TINJAUAN PROSEDUR PELAKSANAAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23 PADA PT. INTI (PERSERO) BANDUNG LAPORAN KERJA PRAKTEK Di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah kerja praktek jurusan akuntansi Diploma III Di Susun Oleh : Elisa Lora Suminar 21307060
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDY AKUNTANSI UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG 2009 KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim, Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-Nya yang telah memberikan kekuatan dan petunjuk serta ketabahan bagi penulis dalam menyelesaikan Laporan Kerja Praktek. Penyusunan laporan kerja praktek yang akan penulis angkat dengan judul : “Tinjauan Prosedur Pelaksanaan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 Pada PT. INTI (Persero) Bandung”, diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh mata kuliah kerja praktek. Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penyusunan Laporan Kerja Praktek ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itulah penulis mohon kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan Laporan Kerja Praktek. Namun demikian diharapkan agar penyusunan Laporan Kerja Praktek ini memenuhi syarat yang diperlukan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan hingga terselesaikan Laporan Kerja Praktek ini. Ucapan terima kasih ini, penulis sampaikan khususnya kepada yang terhormat: 1.
Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.
2.
Prof. Dr. Umi Narimawati, MSi., Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi di Universitas Komputer Indonesia.
3.
Sri Dewi Anggadini, SE, M.Si, Ak. selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi.
4.
Siti Kurnia Rahayu,SE.,M.AK.,AK sebagai dosen pembimbing di Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi.
5. Seluruh dosen UNIKOM, khususnya dosen Program Studi Akuntansi di Universitas Komputer Indonesia. 6. Yth. Bapak dan Ibu selaku karyawan tempat penulis melakukan penelitian di PT. INTI (Persero) Bandung, yang telah memberikan data-data yang diperlukan dalam penyusunan Laporan Kerja Praktek. 7. Terutama bapak Rachmat, Pak Theo, Pak Aan, Bu Endang Savitri, Penulis haturkan banyak terima kasih yang sangat mendalam. 8. Suamiku tercinta, Mas Andi Alita Putra, yang selalu memberikan semangat dan dorongan kepada penulis serta cinta dan kasih sayangnya, terimakasih banyak ya Abi. 9. Ayah, Mama, dan adik-adikku tersayang serta saudara ku semua yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam proses penyusunan Laporan Kerja Praktek. 10. Teman-temanku Rika, Askar, Ninda, Andri, Frans, Nisa, Ari, Sani, Sheni, Evie, Ira, Icha, Mitha, Rahmat, Dika, Ganjar dan yang sangat Spesial Weny, sehingga terselesaikannya laporan Kerja Praktek ini.
11. Serta seluruh pihak yang telah memberikan dukungan dan dorongan baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga amal kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak yang terlibat dalam penulisan Laporan Kerja Praktek ini, di terima oleh Allah SWT. Semoga segala bantuan,doa serta amal kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan baik isi, bahasa maupun penulisannya. Segala saran dan kritk yang membangun sangat penulis harapkan, sehingga dimasa yang akan datang dapat menjadi bahan yang lebih menarik dan lebih bermanfaat, Amin. Wassalamu’alaikum Bandung, Oktober 2009
Elisa Lora Suminar
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................i KATA PENGANTAR...............................................................................................ii DAFTAR ISI.............................................................................................................iii DAFTAR TABEL.....................................................................................................iv DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerja Praktek ..............................................................1 1.2 Maksud dan Tujuan Kuliah Kerja Praktek ...........................................3 1.3 Kegunaan Kuliah Kerja Praktek ...........................................................4 1.4 Metode Kuliah Kerja Praktek ...............................................................5 1.5 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Kuliah Kerja Praktek .........................6
BAB II GAMBARAN UMUM TEMPAT KERJA PRAKTEK 2.1 Sejarah PT. Inti (Persero) .....................................................................8 2.2 Visi dan Misi PT. Inti (Persero)……….……………………………….12 2.3 Struktur Organisasi PT. Inti (Persero)…..…………………………….13 2.4 Uraian Tugas Perusahaan……………………………………………..15
BAB III PELAKSANAAN KULIAH KERJA PRKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kuliah Kerja Praktek ……………………………31 3.2 Teknik Pelaksanaan Kerja Praktek ......................................................53 3.3 Pembahasan Hasil Pelaksanaan Kerja Praktek ...................................54 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan …………………………………………………………..67 4.2 Saran …………………………………………………………………69 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….71
DAFTAR RIWAYAT HIDUP………………………………………………..72 LAMPIRAN……………………………………………………………………73
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Kegiatan Kerja Praktek………………………………………….7 Tabel 3.1 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri……………………..45 Tabel 3.2 Bentuk Usaha Tetap……………………………………………45 Tabel 3.3 Perincian Bukti Pungutan Pajak Penghasilan(PPh) Pasal 23 bulan juli 2009…………………………………………………………………60
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat permohonan kuliah Kerja Praktek Lampiran 2 : Daftar kehadiran mahasiswa Lampiran 3 : Surat keterangan hasil Kerja Praktek dari Perusahaan Lampiran 4 : Surat keterangan hasil Kerja Praktek dari Unikom Lampiran 5 : Surat berita acara bimbingan Kerja Praktek Lampiran 6 : Bukti Penerimaan Surat Lampiran 7 : Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal (PPh) 23/26 bulan Juli 2009 Lampiran 8 : Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh pasal 23/26
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kerja Praktek Pajak sebagai sumber pendapatan dan penerimaan Negara perlu terus di tingkatkan, sehingga pembangunan nasional dapat di laksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian. Kesadaran setiap wajib pajak (WP) di bidang perpajakan harus di tingkatkan, karena pada kenyataannya masih banyak wajib pajak yang belum tahu akan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan, salah satu caranya adalah dengan partisipasi seluruh masyarakat serta para penyelenggara pemerintah sebagai abdi bangsa sangat perlu untuk melancarkan administrasi perpajakan dalam rangka meningkatkan pendapatan Negara. Salah satu jenis pajak pemerintah pusat yaitu pajak penghasilan (PPh) pasal 23 adalah pajak yang di kenakan atau di potong atas penghasilan wajib pajak dalam negeri serta BUT (Bentuk Usaha Tetap) yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau penyelenggara kegiatan selain yang telah di potong pajak penghasilan pasal 21, yang di bayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan yang
di potong pajak penghasilan pasal 23 adalah wajib pajak dalam negeri serta BUT. Dasar hukum pengenaan pajak penghasilan pasal 23 adalah UU No. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah di ubah terakhir dengan UU No. 17 tahun 2000. Pelaksanaan peraturannya adalah Kep. Dirjen Pajak No. Kep-170/Pj/2001. Berlaku mulai tanggal 28 Maret 2002. Ada dua dasar pemotongan pajak penghasilan pasal 23 yaitu dari jumlah bruto untuk penghasilan berupa deviden, bunga termasuk premium, diskonto, imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian hutang, royalty, hadiah dan dari perkiraan penghasilan netto untuk penghasilan berupa sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa kontruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang telah dipotong pajak penghasilan pasal 21. Pajak penghasilan pasal 23 merupakan hal yang penting, sama halnya dengan pajak lainnya dan PT. INTI sebagai pemotong pajak penghasilan pasal 23 wajib melakukan perhitungan, pemotongan dan pelaporan atas pembayaran sewa dan pengahasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta dan jasa pihak lain. Karena di pandang penting masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan kerja praktek dan mengetahui bagaimana pelaksanaan perhitungan, pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 khususnya
terhadap pembayaran sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa
lain yang telah
dipotong pajak penghasilan pasal 23 di PT. INTI. Laporan Kerja Praktek ini penulis akan tuangkan laporan dengan judul “TINJAUAN TERHADAP PROSEDUR PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23 PADA PT. INTI (PERSERO) BANDUNG”.
1.2 Maksud dan Tujuan Kerja Praktek Adapun tujuan dari penulisan laporan ini yang merupakan hasil dari kerja praktek pada PT. INTI (Persero) adalah sbb : 1.
Untuk mengetahui cara perhitungan dan pemotongan pajak
penghasilan (PPh) pasal 23 oleh PT. INTI. 2.
Untuk mengetahui prosedur pembayaran PPh pasal 23.
3.
Untuk mengetahui pengisian SPT PPh pasal 23.
4.
Untuk mengetahui prosedur pelaporan SPT PPh pasal 23.
5.
Untuk mengetahui kendala apa yang timbul atas pelaksanaan
perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh pasal 23
atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta dan jasa pihak lain. 6.
Untuk mengetahui upaya atas hambatan yang timbul dalam
pelaksanaan perhitungan , pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh pasal 23 atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta dan jasa pihak lain.
1.3 Kegunaan Kerja Praktek Kerja praktek yang di lakukan pada PT. INTI (Persero) ini penulis banyak mengharapkan manfaat yang di peroleh walaupun dalam penyajian masih jauh dari kesempurnaan. Kegunaan penelitian yang di lakukan Penulis adalah sebagai berikut : 1. Bagi penulis Dapat mengetahui secara langsung mengenai bagaimana cara perhitungan dan pemotongan PPh pasal 23, prosedur pembayaran PPh pasal 23, pengisian SPT PPh pasal 23 dan prosedur pelaporan SPT PPh pasal 23. 2. Bagi perusahaan Agar berguna sebagai bahan masukan dalam melaksanakan ketentuan di bidang perpajakan.
3. Bagi Rekan-rekan Mahasiswa/I dan Pihak lain yang mempelajari, untuk mendalami bidang studi perpajakan, hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi bahan masukan dan kajian lebih lanjut.
1.4 Metode Kerja praktek Metode yang di lakukan dalam membuat laporan kerja praktek adalah dengan metode Blok Releas yaitu, penelitian yang di lakukan pada waktu tertentu dalam waktu satu bulan. Sedangkan untuk metode penulisan laporan menggunakan metode deskriptif yaitu Prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (perorangan, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Adapun cara dalam pengumpulan data dan informasi sebagai bahan pendukung dalam penyajian laporan ini adalah : 1. Field Research Dimana dalam mencari informasi penulis melakukan wawancara (interview) kepada pembimbing dan staf juga kepada bagian-bagian yang terkait secara langsung di lapangan.
2. Studi Pustaka Penulis mencari informasi berdasarkan beberapa referensi yang mendukung dalam membuat laporan kerja praktek, serta kesesuaian aturan yang berlaku dalam pelaksanaan topik yang penulis tinjau di lapangan.
1.5 Lokasi dan Waktu Kerja Praktek Dalam penyusunan kerja Praaktek ini, penulis melakukan penelitian di. PT. INTI (Persero), Jl.Moh. Toha No.77 Bandung 40253, Indonesia, Telp. (022) 5201501 dan Fax. (022) 5202444. Sedangkan waktu Kerja Praktek yang dilakukan dalam satu periode yaitu dari tanggal 27 Juli 2009 sampai dengan 28 Agustus 2009. Hari Kerja Praktek yang berlaku dari hari Senin sampai dengan Jumat dan waktu pelaksanaan kegiatan kerja praktek dimulai pukul 08:00-12:00 WIB, adapun jam siang yaitu pukul 13:00-16:30 WIB.
Adapun kegiatan yang dilakukan selama kerja praktek di PT. INTI (persero) adalah sbb:
TABEL I.I KEGIATAN KERJA PRAKTEK
NO
KE GIA TA N
Juli s/d Agustus TANGGAL
1
Membuat Bukti Potong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23
2
Menginput data pajak masukan yang dapat atau tidak dapat dikreditkan. Menginput data Pajak Keluarannya. Membuat Faktur Pajak Standar. Membuat Voucher Bukti Penerimaan
3 4 5 6
Membuat Rekapitulasi Faktur Pajak masukan dan Faktur Pajak Keluaran yang dapat dikreditkan atau yang tidak dapat dikreditkan.
2 7
31
6 7
1 0
1 3
1 7
2 0
2 1
2 5
2 7
2 8
7 8 9
Pengisian SPT Mengisi Buku Ekspedisi membuat judul KKP yang disesuaikan dengan pedoman prosedur PPh Pasal 23 yang disetujui oleh pembimbing.
BAB II GAMBARAM UMUM PERUSAHAAN
2.1 Sejarah PT. Inti (Persero) PT. Industri Telekomunikasi Indonesia resmi berdiri melalui peraturan pemerintah No.34 Tahun 1974. Sejak tanggal 28 Desember 1974 dengan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.34 Kep.171/MK/IV/12/1974 merupakan suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan status perseroan yang dibawahi oleh Departemen Keuangan sebagai pemilik saham. Dengan demikian PT.INTI (persero) setiap tahunnya diaudit oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Selain itu PT. INTI (persero) memiliki auditor internal dibawah Satuan Pengawas Intern (SPI). Berdasarkan PP No.59 Tahun 1989, PT. INTI dimasukan kedalam kelompok BPIS (Badan Pengelola Industri Strategis) bersama sembilan perusahaan lainnya, yaitu: PT. PINDAD, PT. PAL Indonesia, PT. DAHANA, PT. KRAKATAU STEEL, PT. IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara), PT. LEN (Lembaga Elektronika Nasional), PT. BOMA BISMA INDRA, PT. BARATA, PT. INKA (Industri Kereta Api). 1. Tahap-tahap perkembangan PT. INTI (Persero) 1*
Sebelum tahun 1945
Tahun 1926 didirikan Laboratorium PTT (Pos, Telepon, Telegram) di Tegalega (sekarang JL.Moch.Toha No.77). Kemudian pada tahun 1929, Laboratorium ini menjadi bagian penting bagi penelitian dan pengembangan pertelekomunikasian di Indonesia. 2*
Tahun 1945-1960 Setelah perang dunia ke-2 selesai, Laboratorium tersebut ditingkatkan kedudukannya menjadi laboratorium telekomunikasi yang mencakup seluruh bidang telepon, telegrap dan radio. Sedangkan bengkel pusat diubah menjadi pusat telekomunikasi.
3*
Tahun 1960-1968 Perkembangan PT. INTI dimulai sejak terjalin kerjasama antara perusahaan negara telekomunikasi dengan Siemen AG pada tanggal 26 mei 1966 dan pelaksanaannya dibebankan pada Lembaga Penelitian dan Pengembangan POS dan Telekomunikasi (LPP POSTEL). Dengan adanya unsur industri pada lembaga ini, maka selanjutnya LPP POSTEL diubah menjadi Lembaga Penelitian dan Pengembangan Industri Pos dan Telekomunikasi (LPPI POSTEL). Pada tanggal 22 juni 1968, industri telekomunikasi yang berpangkal pada bagian telepon diresmikan oleh Presiden RI yang diwakilkan pada Menteri Ekuin yang pada waktu itu dijabat oleh Sultan Hamengkubuwono IX.
4*
Tahun 1968-1974
Pada tanggal 1-3 Oktober 1970, diadakan rapat kerja pos dan telekomunikasi di Jakarta. Selanjutnyan, berdasarkan surat keputusan Menteri Perhubungan RI nomor : KM. 32/R/PHB/1973 ditetapkan langkah-langkah sebagai berikut: 1.
Dalam tubuh LPP POSTEL, diresmikan bagian Industri Telekomunikasi oleh Presiden RI pada tanggal 22 juni 1968 di Bandung.
2.
Untuk
keperluan
industri
diatas, ditetapkan bentuk hukum sebaik-
baiknya, sehingga cakup kualitas di LPPI POSTEL telah diubah menjadi LPP POSTEL. 3.
Sehubungan dengan itu, dianggap tepat apabila proyek tersebut ditetapkan Sebagai proyek industri yang dipimpin oleh
Lembaga Penelitian
dan
Pengembangan Pos dan Telekomunikasi. Kemudian dengan PP RI nomor 34 tahun 1974, proyek industri pada Departemen Perhubungan dijadikan sebagai suatu badan pelaksana kegiatan produksi alat-alat dan perangkat telekomunikasi dalam memenuhi sarana dan prasarana telekomunikasi. Agar pelaksanaan kegiatan produksi tersebut dapat berjalan dan berkembang secara wajar berdasarkan kemampuan sendiri, maka dipandang perlu untuk menentukan bentuk usaha yang sesuai dengan sifat bidangnya, yaitu perusahaan PERSEROAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI No. Kep. 1711/MK/IV/12/1974 akta notaris Abdul Latief, Jakarta no. 332, proyek
industri telekomunikasi diubah menjadi PT. INTI (persero) sejak tanggal 30 Desember 1974. 5*
Tahun 1974-1979 Tahap ini merupakan percobaan menuju industri dengan tingkat perkembangan yang masih belum stabil. Hasil produksi yang penting adalah pesawat radio HF/SBB dan alat penunjang kelancaran pemilu berupa Sambungan Telepon Kendaraan Bermotor (STKB).
6*
Tahun 1980-1990 Periode ini merupakan periode pemantapan struktur menuju lepas landas pelita IV. Perkembangan terutama didukung oleh keputusan pemerintah dengan sasaran program dan ditetapkan sistem telekomunikasi nasional sehingga melahirkan pabrik telekomunikasi digital pertama di Indonesia.
7*
Tahun 1991- sekarang Masih merupakan rencana dimana PT. INTI (persero) bersama dengan industri dalam negeri lainnya, harus mampu untuk tumbuh dan berkembang secara mandiri. Hal ini karena usaha pencapaian teknologi merupakan dasar bagi pencapaian sasaran tersebut. Perkembangan yang telah dicapai dengan didukung oleh proyeksi arah teknologi yang akan datang serta dengan peningkatan kualitas karyawan merupakan faktor yang mempercepat laju pertumbuhan perusahaan. Oleh
karena itu, dalam Keputusan Presiden nomor 59, pemerintah menetapkan PT. INTI (persero) sebagai salah satu dari sembilan jajaran strategis di Indonesia.
2.2 Visi dan Misi PT. INTI (Persero) Setiap perusahaan memiliki Visi, Misi , dan Strategi Perusahaan agar perusahaan tersebut mencapai apa yang diinginkan. Begitu juga dengan PT. Inti (Persero) sebagai salah satu perusahaan terkemuka dalam mensukseskan industri telekomunikasi di Indonesia memiliki visi dan misi yang jelas demi kemudahan bersama. •
Visi PT. INTI (Persero) PT. INTI bertujuan menjadi pilihan pertama bagi para pelanggan untuk
mentransformasikan “MIMPI” menjadi “REALITA” (To be the customer's first choice in transforming DREAMS into REALITY). •
Misi PT. INTI (Persero)
Fokus PT. INTI akan tertuju sepenuhnya pada kegiatan jasa
engineering yang sesuai dengan spesifikasi dan permintaan konsumen.
Dalam menjalankan bisnis, PT. INTI akan berusaha semaksimal
mungkin untuk kepentingan pemangku kepentingan (stakeholders).
Akan dikembangkan jejaring bisnis yang sinergis, baik dengan
pemakai jasa PT. INTI maupun pemasok demi menumbuh kembangkan kinerja yang saling menguntungkan.
2.3 Struktur Organisasi PT. INTI (Persero) Struktur organisasi perusahaan merupakan bangunan fungsi bagian–bagian manajemen yang tersusun dari satu kesatuan hubungan yang menunjukan tingkatan fungsi, tugas, wewenang dan tanggung jawab dalam manajemen perusahaan. Penerapan struktur organisasi di lingkungan PT. INTI (Persero) berbentuk garis dan staf, dimana wewenang dari pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan organisasi dibawahnya untuk semua bidang pekerjaan bantuan. 1. Direksi 1. Direksi Terdiri dari : a. Direktur Utama b. Direktur Keuangan c. Direktur SDM & Umum d. Direktur Pemasaran e. Direktur Operasi Teknik 2. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Direksi Dibantu oleh Kepala Divisi dan/ atau Kepala unit Organisasi serta dibantu oleh staf Ahli Direksi. 3. Staf Ahli Direksi Terdiri dari staf ahli utama dan staf ahli pratama 4. Staf Ahli Direksi melakukan Fungsi mendukung dan membantu Direksi dalam mengelola, termasuk mengendalikan dan mengembangkan perusahaan namun tidak terbatas pada pemberian konsultasi dibidangnya. kepada Direksi.
5. Staf Ahli Direksi memiliki tugas individu dengan bidang dan jabatan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. 6. Seorang Staf Ahli dapat diangkat untuk menangani satu atau beberapa bidang tugas, dan satu bidang tugas dapat ditangani oleh satu atau beberapa staf ahli Direksi 7. Setiap Staf Direksi memiliki peran membangun jaringan usaha dari kemitraan, membangun citra baik perusahaan, menjalin citra baik dengan stakeholder fasilitator atau mediator dengan pihak yang terkait dengan kegiatan usaha perusahaan serta menjadi agen perusahaan. 8. Staf Ahli Direksi bertanggung jawab kepada Direksi. 9. Struktur Organisasi Perusahaan terdiri dari : a. Direktorat Utama 1). Pengembangan Bisnis 2). Sekertaris Perusahaan 3). Satuan Pengawas Intern b. Direktorat Keuangan 1). Akuntansi 2). Keuangan 3). Sistem dan Teknologi Informasi c. Direktorat SDM dan UMUM 1). Umum,
2). Hukum dan Kepatuhan d. Direktorat Pemasaran 1). Account – Group TELKOM 2). Account – Group Indosat 3). Account – Group Other Carriers 4). Account – Group Privat Enterprises 5). Sales Engineering 6). Operasional Penjualan e. Direktorat Operasi dan Teknik 1). Manajemen Proyek 2). Operasi 3). Pengadaan & Logistik 4). Produksi & Purna Jual 5). Pengembangan Produk.
2.4
URAIAN TUGAS PERUSAHAAN
1. Divisi Pengembangan Bisnis a. Fungsi Pengembangan Bisnis, menangani fungsi yang berhubungan dengan aktifitas pngembangann bisnis yang ada dan mencari peluang bisnis baru yang prospektif.
b. Fungsi RICE (Regional Infocomm Centre of Exellence), menangani Fungsi yang berhubungan dengan pengembangan RICE, Urusan Operasional & Pemeliharaan dan Administrasi & Keuangan. 2. Divisi Sekretaris perusahaan Pembentukan Divisi Sekretaris Perusahaan ditunjukan untuk mendukung dan membantu Direktur Utama dalam mengelola dan menjalankan kegiatan perusahaan meliputi bidang Biro dan Pelaporan Manajemen. Divisi Sekretaris Perusahaan melaksanakan fungsi – fungsi meliputi namun tidak terbatas pada : a. Fungsi Biro Direksi, menangani fungsi yang berhubungan dengan pelayanan kebutuhan Administrasi dan Operasional Direksi. b. Fungsi Pelaporan Manajemen, menangani fungsi yang berhubungan dengan Pelaporan Manajemen.
3. Satuan Pengawas Intern Pembentukan satuan pengawas intern ditujukan untuk mendukung dan membantu Direktur Utama dalam mengawasi jalannya kegiatan Perusahaan meliputi bidang Audit Keuangan, Audit Operasi, serta Bidang Perencanaan, Pengendalian dan Pengembangan Audit. Satuan Pengawas Intern melaksanakan Fungsi – Fungsi meliputi namun tidak terbatas pada : a.
Fungsi Audit Keuangan, menangani fungsi yang berhubungan dengan
pelaksanaan Audit Keuangan.
b.
Fungsi Audit Operasi, menangani Fungsi Dukungan yang
berhubungan dengan pelaksanaan Audit Operasi. c.
Fungsi Perencanaan, Pengendalian dan Pengembangan Audit,
menangani urusan yang berhubungan dengan Administrasi Perencanaan, Pengendalian dan Pengembangan Audit.
4. Divisi Akuntansi Pembentukan Divisi Akuntansi Ditujukan untuk mendukung dan membantu Direktur Keuangan dalam mengelola dan menjalankan kegiatan perusahaan meliputi bidang Akuntansi Manajemen, Akuntansi Keuangan, Anggaran, Pelaporan dan Sistem Akuntansi. Divisi Akuntansi melaksanakan fungsi – fungsi meliputi namun tidak terbatas pada : a. Fungsi Akuntansi Manajemen, menangani Urusan Biaya, HPP dan Persediaan. b. Fungsi Akuntansi Keuangan, menangani Urusan Penjualan, Piutang dan Hutang. c. Fungsi Anggaran dan Pelaporan, menangani urusan Anggaran dan Pelaporan. d. Fungsi Sitem Akuntansi, menangani urusan Sistem dan Prosedur.
5. Divisi Keuangan Pembentukan Divisi Keuangan ditujukan untuk mendukung dan membantu Direktur Keuangan dalam mengelola dan menjalankan kegiatan perusahaan
meliputi bidang Penagihan & Penerimaan, Strategi Pendanaan, Pendanaan Operasional, Pajak & Asuransi serta Manajemen Aset. Divisi Keuangan melaksanakan fungsi–fungsi meliputi namun tidak terbatas pada : a. Fungsi Penagihan dan Penerimaan, menangani urusan penagihan Telkom Group [Penagihan Indosat Group & Aparivste, Penagihan Operator lainnya & Administrasi Pendukung]; b. Fungsi Strategi Pendanaan, menangani urusan Pengelolaan Dana dan Perencanaan Keuangan; c. Fungsi Pendanaan Operasional, menangani urusan Vertivikasi, Bendahara, dan Bank; d. Fungsi Pajak dan Asuransi, menangani Urusan Pajak dan Asuransi; e. Fungsi Manajemen Aset, menangani urusan yang berhubungan dengan Optimasi Aset dan Portofolio Investasi.
6. Divisi Sistem & Teknologi Informasi Pembentukan Divisi Sistem & Teknologi Informasi ditujukan untuk mendukung dan membantu Direktur Keuangan dalam mengelola dan menjalankan kegiatan perusahaan meliputi bidang infrastruktur teknologi Informasi, Sistem Informasi Manajemen serta Pengembangan Sistem & Teknologi Informasi. Divisi Sistem & Teknologi Informasi melaksanakan fungsi – fungsi meliputi namun tidak terbatas pada :
a. Fungsi Infrastruktur Teknologi Informasi, menangani urusan Infrastruktur Jaringan, Pengadaan Korporasi dan fungsi yang berhubungan dengan Pelayanan Infrastruktur Teknologi Informasi. b. Fungsi sistem Informasi Manajemen, menangani urusan yang berhubungan dengan pelayanan IT untuk mendukung proses bisnis internal dan penjualan eksternal. c. Fungsi Pengembangan Sistem & Teknologi Informasi, menangani fungsi yang berhubungan dengan rencana strategi IT, mengembangkan layanan IT, dan dukungan teknis pada internal dan penjualan eksternal.
7. Divisi Manajemen SDM Pembentukan manajemen divisi SDM ditujukan untuk mendukung dan membantu Direktur SDM & Umum dalam mengelola dan menjalankan kegiatan perusahaan meliputi bidang pelayanan SDM. Remunerasi, Pengembangan Sistem SDM & Organisasi, Pengembangan SDM, Penilaian Kinerja dan Manajemen Kualitas. a. Fungsi Pelayanan SDM & Remunerasi menangani urusan hubungan Pegawai Pendukung Pelayanan SDM Remunerasi; b. Fungsi Pengembangan Sistem SDM & Organisasi, menangani urusan Pengembangan Sistem SDM Pengembangan Organisasi & Man Power Planing,
Pengembangn Sistem Informasi SDM dan fungsi dukungan dan/atau pelayanan pengembangan Sistem SDM & Organisasi; c. Fungsi Pengembangan SDM & Penilaian Kinerja, menangani urusan yang berhubungan dengan Pendidikan & Latihan dan Penilaian Kinerja & Karir; d. Fungsi Manajemen Kualitas, menangani fungsi yang berhubungan dengan penerapan Manajemen Kualitas di perusahaan dan urusan Administrasi & Dokumentasi;
8. Divisi Umum Pembentukan Divisi Umum ditunjukan untuk mendukung dan membantu Direktur Divisi Manajemen & Umum dalam Mengelola dan Menjalankan kegiatan Perusahaan meliputi Bagian Umum & Rumah Tangga, Humas dan CSR / PKBL. Divisi Umum melaksanakan Fungsi–fungsi meliputi namun tidak terbatas pada : a.Fungsi Umum & Rumah Tangga, menangani urusan Rumah Tangga & Pemeliharaan, Administrasi Perkotaan dan fungsi dukungan dan/atau Pelayanan Umum & Rumah Tangga; b.
Fungsi Humas, menangani urusan Komunikasi Eksternal, Komunikasi
Internal, Hubungan Pemerintah, dan fungsi dukungan dan/atau pelayanan Public Relation; c.Fungsi CSR / PKBL, menangani urusan Perencanaan & Pengendalian PKBL dan Operasional PKBL.
9.
Divisi Hukum & Kepatuhan 1.
Pembentukan Divisi Hukum
& Kepatuhan ditujukan untuk
mendukung dan membantu Direktur SDM & Umum dalam mengelola dan menjalankan kegiatan perusahaan meliputi bidang Hukum, GCG dan Kepatuhan. a. Fungsi Hukum, menangani urusan Administrasi Legal, GCG & Kepatuhan dan fungsi dukungan dan/atau Pelayanan Hukum; b. Fungsi GCG, menangani fungsi dukungan dan/atau pelayanan GCG; c. Fungsi Kepatuhan, menangani fungsi dukungan dan/atau Kepatuhan.
10. Divisi Account-Group TELKOM 1.
Pembentukan Divisi Account-Group TELKOM ditujukan untuk mendukung dan membantu Direktur Pemasaran dalam mengelola dan menjalankan kegiatan Perusahaan dalam hal memasarkan produk dan jasa untuk urea Telkom Group dan Account lain yang ditugaskan. Divisi Group Telkom melaksanakan fungsi- fungsi meliputi namun tidak terbatas pada : a. Memperoleh kontrak penjualan berkualitas. b. Sebagai agen perubahan untuk pertumbuhan perusahaan.
11. Divisi Account-Group Indosat
1. Pembentukan Divisi Account-Group Indosat ditujukan untuk mendukung dan membantu Direktur Pemasaran dalam mengelola dan menjalankan kegiatan Perusahaan, memasarkan produk dan jasa untuk area Indosat Group dan Account lain yang ditugaskan. 2. Divisi Account-Group Indosat melaksanakan fungsi-fungsi meliputi namun tidak terbatas pada : a. Memperoleh kontrak penjualan berkualitas. b. Sebagai agen perubahan untuk pertumbuhan penjualan. 3. Untuk melaksanakan fungsinya, Kepala Divisi Account-Group Indosat dibantu oleh beberapa account manager.
12. Divisi Account-Group Other Carriers 1. Pembentukan Divisi Account-Group Other Carriers ditujukan untuk mendukung dan membantu Direktur Pemasaran dalam mengelola dan menjalankan kegiatan perusahaan memasarkan produk dan jasa untuk area Other Carriers Group dan Account lain yang ditugaskan. 2. Divisi Account-Group Other Carriers melaksanakan fungsi-fungsi meliputi namun tidak terbatas pada : a. Memperoleh kontrak penjualan berkualitas. b. Sebagai agen perubahan untuk pertumbuhan perusahaan.
3. Untuk melaksanakan fungsinya, Kepala Divisi Account-Group Other Carriers dibantu oleh beberapa Account Manager.
13. Divisi Account-Group Private Enterprises 1.
Pembentukan Divisi Account-Group Private Enterprises ditujukan
untuk mendukung dan membantu Direktur Pemasaran dalam mengelola dan menjalankan kegiatan Perusahaan memasarkan produk dan jasa untuk area Private Enterprises Group dan Account lain yang ditugaskan. 2.
Divisi Account-Group Private Enterprises melaksanakan fungsi-
fungsi meliputi namun tidak terbatas pada : a. Memperoleh kontrak penjualan berkualitas. b. Sebagai agen perubahan untuk pertumbuhan perusahaan. 3.
Untuk melaksanakan fungsinya, Kepala Divisi Account-Group Private
Enterprises dibantu oleh beberapa Account Manager.
14. Divisi Sales Engineering 1.
Pembentukan Divisi Sales Engineering ditujukan untuk mendukung
dan membantu Direktur Pemasaran dalam mengelola dan menjalankan kegiatan Perusahaan meliputi bidang Jaringan Wireline, Jaringan Selular, Produk Pendukung, TI & Konten Manajemen Channel.
2.
Divisi Account-Group Private Enterprises melaksanakan fungsi-
fungsi meliputi namun tidak terbatas pada : a. Fungsi Jaringan Wireline, menangani fungsi yang berhubungan dengan dukungan engineering untuk pemasaran produk dan jasa pada Jaringan Wireline. b. Fungsi Jaringan Selular, menangani fungsi yang berhubungan dengan dukungan engineering untuk pemasaran produk dan jasa pada Jaringan Selular. c. Fungsi Produk Pendukung, menangani fungsi yang berhubungan dengan dukungan engineering untuk pemasaran produk dan jasa pada Produk Pendukung. d. Fungsi TI & Konten, menangani fungsi yang berhubungan dengan dukungan engineering untuk pemasaran produk dan jasa pada TI & Konten. e. Fungsi Manajemen Channel, menangani fungsi yang berhubungan dengan koordinasi antara Principal/Vendor dengan Sales Engineering dan unit Account. 3.
Untuk melaksanakan fungsinya, Kepala Divisi Account-Group Private
Enterprises dibantu oleh beberapa Account Manager.
15. Divisi Operasional Penjualan
1.
Pembentukan
Divisi
Operasional
Penjualan
ditujukan
untuk
mendukung dan membantu Direktur Pemasaran dalam mengelola dan menjalankan kegiatan Perusahaan meliputi bidang Komersial-System Integrator, Komersial Pemeliharaan, Perencanaan & Pengendalian Penjualan serta Pendukung Penjualan 2.
Divisi Operasional Penjualan melaksanakan fungsi-fungsi meliputi
namun tidak terbatas pada : a. Fungsi berhubungan
Komersial-System dengan
Integrator,
menyiapkan
segala
menangani aspek
fungsi
yang
komersial
yang
berhubungan dengan Pemeliharaan Manage Service. b. Fungsi Komersial-Pemeliharaan, menangani fungsi yang berhubungan dengan menyiapkan segala aspek komersial yang berhubungan dengan Pembangunan Sistem Integrator. c. Fungsi Perencanaan & Pengendalian Penjualan, menangani urusan Perencanaan & Pengendalian Kontrak dan Perencanaan & Pengendalian Penjualan. d. Fungsi Pendukung Penjualan, menangani urusan Administrasi Pendukung Pemasaran. 16. Divisi Manajemen Proyek 1.
Pembentukan Divisi Manajemen Proyek ditujukan untuk mendukung
dan membantu Direktur Operasi dan Teknik dalam mengelola dan
menjalankan kegiatan perusahaan meliputi bidang Pendukung Manajemen Proyek, Perencanaan & Pengendalian Material, Perencanaan & Pengendalian Proyek dan Kualitas Proyek. 2.
Divisi Manajemen Proyek melaksanakan fungsi-fungsi meliputi
namun tidak terbatas pada : a. Fungsi
Pendukung
Manajemen
Proyek,
menangani
urusan
Perencanaan Anggaran & Biaya. Pendanaan Proyek dan fungsi dukungan dan/atau Pelayanan Perencanaan & Pengendalian. b. Fungsi Perencanaan & Pengendalian Material, menangani urusan Perencanaan & Pengendalian Material, Perencanaan & Pengendalian Distribusi dan fungsi dukungan dan/atau pelayanan Perencanaan & Pengendalian Material. c. Fungsi Perencanaan & Pengendalian Proyek, menangani urusan Perencanaan & Pengendalian Proyek, Pendukung Administrasi Proyek dan fungsi PMO. d. Fungsi Kualitas Proyek, menangani urusan Standarisasi & Metode Kerja, Evaluasi Proyek dan fungsi dukungan yang berhubungan dengan Kualitas Proyek. e. Fungsi PMO, membantu Bagian-bagian yang berada dibawah Divisi Manajemen Proyek.
17. Divisi Operasi 1.
Pembentukan Divisi Operasi ditujukan untuk mendukung dan
membantu Direktur Operasi dan Teknik dalam mengelola dan menjalankan kegiatan Perusahaan meliputi bidang Pendukung Operasi, Instalasi, Test & Commissioning, CME serta OSP. 2.
Divisi Operasi melaksanakan fungsi-fungsi meliputi namun tidak
terbatas pada : a. Fungsi
Pendukung
Operasi,
menangani
urusan
Administrasi
Pendukung Operasi, fungsi engineering, yang berhubungan dengan Pelayanan Operasi serta fungsi Dukungan Operasi. b. Fungsi
Instalasi,
Test
&
Commissioning,
menangani
urusan
Administrasi Pendukung Operasi, Instalasi, Test & Commissioning serta fungsi dukungan dan/atau pelayanan Instalasi, Test & Commissioning. c. Fungsi CME, menangani urusan yang berhubungan dengan kegiatan operasional dan administrasi CME serta fungsi dukungan Supervisor CME. d. Fungsi OSP, menangani urusan yang berhubungan dengan kegiatan operasional dan administrasi OSP serta fungsi dukungan Supervisor OSP. e. Fungsi Operasi, membantu bagian-bagian yang berada dibawah Divisi Operasi.
18. Divisi Pengadaan & Logistik 1.
Pembentukan
Divisi
Pengadaan
&
Logistik
ditujukan
untuk
mendukung dan membantu Direktur Operasi dan Teknik dalam mengelola dan menjalankan kegiatan Perusahaan meliputi bidang Perencanaan & Pengendalian Logistik, Pengadaan serta Gudang & Distribusi. 2.
Divisi Pengadaan & Logistik melaksanakan fungsi-fungsi meliputi
namun tidak terbatas pada : a. Fungsi Perencanaan & Pengendalian Logistik, menangani urusan Perencanaan & Pengendalian dan fungsi yang berhubungan dengan Analisa Harga & Sourcing. b. Fungsi Pengadaan I, menangani urusan yang berhubungan dengan pemasok dalam negeri. c. Fungsi Pengadaan II, menangani urusan Kepabeaan, Pengadaan Luar Negeri, urusan Pengadaan IV. d. Fungsi Gudang & Distribusi, menangani urusan Gudang, Pengepakan dan Distribusi.
19. Divisi Produksi & Purna Jual 1.
Pembentukan Divisi Produksi & Purna Jual ditujukan untuk
mendukung dan membantu Direktur Operasi dan Teknik dalam mengelola
dan menjalankan kegiatan perusahaan meliputi bidang Managed Services, Produksi dan Perbaikan, Pelayanan Spare Part, Perencanaan & Pengendalian Produksi, & Purna Jual serta Pendukung Produksi & Purna Jual. 2.
Divisi Produksi & Purna Jual melaksanakan fungsi-fungsi meliputi
namun tidak terbatas pada : a. Fungsi Managed Services, menangani urusan Maintenance Support (Help Desk), Operations Service dan Maintenance Service dan fungsi yang berhubungan dengan dukungan pelayanan Managed Services. b. Fungsi Produksi dan Perbaikan, menangani urusan Produksi, Perbaikan dan fungsi yang berhubungan dengan dukungan pelayanan Produksi dan Perbaikan. c. Fungsi Pelayanan Spare Part, menangani urusan Maintenance Support (Help Desk), Pengelolaan Spare Part, Warehouse & Distribution dan fungsi yang berhubungan dengan dukungan pelayanan Warehouse. d. Fungsi Perencanaan & Pengendalian Produksi & Purna Jual, menangani urusan Perencanaan & Pengendalian Produksi & Purna Jual, Perencanaan & Pengendalian Material, dan Gudang Komponen. e. Fungsi Pendukung Produksi & Purna Jual, menangani urusan Rekayasa Produksi, Technical & System Support dan fungsi yang berhubungan dengan dukungan engineering untuk Produksi & Purna Jual.
f. Fungsi Purna Jual, membantu Bagian-bagian yang berada dibawah Divisi Purna. 20. Divisi Pengembangan Produk 1.
Pembentukan
Divisi
Pengembangan
Produk
ditujukan
untuk
mendukung dan membantu Direktur Operasi dan Teknik dalam mengelola dan menjalankan kegiatan perusahaan meliputi bidang Pengembangan Produk dan Pendukung Pengembangan Produk. 2.
Divisi Pengembangan Produk melaksanakan fungsi-fungsi meliputi
namun tidak terbatas pada : a.
Fungsi Pengembangan Produk, menangani urusan yang berhubungan
dengan Pengembangan Produk. b.
Fungsi Pendukung Pengembangan Produk, menangani urusan
Rekayasa Produk, Dokumentasi & Instruktur Pendukung dan fungsi yang berhubungan dengan dukungan terhadap aktifitas Pengembangan Produk. c. Fungsi Biro Direksi, menangani Fungsi yang Berhubungan dengan pelayanan kebutuhan Administrasi dan Operasional Direksi.
BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK
3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Pelaksanaan kerja praktek yang dilakukan penulis yaitu di bidang Keuangan Sub. Bidang Perpajakan pada PT. INTI (Persero) Bandung. Pelaksanaan kerja praktek dimaksudkan untuk mengetahui aktivitas atau kegiatan yang dilakukan di Sub. Bidang Perpajakan yang khususnya mengenai Prosedur Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 23 pada PT. INTI (Persero) Bandung.
3.1.1 Definisi Pajak Untuk kepentingan umum juga, dibutuhkan suatu peran serta yang cukup aktif dari masyarakat untuk memberikan iuran kepada negaranya dalam bentuk pajak, pajak ini nantinya akan di gunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi masyarakat.
Menurut
Prof. DR. Rahmat Soemitro, seperti yang di tulis oleh Mardiasmo (2003) hal. 1 “Perpajakan Teori dan Kasus” bahwa : “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang (yang dapat di paksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal, yang langsung dapat di tunjukan dana yang dapat di gunakan untuk mendapat pengeluaran umum”.
Menurut S.I Djajadiningrat yang di tulis oleh Mardiasmo (2003) hal. 1 “Perpajakan Teori dan Kasus” bahwa :
“Pajak adalah sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara di sebabkan oleh suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang di tetapkan pemerintah serta dapat di paksakan tetapi tidak ada jasa timbal balik dari Negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan secara umum”. 3.1.2 Unsur-unsur Pokok Pajak Dari beberapa definisi tersebut di atas, dapat di simpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur pokok, yaitu : 1. Iuran dari rakyat kepada Negara. 2. Berdasarkan undang-undang. 3. Dapat dipaksakan. 4. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat di tujukan. 5. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.
3.1.3 Ciri- Ciri Pajak Setelah mengetahui unsur pokok pajak, maka perlu juga mengetahui tentang ciri-ciri pajak yang melekat pada unsur pokok pajak tersebut. Berikut ini penulis akan memberikan pendapat dari beberapa ahli perpajakan tentang ciri-ciri pajak. Menurut
Muhammad
Zain
dalam
bukunya
“Manajemen
Perpajakan” menyebutkan bahwa ciri-ciri pajak adalah sebagai berikut : 1. “Pajak di pungut oleh Negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan atas undangundang dan aturan pelaksanaannya. 2. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (Sumber daya) dari sektor swasta (Wajib pajak
membayar pajak) ke sektor Negara (pemungut pajak atau administrasi pajak). 3. Pemungutan pajak di peruntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan. 4. Tidak dapat di tunjukan adanya imbalan (kontraprestasi) individu oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang di lakukan oleh para wajib pajak. 5. Selain fungsi Budgetair (anggaran) yaitu fungsi mengisi kas Negara/ Anggaran Negara yang di perlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan Negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur /regulatif)”. (2005:12)
Sedangkan ciri-ciri pajak menurut Mardiasmo dalam bukunya Perpajakan adalah sebagai berikut : 1. “Iuran rakyat kepada Negara 2. Berdasarkan undang-undang 3. Tanpa tanda jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat di tunjukan. 4. Di gunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas”. (2003:1) 3.1.4 Fungsi Pajak Fungsi pajak tidak terlepas dari tujuan pajak, sementara tujuan pajak tidak terlepas dari tujuan Negara. Dengan demikian, tujuan pajak itu harus di selaraskan dengan tujuan Negara yang menjadi landasan tujuan pemerintah.
Tujuan pemerintah, baik tujuan pajak maupun tujuan Negara semuanya berakar pada tujuan masyarakat. Tujuan masyarakat inilah yang menjadi falsafah Bangsa dan Negara. Oleh karena itu, tujuan dan fungsi pajak tidak terlepas dari tujuan dan fungsi Negara yang mendasarinya. Berdasarkan definisi-definisi dan
ciri-ciri pajak yang telah
dijelaskan diatas, terlihat seolah-olah pemerintah memungut pajak sematamata hanya untuk mengisi kas Negara. Namun tidak demikian, karena pemungutan pajak mempunyai fungsi sebagai berikut: Menurut Mardiasmo dalam bukunya “Perpajakan” menyebutkan bahwa : “Ada dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair dan fungsi mengatur (regulerend)”. (2003:1)
Sedangkan menurut Siti Resmi dalam bukunya “Perpajakan Teori dan Kasus” menyatakan bahwa : “Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regulerend (mengatur).” (2003:2)
1.
Fungsi Budgetair atau Fungsi Penerimaan.
Penerimaan pajak yang bersumber dari masyarakat digunakan oleh pemerintah sebagai sumber dana untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya atau yang sering disebut sebagai fungsi budgetair atau fungsi penerimaan. Fungsi budgetair seperti yang ditulis oleh Mardiasmo dalam bukunya “Perpajakan” menyatakan bahwa : “Fungsi budgetair artinya pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya”. (2003:1) Begitu juga seperti halnya yang ditulis oleh Siti Resmi dalam bukunya “Perpajakan Teori dan Kasus” menyatakan bahwa : “Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan Negara, pemerintah berupaya memasukan uang sebanyak-banyaknya untuk kas Negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah , Pajak Bumi dan Bangunan, dan lain-lain”. (2003:2) 2.
Fungsi Regulerend atau Fungsi Mengatur Tetapi, dengan adanya perkembangan waktu dan tingkat
pendidikan masyarakat dan sistem pemerintahan, maka pemungutan pajak mulai dibicarakan di tingkat para wakil rakyat dan muncul tujuan
serta fungsi tambahan diluar fungsi budgetair, yaitu fungsi regulerend atau fungsi mengatur. Fungsi regulerend seperti yang ditulis oleh Mardiasmo dalam bukunya Perpajakan menyatakan bahwa : “Fungsi Mengatur (regulerend) artinya pajak sebagai alat untuk
mengatur
atau
melaksanakan
kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi”. (2003:1) Begitu juga fungsi regulerend seperti yang ditulis oleh Waluyo dan Wirawan B. Ilyas dalam bukunya “Perpajakan Indonesia” menyatakan bahwa : “Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi”. (2003:8) 3.1.5 Pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 3.1.5.1 Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang di kenakan terhadap subjek pajak diatas penghasilan yang di terima atau diperoleh dalam tahun pajak. Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang pajak penghasilan (PPh) yang berlaku sejak 1 januari 1983 yang telah lama mengalami beberapa perubahan, yaitu :
1.
UU No. 7 tahun 1991
2.
UU No. 10 tahun 1994
3.
UU No. 17 tahun 2000
a.i.1. Subjek Pajak Penghasilan 1.
a. Orang pribadi.
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. 2. Badan, terdiri dari PT, CV, Perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Pensiun. Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik, atau Organisasi yang sejenis, Lembaga dan Bentuk Badan lainnya. 3. Bentuk Usaha Tetap (BUT). Subjek pajak dapat dibedakan menjadi : 1. a. Subjek pajak dalam Negeri yang terdiri dari : Subjek pajak orang pribadi, yaitu : •
Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau
•
Orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.
b. Subjek pajak badan, yaitu : Badan yang berdirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. c. Subjek pajak warisan, yaitu : Warisan yang belum di bagi satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
2. Subjek pajak luar negeri yang terdiri dari : a. Subjek orang pribadi, yaitu : Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, yang : •
Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.
•
Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.
b. Subjek pajak badan, yaitu : Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat di Indonesia, yang : •
Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
•
Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
a.i.2. Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan (PPh) Yang tidak termasuk subjek pajak adalah : 1. Badan perwakilan Negara Asing. 2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain di luar Negara Asing, dan orang-orang yang di perbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat : • Bukan Warga Negara Indonesia (WNI) dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
• Negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. 3. Organisasi
Internasional
sebagaimana
dimaksudkan
dalam
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 611/KMK. 04/1994 tanggal 23 Desember 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 314/KMK. 04/1998 tanggal 15 Juni 1998, dengan syarat : •
Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut. • Tidak
menjalankan
usaha
atau
kegiatan
lain
untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. 4. Pejabat
perwakilan
dimaksudkan
dalam
organisasi Keputusan
internasional Menteri
sebagaimana
Keuangan
Nomor
611/KMK. 04/1994 tanggal 23 Desember 1994 sebagaimana telah di ubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 314/KMK. 04/1998 tanggal 15 Juni 1998, dengan syarat : •
Bukan Warga Negara Indonesia (WNI). • Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
a.i.3.
Objek Pajak Penghasilan (PPh)
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang di terima atau di peroleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat di pakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun. Yang termasuk dalam pengertian penghasilan adalah : 1. Pengertian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali penghasilan lain di tentukan dalam undang-undang ini. 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan. 3. Laba usaha. 4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk : a.
Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
b.
Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan
biaya lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, dan anggota. c.
Keuntungan
karena
likuidasi,
penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha. d.
Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah,
bantuan atau sumbangan, kecuali diberikan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihakpihak bersangkutan. 5.
Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya. 6.
Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain
karena jaminan pengembalian utang. 7.
Deviden, dengan nama dan bentuk apapun, termasuk
deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
8.
Royalti dari sewa dan penghasilan sehubungan dengan
penggunaan harta. 9.
Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
10.
Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai
dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. 11.
Keuntungan kerena kurs selisih mata uang asing.
12.
Selisih lebih karena pengembalian aktiva.
13.
Premi asuransi.
14.
Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha pekerjaan bebas. 15.
Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan
yang belum dikenakan pajak.
a.i.4. Tidak Termasuk Objek Pajak Penghasilan (PPh) Tidak termasuk objek pajak adalah : 1. A. Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan penerima zakat yang hak.
B. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil, termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan,
atau
penguasaan
antara
pihak-pihak
yang
bersangkutan. 2. Warisan. 3.
Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
4. Penggantian atau imbalan sumbangan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah. 5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa. 6. Deviden atau bagian laba yang di terima atau diperoleh Perseroan Terbatas sebagai Wajib Pajak dalam Negeri, koperasi, BUMN dan BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat : a. Deviden berasal dari cadangan laba yang di tahan.
b.
Bagi Perseroan Terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima deviden paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang di setor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang di bayar oleh pemberi kerja maupun pegawai. 8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada angka 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbatas atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi. 10. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (tahun) pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha. 11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
a. Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dan b.
a.i.5.
Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Sesuai dengan pasal 17 Undang-undang PPh yang baru yaitu No.
36/2008, maka tarif PPh untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) dalam Negeri adalah:
Tabel 3.1 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 Diatas Rp. 50.000.000,00 s.d Rp. 250.000.000,00
5% 15%
Diatas Rp. 250.000.000,00 s.d Rp. 500.000.000,00
25%
Diatas Rp. 500.000.000,00
30%
Tabel 3.2 Bentuk Usaha Tetap Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,00
10%
Diatas Rp. 50.000.000,00 s.d Rp. 100.000.000,00
15%
Diatas Rp. 100.000.000,00
30%
a.i.6.
Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 Ketentuan dalam pasal 23 UU PPh mengatur pemotongan pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
a.i.7.
Subjek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23
Pemotong PPh pasal 23 adalah pihak-pihak yang membayarkan penghasilan, yang terdiri atas : 1. Badan Pemerintah. 2. Subjek Pajak Badan dalam Negeri. 3. Penyelenggara Kegiatan. 4. Bentuk Usaha Tetap. 5. Perwakilan Perusahaan Luar Negeri lainnya.
6. Orang Pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang telah mendapat penunjukan dari Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak PPh pasal 23 yang meliputi : a. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas. b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukaan.
3.1.5.2 Objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 Penghasilan yang dipotong PPh pasal 23 adalah : 1. Deviden. 2. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan pengembalian utang. 3. Royalti.
4. Hadiah dan penghargaan yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21. 5. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi. 6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21. 7. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
3.1.5.3. Penghasilan yang Dikecualikan dari
Penggunaan Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 23 Penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh pasal 23 adalah : 1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank. 2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi. 3. Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, BUMN atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia. 4. Bunga Obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut : a. Merupakan menjalankan
perusahaan kegiatan
kecil, dalam
menengah,
atau
yang
sektor-sektor
usaha
yang
ditetapkan Menteri Keuangan dan b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek Indonesia.
3.1.5.4. Dasar Pemotongan Ada 2 (dua) dasar pemotongan pajak (PPh) pasal 23 ayat (1) huruf a sampai dengan c yaitu : 1.
Atas penghasilan tersebut dibawah ini dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan : a.
Sebesar 15% dari jumlah bruto atas : 1.
Deviden.
2.
Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. 3.
Royalti.
4.
Hadiah dan Penghargaan selain yang telah dipotong
pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) huruf e b.
Sebesar 15% dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga
simpanan yang dibayarkan oleh koperasi. c.
Sebesar 15% dari perkiraan netto atas : 1.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta. 2.
Imbalan
sehubungan
dengan
jasa
teknik,
jasa
manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain yang dimaksud dalam pasal 21.
3.1.5.5. Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23, yaitu : 1. 15% dari penghasilan bruto atas penghasilan berupa : -
Deviden sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
-
Royalti
-
Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong pajak
2. Sebesar 15% dari perkiraan netto atas : -
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain
yang telah dipotong pajak sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 21 3. Sebesar 20% dari jumlah bruto Dalam hal ini jumlah deposito dan tabungan serta sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi dari Rp. 7.500.000,00 (Tujuh juta lima ratus ribu rupiah), setoran pelunasan ONH bukan berupa Deposito atau tabungan berdasarkan peraturan pemerintah nomor 131 tahun 2000. Perkiraan penghasilan netto yang ditetapkan oleh keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor : Kep-170 / PJ / 2002 tentang perkiraan penghasilan netto atas Penghasilan berupa Sewa dan Penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang digunakan sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 23.
3.1.6. Surat Pemberitahuan (SPT) 3.1.6.1. Pengertian SPT Pasal 1 angka 10 UU RI No. 6 tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali di ubah dengan UU RI No. 16 tahun 2000 tentang KUP, menyebutkan yang di maksud dengan SPT adalah : “Surat yang oleh wajib pajak di ginakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak/bukan
objek pajak dan atau harta dan kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
3.1.6.2. Fungsi SPT Adapun fungsi SPT berdasarkan penjelasan pasal 3 ayat 1 UU RI No. 6 ahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali di ubah dengan UU Ri No. 16 tahun 2000 tentang KUP adalah : 1.
Fungsi SPT bagi wajib pajak penghasilan sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : a.
Pembayaran/pelunasan pajak yang telah di laksanakan sendiri
dan tahun pajak/bagian tahun pajak. b.
Penghasilan yang merupakan orang pribadi dan atau badan
objek pajak. c.
Harta dan Kewajiban.
d.
Pembayaran dari pemotong/pemungut tentang pembatalan
orang pribadi/badan lain dalam 1 masa pajak yang di lakukan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 2.
Bagi pengusaha kena pajak fungsi SPT adalah sebagai sarana
untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah
pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : a.
Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran.
b.
Pembayaran/pelunasan pajak yang telah di laksanakan sendiri
oleh pengusaha kena pajak melalui pihak lain dalam suatu masa pajak yang di tentukan oleh ketentuan umum perpajakan perundang-undangan. c.
Bagi pemotong/pemungut pajak fungsi SPT adalah sabagai
sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan pajak yang di potong/di pungut dan di setorkannya.
3.1.6.3. Jenis-Jenis SPT Bila di perhatikan saat pelaporannya SPT di bedakan menjadi 1.
SPT Massa adalah surat yang oleh wajib pajak di gunakan
untuk melaporkan penghitungan dan/pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak/pada suatu saat. 2.
SPT Tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak di gunakan
untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam satu tahun pajak.
3.1.6.3.
Batas Waktu Penyampaian SPT
Sesuai dengan pasal 2 ayat 3 UU RI No. 6 tahun 1983 sebagimana beberapa kali di ubah dengan UU RI No. 16 tahun 2000 tentang KUP, batas penyampaian SPT adalah: a.
Untuk SPT Massa paling lambat 20 hari setelah akhir masa
pajak b.
Untuk SPT Tahunan paling lambat 3 bulan setelah akhir tahun
pajak.
3.2 Teknis Pelaksanaan Kerja Praktek Selama mengikuti Kegiatan Kerja Praktek di PT. INTI (Persero) Bandung, Penulis ditempatkan di bidang keuangan tepatnya di bagian Perpajakan dan ditugaskan untuk
membuat bukti potong pajak
penghasilan (PPh) Pasal 23, membuat faktur pajak standar, membuat voucher bukti penerimaan, melakukan input data pajak masukan dan pajak keluaran yang bisa dikreditkan atau yang tidak bisa dikreditkan, membuat rekapitulasi faktur pajak masukan dan faktur pajak keluaran yang dapat dikreditkan atau tidak dapat dikreditkan. Sebelum memberikan tugas dan kegiatan yang harus dilaksanakan, pembimbing ditempat kerja praktek memberikan beberapa aturan-aturan dan dasar-dasar pelaksanaan atas tugas yang
akan dilaksanakan, serta perkiraan hasil kerja yang diharapkan. Setelah mendapat penjelasan mengenai hal-hal yang penting lainnya, maka penulis mulai mengerjakan tugas yang diberikan oleh pembimbing.
Pelaksanaan kerja praktek yang dijalankan penulis yaitu di bidang Keuangan Sub. Bidang Perpajakan pada PT. INTI (Persero) Bandung, Dilaksanakan selama 25 hari tertanggal 27 Juli sampai dengan 28 Agustus 2009 setiap hari senin sampai dengan jumat dari pukul 07.00-12.00 WIB.
3.3 Pembahasan Hasil Kerja Praktek 3.3.1
Prosedur Perhitungan & Pemotongan Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 23 Prosedur pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 yaitu : a. Pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 ayat 1 undangundang No. 17 tahun 2000 adalah oleh pihak yang membayarkan penghasilan terdiri atas : 1. Badan pemerintah. 2. Subjek pajak dalam negeri. 3. Penyelenggara kegiatan.
4. Bentuk usaha tetap. 5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. b. Dasar pemotongan Adalah penghasilan bruto terkecuali untuk sewa dan jasa yang menggunakan perkiraan penghasilan netto sebagai dasar pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 ayat (1) b huruf c yang di tetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. c. Tarif pemotongan adalah : 1. Umum…………………..15% 2. Final (diatur dengan peraturan pemerintah) d. Saat pemotongan pajak penghasilan Adalah pada akhir bulan di lakukan pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan. Menurut ketentuan dalam surat keputusan Menteri Keuangan nomor 541 /KMK.04 /2000 diatur mengenai penyetoran pajak diatur sebagai berikut : 1). Ketentuan pasal 1 ayat (2) adalah pajak penghasilan (PPh) sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 dan pasal 26 undangundang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan (PPh) sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang nomor
17 tahun 2000, harus disetor paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. 2). Ketentuan pasal 2 adalah dalam hal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran bertepatan dengan hari libur, maka pembayaran atau penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. 3). Pasal 3 adalah pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan dikantor pos atau bank badan usaha milik Negara atau bank badan milik daerah, atau bank-bank lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran. 4). Pasal 4 adalah pembayaran dan penyetoran pajak harus dilakukan dengan menggunakan surat setor pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Menurut ketentuan undang-undang nomor 16 tahun 2000 KUP diatur mengenai pelaporan pajak sebagai berikut: 1.
Ketentuan pasal 3 ayat (3) adalah batas waktu penyampaian surat pemberitahuan adalah: a. Untuk surat pemberitahuan masa, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak. b. Untuk surat pemberitahuan tahunan, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak.
2.
Ketentuan pasal 3 ayat (4) adalah Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf b paling lama 6 (enam) bulan.
3. Ketentuan pasal 4 ayat (1) adalah Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan surat pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas dan menandatanganinya. 4. Ketentuan pasal 6 ayat (1) adalah surat pemberitahuan yang di sampaikan langsung oleh Wajib Pajak ke kantor Direktorat Jenderal Pajak harus diberi tanggal penerimaan oleh pejabat yang di tunjuk untuk itu, sedangkan untuk syarat pemberitahuan tahunan harus di berikan juga bukti penerimaan. 5. Ketentuan pasal 6 ayat (2) adalah penyampaian surat pemberitahuan dapat di kirimkan melalui kantor pos secara tercatat atau dengan cara lain yang di atur dengan keputusan Direktorat Jenderal Pajak. 6. Ketentuan pasal 9 ayat (2) adalah kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan surat pemberitahuan tahunan harus di bayar lunas paling lambat tanggal 20 bulan ke-3 setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak berakhir, sebelum surat pemberitahuan itu di sampaikan.
7. Ketentuan pasal 10 ayat (1) adalah Wajib Pajak membayar atau menyetor pajak yang terutang di kas Negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang di tetapkan oleh Menteri Keuangan. Atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta dan jasa pihak lain (kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan) di kenakan pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 dengan ketentuan sebagai berikut : 1.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta khusus angkutan darat adalah sebesar 15% dari perkiraan penghasilan netto. Besarnya penghasilan netto adalah 40% dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 2.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan bangunan yang telah di kenakan pajak penghasilan yang bersifat final, berdasarkan peraturan pemerintah No. 29 tahun 1996 dan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus angkutan darat adalah sebesar 15% dari perkiraan penghasilan netto. Besarnya perkiraan
penghasilan netto adalah 40% dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Perhitungan dan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 23 pada PT. INTI dilaksanakan oleh bagian keuangan yaitu seksi perpajakan. Adapun dokumen yang digunakan unuk menghitung potongan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 ini yaitu berupa tagihan yang di ajukan oleh rekanan ke PT. INTI di masukan ke dalam lembaran bukti pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 yang di dalamnya berisi nama rekanan. Cara perhitungan dan pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 23, pertama kali di lakukan adalah membuat perincian bukti pungutan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 dimana di dalam perincian tersebut jumlah brutonya di pisahkan menurut jenis penghasilannya tetapi berurutan sesuai dengan urutan tagihan rekanan kemudian di kalikan berdasarkan tarif yang di kenakan. Setelah mendapatkan pungutan pajak penghasilan (PPh) pasal 23, tiap penghasilan tersebut kemudian di buatkan daftar bukti pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 dimana di dalamnya terdapat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), nama wajib pajak, bukti
pemotongan berupa tanggal dan nomor registrasinya, dasar pengenaan pajak dan besarnya pajak penghasilan (PPh) pasal 23 yang di potong. Berikut ini penulis menyajikan bukti pungutan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 terhadap beberapa wajib pokok pajak. Tabel 3.3 Perincian Bukti Pungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 Bulan Juli 2009
NO. 1.
2.
3.
4.
5.
Jenis Penghasilan Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
Jumlah Penghasilan Bruto (Rp) 905.932.074
Sub Total Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Konstruksi, dan Jasa Konsulant kecuali konsultan kontruksi Sub Total
905.932.074 928.173.502
Jasa instalasi/pemasangan mesin Sub Total
475.019.545
Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan Sub Total
2.060.000
Jasa perawatan/pemelihara an/perbaikan
68.734.600
Perkiraan Penghasilan Netto 16,60 %
24,42
Tarif 15%
PPh yang Dipotong (Rp) 22.562.972
15%
22.562.972 33.994.629
928.173.502
33.994.629 30%
15%
475.019.545
18.136.781 18.136.781
30%
15%
2.060.000
71.900
71.900 30%
15%
1.854.384
Sub Total 6. 7.
8.
9. 10.
11.
Jasa perantara
68.734.600 65.000.000
Sub Total
65.000.000
Jasa penyedia tempat dan/waktu dalam media massa, media luar ruangan atau media lain untuk penyampaian informasi. Sub Total
29.988.000
Jasa penyedia tenaga kerja Sub Total
162.807.852
Jasa teknik
38.700.000
30%
15%
10%
15%
Jasa penyelidikan dan keamanan Sub Total
937.500
30%
15%
3.256.156 3.256.156
30%
15%
774.000 774.000
20%
15%
937.500 1.225.000
599.760
599.760
162.807.852 38.700.000
2.200.000 2.200.000
29.988.000
Sub Total
Jasa catering
1.854.384
37.500 37.500
30%
15%
49.000
Sub Total
1.225.000
49.000
Total
2.678.578.073
83.537.082
Berdasarkan tabel di atas, maka pelaksanaan pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Untuk lebih jelasnya daftar bukti pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 masa Bulan Juli 2009 dan bukti pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 23, pada PT. INTI (Persero) Bandung terdapat pada lampiran.
3.3.2 Prosedur Pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 Pajak Penghasilan (PPh) pasal 23 timbul apabila Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak BUT melakukan transaksi yang menimbulkan penghasilan dari modal atau penghasilan dari jasa tertentu. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 merupakan pembayaran pajak dimuka yang pada umumnya dapat dikreditkan pada SPT Tahunan oleh Wajib Pajak yang menerima penghasilan. PPh Pasal 23 dikenakan atas penghasilan dalam nama dan bentuk apa pun yang
dibayarkan , disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh
tempo pembayarannya atas transaksi : 1.
Penggunaan modal/uang;
2.
Penggunaan harta berwujud atau tidak berwujud;
3.
Penggunaan jasa-jasa tertentu.
Setelah pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 di lakukan, maka seluruh jumlah yang telah di potong tersebut wajib di setor ke kas Negara. Di PT. INTI (Persero) Bandung yang bertanggung jawab menyetor pajak penghasilan (PPh) pasal 23 ini adalah bagian keuangan pada bidang perpajakan. Penyetoran di lakukan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak. Apabila jatuh pada hari libur, maka penyetoran di lakukan pada hari kerja berikutnya. Penyetoran pajak di
laksanakan melalui Kantor Pos atau Bank Usaha Milik Negara atau Bank Milik Daerah dalam hal ini khususnya PT. INTI (Persero) Bandung adalah melalui Kantor Pos dan Giro Moch. Tohha. Sarana atau dokumen yang di gunakan dalam penyetoran pajak penghasilan (PPh) pasal 23 ini adalah Formulir Surat Setoran Pajak (SSP). Berikut ini penulis menyajikan sebuah contoh penyetoran pajak penghasilan (PPh) pasal 23 untuk masa pajak bulan Juli tahun 2009 oleh PT. INTI (Persero) Bandung yang terdapat pada lampiran. Berdasarkan bukti pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 pada PT. INTI (Persero) Bandung, maka pelaksanaan penyrtoran pajak penghasilan (PPh) pasal 23 sudah sesuai dengan ketentuan perundangundangan perpajakan. 3.3.3 Prosedur Pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan Pasal 23 Dalam pelaksanaan pelaporan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 di PT. INTI (Persero) Bandung sarana yang di gunakan adalah Surat Pemberitahuan (SPT). Surat Pemberitahuan (SPT) ada dua macam, yaitu : 1.
Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa), yaitu surat yang di
gunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak.
2.
Surat Pemberitahuan Pajak (SPT Tahunan), yaitu surat yang di
gunakan
wajib
pajak
untuk
melaporkan
perhitungan
atau
pembayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak. Dalam hal ini PT. INTI (Persero) Bandung telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yaitu 01.001.672.3-441.001 dan terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Adapun prosedur
Pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) yang di
lakukan oleh PT. INTI (Persero) Bandung sebagai Wajib Pajak setelah mengambil sendiri Surat Pemberitahuan (SPT) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), yaitu mengisi formulir SPT Masa dengan benar, jelas dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan, karena pengisian yang tidak benar yang mengakibatkan kurang bayar akan dikenakan sanksi perpajakan.
3.3.4 Prosedur Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan Pasal 23 Adapun batas waktu penyampaian atau Pelaporan SPT Masa pajak penghasilan (PPh) pasal 23 yaitu tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir. Jika tanggal 20 jatuh pada hari libur maka SPT Masa disampaikan pada hari kerja sebelumnya. SPT Masa pajak penghasilan (PPh) pasal 23 terdiri dari : a. Lembar ke-1 untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
b. Lembar ke-2 untuk Pemotong Pajak. Sedangkan untuk kelengkapan SPT Masa pajak penghasilan (PPh) pasal 23 ada beberapa lampiran yang harus di cantumkan, yaitu : 1.
Daftar bukti potong pajak penghasilan (PPh) pasal 23/26.
2. Lembar ke-2 bukti pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 23/26. 3.
Lembar ke-3 Surat Setoran Pajak (SSP).
3.3.5. Kendala yang Timbul atas Pelaksanaan Perhitungan, Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23 atas Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan harta dan Jasa Pihak Lain. Berdasarkan informasi yang penulis peroleh dari staf pegawai yang menangani masalah perpajakan, masalah-masalah yang sering timbul yaitu adanya kesalahan dalam pencatatan dan penghitungan pada saat di lakukannya pengisian daftar bukti pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 23, kesalahan dalam menginput nama rekanan, dan pengisian perincian bukti pemungutan pajak penghasilan (PPh) pasal 23.
3.3.6. Upaya untuk mengatasi Masalah-Masalah
atas Hambatan yang
Timbul dalam pelaksanaan perhitungan, pemotongan, penyetoran
dan pelaporan PPh pasal 23 atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta dan jasa pihak lain. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut PT. INTI (Persero) Bandung melakukan upaya : 1. Berusaha mencatat besarnya pungutan dari rekanan dari setiap perubahan yang ada langsung di koreksi. 2. Apabila terjadi kesalahan dalam pencatatan dan penghitungan, maka melakukan pembetulan pada Surat Pemberitahuan (SPT) pajak penghasilan (PPh) pasal 23 sebelum di lakukan penyetoran. 3. Agar memudahkan proses pencatatan dan penghitungan, maka semua kegiatan ini di lakukan dengan menggunakan teknologi komputer guna mencapai hasil yang lebih efisien dan efektif.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN Berdasarkan Pembahasan hasil pelaksanaan kerja praktek tentang Cara Perhitungan dan Pemotongan PPh Pasal 23, Prosedur Pembayaran PPh Pasal 23, Prosedur Pengisian SPT PPh Pasal 23, Prosedur Pelaporan SPT PPh Pasal 23, Kendala-kendala yang timbul atas pelaksanaan perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan harta dan jasa pihak lain serta bagaimana upaya mengatasi masalah-masalah atas hambatan yang timbul tersebut, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Cara perhitungan dan pemotongan pajak penghasilan (PPh)
pasal 23, pertama kali dilakukan adalah membuat perincian bukti pungutan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 dimana di dalam
perincian tersebut jumlah brutonya di pisahkan menurut jenis penghasilannya tetapi berurutan sesuai dengan urutan tagihan rekanan kemudian di kalikan berdasarkan tarif yang di kenakan. 2.
Setelah pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 di
lakukan, maka seluruh jumlah yang telah di potong tersebut wajib di setor ke kas Negara. Di PT. INTI (Persero) Bandung yang bertanggung jawab menyetor pajak penghasilan (PPh) pasal 23 ini adalah bagian keuangan pada bidang perpajakan. Penyetoran di lakukan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak. Apabila jatuh pada hari libur, maka penyetoran di lakukan pada hari kerja berikutnya. Penyetoran pajak di laksanakan melalui Kantor Pos atau Bank Usaha Milik Negara atau Bank Milik Daerah dalam hal ini khususnya PT. INTI (Persero) Bandung adalah melalui Kantor Pos dan Giro Moch. Tohha. 3.
Prosedur
Pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) yang di
lakukan oleh PT. INTI (Persero) Bandung sebagai Wajib Pajak setelah mengambil sendiri Surat Pemberitahuan (SPT) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), yaitu mengisi formulir SPT Masa dengan benar, jelas dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan, karena
pengisian yang tidak benar yang mengakibatkan kurang
bayar akan dikenakan sanksi perpajakan.
4.
Adapun batas waktu penyampaian atau Pelaporan SPT Masa
pajak penghasilan (PPh) pasal 23 yaitu tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir. Jika tanggal 20 jatuh pada hari libur maka SPT Masa disampaikan pada hari kerja sebelumnya. SPT Masa pajak penghasilan (PPh) pasal 23 terdiri dari : a. Lembar ke-1 untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP). b. Lembar ke-2 untuk Pemotong Pajak. 5.
Masalah-masalah yang sering timbul yaitu adanya kesalahan
dalam pencatatan dan penghitungan pada saat di lakukannya pengisian daftar bukti pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 23, kesalahan dalam menginput nama rekanan, dan pengisian perincian bukti pemungutan pajak penghasilan (PPh) pasal 23. 6.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut : a.
Berusaha mencatat besarnya pungutan dari rekanan dari
setiap perubahan yang ada langsung di koreksi. b.
Apabila
penghitungan,
terjadi maka
kesalahan melakukan
dalam
pencatatan
pembetulan
pada
dan Surat
Pemberitahuan (SPT) pajak penghasilan (PPh) pasal 23 sebelum di lakukan penyetoran.
c.
Agar memudahkan proses pencatatan dan penghitungan,
maka semua kegiatan ini di lakukan dengan menggunakan teknologi komputer guna mencapai hasil yang lebih efisien dan efektif.
4.2 SARAN Dari hasil tinjauan penulis selama melaksanakan kerja praktek pada PT. INTI (Persero) Bandung, penulis mempunyai saran yang akan disampaikan, yaitu : 1.
Dalam pelaksanaan pencatatan, pengisian dan penghitungan
dalam Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23, Perincian Bukti Pungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23, sebaiknya menggunakan alat bantu computer sebagai pengganti sistem manual yang selama ini dipakai. 2.
Materi dan Data yang diberikan kepada mahasiswa/i kerja
praktek sudah cukup baik dan bimbingan staf pegawai yang menangani masalah perpajakan pada saat berjalannya kerja praktek masih sangat diharapkan agar kerja praktek dapat berjalan lancar, apabila ada hal-hal yang tidak dimengerti praktek kerja lapangan, misalnya pada saat Pengisian Surat Pemberitahuan (SPT), maka
praktek kerja lapangan dapat bertanya secara langsung kepada staf pegawainya. 3.
Dalam persiapan dokumen hendaknya dilakukan secara rapi,
tersusun dan memiliki tempat khusus yang memadai dan mencukupi untuk mempermudah dalam pencarian data atau dokumen bila suatu saat dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Muda Markus & Lalu Hendry Yujana. 2002. Pajak Penghasilan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Erly Suandy. 2005. Hukum Pajak. Jakarta : Salemba Empat Mardiasmo. 2003. Perpajakan. Jakarta : Andi Waluyo, Wiraman B.Ilyas. 2003. Perpajakan Indonesia. Jakarta : Salemba Empat
Republik Indonesia. 2007. Undang-undang Pajak No. 17 Tentang pajak Penghasilan. Jakarta : Salemba Empat
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Elisa Lora Suminar Tempat/Tanggal/LAhir : Bandung, 10 Desember Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Jl. Cukangjati No. 60/116, Rt. 005 Rw. 001 Bandung 40273 Agama : Islam Status : Mahasiswi No Telp : 081931385809 Riwayat Pendidikan :
1. Mahasiswi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia (Masih tercatat sebagai mahasiswi) 2. SMU Tamansiswa Bandung 3. SMP Muslimin 3 Bandung 4. SDN Perintis Karawang 5. TK Bhayangkari Bandung
LAMPIRAN-LAMPIRAN