TINJAUAN PUSTAKA
Rosela Menurut Morton (1987) rosela merupakan tanaman asli Afrika tropik dan mulai menyebar secara luas ke negara-negara tropik dan subtropik seperti Amerika Tengah dan India Barat. Berikut ialah klasifikasi tanaman rosela: Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Malvales
Famili
: Malvaceae
Genus
: Hibiscus
Spesies
: Hibiscus sabdariffa L. var. sabdariffa Rosela merupakan tanaman setahun, tegak dengan tinggi mencapai 4.5 m.
Batang membulat berwarna keseluruhan hijau, hijau dengan bercak merah atau seluruhnya merah. Kedudukan daun berseling dan terbagi dalam tiga atau lima lobi dengan tepi daun bergerigi. Daun yang panjang dan lebar biasanya terdapat pada rosela batang hijau atau hijau dengan bercak merah, sedangkan daun berukuran lebih kecil pada rosela batang merah. Tangkai daun berbulu serta berduri atau berduri saja dan terdapat kelenjar madu pada pangkal tulang daun (Loebis, 1970). Morton (1987) menambahkan daun berwarna hijau dengan panjang 7.5-12.5 cm dan urat daun kemerahan dengan tangkai daun yang panjang atau pendek.
a)
b)
c)
Buah
Kaliks
Gambar 1. Rosela : a). Tanaman Rosela, b). Bunga, c). Kaliks dan Buah
5
Menurut Morton (1987) bunga muncul dari ketiak daun dengan diameter mencapai 12.5 cm, berwarna kuning atau kekuningan dan berubah menjadi merah muda saat sore hari. Kaliks rosela berwarna merah, berdaging renyah namun mengandung banyak air dengan panjang 3.2-5.7 cm. Sastrahidayat dan Soemarno (1991) menambahkan bunga rosela merupakan bunga hermaprodit. Bentuk bunga soliter, aksiler, bercuping 5, berwarna hijau, merah atau keputihan. Mahkota berbentuk lonceng, berdaging, ujung membulat, gundul hingga berambut, berwarna kuning hingga kuning kemerahan pada bagian tengah dalam. Buah rosela beruang lima, tiap ruang terdapat dua barisan biji. Buah muda diselaputi kulit tipis berwarna hijau serta berbulu halus. Buah berbentuk kapsul atau bulat telur, tiap buah berisi 30-40 biji. Bentuk biji mengginjal dengan panjang 4-4.5 mm. Biji berwarna hitam kelabu dengan banyak titik-titik kecil coklat kekuningan (Loebis, 1970)
Budidaya Rosela Rosela paling baik dibudidayakan pada daerah tropis dan subtropis dengan ketinggian mencapai 900 mdpl dengan curah hujan sekitar 182 mm selama musim tanam (Morton, 1987). Menurut Ahmad dan Vossen (2003) rosela dapat dibudidayakan pada 7° LS (Jawa, Indonesia) dan 23° LU (Bangladesh). Rosela tumbuh pada berbagai tipe tanah namun mempunyai tekstur dan drainase yang baik. Tanaman ini toleran pada tanah dengan keasaman tinggi dan kadar garam yang cukup, tetapi tidak toleran terhadap hilangnya air. Selama pertumbuhan rosela membutuhkan rata-rata temperatur bulanan 25-30°C, curah hujan 140-270 mm/bulan dan kelembaban udara lebih dari 70%. Meskipun tanaman ini membutuhkan curah hujan melimpah selama periode vegetatif untuk hasil panen yang maksimum, rosela juga tumbuh pada area dengan curah hujan bulanan rendah. Dinas Pertanian Jawa Timur (2007) menambahkan rosela dapat tumbuh baik dengan pH antara 6.5–7.5. Rosela umumnya diperbanyak dari biji namun dapat ditumbuhkan dari stek batang (Morton, 1987; Sastrahidayat dan Soemarno, 1991; Ahmad dan Vossen, 2003). Perbanyakan dengan stek batang menghasilkan tanaman yang
6
lebih pendek. Petani di India menggunakan metode ini untuk penanaman di antara tanaman budidaya lain (interplanting) namun kaliks yang dihasilkan rendah. Menurut Sastrahidayat dan Soemarno (1991), jarak tanam untuk produksi kaliks rosela ialah 120 cm x 90 cm. Ahmad dan Vossen (2003) menegaskan bahwa jarak tanam untuk produksi daun maupun kaliks rosela ialah 60 cm x 100 cm dan 120 cm x 90 cm. Pemupukan dengan pupuk kandang dilakukan sebelum tanam, sedangkan pupuk buatan yang diberikan masing-masing sebanyak 300 kg urea/ha, 150 kg SP-36/ha dan 150 KCl kg/ha. Pupuk urea diaplikasikan dua kali pada 3 MST dan 7–8 MST sebanyak 30-40 g/tanaman. Kemudian dilakukan pemanenan sejak umur tiga minggu setelah berbunga dan dapat dipanen terus menerus dalam jangka waktu 3 bulan sebelum akhirnya diganti bibit baru. Pemanenan dilakukan dengan gunting pangkas untuk memotong tangkai bunga kemudian buah dipisahkan dari kaliks kemudian kaliks dikeringkan (Dinas Pertanian Jawa Timur, 2007).
Khasiat Kaliks Rosela Mardiah et al. (2009) mengemukakan bahwa kandungan penting yang terdapat pada kaliks rosela ialah pigmen antosianin. Antosianin pada rosela terdiri dari
cyanidin-3-sambubioside,
delphinidin-3-glucose,
dan
delphinidin-3-
sambubioside. Antosianin merupakan salah satu bagian dari flavonoid. Sebagian besar antosianin berada dalam bentuk glikosida yang terdiri dari pelargonidin, sianidin, peonidin, delphinidin, petunidin dan malvidin (Vickery dan Vickery, 1981). Menurut Harborne (1987), antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yang kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah, ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah. Secara kimia antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi maupun glikosilasi. Robinson (1995) menambahkan bahwa antosianin
7
ialah pigmen daun bunga merah sampai biru yang banyaknya sampai 30% bobot kering dalam beberapa bunga. Pada kaliks rosela terkandung 51% antosianin dan 24% antioksidan (Tsai et al., 2002). Kandungan bahan aktif tersebut memiliki khasiat sebagai diuretic (peluruh air seni), cholerectic (merangsang keluarnya empedu), febrifugal (menurunkan demam), hypotensive (menurunkan tekanan darah) dengan cara menurunkan derajat kekentalan darah sehingga kerja jantung memompa darah semakin ringan dan merangsang gerak peristaltik usus. Dalam 100 g kaliks rosela terkandung 1.14 g protein, 12 g serat, 8.98 zat besi, sedangkan pada 100 g ekstrak rosela terkandung vitamin A dan vitamin C masing-masing sebanyak 113.46 mg 214.68 mg dimana vitamin C berkhasiat untuk meningkatkan daya tahan tubuh manusia terhadap serangan penyakit (Morton, 1987). Hasil penelitian Khosravi et al. (2009) menegaskankan bahwa mengkonsumsi teh rosela berkhasiat menurunkan tekanan darah pada penderita diabetes dengan hipertensi ringan. Zhang dalam Mualim (2009) menambahkan, antosianin mampu menghambat sel kanker diantaranya sel kanker perut, kanker usus besar, kanker payudara, dan kanker paru-paru. Vickery dan Vickery (1981) menyatakan bahwa biosintesis antosianin disebabkan oleh cahaya. Meskipun total kandungan antosianin umumnya meningkat, namun respon tanaman terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang kompleks. Salisbury dan Ross (1995) menegaskan, terbentuknya pigmen antosianin sering terpacu oleh cahaya. Cahaya memacu sintesis pigmen tersebut pada organ yang sedikit atau sama sekali tidak melakukan fotosintesis, yakni di daun pada musim gugur, daun mahkota bunga dan kecambah teretiolasi.
8
Pupuk Fosfor Menurut Sutedjo (1994) pupuk adalah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik maupun anorganik dengan maksud untuk mengganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah dan bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman dalam keadaan faktor keliling atau lingkungan yang baik. Leiwakabessy dan Sutandi (2004) menyatakan pupuk ialah bahan yang diberikan kepada tanaman baik langsung maupun tidak langsung untuk mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan produksi atau memperbaiki kualitasnya sebagai akibat perbaikan nutrisi tanaman. Pemberian pupuk dalam dosis yang tepat dan waktu yang tepat untuk mempertahankan keseimbangan unsur hara dalam tanah dan ketersediaan bagi tanaman disebut pemupukan. Fosfor diserap oleh tanaman sebagai orto fosfat primer (H2PO4-) atau sekunder (HPO42-). Pada umumnya bentuk H2PO4- lebih tersedia bagi tanaman daripada bentuk HPO42- (Soepardi, 1983). Partohardjono dan Syarifuddin (1991) menambahkan kemasaman tanah sangat menentukan rasio serapan H2PO4- dan HPO42-. Pada sebagian besar tanah ketersediaan fosfor maksimum saat pH 6.0-6.5. Dalam tanah sangat masam kepekatan ion besi dan aluminium jauh melebihi ion H2PO4- membentuk lebih banyak senyawa fosfor yang tidak larut sehingga hanya sejumlah kecil H2PO4- tersisa dan tersedia bagi tanaman. Apabila kondisi tanah alkalin terjadi pengendapan fosfor oleh senyawa kalsium yang akan menurunkan ketersediaan bagi tanaman. Tanaman yang telah memasuki fase generatif harus mendapatkan unsur fosfor untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar, mempercepat kematangan dan produksi buah dan biji, berperan dalam proses pemecahan karbohidrat untuk energi baik penyimpanan maupun peredarannya keseluruh tanaman dalam bentuk ADP dan ATP (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Pupuk fosfor umumnya tidak mobile dan tidak bergerak jauh dari tempat semula sehingga sering menyebabkan defisiensi. Defisiensi terhadap unsur hara ini mengakibatkan tanaman berenergi rendah sehingga sel tidak dapat membelah. Oleh karena itu, tanaman menjadi kerdil, panen terlambat, biji tumbuh tidak sempurna, dan menurunkan mutu hasil (Partohardjono dan Syamsuddin, 1991).
9
Soepardi (1983) menyatakan manfaat pemupukan fosfor yaitu untuk pembentukan sel-sel, lemak dan albumin, memperbaiki pembungaan, pembuahan dan
pembentukan
benih,
mempercepat
pemasakan
buah,
memperbaiki
perkembangan perakaran, khususnya akar-akar lateral dan sekunder, mengurangi kerontokan buah, menambah ketahanan terhadap penyakit serta memperbaiki kualitas, khususnya tanaman rumput dan sayuran. Marsono dan Sigit (2001) menambahkan fosfor sebagai bahan dasar protein (ATP dan ADP), membantu asimilasi dan respirasi, mempercepat proses pembungaan dan pembuahan, serta pemasakan biji dan buah. Defisiensi terhadap fosfor menyebabkan daun berubah warna menjadi tua atau tampak mengilap kemerahan, tepi daun, cabang dan batang berwarna merah ungu lalu berubah menjadi kuning, selain itu buah yang dihasilkan kecil, jelek dan lekas matang. Tanaman yang kekurangan fosfor waktu pertumbuhan awal dapat tumbuh baik dan menghasilkan panen cukup baik hanya agak lambat masak. Hasil penelitian Jeppsson (2000) menunjukan bahwa penambahan pupuk NPK dapat menurunkan kandungan antosianin chokebery (Aronia melanocarpa), namun kombinasi pupuk 50 kg N/ha, 44 kg P/ha dan 100 kg K/ha mampu menghasilkan produksi antosianin per tanaman tertinggi. Tripatmasari (2008) menyatakan kandungan antosianin daun dewa menurun dengan penambahan pupuk kotoran sapi dan atau NPK (100 kg SP-36 kg/ha) serta Mg, namun produksi total antosianin meningkat dengan penambahan pupuk kotoran sapi (20 ton/ha). Mualim (2009) menyatakan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan antosianin daun kolesom, namun pemupukan PK (100 kg SP-36/ha dan 100 kg KCl/ha) menyebabkan produksi antosianin daun kolesom tertinggi.