TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Beberapa masalah fisik yang sering dijumpai dalam pemanfaatan ultisol antara lain kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat, permeabilitas yang lambat dan daya pegang air serta total ruang pori yang rendah. Permasalahan lahan ultisol lainnya adalah kepekaan tanah terhadap erosi yang mengakibatkan menurunnnya produktivitas tanah, seperti kemunduran sifat fisik tanah, sulit mempertahankan kelembaban tanah, kandungan unsur hara rendah, merosotnya kandungan bahan organik, reaksi tanah masam, kadar Al tinggi sehingga
menjadi
racun
bagi
tanaman
dan
menyebabkan
fiksasi
P
(Fatmawaty dan Firnia, 2010). Ultisol juga sedikit mengandung bahan organik sehingga sulit mengalirkan air, aktifitas mikrorganisme rendah dan pH sekitar 4-5.Rendahnya produktivitas tanaman di tanah masam ultisol merupakan kendala utama yang dihadapi dalam pemanfaatannya untuk usaha pertanian (Rismunandar, 1993). Reaksi tanah Ultisol pada umumnya masam hingga sangat masam (pH 5−3,1 0), kecuali tanah Ultisol dari batu gamping yang mempunyai reaksi netral hingga agak masam (pH 6,80 −6,50). Kapasitas tukar kation pada tanah Ultisol dari granit, sedimen, dan tufa tergolong rendah masing-masing berkisar antara 2,90 −7,50 cmol/kg, 6,11−13,68
cmol/kg, dan 6,10 −6,80 cmol/kg,
sedangkan yang dari bahan volkan andesitik dan batu gamping tergolong tinggi (>17 cmol/kg). Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa tanah Ultisol dari
Universitas Sumatera Utara
bahan volkan, tufa berkapur, dan batu gamping mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi (Prasetyo dkk, 2000). Nilai kejenuhan Al yang tinggi terdapat pada tanah Ultisol dari bahan sedimen dan granit (> 60%), dan nilai yang rendah pada tanah Ultisol dari bahan volkan andesitik dan gamping (0%). Ultisol dari bahan tufa mempunyai kejenuhan Al yang rendah pada lapisan atas−8%), (5 tetapi tinggi pada lapisan bawah (37−78%).Tampaknya kejenuhan Al pada tanah Ultisol berhubungan erat dengan pH tanah.Stevenson (1982) menyatakan bahwa dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme melepaskan asam-asam organik selanjutnya asam-asam organik mampu mmengkhelak Fe dan Al serta logam-logam berat pembuat asam. Pemupukan fosfat merupakan salah satu cara mengelola tanah Ultisol, karena di samping kadar P rendah, juga terdapat unsur-unsur yang dapat meretensi fosfat yang ditambahkan. Kekurangan P pada tanah Ultisol dapat disebabkan oleh kandungan P dari bahan induk tanah yang memang sudah rendah, atau kandungan P sebetulnya tinggi tetapi tidak tersedia untuk tanaman karena diserap oleh unsur lain seperti Al dan Fe.Ultisol pada umumnya memberikan respons yang baik terhadap pemupukan fosfat.Penggunaan pupuk P dari TSP lebih efisien dibanding P alam, namun pengaruh takaran P terhadap hasil tidak nyata.Pemberian P 200−250 ppm P2O5 pada tanah Ultisol dari Lampung dan Banten dapat menghasilkan bahan kering −4 3 kali lebih tinggi dari perlakuan tanpa fosfat (Sediyarsa dkk, 1986). Di samping itu pengaruh residu pemupukan P masih terlihat walaupun hasil tanaman lebih rendah dari pertanaman sebelumnya.Respons tanaman jagung
Universitas Sumatera Utara
terhadap pemupukan P dan N pada tanah Typic Paleudults sangat tinggi karena status kesuburan Typic Paleudults sangat rendah.Penelitian lanjutan menunjukkan bahwa takaran pupuk P dan N untuk pertanaman jagung kedua lebih kecil dari pertanaman pertama (Soepartini dan Sholeh, 1986). Kirinyuh (Eupathorium odoratum) Dalam penggunaan pupuk pada umumnya petani sudah sangat tergantung kepada pupuk buatan, hal ini akan berdampak negatif terhadap perkembangan produksi pertanian, jika terjadi kelangkaan pupuk dan harga pupuk naik karena susidi pupuk dicabut. Mengingat akan pentingnya peranan jagung tersebut, maka perlu diupayakan peningkatan produksi tanaman jagung, salah satunya yaitu dengan menggunakan teknologi alternatif dengan memanfaatkan bahan organik. Kirinyuh dapat tumbuh cepat dan menghasilkan biomas yang tinggi, cepat memperbaiki kesuburan tanah dan mampu membunuh alang-alang (Cairs,1994). Torres dan Paller (1989) mengemukakan bahwa kirinyuh cocok untuk bahan kompos. Soeryani et al (1987) melaporkan bahwa kirinyuh yang ditanam secara khusus, dan pangkasannya diterbarkan di permukaan tanah dapat meningkatkan kadar tanah dan menekan pertumbuhan gulma lainnya. Dari hasil analisis kimia terhadap gulma kirinyuh (akar, batang, dan daun) diperoleh sebanyak 103,44 kg N; 15,17 kg P; 80,94 kg K; dan 63,94 kg Ca per hektar (Daryono dan Hamzah, 1979). Dari contoh pangkasan kirinyuh sekita 70 cm dari pucuk yang dikoleksi dari berbagai lokasi di Sumatera Barat, ditemukan sekitar 2,70% N; 0,37% P; dan 3,22% K (Nurhajati Hakim,2000).
Universitas Sumatera Utara
Untuk meningkatkan pengaruh kompos kirinyuh dapat dilakukan dengan penambahan Urine sapi, kombinasi ini disebut sebagai kompos plus. Urine sapi mengandung 1% N, 0,5% P, dan 1,5% K. Penambahan urine sapi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kandungan unsur hara pada kompos. Selain dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara, penggunaan kompos kirinyuh plus akan memperbaiki struktur tanah, meningkat kandungan bahan organik dan kemampuan tanah dalam menyimpan air. Penggunaan kompos plus juga mampu meningkatkan aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanamoan sehingga jumlah hara yang diserap tanaman akan lebih banyak diserap tanaman karena rantai unsur hara telah diputus oleh mikroba, dan ini sebagai upaya penerapan sistem pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Paitan(Tithonia diversifolia) Beberapa manfaat pupuk organik adalah dapat menyediakan unsur hara makro dan mikro, mengandung asam humat (humus) yang mampu meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, meningkatkan aktivitas bahan mikroorganisme tanah, pada tanah masam penambahan bahan organik dapat membantu meningkatkan pH tanah, dan penggunaan pupuk organik tidak menyebabkan polusi tanah dan polusi air (Novizan, 2007). Tithonia diversifolia merupakan gulma tahunan yang berpotensi sebagai sumber hara karena mengandung 3,50% N, 0,37% P, dan 4,10% K. Sedangkan hasil penelitian Bintoro dkk (2008) kandungan hara T. diversifolia adalah sebesar 3.59% N, 0.34% P, 2.29% K. Kotoran kambing mengandung 1.15% N, 0.47% P dan 1.46% K (Bintoro dkk, 2008), 0,7% N,0,4% P2O5 dan 0,25% K2O. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa kandungan hara T. diversifolia dapat disetarakan dengan kandungan hara dalam kotoran kambing. Keunggulan lain dari tanaman ini adalah dapat tumbuh baik pada lahan yang kurang subur. Pemanfaatan T. diversifolia sebagai sumber bahan organik yang efektif telah digunakan pada padi dan untuk Okra dan jagung di Nigeria. Analisa laboratorium menunjukkan bahwa tithonia segar terdiri dari 20% bahan kering dan mengandung nitrogen 4,6%. Konsentrasi fosfor di daun tithonia sangat tinggi (0,27-0,38% P). Jumlah P di daun tithonia lebih tinggi daripada tingkat yang ditemukan di tumbuhan polong yang biasanya digunakan di pertanian maupun pada hutan dan perkebunan, yang hanya sebesar 0,15-0,20% fosfor
(Wanjau, dkk, 2002). Pemberian tithonia pada tanah
Ultisol untuk mensubstitusi N dan K pupuk buatan dapat meningkatkan pH tanah, menurunkan Al-dd, serta meningkatkan kandungan hara P, Ca, dan Mg tanah (Hartatik,2007). Keuntungan menggunakan gulma ini khususnya untuk perbaikan tanah termasuk kelimpahan biomas, adaptasi serta kemampuan untuk tumbuh pada lahan di sepanjang jalan utama dan lingkungan. Pemanfaatan tanaman ini sebagai bahan organik segar , terutama pupuk hijau. Tithonia diversifolia memiliki potensi tinggi terhadap pemulihan kesuburan tanah, dampak positif terhadap kesuburan tanah terutama pada status fosfor.Semakin besar jumlah bahan organik di dalam tanah, sifat fisik tanah semakin baik.Bahan organik juga meningkatkan aktivitas mikroba tanah, fiksasi N, dekomposisi bahan organik, mineralisasi, nitrifikasi dan antagonis terhadap patogen tular tanah (Alam SM and Khan MA, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Unsur Hara Penting Bagi Tanaman Kandungan C yang beragam berhubungan dengan kecepatan dekomposisi, mencerminkan jenis senyawa organnik yang utama yang terkandung dalam jaringan tumbuhan. Sebagai contoh gula dan pati merupakan senyawa yang cepat terdekomposisi yang biasanya mengandung kurang dari 45% C. Perbandingan dekomposisi antara tanaman legum Alfalfa, batang jagung, dan jerami menunjukkan bahwa semakin besar rasio C/N semakin lambat pelepasan CO2 dan, oleh karena itu, semakin lambat kecepatan dekomposisi (Hausenbuiller, 1982). Nisbah C/N merupakan indikator yang menunjukkan tingkat dekomposisi dari bahan organik tanah.Bahan organik yang baik harus mempunyai nisbah C/N serendah mungkin (di bawah 50).Apabila nisbah C/N dari bahan yang tersedia terlalu tinggi, nisbah C/Nnya dapat diperkecil dengan penambahan bahan yang kaya dengan nitrogen, seperti misalnya pupuk nitrogen (Indranada, 1989). Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang memberikan unsur N, P, dan K bagi tanaman.Marsono dan Sigit (2002) menyatakan bahwa pupuk NPK (Nitrogen-Phospate-Kalium) meruoakan pupuk majemuk cepat tersedia yang paling dikenal saat ini.Kadar NPK yang banyak beredar adalah 15-15-15, 16-1616, dan 8-20-15. Tope pupuk NPK juga sangat populer karena kadarnya cukup tinggi
dan
memadai
untuk
menunjang
pertumbuhan
tanaman
(Lingga dan Marsono, 2008). Pemanfaatan NPK Mutiara memberikan beberapa keuntungan diantaranya; kandungan haranya lebih lengkap, pengaplikasiannya lebih efisien dari segi tenaga kerja, sifatnya tidak terlalu higroskopis sehingga tahan disimpan dan tidak
Universitas Sumatera Utara
cepat menggumpal.Pupuk ini baik digunakan sebagai pupuk awal maupun pupuk susulan saat tanaman memasuki fase generatif (Novizan, 2007). Mukhlis, dkk (2011) menyatakan bahwa pada awalnya pemberian pupuk N anorganik akan meningkatkan pH namun selanjutnya pH turun lebih besar lagi; secara keseluruhan pemberian pupuk anorganik akan mengasamkan tanah.
Universitas Sumatera Utara