
Untuk menjamin kecukupan asam amino maka biasanya ditambahkan asam amino sintetik, tergantung dari bahan baku penyusun ransum tersebut (Amrullah, 2004). Terdapat dua jenis asam amino metionin sintetis yaitu dalam bentuk powder
4
(DL-Metionin) dan liquid (Methionine Hydroxy Analogue/MHA) (Vázquez-Añón et al., 2006). Sejalan dengan itu, Amrullah (2004) menyatakan bahwa terdapat setidaknya tiga asam amino sintetik, dengan didalamnya terdapat dua jenis asam amino metionin sintetik, yaitu DL-Metionin dan Methioninehydroxy Analogue. Adapun aktivitas relatif dan persentase kesetaraan dengan protein kasar dari kedua asam amino metionin sintetik tersebut terdapat pada Tabel 2. Tabel 2. Asam Amino Metionin Sintetik Asam Amino Sintetik
Aktifitas Relatif (%)
DL-Methionine Methioninehydroxy analogue
100 88
Setara Protein Kasar (%) 59 0
Sumber : Amrullah (2004)
Metionin diketahui sebagai asam amino yang bersifat racun bila berlebihan, disamping tirosin, triptofan dan histidin. Asam amino yang bersifat racun adalah asam amino yang metabolismenya dapat menempuh berbagai jalur, yaitu glikoketogenik (menghasilkan glukosa maupun ketosa pada waktu proses metabolisme terjadi) sehingga produk atau sisa metabolismenya sangat banyak. Kelebihan pemberian metionin akan berakibat buruk pada penambahan berat badan. Terjadinya penurunan selera makan atau penurunan laju pertumbuhan dapat disebabkan oleh antagonisme asam-asam amino yaitu antara metionin dengan leusin, alanin, isoleusin, phenilalanin, tirosin dan treonin walaupun efeknya dapat dikoreksi dengan asam amino pembatas (metionin, lysin dan triptophan) (Pesti et al., 2005). Kebutuhan Asam Amino
Telah banyak penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mengestimasi kebutuhan asam-asam amino untuk pertumbuhan yang didasarkan atas pengujian asam-asam amino dalam karkas. Wahju (2004) menyatakan bahwa kata sepakat telah didapat antara kebutuhan asam amino yang dihitung dari data komposisi karkas dan kebutuhan yang dideterminasi dengan penelitian bidang makanan, sehingga dapat membantu kesimpulan bahwa analisa karkas adalah suatu metode yang berlaku untuk mengevaluasi kebutuhan asam amino essensial. Kebutuhan asam amino untuk ayam broiler menurut NRC (1994) dapat dilihat pada Tabel 3.
5
Tabel 3. Kebutuhan Protein dan Asam Amino Ayam Broiler Zat Makanan Protein Kasar Arginin Glisin + Serin Histidin Isoleusin Leusin Lisin Methionin Methionin + Sistin Phenilalanin Prolin Triptopan Valin
Satuan % % % % % % % % % % % %
0-3 minggu 23,00 1,25 1,25 0,35 0,80 1,20 1,10 0,50 0,90 0,72 1,34 0,60
Umur 3-6 minggu 20,00 1,10 1,14 0,32 0,73 1,09 1,00 0,38 0,72 0,65 1,22 0,55
6-8 minggu 18,00 1,00 0,97 0,27 0,62 0,93 0,85 0,32 0,60 0,56 1,04 0,46
Sumber : National Research Council (1994)
Konsumsi Air Minum
Menurut Wahju (2004), faktor yang mempengaruhi konsumsi air minum pada ternak antara lain adalah tingkat garam natrium dan kalium dalam ransum, enzimenzim, bau ransum, makanan tambahan pelengkap, temperatur air, penyakit, jenis bahan makanan, kelembaban, angin, komposisi pakan, bentuk pakan, umur, produksi telur, jenis kelamin, dan jenis tempat air minum. Menurut Pokphand (2007), fungsi air adalah : (1) mempertahankan kelembaban organ-organ tubuh dimana jika organ tubuh kekurangan air bentuknya akan mengempis karena kehilangan kelembaban, (2) mempertahankan volume dan kekentalan darah dan getah bening, (3) mengatur suhu tubuh, (4) mengatur struktur dan fungsi kulit, dan (5) sebagai mediator dan saluran dari berbagai reaksi kimia didalam tubuh serta fungsi lainnya seperti sebagai pencuci, pelarut zat-zat gizi dan lainnya. Pada umumnya ayam mengkonsumsi air minum dua kali dari bobot pakan yang dikonsumsi (Ensminger et al., 1991). Konsumsi air minum ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 4.
6
Tabel 4. Konsumsi Air Minum pada Ayam Broiler Konsumsi Air (ml/ekor) 225 480 725 1000 1250 1500
Umur (minggu) 1 2 3 4 5 6 Sumber : National Research Council (1994)
Konsumsi air minum juga akan meningkat pada saat ayam berada pada temperatur lingkungan yang tinggi (May dan Lott, 1997). Menurut NRC (1994) konsumsi air minum bertambah sekitar 7% setiap peningkatan suhu 1OC diatas suhu 21OC. Kehilangan air tubuh 10% dapat menyebabkan kerusakan yang sangat hebat dan kehilangan air tubuh 29% akan menyebabkan kematian (Wahju, 2004). Konsumsi Ransum
Konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila diberikan secara ad libitum (Parakkasi, 1999). Sedangkan menurut Tillman et al. (1991), konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk biaya produksi hewan tersebut. Menurut National Research Council (1994) yang dapat mempengaruhi konsumsi adalah bobot tubuh ayam, jenis kelamin, aktivitas, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas pakan. Sedangkan menurut Wahju (2004) menyatakan bahwa besar dan bangsa ayam, temperatur lingkungan, tahap produksi dan energi dalam ransum
dapat
mempengaruhi
konsumsi.
Selanjutnya
Syamsuhaidi
(1997)
menyatakan bahwa temperatur lingkungan yang panas disertai kelembaban yang tinggi disamping dapat menurunkan konsumsi ransum yang berakibat terjadinya defisiensi zat-zat makanan yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan produksi, juga dapat mengganggu proses metabolisme. Nafsu makan juga merupakan faktor fundamental dalam asupan makanan. Hypothalamus pusat manusia adalah daerah yang paling penting dari otak dalam mengatur asupan makanan. Faktor lain yang mempengaruhi nafsu makan diantaranya
7
(1) kadar glukosa dalam darah, (2) jumlah kuantitas ingesta dalam perut dan suhu lingkungan (Campbell et al., 2003). Dalam dunia peternakan, tingkat konsumsi dapat disamakan dengan palatabilitas atau menggambarkan palatabilitas (Parakkasi, 1999). Palatabilitas didefinisikan sebagai daya tarik suatu pakan atau bahan pakan untuk menimbulkan selera makan dan langsung dimakan ternak. Secara umum palatabilitas ditentukan oleh rasa, bau dan warna (Pond et al., 2005). Konsumsi ransum ayam broiler dapat juga dipengaruhi oleh ketersediaan asam amino. Menurut Wahju (2004), jika pola konsentrasi asam amino menyimpang dari pola yang dibutuhkan tubuh, selera makan akan menurun. Pertambahan Bobot Badan
Pertumbuhan ternak dapat diidentifikasi dengan adanya peningkatan ukuran dan berat. Pertumbuhan dapat diukur dari bobot bagian-bagian tubuh, jaringan dan organ (McDonald et al., 2002). Ternak ayam akan mengalami pertambahan bobot badan karena pembesaran dan pembelahan sel. Pertambahan bobot badan diartikan sebagai kemampuan untuk mengubah zat-zat nutrien yang terdapat dalam pakan menjadi daging. Pertumbuhan mencakup 4 komponen utama yaitu peningkatan berat otot yang terdiri dari protein dan air, peningkatan ukuran tulang, peningkatan lemak tubuh total di jaringan lemak dan peningkatan ukuran bulu, kulit, dan organ dalam (Rose, 1997). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ayam broiler antara lain genetik, nutrisi ransum, kontrol penyakit, kandang dan manajemen produksi (Pond et al., 2005). Sedangkan menurut Wahju (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah jenis kelamin, energi metabolis ransum, kandungan protein ransum dan lingkungan. Menurut Amrullah (2004), laju pertumbuhan yang cepat diimbangi dengan konsumsi makanan yang banyak. Setiap minggu pertumbuhan ayam broiler mengalami peningkatan hingga mencapai pertumbuhan maksimal, setelah itu mengalami penurunan. Tillman et al. (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan mempunyai tahap-tahap cepat dan lambat. Tahap cepat terjadi pada saat lahir sampai pubertas dan tahap lambat terjadi pada saat kedewasaan tubuh telah tercapai. Sejalan dengan itu, Rose (1997) menyatakan bahwa
8
perubahan bobot badan membentuk kurva sigmoid yaitu meningkat perlahan-lahan kemudian cepat dan perlahan lagi atau berhenti. Pertambahan bobot badan dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan dengan melakukan berulang dalam waktu tertentu misalnya tiap hari, tiap minggu, tiap bulan atau tiap tahun (Tillman et al., 1991). Konversi Ransum
Menurut Amrullah (2004), konversi ransum yang baik berkisar 1,75-2,00. Angka konversi ransum dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kualitas ransum, teknik pemberian pakan dan angka mortalitas. Sedangkan menurut Gillespie (2004), konversi ransum dipengaruhi oleh litter, panjang dan intensitas cahaya, luas lantai per ekor, uap amonia kandang, penyakit dan bangsa ayam, selain itu kualitas pakan, jenis ransum, penggunaan zat aditif, kualitas air, dan manajemen pemeliharaan. faktor pemberian pakan dan penerangan juga turut mempengaruhi konversi ransum (Lacy dan Vest, 2004). Konversi ransum berguna untuk mengukur produktivitas ternak (Lacy danVest, 2004). Sedangkan menurut Wahju (2004), konversi ransum dapat digunakan untuk mengukur keefisienan penggunaan ransum. Semakin tinggi nilai konversi ransum menunjukkan semakin banyak ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan per satuan berat dan semakin rendah nilai konversi berarti kualitas ransum semakin baik. Konversi ransum mencerminkan keberhasilan dalam memilih atau menyusun ransum yang berkualitas (Amrullah, 2004). Menurut Wahju (2004) semakin rendah kandungan energi dan protein ransum pada ayam broiler maka semakin tinggi konversi ransumnya. Amrullah (2004) juga menyatakan bahwa penurunan kandungan energi ransum memperburuk konversi ransum. Persentase Karkas
Persentase karkas sering digunakan untuk menilai produksi ternak daging. Menurut Cahyono (2004) rata-rata berat karkas adalah sekitar 65-75% dari berat hidup. Sedangkan menurut hasil penelitian Syukron (2006), persentase karkas ayam broiler umur enam minggu berkisar antara 56,64-60,02% dari bobot hidup. Salah satu faktor yang mempengaruhi persentase karkas broiler adalah kualitas ransum.
9
Persentase karkas broiler yang mendapat ransum dengan kandungan protein 23% akan lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang mendapat ransum dengan protein lebih rendah (Lubis, 1992). Persentase karkas tidak dipengaruhi oleh berat hidup ayam. Lubis (1992) dalam penelitiannya melaporkan bahwa persentase karkas sebagai perbandingan antara berat karkas terhadap berat hidup tidak selalu memperlihatkan bahwa dengan rendahnya berat hidup akan menghasilkan persentase berat karkas yang semakin rendah pula. Organ Dalam Unggas Hati
Hati merupakan jaringan berwarna coklat kemerahan, terdiri dari dua lobus (gelambir) besar, terletak pada lengkungan duodenum dan rempela (Jull, 1979). Pada ayam kedua lobus tersebut hampir sama ukurannya (Mc Lelland, 1990). Hati memiliki fungsi yang kompleks, karena hati berfungsi dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, zat besi, berperan dalam sekresi empedu, detoksifikasi, pembentukan sel darah merah serta metabolisme dan penyerapan vitamin (Ressang, 1993). Warna hati tergantung pada status nutrisi unggas. Hati yang normal berwarna coklat kemerahan atau bisa coklat terang dan apabila makannya berlemak tinggi, warnanya menjadi kuning (Mc Lelland, 1990). Gejala-gejala klinis gangguan pada jaringan hati tidak selalu teramati karena kemampuan regenerasi jaringan hati yang tinggi, tetapi kelainan-kelainan hati secara fisik biasanya ditandai dengan adanya perubahan warna hati, pembengkakan dan pengecilan pada salah satu lobi (Subronto, 2001). Menurut Putnam (1991), persentase hati ayam broiler berkisar antara 1,7 – 2,8% dari berat hidup. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Merryana (2003), persentase bobot hati ayam broiler berumur enam minggu adalah sebesar 2,36-2,79% bobot hidup. Berat hati akan meningkat dengan bertambahnya umur. Ukuran berat, konsistensi dan warna tergantung bangsa, umur, dan status nutrisi individu ternak (Nickel et al.,1977).
10
Ginjal
Sistem pengeluaran urin unggas didasari oleh sepasang ginjal yang terletak di belakang peritoneum pada dinding posterior abdomen (Berne dan Levy, 1990). Setiap ginjal dihubungkan ke kloaka oleh ureter tunggal. Ukuran ginjal ayam berkisar antara 0,21 – 0,28% dari berat hidupnya (Nickel et al., 1977). Fungsi ginjal adalah mempertahankan keseimbangan susunan darah dengan mengelurkan zat-zat seperti air yang berlebihan, ampas-ampas metabolisme, garamgaram anorganik dan bahan-bahan asing yang terlarut dalam darah seperti pigmen darah atau pigmen-pigmen yang terbentuk dalam darah (Ressang, 1993). Kelainan pada ginjal biasanya disebabkan oleh gangguan metabolisme asam urat yang dicirakan dengan deposisi garam-garam urat dalam ginjal (Spector dan Spector, 1993). Jantung
Jantung adalah organ otot yang memegang peranan penting di dalam peredaran darah dan mempunyai empat ruang yaitu dua atrium dan dua ventrikel (North dan Bell, 1990). Bobot relatif jantung terhadap bobot karkas dipengaruhi oleh umur, genotipe, pola pemberian pakan, tetapi tidak hanya dipengaruhi oleh densitas nutrisi ransum (Boa Amponsem et al., 1991). Menurut Ressang (1993), pembesaran jantung biasanya disebabkan oleh adanya penambahan jaringan otot jantung. Ukuran jantung bervariasi pada setiap jenis unggas. Menurut Nickel et al. (1977), ukuran jantung berkisar antara 0,5 – 1,42% dari berat hidup, sedangkan Putnam (1991) menyatakan bahwa berat jantung berkisar antara 0,42 – 0,7% dari berat hidup. Sturkie (2000) melaporkan bahwa ukuran jantung relatif lebih besar pada unggas yang kecil dan rata-rata berat jantung ayam adalah 0,44% dari berat hidup. Limpa
Limpa unggas berwarna merah gelap, terletak disebelah kanan penghubung antara proventrikulus dengan rempela (Mc Lelland, 1990). Bentuk limpa bervariasi, pada ayam bulat dan pada itik berbentuk segitiga. Limpa merupakan organ tubuh kompleks dengan banyak fungsi. Beberapa fungsi belum diketahui secara pasti. Fungsi yang jelas adalah sebagai penyaring darah dan menyimpan zat besi untuk
11
dimanfaatkan kembali dalam sintesis hemoglobin (Dellman dan Brown, 1989). Menurut Ressang (1993), selain menyimpan darah, limpa bersama hati ikut serta dalam metabolisme nitrogen terutama dalam pembentukan asam urat dan membentuk sel limfosit yang berhubungan dengan pembentukan antibodi. Berat limpa broiler berkisar antara 0,18 – 0,23% dari berat hidup (Putnam, 1991) atau 1,5 – 4,5 gram (Nickel et al., 1977). Ukuran limpa bervariasi dari waktu ke waktu dan dari species ke species tergantung pada banyaknya darah yang ada dalam tubuh (Frandson, 1996). Usus Halus
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum, jejenum dan illeum (Sturkie, 2000). Usus halus merupakan tempat terjadinya pencernaan dan penyerapan makanan. Selaput lendir usus halus mempunyai jonjot yang lembut dan menonjol seperti jari. Fungsi usus halus selain sebagai penggerak aliran pakan dalam usus juga untuk meningkatkan penyerapan sari makanan (Akoso, 1993). Permukaan bagian dalam dari usus halus adalah membran mukosa yang terdiri dari sel epitel kolumnar, beberapa diantaranya mengalami modifikasi dan membentuk sel goblet guna produksi mukosa. Luar permukaan membran mukosa yang menyelaputi usus halus meningkat oleh adanya vili yang berguna untuk absorbsi zat makanan (Frandson, 1996). Dalam keadaan normal selaput lendir usus terliput oleh isi usus yang bercampur dengan getah usus, getah pankreas, empedu, lendir usus dan flora kuman-kuman. Usus halus menghasilkan enzim amilase, protease, dan lipase yang berfungsi memecah zat makanan menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga dapat diserap tubuh (Moran, 1985). Panjang usus halus bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh, tipe makanan dan faktor-faktor lainnya. Rataan panjang relatif usus halus ayam broiler yaitu 19,21 ± 1,79 cm/100 g bobot badan (Puspitasari, 2006) dan bobot usus halus berkisar antara 2,31-2,49% (Elfiandra, 2007).
12
Pankreas
Pankreas terletak di tengah lengkungan duodenum pada usus halus yang bertanggun jawab pada sekresi enzim pencernaan dan sekresi hormon (Mc Donald et al., 2002). Blakely dan Bade (1991) menyatakan bahwa pankreas dan hati membantu menghasilkan sekresi untuk pencernaan. Pankreas ini mensekresikan enzim (amilase, protease dan lipase) untuk membantu pencernaan karbohidrat, protein dan lemak. Berat pankreas berkisar antara 2,5 – 4,0 gram pada ayam dewasa (Sturkie, 2000). Menurut Widodo (2002), ransum unggas mengandung tripsin cenderung akan membentuk perluasan pankreas. Perluasan pankreas tersebut akan memperbesar sekresi tripsin. Hasil penelitian Hernandez et al (2004) menunjukkan bahwa persentase bobot pankreas ayam broiler umur 42 hari pada perlakuan kontrol adalah 0,15% dan Toghyani et al.(2006) adalah 0,189%. Lemak Abdomen
Lemak abdomen merupakan salah satu komponen lemak tubuh yang terletak pada rongga perut. Menurut Piliang dan Djojosoebagio (2006), salah satu tempat penyimpanan lemak adalah rongga perut (abdomen dimana jaringan adiposa berperan dalam proses penyimpanan lemak tersebut.
Menurut Amrullah (2004)
bobot lemak abdomen ayam broiler jantan umur enam minggu adalah 3,3% bobot karkas dan bobot lemak abdomen ayam broiler betina adalah 3,4% bobot karkas. Hasil penelitian Syukron (2006) menunjukkan bahwa persentase lemak abdomen ayam broiler umur enam minggu berkisar 1,44-2,26% dari bobot hidup. Kelebihan lemak abdomen ada hubungannya dengan buruknya konversi ransum karena diperlukan lebih banyak makanan untuk menghasilkan lemak dalam bobot yang sama dibandingkan dengan menghasilkan daging (Amrullah, 2004). Produksi ternak ayam pedaging diusahakan menghasilkan lemak abdomen serendah mungkin. Menurut Fontana et al. (1993), lemak abdomen akan meningkat pada ayam yang diberi ransum dengan protein rendah dan energi tinggi. Penurunan lemak abdomen merupakan hal yang menguntungkan bagi produsen dan konsumen, karena akan memperbaiki kualitas kerkas dengan daging yang rendah lemak (Sanz et al., 2000).
13
Gizzard
Gizzard atau rempela merupakan organ yang terpenting dalam sistem pencernaan unggas yang terletak diantara proventikulus dengan batas atas usus halus. Rempela memiliki dua pasang otot yang kuat dan sebuah mukosa. Otot rempela akan berkontraksi bila ada makanan yang masuk kedalamnya (North dan Bell, 1990). Menurut Pond et al. (2005), fungsi rempela pada unggas hampir sama dengan fungsi gigi pada manusia, bekerja untuk memperkecil ukuran partikel makanan secara fisik. Amrullah (2004) menambahkan bahwa ukuran rempela mudah berubah bergantung pada jenis makanan yang biasa dimakan oleh unggas tersebut. Adapun erosi gizzard disebabkan karena mikotoksin, tembaga sulfat, biogenic amina, gizzerosine dalam tepung ikan, defisiensi vitamin B6 dan adenovirus (Pokphand, 2006). Persentase bobot rempela terhadap bobot hidup akan menurun dengan bertambahnya umur pemotongan. Menurut Putnam (1991), ukuran rempela ayam broiler berkisar antara 1,6-2,3% dari bobot hidupnya.
14