TINJAUAN LITERATUR Irigasi Hingga seperempat pertama abad 20, pengembangan irigasi berkelanjutan merupakan bagian dari pengembangan kemanusiaan. Pengembangan fisik irigasi (bangunan berikut jaringan irigasi) berada dalam kedudukan yang sama penting dengan aspek pengelolaan (Sutardjo, 2001). Irigasi secara umum didefenisikan sebagai penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanam – tanaman. Pemberian air irigasi dapat dilakukan dalam lima cara: (1) dengan penggenangan (flooding); (2) dengan menggunakan alur, besar atau kecil; (3) dengan menggunakan air di bawah permukaan tanah melalui sub irigasi, sehingga menyebabkan permukaan air tanah naik; (4) dengan penyiraman (sprinkling); atau dengan sistem cucuran (trickle) (Hansen dkk, 1986).
Irigasi Tetes Irigasi cucuran, juga disebut irigasi tetesan (drip), terdiri dari jalur pipa yang ekstensif biasanya dengan diameter yang kecil yang memberikan air yang tersaring langsung ke tanah dekat tanaman. Alat pengeluaran air pada pipa disebut pemancar (emitter) yang mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam. Dari pemancar, air menyebar secara menyamping dan tegak oleh gaya kapiler tanah yang diperbesar pada arah gerakan vertikal oleh gravitasi. Daerah yang dibatasi oleh pemancar tergantung kepada besarnya aliran, jenis tanah, kelembaban tanah, dan permeabilitas tanah vertikal dan horizontal (Hansen dkk,1986)
Universitas Sumatera Utara
Irigasi tetes merupakan cara pemberian air dengan jalan meneteskan air melalui pipa-pipa secara setempat di sekitar tanaman atau sepanjang larikan tanaman. Disini hanya sebagian dari daerah perakaran yang terbasahi, tetapi seluruh air yang ditambahkan dapat diserap cepat pada keadaan kelembaban tanah yang rendah. Jadi keuntungan cara ini adalah penggunaan air irigasi yang sangat efisien (Hakim dkk, 1986). Irigasi tetes dapat dibedakan atas dua jenis yaitu irigasi tetes dengan pompa dan irigasi tetes dengan gaya gravitasi. Irigasi tetes dengan pompa yaitu irigasi tetes dengan sistem penyaluran air diatur dengan pompa. Irigasi tetes pompa ini umumnya memiliki alat dan perlengkapan yang lebih mahal daripada irigasi sistem gravitasi Irigasi sistem gravitasi adalah irigasi yang menggunakan gaya gravitasi dalam penyaluran air dari sumber. Irigasi ini biasanya terdiri dari unit pompa air untuk penyediaan air, tangki penampungan untuk menampung air dari pompa, jaringan pipa dengan diameter yang kecil dan pengeluaran air yang disebut pemancar emitter yang mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam ( Hansen dkk, 1986). Hal yang perlu diketahui dalam merancang irigasi tetes adalah sifat tanah, jenis tanah, sumber air, jenis tanaman, dan keadaan iklim. Sifat dan jenis tanah yang diperhatikan adalah kedalaman tanah, tekstur tanah, permeabilitas tanah dan kapasitas penyimpanan air (James dkk, 1982). Pemberian air yang ideal adalah sejumlah air yang dapat membasahkan tanah diseluruh daerah perakaran sampai keadaan kapasitas lapang. Jika air diberikan berlebihan mengakibatkan penggenangan di tempat-tempat tertentu
Universitas Sumatera Utara
yang memburukkan aerasi tanah. Pedoman yang umum tentang waktu pemberian air adalah sekitar 60 % air yang tersedia di tanah. (Hakim dkk, 1986).
Komponen Irigasi Tetes Jaringan pipa pada irigasi tetes Pipa yang digunakan pada irigasi tetes terdiri dari pipa lateral, pipa sekunder dan pipa utama komponen penting dari irigasi tetes. Tata letak dari irigasi tetes dapat sangat bervariasi tergantung kepada berbagai faktor seperti luas tanah, bentuk dan keadaan topografi. Irigasi tetes tersusun atas dua bagian penting yaitu pipa dan emitter. Air dialirkan dari pipa dengan banyak percabangan yang biasanya terbuat dari plastik yang berdiameter 12 mm (1/2 inchi) – 25 mm (1 inchi) (Hansen dkk, 1986). Ukuran pipa harus cocok dengan pompa yang digunakan. Jaringan irigasi tetes menggunakan pipa PVC (Polyvinylchloride) dan PE (Poly Ethylene). Seluruh pipa tersebut diatur sedemikian rupa sehingga terdapat pipa utama, pipa sekunder dan kalau ada pipa tersier. Pipa yang digunakan biasanya berukuran 0,5 – 1 inchi (1,27 – 2,54 cm) dan pipa sekunder 0,24 – 0,5 inchi (0,61 – 1,27 cm) (Najiyanti dan Danarti, 1993). Pipa utama (main line, head unit) terdiri dari pompa, tangki injeksi, filter utama, pengukur tekanan, pengukuran debit dan katup pengontrol. Pipa utama umumnya terbuat dari pipa polyvinylchloride (PVC), galvanized steel atau besi cord yang berdiameter antara 7,5 – 25 cm. Pipa utama dapat dipasang di bawah permukaan tanah (Prastowo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Pipa pembagi (sub-main, manifold) dilengkapi dengan filter kedua yang lebih halus (80 - 100 µ m), katup solenoid, regulator tekanan, pengukur tekanan dan katup pembuang. Pipa sub-utama terbuat dari pipa PVC atau pipa HDPE (high density polyethylene) dan diameter antara 50 – 75 mm. Penyambungan pipa pembagi dengan pipa utama (Prastowo, 2003). Pipa lateral umumnya terbuat dari pipa PVC fleksibel atau pipa politeline dengan diameter 12 mm – 32 mm. Emiter dimasukkan ke dalam pipa lateral pada jarak yang ditentukan yang dipilih sesuai dengan tanaman dan kondisi tanah. Pipa lubang ganda, pipa porus dan pipa dengan perforasi yang kecil digunakan pada beberapa instalasi untuk menggunakan keduanya sebagai pipa pembawa dan sebuah system emitter (Hansen dkk, 1986). Menurut Keller dan Bliesner (1990) dalam sistem irigasi tetes tersusun atas pipa dan emiter. Air dialirkan dari pipa dengan banyak percabangan yang biasanya terbuat dari plastik yang diameter 12 mm (1/2 inchi) – 25 mm (1 inchi).
Emiter Emiter merupakan alat pengeluaran air yang disebut pemancar. Emiter mengeluarkan dengan cara meneteskan air langsung ke tanah ke dekat tanaman. Emiter mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam. Dari emiter air keluar menyebar secara menyamping dan tegak oleh gaya kapiler tanah yang diperbesar pada arah gerakan vertikal oleh gravitasi. Daerah yang dibasahi emiter tergantung pada jenis tanah, kelembaban tanah, permeabilitas tanah. Emiter harus menghasilkan aliran yang relatif kecil menghasilkan debit yang mendekati
Universitas Sumatera Utara
konstan. Penampang aliran perlu relatif lebar untuk mengurangi tersumbatnya emiter (Hansen dkk, 1986). Menurut Keller dan Bliesner (1990) emiter merupakan alat pembuangan air, emiter dipasang di dekat tanaman dan tanah. Semakin dekat ke tanah semakin efisien air yang diterima tanah dan tanaman karena semakin besar daerah yang terbasahi semakin tinggi kelembaban tanah. Semakin dekat jarak emiter maka semakin banyak daerah yang terbasahi. Berdasarkan pemasangan di pipa lateral, penetes dapat menjadi (a) On-line emitter, dipasang pada lubang yang dibuat di pipa lateral secara langsung atau disambung dengan pipa kecil; (b) In-line emitter, dipasang pada pipa lateral dengan cara memotong pipa lateral. Penetes juga dapat dibedakan berdasarkan jarak spasi atau debitnya, yaitu (a) Point source emitter, dipasang dengan spasi yang renggang dan mempunyai debit yang relatif besar; (b) Line source emitter, dipasang dengan spasi yang lebih rapat dan mempunyai debit yang kecil. Pipa porous
dan
pipa
berlubang
juga
dimasukkan
pada
kategori
ini
(Prastowo, 2003).
Filter rokok Ada dua jenis rokok, yaitu rokok yang berfilter dan rokok yang tidak berfilter. Filter pada rokok terbuat dari bahan busa serabut sintetis yang berfungsi menyaring nikotin. Busa dalam kehidupan nyata biasanya tidak teratur dan memiliki ukuran gelembung yang bervariasi (Lembaga Kesehatan Gigi, 2008). Busa yang padat bisa diklasifikasikan ke dalam dua jenis berdasarkan pada struktur pori-porinya. Jenis busa yang pertama disebut busa berstruktur sel
Universitas Sumatera Utara
terbuka. Busa ini memiliki pori-pori yang berhubungan satu sama lain dan membentuk sebuah jaringa yang saling berhubungan yang relatif lunak. Jenis busa kedua tidak memiliki pori-pori yang saling berhubungan dan disebut busa sel tertutup. Normalnya busa sel tertutup memiliki kekuatan pemampatan yang leih tinggi. Karena lebih padat, busa sel tertutup membutuhkan lebih banyak material dan sebagai konsekuensinya lebih mahal untuk diproduksi. Sel-sel tertutup bisa diisi dengan sebuah gas khusus yang menyediakan insulasi yang unggul. Al ini berlawanan dengan busa sel terbuka yang akan diisi dengan apapaun yang berada di sekelilingnya. Busa sel terbuka menjadi penyekat yang relati bagus saat diisi dengan udara. Tapi jika terisi air, sifat penyekatnya akan berkurang. Salah satu golongan khususnya busa sel tertutup dikenal sebagai busa sintaktik, yang mengandung partikel-partikel berongga yang terbenam di dalam sebuah bahan matriks. Busa struktur sel tertutup memiliki kestabilan dimensi yang lebih tinggi, koefisien serapan kelengasan yang rendah, serta kekuatan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan busa berstruktur sel terbuka. Busa adalah sebuah substansi yang terbentuk dengan menjebak banyak sekali gelembung gas dalam benda cair atau padat (Wikipedia, 2010).
Tabung Marihot Tabung Marihot merupakan tabung untuk mengalirkan air dengan head sesuai dengan rancangan kita (20 cm – 250 cm). Prinsp kerja tabung marihot adalah pengaliran air dengan tekanan atmosfir atau dengan kata lain
low
pressure, sehingga air yang keluar pada setiap emiter akan seragam. Tabung marihot berfungsi sebagai wadah atau tangki air irigasi/ larutan nutrisi yang dapat
Universitas Sumatera Utara
mengalirkan aliran debit tetap, dan debit akan berubah pada elevasi yang berbeda (pada head yang berbeda). Bagian ini dilengkapi dengan selang-selang kecil untuk saluran pemasukan udara dan saluran pengairan. Cara kerja tabung marihot yaitu udara luar yang mempunyai tekanan 1 atm masuk ke dalam tabung marihot melalui lubang masuk udara, karena berat udara yang lebih ringan dari larutan nutrisi (air irigasi) maka udara luar yang masuk akan naik ke bagian atas tabung marihot. Udara yang berada di bagian atas tabung akan menekan air irigasi (larutan nutrisi) yang ada dalam tabung marihot dengan tekanan tetap sebesar 1 atm sehingga larutan nutrisi akan mengalir keluar melalui lubang pengaliran dengan kecepatan yang tetap. Adanya tekanan udara dan beda head yang tetap ini akan menyebabkan kecepatan aliran nutrisi tetap. Lubang pemasukan udara
Penutup dan tempat pemasukan larutan nutrisi.
Selang pemasukan udara dan indicator isi larutan nutrisi dalam tangki
Kran pembuka laju aliran nutrisi (output)
Gambar 1. Tabung Marihot
Tekanan Menurut Erizal (2003) keseragaman pemberian air ditentukan berdasarkan variasi debit yang dihasilkan emiter. Karena debit merupakan fungsi dari tekanan operasi, maka variasi tekanan operasi merupakan faktor keseragaman aliran. Oleh karena tekanan berpengaruh pada debit emiter maka semakin besar tinggi air tangki penampungan akan semakin tinggi pula tekanan. Sehingga debit akan semakin besar.
Universitas Sumatera Utara
Debit Debit adalah banyaknya volume air yang mengalir per satuan waktu. Pada irigasi tetes debit yang diberikan hanya beberapa liter per jam. Umumnya debit rata-rata dari emiter tersedia dari suplier peralatan. Debit untuk irigasi tetes bergantung dari jenis tanah dan tanaman. Debit irigasi tetes yang umum digunakan 4 ltr/jam, namun ada beberapa pengelolaan pertanian menggunakan debit 2, 6, 8 ltr/jam. Penggunaan debit berdasarkan jarak tanam dan waktu operasi (Keller dan Bliesner, 1990). Menurut James dkk (1982) pemberian air dalam jumlah yang kecil kemungkinan tidak akan dapat terserap oleh tanah dan tanaman, namun pemberian air dalam jumlah yang besar akan menimbulkan genangan dan aliran permukaan. Pemberian air pada irigasi tetes erat kaitannya dengan debit, hanya saja pada irigasi tetes debit relatif kecil per detiknya.
Variasi Debit Emiter Emiter yang baik haruslah menghasilkan debit yang sama pada tekanan operasi yang sama. Akan tetapi, setiap emiter tidak dapat dibuat persis sama. Tingkat variasi pabrikasi emiter (coefficient of manufacturing for the emitter), v. Nilai v yang disarankan diklasifikasikan seperti pada Tabel 1 berikut Tabel 1. Klasifikasi v yang disarankan Tipe Emiter v Point Source < 0.05 0.05 – 0.10 0.10 – 0.15 >0.15 Line source < 0.10 0.10- 0.12 > 0.12 (Prastowo, 2003)
Klasifikasi Baik Menengah Kurang Tidak baik Baik Menengah Kurang hingga tidak baik
Universitas Sumatera Utara
Keseragaman Emisi Keseragaman pemberian air dari setiap emiter pada keseluruhan sistem irigasi tetes dinyatakan dengan keseragaman emisi (Emission Uniformity,EU). Keseragaman emisi (EU) yang disarankan oleh ASAE seperti yang disajikan pada Tabel 2 berikut Tabel 2. Keseragaman emisi (EU) yang disarankan Tipe Emiter Topografi EU untuk daerah kering (%) Point source pada tanaman Seragam c 90 – 95 a d permanen Bergelombang 85 – 90 Point source pada tanaman Seragam permanen atau semi permanen Bergelombang
85 – 90 80 – 90
b
Line source pada tanaman Seragam tahunan dalam baris Bergelombang
80 – 90 70 - 85
a
spasing > 4 m spasing < 2 m c kemiringan < 2 % d kemiringan > 2 % Untuk daerah basah (humid) nilai EU lebih rendah hingga 10% b
(Prastowo, 2003)
Kadar Air Tanah Air terdapat di dalam tanah karena diserap oleh massa tanah, air dapat meresap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya – gaya adhesi, kohesi dan gaya gravitasi. Banyaknya kandungan air dalam tanah berhubungan erat dengan besarnya tegangan air dalam tanah tersebut (Hardjowigeno, 1987). Kadar air tanah dinyatakan dalam persen volume yaitu persentase volume air terhadap volume tanah. Cara ini mempunyai keuntungan karena dapat memberikan gambaran tentang ketersediaan air bagi tanaman pada volume tanah tertentu. Cara penetapan kadar air dapat dilakukan dengan sejumlah tanah basah
Universitas Sumatera Utara
dikering ovenkan dalam oven pada suhu 100 oC – 110 0C untuk waktu tertentu. Air yang hilang karena pengeringan tersebut merupakan sejumlah air yang tergantung dalam tanah tersebut. Air irigasi yang memasuki tanah mula-mula menggantikan udara yang terdapat dalam pori makro dan kemudian pori mikro. Air tambahan berikutnya akan bergerak ke bawah melalui proses pergerakan air jenuh. Gerakan air ini berlangsung terus selama cukup air ditambahkan dan tidak ada penghalang. Pergerakan air tidak hanya terjadi secara vertikal tetapi juga horizontal. Gaya gravitasi tidak berpengaruh terhadap pergerakan horizontal (Hakim dkk, 1986).
Porositas Pori – pori tanah adalah bagian bahan padatan tanah tetapi terisi udara dan air. Pori – pori tanah dapat dibedakan atas dua bagian yaitu pori kasar (macro pore) berisi udara dan gravitasi. Pori halus (micro pore) berisi udara dan air kapiler. Porositas tanah dipengaruhi kandungan bahan organik, struktur tanah, dan tekstur tanah (Hardjowigeno, 1987). Pada umumnya tekstur yang kasar, kerikil, tanah berpasir mempunyai suatu persentase ruang pori yang kecil, dan lempung - lumpur yang mempunyai tekstur
halus
serta
lempung
mempunyai
suatu
persentase
besar
(Hansen dkk, 1986). Di dalam tanah terdapat sejumlah ruang pori – pori. Ruang pori – pori ini penting karena ruang ini diisi oleh air dan udara. Jumlah air yang bergerak melalui tanah berkaitan dengan ukuran pori – pori tanah. Oleh karena itu berat tanah dan berat jenis tanah berhubungan dengan porositas.
Universitas Sumatera Utara
BTKO ( gr ) ...................................... (1) Kerapatan isi = 3 Volume Tanah (cm )
Porositas dapat dihitung dari kerapatan isi dan kerapatan zarah dengan rumus sebagai berikut :
Kerapa tan isi × 100 % ......................................... (2) Porositas = 1 − apa zarah ker tan Kerapatan zarah tiap jenis tanah adalah konstan tidak bervariasi, untuk kebanyakan tanah mineral rata – rata 2,56 gr/cm3. Perbedaan kerapatan zarah diantara jenis – jenis tanah tidak begitu besar (Hakim dkk, 1986).
Tekstur Tanah Tekstur tanah adalah kehalusan atau kekasaran bahan tanah pada perabaan berkenaan dengan perbandingan berat antar fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1998). Tekstur tanah penting kita ketahui, oleh karena itu komposisi ketiga fraksi butir – butir tanah tersebut akan menentukan sifat fisik. Pasir ukurannya lebih besar dan memiliki luas permukaan yang kecil dibanding dengan liat dan debu. Luas permukaan liat jauh lebih besar dari luas permukaan fraksi debu. Luas permukaan dari ketiga fraksi sangat menentukan penyerapan udara dan air (James dkk, 1982). Tekstur tanah berhubungan erat dengan plastisitas, permeabilitas, kekerasan, kemudahan oleh kesuburan dan produksi tanah pada daerah – daerah geografis tertentu. Fraksi yang mempunyai luas permukaan yang lebih besar lebih susah dalam penyerapan air. Fraksi pasir mempunyai luas permukaan yang kecil,
Universitas Sumatera Utara
tetapi memiliki ukuran yang besar, maka fungsi utamanya adalah sebagai penyokong tanah dimana sekelilingnya terdapat partikel – partikel liat dan debu yang lebih aktif. Kecuali dalam jumlah yang kecil, maka semakin tinggi persentase pasir dalam tanah, semakin banyak ruang pori – pori diantara partikel – partikel
tanah
semakin
dapat
memperlancar
gerakan
udara
dan
air
(Hakim dkk, 1986). Pada tanah yang berat, penyimpanan air dengan metoda irigasi tetes biasanya berkisar antara 20 – 40 %; sementara untuk tanah dengan permeabilitas yang dangkal diduga 50 – 70 % daerah perakaran tanaman mengandung air di sekitar daerah yang terbasahi pada masing – masing outlet, sehingga sistem ini sangat cocok untuk tanah berpasir dengan tingkat perkolasi yang tinggi (Buckman dan Nyle, 1982). Ukuran partikel menentukan susunan tekstur tanah. Tekstur suatu tanah mempunyai suatu pengaruh yang sangat penting pada aliran air pada tanah, sirkulasi udara dan besarnya transformasi kimia yang penting bagi kehidupan tanaman (Hansen dkk, 1986).
Kedalaman Tanah Perlunya memiliki suatu kedalaman tanah yang cukup untuk menyimpan air irigasi yang cukup pada masing – masing irigasi perlu ditekankan. Tanah di daerah kering relatif dalam dibandingkan dengan tanah di di daerah lembab. Tanah yang dangkal memerlukan pemberian air yang sering untuk memelihara tumbuhnya tanaman. Kehilangan perkolasi dalam yang luar biasa biasanya terjadi dari irigasi bila tanah yang dangkal didasari oleh tekstur kasar, pasir yang
Universitas Sumatera Utara
permeabilitasnya tinggi dan kerikil. Tanah dalam yang bertesktur medium dan strukturnya lepas memungkinkan tanaman untuk mengakar secara dalam, memberikan kesempatan untuk menampung volume air irigasi yang besar dalam tanah, dan konsekuensinya mempertahankan pertumbuhan tanaman secara memuaskan
selama
periode
relatif
panjang
antara
pemberian
air
(Hansen dkk, 1992).
Tanah Inceptisol Inceptisol didapatkan dari bahasa Latin inceptum, artinya permulaan. Perkembangan horizon genetik baru saja dimulai dalam Inceptisol, namun masih dianggap lebih tua daripada Entisol. Biasanya, Inceptisol memiliki epipedon ochrik dan memiliki beberapa horizon diagnostik lainnya, dan menunjukkan sedikit bukti eluviasi ataupun illuviasi. Bukti pengaruh cuaca yang hebat belum memadai. Mereka tidak memiliki ciri diagnostik yang memadai untuk dimasukkan ke dalam beberapa dari delapan orde tanah lainnya (Foth, 1978). Penafsiran Inceptisol untuk pemakaian pertanian dan non pertanian tentu saja berbed. Daerah yang terjal sangat cocok untuk ditanami pohon, cocok juga untuk tujuan rekreasi, atau kehidupan liar, dan Inceptisol yang memiliki drainase buruk bisa digunakan untuk bercocok tanam, asal saja drainase buatan layak atau disediakan (Buol dkk, 1980). Inceptisol dapat disebut tanah muda karena profilnya mengandung horizon yang diperkirakan terbentuk agak cepat dan kebanyakan hasil dari perubahan batuan induk (Buringh, 1993).
Universitas Sumatera Utara
Tanah inceptisol adalah tanah yang sangat muda. Bahan penyusun tanah ini kebanyakan berupa bahan tanah yang lepas – lepas tanpa atau perkembangan tanah yang sangat lemah. Tanah ini menahan sedikit air. Mempunyai daya tambat air yang rendah tetapi bersifat lolos air (Brady, 1974).
Tanah Entisol Entisol dicirikan oleh kemudaan dan tentu saja tanpa horizon genetik alami ataupun baru saja memiliki permulaan horizon. Adapun konsep dasar dari Entisol adalah tanah dalam regolith dalam ataupun tanah tanpa horizon kecuali barangkali lapisan bajakan. Namun demikian, sebagian Entisol memiliki horizon plaggen, agrik, atau A2 (albik), dan sebagian memiliki batuan keras yang dekat dengan permukaan (Foth, 1978). Entisol menunjukkan masalah-masalah teknik dalam banyak wilayah. Erosi oleh air, angin, dan limbah massa adalah penting di daerah terjal ataupun berbukit-bukit hingga daerah pegunungan, dimana hanyutan infiltrasi terjadi dengan cepat. Lahan bebatuan, berpasir memunculkan bahaya-bahaya ini dalam beberapa cara yang berbeda (Buol dkk, 1980). Utami dan Handayani (2003) mengemukakan, tanah Entisol merupakan tanah yang relatif kurang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman, sehingga perlu upaya untuk meningkatkan produktivitasnya dengan jalan pemupukan. Sistem pertanian konvensional selama ini menggunakan pupuk kimia dan pestisida yang makin tinggi takarannya. Peningkatan takaran ini menyebabkan terakumulasinya hara yang berasal dari pupuk/pestisida di perairan maupun air tanah, sehingga mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan,. Tanah sendiri
Universitas Sumatera Utara
juga akan mengalami kejenuhan dan kerusakan akibat masukan teknologi tinggi tersebut. Atas latar belakang tersebut mulai dikembangkan sistem pertanian organik yang dahulu telah lama dilakukan oleh nenek moyang kita. Beberapa petani di Sleman dan Magelang telah melakukannya, sementara yang lain belum tertarik karena belum mengetahui manfaatnya terutama terhadap perbaikan sifat tanah. Di Indonesia tanah Entisol banyak diusahakan untuk areal persawahan baik sawah teknis maupun tadah hujan pada daerah dataran rendah. Tanah ini mempunyai konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi dan kandungan hara tersediakan rendah.Potensi tanah yang berasal dari abu vulkan ini kaya akan hara tetapi belum tersedia, pelapukan akan dipercepat bila terdapat cukup aktivitas bahan organik sebagai penyedia asam-asam organik.
Tanah Ultisol Ultisol memiliki horizon argilik dengan kejenuhan dasar yang rendah, kurang dari 35 %. Jumlah alumunium yang tinggi yang bisa dipertukarkan biasanya dijumpai. Mereka terjadi dalam bagian-bagian dunia yang lebih panas dimana suhu tanah tahunan adalah 47 0F (8 0C) atau lebih dan curah hujan yang melebihi penguapan (Foth, 1978). Ultisol menunjukkan potensi besar untuk produksi pertanian. Mereka berkembang dalam iklim-iklim yang memiliki musim bebas bekuan yang panjang dan curah hujan yang berlimpah. Bila curah hujan tidak memadai untuk periode waktu singkat selama musim pertumbuhan, irigasi adalah layak karena suplai air yang baik pada kedalaman yang dangkal (Buol dkk, 1980).
Universitas Sumatera Utara
Daerah terbasahi Jika air bebas diberikan kesempatan merambah ke dalam suatu kolom tanah yang kering dan posisi mendatar dan yang mempunyai keragaman struktur berat isi, tingkat kekeringan , maka akan menunjukkan hubungan yang erat antar jarak perambatan, kecepatan, dan waktu yang diperlukan untuk mencapai jarak tersebut (Kertonegoro dkk, 1998). Semua jenis tanah bersifat lolos air, dimana air akan mengalir melalui ruang – ruang kosong yang terdapat diantara butir – butir tanah. Daerah yang dibasahi pada suatu areal tergantung pada kecepatan dan volume dari pemancar emiter. Besarnya daerah terbasahi berhubungan dengan volume air yang diberikan per satuan waktu dan keadaan fisik tanah tersebut yaitu konduktivitas hidrolik atau permeabilitas tanah. Pada irigasi tetes daerah terbasahi tidak memiliki pola penyebaran seperti irigasi sprinkel, air merembes ke dalam tanah di sekitar daerah perakaran mengikuti suatu alur yang berliku –liku diantara partikel – partikel tanah. Untuk mengetahui daerah terbasahi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : W = K (Vw) Dimana :
0,22
Cs q
− 0 ,17
.................................................. (3)
W = lebar daerah terbasahi atau pola penyebaran air (m) Vw = volume air yang diberikan (l) Cs = permeabilitas tanah (m/s) q = debit emitter (l/jam) K = koefisien empiris (0,0031 unit) (Keller dan Bliesner, 1990)
Universitas Sumatera Utara
Uji Tanah Uji tanah adalah pengukuran sifat kimia dan fisika yang diperlakukan terhadap tanah dan dapat memberikan informasi kepada kebutuhan hara tertentu. Uji tanah memiliki beberapa tujuan. Fitts dan Nelson (1956) dalam Mukhlis (2007) menyatakan analisis tanah tersebut memiliki tujuan : a. Mengelompokkan tanah atas kelas – kelas tertentu agar dapat ditetapkan tindakan pemupukan dan pengaturan b. Menduga respon yang diperoleh dari pemberian unsur hara c. Membantu mengevaluasi produktivitas lahan d. Menentukan keadaan tanah tertentu dalam
menetapkan tindakan
pemanfaatannya
Efisiensi Penyebaran Irigasi Tetes Dalam pemberian air irigasi adalah distribusi air irigasi normal yag merata pada daerah perakaran. Pada hampir seluruh keadaan, makin merata air yang didistribusikan makin baik reaksi tanaman. Penyebaran air yang tidak sama mengandung banyak karakteristik yang tidak diinginkan. Daerah yang kering terlihat perbedaan yang diberi air irigasi secara tidak merata kecuali kelebihan air yang tidak digunakan, yang sebaliknya berakibat pada pemborosan air. Apabila ada kecenderungan untuk akumulasi garam, daerah tersebut yang menerima air lebih sedikit dari kedalaman air yang diinginkan akan menunjukkan akumulasi garam yang paling besar. Rumus untuk efisiensi penyebaran air yang
Universitas Sumatera Utara
menggambarkan sampai dimana air didistribusikan secara merata sebagai berikut : Ed = 100 (1 – y/d)............................................ (4) Dimana : Ed = efisiensi penyebaran y = angka deviasi rata – rata untuk kedalaman yang ditampung (cm) d = kedalaman air rata – rata yang ditampung selama pemberian air irigasi tetes (cm) (Hansen dkk, 1986).
Universitas Sumatera Utara