EFEK RADIOPROTEKTIF EKSTRAK ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP RADIASI IONISASI RADIODIAGNOSTIK BERULANG: STUDI GAMBARAN ERITROSIT DARAH PERIFER MENCIT (Mus musculus)
GRIV STIFANA SHATILLA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Efek Radioprotektif Ekstrak Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Radiasi Ionisasi Radiodiagnostik Berulang: Studi Gambaran Eritrosit Darah Perifer Mencit (Mus musculus) adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2012
Griv Stifana Shatilla B04070061
ii
ABSTRACT GRIV STIFANA SHATILLA. Radioprotective effect of ethanolic roselle extract (Hibiscus sabdariffa L.) in recurrent radiodiagnostic ionizing radiation: the study of red blood cells peripheral blood in mice (Mus musculus) under supervision: drh. DENI NOVIANA, Ph.D and Dr. drh. SRI ESTUNINGSIH, M.Si, APVet.
The aim of this study was to determine the radioprotective effect of ethanolic roselle extract (Hibiscus sabdariffa L.) in recurrent radiodiagnostic ionizing radiation on peripheral red blood cells of mice (Mus musculus). Fourty eight male mice were used in this study and divided into 4 group; K-(physiological saline without radiation), K+ (physiological saline with radiation), R- (roselle extract without radiation), R+ (roselle extract with radiation). The mice were treated with 50 mg per kg body weight ethanolic roselle extract prior to radiation exposure. Following these treatment, the mice were exposed with ionizing radiation at dose 0.2 mSv every two days for 8 weeks. Bloods sample were collected of each group at week 0 before treatment, 2, 4, 6, and 8 week after treatment. The blood samples were taken also at 4 and 8 week, which previously without radiation exposure for 30 days as recovery phase. The result showed that radiation exposure causes an increasing the number of Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) and Howell Jolly Bodies in the peripheral blood tissue. However ethanolic roselle extract causes a decreasing number of the parameters. This result indicated that ethanolic roselle extract has radioprotective effect on of red blood cells repair process from ionizing radiation destruction (p<0.05). Keyword: radioprotective, roselle, mice, red blood cells.
iii
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
iv
EFEK RADIOPROTEKTIF EKSTRAK ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP RADIASI IONISASI RADIODIAGNOSTIK BERULANG: STUDI GAMBARAN ERITROSIT DARAH PERIFER MENCIT (Mus musculus)
GRIV STIFANA SHATILLA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 v
Judul skripsi
Nama
: Efek Radioprotektif Ekstrak Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Radiasi Ionisasi Radiodiagnostik Berulang: Studi Gambaran Eritrosit Darah Perifer Mencit (Mus musculus). : Griv Stifana Shatilla
NIM
: B04070061
Disetujui
Drh. Deni Noviana, PhD Pembimbing I
Dr. Drh. Sri Estuningsih, M.Si, APVet Pembimbing II
Diketahui
Drh. H. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Tanggal lulus:
vi
PRAKATA Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai dengan Juni 2011 adalah Efek Radioprotektif Ekstrak Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Radiasi Ionisasi Radiodiagnostik Berulang: Studi Gambaran Eritrosit Darah Perifer Mencit (Mus musculus). Terima kasih penulis sampaikan sebesar-sebesarnya kepada: drh. Deni Noviana, Ph.D dan Dr. drh. Sri Estuningsih, M.Si, APVet selaku dosen pembimbing
atas
waktu,
arahan,
kritik
dan
saran
yang
mendukung
terselesaikannya skripsi ini dengan baik. Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada drh. M. Fakhrul Ulum, M.Si, atas dukungan, nasehat dan motivasi dalam penelitian dan penulisan skripsi selama ini, serta teman-teman satu penelitian (Endah, Bambang, Windy, dan Abas) atas kerjasama dan kebersamaannya. Terima kasih kepada seluruh staf Bagian Bedah dan Radiologi serta Bagian Patologi FKH-IPB yang telah banyak membantu penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua Efriyon Rusli dan Yestitin serta adik-adik: Fotji Fazerah Shatilla, Pudja Pilorazo Shatilla, Grav Demountigiste, Kewa Kazano atas segala doa, kasih sayang dan kesabaran yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih untuk teman-teman GIANUZZI dan HARMONI atas bantuan dan kebersamaan serta persahabatan selama ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, April 2012
Griv Stifana Shatilla
vii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lintau Buo – Sumatera Barat, 15 Januari 1989, dari ayah Efriyon Rusli dan ibu Yestitin. Penulis merupakan sulung dari lima bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikannya di SMAN 1 Lintau Buo pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan jurusan Kedokteran Hewan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Minat Profesi (HIMPRO) HKSA FKH IPB (2008-2010). Tugas akhir dalam perguruan tinggi diselesaikan penulis dengan menulis skripsi yang berjudul “Efek Radioprotektif Ekstrak Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Radiasi Ionisasi Radiodiagnostik Berulang: Studi Gambaran Eritrosit Darah Perifer Mencit (Mus musculus)” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran hewan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dibawah bimbingan drh. Deni Noviana, Ph.D dan Dr. drh. Sri Estuningsih, M.Si, APVet.
viii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ....................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xiii
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1.2 Tujuan Penelitian .............................................................................. 1.3 Manfaat Penelitian ............................................................................ 1.4 Hipotesis Penelitian ..........................................................................
1 2 2 2
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiasi Ionisasi ................................................................................. 2.1.1 Efek Radiasi ......................................................................... 2.1.2 Proteksi Radiasi .................................................................... 2.2 Rosela ............................................................................................... 2.3 Darah ................................................................................................ 2.3.1 Sel Darah Merah (Eritrosit) .................................................. 2.3.2 Howell Jolly Bodies.............................................................. 2.4 Mencit ...............................................................................................
3 3 5 6 9 11 13 14
3 BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu............................................................................ 3.2 Bahan dan Alat ................................................................................. 3.2.1 Persiapan dan Pemeliharaan Mencit .................................... 3.2.2 Pembuatan dan Pemberian Ekstrak Rosela .......................... 3.2.3 Paparan Radiasi Sinar-X ...................................................... 3.2.4 Pengambilan dan Pemeriksaan Darah .................................. 3.2.5 Penghitungan Jumlah Eritrosit ............................................. 3.2.6 Pembuatan Preparat Ulas Darah Perifer, Pemeriksaan Hemoglobin dan Hematokrit .......................... 3.3 Metode Penelitian ............................................................................. 3.3.1 Persiapan dan Pemeliharaan Mencit .................................... 3.3.2 Pembuatan Ekstrak Rosela ................................................... 3.3.3 Pemberian Ekstrak Rosela.................................................... 3.3.4 Paparan Radiasi Sinar-X ...................................................... 3.3.5 Pengambilan dan Pemeriksaan Darah .................................. 3.3.6 Penghitungan Jumlah Eritrosit ............................................. 3.3.7 Penghitungan Hemoglobin ................................................... 3.3.8 Penghitungan Jumlah Hematokrit (PCV)............................. 3.3.9 Penghitungan Howell Jolly bodies ....................................... 3.4 Analisis Data..................................................................................... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 4.1 MCV (Mean Corpuscular Volume) ....................................
17 17 17 17 18 18 18 18 19 19 20 21 21 22 22 23 23 23 25 26 26
ix
4.2 MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) ............................ 4.3 MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) . 4.4 Howell Jolly Bodies ............................................................ 5 SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 6 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 7 LAMPIRAN ..................................................................................................
29 31 34 39 40 47
x
DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi kimia kelopak segar bunga rosela per 100 gram bahan ............ 7 2 Kandungan senyawa kimia dalam kelopak rosela .......................................
8
3 Nilai normal sel darah merah mencit ..........................................................
13
4 Kelompok perlakuan dalam penelitian ........................................................
20
5 Nilai MCV darah perifer mencit pada setiap kelompok total radiasi radiodiagnostik berulang dan setelah pemulihan selama 30 hari ..............................................................................................
26
6 Nilai MCH darah perifer mencit pada setiap kelompok total radiasi radiodiagnostik berulang dan setelah pemulihan selama 30 hari .............................................................................................
29
7 Nilai MCHC darah perifer mencit pada setiap kelompok total radiasi radiodiagnostik berulang dan setelah pemulihan selama 30 hari ..............................................................................................
32
8 Nilai Howell Jolly bodies perifer mencit pada setiap kelompok total radiasi radiodiagnostik berulang dan setelah pemulihan selama 30 hari ..............................................................................................
35
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kemungkinan hasil paparan radiasi terhadap sel normal ............................
4
2 Kelopak rosela .............................................................................................
6
3 Skema hematopoiesis ..................................................................................
10
4 Sel darah merah normal mencit dilihat secara mikroskopis ........................
12
5 Mencit laboratorium yang digunakan sabagai hewan percobaan ................
15
6 Mencit laboratorium di dalam kandang plastik ...........................................
17
7 Pencekokan ekstrak etanol kelopak rosela pada mencit ..............................
21
8 Pengambilan darah mencit melalui vena sinus retro orbitalis mata ............
22
9 Kamar hitung Neubauer ..............................................................................
23
10 Counter lens ................................................................................................
24
11 Persentase MCV darah perifer mencit terhadap radiodiagnostik berulang .......................................................................................................
27
12 Persentase MCH darah perifer mencit terhadap radiodiagnostik berulang .......................................................................................................
30
13 Persentase MCHC darah perifer mencit terhadap radiodiagnostik berulang ....................................................................................................... ` 33 14 Persentase Howell Jolly bodies darah perifer mencit terhadap radiodiagnostik berulang .............................................................................
36
15 Howell Jolly bodies pada sel darah merah perifer mencit...........................
37
xii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Perhitungan dosis ekstrak rosela .................................................................
47
2 Perhitungan dosis anticacing .......................................................................
47
3 Perhitungan dosis antibiotik ........................................................................
47
4 Perhitungan dosis antijamur ........................................................................
48
5 Analisis data secara statistik ........................................................................
49
6 Laporan hasil uji fitokimia ekstrak rosela dari Biofarmaka IPB .................
58
xiii
1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang ini penggunaan radio ionisasi telah banyak dipakai dalam radiodiagnostik, radioterapi, industri, dan sektor energi (Jagetia 2007). Radiografi atau Roentgen atau sinar-X merupakan sarana penunjang diagnostik yang sudah berkembang pesat baik di dunia kedokteran manusia maupun dalam dunia kedokteran hewan (Thrall 2002). Berbagai penyakit dan kelainan organ dapat terdeteksi dengan cepat melalui radiodiagnosa dan dilakukan terapi dengan radioterapi. Energi yang dihasilkan oleh sinar-X merupakan energi radiasi ionisasi yang berbahaya bagi kesehatan. Penggunaan sinar-X yang berlebihan dan tidak memperhatikan kaidah-kaidah keselamatan dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lain karena adanya efek radiasi ionisasi (McCurnin dan Bassert 2006). Sinar-X menghasilkan pasangan elektron (ionisasi) di dalam jaringan. Kebanyakan jaringan mengandung 70% air, ionisasi molekul air menyebabkan pembentukan radikal bebas secara aktif. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan. Sinar-X berinteraksi secara langsung dengan DNA akan menghasilkan beberapa perubahan yang berpotensi merusak sel. Jenis jaringan yang disinari mempunyai dampak atas efek radiasi. Pemaparan berulang atau pemaparan jangka panjang oleh radiasi dosis rendah dapat menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau anemia, berkurangnya sel darah putih atau leukopenia dan berkurangnya trombosit atau trombositopenia (USNRC tanpa tahun). Radioprotektor dalam bentuk sediaan yang dapat dikonsumsi dibutuhkan untuk menangkal radiasi. Radioprotektor yang ideal harus murah, tidak beracun dalam jangkauan dosis yang luas, penggunaan mudah (secara oral), cepat diserap, memiliki rentang dosis yang luas, dan dapat bekerja melalui beberapa mekanisme. Beberapa tanaman dan produk alami memiliki semua sifat yang ideal sebagai radioprotektor. Produk dari alam biasanya tidak beracun, relatif murah, dapat digunakan secara oral (Jagetia 2007). Salah satu contoh tanaman dan produk alami tersebut adalah rosela.
2
Tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa L.) banyak ditemukan di daerah tropis, termasuk Indonesia. Rosela banyak dimanfaatkan menjadi produk olahan pangan seperti teh, sirup, selai dan pewarna alami pada makanan (Usman 2010). Penelitian tentang rosela sebagai tanaman obat tradisional dalam bentuk sediaan teh merah untuk pengobatan berbagai jenis penyakit sudah dilaporkan oleh Khosravi et al. (2009) dan penggunaan ekstrak tanaman rosela sebagai obat alternatif untuk berbagai penyakit telah dilaporkan juga oleh Wang et al. (2000), Mardiah dan Rahayu (2009), Odigie et al. (2003) dan Olelaye (2007). Rosela mengandung antioksidan yang tinggi (Mardiah dan Rahayu 2009). Antioksidan efektif untuk mencegah efek yang ditimbulkan oleh radiasi sinar-X dan pemulihan sel hematopoietik akibat radiasi (Wambi et al. 2008). Efek radioprotektif ekstrak etanol rosela dalam radiasi ionisasi radiodiagnostik berulang telah dilakukan terhadap sel darah putih oleh Setiawan (2011) dan sumsum tulang oleh Ulum (2012). Penelitian ini bermaksud untuk melihat potensi ekstrak etanol rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dalam radiasi ionisasi radiodiagnostik dosis rendah pada sel darah merah mencit.
1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui khasiat radioprotektif tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap radiasi ionisasi radiodiagnostik pada gambaran eritrosit darah perifer mencit (Mus musculus).
1.3 Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai khasiat ekstrak tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap sel darah merah dalam kaitannya dengan radiasi sinar-X.
1.4 Hipotesis Penelitian H0 : Pemberian ekstrak rosela tidak melindungi sel darah merah mencit terhadap paparan radiasi sinar-X berulang. H1 : Pemberian ekstrak rosela melindungi sel darah merah mencit terhadap paparan radiai sinar-X berulang.
3
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiasi Ionisasi Radiasi adalah suatu cara perambatan energi dari sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium (BATAN 2008; Swamardika 2009). Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik atau disebut juga dengan foton sebagai gelombang listrik sekaligus gelombang magnet. Energi sinar-X relatif besar sehingga memilik daya tembus yang tinggi. Panjang sinar-X sekitar 10-0.01 nanometer (1.0 × 10-9 meter), frekuensi 30 petaherzt-30 exaherzt (30 x 1015 Hz – 30 x 1018 Hz) dan memiliki energi 120 elektron Volt (eV)-120 Kilo elektron Volt (KeV) (Thrall 2002). Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi yaitu terbentuknya ion positif dan ion negatif, apabila berinteraksi dengan materi. Partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron termasuk dalam jenis radiasi pengion. Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik khusus (BATAN 2008). Proses terbentuknya sinar-X diawali dengan adanya pemberian arus pada kumparan filamen pada tabung sinar-X sehingga akan terbentuk awan elektron. Pemberian beda tegangan selanjutnya akan menggerakkan awan elektron dari katoda menumbuk target di anoda sehingga terbentuklah sinar-X karakteristik dan sinar-X Bremsstrahlung. Sinar-X yang dihasilkan akan keluar dan jika berinteraksi dengan materi dapat menyebabkan beberapa hal diantaranya adalah efek foto-listrik, efek hamburan Compton dan efek terbentuknya elektron berpasangan. Efek foto-listrik memiliki tingkat radiasi yang lebih rendah dibandingkan dengan dua efek lainnya. Radiasi ionisasi akan mengakibatkan efek biologi radiasi, (termasuk efek foto-listrik, hamburan Compton dan terbentuknya elektron berpasangan) yang dapat terjadi secara langsung ataupun secara tidak langsung (Swamardika 2009).
2.1.1 Efek Radiasi Ketika sel normal terpapar oleh radiasi maka akan terjadi kerusakan DNA. Sel dapat memperbaiki diri dari kerusakan akibat radiasi. Dalam proses perbaikan
4
tersebut, ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi yaitu tidak ada kesalahan dalam perbaikan, sehingga sel dapat memperbaiki kerusakan kecil dan kembali menjadi normal. Jika kerusakan cukup parah, akan terjadi kematian sel/apoptosis. Kemungkinan lain dari paparan radiasi adalah sel tidak mati, namun terjadi mutasi karena kesalahan dalam perbaikan DNA dan berlanjut menjadi kanker, seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Kemungkinan hasil paparan radiasi terhadap sel normal (Mitcel 2003). Apabila ditinjau dari segi dosis radiasi, efek radiasi dapat dibedakan berupa efek stokastik dan deterministik. Efek stokastik adalah peluang efek akibat paparan sinar-X yang timbul setelah rentang waktu tertentu tanpa adanya batas ambang dosis. Efek deterministik merupakan efek yang langsung terjadi apabila paparan sinar-X melebihi ambang batas dosis dengan tingkat keparahan bergantung pada dosis radiasi yang diterima. Dosis radiasi bersifat akumulatif sehingga dosis paparan yang diterima akan bertambah seiring dengan frekuensi radiasi yang diterima sebelumnya (Ulum dan Noviana 2008). Berbagai kerusakan yang disebabkan oleh radiasi juga terlihat pada sel darah merah perifer seperti penghancuran (destruksi) sel darah merah yang berlebihan, terbentuknya Howell Jolly bodies (Hee 1993; Rask et al. 2008), dan menyebabkan leukemia (Yoshinaga et al. 2005). Menurut USNRC (United State Nuclear Regulatory Commission) (tanpa tahun) dua kategori pengaruh paparan radiasi dosis rendah yaitu efek genetik dan efek somatik. Efek genetik adalah efek yang diderita oleh keturunan dari individu yang terpapar. Efek somatik adalah efek yang langsung diderita oleh individu
5
yang terkena paparan radiasi. Efek somatik disebut juga dengan efek karsinogenik karena efek utamanya berupa kanker. Sel pembentuk darah merupakan sel yang paling sensitif terhadap radiasi ionisasi. Radiasi dengan dosis tinggi akan memperlihatkan gejala yang akut sedangkan radiasi dosis rendah akan berlangsung kronis dengan jangka waktu yang lama. Penggunaan sinar-X yang berlebihan dan paparan sinar gamma dapat menyebabkan kerusakan pada sumsum tulang. Kerusakan ini kemudian berakibat pada gangguan pembentukan sel darah merah dan sel darah putih. Gangguan pada sel darah merah dapat berupa anemia aplasi dan pada sel darah putih berdampak sebagai leukemia (Lusiyanti dan Syaifudin 2008; USNRC tanpa tahun).
2.1.2 Proteksi Radiasi Keselamatan radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi pasien (hewan), pekerja (operator, dokter hewan dan paramedis), anggota masyarakat, dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi. Syarat proteksi radiasi dalam pemanfaatan sinar-X sebagai sarana penunjang diagnosa radiodiagnostik harus memperhatikan bebrapa hal diantaranya justifikasi pemanfaatan tenaga nuklir, limitasi dosis, dan optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi (Thrall 2002; Ulum dan Noviana 2008). Keselamatan operator, dokter hewan terhadap paparan radiasi dilakukan dengan melakukan radiografi dalam jarak sejauh mungkin dari sumber sinar-X, menggunakan sarana proteksi radiasi seperti, apron Pb, sarung tangan Pb, kaca mata Pb, pelindung tiroid Pb, alat ukur radiasi dan mempersingkat waktu radiasi. Keselamatan lingkungan terhadap bahaya radiasi dilakukan dengan merencanakan desain ruang radiografi yang aman baik bagi pasien, operator dan lingkungan. Ruangan dilapisi dengan Pb dan memperhitungkan beban kerja ruangan terhadap sinar-X yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku (Ulum dan Noviana 2008). Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) adalah instansi yang bertugas melaksanakan pengawasan melalui peraturan, perizinan, dan inspeksi terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia (PP no 33 tahun 2007) sedangkan di dunia internasional diatur oleh ICRP (The International Commission on Radiological Protection).
6
2.2. Rosela Rosela mempunyai nama ilmiah Hibiscus sabdariffa Linn, merupakan anggota famili Malvaceae. Rosela dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai habitat asli di daerah yang terbentang dari India hingga Malaysia. Sekarang tanaman ini telah tersebar luas di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia dan mempunyai nama umum yang berbeda-beda di berbagai negara. Tinggi tanaman rosela dapat mencapai 2-2.5 m dan bunga mencapai diameter 8-10 cm dengan warna putih hingga merah kekuningan dan kelopak rosela berwarna merah segar (Gambar 2) (Maryani dan Kristiana 2009).
Gambar 2 Kelopak rosela (Hibiscus sabdariffa L.) (Maryani dan Kristiana 2009). Klasifikasi rosela menurut Widyanto dan Nelistya (2009): divisi
: Spermatophyta
kelas
: Dicotyledoneae
bangsa
: Malvales
suku
: Malvaceae
marga
: Hibiscus
jenis
: Hibiscus sabdariffa L. Hibiscus sabdariffa Linn adalah tanaman tahunan yang digunakan sebagai
alat pengobatan di beberapa negara seperti Thailand, Mali, Cina dan Mexico. Kelopak rosela kaya akan senyawa phenolic yang mengandung glukosida, hibiscin, hibiscus antosianin dan hibiscus protocatechuic acid, memiliki efek diuretik dan koleretik, menurunkan viskositas darah, menurunkan tekanan darah dan menstimulasi gerakan peristaltis intestinal (Ali dan Salih 1991, Owulade et al. 2004). Rosela berkhasiat sebagai penurun kadar gula darah, anti bakteri, anti
7
virus, menghambat pertumbuhan kanker, menurunkan asam urat, anti kolesterol, anti hipertensi, dan mampu menurunkan berat badan (Mardiah dan Rahayu 2009). Berbagai kandungan yang terdapat dalam tanaman rosela membuatnya populer sebagai tanaman obat tradisional. Kandungan vitamin dalam rosela cukup lengkap, yaitu vitamin A, C, D, B1, dan B2 sebagaimana Tabel 1. Kandungan vitamin C pada rosela yang dikenal dengan asam askorbat diketahui 3 kali lebih banyak dari anggur hitam, 9 kali dari jeruk sitrus, 10 kali dari buah belimbing, dan 2.5 kali dari jambu biji. Vitamin C merupakan salah satu antioksidan penting. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kandungan antioksidan pada teh rosela sebanyak 1.7 mmol/prolox. Jumlah tersebut lebih tinggi daripada jumlah pada kumis kucing (Widyanto dan Nelistya 2009). Tabel 1 Komposisi kimia kelopak segar bunga rosela per 100 gram bahan Komposisi Jumlah Kalori (kal) 44 Air (%) 86.2 Protein (g) 1.6 Lemak (g) 0.1 Karbohidrat (g) 11.1 Serat (g) 2.5 Abu (g) 1.0 Kalsium (mg) 160 Fosfor (mg) 60 Besi (mg) 3.8 Betakaroten (ig) 285 Vitamin C (mg) 214.68 Tiamin (mg) 0.04 Riboflavin (mg) 0.6 Niasin (mg) 0.5 Sumber: Maryani dan Kristiana (2009).
Kandungan penting yang terdapat pada kelopak bunga rosela adalah pigmen antosianin yang membentuk flavonoid yang berperan sebagai antioksidan. Flavonoid rosela terdiri dari flavonols dan pigmen antosianin. Pigmen antosianin ini yang membentuk warna ungu kemerahan menarik di kelopak bunga maupun teh hasil seduhan rosela. Antosianin berfungsi sebagai antioksidan yang diyakini dapat menyembuhkan penyakit degeneratif. Antosianin pada rosela berada dalam bentuk glukosida yang terdiri dari cyanidin-3-sambubioside, delphinidin-3glucose, dan delphinidin-3-sambubioside. Sementara itu, flavonols terdiri dari gossypetin, hibiscetine, dan quercetia. (Du dan Francis 1973; Wong et al. 2002; Fakaye et al. 2008; Usman 2010).
8
Tabel 2 Kandungan senyawa kimia dalam kelopak rosela. Nama senyawa Campuran asam sitrat dan asam malat Anthocyanin yaitu gossipetin (hidroxyflavone) dan hibiscin Vitamin C Protein Berat segar Berat kering Sumber: Maryani dan Kristiana (2009).
Jumlah 13% 2% 0.004-0.005% 6.7% 7.9%
Penelitian telah menunjukkan bahwa ekstrak kasar dan beberapa dari konstituen rosela, khususnya antosianin dan asam protocatechuic memiliki aktivitas antioksidan yang kuat secara in vitro dan in vivo (Tanaka et al. 1994; Tanaka et al. 1995; Tsuda et al. 1996; Tseng et al. 1997; Wang et al. 2000). Aktivitas anti hipertensi minuman yang dibuat dari kelopak kering dari tanaman rosela telah teruji pada hewan model dan manusia (Fakaye et al. 2008). Antosianin rosela dapat memberikan kontribusi bermanfaat bagi kesehatan sebagai sumber antioksidan yang baik. Antosianin adalah turunan dari struktur kation flavylum dasar, yang memiliki kekurangan elektron inti, mereka umumnya sangat reaktif. Laju kerusakan antosianin tergantung pada banyak faktor seperti suhu, pH, asam askorbat, dan oksigen. Teknik ekstraksi untuk antosianin rosela juga memainkan peran utama dalam aktivitas antioksidan ekstrak (Fakaye et al. 2008). Aktifitas ekstrak rosela juga tergantung pada pH yaitu pada pH 2 sampai 7. Aktifitas berkurang sebagaimana peningkatan pH. Pada pH konstan, penurunan aktifitas aktioksidan hanya relatif kecil (Sukhapat et al. 2004). Kelopak rosela mengandung antioksidan yang dapat menghambat terakumulasinya radikal bebas penyebab penyakit kronis, seperti kerusakan ginjal, diabetes, jantung koroner dan kanker darah. Antioksidan juga dapat mencegah penuaan dini. Kadar antioksidan yang terkandung dalam kelopak kering rosela jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kumis kucing (Mardiah dan Rahayu 2009). Zat aktif yang paling berperan dalam kelopak bunga rosela meliputi gossypetin, antosianin, dan glucosidehibiscin. Antosianin merupakan pigmen tumbuhan yang memberikan warna merah pada bunga rosela, bersifat antioksidan serta berperan mencegah kerusakan sel akibat paparan sinar ultraviolet berlebih. Salah satu khasiatnya adalah dapat menghambat pertumbuhan sel kanker, bahkan mematikan sel kanker tersebut (Widyanto dan Nelistya 2009).
9
Antioksidan adalah molekul yang berkemampuan memperlambat ataupun mencegah oksidasi molekul lain. Tubuh memiliki antioksidan yang disebut juga dengan antioksidan endogen untuk menetralkan radikal bebas, akan tetapi kandungan antioksidan endogen yang rendah dapat menyebabkan stres oksidatif sehingga radikal bebas dapat merusak sel-sel tubuh (Fang et al. 2002). Karena itulah efek rosela terhadap berbagai penyakit sebenarnya merupakan efek dari antioksidannya (Usman 2010). Antioksidan adalah senyawa dengan struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Radikal bebas akan bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron untuk mencapai kestabilan atom atau molekul (Evans et al. 2004) Pada umumnya antioksidan mengandung struktur inti sama yang mengandung cincin benzene tidak jenuh disertai gugusan hidroksi atau gugus amino. Aktivitas antioksidan terdiri dari beberapa mekanisme diantaranya mencegah reaksi berantai, mencegah pembentukan peroksida, mencegah pengambilan atom hidrogen, mereduksi, dan menangkap radikal (Su et al. 2004; Kim 2005).
2.3. Darah Darah adalah suatu suspensi partikel dalam suatu larutan koloid cair yang mengandung elektrolit (Baldy 2006). Darah mempunyai fungsi penting dalam sirkulasi. Secara umum fungsi darah adalah sebagai alat transportasi oksigen, karbondioksida, zat gizi, dan sisa metabolisme, mempertahankan keseimbangan asam basa, mengatur cairan jaringan dan cairan ekstra sel, mengatur suhu tubuh, dan sebagai pertahanan tubuh dengan mengedarkan antibodi dan sel darah putih (Goorha et al. 2003). Komponen darah terdiri dari sel-sel darah dan plasma yang merupakan media cair darah. Sel-sel darah meliputi sel darah merah atau eritrosit, sel darah putih atau leukosit, dan trombosit atau platelet yang tersuspensi dalam plasma.
10
Eritrosit atau sel darah merah adalah sel dengan jumlah terbanyak (99%). Platelet atau trombosit jumlah terbanyak setelah sel darah merah (0.6-1.0%). Jumlah leukosit atau sel darah putih lebih sedikit dari sel darah merah (0.2%). Perbandingan tipe leukosit tergantung pada spesies (Meyer dan Harvey 2004). Sel-sel darah mempunyai umur yang terbatas, sehingga diperlukan pembentukan yang optimal dan konsisten untuk mempertahankan jumlah yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Pembentukan dan pematangan darah disebut dengan hematopoiesis. Hematopoiesis terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, vertebrae, pelvis, sternum, thorax dan epifisis proksimal tulang tulang panjang. Jika kebutuhan darah meningkat seperti keadaan pendarahan dan penghancuran sel darah meningkat, maka dapat terjadi pembentukan sel darah di sepanjang tulang panjang (Price dan Wilson 2005). Dua stem sel yang terlibat dalam hematopoiesis yaitu stem sel limfoid dan mieloid sebagaimana Gambar 3. Stem sel limfoid terkait dengan timus dimana sel limfosit dihasilkan. Stem sel mieloid jauh lebih kompleks dari stem sel limfoid. Stem sel mieloid sedikitnya memiliki enam garis keturunan yang berbeda yaitu garis keturunan eritrosit, trombosit, netrofil, eosonofil, basofil, dan monosit /makrofag. Sel-sel ini terbentuk sebelum menjadi matur (dewasa) terjadi di sumsum tulang. Tahap akhir garis keturunan mieloid ini terdapat dalam sel darah perifer normal (Wellman 2010).
Gambar 3 Skema Hematopoiesis (Themi et al. 2004)
11
Volume darah mencit dalam sirkulasi sekitar 6.3-8.0 ml/100 gram berat badan. Pengambilan darah sampai 40% volume darah setelah 24 jam belum tentu meningkatkan kesakitan atau kematian. Mencit yang masih muda memiliki volume darah yang lebih banyak dari pada mencit yang sudah tua. (Weiss dan Wadrop 2010). Pada umumnya volume darah adalah 6-8% dari berat badan (Kresno 1988). Volume darah di dalam tubuh hewan tergantung pada umur, keadaan kesehatan, makanan, ukuran tubuh, waktu menyusu, faktor lingkungan dan derajat aktivitas (Malole dan Pramono 1989). Secara umum, jumlah maksimum darah yang bisa diambil dalam satu kali pengambilan adalah 1% dari berat badan (Thrall 2004). Jumlah total darah yang dapat diambil dari mencit adalah 6%-7% dari berat badan (Meyer dan Harvey 2004).
2.3.1 Sel Darah Merah (Eritrosit) Morfologi normal sel darah merah (eritrosit) bervariasi tergantung kepada spesies. Eritrosit mamalia tidak berinti sedangkan eritrosit bangsa camellidae, reptil, dan aves memiliki inti. Bentuk oval dan bikonkaf dari eritrosit berfungsi sebagai pertukaran oksigen. Sel darah merah mencit mempunyai ketebalan sel 2.1-2.13 μm dan diameter rata-rata 6.2 μm atau sekitar 5.7-7 μm. Waktu hidup sel darah mencit adalah sekitar 43 hari. Sel darah merah terdiri sekitar 20% air, 40%, protein, 35% lemak dan 6% karbohidrat (Weiss dan Wadrop 2010). Fungsi utama dari sel darah merah adalah untuk mengangkut hemoglobin yang membawa oksigen ke jaringan. Membran permeabel yang menutupi komponen sel darah merah terbuat dari lipid, protein, dan karbohidrat. Perubahan komposisi lipid membran dapat menghasilkan bentuk sel darah merah yang abnormal. Ketidaknormalan membran protein juga mungkin menghasilkan bentuk tidak normal dari sel darah merah. Morfologi eritrosit sering digunakan untuk menegakkan diagnosa mengenai penyebab anemia. Morfologi eritrosit dapat dilihat pada preparat darah sesuai dengan warna, ukuran bentuk, struktur di dalam atau di luar eritrosit dan susunan sel pada preparat darah (Thrall 2004).
12
Gambar 4 Sel darah merah normal dilihat secara mikroskopis (Vidinsky 2011). Evaluasi darah tepi merupakan suatu penunjang diagnosa terhadap kelainan hematologi. Pengukuran kadar hemoglobin (Hb) dan hematokrit (PCV) digunakan bersama untuk identifikasi adanya anemia. Hematokrit atau PCV (Packed Cell Volume) adalah volume eritrosit yang dimampatkan dan dinyatakan dalam % (volume sel-sel eritrosit seluruhnya dalam 100 ml darah). Idealnya untuk menilai anemia selain pengukuran kadar Hb dibutuhkan penilaian terhadap kapasitas oksigen, tapi pada prakteknya sulit menerapkan pemeriksaan ini dalam pemeriksaan darah rutin, sehingga pada pemeriksaan darah sering disertai dengan pengukuran indeks eritrosit yang mengarah pada sifat defek primer anemianya, pendekatan ini dapat juga menunjukkan kelainan yang mendasari sebelum terjadinya anemia yang jelas (Kemuning 2010). Penilaian terhadap indeks eritrosit terdiri dari penghitungan nilai Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC). MCV yaitu volume rata-rata sebuah eritrosit dinyatakan dengan femtoliter (10-15 liter). MCV ditentukan paling akurat dengan pengukuran langsung dengan electronic cell counter. Perhitungan dapat ditentukan secara tidak langsung dengan membagi hematokrit (PCV) dengan jumlah sel darah merah (dalam 106/µL) dan mengalikan dengan 10. MCV bervariasi tergantung spesies dan usia. Nilai MCV yang tinggi (macrocytosis) biasanya berhubungan dengan anemia regeneratif karena volume sel darah yang muda individu terutama dalam keadaan stres, lebih besar dari volume eritrosit matang. Sel-sel makrositik yang muncul berfungsi untuk meningkatkan MCV
13
diatas interval referensi yang normal. MCV yang tinggi dapat terjadi pada hewan dengan gangguan mieloproliferatif (Meyer dan Harvey 2004). MCH atau disebut juga dengan Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (HER), yaitu banyaknya hemoglobin per eritrosit dan dinyatakan dalam pikogram (pg). MCH dihitung dengan membagi nilai hemoglobin (dalam g/dl) dengan sel darah merah (dalam 106/µL) dan mengalikannya dengan 10. Biasanya MCH berkorelasi langsung dengan MCV hewan (Meyer dan Harvey 2004). MCHC atau disebut juga dengan Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Ratarata (KHER), yaitu kadar hemoglobin yang didapat per eritrosit, dinyatakan dengan persen (%) atau gram hemoglobin per dl eritrosit (g/dl). MCHC merupakan konsentrasi hemoglobin rata-rata dalam eritrosit yang dihitung dengan membagi nilai hemoglobin (g/dl) dengan PCV dan mengalikannya dengan 100. MCHC dinyatakan sebagai g/dl eritrosit (Meyer dan Harvey 2004). Nilai normal sel darah merah mencit dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Nilai normal sel darah merah mencit Jenis Jumlah Jumlah total sel darah merah PCV Hemoglobin MCV MCH MCHC Sumber : Thrall (2004).
6.5-10.1 x 106 sel/µl 32.8-48.0% 10.1-16.1 g/dl 42.3-55.9 fL 13.7-18.1 pg 29.5-35.1%
2.3.2 Howell Jolly Bodies Howell Jolly bodies merupakan sisa inti hasil mitosis yang tidak sempurna berupa fragmen kecil berwarna biru dengan pewarnaan Giemsa dan berdiameter 1 µm di dalam sel darah merah (Thrall 2004). Howell Jolly bodies disebut juga dengan mikronukleus merupakan hasil mutasi dari kromosom utuh yang patah kemudian tampak sebagai nukleus berukuran kecil di dalam sel (Purwadiwarsa et al. 2000). Howell Jolly bodies biasanya tampak pada sel polychromatic erythrocyte (PCE) yang merupakan sel eritrosit muda dan baru mengalami mitosis dan sintesis DNA (Sumpena et al. 2009). Jumlah sel eritrosit polikromatik bermikronukleus
menunjukkan
tingkat
kerusakan
genetik
eritropoitik suatu makhluk hidup (Purwadiwarsa et al. 2000).
dalam
sistem
14
Radiasi sinar-X pada mencit dapat menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas ini terbentuk dari interaksi radiasi pada elektron atom dengan molekul air yang ada di dalam tubuh oleh radiasi ionisasi. Radikal bebas memiliki elektron bebas yang tidak mempunyai pasangan pada lapisan terluarnya dan dapat menyebabkan kerusakan pada sel tubuh. Kerusakan tersebut dapat terjadi pada semua sel, namun sel darah adalah sel yang paling sensitif terhadap terjadinya kerusakan (USNRC tanpa tahun). Radiasi ionisasi memicu kerusakan kromosom pada tahap anafase pembelahan sel. Setelah mencapai tahap telofase, elemen sentris menjadi inti sel anak, sedang fragmen kromosom yang tertinggal tetap berada pada sitoplasma membentuk inti kecil yang disebut Howell Jolly bodies (Sumpena et al. 2009). Terbentuknya Howell Jolly bodies (mikronukleus) pada sel merupakan indikasi terjadinya aktifitas mutagenik yang merusak kromosom dan memicu terjadinya kanker. Mikronukleus merupakan hasil mutasi kromosom yang tampak sebagai nukleus berukuran kecil di dalam sel. Mutasi dapat dipicu oleh adanya radiasi ionisasi. Jumlah eritrosit bermikronukleus menunjukkan tingkat kerusakan genetik dalam sistem eritropoietik (Purwadiwarsa et al. 2000).
2.4. Mencit Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit laboratorium (Gambar 5). Mencit (Mus musculus) merupakan hewan rodensia yang cepat berbiak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetikanya cukup besar, serta sifat anatomis dan fisiologis terkarakterisasi dengan baik (Malole dan Pramono 1989). Mencit telah digunakan sebagai subyek penelitian sejak abad ke-19. Alasan penggunaan mencit sebagai hewan coba yaitu, berukuran kecil, harganya relatif murah dan mudah dipelihara (Sirois 2005). Mus musculus sebagaimana pada Gambar 5 memiliki ciri ukuran tubuh yang kecil sehingga mudah ditangani dan dikembangbiakkan. Pada bagian ekor mencit hanya ditutupi oleh rambut-rambut halus. Berbeda dengan tikus dan mamalia lain, sumsum dari tulang panjangnya selalu aktif seumur hidupnya. Rata-rata umur Mus musculus 1 sampai 3 tahun dengan berat badan umum mencit jantan dewasa berkisar 20 sampai 40 gram dan betina 22 sampai 63 gram. Mencit memasuki usia
15
dewasa pada umur 6 minggu dan masa bunting selama 19 sampai 21 hari (Sirois 2005).
Gambar 5
Mencit laboratorium yang digunakan sabagai hewan percobaan (Mather dan Lausen 2009).
Sistem taksonomi mencit adalah sebagai berikut (Besselsen 2004): kingdom
: Animalia
filum
: Chordata
subfilum
: Vertebrata
kelas
: Mamalia
subkelas
: Theria
ordo
: Rodensia
subordo
: Sciurognathi
famili
: Muridae
subfamili
: Murinae
genus
: Mus
spesies
: Mus musculus
Mencit dapat dikondisikan sesuai dengan kebutuhan penelitian, seperti kastrasi maupun ovariohisterektomi (steril) untuk penelitian yang berkaitan dengan hormonal maupun reproduksi, kondisi hiperglikemia untuk penelitian yang berkaitan dengan glukosa darah, kondisi asam urat untuk penelitian yang berkaitan dengan asam urat. Kondisi diabetes bawaan (genetik) untuk penelitian yang berkaitan dengan diabetes melitus dan sinkronisasi birahi untuk penelitian yang membutuhkan kondisi estrus yang terjadi secara bersamaan untuk menghasilkan jadwal kelahiran yang bersamaan pula. Pada penelitian ini
16
dibutuhkan
keseragaman
parameter
darah
agar
hasil
penelitian
dapat
dipertanggung jawabkan (Sirois 2005; Ulum 2010). Mencit sering digunakan sebagai sarana penelitian biomedis, pengujian dan pendidikan. Mencit digunakan sebagai model penyakit pada manusia dalam hal genetika. Hal tersebut karena kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi, metabolisme, dan biokimianya cukup dekat dengan manusia. Beberapa penyakit manusia yang menggunakan mencit sebagai hewan model adalah toksoplasmosis (Iskandar et al. 2002), jantung coroner (Sukarsa 2004), diabetes (Nugroho 2006), penyakit tifoid (Yuniastuti et al.2010), tumor dan kanker (Rusmarilin 2003; Khoiri 2009).
17
BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Bedah dan Radiologi sebagai tempat pemaparan radiasi dan pengambilan darah serta bagian Fisiologi sebagai tempat pemeriksaan darah. Pemeliharaan mencit di kandang hewan percobaan Bagian Patologi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi FKH IPB. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juni 2011.
3.2. Bahan dan Alat 3.2.1 Persiapan dan pemeliharaan mencit Bahan yang diperlukan untuk persiapan dan pemeliharaan mencit adalah 48 ekor mencit jantan yang berumur 6-8 minggu dengan berat badan 20-25 gram yang diperoleh dari pembiakan di FKH IPB, pakan mencit komersil, serbuk kayu dan air minum ad libitum. Alat yang digunakan yaitu kandang plastik (35 x 25 x 15 cm) yang dilengkapi dengan tutup kawat, tempat pakan, tempat air minum mencit dan alat cekok berupa stomach tube.
Gambar 6 Mencit laboratorium di dalam kandang plastik. 3.2.2 Pembuatan dan pemberian ekstrak rosela (Hibiscus sabdariffa L.) Bahan yang diperlukan untuk pemberian ekstrak rosela adalah kelopak rosela kering (simplisia), etanol 96%, ekstrak rosela, dan aquadest untuk pengenceran, sedangkan alat yang diperlukan adalah grinder, rotary evaporator, freeze dryer, syiringe 1 cc dan alat cekok (stomach tube).
18
3.2.3 Paparan radiasi sinar-X Alat yang digunakan untuk melakukan radiasi sinar-X terhadap mencit adalah mesin radiodiagnostik portabel sinar-X (VR-1020, Medical corp, Japan), apron Pb, pelindung mata, pelindung tiriod, dosimeter (MyDose™ ALOKA CO, LTD Tokyo Japan) dan kandang mencit.
3.2.4 Pengambilan dan pemeriksaan darah perifer mencit Bahan yang digunakan untuk mengambil darah antara lain kapas, alkohol 70%, EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acid) 10%, ketamine, xylazin, dan yohimbin. Alat yang digunakan antara lain syiringe 1 cc, syiringe 3 cc, syiringe 5 cc, mikrokapiler hematokrit, Eppendorf, dan timbangan.
3.2.5 Penghitungan jumlah eritrosit Sampel darah dan larutan Hayem adalah bahan yang diperlukan untuk menghitung jumlah eritrosit. Alat yang digunakan antara lain hemositometer set yang terdiri dari kamar hitung Neubauer, pipet leukosit, selang hisap, dan cover glass, serta counter dan kertas tisu.
3.2.6 Pembuatan preparat ulas darah perifer, pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit Pembuatan preparat ulas darah dilakukan terhadap setiap sampel darah yang diambil. Selain sampel darah, bahan yang diperlukan antara lain larutan giemsa 10%, dan metanol. Alat yang digunakan antara lain object glass, dan timer. Dalam pemeriksaan hematokrit dibutuhkan sampel darah, mikrohematokrit, microhematocrit clay, alat sentrifus dan refractometry. Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pemeriksaan hemoglobin adalah hemometer Sahli terdiri dari: gelas berwarna sebagai warna standar, tabung hemometer, pengaduk dari gelas, pipet Sahli, pipet Pasteur, kertas tisu, larutan HCl 0.1 N dan aquadest.
19
3.3. Metode Penelitian 3.3.1 Persiapan dan Pemeliharaan Mencit Mencit yang digunakan adalah mencit strain ddy yang diperoleh dari pembiakan di FKH IPB. Desain penelitian merupakan hasil modifikasi prosedur penelitian yang telah dilakukan oleh Fidan et al. (2008). Semua mencit (48 ekor) diaklimasi untuk menyesuaikan kondisi laboratorium, selama 2 minggu sebelum penelitian dilaksanakan. Setiap kelompok mencit (n=12) dibagi menjadi subkelompok (n=6). Setiap subkelompok mencit ditempatkan di dalam kandang plastik berukuran 35 x 25 x 15 cm. Serbuk kayu digunakan sebagai litter atau alas kandang. Litter diganti dan kandang dicuci dua kali dalam seminggu. Pakan diberikan sesuai kebutuhan harian mencit dan minum diberikan secara ad libitum. Sebelum penelitian dimulai, semua mencit diberi anthelmentik (Preziquantel®) diberikan dua kali dengan selang waktu 10 hari dengan dosis 25 mg/kg peroral; antibiotik (Clavamox®) diberikan selama 5 hari berturut-turut dengan dosis 50 mg/kg berat badan dan anti fungal (Metronidazole) dengan dosis 25 mg/kg berat badan diberikan selama lima hari berturut-turut secara peroral (Hrapkiewicz dan Medina 2007). Mencit dibagi menjadi 2 grup radiasi, yaitu; (a) grup radiasi rendah (dosis 0.2 mSv dan akumulasi dosis 2.9 mSv) yaitu pemaparan radiasi dilakukan setiap 2 hari sekali selama 4 minggu dan (b) grup radiasi tinggi (dosis 0.2 mSv dan akumulasi dosis 5.3 mSv) yaitu pemaparan radiasi dilakukan setiap 2 hari selama 8 minggu. Setelah pemaparan radiasi rendah dan tinggi dilakukan recovery (pemulihan) selama 4 minggu tanpa pemberian ekstrak rosela dan tanpa paparan radiasi.Kelompok perlakuan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Mencit dikelompokkan menjadi 4 kelompok perlakuan sebagai berikut: 1. Kelompok kontrol (K-): mencit diberi 0.2 ml NaCl fisiologis peroral setiap 2 hari selama 4 minggu untuk mencit subgrup 1 (n=6) dan selama 8 minggu untuk mencit subgrup 2 (n=6). 2. Kelompok primer (K+): mencit diberi 0.2 ml NaCl fisiologis peroral dan radiasi berkas sinar utama dengan dosis 0.2 mSv setiap 2 hari selama 4 minggu untuk mencit subgrup 1 (n=6) dan 8 minggu untuk mencit subgrup 2 (n=6) dengan waktu paparan ±1 detik.
20
3. Kelompok rosela (R-) : mencit diberi ekstrak rosela dengan dosis 50 mg/kg berat badan peroral setiap 2 hari selama 8 minggu untuk mencit subgrup 1 (n=6) dan selama 12 minggu untuk mencit subgrup 2 (n=6). 4. Kelompok rosela primer (R+): mencit diberi ekstrak rosela dengan dosis 50 mg/kg berat badan peroral setiap 2 hari dan radiasi berkas sinar utama dosis 0.2 mSv setiap 2 hari selama 8 minggu untuk mencit subgrup 1 (n=6) dan selama 12 minggu untuk mencit subgrup 2 (n=6) dengan waktu paparan ±1 detik. Tabel 4 Kelompok perlakuan dalam penelitian Radiasi Total 2.9 mSv Radiasi Total 5.3 mSv Ra Minggu ke- Ro Minggu keRa Minggu ke Ro Minggu ke 4 (ekor) 8 (ekor) 8 (ekor) 12 (ekor) K12 3 3 3 3 K+ 12 3 3 3 3 R12 3 3 3 3 R+ 12 3 3 3 3 Total 48 12 12 12 12 Keterangan: K- (pemberian dengan pemberian NaCl fisiologis 0.9% tanpa paparan radiasi); K+ (pemberian NaCl fisiologis 0.9% dengan paparan radiasi); R- (pemberian ekstrak rosela tanpa paparan radiasi); R+( pemberian ekstrak rosela dengan paparan radiasi); n (Jumlah mencit); Ra (Radiasi); Ro (Pemulihan selama 30 hari setelah perlakuan). Kelompok
n
3.3.2 Pembuatan Ekstrak Rosela Penelitian ini menggunakan kelopak rosela yang diperoleh dari petani rosela di Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pembuatan ekstrak tanaman rosela meliputi proses maserasi dan evaporasi. Maserasi adalah proses perendaman simplisia menggunakan pelarut untuk memperoleh zak aktif dari simplisia tersebut. Proses maserasi dilakukan menggunakan pelarut etanol 96%. Maserat yang telah diperoleh dipisahkan kemudian di evaporasi. Evaporasi merupakan proses pemekatan dengan cara menguapkan pelarut tanpa menjadi kering. Maserasi dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro) Cimanggu, Bogor, dan evaporasi dilakukan di laboratorium Bioteknologi (Biotek) Fakultas Perikanan IPB. Selanjutnya, dilakukan uji fitokimia yang dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka Bogor. Sebelum digunakan, ekstrak rosela diencerkan dengan aquadest dengan komposisi 1.5 gram ekstrak dalam 200 ml aquadest, sehingga konsentrasi adalah 7.5 mg/ml. Dosis yang digunakan adalah 50 mg/kg/berat badan (Akindahunsi dan Olelaye 2003; Ali et al. 2005).
21
3.3.3 Pemberian Ekstrak Rosela Mencit yang diterapi dengan ekstrak rosela adalah mencit kelompok R+ (n=12) dan R- (n=12). Sebelum pemberian ekstrak rosela, mencit dipegang terlebih dahulu secara manual mulai dari belakang telinga sampai dengan dorsal punggung. Larutan ekstrak rosela diberikan dengan dosis 50 mg/kg berat badan (Akindahunsi dan Olelaye 2003; Ali et al. 2005) dengan menggunakan sonde lambung. Sonde lambung digunakan secara hati-hati agar larutan ekstrak rosela tidak masuk ke dalam saluran pernapasan. Pemberian ekstrak rosela dilakukan setiap dua hari sebelum diradiasi dengan sinar-X seperti Gambar 7.
Gambar 7. Pencekokan NaCl fisiologis dan ekstrak etanol kelopak rosela pada mencit. 3.3.4 Paparan Radiasi Sinar-X Mencit yang diradiasi sinar-X adalah mencit kelompok K+ dan R+. Setiap kelompok (n=12) mencit ditempatkan di dalam kandang. Penyinaran dilakukan dengan dosis 0.2 mSv/2hari dengan pengaturan kVp 80 dan mAs 12 dengan waktu pemaparan ± 1 detik. Setiap kandang yang berisi mencit dipapari dengan sinar-X dengan jarak dari berkas sinar utama ke target (dasar kandang mencit) adalah 100 cm. Paparan sinar-X dilakukan setiap dua hari. Pemaparan dilakukan di ruang Roentgen pada setiap kelompok K+ dan R+ secara bergantian.
3.3.5 Pengambilan dan Pemeriksaan Darah Pengambilan darah pada daerah perifer dilakukan secara acak setiap kelompok dan dilakukan pada minggu ke-0, 2, 4, 6, 8 dan 12 sebanyak 3 ekor setiap perlakuan. Sebelum pengambilan darah dilakukan, mencit terlebih dahulu
22
dibius dengan kombinasi ketamine 2 % dan xylazin 2 % dengan dosis masing masing 30 mg/kg berat badan dan 5 mg/kg berat badan secara intraperitoneal. Darah diambil melalui vena pada sinus retro orbitalis dengan menggunakan mikrokapiler hematokrit (Hrapkiewicz dan Medina 2007). Darah ditampung dengan tabung Eppendorf yang telah ditetesi dengan EDTA sebanyak 0.05 ml seperti Gambar 8. Volume darah yang diambil adalah 0.5 ml. Darah tersebut disimpan tidak lebih dari 24 jam (Thrall 2004).
Gambar 8 Pengambilan darah mencit melalui vena sinus retro orbitalis mata. 3.3.6 Penghitungan Jumlah Eritrosit Penghitungan total eritrosit dilakukan dengan menggunakan hemositometer. Darah dihisap dengan pipet eritrosit sampai batas 0.5 atau lebih. Kelebihannya dihisap dengan kertas tisu. Bekas darah pada bagian luar pipet di hapus dengan kertas tisu. larutan Hayem dihisap sampai batas angka 101. Pipet dikocok membentuk angka delapan selama 5-10 menit sampai larutan homogen. Sebanyak 2-3 tetes isi pipet eritrosit dibuang, kemudian ujung pipet ditempelkan pada cover glass pada kamar hitung Neubauer (Gambar 9) sampai semua bagian terisi oleh larutan darah (Thrall 2004). Sel darah merah dilihat dibawah mikroskop kemudian dihitung dengan menggunakan rumus: n x 10 x 5 x 200 n
= jumlah sel yang terhitung pada ke-5 kotak
10
= tinggi kamar hitung (1/10 mm)
5
= luas kamar hitung (1/5 mm2)
200
= faktor pengencer
23
Gambar 9 Kamar hitung neubauer. R adalah daerah untuk menghitung sel darah merah (Wahyura 2010). 3.3.7 Penghitungan Hemoglobin Tabung hemometer diisi dengan larutan HCl 0.1 N sampai tanda 2. Darah dihisap dengan pipet Sahli sampai tepat pada tanda 20 µl. Kelebihan darah yang melekat pada ujung luar pipet dihapus dengan kertas tisu secara hati-hati jangan sampai darah dari dalam pipet berkurang. Darah tersebut dimasukkan ke dalam tabung yang berisi larutan HCl tanpa menimbulkan gelembung udara kemudian ditunggu sampai pembentukan asam hematin terjadi. Asam hematin yang terbentuk diencerkan dengan aquadest setetes demi setetes sambil diaduk dengan pengaduk dari gelas sampai didapat warna yang sama dengan warna standar. Miniskus dari larutan dibaca dan nilainya dinyatakan dalam g/dl (Thrall 2004).
3.3.8 Penghitungan Jumlah Hematokrit (PCV) Darah diambil langsung dari vena sinus retro orbitalis mata dengan menggunakan mikrohematokrit sampai terisi sekitar 2/3 bagian. Salah satu ujung tabung ditutup dengan dempul (clay). Setelah itu mikrohematokrit disentrifus dengan kecepatan 15.000 rpm selama 5 menit. Tinggi kolom eritrosit pada mikrohematokrit diukur dengan refractometry dan nilainya dinyatakan dalam persen (%) (Thrall 2004).
3.3.9 Penghitungan Howell Jolly bodies Howell Jolly bodies dihitung dengan menggunakan sediaan ulas darah yang diwarnai dengan Giemsa. Darah yang keluar dari mikrohematokrit diteteskan pada object glass. Darah diulas dengan object glass lain dengan cara ditarik pelan pelan
24
ke arah belakang dan dikeringkan di udara. Preparat yang sudah kering difiksasi dengan metanol selama 3 sampai 5 menit dan dikeringkan di udara. Preparat selanjutnya diwarnai dengan Giemsa 10% selama 30 menit. Preparat dibersihkan dari sisa Giemsa dengan air mengalir tidak lebih dari 30 detik, lalu dikeringkan di udara (Thrall 2004). Pemeriksaan Howell Jolly bodies dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 100 x lensa objektif dan 10 x lensa okuler serta menggunakan lensa persegi dengan panjang total sisi 0.225 mm dan luasnya 0.050625mm2. Howell Jolly bodies yang terdapat dalam area ini dihitung pada 10 lapang pandang dengan metode zigzag dengan perhitungan (a/b) x (1/9) x (100%) (Noviana et al. 2004) seperti yang terlihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Counter lens; a adalah jumlah semua Howell Jolly bodies yang ada pada kotak besar, b adalah semua sel yang ada pada kotak kecil. Perhitungan perubahan persentase Howell Jolly bodies darah perifer mencit akibat pemaparan radiasi dan pemberian ekstrak rosela adalah sebagai berikut: ● Persentase Howell Jolly bodies akibat perlakuan = (b-a)/(b+a) x 100% ● Perubahan persentase Howell Jolly bodies setelah pemulihan 30 hari = (d-c)/(d+c) x 100% Keterangan:
a = persentase Howell Jolly bodies sebelum perlakuan b = persentase Howell Jolly bodies pada dosis radiasi tertentu c = persentase Howell Jolly bodies pada dosis x d = persentase Howell Jolly bodies setelah recovery dosis x x = jumlah dosis paparan radiasi (mSv)
Formula perhitungan seperti di atas juga digunakan untuk perhitungan persentase MCV, MCH dan MCHC pasca perlakuan dan pasca pemulihan selama 30 hari.
25
3.4 Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan ANOVA® post hoc Duncan Test menggunakan software Statistical Package for Social Sciences (SPSS)® versi 16 untuk Microsoft® Windows® untuk melihat perbedaan nyata atau tidaknya data hasil penelitian.
26
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 MCV (Mean Corpuscular Volume) Nilai MCV (Mean Corpuscular Volume) menunjukkan volume rata-rata dan ukuran eritrosit. Nilai normal termasuk ke dalam normositik, nilai di bawah normal termasuk ke dalam mikrositik dan nilai di atas normal disebut makrositik (Thrall 2004). Nilai MCV darah mencit berdasarkan kelompok perlakuan dan total radiasi sebagaimana pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai MCV darah perifer mencit pada setiap kelompok total radiasi radiodiagnostik berulang dan setelah pemulihan selama 30 hari. Waktu (minggu)
Total Radiasi (mSv)
n
0 0-2 2-4
0 1.7 2.9
3 3 3
4-8
Rec 2.9
3
4-6 6-8
4.1 5.3
3 3
8-12
Rec 5.3
3
Kelompok Perlakuan
Jumlah (%)
K-
∑Ra ∑Ra ∑Ra ∆Ra ∑Ro ∆Ro ∑Ra ∑Ra ∆Ra ∑Ro ∆Ro
56.11±0.00abc 68.41±8.11ef 60.98±6.92bcdef 4.17 59.76±1.92bcde -1.86 58.75±5.51abcd 63.04±6.56cdef 5.28 52.38±5.20ab -9.22
K+
R-
MCV (fL) p=0.000 56.11±0.00abc 56.11±0.00abc 61.37±5.31bcdef 53.13±2.72ab abc 53.94±2.18 61.10±5.37bcdef -1.97 4.26 53.54±2.37abc 56.45±6.68abc -1.28 -6.45 52.56±4.17ab 53.69±4.13abc 57.76±3.22abcd 70.08±3.65f 1.45 11.08 59.52±4.00bcde 49.05±3,59a 1.50 -17.66
R+ 56.11±0.00abc 57.58±9.91abcd 57.62±9.42abcd 1.33 51.68±3.62ab 2.06 60.04±6.37bcde 66.10±2.49def 8.17 54.82±7.29abc -9.33
Keterangan: huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05). K- = pemberian NaCl fisiologis 0.9% tanpa paparan radiasi; K+= pemberian NaCl fisiologis 0.9% dengan paparan radiasi; R-= pemberian ekstrak rosela tanpa paparan radiasi; R+ = pemberian ekstrak rosela dengan paparan radiasi; ∑Ra = nilai parameter setelah perlakuan; ∑Ro = nilai parameter setelah pemulihan; ∆Ro = perubahan setelah pemulihan; ∆Ra = perubahan setelah radiasi; n= jumlah mencit; Rec 2.9= masa pemulihan 2.9 mSv; Rec 5.3= masa pemulihan 5.3 mSv.
Nilai MCV pada semua kelompok perlakuan minggu ke-0 adalah normal, namun pada kelompok R+ setelah menerima total radiasi 5.3 mSv pada minggu ke-6 melebihi 61.5 fL sebagai ambang normal MCV (Thrall 2004; Raskin & Wadrop 2010). Radiasi total 2.9 mSv pada minggu ke-4 menyebabkan peningkatan nilai MCV sebesar 53.94 fL pada kelompok K+ dan 57.62 fL pada kelompok R+. Radiasi yang lebih besar pada minggu ke-8 dengan total radiasi 5.3 mSv menyebabkan peningkatan 57.76 fL pada kelompok K+ dan 66.10 fL pada kelompok R+ sebagaimana pada Tabel 5 dan Gambar 11 A.
27
A Nilai MCV (fL)
80.00
1.7
0
0‐2
2.9
Dosis Radiasi (mSv) 0 4.1
5.3
0
6‐8
8‐12
70.00
60.00
50.00
40.00
10.00
B
0
2.9
2‐4
4‐8 4‐6 Waktu (minggu)
Dosis Radiasi (mSv)
5.3
Waktu (minggu)
6‐8
Persentase MCV (%)
5.00 0.00 ‐5.00 ‐10.00
C Persentase MCV (%)
10.00
2‐4
2.9
Dosis Radiasi (mSv)
5.3
0.00
‐10.00
‐20.00
‐30.00 2‐4
Waktu (minggu)
6‐8
Gambar 11 A. Persentase MCV darah perifer mencit terhadap radiodiagnostik berulang; B. Persentase MCV setelah perlakuan; C. Persentase MCV setelah pemulihan 30 hari. (K-) = pemberian NaCl fisiologis tanpa paparan radiasi; (K+) = pemberian NaCl fisiologis dengan paparan radiasi; (R-) = pemberian ekstrak rosela tanpa paparan radiasi; (R+) = pemberian ekstrak rosela dengan paparan radiasi; = nilai normal MCV 42.3-55.15 fL (Thrall 2004).
Nilai MCV kelompok R- dengan pemberian ekstrak rosela mengalami peningkatan sebesar 61.10 fL, sedangkan pada kelompok K- mengalami peningkatan sebesar 60.98 fL pada minggu ke-4 dibandingkan dengan nilai MCV sebelum perlakuan. Nilai MCV pada minggu ke-8 mengalami peningkatan pada
28
kelompok R- hingga 66.10 fL, sedangkan pada kelompok K- hanya mengalami peningkatan sebesar 63.04 fL. Nilai MCV setelah masa pemulihan dari total radiasi 2.9 mSv menyebabkan penurunan sebanyak 1.28 % pada kelompok K+ dan peningkatan 2.06 % pada kelompok R+. Setelah pemulihan total radiasi 5.3 mSv menyebabkan penurunan nilai MCV sebanyak 1.50 % pada kelompok K+ dan penurunan 9.33 % pada kelompok R+. Hasil analisa secara statistik menunjukkan nilai MCV terhadap kelompok perlakuan dan waktu berbeda nyata (p<0.05). Paparan radiasi dosis total 2.9 mSv menyebabkan nilai MCV K+ menurun dari sebelum perlakuan, akan tetapi nilai ini masih berada dalam kisaran normal sedangkan nilai kelompok R+ meningkat dari sebelum perlakuan dan hal ini melebihi kisaran nilai normal MCV (Gambar 11A). Total radiasi 5.3 mSv nilai MCV pada kelompok K+ dan R+ mengalami peningkatan, namun nilai MCV kelompok R+ melebihi kelompok K+, nilai ini melebihi kisaran normal (42.355.15 fL). Setelah pumulihan 30 hari dari radiasi total 5.3 mSv nilai MCV kelompok R+ dapat kembali normal akan tetapi nilai MCV kelompok K+ masih berada di atas nilai normal. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol rosela dapat mengurangi kerusakan akibat radiasi ionisasi sinar-X. Nilai MCV di atas normal pada kelompok K+ dan R+ disebut juga dengan anemia makrositik. Hal ini terjadi karena hasil dari penghambatan sintesis DNA dalam produksi sel darah merah. Ketika sintesis DNA terganggu, maka siklus sel tidak dapat berkembang dari tahap pertumbuhan (G2) ke tahap mitosis (M) (Rumsey et al. 2007). Hal ini menyebabkan pertumbuhan sel terus tanpa pembagian dan terlihat sebagai anemia makrositik. Dalam penelitian ini diduga yang menyebabkan gangguan pada sintesis DNA adalah radiasi ionisasi. Cacat dalam sintesis DNA sel darah merah paling sering disebabkan oleh hypovitaminosis, khususnya kekurangan vitamin B12 dan atau asam folat (Aslinia et al. 2006; Burgess 2012). Pada anemia makrositik biasanya sel darah merah yang belum matang di lepaskan oleh sumsum tulang ke sirkulasi untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat (Rizwi 2010).
29
4.2 Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) Nilai Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) menggambarkan rata-rata jumlah hemoglobin di dalam eritrosit. Nilai MCH pada semua kelompok pada waktu pemulihan dan perlakuan radiasi yang berbeda menunjukkan hasil yang fluktuatif dan masih berada pada rentang nilai normal yaitu 13.7-18.1 pg (Thrall 2004). Setelah radiasi 2.9 mSv menyebabkan peningkatan sebesar 6.82 % pada kelompok R+, sedangkan pada kelompok K+ mengalami peningkatan sebesar 7.36 %. Setelah radiasi yang lebih tinggi 5.3 mSv pada minggu ke-8 menyebabkan peningkatan nilai MCH sebanyak 7.75 % pada kelompok K+ dan 15.50 % pada kelompok R+. Nilai MCH kelompok K+ menurun 1.60 % dan nilai MCH kelompok R+ mengalami peningkatan sebesar 3.30 % setelah masa pemulihan total radiasi 2.9 mSv. Namun setelah masa pemulihan 30 hari total radiasi 5.3 mSv nilai MCH kelompok K+ meningkat 1.22 mSv sedangkan nilai MCH kelompok R+ terjadi penurunan 8.21 % sebagaimana Tabel 6 dan Gambar 12. Tabel 6 Nilai MCH darah perifer mencit pada setiap kelompok total radiasi radiodiagnostik berulang dan setelah pemulihan selama 30 hari. Waktu (minggu)
Total Radiasi (mSv)
n
0 0-2 2-4
0 1.7 2.9
3 3 3
4-8
Rec 2.9
3
4-6 6-8
4.1 5.3
3 3
8-12
Rec 5.3
3
Kelompok Perlakuan
Jumlah (%)
K-
∑Ra ∑Ra ∑Ra ∆Ra ∑Ro ∆Ro ∑Ra ∑Ra ∆Ra ∑Ro ∆Ro
15.30±0.00a 24.08±5.85e 21.38±4.38cde 16.55 19.30±0.95abcd -6.77 18.66±1.22abcd 19.63±1.80abcd 12.37 16.80±1.80ab -7.77
K+
R-
MCH (pg) p=0.000 15.30±0.00a 15.30±0.00a abcd 18.16±1.84 15.87±1.25a 17.74±1.31abcd 18.68±2.05abcd 7.36 9.92 16.56±0.94a 18.14±2.59abcd -1.60 -9.91 17.18±1.54abc 15.31±3.83a 17.88±0.59abcd 21.75±1.46de 7.75 17.39 18.32±0.73abcd 15.60±1.94a 1.22 -16.45
R+ 15.30±0.00a 16.88±3.93ab 17.55±2.26abcd 6.82 16.29±0.62a 3.30 18.74±2.04abcd 20.92±0.28bcde 15.50 17.75±1.96abcd -8.21
Keterangan: huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05). K- = pemberian NaCl fisiologis 0.9% tanpa paparan radiasi; K+ = pemberian NaCl fisiologis 0.9% dengan paparan radiasi; R- = pemberian ekstrak rosela tanpa paparan radiasi; R+ = pemberian ekstrak rosela dengan paparan radiasi; ∑Ra = nilai parameter setelah perlakuan; ∑Ro = nilai parameter setelah pemulihan; ∆Ro = perubahan setelah pemulihan; ∆Ra = perubahan setelah radiasi; n= jumlah mencit; Rec 2.9= masa pemulihan 2.9 mSv; Rec 5.3= masa pemulihan 5.3 mSv.
30
A
Nilai MCH (pg)
24.00
0
1.7
Dosis Radiasi (mSv) 4.1 0 2.9
5.3
0
4‐8
8‐12
21.00 18.00 15.00 12.00
B Persentase MCH (%)
20.00
0
0‐2
2.9
2‐4
2‐8 4‐6 Waktu (minggu)
Dosis Radiasi (mSv)
5.3
15.00 10.00 5.00 0.00 2‐4
C
15.00
2.9
Waktu (minggu)
6‐8
Dosis Radiasi (mSv)
5.3
Waktu (minggu)
6‐8
Persentase MCH (%)
5.00
‐5.00
‐15.00
‐25.00
2‐4
Gambar 12 A. Persentase MCH darah perifer mencit terhadap radiodiagnostik berulang; B. Persentase MCH setelah perlakuan; C. Persentase MCH setelah pemulihan 30 hari. (K-) = pemberian NaCl fisiologis tanpa paparan radiasi; (K+) = pemberian NaCl fisiologis dengan paparan radiasi; (R-) = pemberian ekstrak rosela tanpa paparan radiasi; (R+) = pemberian ekstrak rosela dengan paparan radiasi; = nilai normal MCH 13.7-18.1 pg (Thrall 2004).
Setelah minggu ke-4 menyebabkan penurunan nilai MCH sebesar 6.67 % pada kelompok K- dan 9.91 % pada kelompok R-. Pada minggu ke-8 nilai MCH kelompok K- mengalami penurunan 7.77 % dan R- mengalami penurunan 16.45 % sebagaimana dalam Tabel 6 dan Gambar 12C.
31
Nilai MCH berhubungan dengan kosentrasi hemoglobin dan jumlah sel darah merah. Konsentasi hemoglobin di dalam darah dipengaruhi oleh volume darah, jika volume berkurang akan menyebabkan berkurangnya hemoglobin. Selain itu, gangguan penyerapan besi pada sistem pencernaan juga dapat menyebabkan berkurangnya hemoglobin. Nilai MCH kelompok K+ dan R+ setelah radiasi total 2.9 mSv terlihat hampir sama, namun setelah radiasi total 5.3 mSv nilai MCH kelompok R+ lebih tinggi dari K+. Hal ini disebabkan oleh kandungan antioksidan ekstrak etanol rosela yang dapat menetralkan kerusakan akibat radiasi ionisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Noviana et al. (2010) menunjukkan radiasi yang lebih rendah yaitu 0.2 mSv dari radiodiagnostik berulang pada mencit tidak memberikan efek pada parameter sel darah merah. Dosis mengindikasikan komponen darah mungkin mengalami kerusakan setelah paparan sinar-X.
4.3 Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) Nilai Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) merupakan nilai yang diperoleh dari nilai hemoglobin dan konsentrasi eritrosit. Nilai MCHC menunjukkan konsentrasi hemoglobin di dalam 100 ml eritrosit. Hemoglobin berperan dalam memelihara fungsi transpor oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh. Zat besi merupakan zat yang dibutuhkan dalam pembentukan heme untuk menyusun hemoglobin. Gangguan dalam penyerapan zat besi mengakibatkan kurangnya unsur besi dalam peredaran darah sehingga menurunkan jumlah hemoglobin (Kemuning 2010). Nilai MCHC mencit berdasarkan kelompok perlakuan terhadap kelompok total radiasi dan fase pemulihan dapat dilihat pada Tabel 7. Nilai MCHC terhadap kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 13A. Nilai MCHC setelah perlakuan pada minggu ke 4 yaitu K- 32.29%, K+ 30.91%, R- 32.09% dan R+ 31.59%. Nilai ini berada dalam kisaran normal (Thrall 2004). Begitu juga pada minggu ke-8, nilai MCHC pada kelompok K- 32.40 %, kelompok K+ 30.82 %, kelompok R- 31.73 %, dan R+ 32.48 %. Radiasi 2.9 mSv pada minggu ke-4 menyebabkan peningkatan nilai MCHC sebesar 9.28% pada kelompok K+ dan peningkatan 6.28% pada kelompok R+ dari
32
nilai sebelum perlakuan. Radiasi yang lebih besar pada minggu ke-8 yaitu total radiasi 5.3 mSv menyebabkan peningkatan nilai MCHC sebesar 6.35% pada kelompok K+ dan peningkatan 7.45% pada kelompok R+ sebagaimana pada Tabel 7 dan Gambar 13B. Tabel 7 Nilai MCHC darah perifer mencit pada setiap kelompok total radiasi radiodiagnostik berulang dan setelah pemulihan selama 30 hari. Waktu (minggu)
Total Radiasi (mSv)
0 0-2 2-4
0 1.7 2.9
4-8
Rec 2.9
3 3 3 3 3
4-6 6-8
4.1 5.3
3 3
8-12
Rec 5.3
3
n
Kelompok Perlakuan
Jumlah (%)
K-
∑Ra ∑Ra ∑Ra ∆Ra ∑Ro ∆Ro ∑Ra ∑Ra ∆Ra ∑Ro ∆Ro
27.28±0.00a 29.52±0.84abc 34.84±3.35d 12.16 32.29±1.32bcd -4.50 31.83±1.15bcd 31.16±0.39abcd 6.64 32.40±5.69bcd 1.94
K+
RMCHC (%) p=0.001 27.28±0.00a 27.28±0.00a 29.68±2.70abc 29.86±1.68abc 32.86±1.40cd 30.53±0.99abc 9.28 5.62 30.91±0.39abcd 32.09±1.67bcd -0.28 -3.39 32.68±1.02bcd 28.53±6.63ab 30.98±0.71abcd 31.01±0.55abcd 6.35 6.41 30.82±0.83abcd 31.73±1.69bcd -0.26 1.13
R+ 27.28±0.00a 29.13±2.28abc 30.94±5.08abcd 6.28 31.59±1.71bcd 0.44 31.21±0.24abcd 31.67±0.96bcd 7.45 32.48±1.30bcd 1.23
Keterangan: huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05). K- = pemberian NaCl fisiologis 0.9% tanpa paparan radiasi; K+ = pemberian NaCl fisiologis 0.9% dengan paparan radiasi; R- = pemberian ekstrak rosela tanpa paparan radiasi; R+ = pemberian ekstrak rosela dengan paparan radiasi; ∑Ra = nilai parameter setelah perlakuan; ∑Ro = nilai parameter setelah pemulihan; ∆Ro = perubahan setelah pemulihan; ∆Ra = perubahan setelah radiasi; n= jumlah mencit; Rec 2.9= masa pemulihan 2.9 mSv; Rec 5.3= masa pemulihan 5.3 mSv.
Nilai MCHC kelompok R- dengan pemberian ekstrak rosela mengalami peningkatan 5.62% dan pada kelompok K- mengalami peningkatan sebesar 12.16% pada minggu ke-4 dari nilai sebelum perlakuan. Nilai MCHC minggu ke8 mengalami peningkatan 6.64% pada kelompok K- dan pada kelompok Rmengalami peningkatan 6.41%. Nilai MCHC setelah masa pemulihan dari radiasi total 2.9 mSv menyebabkan penurunan sebesar 0.28% pada kelompok K+ dan peningkatan 0.44% pada kelompok R+. Pemulihan setelah radiasi yang lebih tinggi radiasi total 5.3 mSv menyebabkan penurunan nilai MCHC sebesar 0.26% pada kelompok K+ dan kenaikan 1.23% pada kelompok R+. Nilai MCHC setelah minggu ke-4 mengalami penurunan 3.39% pada kelompok R-, sedangkan pada kelompok K- mengalami penurunan sebesar 4.50% dari nilai sebelum perlakuan. Setelah pemulihan pada minggu 8 nilai MCHC meningkat sebesar 1.95% pada kelompok K- dan nilai MCHC kelompok R-
33
mengalami peningkatan sebesar 1.14% sebagaimana dalam Tabel 7 dan Gambar 13C. Nilai MCHC terhadap kelompok perlakuan dan waktu berbeda nyata (p<0.05).
Dosis Radiasi (mSv)
A
Nilai MCHC (%)
36.00
0
2.9
1.7
4.1
0
5.3
0
6‐8
8‐12
32.00 5.3 28.00
24.00 0
0‐2
2‐4
4‐8 4‐6 Waktu (minggu)
Dosis Radiasi (mSv)
B Persentase MCHC (%)
16.00
5.3
2.9
12.00 8.00 4.00 0.00 2‐4
C Persentase MCHC (%)
8.00
2.9
Waktu (minggu) Dosis Radiasi (mSv)
6‐8
5.3
4.00 0.00 ‐4.00 ‐8.00
2‐4
Waktu (minggu)
6‐8
Gambar 13 A. Persentase MCHC darah perifer mencit terhadap radiodiagnostik berulang; B. Persentase MCHC setelah radiasi; C. Persentase MCHC setelah pemulihan 30 hari. (K-) = pemberian NaCl fisiologis tanpa paparan radiasi; (K+) = pemberian NaCl fisiologis dengan paparan radiasi; (R-) = pemberian ekstrak rosela tanpa paparan radiasi; (R+) = pemberian ekstrak rosela dengan paparan radiasi; = nilai normal MCHC 29.5-35.6% (Thrall 2004).
Nilai MCHC selama perlakuan berada dalam kisaran yang normal. Penurunan nilai MCHC tampak jelas terlihat pada kelompok R- yang diterapi dengan ekstrak rosela pada minggu ke 8 (Gambar 13A). Penyebab penurunan
34
jumlah MCHC setelah masa pemulihan belum diketahui secara pasti, kemungkinan terjadi gangguan penyerapan zat besi pada mencit atau ada zat pada rosela yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan penyerapan sehingga jumlah MCHC menurun. Penurunan nilai MCHC menunjukkan penurunan konsentrasi hemoglobin dan di dalam sintesis hemoglobin diperlukan zat besi (Weiss dan Wardrop 2010). Zat besi nonheme dalam tumbuhan tidak mudah diserap oleh usus karena tumbuhan mengandung oksalat, fitat, tanin, dan senyawa fenolik lainnya. Senyawa tersebut akan membentuk kelat atau presipitat dengan besi yang tidak dapat larut sehingga mencegah proses penyerapan nutrisi. Kandungan tannin pada rosela dapat mengikat zat besi sehingga penyerapan zat besi terganggu (Besral et al. 2007), namun kandungan vitamin C (asam askorbat) pada rosela dapat meningkatkan jumlah penyerapan zat besi nonheme dari saluran cerna (Kasiyati 2007). Menurut Macfarlane et al. (2000) efek anemia karena kekurangan hemoglobin akan berakibat pada hipoxia jaringan dan beberapa perubahan pada sirkulasi, biokimia, dan sumsum tulang. Pada sirkulasi terjadi peningkatan laju jantung dan dilatasi arteriol. Perubahan secara biokimia terjadi peningkatan 2.3 diphosphoglycerate (DPG) pada sel darah merah, hemoglobin pada sirkulasi perifer berkurang. Pada sumsum tulang terjadi hyperplasia karena terjadi produksi eritrosit yang meningkat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan sel darah merah.
4.4 Howell Jolly Bodies Nilai rata rata persentase Howell Jolly bodies sel darah merah perifer mencit kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8. Total radiasi 2.9 mSv pada minggu ke-4 menyebabkan munculnya Howell Jolly bodies sebesar 0.10% pada kelompok K+ sedangkan pada kelompok R+ tidak terlihat Howell Jolly bodies yang muncul. Hal ini juga terlihat pada total radiasi 5.3 mSv minggu ke-8 pada kelompok K+ sebesar 0.13% namun pada kelompok R+ juga tidak terlihat adanya Howell Jolly bodies (Tabel 8 dan Gambar 14A). Howell Jolly bodies tidak terdapat pada kelompok K-dan R-.
35
Tabel 8 Nilai Howell Jolly bodies perifer mencit pada setiap kelompok total radiasi radiodiagnostik berulang dan setelah pemulihan selama 30 hari. Waktu (minggu)
Total Radiasi (mSv)
n
0 0-2 2-4
0 1.7 2.9
3 3 3
4-8
Rec 2.9
3
4-6 6-8
4.1 5.3
3 3
8-12
Rec 5.3
3
Kelompok Perlakuan
Jumlah (%)
K-
∑Ra ∑Ra ∑Ra ∆Ra ∑Ro ∆Ro ∑Ra ∑Ra ∆Ra ∑Ro ∆Ro
0.00±0.00a 0.00±0.00a 0.00±0.00a 0.00 0.00±0.00a 0.00 0.00±0.00a 0.00±0.00a 0.00 0.00±0.00a 0.00
K+
R-
R+
Howell Jolly bodies (%) p=0.002 0.00±0.00a 0.00±0.00a 0.00±0.00a ab a 0.04±0.08 0.00±0.00 0.09±0.09abc 0.10±0.05abc 0.00±0.00a 0.00±0.00a 100.00 0.00 0.00 0.04±0.04ab 0.00±0.00a 0.02±0.03a -39.60 0.00 100.00 0.15±0.22c 0.00±0.00a 0.06±0.06abc 0.13±0.14bc 0.00±0.00a 0.00±0.00a 100.00 0.00 0.00 0.10±0.03abc 0.00±0.00a 0.03±0.02a -15.82 0.00 100.00
Keterangan: huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05). K- = pemberian NaCl fisiologis 0.9% tanpa paparan radiasi; K+ = pemberian NaCl fisiologis 0.9% dengan paparan radiasi; R- = pemberian ekstrak rosela tanpa paparan radiasi; R+ = pemberian ekstrak rosela dengan paparan radiasi; ∑Ra = nilai parameter setelah perlakuan; ∑Ro = nilai parameter setelah pemulihan; ∆Ro = perubahan setelah pemulihan; ∆Ra = perubahan setelah radiasi; n= jumlah mencit; Rec 2.9= masa pemulihan 2.9 mSv; Rec 5.3= masa pemulihan 5.3 mSv.
Setelah masa pemulihan dari radiasi 2.9 mSv menyebabkan penurunan persentase Howell Jolly bodies sebesar 39.60% pada kelompok K+, sedangkan pada kelompok R+ mengalami peningkatan sebesar 100%. Pemulihan setelah radiasi yang lebih tinggi 5.3 mSv menyebabkan penurunan persentase Howell Jolly bodies sebanyak 15.82% pada kelompok K+ dan peningkatan 100% pada kelompok R+. Persentase Howell Jolly bodies setelah masa pemulihan minggu ke4 dan minggu ke-8 tidak mengalami peningkatan ataupun penurunan baik pada kelompok K- dan R- sebagaimana dalam Tabel 8 dan Gambar 14C. Nilai Howell Jolly bodies terhadap kelompok perlakuan dan waktu berbeda nyata (p<0.05). Dosis Radiasi (mSv)
A Persentasi Howell Jolly Bodies(%)
0.21
0
1.7
2.9
4.1
0
5.3
0
2‐4
4‐6
4‐8
6‐8
8‐12
0.14
0.07
0.00
‐0.07 0
0‐2
Waktu (minggu)
36
C
Persentase Howell Jolly Bodies (%)
Dosis Radiasi (mSv)
Persentase Howell Jolly Bodies (%)
B
180.00
5.3
2.9
120.00 60.00 0.00 ‐60.00
180.00
2‐4
2.9
Waktu (minggu) Dosis Radiasi (mSv)
6‐8
5.3
120.00 60.00 0.00 ‐60.00 2‐4
Waktu (minggu)
6‐8
Gambar 14 A. Persentase Howell Jolly bodies darah perifer mencit terhadap radiodiagnostik berulang; B. Persentase Howell Jolly bodies setelah perlakuan; C. Persentase setelah pemulihan 30 hari. (K-) = pemberian NaCl fisiologis tanpa paparan radiasi; (K+) = pemberian NaCl fisiologis dengan paparan radiasi; (R-) = pemberian ekstrak rosela tanpa paparan radiasi; (R+) = pemberian ekstrak rosela dengan paparan radiasi.
Ekstrak etanol rosela dapat mengurangi kemunculan Howell Jolly bodies pada sel darah merah pada total dosis radiasi 2.9 mSv, demikian juga pada total dosis radiasi 5.3 mSv. Jumlah radikal bebas yang terbentuk olah radiasi ionisasi dapat mempengaruhi kemampuan antioksidan untuk menetralkannya. Jika jumlah radikal bebas yang terbentuk terlalu banyak, maka dibutuhkan antioksidan yang lebih banyak pula (Evans et al. 2004) Kehadiran Howell Jolly bodies pada sel darah merah perifer (Gambar 15) menandakan sel darah merah meninggalkan sumsum tulang dalam keadaan belum dewasa (mature) karena tingginya kebutuhan jaringan dan proses eritropoiesis meningkat (Wang dan Glasser 2002; Meyer dan Harvey 2004). Pelepasan eritrosit yang belum dewasa ke jaringan merupakan respon yang normal dari sumsum tulang untuk meningkatkan produksi sel darah merah (Thrall 2004). Kehadiran
37
Howell Jolly bodies menandakan tidak berfungsinya limpa atau atropy limpa karena seharusnya Howell Jolly bodies dieliminasi di limpa (Kovtunovych et al. 2010). Pada banyak kasus splenectomi terlihat peningkatan kehadiran Howell Jolly bodies (Smith et al.1990). Howell Jolly bodies berhubungan dengan anemia regeneratif. Anemia regeneratif disebabkan oleh kehilangan darah atau kerusakan eritrosit (hemolisis) dan dapat terlihat pada fase pemulihan disfungsi sumsum tulang. Hemolisis dapat terjadi di dalam pembuluh darah (intravaskular) dan di luar pembuluh darah (ekstravaskular). Hemolisis ekstravaskular terjadi ketika eritrosit abnormal difagosit oleh makrofag di dalam limpa atau hati (Thrall 2004). A
B
Gambar 15 Howell Jolly bodies pada sel darah merah perifer mencit. A = kelompok K+; B = kelompok R+. Sel hematopoietik adalah sel yang sensitif terhadap radiasi ionisasi sinar-X. Sel yang mengalami kerusakan akibat radiasi secara alami mempunyai kemampuan adaptasi dan respon perbaikan untuk kembali normal, akan tetapi dosis radiasi sangat berpengaruh terhadap kerusakan biologi yang ditimbulkannya. Semakin besar dosis radiasi, akan semakin besar pula kerusakan yang ditimbulkan (Mitchell et al. 2009). Howell Jolly bodies yang terbentuk akibat radiasi jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok yang diberikan ekstrak rosela. Respon adaptasi terlihat pada radiasi 2.9 dan radiasi 5.3 mSv. Rosela dapat mempertahankan nilai MCV, MCH dan MCHC sel darah merah karena mengandung antioksidan yaitu vitamin C (asam askorbat) dan senyawa fenol (Maryani dan Kristiana 2009). Secara umum MCV, MCH, dan MCHC berada dalam kisaran nilai yang normal, namun sebagian nilai MCV lebih tinggi dari nilai normal dan lebih rendah dari kisaran normal. Kerusakan oksidatif akibat radiasi ionisasi sangat jelas
38
terlihat pada penurunan MCV, MCH, dan MCHC pada radiasi dosis 5.3 mSv. Nilai MCV yang meningkat dan MCHC normal disebut juga dengan anemia makrositik normokromik yang ditandai dengan ukuran eritrosit yang besar namun konsentrasi hemoglobin berada dalam kisaran normal. Biasanya jenis anemia ini disebabkan oleh gangguan metabolisme eritrosit, defisiensi vitamin B12, asam folat dan radiasi (Rizwi 2010). Nilai MCV normal dan MCHC normal menunjukkan adanya anemia normositik normokromik. Jenis anemia ini biasanya disebabkan oleh kehilangan darah, gangguan ginjal serta gangguan pada sumsum tulang (Thrall 2004; Meyer dan Harvey 2004). Menurut Nair et al. (2001), Mathew (2005), dan Jagetia (2007) rosela dalam penelitian ini termasuk dalam agen radioprotektor. Radioprotektor diberikan sebelum radiasi dan memiliki kemampuan mencegah dan mengurangi kerusakan yang terjadi pada jaringan normal. Rosela memiliki senyawa polifenol terutama flavanoid yang mampu melindungi sel dari kerusakan dengan menetralkan produksi radikal bebas yang terjadi selama terpapar radiasi ionisasi (Jagetia 2007; Josiah et al. 2010). Flavanoid merupakan senyawa yang mampu melindungi tubuh dari kerusakan oksidatif (Phipps et al. 2007). Hasil penelitian menunjukkan rosela mampu melindungi sel darah merah dari kerusakan. Antioksidan pada rosela dapat menekan pembentukan radikal bebas (Ologundudu et al. 2009). Dosis radiasi yang kronis adalah dosis radiasi dalam dosis yang kecil dengan waktu paparan yang panjang. Menurut DeMasters et al. (2006) tubuh memiliki kemampuan untuk mengganti sel yang rusak atau mati. Pemulihan jangka pendek terjadi setiap 24 jam setelah radiasi. Pemulihan jangka panjang terjadi setelah paparan radiasi 30 hari. Pemulihan jangka panjang dan jangka pendek memberikan waktu yang cukup untuk memperbaiki kerusakan akibat radiasi (Wambi et al.2008).
39
SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Ekstrak kelopak rosela mempunyai efek radioprotektif terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh radiasi ionisasi sinar-X pada sel darah merah perifer mencit.
5.2 Saran Perlu pengamatan bagian sel myeloid pada sumsum tulang untuk mengetahui terjadinya anemia akibat radiasi dan dilakukan pengujian bahan aktif ektrak rosela secara kuantitatif.
40
DAFTAR PUSTAKA Akindahunsi AA, Olaleye MT. 2003. Toxicological investigation of aqueous methanolic extract Hibiscus sabdariffa L. Journal of Ethnopharmacology 89: 161-164. Ali BH, Al Wabel N, Blunden G. 2005. Phytochemical, pharmalogical and toxicological apect of hibiscus sabdariffa L: a review. Phytotherapy Research. 19: 369-75. Ali MB, Salih WM. 1991. Investigations of the antispasmodic potential of Hibiscus sabdariffa calyces. Journal of Ethnopharmacology 31: 249–257. Aslinia F, Mazza JJ, Yale SH. 2006. Megaloblastic anemia and other causes of macrocytosis. Journal Clinical Medicine & Research 4: 236-241. Baldy CM. 2006. Gangguan Sistem Hematologi di dalam: Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Proses Penyakit: Alih Bahasa. Brahm U; Editor Edisi Bahasa Indonesia. Huriawati, Hartanto et al. ed-6. Jakarta: EGC. Hlm 247. [BATAN] Badan Tenaga Nuklir Nasional. 2008. Pertanyaan seputar radiasi. [terhubung berkala]. http//:www.batan.go.id/FAQ/faq_radiasi.php.[15 Oktober 2011]. Besral, Meilianingsih L, Sahar J. 2007. Pengaruh minum teh terhadap kejadian anemia pada usila di kota Bandung. Makara Kesehatan 11:38-43. Besselen DG. 2004. Biology Of Laboratory Rodent. http//:www.ahsc.arizona.edu. [20 Agustus 2010]. Burgess R. 2012. Macrocytosis. [Terhubung Berkala]. http://emedicine. medscape.com/article/ 203858-overview#showall. [4 Januari 2012]. DeMasters Gerald, Di Xu, Newsham Irene. 2006. Potentiation of radiation sensitivity in breast tumor cells by the vitamin D 3 analogue, EB 1089, through promotion of autophagy and interference with proliferative recovery. Molecular Cancer Therapeutics 5:2786-2797. Du CT, Francis FJ. 1973. Antosianin of roselle (Hibiscus sabdariffa L.). Journal of Food Science 38: 818. Evans MD, Dizdaroglu M, Cooke MS. 2004. Oxidative DNA damage and desease: induction, repair and significance. Mutation Research 567:1-161.
Fakaye TO, Pal A, Bawankule DU, Yadav NP, Khanuja SPS. 2008. Toxic effects of oral administration of dried calyx of Hibiscus sabdariffa Linn, (malvaceae). Phytotherapy Research 22: 664–668.
41
Fang YZ, Yang S, Wu G. 2002. Free radical, antioxidants and nutrition. Journal of Nutrition 8:872-879. Fidan AF, Enginar H, Cigerci IH, Korcan SE, Ozdemir A. 2008. The radioprotective potensial of spinacia aleracia and aasculuc hippocastannum againts ionizing radiation with their antioxidant and antimicrobial properties. Journal of animal and veterinary advances 7:1582-1536. GoorhaYK, Deb MP, Chatterjee LCT, Dhot CPS, Prasad BRS. 2003. Artifical blood. Medical Journal Armed Forces India 59 : 45-50. Hee SQ. 1993. Biological Monitoring: An Introduction. Canada: John Wiley & Sons Inc. Hlm 254. Hrapkiewicz K, Medina L. 2007. Cilinical Laboratory Animal Medicine. Iowa: Blackwell publishing. Hlm 39-72. Iskandar O, Husein A, Widjajanti S. 2002. Pengaruh Suhu dan Pemberian Zat Pelindung Pada Viabilitas dan Infektivitas Takhizoit Toxoplasma Gondii. Balai Penelitian Veteriner 3: 376-378. Jagetia GC. 2007. Radioprotective potential of plants and herbs againts the effects of ionizing radiation. Journal Clinical Biochemistry Nutrition 40:74-81. Josiah SJ, et al. 2010. Protective role of aqueous extract of Hibiscus sabdariffa (calyx) against potassium bromate induced tissue damage in wistar rats. African Journal of Biotechnology 9:3218-3222. Khoiri M. 2009. Aktivitas Anti Tumor Ekstrak Etanol Selaginella Pada Sel Tumor Kelenjar Mamari Mencit (Mus musculus) C3H. [tesis]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Hlm 2. Khosravi HM, Khanabadi BAJ, Ardekani MA, Fatehi F, Shadkam MN. 2009. The effects of sour tea (Hibiscus sabdariffa) on hypertension in patients with tipe II diabetes. Journal of Human Hypertension 23: 48-54. Kasiyati. 2010. Metabolisme Eritrosit. [terhubung berkala]. http:/staff undip. ac.id./biologi/files/2010/07/metabolisme_eritrosit.pdf.[10 oktober 2010]. Kemuning AG. 2010.Uji Toksisitas Subkronis Ekstrak Valerian pada Tikus Wistar Studi Terhadap Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Hlm 7-8. Kim OS. 2005. Radical scavenging capacity and antioxidant activity of the E vitamer fraction in rice bran. Journal of Food Science 70:208-213. Kovtunovych G, Eckhaus MA, Ghosh MC, Wilson HO, Rouault TA. 2010. Dysfunction of the heme recycling system in heme oxygenase 1- deficient
42
mice: effects on macrophage viability and tissue iron distribution. Blood Journal 116:6054-6062. Kresno SB. 1988. Pengantar Hematologi dan Imunohematologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Lusiyanti Y, Syaifudin M. 2008. Penerapan efek interaksi radiasi dengan sistem biologi sebagai dosimeter biologi. Jurnal Forum Nuklir 2:1-15. Macfarlance P, Reid R, Callander. 2000. Pathology Illustrated. 5 edition. UK: Chruchill Livingstone. Hlm 125. Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan Hewan Percobaan di Laboratorium. Bogor: depdikbud, Direktorat Pendidikan Tinggi, pusat antar universitas bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Hlm 94; 104-105. Mardiah, Rahayu A. 2009. Rosela Si Merah Segudang Manfaat. Bogor: Agro Media Pustaka. Hlm 1-98. Maryani H, Kristiana L. 2009. Khasiat Dan Manfaat Rosella. Jakarta : Agro Media. Hlm 1-10; 25-26. Mather TN, Lausen NCG. 2009. A new insecticide delivery method for control of fur mite infestations in laboratory mice. [terhubung berkala] http://www.mitearrest.com/press.html. [5 Januari 2012]. Mathew TL. 2005. Chemical radioprotectors. Science Journal 55(4). 403-425. McCurnin DM, Bassert JM. 2006. Clinical Textbook for Veterinary Technicians. Ed-6. Elsiviers Saunders. USA. Hlm 270-272. Meyer DJ, Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Medicine Interpretation and Diagnosis. Missouri: Saunders Company. Hlm 30; 95-97. Mitchel REJ. 2003. Low Doses of Radiation Reduce Risk In-Vivo. Canada: Radiation Biology and Health Physics Branch, AECL, Chalk River Laboratories, Chalk River ON. Hlm 2. Mitchell, Richard N, Abbas AK, Vinay K. 2009. Pathologic Basis of Disease. Ed7. Singapore: Elsevier Pte Ltd. Hlm 259. Nair CKK, Parida DK, Nomura T. 2001. Radioprotectors in radiotherapy. Journal of Radiation Research 42 : 21-37. Noviana D, DW Harjanti, Y Otsuka, Y Horii. 2004. Proliferation of protease enriched mast cells in sarcoptic skin lesions of racoon dogs. Journal of Comparative Pathology 131: 28-37.
43
Noviana D, Estuningsih S, Ulum MF, Kurniawan A, Setiawan BS, Destri W, Ningsih EM, Shatilla GS. 2010. Radioprotektif suplemen vitamin C pada gambaran darah tepi mencit (Mus musculus) dengan radiasi ionisasi radiodiagnostik berulang: Studi dasar potensi radioprotektif tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dalam radiasi ionisasi sarana radiodiagnostik. Prosiding IVMA CCE.10-13 Oktober 2010. Hotel Gumaya Semarang. Hlm 139. Nugroho AE. 2006. Hewan Percobaan Diabetes Mellitus : Patologi dan Mekanisme Aksi Diabetogenik. Biodiversitas 7: 378-382. Odigie IP, Ettarh RR, Adigun SA. 2003. Chronic administration of aqueous Hibiscus sabdariffa attenuates hypertension and reserves cardiac hyperthropy in 2k-1c hypertensive rats. Journal of Ethnopharmacology 86:181-185. Olelaye WT. 2007. Cytotoxicity and antibacterial activity of methanolic extract of Hibiscus sabdariffa. Journal of Medical Plants Research 1:009-013. Ologundudu A, Ololade IA, Obi FO. 2009. Effect of Hibiscus sabdariffa anthocyanins on 2, 4-dinitrophenylhydrazine-induced hematotoxicity in rabbits. African Journal of Biochemistry Research. 3:140-144. Owulade MO, Eghianruwa KI, Daramola FO. 2004. Effects of aqueous extracts of Hibiscus sabdariffa calyces and Ocimum gratisimum leaves in intestinal transits in rats. African Journal Biomedical Research 7: 31–33. Phipps SM, Sharaf MHM, Butterweck V. 2007. Assessing antioxidant activity in botanicals and other dietary supplements. Pharmacopeial Forum 33:810814. Purwadiwarsa DJ, Subarnas A, Hadiansyah C, Supriyatna. 2000. Aktivitas antimutagenik dan antioksidan daun puspa (Schima wallichii Kort.) Cermin Dunia Kedokteran 127:19-21. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Proses Penyakit: Alih Bahasa. Brahm U; Editor Edisi Bahasa Indonesia. Huriawati, Hartanto et al. ed-6. Jakarta: EGC. Hlm 247; 268-285. [PP] Peraturan Pemerintah. 2007. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang keselamatan radiasi pengion dan keamanan sumber radioaktif nomor 33 tahun 2007. Hlm 4. Rask J, Vercoute W, Krause A, Navarro B. 2008. Space faring: the radiation challenge radiation educator guide module 3: Radiation Countermeasures. EP-2008-08-118-MSFC.
44
Raskin RE, Wadrop KJ. 2010. Species Specific Hematology. di dalam: Schlams Veterinary Hematology. Sixth Edition. editor Douglas J weiss, K Jane Wardrop. USA: Blackwell Publishing Ltd. Hlm: 852. Rizwi F. 2010.Clinical Pathology. [terhubung berkala]. www.dvmdocs.webs.com. [30 Januari 2012]. Rumsey SE, Hokin B, Magin PJ, Pond D. 2007. Macrocytosis, an Australian general practice perspective. Australian Family Physician 36:571-572. Rusmarilin H. 2003. Aktivitas Anti Kanker Ekstrak Rimpang Lengkuas Lokal (Alpina Galangga L) pada Alur Sel Kanker Manusia Serta Mencit yang ditranplantasi Dengan Sel Tumor Primer. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Sirois M. 2005. Laboratoty Animal Medicine: Principles and Procedures. Missouri: Elsevier Mosby. Hlm 85-115. Setiawan BS. 2011. Efek Radioprotektif Ekstrak Tanaman Rosela (Hibiscus sabdariffa L) terhadap Radiasi Ionisasi Radiodiagnostik Berulang: Studi Diferensiasi Sel Leukosit Darah Perifer Mencit (Mus musculus). [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Smith DF, MacGregor JT, Hiatt RA, Hooper NK, Wehr CM, Peters B, Goldman LR, Yuan LA, Smith PA, Becker CE. 1990. Micronucleated erythrocytes as an index of cytogenetic damage in humans: demographic and dietary factors associated with micronucleated erythrocytes in splenectomized subjects. Cancer Research 50: 5049-5054. Sukarsa DR. 2004. Studi aktivitas asam lemak omega 3 ikan laut pada mencit sebagai model hewan percobaan. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 1:6879. Sukhapat N, Ungphaiboon S, Itharat A, Puripattanavong J, Pinsuwan S. 2004. Influence of pH on antioxidant activity of roselle (Hibiscus sabdariffa L.) extract in aqueous solution. The 10th World Congress on Clinical Nutrition: Nutrition in the Next Decade: Nutraceutical/Functional Food: Product Performance in Health, Disease and Safety. Thailand. Hlm 184. Su YL, Xu JZ, Ng CH, Leung LK, Huang Y, Chen YZ. 2004. Antioxidant activity of tea theaflavins and methylated catechin in canola oil. Journal of American Oil Chemists Society 31: 269-274. Swamardika IBA. 2009. Pengaruh radiasi gelombang elektromagnetik terhadap kesehatan manusia. ejournal-unud 8: 107-109.
45
Sumpena Y, Sofyan R, Rusilawati R. 2009. Uji mutagenisitas benzo(α)piren dengan metode mikronukleus pada sumsum tulang mencit albino (Mus musculus). Cermin Dunia Kedokteran 167: 36. Tanaka T, Kawamori T, Ohnishi M. 1994. Chemopreventionof 4-nitroquinoline1-oxide-induced oral carcinogenesis by dietary protocatechuic acid during initiation and postinitiation phases. Cancer Research 54: 2359–2365. TanakaT, Kojima T, Mori H. 1995. Chemoprevention of digestive organs carcinogenesis by natural product protocatechuic acid. Cancer Supplement 75: 1433-1439. Thrall DE. 2002. Textbook of Veterinary Diagnostic Radiology. London: W.B. Saunders Company. Hlm 1-8. Thrall MA. 2004. Veterinary Hematology and Clinical Chemistry. Maryland: Lippincott Williams dan Wilkins. Hlm 3-11; 20; 69-77; 212-217. Themi H, Diem H, Haferlach T. 2004. Color Atlas of Hematology. Edisi ke-2. Stuttgart, New York: Thieme. Hlm 45. Tseng TH, Kao ES, Chu CY. Chou FP. Wu LHW, Wang CJ. 1997. Protective effects of dried flower extracts of Hibiscus sabdariffa L. against oxidative stress in rat primary hepatocytes. Food Chemical and Toxicology 35:11591164. Tsuda T, Shiga K, Ohshima K, Kawakishi S, Osawa T. 1996. Inhibition of lipid peroxidation and the active oxygen radical scavenging effect of antosianin pigments isolated from Phaseolus vulgaris L. Biochemical Pharmacology 52: 1033-1039. Ulum MF, Noviana D. 2008. Safety Utilizationof Radiography as A Diagnostic Tools in Veterinary Medicine Field. KIVNAS 2008 IPB International Convention Centre, August 19th-22nd 2008. Bogor. Hlm 1-2. Ulum
MF. 2010. rodent centre. [terhubung http://jiwocore.wordpress.com/. [1 Desember 2011].
berkala].
Ulum MF. 2012. Studi In-Vitro dan In-Vivo Efek Radioprotektif Rosela (Hibiscus sabdarifaa L.) terhadap Radiasi Ionisasi Radiodiagnostik Berulang. [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Intitut Pertanian Bogor. Usman DSB. 2010. Karakteristik dan Aktivitas Antioksidan Bunga Rosela Kering (Hibiscus sabdariffa L.) [skripsi]. Surabaya: Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur. Hlm 15.
46
[USNRC] United State Nuclear Regulatory Commission.tanpa tahun. Biological effect of radiation. [terhubung berkala]. http://www.nrc.gov/about radiation.html. [20 Juli 2011]. Vidinsky K. 2011. UCSF Researchers Identify Promising New Treatment for Childhood Leukemia. [terhubung berkala] http: //www.ucsf.edu/news /2011/03/9631/ucsf-researchers-identify-promising-new-treatmentchildhood-leukemia. [23 Desember 2011]. Wambi C Sanzari J, Wan XS, Nuth M, Davis J, Ko YH, Sayers CM, Baran M, Ware JH, Kennedy AR. 2008. Dietary antioxidants protect hematopoietic cells and improve animal survival after total body irradiation. Radiant Research 169: 384-396. Wang CJ, Wang JM, Lin WL, Chu CY, Tseng TH. 2000. Protective effects of Hibiscus antosianin against tert-butyl hydroperoxideinduced hepatic toxicity in rats. Food Chemical and Toxicology 38: 411–416.
Wang LJ, Glasser L. 2002. Purious dyserythropoiesis. American Journal of Clinical and Pathology 117:57-59. Widyanto PS, Nelistya A. 2009. Rosela Aneka Olahan, Kahasiat dan Ramuan. Jakarta: Penebar Swadaya. Hlm 1-35. Weiss DJ, Wardrop KJ. 2010. Schlams Veterinary Hematology. Edisi ke-6. USA: Blackwell Publishing Ltd. Hlm 123: 852-856. Wellman ML. 2010. Hematopiesis. di dalam: Schlams Veterinary Hematology. Ed-6. editor Douglas J weiss, K Jane Wardrop. USA: Blackwell Publishing Ltd. Hlm 2-5. Wahyura W. 2010. Pemeriksaan Hematologi. [terhubung http://welywahyura.wordpress.com. [25 Oktober 2011].
berkala].
Wong PK, Yusof S, Ghazali HM, Man YBC. 2002. Physico-chemical characteristics of roselle (Hibiscus sabdariffa L.). Journal of Nutrition and Food Science 32 : 68-73. Yuniastuti Ari, Nugrahaningsih WH, Zunikhah. 2010. Efektivitas Seng (Zn) sebagai Imunostimulan dalam Produksi Reactive Oxygen Intermediate pada Mencit Balb/C yang diinfeksi Salmonella typhimurium. Biosaintifika 2: 5360. Yoshinaga S, Hauptmann M, Sigurdson AJ, Doody MM, Freedman DM, Alexander BH, Linet MS, Ron E, Mabuchi K. 2005. Nonmelanoma skin cancer in relation to ionizing radiation exposure among U.S. radiologic technologists. International Journal of Cancer 115: 828-834.
47
LAMPIRAN 1 Perhitungan Dosis Ekstrak Rosela Berat ekstrak rosela
: 1.5 g
Pengenceran dengan 200 ml aquadest : 1.5 g/200 ml: 1500 mg/200 ml Konsentrasi ekstrak rosela
: 7.5 mg/ml
Dosis rosela
: 50 mg/kg BB
Dosis pemberian
: dosis x berat badan mencit [konsentrasi] = 50 mg/kg x 20 g [7.5 mg/ml] = 50 mg/1000 g x 20 g [7.5 mg/ml] = 0.13 ml/ekor
2 Perhitungan dosis anticacing (Prazyquantel) Dosis
: 25 mg/kg berat badan
Konsentrasi
: 10 mg/ml
Berat badan mencit
: 20 g
Dosis pemberian
: dosis x berat badan mencit [konsentrasi] = 25 mg/kg x 20 g [10 mg/ml] = 25 mg/1000g x 20 g [10 mg/ml] = 0.05 ml
3 Perhitungan dosis antibiotik (Clavamox) Dosis
: 25 mg/kg berat badan
Konsentrasi
: 125 mg/5 ml = 25 mg/ml
Berat badan mencit
: 20 g
Dosis pemberian
: dosis x berat badan mencit [konsentrasi] = 25 mg/kg x 20 g [25 mg/ml] = 25mg/1000g x 20 g [25 mg/ml] = 0.02 ml
48
4 Perhitungan dosis antijamur Metronidazole Dosis
: 25 mg/kg berat badan
Konsentrasi
: 10 mg/ml
Berat badan mencit
: 20 g
Dosis pemberian
: dosis x berat badan mencit [konsentrasi] = 25 mg/kg x 20 g [10 mg/ml] = 25 mg/1000g x 20 g [10 mg/ml] =0.05 ml
49
5 Analisis Data Secara Statistik Deskriptives MCV Perlakuan pada dosis
N
Mean
K- 0 K- 0-2 K- 2-4 K- Recovery 2-4 K- 4-6 K- 6-8 K- Recovery 6-8 K+ 0 K+ 0-2 K+ 2-4 K+ Recovery 2-4 K+ 4-6 K+ 6-8 K+Recovery 6-8 R- 0 R- 0-2 R-2-4 R- Recovery 2-4 R- 4-6 R- 6-8 R-Recovery 6-8 R+ 0 R+ 0-2 R+ 2-4 R+ Recovery 2-4 R+ 4-6 R+ 6-8 R+ Recovery 6-8 Total
4 4 4 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 4 96
56.1100 68.4175 60.9825 59.7633 58.7500 63.0367 52.3833 56.1100 61.3667 53.9375 53.5433 52.5633 57.7600 59.5200 56.1100 53.1325 61.0950 56.4533 53.6900 70.0867 49.0500 56.1100 57.5825 57.6150 51.6767 60.0400 66.0967 54.8175 57.7648
95% Confidence Interval For Mean Minim Maxi Std. Std. Error Deviation um mum Lower Upper Bound Bound .00000 .00000 56.1100 56.1100 56.11 56.11 8.11324 4.05662 55.5075 81.3275 58.28 78.04 6.91543 3.45771 49.9785 71.9865 55.40 70.45 1.92001 1.10852 54.9938 64.5329 57.84 61.68 5.50717 3.17956 45.0694 72.4306 52.40 62.22 6.56073 3.78784 46.7389 79.3344 56.42 69.54 5.20079 3.00268 39.4639 65.3028 47.33 57.72 .00000 .00000 56.1100 56.1100 56.11 56.11 5.30797 3.06456 48.1809 74.5524 56.66 67.12 2.18309 1.09155 50.4637 57.4113 52.20 56.98 2.36542 1.36568 47.6673 59.4194 51.94 56.26 4.17542 2.41068 42.1910 62.9357 48.11 56.39 3.22348 1.86107 49.7524 65.7676 54.72 61.14 4.00995 2.31515 49.5587 69.4813 55.99 63.88 .00000 .00000 56.1100 56.1100 56.11 56.11 2.71555 1.35778 48.8115 57.4535 50.80 56.77 5.31623 2.65811 52.6357 69.5543 56.80 68.65 6.68341 3.85867 39.8508 73.0559 49.65 63.01 4.12742 2.38297 43.4369 63.9431 48.95 56.49 3.65433 2.10983 61.0088 79.1645 67.78 74.30 3.58928 2.07227 40.1337 57.9663 44.93 51.50 .00000 .00000 56.1100 56.1100 56.11 56.11 9.90721 4.95361 41.8179 73.3471 50.90 72.27 9.41780 4.70890 42.6292 72.6008 45.35 68.04 3.61788 2.08878 42.6894 60.6640 47.50 53.84 6.37447 3.68030 44.2049 75.8751 52.82 64.89 2.49169 1.43858 59.9070 72.2864 63.31 68.11 7.29304 3.64652 43.2126 66.4224 44.46 60.83 6.52582 .66604 56.4425 59.0870 44.46 78.04
50
Deskriptives MCH Perlakuan Pada Dosis
N
Mean
K- 0 K- 0-2 K- 2-4 K- Recovery 2-4 K- 4-6 K- 6-8 K- Recovery 6-8 K+ 0 K+ 0-2 K+ 2-4 K+ Recovery 2-4 K+ 4-6 K+ 6-8 K+Recovery 6-8 R- 0 R- 0-2 R-2-4 R- Recovery 2-4 R- 4-6 R- 6-8 R-Recovery 6-8 R+ 0 R+ 0-2 R+ 2-4 R+ Recovery 2-4 R+ 4-6 R+ 6-8 R+ Recovery 6-8 Total
4 4 4 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 4 96
15.3000 24.0825 21.3775 19.3000 18.6633 19.6267 16.7933 15.3000 18.1633 17.7375 16.5567 17.1800 17.8800 18.3200 15.3000 15.8675 18.6750 18.1433 15.3067 21.7500 15.6033 15.3000 16.8750 17.5475 16.2867 18.7433 20.9200 17.7450 17.8348
Std. Deviation .00000 5.84985 4.37764 .94694 1.21743 1.79584 1.80151 .00000 1.83609 1.30801 .93980 1.53659 .58660 .72670 .00000 1.24711 2.04539 2.56861 3.82572 1.46369 1.94099 .00000 3.92797 2.26241 .61987 2.03738 .27514 1.95865 2.95686
Std. Error .00000 2.92492 2.18882 .54672 .70288 1.03683 1.04010 .00000 1.06007 .65401 .54260 .88715 .33867 .41956 .00000 .62356 1.02270 1.48298 2.20878 .84506 1.12063 .00000 1.96399 1.13120 .35788 1.17628 .15885 .97932 .30178
95% Confidence Interval For Mean Minim Maxi um mum Lower Upper Bound Bound 15.3000 15.3000 15.30 15.30 14.7741 33.3909 19.87 32.72 14.4117 28.3433 18.13 27.84 16.9477 21.6523 18.32 20.21 15.6391 21.6876 17.29 19.61 15.1656 24.0878 17.80 21.39 12.3181 21.2685 14.91 18.50 15.3000 15.3000 15.30 15.30 13.6022 22.7244 16.13 19.70 15.6562 19.8188 16.32 19.03 14.2221 18.8913 15.96 17.64 13.3629 20.9971 15.89 18.88 16.4228 19.3372 17.32 18.49 16.5148 20.1252 17.68 19.11 15.3000 15.3000 15.30 15.30 13.8831 17.8519 14.70 17.36 15.4203 21.9297 16.88 21.49 11.7626 24.5241 15.21 19.99 5.8031 24.8103 12.48 19.66 18.1140 25.3860 20.75 23.43 10.7817 20.4250 13.38 16.96 15.3000 15.3000 15.30 15.30 10.6247 23.1253 13.75 22.62 13.9475 21.1475 15.55 20.46 14.7468 17.8265 15.82 16.99 13.6822 23.8045 16.41 20.17 20.2365 21.6035 20.65 21.20 14.6284 20.8616 15.08 19.49 17.2357 18.4339 12.48 32.72
51
Deskriptives MCHC Perlakuan Pada Dosis K- 0 K- 0-2 K- 2-4 K- Recovery 2-4 K- 4-6 K- 6-8 K- Recovery 6-8 K+ 0 K+ 0-2 K+ 2-4 K+ Recovery 2-4 K+ 4-6 K+ 6-8 K+Recovery 6-8 R- 0 R- 0-2 R-2-4 R- Recovery 2-4 R- 4-6 R- 6-8 R-Recovery 6-8 R+ 0 R+ 0-2 R+ 2-4 R+ Recovery 2-4 R+ 4-6 R+ 6-8 R+ Recovery 6-8 Total
N
Mean
4 4 4 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 4 96
27.2800 29.5150 34.8350 32.2933 31.8333 31.1567 32.4000 27.2800 29.6833 32.8575 30.9133 32.6767 30.9800 30.8167 27.2800 29.8625 30.5325 32.0933 28.5333 31.0133 31.7267 27.2800 29.1300 30.9375 31.5900 31.2133 31.6700 32.4675 30.6126
Std. Deviation .00000 .83588 3.35281 1.32039 1.15500 .39017 5.69248 .00000 2.70141 1.40110 .38889 1.01933 .70760 .83429 .00000 1.68298 .99151 1.67157 6.63788 .55302 1.69223 .00000 2.21731 5.07654 1.71035 .23965 .95535 1.29672 2.75037
Std. Error .00000 .41794 1.67641 .76233 .66684 .22527 3.28655 .00000 1.55966 .70055 .22452 .58851 .40853 .48168 .00000 .84149 .49575 .96508 3.83238 .31929 .97701 .00000 1.10866 2.53827 .98747 .13836 .55157 .64836 .28071
95% Confidence Interval For Mean Minim Maxi um mum Lower Upper Bound Bound 27.2800 27.2800 27.28 27.28 28.1849 30.8451 28.67 30.67 29.4999 40.1701 32.12 39.51 29.0133 35.5734 31.40 33.81 28.9641 34.7025 30.68 32.99 30.1874 32.1259 30.76 31.54 18.2591 46.5409 25.83 35.86 27.2800 27.2800 27.28 27.28 22.9727 36.3940 27.81 32.78 30.6280 35.0870 31.26 34.50 29.9473 31.8794 30.65 31.36 30.1445 35.2088 31.53 33.48 29.2222 32.7378 30.24 31.65 28.7442 32.8891 29.92 31.57 27.2800 27.2800 27.28 27.28 27.1845 32.5405 28.93 32.38 28.9548 32.1102 29.08 31.31 27.9409 36.2457 30.64 33.92 12.0439 45.0227 22.09 35.35 29.6396 32.3871 30.43 31.53 27.5229 35.9304 29.79 32.92 27.2800 27.2800 27.28 27.28 25.6018 32.6582 26.15 31.30 22.8596 39.0154 23.48 34.28 27.3413 35.8387 29.90 33.32 30.6180 31.8087 31.07 31.49 29.2968 34.0432 30.70 32.61 30.4041 34.5309 31.05 33.92 30.0553 31.1699 22.09 39.51
52
Deskriptives Howell Jolly bodies Perlakuan Pada Dosis K- 0 K- 0-2 K- 2-4 K- Recovery 2-4 K- 4-6 K- 6-8 K- Recovery 6-8 K+ 0 K+ 0-2 K+ 2-4 K+ Recovery 2-4 K+ 4-6 K+ 6-8 K+Recovery 6-8 R- 0 R- 0-2 R-2-4 R- Recovery 2-4 R- 4-6 R- 6-8 R-Recovery 6-8 R+ 0 R+ 0-2 R+ 2-4 R+ Recovery 2-4 R+ 4-6 R+ 6-8 R+ Recovery 6-8 Total
N 4 4 4 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 95
Mean .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0433 .1000 .0433 .1500 .1333 .1000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0875 .0000 .0167 .0600 .0000 .0300 .0261
Std. Deviation .00000 .00000 .00000 .00000 .00000 .00000 .00000 .00000 .07506 .05033 .03786 .21794 .13503 .03000 .00000 .00000 .00000 .00000 .00000 .00000 .00000 .00000 .09359 .00000 .02887 .06000 .00000 .02646 .06307
95% Confidence Interval For Mean Minim Maxi Std. Error um mum Lower Upper Bound Bound .00000 .00000 .00000 .00000 .00000 .00000 .00000 .00000 .04333 .02517 .02186 .12583 .07796 .01732 .00000 .00000 .00000 .00000 .00000 .00000 .00000 .00000 .04679 .00000 .01667 .03464 .00000 .01528 .00647
.0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 -.1431 .0199 -.0507 -.3914 -.2021 .0255 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 -.0614 .0000 -.0550 -.0890 .0000 -.0357 .0133
.0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .2298 .1801 .1374 .6914 .4688 .1745 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .2364 .0000 .0884 .2090 .0000 .0957 .0390
.00 .00 .00 .00 .00 .00 .00 .00 .00 .05 .00 .00 .00 .07 .00 .00 .00 .00 .00 .00 .00 .00 .00 .00 .00 .00 .00 .00 .00
.00 .00 .00 .00 .00 .00 .00 .00 .13 .17 .07 .40 .27 .13 .00 .00 .00 .00 .00 .00 .00 .00 .22 .00 .05 .12 .00 .05 .40
53
Uji Oneway ANOVA Post Hoc Duncan Darah Merah Perifer Sum Of Squares MCV
MCH
MCHC
Howell Jolly Bodies
Df
Mean Square
Between Groups Within Groups
2204.133
27
81.635
1841.566
68
27.082
Total
4045.699
95
Between Groups Within Groups
478.747
27
17.731
351.837
68
5.174
Total
830.584
95
Between Groups Within Groups
369.891
27
13.700
348.742
68
5.129
Total
718.633
95
Between Groups Within Groups
.182
27
.007
.192
67
.003
Total
.374
94
F
Sig. 3.014
.000
3.427
.000
2.671
.001
2.362
.002
54
Post Hoc Tests; Homogeneous Subsets MCV Duncan Perlakuan Pada Minggu Berbeda
N
1 49.0500 51.6767 52.3833 52.5633 53.1325 53.5433 53.6900 53.9375 54.8175 56.1100 56.1100 56.1100 56.1100 56.4533 57.5825 57.6150 57.7600 58.7500
2
Subset For Alpha = 0.05 3 4
R-Recovery 6-8 3 R+ Recovery 2-4 3 51.6767 K- Recovery 6-8 3 52.3833 K+ 4-6 3 52.5633 R- 0-2 4 53.1325 K+ Recovery 2-4 3 53.5433 53.5433 R- 4-6 3 53.6900 53.6900 K+ 2-4 4 53.9375 53.9375 R+ Recovery 6-8 4 54.8175 54.8175 K- 0 4 56.1100 56.1100 K+ 0 4 56.1100 56.1100 R- 0 4 56.1100 56.1100 R+ 0 4 56.1100 56.1100 R- Recovery 2-4 3 56.4533 56.4533 R+ 0-2 4 57.5825 57.5825 R+ 2-4 4 57.6150 57.6150 K+ 6-8 3 57.7600 57.7600 K- 4-6 3 58.7500 58.7500 K+Recovery 6-8 3 59.5200 59.5200 K- Recovery 2-4 3 59.7633 59.7633 R+ 4-6 3 60.0400 60.0400 K- 2-4 4 60.9825 60.9825 R-2-4 4 61.0950 61.0950 K+ 0-2 3 61.3667 61.3667 K- 6-8 3 63.0367 R+ 6-8 3 K- 0-2 4 R- 6-8 3 Sig. .052 .055 .059 Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
57.5825 57.6150 57.7600 58.7500 59.5200 59.7633 60.0400 60.9825 61.0950 61.3667 63.0367 66.0967
.082
5
6
59.5200 59.7633 60.0400 60.9825 61.0950 61.3667 63.0367 66.0967 68.4175
60.9825 61.0950 61.3667 63.0367 66.0967 68.4175 70.0867 .063 .052
55
Post Hoc Tests; Homogeneous Subsets MCH Duncan Perlakuan Pada Minggu Berbeda
N
Subset For Alpha = 0.05 1
2
K- 0 4 15.3000 K+ 0 4 15.3000 R- 0 4 15.3000 R+ 0 4 15.3000 R- 4-6 3 15.3067 R-Recovery 6-8 3 15.6033 R- 0-2 4 15.8675 R+ Recovery 2-4 3 16.2867 K+ Recovery 2-4 3 16.5567 K- Recovery 6-8 3 16.7933 16.7933 R+ 0-2 4 16.8750 16.8750 K+ 4-6 3 17.1800 17.1800 R+ 2-4 4 17.5475 17.5475 K+ 2-4 4 17.7375 17.7375 R+ Recovery 6-8 4 17.7450 17.7450 K+ 6-8 3 17.8800 17.8800 R- Recovery 2-4 3 18.1433 18.1433 K+ 0-2 3 18.1633 18.1633 K+Recovery 6-8 3 18.3200 18.3200 K- 4-6 3 18.6633 18.6633 R-2-4 4 18.6750 18.6750 R+ 4-6 3 18.7433 18.7433 K- Recovery 2-4 3 19.3000 19.3000 K- 6-8 3 19.6267 19.6267 R+ 6-8 3 20.9200 K- 2-4 4 R- 6-8 3 K- 0-2 4 Sig. .050 .057 Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
3
17.1800 17.5475 17.7375 17.7450 17.8800 18.1433 18.1633 18.3200 18.6633 18.6750 18.7433 19.3000 19.6267 20.9200 21.3775
.052
4
17.5475 17.7375 17.7450 17.8800 18.1433 18.1633 18.3200 18.6633 18.6750 18.7433 19.3000 19.6267 20.9200 21.3775 21.7500 .052
5
20.9200 21.3775 21.7500 24.0825 .104
56
Post Hoc Tests; Homogeneous Subsets MCHC Duncan Perlakuan Pada Minggu Berbeda
N
Subset For Alpha = 0.05 2 3
1 K- 0 4 27.2800 K+ 0 4 27.2800 R- 0 4 27.2800 R+ 0 4 27.2800 R- 4-6 3 28.5333 28.5333 R+ 0-2 4 29.1300 29.1300 K- 0-2 4 29.5150 29.5150 K+ 0-2 3 29.6833 29.6833 R- 0-2 4 29.8625 29.8625 R-2-4 4 30.5325 30.5325 K+Recovery 6-8 3 30.8167 30.8167 K+ Recovery 2-4 3 30.9133 30.9133 R+ 2-4 4 30.9375 30.9375 K+ 6-8 3 30.9800 30.9800 R- 6-8 3 31.0133 31.0133 K- 6-8 3 31.1567 31.1567 R+ 4-6 3 31.2133 31.2133 R+ Recovery 2-4 3 31.5900 R+ 6-8 3 31.6700 R-Recovery 6-8 3 31.7267 K- 4-6 3 31.8333 R- Recovery 2-4 3 32.0933 K- Recovery 2-4 3 32.2933 K- Recovery 6-8 3 32.4000 R+ Recovery 6-8 4 32.4675 K+ 4-6 3 32.6767 K+ 2-4 4 K- 2-4 4 Sig. .070 .059 Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
29.1300 29.5150 29.6833 29.8625 30.5325 30.8167 30.9133 30.9375 30.9800 31.0133 31.1567 31.2133 31.5900 31.6700 31.7267 31.8333 32.0933 32.2933 32.4000 32.4675 32.6767 32.8575 .089
4
30.8167 30.9133 30.9375 30.9800 31.0133 31.1567 31.2133 31.5900 31.6700 31.7267 31.8333 32.0933 32.2933 32.4000 32.4675 32.6767 32.8575 34.8350 .065
57
Post Hoc Tests; Homogeneous Subsets Howell Jolly Bodies Duncan Perlakuan Pada Minggu Berbeda
Subset for alpha = 0.05 1 2 3
N
K- 0
4
.0000
K- 0-2 K- 2-4 K- Recovery 2-4 K- 4-6 K- 6-8 K- Recovery 6-8 K+ 0 R- 0 R- 0-2 R-2-4 R- Recovery 2-4 R- 4-6 R- 6-8 R-Recovery 6-8 R+ 0 R+ 2-4 R+ 6-8 R+ Recovery 2-4 R+ Recovery 6-8 K+ 0-2 K+ Recovery 2-4 R+ 4-6 R+ 0-2 K+ 2-4 K+Recovery 6-8 K+ 6-8 K+ 4-6 Sig.
4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3
.0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0167 .0300 .0433 .0433 .0600 .0875 .1000 .1000
.056
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.0433 .0433 .0600 .0875 .1000 .1000 .1333 .063
.0600 .0875 .1000 .1000 .1333 .1500 .060
58
59