TINJAUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH PENGGUNA INTERNET BANKING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
TESIS
Oleh
NADIA ELLA COMANECI 077011048/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
2
TINJAUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH PENGGUNA INTERNET BANKING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
NADIA ELLA COMANECI 077011048/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
3
Judul Tesis
:
Nama Mahasiswa : Nomor Pokok : Program Studi :
TINJAUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH PENGGUNA INTERNET BANKING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Nadia Ella Comaneci 077011048 Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Sanwani Nasution, SH) Ketua
(Syafruddin Hasibuan, SH,MH,DFM) Anggota
Ketua Program,
(Dr.T.Keizerina Devi A,SH,CN,MHum) Anggota
Direktur,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,MSc)
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
4
Tanggal lulus : 24 Agustus 2009 Telah diuji pada Tanggal : 24 Agustus 2009
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
: Prof. Sanwani Nasution, SH
Anggota
: 1. Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM 2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH,CN, MHum 3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS,CN
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
5
4. Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn
ABSTRAK Lembaga keuangan pada dasarnya mempunyai peran yang sangat strategis dalam mengembangkan perekonomian suatu bangsa. bank dalam menjalankan kegiatan usahanya sangat erat kaitannya dengan aturan-aturan hukum. Di era informasi, lembaga keuangan memberikan layanannya tidak saja melalui modelmodel konvensional, tetapi kini sudah mulai beralih pada pemanfaatan teknologi informasi. Perkembangan teknologi informasi, telekomunikasi, dan Internet menyebabkan mulai munculnya aplikasi bisnis yang berbasis Internet. Salah satu aplikasi yang mulai mendapat perhatian adalah Internet Banking. Permasalahanpermasalahan dalarn tesis mi: Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap nasabah penguna internet banking? Bagaimanakah bentuk pertangung jawaban terhadap pengunaan internet banking bila teijadi masalah?Bagaimanakah bentuk penyelesaian sengketa terhadap penguna Internet Banking? Penelitian ini bersifat yuridis-normatif, alat pengumpulan data yaitu Studi Dokumen atau studi kepustakaan dan wawancara, Analisis data dilakukan secara kualitatif. Bentuk perlindungan hukum terhadap nasabah pengguna internet banking, antara lain terdiri dan berbagai aspek yang harus dipenuhi oleh setiap penyelengara internet banking (bank), antara lain adalah : Confidentiality, Integrity, Authentication, Non-repudiation , vailabilit. Bentuk pertanggung jawaban terhadap penggunaan internet banking bila terjadi masalah dapat dikategonikan sebagai berikut, yaitu: Apabila kerugian materil yang diderita oleh nasabah bank pengguna Internet banking tersebut diakibatkan oleh karena kesalahan dan nasabah bank pengguna internet banking itu sendiri, maka nasabah bank pengguna internet banking tidak dapat mengajukan tuntutan kepada pihak bank, bila diakibatkan oleh kanena kesalahan dari pihak bank, maka pihak bank harus memenuhi tuntutan nasabah bank pengguna Internet banking tersebut, Jika kerugian materiil yang didenita oleh nasabah bank pengguna Internet banking ternyata disebabkan karena perbuatan pihak ketiga, maka pihak ketiga yang bersalah tersebutlah yang harus memenuhi tuntutan serta bertanggung jawab. Adapun bentuk penyelesaian sengketa terhadap penggunaan internet banking, sengketa dapat dilakukan Gugatan secara perdata, atau para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pemerintah perlu memperbaharui Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Dalam rangka melakukan pengawasan terhadap perbankan, Bank Indonesia perlu membuat suatu aturan pelaksana terhadap pelaksanaan internet banking di Indonesia, Perlunya sosialisasi aktif dari perbankan kepada masyarakat) Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
6
nasabah dan pegawai perbankan penyedia jasa internet banking mengenai bentukbentuk kejahatan yang dapat terjadi dengan produk/layanan Internet banking. Kata Kunci: Perlindungan nasabah pengguna internet banking, Internet banking ABSTRACT
Financial institutions actually play a significant strategicrule in developing the economy of a natio. Bank in implementing the business activity is clocely related to the statutory rules. In imformation are, financial institutions deliver their service not only through conventional models, but also starts to shift in use of information technology. The advance in information technology, telecommunication and internet leads to internet based business application. One of the applications that get a special attention now is internet banking. The problems of the thesis : how the legal protection of internet banking consumers ? How the responsibility of using internet banking when the problem arise ? How the solution of conflict or dispute in use of internet banking ? It is a juridical normative study with data collection methods of documentary study or library research and interview. The data were analyzed qualitatively. The legal protection of internet banking customers consisted of some aspects that should be met by the implementer of internet banking such as confidentiality, integrity, authentication, non-repudiation, and availability. The responsibility of use of internet banking when the problem arise included ; when the material loss suffered by the customers of bank as the users of internet banking was caused by the mistake of customers as the users of internet banking, the customers and users of internet banking cannot to the bank,when it is caused by the default of bank, the bank has to respond the claim of customers as the users of internet banking. If the material loss of the customers of bank as the users of internet banking is caused by the third party has to be responsible and respond their claim. The settlement of conflict against the use of internet banking may be sued in civil litigation or through arbitrage or other alternative conflict resolution in pursuant to the statutory rules. The government is required to renew the lauw no.10 of 1998 regarding banking. For control of banking. Central Bank of Indonesia is required to make a rule of operating internet banking in Indonesia. Active socialization is also required by the banking for the community or customers and the bankingofficial as the providers of internet banking service aboud the crimes related to the product/ service of internet benking.
Keywords : Legal Protection of Internet Banking Customers, Internet Banking Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
7
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan lagi Maha Penyayang, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, yang sangat luar biasa, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini, dalam Penulisan tesis ini
penulis
memilili
judul
“TINJAUAN
HUKUM
TERHADAP
PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH PENGGUNA INTERNET BANKING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Kenotariatan. Dalam penyusunan tesis ini telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Terima kasih yang mendalam dan tulus saya ucapkan secara khusus kepada Bapak Prof Sanwani Nasution, SH selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM serta Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, MHum, CN masing-masing selaku anggota Komisi Pembimbing, yang telah memberikan pengarahan, nasehat serta bimbingan kepada penulis, dalam penulisan tesis ini. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
8
Tidak lupa pula penulis sampaikan Terima kasih yang mendalam dan tulus secara khusus kepada Bapak Prof Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, dan Bapak Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn masing-masing selaku Dosen Penguji, yang telah memberikan pengarahan, nasehat serta masukan kepada penulis, dalam penulisan tesis ini. Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan path Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Kenotaniatan. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotaniatan, dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga pam karyawan path Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Kenotaniatan yang telah banyak membantu dalam penulisan ini dan awal hingga selesai.
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
9
Ucapan terima kasih penulis persembahkan kepada Suami tercinta Muhammad Eldiansyah, yang selalu memberikan cinta kasih, kasih sayang, perhatian dan doa, serta selalu memberikan dukungan moril, sehingga penulis dengan lapang dapat menyelesaikan penulisan dan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Kenotariatan. Ucapan terima kasih juga penulis persembahkan kepada Kakanda tersayang dan Adinda tercinta, yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian dan doa, serta selalu memberikan dukungan moril, sehingga penulis dengan lapang dapat menyelesaikan penulisan dan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Kenotariatan. Ucapan terima kasih juga penulis persembahkan kepada teman-temanku dan sahabatku yang selalu mengingatkan pada saat lupa, memberi semangat dan selalu memberikan pemikiran, kritik dan saran, dan membantu penulis dalam proses penulisan tesis baik moril ataupun materil dan awal penulisan hingga selesainya penulisan tesis ini. Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, mendapat balasan yang setimpal dan Tuhan Yang Maha Esa, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rejeki yang melimpah. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama kepada pernulis dan kalangan yang mengembangkan ilmu hukum, khususnya dalam bidang ilmu Kenotariatan. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
10
Medan, Agustus 2009 Penulis
NADIA ELLA COMANECI
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
11
RIWAYAT HIDUP
I.
IDENTITAS PRIBADI Nama Lengkap Tempat Tanggal Lahir Status Alamat
II.
: Nadia Ella Comaneci : Jakarta, 10 Juni 1984 : Menikah : Jl. Medan Area Selatan No. 410 Medan
ORANG TUA Nama Ayah Nama Ibu
III. SUAMI Telp. Hp.
: H. Gazali Zuichaidir : Hj.Masniari
: M. Eldiansyah. P. Ray, SE : 061 - 7344372 : 08116024201
IV. PENDIDIKAN 1. 2. 3. 4. 5.
Sekolah Dasar Bhayangkari Medan Sekolah Menengah Pertama Harapan Medan Sekolah Menengah Atas Negeri I Medan S-1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan S-2 Sekolah Pascasarjana Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan
Tamat Tamat Tamat Tamat
Tahun 1996 Tahun 1999 Tahun 2002 Tahun 2007
Tamat Tahun 2009
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
12
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK...................................................................................................
i
ABSTRACT..................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR .................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
vi
DAFTAR ISI ...............................................................................................
vii
DAFTAR ISTILAH ....................................................................................
ix
BAB I
PENDAHULUAN ................................................................
1
A.
Latar Belakang .............................................................
1
B.
Perumusan Masalah ......................................................
9
C.
Tujuan Penelitian ..........................................................
9
D.
Manfaat Penelitian ........................................................
9
E.
Keaslian Penelitian ........................................................
10
F.
Kerangka Teori dan Konsepsi .......................................
10
1. Kerangka Teori .......................................................
10
2. Konsepsi .................................................................
18
Metode Penelitian .........................................................
21
1. Sifat dan Jenis Penelitian .........................................
21
2. Teknik Pengumpulan Data ......................................
23
3. Alat Pengumpulan Data ...........................................
23
G.
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
13
BAB
II
BAB III
4. Analisis Data ...........................................................
24
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENGGUNA INTERNET BANKING .................................
26
A.
Pengertian Internet Banking ..........................................
26
B.
Perbankan dan Sistem Pembayaran Internet ..................
29
C.
Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Pengguna Internet Banking............................................................
36
BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP PENGGUNAAN INTERNET BANKING BILA TERJADI MASALAH ..........................................................................
55
A.
BAB IV
Pihak-Pihak Dalam Sistem Pembayaran Internet Berbasis SET ................................................................
55
B.
Model Pendekatan Hukum terhadap Internet Banking ...
58
C.
Bentuk Pertanggungjawaban Terhadap Penggunaan Internet Banking Bila Terjadi Masalah ..........................
65
BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP PENGGUNA INTERNET BANKING .................................
76
A.
Internet Banking Privacy Policy Telaah terhadap Eksistensi Self-Regulation .............................................
76
B.
Digital Signature Sebagai Alat Bukti ............................
83
C.
Bentuk Penyelesaian Sengketa Terhadap Pengguna Internet Banking ............................................................
92
KESIMPULAN DAN SARAN.............................................
114
A.
Kesimpulan ...................................................................
114
B.
Saran .............................................................................
116
DAFFAR PUSTAKA ..................................................................................
117
BAB V
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
14
DAFTAR ISTILAH
Profits Marketshares Electronic mail Library Reasearch Field Reasearch Interview guide Interview Internationalization of Banking Withdarwals Domestic funo A Digital Forgery Real Money Collecteral Medium Exchange Security Credit Risk Single Industry Interest Rate Risk Liquidity Risk Transaction Risk Compliance Risk Reputation Risk Borderles Consultation Agreement Banker Trust Insider Information Electronic Mail Bonderless States Confidentiality Integrity Authentication Availability Non repudiation Cardholder Merchant
= Keuntungan = Pembangian pasar = Surat Elektronik = Studi Kepustakaan = Studi Lapangan = Pedoman wawancara = Wawancara = Internasionalisasi perbankan = Penarikan = Dana domestik = Pemalsuan tanda tangan digital = Uang senyatanya = Jaminan = Mesin Pertukaran = Aspek keamanan = Resiko kredit = Industri tunggal =Resiko suku bunga = Resiko likuiditas = Resiko transaksi = Resiko komplain = Resiko reputasi = Tanpa Batas = Konsultasi = Kesepakatan = Pelaku usaha = Kepercayaan = Informasi dari dalam = Surat elektronik = Batas – Batas Negara = Kerahasiaan = Kejujuran, Keutuhan = Pembuktian keaslian = Ketersediaan layanan = Tidak menolak = Pemegang kartu = Pedagang
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
15
Acquierer Masquerade Theft Virtual world law Law of information technology Electronic Commerce Cyber Space Internet Banking Network Logging Roll Back Public key crypto system Democtratic Paradise Paper Commerce Typosquartter Vacum of Law A framework for Global electronic commerce Choice Appropiate levels of security Consumer awareness Awareness Privacy policies Notification Consumer education Data Security Consumer Acces Assent
= Memperoleh, Mendapatkan = Penyamaran = Pencurian = Hukum dunia maya = Hukum teknologi informasi = Sistem elektronik = Ruang siber = Bank = Jaringan = Pencatatan = Proses mundur = Kripto kunci publik = Surya demokrasi = Bentuk usaha konvensional = Plesetan = Kekosongan hukum = Kerangka perdagangan elektronik = Pilihan = Tingkat keamanan yang layak = Pengenalan konsumen = Pengenalan = Kebijakan privacy = Pemberitahuan = Pendidikan konsumen = Keamanan data = Akses konsumen = Persetujuan
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
16
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Lembaga keuangan pada dasarnya mempunyai peran yang sangat strategis dalam mengembangkan perekonomian suatu bangsa. Oleh karena itu, jika dilihat dalam praktik perekonomian suatu negara, lembaga keuangan senantiasa ikut berperan aktif. Tumbuhnya perkembangan lembaga keuangan secara baik dan sehat akan mampu mendorong terhadap perkembangan ekonomi bangsa. Sebaliknya, kalau lembaga keuangan suatu bangsa mengalami krisis, dapat diartikan bahwa perekonomian suatu bangsa tersebut sedang mengalami keterpurukan (collapse). Dalam Undang-Undang Nomor. 10 tahun 1998 mengenai Perubahan UndangUndang Nomor. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan disebutkan yang dimaksud dengan bank adalah Badan Usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada mayarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka peningkatan taraf hidup orang banyak. Dalam khazanah teoretis, dikenal dua kategori lembaga keuangan, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank 1. Pengkategorian ini dilakukan karena adanya persamaan dan perbedaan karakteristik. Letak persamaan kedua lembaga keuangan ini adalah keduanya sama-sama menjalankan fungsi sebagai pengelola dana yang dihimpun dari masyarakat. Perbedaannya adalah lembaga 1
Budi Agus Riswandi, Aspek Hukum Internet Banking, Rajawali Pers, Jakarta, 2005, hal. 5
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
1
17
keuangan bank umumnya menarik dana langsung dari masyarakat, sementara lembaga keuangan nonbank tidak dapat menarik langsung dari masyarakat. Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan seperti telah diubah oleh Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, maka menurut jenisnya, bank dapat dibedakan menjadi sebagai berikut : 1. Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariat yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2. Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariat yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank dalam praktik perekonomian dapat berfungsi sebagai lembaga financial intermediary. Artinya, di satu sisi bank dapat melakukan penghimpunan dana dari masyarakat, dan di sisi lain, bank juga dapat melakukan penyaluran dana yang dihimpun dari masyarakat tersebut kepada masyarakat itu sendiri. Secara lengkap, fungsi bank ini dapat dilihat sebagai berikut : 1. Agent of Trust Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik dalam hal penghimpunan dana maupun menyaluran dana. Masyarakat akan mampu menitipkan dananya di bank apabila dilandasi oleh unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut, juga percaya bahwa pada saat yang telah dijanjikan, masyarakat dapat menarik lagi simpanan dananya di bank. Pihak bank, sendiri akan bersedia menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat, apabila dilandasi kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjaman dengan baik, debitur Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
18
akan mempunyai kemampuan untuk membayar pada saat jatuh tempo, dan juga bank percaya bahwa debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo. 2. Agent of Development Sektor dalam kegiatan perekonomian masyarakat, yaitu sektor moneter dan sektor riil merupakan sektor-sektor yang tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut berinteraksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Tugas bank sebagai penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan investasi, distribusi, dan jasa konsumsi barang serta jasa, mengingat semua kegiatan investasi-distribusi-konsumsi selalu berkaitan dengan penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi distribusi konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat. 3. Agent of Services Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat seara umum. Jasa-jasa bank ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa pemberian jaminan bank, dan jasa penyelesaian tagihan. 2 Mengingat nilai strategis dari bank, bank dalam menjalankan kegiatan usahanya sangat erat kaitannya dengan aturan-aturan hukum. Hal ini bukan berarti menjadikan usaha bank menjadi kompleks dan rumit, tetapi dengan adanya aturanaturan yang ketat, diharapkan kepercayaan masyarakat serta kesinambungan usaha bank akan terus dapat dikembangkan. Dampak lebih jauh dari ketatnya pengaturan masalah bank ini akan menjamin kredibilitas dari bank itu sendiri. “Sebagai contoh, kasus yang sangat menarik mengenai pengaturan hukum tentang bank di Swiss. Di negara ini bank terkenal
2
Y. Sri Susiolo, Bank & Lembaga Keuangan Lain, Salemba Empat, Jakarta, 2000, hal. 6
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
19
sangat memegang kuat asas kerahasiaan bank (bank secret) sehingga banyak para pelaku usaha menyimpan dananya pada bank Swiss” 3. Akan tetapi, akhirnya muncul juga implikasi negatifnya, yaitu ketika bank Swiss lebih menarik bagi para investor yang memperoleh uangnya dari cara yang tidak halal. Pada era informasi dewasa ini, perilaku konsumen mulai banyak berubah. Dalam melakukan suatu transaksi, mereka kini sangat mengedepankan aspek kemudahan, fleksibilitas, efisiensi, dan kesederhanaan. Kenyataan ini tentunya merupakan tantangan besar bagi industri perbankan. Seperti diketahui, bank mempunyai peranan yang strategis dalam “memanjakan” konsumennya. Dahulu lembaga keuangan bank dalam memberikan layanannya lebih menekankan kepada model face to face dan didasarkan kepada paper document. Namun sejak teknologi informasi mampu mendukung terhadap sistem transaksi lembaga keuangan bank, model transaksi pun lebih mengedepankan pada model non-face to face dan paperless document atau digital document. Untuk saat ini, tren yang berkembang dalam konteks transaksi seperti itu salah satunya yakni layanan internet banking. Di era informasi, lembaga keuangan memberikan layanannya tidak saja melalui model-model konvensional, tetapi kini sudah mulai beralih pada pemanfaatan teknologi informasi. Kondisi ini sebenarnya dipacu oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.
3
Budi Agus Riswandi, Op. Cit, hal. 6
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
20
Perkembangan
teknologi
informasi,
telekomunikasi,
dan
Internet
menyebabkan mulai munculnya aplikasi bisnis yang berbasis Internet. Salah satu aplikasi yang mulai mendapat perhatian adalah Internet Banking atau sering juga disebut e-Banking. Beberapa statistik menunjukkan naiknya jumlah pelaku e-Banking di dunia, di Indonesia sudah ada beberapa bank pelaku Internet Banking. Menurut ICW. Neloe, sebuah bank seharusnya profesional memberikan pelayanan termasuk kesiapan untuk melayani nasabah secara on line dengan internet banking. Untuk itu, ketika nasabah menghendaki pelayanan dengan internet banking, bank harus siap. Neloe melihat, dari sisi bisnis, pelayanan nasabah melalui internet banking akan sangat menguntungkan, meski biaya pertama membangun sistem agak mahal. 4 Oleh karena itu, kehadiran layanan internet banking sebagai media alternatif dalam memberikan kemudahan-kemudahan bagi nasabah suatu bank sepertinya menjadi solusi yang cukup efektif. Hal ini tidak terlepas dari kelebihan-kelebihan yang dimiliki internet itu sendiri, dimana seseorang ketika ingin melakukan transaksi melalui layanan internet banking, dapat melakukannya di mana dan kapan saja. Sebenarnya, ada dua tujuan yang ingin dicapai oleh suatu bank ketika ia memperluas layanan jasanya melalui internet banking. Tujuan tersebut adalah: 1. produk-produk yang kompleks dari bank dapat ditawarkan dalam kualitas yang ekuivalen dengan biaya yang murah dan potensi nasabah yang lebih besar;
4
http. www. Sinar Harapan.com//Menunggu Aturan ”Internet Banking”, diakses tanggal 25 Januari 2009. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
21
2. dapat melakukan hubungan di setiap tempat dan kapan saja, baik pada waktu siang maupun malam. 5 Dengan kata lain, pemanfaatan layanan internet bangking menjadikan lembaga perbankan tidak lagi memerlukan pengembangan kantor baru atau wilayah layanan baru, di mana biaya yang diperlukan sangat besar. Persepsi ini didukung semata-mata karena adanya inovasi pada perusahaan yang memungkinkannya berinteraksi secara lebih baik dan sekaligus dapat mempromosikan layanannya sendiri. 6 Selanjutnya, hal ini juga mengarah kepada perbaikan suatu kompetisi lembaga perbankan dan bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa dengan internet banking, keuntungan (profits) dan pembagian pasar (marketshares) akan semakin besar dan luas. Dalam hal pelaksanaan Internet banking masalah keamanan ini seringkali terabaikan (baik secara teknis dan non-teknis) sehingga terjadi beberapa masalah. Menurut Roy Suryo: “Pengakses internet di Indonesia hanya 14,4 juta atau 6,6 persen di antara total penduduk. Namun, Indonesia menduduki peringkat ketiga kasus cyber crime di dunia. Posisi ketiga itu sudah mending. Sebab, pada tahun 2002 menurut data E-Commerce, Indonesia menduduki peringkat kedua, di bawah Ukraina. Dengan menggunakan Undang-Undang yang ada, seperti Undang-Undang informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Money Laundering,
5
Juergen Seitz dan Eberhard Stickel, “Internet Bangking: Ank Overview,” http://www.arraydev.com/commerce/JIBC/980I-8.htlm, diakses 4 Januari 2009. 6 Budi Agus Riswandi, Hukum Dan Internet Di Indonesia, UII Press, Yogyakarta. hal. 15 Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
22
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dan KUHP, Pemerintah bisa menjerat beberapa kejahatan dunia maya” 7. Di Indonesia sudah ada beberapa masalah mengenai orang yang merasa uangnya dicuri melalui transaksi Internet Banking. Jika masalah ini tidak diatasi, maka kepercayaan masyarakat akan amannya transaksi Internet Banking menjadi luntur dan menyebabkan layanan ini dihindari. Masalah keamanan merupakan salah satu topik yang cukup kompleks. Menurut ICW. Neloe ”pelayanan dengan internet banking akan menciptakan efisiensi, akan tetapi risiko pembobolan dana masyarakat melalui internet banking memang tidak ditampik, Tetapi dengan sistem keamanan yang canggih dalam sistem tersebut risiko itu akan bisa dikurangi” 8. Namun demikian, terlepas dari nilai lebih layanan internet banking, maka dari sudut pandang hukum kehadiran layanan internet banking masih menyimpan sejumlah permasalahan. Kondisi ini diperburuk lagi tatkala perubahan pada layanan internet banking baik dari sisi teknologi maupun bisnis sangat cepat. Awalnya layanan internet banking hanya berupa promosi terhadap produk-produk perbankan, sedangkan kini layanan internet banking sudah berkembang sedemikian rupa yang sifatnya online transaction .
7
Http//www. Jawapos.Com, Subyek: Kejahatan Dunia Digital, diposkan Oleh: ichan tanggal 06 Nov 2007, diakses Tanggal 25 Januari 2009 8 http. www. Sinar Harapan.Com. Op. Cit Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
23
Oleh karena itu perlindungan terhadap konsumen (nasabah) dalam hal ini sebagai pengguna Internet Banking perlu diperhatikan dan dilindungi haknya baik dari segi manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan nasabah. Dalam perlindungan terhadap nasabah haruslah berdasarkan kepada ketentuan Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dengan adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, yang telah Diundangkan pada tanggal 21 April 2008, dan telah didaftarkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843, yang mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada Undang-Undang Informasi Dan Transaksi ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. Undang-Undang Informasi Dan Transaksi diharapkan dapat mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan. Dalam upaya terhadap perlindungan konsumen dalam hal Penguna layanan Internet Banking dari bank juga dapat dilakukan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Informasi dan Transaksi Elektronik, Oleh karena itu penulis Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
24
memilih judul: “Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Penguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu dibahas adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap nasabah penguna internet banking? 2. Bagaimanakah bentuk pertangung jawaban terhadap pengunaan internet banking bila terjadi masalah? 3. Bagaimanakah bentuk penyelesaian sengketa terhadap penguna Internet Banking?
C. Tujuan Penelitian Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap nasabah penguna internet banking. 2. Untuk mengetahui bentuk pertangungjawaban terhadap pengunaan internet banking Bila terjadi masalah 3. Untuk mengetahui bentuk penyelesaian sengketa terhadap
penguna Internet
Banking
D. Manfaat Penelitian Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
25
Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum bidang perdata khususnya bidang hukum perbankan serta menambah khasanah perpustakaan. 2. Secara praktis bahwa penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan hukum perdata tentang hukum perbankan dan diharapkan penelitian ini juga dapat sebagai bahan pegangan dan rujukan dalam mempelajari hukum perbankan, khususnya pada penguna transaksi elektronik atau penguna layanan perbankan melalui internet banking baik akademisi, praktisi hukum perbankan, seluruh nasabah penguna internet banking dan pihak-pihak yang terkait lainnya. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelitian pada kepustakaan,
khususnya di lingkungan
Perpustakaan Hukum Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang menyangkut judul “Tinjauan hukum terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Penguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik”. Dari penelusuran kepustakaan Penulis tidak ada menemukan tesis karya mahasiswa, yang mengangkat tentang Internet Banking, maka dengan demikian penelitian ini adalah asli, serta dapat dipertanggung jawabkan keasliannya.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
26
Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu terjadi 9, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada faktafakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya 10.
9
J.J.J M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisman. Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid. 1, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal. 203 10 Ibid, hal. 216 Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
27
Menetapkan landasan teori pada waktu diadakan penelitian ini tidak salah arah. Sebelumnya diambil rumusan Landasan teori seperti yang dikemukakan M. Solly Lubis, yang menyebutkan: “Bahwa landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan” 11. Teori ini sendiri adalah serangkaian preposisi atau keterangan yang saling berhubungan dengan dan tersusun dalam sistem deduksi yang mengemukakan suatu penjelasan atas suatu gejala. Adapun teori menurut Maria S.W. Sumardjono adalah: “Seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefinidikan dan saling berhubungan antar variable sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu variable dengan variable lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variable tersebut” 12 Fungsi
teori
dalam
penelitian
tesis
ini
adalah
arahan/petunjuk dan ramalan serta menjelaskan gejala
untuk
memberikan
yang diamati. Karena
penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Maksudnya adalah penelitaian ini berusaha untuk memahami
11
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Bandung, Mandar Madju, 1994, hal. 80 Maria S.W. Sumarjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Yogyakarta, Gramedia, 1989, hal.12 12
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
28
pengunaan internet banking secara yuridis, sebagai kaidah hukum atau sebagai isi kaidah hukum yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Teori yang dipakai dalam penulisan tesis ini adalah perubahan masyarakat harus diikuti oleh perubahan hukum 13. Yaitu hukum berkembang sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Perubahan masyarakat dibidang hukum perbankan harus berjalan dengan teratur dan diikuti dengan pembentukan normanorma sehingga dapat berlangsung secara harmonis. Perubahan hukum dalam perbankan dalam hal pengunaan fasilitas internet banking terjadi secara tertib melalui kebiasaan dan akhirnya dikukuhkan dalam undang-undang. Bank mempunyai fungsi intermediary, yang mana bank di satu sisi dapat menghimpun dana dari masyarakat secara langsung, dan sekaligus dapat menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan. Dengan berdasar kepada fungsi bank demikian, untuk jenis layanan yang disediakan oleh bank adalah sebagai berikut ini: 1. Menghimpun dana dari masyarakat Bank menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. a. Simpanan
13
Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Alumni, Bandung, 2006. hal.18. Filosof penemu ide perubahan adalah Heracleitos. Oleh Diogenes laertios, pandangan Herakleitos dilukiskan dengan perkataaan ”panta rhei kai uden menei”. Karl R. Popper, Masyarakat terbuka dan Musuh-musuhnya diterjemahkan dari The open society and Its enemies, teori tentang hukum dan perubahan sosial mencoba menunjukkan pola-pola perkembangan hukum sejalan dengan perkembangan masyarakatnya Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
29
Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dalam bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. b. Giro Giro adalah simpanan yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran dan penarikannya yang dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindahbukuan. c. Deposito Berjangka Deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan. d. Sertifikat deposito Sertifikat deposito adalah deposito berjangka yang bukti simpanannya dapat diperdagangkan. e. Tabungan Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakti, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu. f. Surat Berharga Surat berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatif dari surat berharga atau kepenting lain atau suatu kewajiban dari penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang. g. Penitipan Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan kontrak antara bank umum dengan penitip yang di dalamnya ditentukan bahwa bank umum yang bersangkutan melakukan penyimpanan harta tanpa mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut. 2. Memberi kredit Dalam memberikan kredit, bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memerhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang dijanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang saksama terhadap watak (character), kemampuan (capacity), modal (capital), agunan (collecteral) dan prospek usaha debitur (chance). Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit, apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
30
3.
4.
5.
6.
7.
8.
mengembalikan utangnya, agunan hanya dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan “agunan tambahan”. Memberikan surat pengakuan utang Bank umum dapat menerbitkan surat pengakuan utang jangka pendek dan jangka panjang. Surat pengakuan utang jangka pendek adalah seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 100-229 KUHD yang dalam pasar uang dikenal Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), seperti promes, wesel dan jenis lain yang mungkin dikembangkan di masa yang akan datang. Surat pengakuan utang jangka panjang tersebut dapat berupa obligasi atau sekuritas kredit. Membeli, menjual atau menjamin Bank umum membeli, menjual atau menjamin risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya, yakni berupa : a. Surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan suratsurat yang dimaksud; b. Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat yang dimaksud; c. Kertas pembendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah; d. Sertifikat Bank Indonesia (SBI); e. Obligasi; f. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu tahun ; g. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan satu tahun. Pemindahan uang Bank menjalankan usaha memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah. Menempatkan atau meminjamkan dana Bank umum menjalankan usaha menempatkan dana pada, meminjmakan dana dari atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat sarana telekomunikasi maupun wesel unjuk (at sight), cet atau sarana lainnya. Menerima pembayaran dan melakukan perhitungan Bank menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antarpihak ketiga. Kegiatan ini mencakup inkaso dan kliring. Menyediakan tempat penyimpanan
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
31
Bank menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga. Hal yang dimaksud dengan menyediakan tempat dalam ketentuan ini adalah kegiatan bank yang semata-mata melakukan penyewaan tempat penyimpanan barang dan surat berharga (safety box) tanpa perlu diketahui mutasi dan isinya oleh bank. 9. Melakukan kegiatan penitipan Bank melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak. Dalam melakukan kegiatan penitipan, bank menerima titipan harta penitip dengan mengadministrasikannya secara terpisah dari kekayaan bank. Mutasi barang titipan dilaksanakan oleh bank atas perintah penitip. Dalam hal bank mengalami kepailitan, semua harta yang dititipkan wajib dikembalikan kepada penitip yang bersangkutan. 10. Penepatan dana dalam bentuk surat berharga Bank melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek. Dalam kegiatan ini, bank berperan sebagai sebagai penghubung antara nasabah yang membutuhkan dana dengan nasabah yang memiliki dana. 11. Membeli agunan melalui pelalangan Bank membeli semua atau sebagian agunan melalui pelelangan apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicarikan secepatnya. Kewajiban bank dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk melakukan pencairan secepatnya atas agunan yang dibeli dengan lelang agar dana hasil pencairan dari penjualan agunan tersebut dapat segera dimanfaatkan oleh bank. Dalam hal ini, terdapat sisa dari hasil pelelangan setelah diperhitungkan dengan kewajiban nasabah kepada bank yang dimanfaatkan oleh nasabah. 12. Anjak piutang dan kartu kredit Bank melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat. Kegiatan anjak piutang merupakan kegiatan pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri, yang dilakukan dengan cara pengambilalihan atau pembelian piutang tersebut. Usaha kartu kredit merupakan usaha dalam kegiatan pemberian kredit atau pembiayaan untuk pembelian barang atau jasa yang penarikannya dilakukan dengan kartu. Secara teknik kartu kredit berfungsi sebagai sarana pemindahbukuan dalam melakukan pembayaran suatu transaksi. 13. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah Bank menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah. 14. Kegiatan lainnya yang lazim
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
32
Bank melakukan kegiatan yang lazim dan umum dilkukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 14
Namun, dalam menjalankan usahanya, Bank dilarang untuk: 1. Melakukan penyeretan modal, kecuali melakukan kegiatan penyeretan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan dan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariat, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; 2. Melakukan usaha perasuransian; 3. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha yang sudah ditentukan di atas. 15 Revolusi informasi yang ditandai dengan kemunculan internet telah berdampak hampir di setiap aspek sektor kehidupan manusia, yang dimulai dari sektor pertahanan dan keamanan hingga sampai pada sektor perbankan. Pada sektor perbankan, hasil dari revolusi informasi ini adalah ditemukannya sebuah konsep baru yang disebut internet banking. 16 Pengertian Internet banking menurut Karen Furst adalah sebagai berikut :
14
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti Bandung, 1999 hal. 361-366. 15 Kadinnet, “Perbankan,” http://www.kadinnet.com/regulartion/ Perbankan.asp?Parent=12& bahasa=I, diakases tanggal 21 Desember 2008. 16 Istilah ini dikenal juga dengan sebutan cyberbanking, electronic banking, virtual banking, home banking, dan online banking. Lihat Efraim Turban, et.el, Elektronic Commerce A Manajerial Perspective, Prentice – Hall Inc,, New Jersy, 2000, hal. 173. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
33
Internet banking is the use of the internet as remote delivery channel for banking services, including traditional services, such as opening a deposit account or transferring funds among different account, as well as new banking services, such as electronic bill presentment and payment, which allow customers to receive and pay bill over bank’s website. 17 Pengertian ini tidak jauh berbeda dengan pendapatannya Efraim Turban, meskipun ia memberikan istilah internet banking dengan istilah online banking. Selengkapnya, ia menyatakan : “online banking, includes various banking activities conducted from home, business, or on the road instead of at a physical bank location”.18 Dari pengertian ini, dapat didefinisikan secara sederhana bahwa internet banking merupakan suatu bentuk pemanfaatan media internet oleh bank untuk mempromosikan dan sekaligus melakukan transaksi secara online, baik dari produk yang sifatnya konvensional maupun yang baru. Secara konseptual, lembaga keuangan bank dalam menawarkan layanan internet banking dilakukan melalui dua jalan, yaitu: 1. Melalui bank konvensional (an existing bank) dengan representasi kantor secara fisik menetapkan suatu website dan menawarkan layanan internet banking pada nasabahnya dan hal ini merupakan penyerahan secara tradisional. 2. Suatu bank mungkin mendirikan suatu “virtual”, “cabang”, atau “internet” bank. Virtual bank dapat menawarkan kepada nasabahnya kemampuan untuk penyimpanan deposito dan tagihan dana pada ATM atau bentuk lainnya yang dimiliki. 19 17
Karen Furst, et.al, “Internet Banking: Development and Prospects,” Program on Information Resources Policy Harvad University, April 2002, hlm. 4. Lihat juga Karen Furst, “Who Offers Internet Banking,” Quarterly Journal, Vol. 19 No. 2 June 2000, hal. 30. 18 Efraim Turban, Op.Cit, hal. 173 19 Karen Furst, Op.Cit, hal. 4. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
34
Kehadiran layanan internet banking melalui home banking dan wireless banking, ternyata telah mengubah secara dramatis terhadap pola interaksi antara lembaga keuangan dengan nasabahnya. Dengan disediakannya fasilitas layanan internet banking, nasabah bank mendapatkan keuntungan berupa fleksibilitas untuk melakukan kegiatan setiap saat. Nasabah juga dapat mengakses layanan internet banking melalui personal computer, ponsel atau media wireless lainnya. Namun demikian, layanan internet banking di-setting sebagai sebuah channel baru dan customer touchpoint. Untuk membuat layanan internet banking memberi keuntungan, lembaga keuangan bank harus menyediakan bagian integral dari strategi multichannel yang membolehkan nasabah bagaimanapun, kapanpun, di mana pun mereka dapat bertransaksi. 20 Sebagai dasar untuk menciptakan strategi multichannel, lembaga keuangan bank harus menyediakan fasilitas layanan internet banking yang a real time dan cross-channel view dari semua informasi nasabah. Dengan pandangan demikian, lembaga keuangan bank dapat merespons dengan segera untuk setiap kontak/transaksi dengan nasabah, memperbaiki layanan nasabah, membuka kesempatan keuntungan untuk penjualan secara silang, dan juga dengan layanan internet banking ini
20
Next-generation Retail Banking, “http:www//zle.nonstop, compaq.com/view.asp?IO= INTBKGWP, diakses 22 Desember 2003. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
35
diharapkan lembaga keuangan mampu masuk pada generasi selanjutnya dari retail banking. 21 2. Konsepsi Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional 22. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain, seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum. Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis 23. Suatu konsep atau suatu kerangka konsepsionil pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yagn lebih konkrit dari pada kerangka teoritis yang seringkali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsionil, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan definisi-
21
Ibid. Samadi Suryabrata, Metodelogi penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta,1998, hal. 3 23 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatrif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 7 22
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
36
definisi operasional yang akan dapat pegangan konkrit didalam proses penelitian 24. Selanjutnya, konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala itu. “Maka konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan empiris” 25. Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefinisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi, yaitu sebagai berikut : 1. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanankan kegiatan usahanya 2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak;
24
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1986, hal.133 25 Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1997, hal. 21 Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
37
3. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. 4. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 5. Nasabah adalah pihak yang mengunakan jasa bank. 6. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange(EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. 7. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. 8. Internet berasal dari kata Interconnection Networking yang mempunyai arti hubungan komputer dengan berbagai tipe yang membentuk sistem jaringan yang mencakup seluruh dunia (jaringan komputer global) dengan melalui jalur telekomunikasi seperti telepon, radio link, satelit dan lainnya.
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
38
G. Metode Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang dasarnya pada metode. Sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, kecuali itu maka diadakan pemerisaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian yang ditimbulkan di dalam gejala yang bersangkutan 26. Penelitian ini bersifat yuridis-normatif. ”Disebut demikian karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain”. 27 Penelitian ini meliputi penelitian terhadap azas-azas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan, putusan-putusan pengadilan, yurisprudensi dan beberapa buku mengenai hukum perbankan khususnya pada fasilitas internet banking, dan hukum perlindungan konsumen serta hukum mengenai transaksi elektronik.
26
Soejono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Press, Jakarta, 1981. hal.13 27 Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal, 13 Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
39
Tujuan dari penelitian hukum normatif ini adalah untuk mengetahui Perlindungan Hukum Nasabah Penguna Internet Banking Berdasarkan UndangUndang Informasi dan Transaksi Elektronik. Penelitian ini juga bertujuan untuk Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap nasabah penguna internet banking, Untuk mengetahui bentuk pertangung jawaban terhadap pengunaan internet banking bila terjadi masalah, Untuk mengetahui bentuk penyelesaian sengketa terhadap penguna Internet Banking. Dengan demikian perlindungan hukum nasabah penguna internet banking dapat benar-benar berjalan dan diketahui secara umum dan luas oleh seluruh lapisan masyarakat, yang mengunakan fasilitas yang diberikan oleh bank, khususnya pada internet banking. 2. Teknik Pengumpulan Data Jenis data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang deperoleh
melalui studi lapangan dan data sekunder
diperoleh melalui studi kepustakaan. Teknik pengumpulan data ditempuh degan cara: a. Studi kepustakaan (library reasearch) yaitu dilakukan untuk memperoleh atau mencari konsepsi-konsepsi terori-teori atau doktrin-doktrin yang berkaitan dengan permasalahan penelitian studi keputakaan meliputi bahan hukum
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
40
tertier 28. Bahkan menurut Ronny Hanitijo Soermitro dokumen peribadi dan pendapat ahli hukum termasuk dalam bahan hukum skunder 29. b. Studi lapangan (field reasearch) yaitu dengan melakukan wawancara yang menggunakan pedoman wawancara(interview guide) untuk mendapatkan data primer dari responden dan nara sumber atau informan. 3. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpul data yang dipergunakan di dalam penelitian ini antara lain : a. Studi Dokumen atau studi kepustakaan Penelitian pustaka dimaksud penelitian bahan hukum perimer yaitu peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum perbankan, yang berhubungan dengan perlindungan konsumen dan hukum transaksi elekroniik. Demikian pula dikaji bahan hukum sekunder berupa karya para ahli termasuk hasil penelitian. Untuk melengkapi bahan hukum tersebut ditunjang pula dengan bahan hukum tertier seperti kamus, ensiklopedia, media massa, dan lain sebagainya. b. Wawancara wawancara (interview) dengan para responden dan nara sumber dengan menggunakan pedoman wawancar (interview guide) agar lebih fokus dan sistematis.
28 29
Ibid. hal. 36 Ronny Hanitijo Soermitro, Op. Cit hal. 56
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
41
4. Analisis Data Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan menggurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data30. Analisis data dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan cara penguraian, menghubungkannya dengan peraturan-peraturan yang berlaku, menghubungkan dengan pendapat pakar hukum serta Perlindungan Hukum Nasabah Penguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Semua data yang diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh dari wawancara dianalisis secara kualitatif. Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan pemeriksaan terhadap data yang terkumpul melalui penelitian kepustakaan dan wawancara yang dilakukan, inventarisasi peraturan, data-data yang berkaitan dengan judul penelitian, sehingga analisis yang dilakukan dapat memberikan jawaban terhadap perlindungan hukum nasabah penguna internet banking berdasarkan undang-undang informasi dan transaksi elektronik. Data yang didapat dari penelitian studi dokumen dan Data yang diperoleh dari wawancara akan disusun secara sistematik untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap nasabah penguna internet banking,Untuk mengetahui bentuk pertangung
30
Lexy, Moelwong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2002,
hal. 103 Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
42
jawaban terhadap pengunaan internet banking bila terjadi masalah, Untuk mengetahui bentuk penyelesaian sengketa terhadap penguna Internet Banking.
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
43
BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENGUNA INTERNET BANKING
A. Pengertian Internet Banking Di era informasi, lembaga keuangan memberikan layanannya tidak saja melalui model-model konvensional, tetapi kini sudah mulai beralih pada pemanfaatan teknologi informasi. Kondisi ini sebenarnya dipacu oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. Mungkin dahulu lembaga keuangan bank dalam memberikan layanannya lebih menekankan kepada model face to face dan didasarkan kepada paper document. Sejak teknologi informasi mampu mendukung terhadap sistem transaksi lembaga keuangan bank, model transaksi pun lebih mengedepankan pada model nonface to face dan paperless document atau Digital Document. Untuk saat ini, tren yang berkembang dalam konteks transaksi seperti itu salah satunya yakni layanan internet banking. Berikut ini dipaparkan sekilas mengenai kajian konseptual dari layanan internet banking.
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
44
Revolusi informasi yang ditandai dengan kemunculan internet telah berdampak hampir ke setiap aspek sektor kehidupan manusia, yang dimulai dari sektor pertahanan dan keamanan hingga sampai pada sektor perbankan. Pada sektor perbankan, hasil dari revolusi informasi ini adalah ditemukannya sebuah konsep baru yang disebut internet banking 31 Pengertian internet banking menurut Karen Furst adalah sebagai berikut.
26
Internet banking is the use of the internet as remote delivery channel for banking services, including traditional services, such as opening a deposit account or transferring funds among different account, as well as new banking services, such as electronic bill presentment and payment, which allow customers to receive and pay hill over bank's website. 32
Pengertian ini tidak jauh berbeda dengan pendapatnya Efraim Turban, meskipun ia memberikan istilah internet banking dengan istilah online banking. Selengkapnya, ia menyatakan: "online banking, includes various banking activities conducted from home, business, or on the road instead of at a physical bank location.33
31
Istilah ini dikenal juga dengan sebutan cyberbanking, electronic banking, virtual banking, home banking, dan online banking. Lihat Efraim Turban, et.el, Electronic Commerce A Manajerial Perspective (New Jersey : Prentice – Hall.Inc, 2000) 32 Karen Furst, et.al, “Internet Banking : Development and Prospects,” Program on Information Resources Policy Harvad Offers Internet Banking, “Quarterly Journal, Vol. 19 No. 2 June 2000, hal. 30. 33
Efraim Turban, Op.Cit., hal. 173
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
45
Dari pengertian ini, dapat didefinisikan secara sederhana bahwa internet banking merupakan suatu bentuk pemanfaatan media internet oleh bank untuk mempromosikan dan sekaligus melakukan transaksi secara online, baik dari produk yang sifatnya konvensional maupun yang baru. Secara konseptual, lembaga keuangan bank dalam menawarkan layanan internet banking dilakukan melalui dua jalan, yaitu pertama, melalui bank konvensional (an existing bank) dengan representasi kantor secara fisik menetapkan suatu website dan menawarkan layanan internet banking pada nasabahnya dan hal ini merupakan penyerahan secara tradisional. Kedua, suatu bank mungkin mendirikan suatu "virtual” "cabang," atau "internet" bank. didirikan suatu Virtual bank dapat menawarkan kepada nasabahnya kemampuan untuk penyimpanan deposito dan tagihan dana pada ATM atau bentuk lainnya yang dimiliki. 34 Kehadiran layanan internet banking melalui home banking dan wireless banking, ternyata telah mengubah secara dramatis terhadap pola interaksi antara lembaga keuangan dengan nasabahnya. Dengan, disediakannya fasilitas layanan internet banking, nasabah bank mendapatkan keuntungan berupa fleksibilitas untuk melakukan kegiatan setiap saat. Nasabah juga dapat mengakses layanan internet banking melalui personal computer, ponsel atau media wireless lainnya. Namun demikian, layanan internet 34
Karen Furst, Op.Cit., hal. 4
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
46
banking di-setting sebagai sebuah channel baru dan customer touchpoint. Untuk membuat layanan internet banking memberi keuntungan, lembaga keuangan bank harus menyediakan bagian integral dari strategi multichannel yang membolehkan nasabah bagaimanapun, kapanpun, di mana pun mereka dapat bertransaksi. 35 Sebagai dasar untuk menciptakan strategi multichannel, lembaga keuangan bank harus menyediakan fasilitas layanan internet banking yang a real time dan cross-channel view dari semua informasi nasabah. Dengan pandangan demikian, lembaga keuangan bank dapat merespons dengan segera untuk setiap kontak/transaksi dengan nasabah, memperbaiki layanan nasabah, membuka kesempatan keuntungan untuk penjualan secara silang, dan juga dengan layanan internet banking ini diharapkan lembaga keuangan mampu masuk pada generasi selanjutnya dari retail banking. 36 Dalam melakukan transaksi, baik antara bank dengan nasabahnya, bank dengan merchant, bank dengan bank, dan nasabah dengan nasabahnya. Namun demikian, kemudahan ini bukanlah berarti tanpa memiliki risiko. Di samping layanan internet banking memberikan kemudahan, juga pada kenyataannya memiliki beberapa risiko. Risiko ini sifatnya baru dan sekaligus merupakan tantangan bagi para praktisi di bidang layanan internet banking.
35
“Next-generation retail banking,” http://www.zle. nonstop. compaq. com/view.asp? IO = INTBKGWP, diakses 22 Juni 2009 36 Ibid Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
47
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran Internet Globalisasi sistem keuangan telah diikuti oleh kecenderungan yang paralel dengan internasionalisasi perbankan (internationalization of banking) yang mengarah kepada konsolidasi globalisasi dari industri keuangan secara keseluruhan. 37 Di balik gencarnya fenomena internasional perbankan, model-model jasa perbankan mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan proses globalisasi dan liberalisasi perdagangan. Aspek yang menarik untuk dicermati saat ini menyangkut pada sistem pembayaran di dunia perbankan. Sistem pembayaran adalah instrumen sistem clan peraturan di mana sebuah lembaga mempertemukan pihak yang membayar dan menerima pembayaran. Dalam tataran ini, lembaga perbankan yang mempunyai fungsi intermediari, yaitu sebagai salah satu lembaga yang dapat mempertemukan pihak yang membayar dan menerima pembayaran dalam sistem pembayaran tersebut. Hal ini tidak terlepas dari peran lembaga perbankan dari sudut pandang yuridis, sebagai pihak yang dapat secara langsung memfasilitasi transfer dana antarpihak. 38
37
Jordi Canal, Universal Banking International Comparansons and Theoritical Perspectives (Oxford: Clarendon Press, 1997), hal. 242 38 Antar pihak yang dimaksudkan dapat berupa pihak antara individu dengan individu lainnya, individu dan badan hukum , dan badan hukum dengan badan lainnya Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
48
Saat ini, sistem pembayaran mengalami perluasan, tidak saja dalam lingkup nasional, tetapi sistem pembayaran itu sendiri sudah melewati batas-batas negara (bonderless states). Kenyataan ini tentunya telah menjadi suatu perhatian global. Perlu diketahui, di dunia perbankan dikenal berbagai macam jenis sistem pembayaran di antaranya sistem electronic fund transfer. Electronic fund transfer system ini yang pada esensinya adalah proses pertukaran nilai dengan menggunakan media elektronik melalui perintah kredit maupun debit. Metode yang digunakan sebagai berikut. 39 1. Point of sale transfers Sistem ini memfasilitasi penggunaan kartu debit, di mana hal ini lebih baik daripada kartu kredit. Biasanya, sistem pembayaran ini digunakan di supermarket atau outlet-outlet lainnya. 2. Automatic Teller Machine (ATM) Adalah terminal elektronik yang menyediakan jasa secara pasti, yang meliputi deposito, penarikan (withdrawals), transfer antar rekening, dan lain sebagainya. ATM secara umum dapat diakses 24 jam, caranya dengan memasukkan kartu dan password atau personal number (istilah lainnya PINPersonal Identification Number). PIN disediakan untuk mesin unik yang
39
Paul Latimer, Australian Business Law (Sydney: CCH Australia Limited, Sydney, 1997), hal. 104-115 Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
49
dapat mengidentifikasi apakah seseorang mempunyai hak atau kewenangan untuk mengakses rekening. Sebuah kartu tanpa PIN tidak dapat mengakses ATM. 3. Transfer initiated by telephone Fasilitas ini membolehkan nasabah untuk menelepon lembaga induk dari rekeningnya, kemudian memberi suatu kode atau bentuk lainnya dari identifikasi nasabah. Setelah itu lembaga atau pihak ketiga diperintahkan untuk menarik dana dari rekening nasabah tersebut guna pembayaran dari nasabah. 4. Electronic Data Interchange (EDI) Adalah perdagangan tanpa kertas, perubahan bisnis elektronik kepada bisnis komunikasi seperti perintah penjualan dan dokumen pengapalan dari komputer ke komputer tanpa intervensi manusia. EDI mengurangi dokumentasi kertas dan membolehkan untuk transaksi perdagangan secara otomatis. Masalah hukum dari EDI meliputi penyesuaian prinsip-prinsip hukum kontrak yang didasarkan pada kertas. 5. Virtual cash-payment on the internet Yaitu metode pembayaran melalui internet untuk barang dan jasa dengan menggunakan kartu kredit. Dalam sistem pembayaran ini, terdapat masalah, yakni dalam hal otentikasi dan keamanan. Akan tetapi, tingkat efisiensi dalam Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
50
virtual cash ini sangat tinggi mengingat dalam pembayaran itu sendiri tidak berbasis pada kertas. Di samping itu, ada beberapa sistem pembayaran pokok yang dapat dijelaskan di bawah ini sebagai berikut.40 1. SWIFT (The Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication) Sistem ini didirikan di Belgia pada tahun 1973. Sebuah perusahaan hasil kerja sama yang dibentuk oleh 2000 lembaga keuangan, meliputi bank-bank, dan worldwide. Secara objektif, SWIFT mempertemukan data komunikasi dan memproses kebutuhan dari masyarakat keuangan global. SWIFT merupakan penghubung pesan keuangan, perintah pembayaran, konfirmasi perubahan mata uang asing dan sekuritas antara lembaga keuangan dengan sistem jaringan di beberapa negara. Kemampuan jaringan hampir dipastikan dapat dilakukan nonstop 24 jam sehari. 2. FEDWIRE and CHIPS Kedua sistem ini mempunyai nilai lebih yang sangat tinggi. FEDWIRE (The Federal Reserve's Fund Transfer System) adalah sistem transfer dengan penyelesaian real time untuk dana domestik (domestic fund) yang
40
Shelagh Hefferman, Modern Banking in Theory and Practice (England : John Wiley & Sons Ltd), hal. 77-78. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
51
dioperasikan oleh the Federal Reserve di Amerika Serikat. Pada tahun 1992, ada 68 juta transfer dana melalui FEDWIRE dengan nilai US$ 199 triliun. CHIPS (the Clearing House Interbank Payments System) adalah sistem pembayaran pribadi di New York yang dioperasikan oleh The New York Clearing House Association sejak 1971. CHIPS merupakan sistem pembayaran elektronik online untuk transmisi dan memproses dari dolar internasional. 3. CHAPS (the Clearing House Automated Payment System) Didirikan di London pada tahun 1984. Penyelesaiannya dilakukan oleh 14 bank yang meliputi Bank of England yang berkaitan dengan 400 perusahaan keuangan lainnya sebagai sub anggota dan dapat secara langsung melakukan penyelesaian melalui CHAPS. Kerangka ini dibangun untuk mengantarkan penyelesaian secara real time, di mana dengan model ini, tidak lagi dibutuhkan penyelesaian setiap hari atau di akhir hari. Sejumlah bank global mengarahkan sistem mereka pada sistem pembayaran elektronik, terutama untuk memfasilitasi pembayaran global internal. SWIFT merupakan sistem transfer dana elektronik yang lebih populer karena menawarkan penyelesaian real time 24 jam sehari jika dibandingkan sistem maksimum nonprofit. 41
41
Ibid
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
52
Dalam praktiknya, sistem SWIFT, CHIPS, dan CHAPS mendapat kritik karena membatasi jam buka. Hal ini sangat merugikan bagi kepentingan bank anggota. Misalnya, Bank Sentral di US (Amerika) mengkliring bank di UK (Inggris) sebagai dampak dari transaksi melalui SWIFT, CHIPS dan CHAPS sehingga para pesaing harus menggunakan bank UK sebagai agen mereka. Di samping alasan di atas, ketiga sistem ini juga mempunyai masalah yang kompleks dan juga memakan biaya tinggi untuk melatih staf agar dapat menguasai tiga sistem ini. Sebagai pesaing potensial kedepannya, sistem keamanan di internet akan menjadi alternatif dengan menggunakan e-cash untuk penyelesaian transaksi di real time. Di Amerika Serikat, beberapa bank regional Amerika pada tahapan pertama, menawarkan jasa perbankan melalui internet. Peraturan di sana membolehkan Security First Network Bank menawarkan perbankan maya di internet. Lembagalembaga nonbank juga diizinkan membuat tawaran ke dalam jasa keuangan internet. Internet e-cash akan menempatkan banyak transaksi debit, kredit, dan smart card. Pada mulanya, e-cash akan mengizinkan kredit instan atau mendebitkan rekening untuk transaksi yang dinegosiasikan di internet. Sebelum e-cash dimulai, bagaimanapun juga masalah verifikasi pada internet harus diputuskan sebab tidak ada cara membedakan antara uang senyatanya (real money) dan pemalsuan tanda tangan digital (a digital forgery) Salah satu Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
53
kemungkinan solusinya adalah menyembunyikan tanda tangan dalam menyertai setiap transaksi. Upaya ini telah dirintis oleh dua perusahaan digicash di Belanda dan Amerika Serikat. Dua perusahaan ini pada tahap awal pembangunan cybercash menawarkan pada pihak ketiga yang berperan sebagai intermediari harus menetapkan jaminan (collecteral) dan penyelesaian e-cash yang siap untuk dibuat sebagai media pertukaran (medium exchange). Artinya, jika e-cash harus diubah ke dalam uang nyata untuk direalisasikan nilainya, hal ini tidak menghilangkan peran intermediari karena fungsi e-cash hanya sebagai alat tukar-menukar. 42 Dalam konteks Indonesia, banyak bank akhir-akhir ini mengklaim telah menggunakan media internet sehingga jasa perbankan dapat dilakukan secara online. Dalam praktiknya, penerapan jasa perbankan yang memanfaatkan media internet tidak dijalankan sepenuhnya. Dalam pengertian ini, sebenarnya jika suatu bank sudah mengklaim menggunakan jasa perbankan secara online dengan menggunakan media internet, termasuk dalam transaksi pembayarannya, mau tidak mau mereka harus menggunakan teknologi online secara konsisten. Dalam pengertian lain, teknologi yang
42
Ibid
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
54
dimaksud adalah menggunakan payment gateway 43 yang merupakan syarat mutlak dalam membangun sistem online tersebut dan juga dapat bersifat interaktif. Akan tetapi, di dalam jasa perbankan Indonesia penggunaan teknologi ini tidak dilakukan secara konsisten dan tidak interaktif. Artinya, selama ini dunia perbankan Indonesia yang mengklaim bahwa mereka sudah melakukan jasa perbankan secara online, ternyata tidak dilakukan sepenuhnya. Ada dua alasan yang mendasari pendapat demikian. Pertama, konsep online dalam jasa perbankan Indonesia yang memanfaatkan media internet ternyata baru sebatas representasi atau mewakili produk perbankan, artinya hanya memberikan keterangan produk perbankan bersangkutan. Kedua, jasa perbankan online yang dimaksud dalam dunia perbankan Indonesia masih menggunakan data base dan masih dalam bentuk pengembangan yang sifatnya tidak interaktif. Kalaupun interaktif hanya memenuhi satu layanan, misalnya transfer rekening dan pengecekan rekening, tetapi tidak dapat dipakai untuk online purcheasing. 44 Berdasarkan pada kedua pendapat ini, dapat disimpulkan bahwa dunia perbankan Indonesia yang telah mengklaim jasa perbankannya bersifat online dengan
43
Payment gateway merupakan sebuah sarana teknologi yang khusus digunakan dalam system pembayaran secara online dan dapat melakukan proses data secara otomatis untuk menentukan valid dan tidaknya sebuah data serta dari segi keamanan transaksi dengan menggunakan system payment gateway ini sangat terjamin. 44 Http//www. Marketbiz.net, diakses pada tanggal 13 Mei 2009 Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
55
menggunakan media internet, tidak dapat dikatakan sepenuhnya online karena tidak mencakup pada aspek electronic payment system/internet payment system.
C. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penguna Internet Banking
Sistem Pembayaran merupakan suatu sistem yang mencakup pengaturan, kesepakatan, kontrak/perjanjian, fasilitas operasional, mekanisme teknis, standar dan prosedur yang membentuk suatu kerangka yang digunakan untuk penyampaian, pengesahan dan penerimaan instruksi pembayaran serta pemenuhan kewajiban pembayaran melalui pertukaran suatu nilai ekonomis (uang) antar pihak-pihak (perorangan, bank, lembaga lainnya) baik domestik maupun crossborder dengan menggunakan instrumen pembayaran. Secara umum, sistem pembayaran terdiri atas beberapa komponen berupa kebijakan,
alat/instrumen
pembayaran,
mekanisme
kliring
dan
setelmen,
kelembagaan, infrastruktur pendukung dan perangkat hukum. Beberapa contoh alat/instrumen pembayaran yang selama ini telah dikenal adalah uang, kartu debit, kartu kredit, traveller’s cheque, serta alat pembayaran elektronik seperti Internet Banking, RTGS, transfer kredit melalui kliring dan sebagainya. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
56
Sesuai amanat Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2004, tugas Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran mencakup sistem pembayaran tunai dan non tunai. Dalam perannya di bidang pembayaran tunai, Bank Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa tanggung jawab yang dipikul untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah dalam jumlah dan pecahan yang cukup merupakan sebuah tantangan tersendiri. Hal ini mengingat jumlah penduduk yang cukup banyak serta kondisi geografis yang sangat luas untuk mengedarkan uang dalam jumlah dan pecahan yang tepat kepada masyarakat. Selain itu penggunaan uang tunai sebagai alat pembayaran dirasakan mulai menimbulkan masalah terutarna tingginya biaya cash handling, risiko perampokan/ pencurian, serta uang palsu. Di sisi lain, penggunaan uang tunai juga dapat mengakibatkan inefisiensi waktu karena panjangnya antrian di sentra-sentra pembayaran serta ketidakpraktisan membawa uang dalam jumlah yang cukup banyak. Dari sisi sistem pembayaran non tunai, Bank Indonesia berkepentingan untuk memastikan bahwa sistem pembayaran non tunai yang digunakan oleh masyarakat dapat berjalan secara aman, efisien dan handal. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
57
Oleh karena itu, perkembangan penggunaan alat pembayaran non tunai mendapat perhatian yang serius dari Bank Indonesia mengingat perkembangan pembayaran non tunai diharapkan dapat mengurangi beban penggunaan uang tunai dan semakin meningkatkan efisiensi perekonomian dalam masyarakat. Meskipun dari sisi teknologi alternatif penggunaan instrumen pembayaran non tunai sangat fleksible untuk menggantikan uang tunai namun demikian aspek psikologis, keamanan, kenyamanan dan kepercayaan masyarakat terhadap uang kas kemungkinan besar tetap merupakan hambatan yang masih hams dihadapi dalam pengembangan instrumen pembayaran non tunai. Oleh karena itu perlindungan terhadap konsumen (nasabah) dalam hal ini sebagai pengguna sistem alat pembayaran non-tunai perlu diperhatikan dan dilindungi haknya baik dari segi manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan nasabah. Perkembangan
teknologi
informasi,
telekomunikasi,
dan
Internet
menyebabkan mulai munculnya aplikasi bisnis yang berbasis Internet. Salah satu aplikasi yang mulai mendapat perhatian adalah Internet Banking atau sering juga disebut e-Banking. Beberapa statistik menunjukkan naiknya jumlah pelaku e-banking di dunia. Di Indonesia sudah ada beberapa pelaku Internet Banking. Salah satu pelaku yang cukup dikenal di masyarakat adalah layanan “KlikBCA” dari BCA (Bank Central Asia). Salah satu aspek yang sangat penting dalam layanan perbankan adalah
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
58
aspek keamanan (security). Sayangnya masalah keamanan ini seringkali terabaikan (baik secara teknis dan non-teknis) sehingga terjadi beberapa masalah. Adapun yang menjadi arsitektur dari suatu e-Banking dapat dilihat dari segi Persayaratan bisnis dari Internet Banking antara lain: a. Aplikasi mudah digunakan Beberapa implementasi dari electronic banking sebelum Internet populer adalah dengan mengembangkan aplikasi sendiri. Namun pendekatan ini mulai ditinggalkan karena penyedia jasa harus menyediakan berbagai versi dari program aplikasi itu, misalnya untuk versi Microsoft Windows, Macintosh, dan sistem operasi yang populer lainnya. Agar mudah digunakan, akhirnya banyak pelaku Internet Banking yang memilih menggunakan web browser. b. Layanan dapat dijangkau dari mana saja Aspek kedua, layanan dapat dijangkau dari mana saja. Aspek ini dapat dipenuhi dengan menggunakan Internet sebagai jaringan penghubung. Internet sudah dapat diakses darimana saja di dunia. c. Murah Aspek berikutnya adalah murahnya biaya untuk mengakses Internet Banking. Penggunaan Internet menyebabkan layanan bisa menjadi murah. d. Aman Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
59
Aspek pengamanan dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi kriptografi seperti penggunaan enkripsi dengan menggunakan SSL (Secure Socket Layer). Pada prinsipnya dia mengacak dan menyandikan data sehingga sulit disadap oleh orang yang tidak berhak. Pengamanan lain adalah penggunaan VPN (Virtual Private Network) untuk menghubungkan kantor pusat bank dengan kantor cabang. Aspek-aspek di atas merupakan aspek yang dilihat dari sudut pandang pengguna. Ada aspek yang dilihat dari kacamata penyedia jasa (bank), antara lain : a. Mudah meluncurkan aplikasi / produk / servis lain. Saat ini mungkin bank barn memikirkan Internet Banking. Akan tetapi di kemudian hari akan muncul layanan mobile banking, TV banking, dan berbagai layanan baru lainnya yang belum terbayang pada saat ini. Sistem yang ada harns dapat meluncurkan layanan ini dengan cepat. Time to market merupakan kunci utama dalam era digital ini. b. Scalability, baik dalam ukuran maupun dalam kecepatan Sistem yang ada harns dapat melayani nasabah dalam jumlah kecil, misalnya ribuan orang, sampai ke nasabah dalam jumlah besar, misalnya belasan juta orang. Seringkali sistem yang dikembangkan hanya dapat bekeIja untuk jumlah nasabah yang sedikit sehingga ketika servis menjadi populer dan
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
60
nasabah mulai banyak menggunakan servis tersebut maka servis menjadi sangat lambat. c. Dapat mengakomodasi platform / sistem yang berbeda-beda (heterogen) Multi-channel access merupakan paradigma yang harns didukung. Pada masa yang akan datang, layanan diharapkan dapat diakses dari berbagai platform; mulai dari datang ke counter, diteruskan dengan akses lewat Internet, dan kemudian diselesaikan melalui handphone. d. Memiliki sifat resistency, tahan bantingan dan cepat kembali ke kondisi semula jika terjadi masalah Musibah tidak dapat diprediksi. Banjir, kebakaran, kerusuhan, dan berbagai hal lainnya dapat menyebabkan terhentinya layanan. Servis Banking (termasuk Internet Banking) harus dapat kembali menjalankan layanan dalam waktu sesingkat mungkin e. Manageable Sistem yang ada harus dapat dikelola dengan baik Meningkatnya variasi dan kompleksitas dari layanan sering menyebabkan kompleksitas di sisi sistem yang mengimplementasikan layanan tersebut. Untuk itu sistem Internet Banking yang ada harus dapat dikelola (manageable). Jika tidak, sistem akan menjadi kacau balau dan tidak terkendali.
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
61
Menurut The Office of the Comptroller of the Currency (OCC) ditemukan beberapa kategori risiko yang ada dalam penyelenggaraan layanan internet banking, yaitu sebagai berikut.45 1. Risiko kredit (credit risk) Risiko kredit adalah risiko terhadap pendapatan atau modal yang timbul dari kegagalan obligor untuk menyepakati setiap kontrak dengan bank atau sebaliknya untuk performan yang disetujui. Risiko kredit ditemukan dalam semua kegiatan yang kesuksesannya tergantung pada performan counterparty, issuer, atau peminjam. Layanan internet banking menyediakan kesempatan pada bank untuk melakukan
perluasan
melewati
wilayah
geografis.
Nasabah
dapat
memperkaya wawasan kelembagaan di mana saja di dunia ini. Dengan persetujuan nasabah melalui internet, ketiadaan kontak secara personal merupakan tantangan bagi bank untuk memverifikasi keabsahan dari nasabah mereka. Hal ini penting untuk menentukan pemberian kredit, memverifikasi agunan dan menyempurnakan persetujuan keamanan juga merupakan tantangan bagi peminjam dari luar wilayah. Melalui layanan internet banking, dapat mengarah pada pengonsentrasian kredit di luar wilayah atau dalam industri tunggal (single industry) Lebih dari itu, Manajemen yang efektif dari portofolio pinjaman dinyatakan melalui persyaratan di internet yang dipahami
45
“Internet and Charters 90 Comptroller’s Corporate Manual,”www.google.com, diakses tanggal 16 Juni 2009. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
62
badan atau manajemen dan mengawasi profile the bank's lending risk serta budaya kredit. Mereka seharusnya memastikan bahwa keefektifan kebijakankebijakan, proses, dan praktik ditempatkan untuk mengawasi risiko. 2. Risiko suku bunga (interest rate risk) Risiko suku bunga adalah risiko terhadap pendapatan atau modal yang timbul dari pergerakan dalam suku bunga. Evaluasi dari suku bunga harus mempertimbangkan dampak yang kompleks dari produk dan juga dampak potensial yang mengubah suku bunga pada pendapatan fee. Layanan internet banking dapat menyediakan deposito, pinjaman dan hubungan lainnya dari konsumen yang memungkinkan daripada bentuk pemasaran yang lainnya. Besarnya akses konsumen terhadap layanan ini membutuhkan upaya untuk menegakkan aturan dan memelihara kelayakan aset/liabilitas yang mencakup kemampuan mengubah pasar secara cepat. 3. Risiko likuiditas (liquidity risk) Risiko likuidasi adalah risiko yang dihadapi oleh bank dalam rangka memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Layanan internet banking dapat meningkatkan volatility deposito dari nasabah yang semata-mata memelihara rekening pada the basis of rate. Aset/liabilitas dan sistem manajemen pinjaman portofolio seharusnya menyediakan penawaran produk melalui layanan Internet banking. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
63
Ditingkatkannya pengawasan likuiditas dan perubahan pada deposito dan pinjaman mungkin menggantungkan jaminan pada volume dan kegiatan rekening internet alamiah. 4. Risiko transaksi (transaction risk) Risiko transaksi adalah risiko yang prospektif dan bariyak berdampak padapendapatan dan modal. Hal ini merupakan akibat adanya praktik penipuan, kesalahan, ketidakmampuan untuk penyerahan produk dan jasa, dan memelihara posisi kampetisi dan penawaran jasa serta memperluas produk layanan internet banking. Tingginya risiko transaksi akan membawa eksis terhadap produk-produk layanan internet banking. Secara khusus, risiko muncul karena tidak layaknya perencanaan, pelaksanaan dan kontrol. Bank yang menawarkan produk-produk keuangan dan jasa melalui layanan internet banking harus dapat mempertemukan "harapan-harapan" nasabah mereka. Bank juga harus menjamin mereka mempunyai hak produk campuran dan kemampuan untuk penyerahan secara akurat, tepat waktu, dan layanan yang dapat dipercaya untuk mengembangkan kepercayaan tingkat tinggi pada brandname bank.
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
64
Nasabah yang aktif dalam berbisnis melalui layanan internet lebih menyukai toleransi yang kecil untuk kesalahan atau menghindari lembaga keuangan yang tidak mempunyai pengawasan internal yang memuaskan untuk mengatur bisnis layanan internet banking. Sebaliknya, nasabah akan menyukai layanan internet banking dengan produkproduk yang tersedia secara terus-menerus dan halaman web yang mudah untuk dikendalikan. Jenis-jenis software dari sumber yang variatif akan mendukung fungsi-fungsi layanan internet banking yang disediakan untuk nasabah, misalnya Personal Financial Manager (PFM) software. Percobaan serangan atau pengacauan pada komputer bank dan sistem jaringan adalah menjadi perhatian yang utama. Studi menunjukkan bahwa sistem yang mudah diserang berada pada tingkat internal daripada eksternal karena pengguna sistem internal mempunyai pengetahuan dari sistem dan akses. Bank seharusnya melakukan pengawasan detektif dan preventif untuk melindungi sistem layanan internet banking dari eksploitasi secara internal dan eksternal. Bank nasional yang menawarkan penyediaan tagihan dan pembayaran akan membutuhkan proses penyelesaian transaksi antara bank, nasabahnya, dan Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
65
pihak eksternal. Perlu ditambahkan, risiko transaksi, kegagalan penyelesaian dapat berdampak pada reputasi, likuiditas, dan risiko kredit. 5. Risiko komplain (compliance risk) Risiko komplain merupakan risiko yang berdampak terhadap pendapatan dan modal akibat adanya pelanggaran terhadap hukum, regulasi, atau standar etik. Risiko
komplain
dapat
mengarah
terhadap
berkurangnya
reputasi,
pengurangan nilai penjualan, membatasi kesempatan bisnis, mengurangi potensi ekspansi, dan mengakibatkan kontrak tidak dapat dilaksanakan. Dalam upaya meminimalkan hal ini, maka keterbukaan dan kepastian dalam layanan internet banking sangatlah penting. Wujudnya adalah sinkronisasi dan pengembangan channel untuk menjamin konsistensi keakuratan pesan nasabah dalam layanan internet banking. 6. Risiko reputasi (reputation risk) Risiko reputasi merupakan sebagian besar dari prospek risiko yang berdampak kepada pendapatan dan modal akibat adanya pendapat negatif dari publik. Hal ini berdampak pada penetapan hubungan baru atau layanan atau kelanjutan
layanan
persengketaan
ke
hubungan lembaga
konvensional.
pengadilan,
Risiko
kehilangan
ini
membuka
keuangan,
atau
kemunduran pada nasabahnya.
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
66
Reputasi suatu bank dapat rusak oleh layanan internet banking yang dilaksanakan sangat miskin/rendah yang berakibat kepada menjauhkan nasabah atau publik. Sebaiknya, desain marketing yang meliputi keterbukaan merupakan salah satu cara untuk mendidik nasabah potensial dan membantu membatasi risiko reputasi. Nasabah harus mengerti apakah mereka dapat berharap secara rasional dari suatu produk atau jasa dan apa risiko khusus dan keuntungan yang terjadi pada mereka ketika menggunakan sistem. Program pemasaran harus mempersembahkan produk yang fairly dan accurately. Bank Nasional harus hati-hati dalam mempertimbangkan bagaimana menghubungkan dengan website milik pihak ketiga. Pemanfaatan
Teknologi
Informasi,
media,
dan
komunikasi
telah
mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum. Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum siber
atau
cyber law,
secara
internasional
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
67
digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut
lahir mengingat kegiatan yang dilakukan
melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian
informasi,
komunikasi,
dan/atau
transaksi
secara elektronik,
khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik. Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas
penafsiran
asas
dan normanya
ketika
menghadapi
persoalan
kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik sebagai perbuatan pidana. Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan
kepastian
hukum
dalam
pemanfaatan teknologi informasi, media, dan
komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
68
Oleh karena itu, terdapat lima pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal. Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan
mengirimkan
atau
menyebarkan informasi
elektronik. Sistem informasi secara teknis
dan
manajemen
sebenarnya
adalah
perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin
yang
mencakup
komponen
perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage, dan communication.
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
69
Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik
untuk kegiatan
(electronic commerce)
telah
perdagangan
menjadi
bagian
melalui
sistem
dari perniagaan
elektronik
nasional
dan
internasional. Kenyataan ini menunjukkan
bahwa
konvergensi
di
bidang teknologi
informasi, media, dan informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi. Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang
ditempuh akan terlalu banyak
kesulitan
dan
hal
yang
lolos
dari
pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
70
Bentuk perlindungan hukum terhadap nasabah penguna internet banking, antara lain terdiri dari berbagai aspek yang harus dipenuhi oleh setiap penyelengara internet banking (bank), atau Persyaratan keamanan yang harus dijaga penyelengara Internet Banking guna perlindungan terhadap nasabah penguna Internet banking, antara lain adalah : a. Confidentiality Aspek confidentiality memberi jaminan bahwa data-data tidak dapat disadap oleh pihak-pihak yang tidak berwenang. Serangan terhadap aspek ini adalah penyadapan nama account dan PIN dari pengguna Internet Banking. Penyadapan dapat dilakukan pada sisi terminal (komputer) yang digunakan oleh nasabah atau pada jaringan (network) yang mengantarkan data dari sisi nasabah ke penyedia jasa Internet Banking. Penyadapan di sisi komputer dapat dilakukan dengan memasang program key logger yang dapat mencatat kunci yang diketikkan oleh pengguna. Penggunaan key/ogger ini tidak terpengaruh oleh pengamanan di sisi jaringan karena apa yang diketikkan oleh nasabah (sebelum terenkripsi) tercatat dalam sebuah berkas. Penyadapan di sisi jaringan dapat dilakukan dengan memasang program sniffer yang dapat menyadap data-data yang dikirimkan melalui jaringan Internet.
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
71
Pengamanan di sisi network dilakukan dengan menggunakan enkripsi. Teknologi yang umum digunakan adalah Secure Socket Layer (SSL) dengan panjang kunci 128 bit. Pengamanan di sisi komputer yang digunakan nasabah sedikit lebih kompleks. Hal ini disebabkan banyaknya kombinasi dari lingkungan nasabah. Jika nasabah mengakses Internet Banking dari tempat yang dia tidak kenal atau yang meragukan integritasnya seperti misalnya warung Internet (warnet) yang tidak jelas, maka kemungkinan penyadapan di sisi terminal dapat terjadi. Untuk itu perlu disosialisasikan untuk memperhatikan tempat dimana nasabah mengakses Internet Banking. Penggunaan key yang berubah-ubah pada setiap sesi transaksi (misalnya dengan menggunakan token generator) dapat menolong. Namun hal ini sering menimbulkan ketidaknyamanan. Sisi back-end dari bank sendiri harus diamankan dengan menggunakan Virtual Private Network (VPN) antara kantor pusat dan kantor cabang. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya fraud yang dilakukan dari dalam (internal). b. Integrity Aspek integrity menjamin integritas data, dimana data tidak boleh berubah atau diubah oleh pihak-pihak yang tidak berwenang. Salah satu cara untuk memproteksi hal ini adalah dengan menggunakan checksum, signature, atau Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
72
certificate. Mekanisme signature akan dapat mendeteksi adanya perubahan terhadap data. Selain pendeteksian dengan menggunakan checksum, misalnya pengamanan lain yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan mekanisme logging (pencatatan) yang ekstensif sehingga jika terjadi masalah dapat dilakukan proses mundur (rollback). c. Authentication Authentication digunakan untuk meyakinkan orang yang mengakses servis dan Juga server (web) yang memberikan servis. Mekanisme yang umum digunakan untuk melakukan authentication di sisi pengguna biasanya terkait dengan: 1. Sesuatu yang dimiliki (misalnya kartu ATM, chipcard) 2. Sesuatu yang diketahui (misalnya user id, password, PIN, TIN) 3. Sesuatu yang menjadi bagian dari kita (misalnya sidikjari, iris mata) Salah satu kesulitan melakukan authentication adalah biasanya kita hanya menggunakan user id/account number dan password/PIN. Keduanya hanya mencakup satu hal saja (yang diketahui) dan mudah disadap. Sementara itu mekanisme untuk menunjukkan keaslian server (situs) adalah dengan digital certificate. Sering kali hal ini terlupakan dan sudah terjadi kasus di Indonesia dengan situs palsu “kilkbca.com”. Situs palsu akan memiliki sertifikat yang berbeda dengan situs Internet Banking yang asli. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
73
d. Non-repudiation Aspek non-repudiation menjamin bahwa jika nasabah melakukan transaksi maka dia tidak dapat menolak telah melakukan transaksi. Hal ini dilakukan dengan menggunakan digital signature yang diberikan oleh kripto kunci publik (public key crypto system). Mekanisme konfirmasi (misal melalui telepon) juga merupakan salah satu cara untuk mengurangi kasus. Penggunaan logging yang ekstensif juga dapat mendeteksi adanya masalah. Seringkali logging tidak dilakukan secara ekstensif sehingga menyulitkan pelacakan jika terjadi masalah. e. Availability Aspek availability difokuskan kepada ketersediaan layanan. Jika sebuah bank menggelar layanan Internet Banking dan kemudian tidak dapat menyediakan layanan tersebut ketika dibutuhkan oleh nasabah, maka nasabah akan mempertanyakan keandalannya dan meninggalkan layanan tersebut. Bahkan dapat dimungkinkan nasabah akan pindah ke bank yang dapat memberikan layanan lebih baik. Serangan terhadap availability dikenal dengan istilah Denial of Service (DoS) attack. Sayangnya serangan seperti ini mudah dilakukan di Internet dikarenakan teknologi yang ada saat ini masih menggunakan IP (Internet Protocol) versi 4.
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
74
Mekanisme pengamanan untuk menjaga ketersediaan layanan antara lain menggunakan backup sites, DoS filter, Intrusion Detection System (IDS), network monitoring, Disaster Recovery Plan (DRP), Business Process Resumption. Istilah-istilah ini memang sering membingungkan, istilah tersebut adalah teknik dan mekanisme untuk meningkatkan keandalan. Untuk mengantisipasi berbagai permasalahan yang terkait dengan keamanan sistem informasi, maka perlu diimplentasikan suatu kebijakan dan prosedur pengamanan. Kebijakan dan prosedur tersebut harus mencakup: 1. Identifikasi sumber-sumber dan aset-aset yang akan dilindungi. 2. Analisa kemungkinan ancaman dan konsekuensinya. 3. Perkiraan biaya atau kerugiankerugianyang dapat ditimbulkan. 4. Analisa potensi tindakan penangkal dan biayanya serta kerugian lainnya. 5. Mekanisme pengamanan yang sesuai. 46 Selain itu, diperlukan suatu ketentuan yang mengatur perbankan nasional yang memiliki pusat penyimpanan, pemrosesan data/informasi dan transaksi perbankan yang letaknya di luar negeri. Perlu dibentuk sebuah unit kerja khusus/ Divisi Pengamanan-Pencegahan kejahatan perbankan di dalam struktur Bank/Bank Indonesia yang fungsinya untuk melakukan penerapan kebijakan pengamanan sistem,
46
Brian Ami Prastyo, Permasalahan Hukum Terkait Internet Banking dan Solusi Penyelesaiannya, Bank Indonesia dan LKHT FHUI Buletin Hukum Volume 3, Nomor 2, Jakarta, 2005, hal. 23 Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
75
melakukan penelitian untuk pencegahan terhadap ancaman/kejahatan yang sudah ada maupun yang mungkin terjadi dan melakukan tindakan recovery serta pemantauan transaksi perbankan selama 24 jam.
BAB III
BENTUK PERTANGUNGJAWABAN TERHADAP PENGGUNAAN INTERNET BANKING BILA TERJADI MASALAH
A. Pihak-Pihak Dalam Sistem Pembayaran Internet Berbasis SET Perkembangan
teknologi
informasi,
telekomunikasi,
dan
Internet
menyebabkan mulai munculnya aplikasi bisnis yang berbasis Internet. Salah satu aplikasi yang mulai mendapat perhatian adalah Internet Banking atau sering juga disebut e-Banking. Beberapa statistik menunjukkan naiknya jumlah pelaku e-Banking di dunia. Di Indonesia sudah ada beberapa pelaku Internet Banking. Salah satu pelaku yang cukup dikenal di masyarakat adalah layanan “KlikBCA” dari BCA. Telah diketahui dalam sistem pembayaran internet yang berbasis SET pada dasarnya, melibatkan banyak pihak. Dalam sistem pembayaran ini sendiri, dikenal minimal tujuh pihak yang terkait. Tujuh pihak itu adalah sebagai berikut, yaitu:
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
76
1. Cardholder Cardholder adalah orang yang menggunakan kartu pembayaran yang dikeluarkan oleh sebuah issuer. Dalam sistem pembayaran SET informasi nomor rekening yang dikirim cardholder dijamin kerahasiaannya. 2. Issuer Issuer adalah suatu institusi ekonomi (bank) yang membuat rekening dan mengeluarkan kartu
pembayaran
bagi cardholder.
Issuer
menjamin
pembayaran untuk transaksi yang terotorisasi menggunakan kartu pembayaran yang dikeluarkannya, sesuai dengan regulasi yang dikeluarkannya oleh 55 pemegang merek dan pemerintah setempat. Contoh issuer adalah bank-bank yang mengeluarkan kartu kredit seperti Bank Lippo, Bank BCA, dan lain sebagainya. 3. Merchant Merchant adalah orang yang menyediakan barang atau jasa untuk dipertukarkan dengan pembayaran, dalam hal ini pembayaran dilakukan melalui internet. Dalam SET merchant dapat menyediakan transaksi yang aman bagi cardholder. Merchant terlebih dahulu harus memiliki relasi dengan acquirer. 4. Acquirer Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
77
Acquirer adalah suatu institusi ekonomi yang membuat rekening bagi merchant dan melakukan proses otorisasi kartu pembayaran yang diterima oleh merchant dari cardholder. Contoh acquirer adalah bank-bank yang menyediakan layanan otorisasi bagi toko-toko yang menerima pembayaran dengan kartu kredit seperti Bank Bali, BCA, Citibank, dan lain sebagainya. 5. Payment Gateway Payment gateway adalah suatu perangkat yang dioperasikan oleh aquirer atau pihak ketiga untuk memproses pesan pembayaran termasuk instruksi pembayaran dari cardholder. 6. Pemegang Merek Pemegang merek adalah suatu badan usaha yang mengembangkan sistem kartu pembayaran, yang melindungi, mempromosikan dan menciptakan aturan-aturan penggunaannya. Ada beberapa pemegang merek yang merupakan institusi ekonomi dan berperan sebagai issuer maupun acquirer. Contohnya pemegang merek, yaitu Visa, MasterCard, Amex, dan sebagainya. 7. Pihak Ketiga Terkadang acquirer maupun issuer memilih pihak ketiga untuk menjalankan payment gateway. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
78
Ada tiga kendala yang dihadapi sektor perbankan Indonesia sehingga tidak dapat menyelenggarakan sistem pembayaran internet secara ideal. Kendala itu antara lain pertama, karena di Indonesia sendiri belum memiliki sistem teknologi payment gateway yang nilainya sangat mahal, kedua, belum adanya peraturan perundangundangan yang khusus mengatur hal ini dan ketiga, hal ini dapat disebabkan belum adanya pengetahuan yang luas dari para pelaku perbankan sendiri. Aspek ketiga ini ingin menjelaskan kepada para pelaku perbankan bahwa, meskipun teknologi payment gateway itu mahal, tetapi hal ini dapat disiasati dengan model kerja sama dengan lembaga-lembaga keuangan internasional yang sudah memakai teknologi ini sehingga kendala pertama dan kedua dapat dipecahkan. Kalaupun Bank BCA sekarang sedang menyelenggarakan sistem pembayaran sendiri melalui internet banking-nya (www.klikbca.com) yang didukung oleh teknologi payment gateway sendiri juga, tetapi hal ini masih dirasakan kurang karena jasa pembayaran tersebut hanya berlaku bagi member Bank BCA saja, sedangkan untuk bank yang lain tidak dimungkinkan. 47
47
Aspek ketiga ini ingin menjelaskan kepada para pelaku perbankan bahwa meskipun teknologi payment gateway itu mahal, tetapi hal ini dapat disiasati dengan model kerja sama dengan lembaga-lembaga keuangan internasional yang sudah memakai teknologi ini sehingga kendala pertama dan kedua dapat dipecahkan. Bukti dari kesadaran ini misalkan bank BCA yang sekarang melakukan kerja sama dalam penggunaan ATM dengan pihak Visa dan Cirrus harusnya tidak hanya mesin ATM Visa saja yang digandeng untuk kerja sama, tetapi juga dapat kerja sama itu diperluas dengan menggandeng kerja sama dalam pemanfaatan payment gateway-nya Visa Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
79
B. Model Pendekatan Hukum terhadap Internet Banking Suatu pertemuan teknologi dan telekomunikasi modern memberdayakan individual, organisasi dan institusi dengan kebolehan secara langsung berhubungan dengan orang di mana saja, sebagai seseorang tanpa nama dan kesejajaran yang tidak tampak. Sesuatu yang tidak disuka terjadi sebelum sejarah. Konsep yurisdiksi yang diterapkan di semua lini hukum aktivitas perintah di internet menjadi problematika tersendiri. Bagaimana hukum dapat diaplikasikan dan dipaksakan pada aktivitas perlintasan batas dan internasional di jangkauan dalam kasus yang lebih detail, Kecuali timbal balik multilateral dan pelaksanaan yang dapat digaransi dan dipercaya, perundang-undangan akan berisi suatu elemen futuristik. Perundang-undangan yang tetap sebagai kebijakan nasional merupakan pengakuan yang sah dari dokumen elektronik sebagai "kesetaraan fungsional penulisan dokumen di bawah eksisnya suatu hukum." Di bawah kepastian kondisi yang kompleks dan dokumen yang terintegrasi, hukum "tidak akan menjadi legal effect yang gagal. Hal ini terlihat pada masalah keaslian dan pengakuan atas pembuktian dokumen elektronik secara yuridis. Pengaturan demikian sangat penting karena melakukan beberapa fungsi untuk sampul dokumen transaksi dan persetujuan berbagai macam tanda tangan, terutama
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
80
ketika penulisan tangan, secara normal membedakan dan penilaian unik mengikat penanda tangan dokumen. Selanjutnya, keaslian penandatangan, khusus untuk maksud pembuktian. Ini mengemukakan tanda tangan yang benar dan niat dokumen yang sah dan pengaruh mengikat. Oleh karena itu, secara operasional dan finansial transaksi dilakukan terang-terangan dan sistematis. Pada kasus ini, instrumen finansial, berupa tanda tangan adalah suatu yang formal, sah dan syarat yang lumrah untuk instrumen menjadi efektif dan negotiable.. Sejalan dengan perkembangan penerapan hukum terhadap teknologi baru dan juga isu-isu hukum yang berkembang, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan hukum sebagai basis pengembangan internet ternyata tidak dilakukan dengan sekaligus membuat hukum baru, tetapi caranya tidak lain dengan cara bertahap. Artinya, hukum yang lama tetap diterapkan yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi baru. Di sisi lain, hukum teknologi yang baru apabila sulit disesuaikan dengan hukum lama, maka dibuatlah hukum baru. Pendapat ini diperkuat dengan munculnya tiga model pendekatan hukum yang berkembang berkaitan dengan penerapan hukum pada internet. Model pendekatan pertama secara total menolak setiap usaha untuk membuat aturan hukum bagi Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
81
aktivitas-aktivitas
di
internet
yang
didasarkan
atas
sistem
hukum
tradisional/konvensional. Mereka beralasan bahwa internet yang layaknya sebuah surga demokrasi (democratic paradise) yang menyajikan wahana bagi adanya lalu lintas ide secara bebas dan terbuka tidak boleh dihambat dengan aturan yang didasarkan atas sistem hukum tradisional yang bertumpu pada batasan-batasan teritorial. Dengan pendirian seperti ini, internet harus diatur sepenuhnya oleh sistem hukum baru yang didasarkan atas norma-norma hukum yang baru pula yang dianggap sesuai dengan karakteristik yang melekat pada internet. Kelemahan utama dari kelompok ini adalah mereka menafikan fakta, meskipun aktivitas internet itu sepenuhnya beroperasi secara virtual, namun masih tetap melibatkan masyarakat (manusia) yang hidup di dunia maya. Sebaliknya, model pendekatan kedua berpendapat bahwa penerapan sistem hukum tradisional untuk mengatur aktivitas-aktivitas di internet sangat mendesak untuk dilakukan, tanpa harus menunggu akhir dari suatu perdebatan akademis mengenai sistem hukum yang paling pas untuk mengaturnya aktivitas di internet. Pertimbangan pragmatis yang didasarkan atas meluasnya akibat yang ditimbulkan oleh internet memaksa untuk segera membentuk aturan hukum mengenai
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
82
hal tersebut. Untuk itu, cara yang paling mungkin adalah dengan mengaplikasikan sistem hukum tradisional yang saat ini berlaku. Kelemahan utama pendapat ini merupakan kebalikan dari pendapat pertama, yaitu mereka menafikan fakta bahwa aktivitas-aktivitas di internet menyajikan realitas dan persoalan baru yang merupakan fenomena khas masyarakat informasi yang tidak sepenuhnya dapat direspons oleh sistem hukum tradisional. Model pendekatan ketiga tampaknya merupakan sintesis dari kedua pendapat di atas. Mereka berpendapat bahwa aturan hukum yang mengatur mengenai aktivitas di internet harus dibentuk secara evolutif dengan cara menerapkan prinsip-prinsip common law yang dilakukan secara hati-hati dan dengan menitikberatkan kepada aspekaspek tertentu dalam aktivitas cyberspace yang menyebabkan kekhasan dalam transaksi-transaksi di internet. Pendapat ini memiliki pendirian cukup moderat dan realistis karena memang ada beberapa prinsip hukum tradisional yang masih dapat merespons persoalan hukum yang timbul dari aktivitas internet di samping juga fakta bahwa beberapa transaksi di internet tidak dapat sepenuhnya direspons oleh sistexrm hukum tradisional. Thomas Friedman, dalam bukunya The Lexus and Olive Tree, menyatakan inovasi yang terjadi dalam komputerisasi, miniaturisasi dan digitalisasi telah Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
83
mendemokratisasikan teknologi secara keseluruhan. Artinya, semua penemuan ini memungkinkan jutaan orang di mana saja di dunia untuk terkoneksi dan saling tukar informasi, berita, uang, foto keluarga, perdagangan, finansial, musik, atau acara televisi sedemikian rupa dan pada tingkatan yang tidak pernah disaksikan sebelumnya. 48 Banyak orang percaya bahwa semuanya ini merupakan adegan babak awal ekonomi baru berbasis internet. Penyebaran internet telah membawa berbagai manfaat dan peluang ke masyarakat pelanggan dan perusahaan suatu negara, terutama dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja, pengembangan pasar yang lebih kompetitif, penghematan biaya dan penyederhanaan pelayanan jasa. Internet juga menciptakan model bisnis baru yang mengubah dasar-dasar ekonomi usaha dan menurunkan jam biaya transaksi. Misalnya, jasa perbankan di Amerika Serikat telah menurun dari satu dollar AS menjadi satu sen dollar AS. 49
48
Maksud dari yang "belum pernah disaksikan sebelumnya" dapat dicontohkan bahwa di era internet/digital ini, jika seseorang wartawan Tr'mes menggunakan kamera digital, memotret peristiwa kerusuhan di Sampit (Kaltim), kemudian memasukkannya ke dalam disket dan mengeditnya di komputer, lalu mengirimnya secara digital melalui jaringan internet, redaksi Times dalam waktu beberapa jam atau kurang lebih 10 jam akan dapat dengan cepat melihat foto tersebut di Hongkong. Rene L. Pattiradjawane, "Globalisasi dan Teknologi Menuju Keseimbangan Baru," Harian Kompas, 28 April 2000. 49
Darwin Silalahi, “Banyak Negara Bersikap dengan Ekonomi Berbasis Internet,” Harian Kompas, 10 April 2007. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
84
Dengan semakin berkembangnya dunia internet dan e-commerce, tidak saja membawa implikasi pada aspek ekonomi, tetapi juga pada aspek hukum. Sebelum menjelaskan mengenai aspek hukum internet banking. Ada baiknya apabila pembahasannya dimulai dulu dengan memaparkan keterkaitan antara teknologi baru dengan hukum dan hal ini dapatlah kiranya sebagai alat bantu/bahan pengalaman untuk menganalisis penerapan hukum ke dalam teknologi tersebut. Pada kesempatan ini, akan diambil sebuah contoh yang terjadi di Amerika Serikat sebagai negara pelopor pertama dalam pengembangan teknologi internet sekaligus juga menyangkut masalah pengaturan teknologi internet ke dalam sistem hukumnya. Di Amerika Serikat, masalah mengenai bagaimana pengaruh hukum terhadap teknologi baru ini dan para pelaku bisnis di bidang ini tumbuh dengan cepat. Hal ini bukanlah isu yang ringan. Sangat jelas jika tidak semua yang dianggap ilegal secara offline juga harus ilegal pula bila berada secara online, tetapi lembaga legislatif sering kali menggunakan hukum yang ada dengan membuat beberapa penyesuaian yang dapat diaplikasikan dengan kondisi di internet. Tindakan seperti ini memerlukan usaha untuk membaca ulang secara hati-hati hukum yang ada dan pemahaman yang jelas mengenai teknologi baru dan model bisnis baru ini. Terkadang kurang kerasnya usaha lembaga legislatif dalam memahami hukum akan mengakibatkan suatu kekaburan pandangan mengenai Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
85
hukum terhadap teknologi baru ini. Inilah alasan mengapa industri yang terkait dengan masalah ini harus lebih memfokuskan perhatiannya terhadap aktivitasaktivitas legislatif. Hukum yang sekarang berlaku telah ditulis lama sebelum teknologi yang sekarang berkembang muncul dalam sebuah pemikiran. Bahasa yang dulunya cocok dengan teknologi lama belum tentu cocok juga dengan teknologi terbaru. Persyaratan-persyaratan ini telah ditulis lama pada saat setiap bentuk pemberitahuan tertulis pada secarik kertas, tetapi tidak diterjemahkan dengan baik untuk dokumen elektronik, seperti website atau penampil text berlayar kecil seperti telepon seluler, di mana para penggunanya tidak dapat menjelaskan secara spesifik ukuran tampilannya maupun ukuran alat tersebut. Lembaga legislatif tidak hanya perlu menghindari kesalahan seperti ini saja, tetapi hukum yang sekarang berlaku sangat perlu diperbarui. Solusinya adalah agar persyaratan-persyaratan yang ada harus lebih jelas dan kentara mungkin saja tidak harus tersurat, tetapi harus memenuhi standar fleksibilitas, menyatu dengan definisi kejelasan tadi yang di dalamnya tertera standar yang dapat sesuai dengan teknologi baru, di mana hukum dapat dilaksanakan secara benar. Hukum dapat juga dipengaruhi oleh ketakutan akan teknologi baru. Sebuah kasus yang menekankan pada peraturan E-Sign terbaru federal, yang termasuk ketentuan-ketentuan yang menerapkan standar untuk e-commerce yang tidak Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
86
diterapkan pada paper commerce (bentuk usaha konvensional). Di dalam persoalan ini, Senator Gram beberapa waktu yang lalu mengeluarkan pernyataan berikut. "Bagi mereka yang merasa takut/terganggu dengan adanya pasar elektronik, dan bagi mereka yang merasa gentar bertemu dengan ekspresi yang mungkin muncul dalam debat dalam pertemuan komite. Nantinya dalam pertemuan komite ini akan diputuskan suatu ketentuan sebagai rancangan undang-undang yang dapat digunakan sebagai standar e-commerce bukan untuk paper commerce. Setiap teknologi maju pastilah akan menemui banyak rintangan sebelum keuntungan yang ditimbulkan dapat dirasakan secara luas. Sepertinya memang agak ganjil, tetapi lebih dart seratus tahun lalu telah terjadi suatu debat di korigres tentang sisi keamanan bagi pembelian mobil untuk tumpangan para presiden. Banyak suara yang menentang jika penggunaan mobil sebagai alat transportasi presiden tidaklah aman, akan sangat berbahaya jika transportasi presiden bukan berupa kereta kuda. Pemerintah pada akhirnya memutuskan untuk membatasi penggunaan kendaraan bermotor yang jika sekarang sangatlah lucu. Kenyataannya, banyak dart peraturan tersebut banyak yang tidak mungkin dilaksanakan lagi sekarang. Oleh karena itulah, saya dengan hormat meminta agar dewan legislatif memperbolehkan para pelaksana ini untuk mengabaikan beberapa aturan yang tidak sesuai seandainya kekhawatiran-kekhawatiran yang ada ternyata tidak ditemukan. Electronic commerce memang sudah seharusnya diatur dengan peraturan yang memiliki fleksibilitas batasan karena bagaimanapun juga hal ini mau tidak mau akan menjadi sistem dari abad ke21." 50
C. Bentuk Pertangungjawaban Terhadap Penggunaan Internet Banking Bila Terjadi Masalah
Internet Banking kini bukan lagi istilah yang asing bagi masyarakat Indonesia khususnya yang tinggal di wilayah perkotaan. Hal tersebut disebabkan semakin
50
Kave Caldwell, “Applaying Old Law to New Technology,” The Commerce Net Newsletter The Public Policy Report, Vol. 2 No. 7 Agustus 2000. hal. 34 Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
87
banyaknya perbankan nasional yang menyelenggarakan layanan tersebut. Di masa mendatang, layanan ini tampaknya sudah bukan lagi sebuah layanan yang akan memberikan competitive advantage bagi bank
yang
menyelenggarakannya.
Keadaannya akan sama seperti pemberian fasilitas ATM. Semua bank akan menyediakan fasilitas tersebut. Namun demikian, tampaknya di balik perkembangan ini terdapat berbagai permasalahan hukum yang mungkin di kemudian hari dapat merugikan masyarakat jika tidak diantisipasi dengan baik. Internet banking merupakan suatu layanan elektronik kepada nasabah bank secara on line di internet. Sebagaimana halnya dengan fasilitas perbankan lainnya yang menggunakan kecanggihan teknologi, misalnya Kartu ATM maupun Kartu Kredit, permasalahan yang sering timbul adalah mengenai tingkat resiko yang cukup tinggi. Banyaknya kasus kerugian materiil yang diderita oleh nasabah bank pengguna internet banking dalam mekanisme internet banking, menunjukkan masih kurangnya suatu perlindungan hukum bagi nasabah bank pengguna internet banking. Sayangnya, di Indonesia masih belum ada peraturan atau ketentuan hukum yang secara khusus mengatur tentang internet banking. Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan perangkat lunak Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
88
komputer,
tetapi
juga
mencakup
jaringan telekomunikasi dan/atau sistem
komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila
digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer
akan
mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai
hasil
yang
khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi
tersebut. Bisnis perbankan pada dasarnya merupakan bisnis yang berisiko tinggi. Terdapat sedikitnya 8 macam risiko utama yang berkaitan dengan aktivitas perbankan, yaitu strategi, reputasi, operasional (termasuk yang disebut risiko transaksi dan legal), kredit, harga, kurs, tingkat bunga, dan likuiditas. 51 Penyelenggaraan
Internet
Banking
yang
sangat
dipengaruhi
oleh
perkembangan teknologi informasi, dalam kenyataannya pada satu sisi membuat jalannya transaksi perbankan semakin mudah, akan tetapi di sisi yang lain membuatnya juga semakin berisiko. Dengan kenyataan seperti ini, faktor keamanan harus menjadi faktor yang paling perlu diperhatikan. Bahkan mungkin faktor keamanan ini dapat menjadi salah satu fitur unggulan yang dapat ditonjolkan oleh pihak bank. 51
Brian Ami Prastyo, Op.Cit, hal. 39
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
89
Aktivitas Internet Banking meningkatkan dan memodifikasi risiko-risiko seperti strategi, operasional dan reputasi. Hal ini disebabkan risiko tersebut terkait langsung dengan ancaman terhadap aliran data yang reliable dan semakin kompleksnya teknologi yang menjadi dasar Internet Banking. Ancaman tersebut dapat dikelompokkan sedikitnya menjadi Accidental Ancaman, Intentional Ancaman, Passive Ancaman, dan Active Ancaman. Seiring dengan meningkatnya pemanfaatan Internet Banking, akan semakin banyak pihakpihak yang mencari kelemahan sistem Internet Banking yang ada. Serangan-serangan tersebut akan semakin beragam jenisnya dan tingkat kecanggihannya. 52 Bila
dahulu
serangan
tersebut
umumnya
bersifat
pasif,
misalnya
eavesdropping dan offline password guesting, kini serangan tersebut menjadi bersifat aktif, dalam arti penyerang tidak lagi sekedar menunggu hingga user beraksi, akan tetapi mereka beraksi sendiri tanpa perlu menunggu user. Beberapa jenis serangan yang dapat dikategorikan ke dalam serangan aktif adalah man in the middle attack dan trojan horses. Berbagai upaya preventif memang telah diterapkan oleh kalangan perbankan di Indonesia yang menyelenggarakan layanan Internet Banking. Misalnya, dengan diberlakukannya fitur two factor authentication, dengan menggunakan token. Penggunaan token ini akan memberikan
52
Ibid, hal. 25
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
90
keamanan yang lebih tinggi dibandingkan bila hanya menggunakan username, PIN, dan password saja. Akan tetapi dengan adanya penggunaan token ini, tidak berarti transaksi Internet Banking bebas dari risiko. Serangan yang bersifat aktif seperti man in the middle attack dan trojan horses dapat mengganggu keamanan layanan. Gambaran umum dari aktifitas yang sering disebut man in the middle attack adalah sebagai berikut: penyerang membuat sebuah website dan membuat user masuk ke website tersebut. Agar berhasil mengelabui user, website tersebut harus dibuat semirip mungkin dengan website bank yang sebenarnya. Kemudian user memasukkan passwordnya, dan penyerang kemudian menggunakan informasi ini untuk mengakses website bank yang sebenarnya. Untuk mengecoh token, penyerang dapat mengirimkan challenge response kepada user sebelum melakukan transaksi illegal. Sedangkan, trojan horses adalah program palsu dengan tujuan jahat, yang disusupkan kepada sebuah program yang umum dipakai. Di sini para penyerang meng-install Trojan kepada komputer user. Ketika user login ke website banknya, penyerang menumpangi sesi tersebut melalui trojan untuk melakukan transaksi yang diinginkannya.
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
91
Beberapa bentuk serangan yang dapat mengganggu penyelenggaraan Internet Banking adalah sebagai berikut: 1. Masquerade 2. Reply 3. Cable sniffing 4. Traffic analysis 5. Outsider attack 6. Insider attack 7. Viruses 8. Dictionary attack 9. Modification of messages 10. Trapdoor 11. Theft 12. Electronic eavesdroppin 13. Denial of Service 14. Trojan horse 15. Exhaustion attack 16. Natural ancaman 53 Dalam kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana, karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. Masalah keamanan ini seringkali terabaikan, baik secara teknis dan non-teknis sehingga terjadi beberapa masalah. Di Indonesia sudah ada beberapa berita mengenai orang yang merasa uangnya dicuri melalui transaksi Internet Banking. Adanya situs
53
Ibid, hal. 28
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
92
“plesetan” (typosquatter) kilkbca.com yang bukan milik BCA akan tetapi dibuat menyerupai klikbca.com juga menjadi fakta yang menodai Internet Banking di Indonesia. Jika masalah ini tidak diatasi, maka kepercayaan masyarakat akan amannya transaksi Internet Banking menjadi luntur dan menyebabkan layanan ini dihindari. Masalah keamanan merupakan salah satu topik yang cukup kompleks. Di samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan rumit. Internet banking merupakan suatu produk layanan perbankan yang ditawakan kepada nasabah untuk mempermudah transaksi tanpa harus datang ke counter bank. Akan tetapi dalam pelaksanan internet banking ini apabila terjadi kesalahan atau pelanggaran maka bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan bank terhadap nasabah masih belum jelas. Sehingga perlu aturan khusus yang mengatur mengenai bentuk pertanggungjawaban. Bank Indonesia sebagai bank sentral mengeluarkan aturan mengenai pelaksanaan internet banking yakni Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007 Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
93
Tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum, Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Traparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/ 2008 Tentang Mediasi dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Beberapa aturan ini masih belum mengatur mengenai bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan oleh Bank Terhadap Nasabah. Bank Central Asia dalam hal ini sebagai penyedia layanan internet banking pernah mengalami kasus kebobolan rekening nasabah. Sengketa ini berawal dari Nasabah BCA yang melakukan pendaftaran internet banking dan kemudian nasabah ini diberikan user name, ID, token dan password oleh BCA. Akan tetapi dalam pelaksanaan internet banking, nasabah melakukan perbuatan lalai sehingga user name, ID, token dan password dapat diketahui oleh orang lain. Akibat dari perbuatan lalai dari nasabah tersebut, nasabah terkejut melihat uang rekening yang ada di BCA berkurang tanpa sepengetahuannya. 54 Oleh karena itu, nasabah mengajukan pengaduan kepada BCA (Customer Care) mengenai dana yang direkeningnya berkurang dalam jumlah yang banyak. Bentuk pengaduan ini dilakukan secara tertulis, yang kemudian akan dilakukan
54
David Pohan, Pertangung Jawaban Yuridis Dalam Pelaksanaan Internet Banking Pada BCA Sebagai Upaya Mewujudkan Bank Yang Sehat, Thesis Magister Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2007, hal. 50 Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
94
proses klarifikasi mengenai transaksi-transaksi online pada rekening nasabah tersebut. Proses klarifikasi ini kemudian dikembalikan kepada nasabah menunjuk pada syarat dan ketentuan KeyBCA. Sehingga dari syarat dan ketentuan itu ditemukan bahwa nasabah telah lalai menyimpan user name, ID, token dan password pada handphone dan diketahui oleh anaknya sendiri Dalam syarat dan ketentuan KeyBCA nasabah tidak boleh memberikan user name, ID, token dan password kepada siapapun. Oleh karena itu, BCA tidak dapat disalahkan dan dibebaskan dari tanggung jawab tersebut. Hal ini menyebabkan BCA tidak dapat disalahkan dan dibebaskan dari tanggung jawab adalah BCA sudah memberikan informasi baik itu dalam syarat dan ketentuan KeyBCA dan edukasi terhadap nasabah yang mana nasabah tidak boleh memberikan user name, ID, token dan password kepada siapapun. 55 Perlindungan Hukum Bagi Nasabah atas kerugian materil yang dideritanya dalam mekanisme internet banking, nasabah bank pengguna internet banking dapat mengajukan suatu tuntutan maupun meminta pertanggung jawaban dari pihak bank maupun pihak ketiga, berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata, UndangUndang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, Undang-Undang Telekomunikasi Nomor 36 Tahun 1999, serta
55
Ibid
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
95
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Berdasarkan hal tersebut diatas bentuk pertanggung jawaban terhadap pengunaan internet banking bila terjadi masalah dapat dikategorikan sebagai berikut, yaitu: 1. Apabila kerugian materil yang diderita oleh nasabah bank pengguna internet banking tersebut diakibatkan oleh karena kesalahan dari nasabah bank pengguna internet banking itu sendiri, maka nasabah bank pengguna internet banking tidak dapat mengajukan tuntutan kepada pihak bank karena kesalahan tersebut dilakukan oleh nasabah bank pengguna internet banking sendiri, dan berarti pihak bank tidak melakukan wanprestasi kepada nasabah bank pengguna internet banking tesebut. 2. Sebaliknya, apabila ternyata kerugian materiil yang diderita oleh nasabah bank pengguna internet banking diakibatkan oleh karena kesalahan dari pihak bank, maka pihak bank harus memenuhi tuntutan nasabah bank pengguna internet banking tersebut serta bertanggungjawab untuk memberikan ganti kerugian sesuai dengan kerugian yang telah diderita oleh nasabah bank pengguna internet banking. Karena pihak bank telah melakukan wanprestasi kepada nasabah bank pengguna internet banking.
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
96
3. Jika kerugian materiil yang diderita oleh nasabah bank pengguna internet banking ternyata disebabkan karena perbuatan pihak ketiga, maka pihak ketiga yang bersalah tersebutlah yang harus memenuhi tuntutan serta bertanggung jawab kepada nasabah bank pengguna internet banking tersebut, atas dasar perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata). 56 Dengan mencermati data penyalahgunaan jaringan informasi (network abuse) yang dikeluarkan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) sepanjang Januari 2007 sampai dengan Agustus 2008, tampak bahwa berbagai ancaman terhadap keamanan sebagaimana dikemukakan di atas adalah riil. Bahkan ancaman tersebut sebenarnya dapat lebih besar lagi, mengingat ‘fenomena gunung es’ juga terjadi dalam hal ini. 57 Hal ini karena data yang ada dalam laporan tampaknya berbeda dengan fakta di lapangan yang dirasakan masyarakat. Namun demikian, penting juga untuk diingat bahwa seringkali kerusakan atau kegagalan dari sistem computer dan data tidak diakibatkan oleh serangan yang datang dari luar, tetapi terjadi karena hal yang sangat sederhana. Misalnya, tindakan yang tidak benar atau menyimpang yang dilakukan oleh pemakai yang sah (nasabah atau pegawai) dari sebuah sistem. Dengan kata lain,
56
Hasil wawancara dengan M. Eldiansyah, Pimpinan Bank Sumut Cabang Sukaramai, dilakukan pada tanggal 12 Juni 2009 57 Brian Ami Prastyo, Op.Cit, hal. 29 Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
97
kerugian atau kehilangan yang diderita oleh bank atau nasabah dapat juga diakibatkan oleh petugas internal atau manajemen bank, misalnya dengan mengambil dan mengunakan identitas nasabah serta melakukan rekayasa laporan keuangan bank. Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan pihak perbankan untuk meningkatkan keamanan Internet Banking: 1. Melakukan standardisasi dalam pembuatan aplikasi Internet Banking. Misalnya, user interface yang mudah dipahami, sehingga user dapat mengambil tindakan yang sesuai. 2. Terdapat panduan bila terjadi fraud dalam Internet Banking. 3. Pemberian informasi yang jelas kepada user. Sedangkan pihak Pemerintah dapat membebankan masalah keamanan Internet Banking kepada pihak bank, sehingga bila terjadi fraud dalam suatu nilai tertentu, user dapat mengajukan klaim. Khusus perihal beban pembuktian, perlu dipikirkan kemungkinan untuk menerapkan omkering van bewijslast atau pembuktian terbalik untuk kasus-kasus cyber crime yang sulit pembuktiannya. 58 Hakikat dari pembuktian terbalik ini adalah terdakwa wajib membuktikan bahwa dia tidak bersalah atas dakwaan yang dituduhkan kepada terdakwa. Paling tidak omkering van bewijslast ini digunakan untuk mengadili para carder yang berbelanja dengan menggunakan kartu kredit orang lain secara melawan hukum.
58
Ibid, hal. 35
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
98
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
99
BAB IV
BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP PENGUNA INTERNET BANKING
A. Internet Banking Privacy Policy Telaah terhadap Eksistensi Self-Regulation Hukum dalam tatanan teori hukum tidak saja dipahami sebagai hukum yang sifatnya tertulis, namun hukum juga dapat dimaknai secara luas, yaitu meliputi hukum yang sifatnya tidak tertulis. Hukum tertulis kecenderungannya dalam bentuk norma-norma tertulis, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan daerah, sedangkan hukum tidak tertulis lazimnya lebih banyak merujuk pada ketentuan hukum adat atau kebiasaan. Salah satu masalah regulasi hukum yang kini aktual dalam internet adalah hal yang mengatur perlindungan data pribadi dan publik atau dikenal juga di Amerika Serikat dengan sebutan privacy. Dalam konteks ini, ada dua model aturan yang dapat diterapkan untuk melindungi aspek privacy. Dua model itu dikenal dengan sebutan self-regulation dan government regulation. Self-regulation, yakni aturan yang lazimnya dibentuk para pihak dalam mengantisipasi kekosongan hukum (vacum of law) dalam upaya perlindungan data pribadi atau bank, sedangkan government regulation, yaitu aturan yang lazimnya Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
100
dibentuk oleh pemerintah dalam bentuk undang-undang atau keputusan untuk melindungi data pribadi dan bank. Kerangka perdagangan elektronik global (A Framework for Global Electronic Commerce) yang dikeluarkan oleh the Clinton Administration merupakan upaya untuk mendukung pelaksanaan secara penuh, consumer-friendly rezim self-regulation 76
yang keduanya guna memberi perlindungan privacy. 59
Mengacu pada kerangka di atas, khusus rezim self-regulation meliputi aturan substantif yang maksudnya untuk menjamin bahwa konsumen mengetahui aturannya, bahwa perusahaan juga memenuhi prasyarat-prasyarat yang diperlukan oleh konsumen. Salah satu elemen yang penting, yakni prinsip-prinsip dari praktik informasi yang adil (principles of fair information practices).
60
Praktik informasi yang fair adalah secara original diidentifikasi melalui Komite Penasihat dari Departemen Pendidikan Kesehatan dan Kesejahteraan pada tahun 1973 yang dijadikan dasar bagi The Privacy Act of 1974, yakni peraturan yang melindungi informasi personal yang dikumpulkan dan dipelihara oleh pemerintahan Amerika Serikat.
59
Paula Bruening, “Elements of Effective Self-Regulation for Protection of Privacy,”
[email protected] gov, diakses tanggal 16 Juni 2009 60 Ibid Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
101
Prinsip ini telah diadopsi melalui masyarakat internasional pada Organization for Economic Cooperation and Development’s Guidelines for the Protection of Personal Data and Transborder Data Flow. Prinsip dari praktik informasi yang fair ini melingkupi pengenalan konsumen (consumer awareness), pilihan (choice), tingkat keamanan yang layak (appropriate levels of security), dan akses konsumen dari data mereka yang secara personal dapat diidentifikasi (consumer access to their personally identifiable data). a. Awareness (Pengenalan) Konsumen perlu mengetahui identitas dari pengumpul informasi personal mereka, tujuan dari penggunaan informasi, dan mereka boleh membatasi keterbukaannya. Perusahaan yang mengumpulkan dan menggunakan data bertanggung jawab untuk meningkatkan pengenalan konsumen dan dapat bekerja sehingga harus memenuhi hal-hal sebagai berikut. 1) Kebijakan privacy (privacy policies), yaitu cara mengartikulasi kebijakan privacy di mana suatu perusahaan mengumpulkan, menggunakan, dan melindungi data dan memilih menawarkan kepada konsumen untuk menguji hak-hak dalam informasi pribadi mereka yang digunakan. Dengan berdasar pada kebijakan ini, konsumen dapat menentukan apakah dan untuk apa menyampaikan harapannya.
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
102
2) Pemberitahuan (notification) Suatu kebijakan privacy perusahaan seharusnya diberitahukan ke konsumen. Pemberitahuan seharusnya dalam bahasa tertulis yang jelas dan mudah dipahami dan seharusnya juga tersedia sebelum konsumen bertanya tentang hal ini. 3) Pendidikan Konsumen (consumer education) Perusahaan-perusahaan
seharusnya
mengajarkan
konsumen
untuk
menanyakan berkaitan dengan pengetahuan yang relevan tentang mengapa informasi itu dikumpulkan, untuk apa informasi akan digunakan, bagaimana itu akan dilindungi, dan konsekuensi apa yang akan ditimbulkan jika terjadi sesuatu dengan informasi tersebut. Pendidikan konsumen diterapkan agar konsumen memiliki informasi ketika memutuskan tentang bagaimana mereka boleh menggunakan data informasi pribadi mereka sebagai partisipan dalam ekonomi informasi. Pendidikan konsumen dapat dilakukan oleh perusahaan individual, dan asosiasi perdagangan. b. Choice (pilihan) Konsumen seharusnya diberi kesempatan untuk menggunakan pilihan dengan menghormati atau tanpa dan bagaimana informasi pribadi mereka itu digunakan. Tak terkecuali dalam bisnis dengan siapa mereka melakukan kontak
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
103
langsung atau pihak ketiga. Konsumen harus disediakan mesin yang sederhana, tampak mudah dimengerti, dapat tersedia, dan dapat menghasilkan. c. Data Security (Keamanan Data) Perusahaan yang menciptakan, memelihara, menggunakan atau menyebarkan rekaman dari informasi pribadi yang dapat diidentifikasi seharusnya mengambil tanggung jawab untuk menjamin kepercayaannya untuk tujuan tersebut dan dapat bertanggung jawab untuk mencegah dan melindungi dari informasi pribadi yang hilang, rusak, dan disalahgunakan. Perusahaan juga seharusnya menjamin bahwa tingkat perlindungan diperluas hingga pada pihak ketiga yang mana informasi personal mereka ditransfer yang dapat diperbandingkan dengan kepemilikannya. d. Consumer Acces (Akses Konsumen) Konsumer diberikan kesempatan yang wajar, tepat untuk akses informasi tentang mereka yang dipegang oleh perusahaan dan dapat mengoreksi dan mengubah informasi ketika dibutuhkan. Perluasan akses boleh juga dari industri ke industri. Pada implementasi, jika self-regulation ditemukan menjadi tidak cukup pada wilayah khusus, pemerintah membentuk hukum untuk masalah sektor pengaturan privacy melalui keputusan pemerintah. Sejauh ini, karena sektor organisasi seringkali Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
104
menggunakan code/aturan mereka sendiri, terkadang hal ini tidak berlaku mutlak karena ada beberapa negara yang mengatur self-regulation sifatnya merupakan bagian dari aturan yang dibentuk oleh pemerintah. J. Satrio membedakan perjanjian dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas, suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki (atau dianggap dikehendaki) oleh para pihak, termasuk di dalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dan lain-lain. Sementara itu, dalam arti sempit, perjanjian hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan saja sebagaimana diatur Buku III KUHPerdata. 61 Dalam upaya memperbaiki kelemahan definisi di atas, Pasal 2I3 ayat (I) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda (BW Baru) mendefinisikan perjanjian sebagai suatu perbuatan hukum yang terjadi antara satu orang atau lebih mengikatkan dirinya kepada satu orang atau lebih atau di mana keduanya saling mengikatkan dirinya. 62 Di dalam sistem common law, ada pembedaan antara contract dan agreement. Semua kontrak adalah agreement, tetapi tidak semua agreements adalah kontrak.
61
J. Satrio, Op.Cit, Buku I, hlm. 28-30 P.P.C. Haanappel dan Ejan Mackaay menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris sebagai berikut : “A Contract in this sense of this title is amultilateral juridical act whreby one or more parties assume an obligation toward one or more other parties.” Lihat P.P.C. Haanappel dan Ejan Makaay, Nieuw Nederlands Burgerlijk Wetboek, Het Vermogenrechts, Kluwer, Deventer, 1990, hal. 325. 62
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
105
''American Restatemennt of Contract (second) mendefinisikan kontrak sebagai a promise or set of promises for the breach of which the law give a remedy or the performance of which the law in some why recognized a duty. 63 Substansi definisi kontrak di atas adalah adanya mutual agreement atau persetujuan (assent) para pihak yang menciptakan kewajiban yang dilaksanakan atau kewajiban yang memiliki kekuatan hukum. 64 Agreement sendiri merupakan berarti a coming together of mind; a coming together in opinion or determination; the coming together in accord of two minds on a given propostion….. The union on two or more minds in a thing done or to be done; a mutual assents to do thing …. Agreement is a broader term e.g. an agreement might lack an essential element of contract.65 Agreement atau persetujuan dapat dipahami sebagai suatu perjumpaan nalar, yang lebih merupakan perjumpaan pendapat atau ketetapan maksud. Persetujuan adalah perjumpaan dari dua atau lebih nalar tentang suatu hal yang telah dilakukan atau akan dilakukan. Secara lebih luas, persetujuan dapat ditafsirkan sebagai suatu kesepakatan timbal balik untuk melakukan sesuatu.
63
Ronald A. Anderson, Business Law, South-Western Publishing Co. (Ohio: Cincinnati, 1987), hal. 186 64 Ibid 65 Budiono Kusumohamidjojo, Dasar-dasar Merancang Kontrak, Grasindo, Jakarta, 1998, hal. 5 Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
106
Dengan demikian, agreement merupakan esensi kontrak. Agreement mensyaratkan adanya offer dan acceptance oleh para pihak. 66 Offer sendiri menurut American Restatement Contract (second), adalah manifestasi kehendak untuk mengadakan transaksi yang dilakukan agar orang lain tahu bahwa persetujuan pada transaksi itu diharapkan dan hal itu akan menutup transaksi itu. 67 Adapun acceptance adalah manifestasi dari persetujuan pihak offere (orang menawarkan) terhadap penawaran yang bersangkutan. Singkatnya offer dan acceptance sepadan dengan istilah ijab dan kabul. Prinsip semacam ini di Indonesia dikenal sebagai prinsip persesuaian kehendak. Persyaratan perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata. Pasal 1320 KUHPerdata menentukan adanya empat syarat sahnya suatu perjanjian, yakni: 1. Sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Cakap untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; dan 4. Suatu sebab (causa) yang halal.
66
Catherine Tay Swee Kian dan Tang See Chim, Contract Law, Times Books International, Singapore, 1993, hal. 20 67 Henry R. Cheseeman, Business Law : The Legal, Ethical and International Environtment, Printice-Hall, New Jersey, Engelwood Cliffs, 1995, hal. 168. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
107
Persyaratan tersebut berkenaan baik mengenai subjek maupun objek perjanjian. Persyaratan yang pertama dan kedua berkenaan dengan subjek perjanjian. Sementara itu, persyaratan yang ketiga dan keempat berkenaan dengan objek perjanjian. Pembedaan kedua persyaratan tersebut dikaitkan pula dengan masalah batal demi hukumnya (nieteg = null and void = void ab initio) dan dapat dibatalkannya (vernietigbaar = voidable). Perjanjian yang batal demi hukum adalah perjanjian yang sejak semula sudah batal, hukum menganggap perjanjian tersebut tidak pernah ada. Sementara itu, perjanjian yang dapat dibatalkan adalah sepanjang perjanjian tersebut belum atau tidak dibatalkan pengadilan, maka perjanjian yang bersangkutan masih terus berlaku. Pakar hukum Indonesia umumnya berpendapat bahwa apabila persyaratan subjektif perjanjian (kata sepakat dan kecakapan untuk melakukan perikatan) tidak dipenuhi, tidak mengakibatkan batalnya perjanjian, tetapi hanya dapat dibatalkan melalui putusan pengadilan. Sementara itu, apabila persyaratan yang menyangkut objek perjanjian (suatu hal tertentu dan adanya kausa hukum yang halal) tidak dipenuhi, perjanjian tersebut batal demi hukum.
B. Digital Signature Sebagai Alat Bukti
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
108
Pembuktian menurut Pitlo adalah suatu cara yang dilakukan oleh suatu pihak atas fakta dan hak yang berhubungan dengan kepentingannya. Subekti berpendapat bahwa yang dimaksud dengan membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Sementara itu, ketentuan Pasal 163 HIR (283 RBG) menyatakan setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa yang diwajibkan untuk membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Dari sini ada dua aspek yang perlu diperhatikan dalam pembuktian, yakni menyangkut dalil peristiwa dan adanya hak. Proses pembuktian baru terjadi apabila ada sengketa di antara para pihak. Penyelesaian sengketa itu sendiri biasanya ditentukan oleh salah satu klausul dalam kontrak. Umumnya penyelesaian itu dapat melalui lembaga litigasi atau nonlitigasi. Khusus untuk pembahasan pembuktian ini diarahkan pada pola penyelesaian di lembaga peradilan. Dalam konteks hukum Indonesia, mengenai pembuktian mengacu pada hukum acara perdata. Dasar beracara dalam perkara perdata pengaturannya ditentukan dalam HIR (Herzien Inlands Reglements) atau RIB (Reglemen Indonesia yang Diperbarui).
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
109
Dalam Pasal 164 HIR (284 RBG) dan 1866 KUHPerdata ada lima alat bukti yang dapat diajukan dalam proses persidangan. Alat bukti itu adalah: 1. Bukti tulisan; 2. Bukti dengan saksi; 3. Persangkaan-persangkaan; 4. Pengakuan; 5. Sumpah. Apabila melihat pada ketentuan ini dan kemungkinan digital signature yang digunakan sebagai alat bukti, tidak dimungkinkan atau akan ditolak baik oleh hakim mau pun pihak lawan. Hal ini dikarenakan ternyata pembuktian yang dikehendaki berdasarkan pada ketentuan di atas mensyaratkan bahwa alat bukti itu harus berupa tulisan, sedangkan digital signature sifatnya tanpa kertas bahkan merupakan scripless transaction. Ketidakmungkinan digital signature dipakai sebagai alat bukti tidaklah absolut, namun relatif sifatnya sebab menurut hukum acara perdata Indonesia, apabila ada sengketa, kemudian sengketa itu diserahkan pada hakim dalam penyelesaiannya, hakim tidak boleh menolak perkara tersebut dengan alasan tidak ada hukumnya (asas ius curia novit). Artinya, jika terjadi sengketa dalam transaksi pembayaran elektronis antara para pihak, hakim pun wajib untuk menerimanya.
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
110
Dengan alasan ini pula sebenarnya hakim di Indonesia diberi keleluasaan untuk menemukan hukum. Seandainya terjadi sengketa dalam transaksi pembayaran, sebenarnya dengan metode penemuan hukum hakim dapat saja menganggap bahwa digital signature sebagai alat bukti dengan catatan hakim harus dibekali pengetahuan yang cukup mengenai skema sistem pembayaran elektronis setidaknya mengetahui mekanisme sistem pembayaran elektronis yang secara keseluruhan tidak berbasis kertas. Metode yang digunakan adalah metode interpretasi analogis dan interpretasi ekstensif. 68 Interpretasi analogis merupakan penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim dengan cara memberi penafsiran pada suatu peraturan hukum dengan memberi kias pada kata-kata dalam peraturan tersebut sesuai dengan asas hukumnya sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak dapat dimasukkan kemudian dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut. Contohnya adalah analogi mengenai aliran listrik dan data elektronik. Dalam kaitan ini, digital signature sebagai data elektronik belum ada peraturannya secara khusus sehingga dalam proses pembuktiannya dapat dilakukan melalui metode interpretasi analogis.
68
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1999, hal. 160-162 Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
111
Interpretasi ekstensif dilampaui batas-batas yang ditetapkan oleh interpretasi gramatikal. Menurut Sudikno Mertokusumo, interpretasi gramatikal merupakan cara penafsiran atau penjelasan yang paling sederhana untuk mengetahui makna ketentuan undang-undang dengan menguraikannya menurut bahasa, susunan kata atau bunyinya. Melalui metode interpretasi ekstensif ini, makna tertulis sebagaimana yang dimaksudkan dalam ketentuan alat bukti menurut hukum acara Indonesia dapat diperluas. Metode interpretasi ekstensif ini seharusnya diawali dulu dengan memberikan penjelasan terhadap kata tertulis. Berdasarkan Pasal 1904 BW dikenal pembagian kategori tertulis terdiri dari: 69 1. Autentik; 2. Bawah tangan. Pengaturan lebih lanjut berkaitan dengan kata tertulis ini terdapat juga pada Pasal I905-I920 BW yang membaginya lagi dalam dua bagian: 1. Akta; 2. Bukan akta. Dart sini dapat diketahui bahwa pengaturan/pembagian kata tertulis ini dalam hukum Indonesia masih ada kerancuan, namun untuk menengahi perbedaan ini
69
Arrianto Muki Wibowo, “Kerangka Hukum Digital Signature dalam Electonic Commerce,” Makalah disampaikan pada Masyarakat Telekomunikasi Indonesia, diselenggarakan oleh UI, Depok Jawa Barat, Juni 1999, hal. 26 Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
112
dapatlah dikemukakan pendapat Pitlo, salah satu Sarjana Hukum asal Belanda yang memadukan perbedaan di atas. Menurutnya, kategori tertulis itu meliputi: 1. Akta otentik; 2. Akta bawah tangan; 3. Bukan akta. 70 Kategori yang akan dijelaskan di sini hanyalah menyangkut poin I, yakni akta otentik. Menurut Pasal 1668 KUHPerdata Sesuatu dapat dikatakan akta otentik apabila akta tersebut dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang, di hadapan seorang pejabat yang berwenang, dan didalam wilayah kerja pejabat tersebut. Dalam hal sistem pembayaran elektronis, tidak ada alat bukti lain yang dapat digunakan, selain data elektronik/digital berupa digital signature. Untuk dapat diklasifikasikan dalam bentuk tertulis, banyak cara yang dapat dilakukan. Salah satu cara tersebut adalah dengan membuat suatu print out atau copy dari pesan yang masih berbentuk elektronik. Hukum Indonesia memungkinkan untuk menggunakan cara ini, meskipun secara normatif hukum Indonesia mempersyaratkan peralihan itu terjadi dari yang
70
Ibid
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
113
tertulis ke bentuk data elektronis. Hal ini dapat ditemukan pada Pasal 12 UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan yang berbunyi sebagai berikut. (1) Dokumen perusahaan dapat dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya. (2) Pengalihan dokumen perusahaan ke dalam mikrofilm atau media lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (I) dapat dilakukan sejak dokumen tersebut dibuat atau diterima oleh perusahaan yang bersangkutan. (3) Dalam mengalihkan dokumen perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (I), pimpinan perusahaan wajib mempertimbangkan kegunaan naskah ash dokumen yang perlu tetap disimpan karena mengandung nilai tertentu demi kepentingan perusahaan atau kepentingan nasional. (4) Dalam hal dokumen perusahaan yang dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya adalah naskah asli yang mempunyai kekuatan pembuktian autentik dan masih mengandung kepentingan hukum tertentu, pimpinan perusahaan wajib tetap menyimpan naskah ash tersebut. Setelah proses pengalihan dilakukan untuk menjadikan dokumen perusahaan ini mempunyai kekuatan alat bukti, perlu ada proses legalisasi. Pengaturan legalisasi ini terdapat pada ketentuan Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan. Pasal 13 Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan berbunyi: “setiap pengalihan dokumen perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (I) wajib dilegalisasi” Sedangkan Pasal Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan berbunyi sebagai berikut : (1) Legalisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dilakukan oleh pimpinan perusahaan atau pejabat yang ditunjuk di lingkungan perusahaan yang bersangkutan, dengan dibuat berita acara. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
114
(2) Berita acara yang dimaksud dalam ayat (I) sekurangkurangnya memuat: a. Keterangan tempat, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukannya legalisasi; b. Keterangan bahwa pengalihan dokumen perusahaan yang dibuat di atas kertas ke dalarn mikrofilm atau media lainnya telah dilakukan sesuai dengan aslinya; dan c. Tanda tangan dan nama jelas pejabat yang bersangkutan. Setelah proses pengalihan dan legalisasi, maka dokumen perusahan tersebut dinyatakan sebagai alat bukti yang sah. Hal ini dapat didasarkan pada Pasal I5 Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan yang berbunyi sebagai berikut: (1) Dokumen perusahaan yang telah dimuat dalam mikrofilm atau media lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (I) dan atau hasil cetakannya merupakan alat bukti yang sah. (2) Apabila dianggap perlu dalam hal tertentu dan untuk keperluan tertentu dapat dilakukan legalisasi terhadap hasil cetak dokumen perusahaan yang telah dimuat dalam mikrofilm atau media lainnya. Dari bunyi-bunyi pasal ini, sebenarnya aspek yang paling penting untuk dipahami dari ketentuan di atas adalah bahwa penekanan alat bukti bukan terletak pada wujud dari alat bukti, tetapi lebih menekankan pada aspek legalisasinya sebagai pengesahan secara hukum. Dan sini dapat saja hakim mengatakan bahwa digital signature dapat dijadikan sebagai alat bukti sah melalui metode interpretasi. Kelemahan dari metode interpretasi terkadang banyak interpretasi hukum yang dilakukan oleh hakim yang tidak konsisten. Hal ini setidaknya dapat dilihat pada beberapa kasus di luar negeri menyangkut tulisan dan tanda tangan. Contoh Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
115
kasus Roos v. Aloi, 127 Misc. 2d 864, 487N. YS 2d 637(Sup. Ct. 1985) yang memutuskan bahwa rekaman tipe merupakan kontrak lisan dan bukan tertulis di bawah the statue of frauds. Sementara itu, masih dalam kasus Ellis Canning Co. V.Bernstein, 348 F. Supp. 1212 (D. Colo. 1972) memutuskan bahwa rekaman tipe kontrak lisan adalah berupa tulisan di bawah the statue of frauds. 71 Pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, pemerintah
perlu
mendukung
pengembangan
Teknologi Informasi
melalui
infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia. Sehingga pada tanggal 21 April 2008 Disahkan di Jakarta, oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada 71
Bejamin Wright & Jane K. Winn, Op.Cit., hal. 14-15
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
116
umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan. Dalam Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan: ”Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi”. Sedangkan dalam Pasal 5 UUITE menjelaskan sebagai berikut: (1) (2)
(3)
(4)
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini. Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk: a. Surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan b. Surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik tidak semua tanda tangan elekronik (digital signature) merupakan alat bukti yang sah. Akan tetapi setiap tanda tangan elektronik harus memenuhi hal-hal dibawah ini agar dapat dijadikan alat bukti yang sah. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
117
Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan; b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan; c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui; d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui; e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait. (2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik memberikan pengakuan secara tegas bahwa meskipun hanya merupakan suatu kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan manual pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum.
C. Bentuk Penyelesaian Sengketa Terhadap Penguna Internet Banking
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
118
Pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat, globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa. Perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru, penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional Pelaksanaan sistem pembayaran internet sangat dimungkinkan munculnya sengketa di antara para pihak yang terkait dalam sistem pembayaran ini. Oleh karena itu, penting sekali dilakukan upaya-upaya penyelesaian sengketa, lebih khusus lagi penyelesaian sengketa ini juga dapat dijadikan sebagai instrumen perlindungan bagi nasabah yang melakukan transaksi pembayaran melalui media internet. Persoalan hukum muncul ketika sengketa dalam sistem pembayaran internet berbenturan dengan isu yurisdiksi hukum. Namun, dalam jangka pendek, penggunaan model penyelesaian hukum nonpenal tradisional masih sangat memungkinkan. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
119
Lembaga hukum yang dapat digunakan untuk penyelesaian sengketa dalam transaksi pembayaran internet adalah melalui lembaga Alternative Dispute Resolution (ADR). Menurut Undang-Undang Nomor 11 TAHUN 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Pasal 18, menyebutkan sebagai berikut: (1) Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak. (2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya. (3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional. (4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya. (5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional. Pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak internasional termasuk yang dilakukan secara elektronik dikenal dengan choice of law. Hukum ini mengikat sebagai hukum yang berlaku bagi kontrak tersebut. Pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik hanya dapat dilakukan jika dalam kontraknya terdapat unsur asing dan penerapannya harus sejalan dengan prinsip Hukum Perdata Internasional (HPI). Dalam hal tidak ada pilihan hukum, penetapan hukum yang berlaku berdasarkan prinsip atau asas hukum perdata internasional yang akan ditetapkan sebagai hukum yang berlaku pada kontrak tersebut. Forum yang berwenang Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
120
mengadili sengketa kontrak internasional, termasuk yang dilakukan secara elektronik, adalah forum yang dipilih oleh para pihak. Forum tersebut dapat berbentuk pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya. Dalam hal para pihak tidak melakukan pilihan forum, kewenangan forum berlaku berdasarkan prinsip atau asas hukum perdata internasional. Asas tersebut dikenal dengan asas tempat tinggal tergugat (the basis of presence) dan efektivitas yang menekankan pada tempat harta benda tergugat berada (principle of effectiveness). Terhadap sengketa yang terjadi didunia virtual atau dunia cyber menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik pada Pasal 38 menyebutkan : (1) Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian. (2) Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Adapun bentuk penyelesaian sengketa terhadap pengunaan internet banking, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik terdapat pada Pasal 39, yang menyebutkan: (1) Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan. (2) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
121
penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Beberapa cara yang dapat ditempuh dalam penyelesaian sengketa, adapun Gary Goodpaster berpendapat : Setiap masyarakat memiliki berbagai macam cara untuk memperoleh kesepakatan dalam proses perkara atau untuk menyelesikan sengketa dan konflik. Cara yang dipakai pada suatu sengketa tertentu jelas memiliki konsekuensi, baik bagi para pihak yang bersengketa maupun masyarakat dalam arti seluas-luasnya. Karena adanya konsekuensi itu, maka sangat diperlukan untuk menyalurkan sengketa-sengketa tertentu kepada suatu mekanisme penyelesian sengketa yang paling tepat bagi mereka. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu memilih mekanisme yang paling tepat, yaitu bagaimana bentuk persoalan para pihak, apa yang diharapkan para pihak untuk dicapai, serta biaya-biaya yang dapat atau sedia ditanggung oleh para pihak. 72 Menurut Gunawan widjaja dan Ahmad Yani ”proses Litigasi dan Nonlitigasi adalah serupa yakni merupakan prosedur yang menyangkut proses gugatan dihadapan pihak ketiga sebagai pembuat keputusan yang sekaigus bertindak selaku pihak yang akan memeriksa gugatan tersebut” 73. Pengadilan sebagai salah satu cara penyelesaian sengketa yang paling dikenal, boleh dikatakan akan selalu berusaha untuk dihindari oleh banyak anggota masyarakat. Selain proses dan jangka waktu yang lama dan berlarut-larut, serta oknum-oknum yang cenderung “mempersulit” proses pencarian keadilan, peradilan yang ada di Indonesia saat ini dianggap kurang dapat memenuhi rasa keadialan dalam masyarakat, bahkan kadang kala “memperkosa” rasa keadilan dan kepatutan yang berkembang dalam masyarakat. Dunia usaha sering kali juga, secara langsung atau tidak
72
Gunawan Wijaja dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hal. 3 73 Ibid. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
122
langsung, merasa “terpukul” oleh sistem dan cara kerja peradilan yang dianggap kurang tanggap terhadap kebutuhan dunia usaha dewasa ini 74.
Sengketa, perbedaan pendapat dan perdebatan yang berkepanjangan biasanya mengakibatkan kegagalan peroses mencapai kesepakatan. Keadaan seperti ini biasanya berakhir dengan putusnya jalur komonikasi yang sehat sehingga masingmasing pihak mencari jalan keluar tanpa memikirkan nasib ataupun kepentingan pihak lainnya. Menyimak sejarah perkembangan Alternatif Dispute Resolution(ADR) dinegara tempat pertama kali dikembangkan(Amerika Serikat), pengembangan ADR dilatarbelakangi oleh kebutuhan sebagai berikut : 1. Mengurangi kemacetan di pengadilan. Banyaknya kasus yang diajukan ke pengadilan menyebabkan proses pengdilan sering kali berkepanjangan sehingga memakan biaya yang tinggi dan sering memberikan hasil yang kurang memuaskan. 2. Meningkatkan ketertiban masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa. 3. Memperlancar serta memperluas akses ke pengadilan 4. Memberikan kesempatan bahi tercapainya penyelesaian sengketa yang menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh semua pihak dan memuaskan 75. Tanggal 12 Agustus 1999 telah diundangkan dan sekaligus diberlakukan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Undang-Undang ini tidak hanya mengatur
74
Gunawan Wijaja dan Ahmad Yani, Op. Cit. hal. 25 Suyud Margono, Alternative Dispute Resolution dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2000. hal. 35 75
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
123
mengenai arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang telah cukup dikenal di Indonesia saat ini, melainkan juga alternatif penyelesiaan sengketa lainnya. Dalam Pasal 1 angka 10 dan Alenia ke-9 dari Penjelasan Umum UndangUndang Nomor. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dikatakan bahwa alternatif penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Seluruh ketentuan yang ada dan diatur dalam Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999, mengenai alternatif penyelesaian sengketa tersebut diatur di dalam Bab II yang ternyata hanya terdiri dari satu pasal yaitu Pasal 6. Dari pengertian yang dimuat dalam Pasal 1 angka 10 dan rumusan pasal 6 ayat (1), secara jelas memberikan definisi mengenai alternatif penyelesaian sengketa yaitu suatu pranata penyelesaian sengketa diluar pengadilan, atau dengan cara mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. 76
Satu hal yang harus dan perlu diperhatikan ialah meskipun Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 ini disebut dengan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Undang-Undang ini juga mengatur (secara bersamasama) suatu proses pelaksanaan perjanjian, yang diterjemahkan oleh UndangUndang ini dalam bentuk pemberian pendapat(konsultasi) atau penilaian oleh ahli-ahli, atas hal-hal atau penafsiran-penafsiran terhadap satu atau lebih ketentuan yang belum atau tidak jelas, yang antara lain bertujuan untuk mencegah timbulnya sengketa diantara para pihak dalam perjanjian. 77
Dengan kata lain Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dapat dilakukan dengan 5 (lima) cara Alternatif Penyelesaian Sengketa, yaitu :
76 77
Suyud Margono, Op Cit. hal. 26 Ibid, hal. 27
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
124
1. Konsultasi Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak ada suatu rumusan khusus atupun penjelasan mengenai makna maupun definisi mengenai konsultasi. Sedangkan dalam Black’s Law Dictionary disebutkan definisi dari konsultasi (consultation) adalah : ”act of consulting or conferring; e.g. patient with doctor, client with lawyer. Deliberation of person on some subject”. 78 Yang maksudnya adalah suatu perbuatan yang merupakan konsultasi atau berunding, seperti halnya seorang pasien dan dokter, seorang klien dan pengacara, hanya memberikan pertimbangan terhadap maksud-maksud tertentu. Rumusan yang diberikan tersebut diketahui bahwa : Pada prinsipnya konsulatasi merupakan suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak tertentu, yang disebut dengan “klien” dengan pihak lain yang merupakan pihak “konsultan” yang memberikan pendapatnya kepada kliennya tersebut. Tidak ada suatru rumusan yang menyatakan sifat “keterikatan” atau “kewajiban” untuk memenuhi dan mengikuti pendapat yang disampaikan oleh pihak konsultan. 79
78
Henry Cambel Black, Black’s Law Dictionary 6th ed, st. Paul MN, West publishing Co. hal.
79
Gunawan Wijaja dan Ahmad Yani, Op. Cit, hal. 28
58 Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
125
Berarti klien adalah bebas uantuk menentukan sendiri keputusan yang akan ia ambil untuk kepentingannya sendiri, walau demikian tidak menutup kemungkinan klien akan dapat mempergunakan pendapat yang disampaikan oleh pihak konsultan tersebut. Berarti dalam konsultasi, sebagai suatu bentuk pranata alternatif penyelesaian sengketa, peran dari konsultan dalam maenyelesaikan perselisihan atau sengketa yang ada tidaklah dominan sama sekali, konsultan hanyalah memberikan pendapat (Hukum), sebagaimana diminta oleh kliennya, yang untuk selanjutnya keputusan mengenai penyelesian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak. Adakalanya pihak konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut. 2. Negosiasi Dalam rumusan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dikatakan bahwa pada dasarnya para pihak dapat dan berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul diantara mereka. Kesepakatan mengenai penyelesiaan tersebut selanjutnya harus dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh para pihak. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
126
Kata-kata yang tertuang dalam rumusan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memiliki makna dan objektif yang hampir sama dengan yang diatur dalam Pasal 1851 KUHPerdata, hanya saja “negosiasi” menurut rumusan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tersebut yaitu : a. Diberikan tenggang waktu penyelesaian paling lama 14 hari, dan b. Penyelesaian sengketa tersebut harus silakukan dalam bentuk ”pertemuan langsung” oleh dan antara para pihak yang bersengketa. Selain itu Negosiasi merupakan salah satu lembaga alternatif penyelesian sengketa yang dilaksanakan diluar pengadilan. Selain dari ketetuan atau rumusan tersebut dalam Pasal 6 ayat (2), Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak memberikan pengaturan lebih lanjut mengenai ”negosiasi” sebagi salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa oleh para pihak. Menurut Mark E Roszkowski dikatakn bahwa : ”Negotiation is a process by which two parties, with differing demands reach an agreement generally through compromise and concession” 80
80
Ibid. hal. 33
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
127
Maksudnya adalah negosiasi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dua pihak, dengan permohonan yang berbeda, untuk mencapai suatu kesepakatan yang menyeluruh, melakukan perundiangan dan melepaskan atau memberikan kelongaran Menurut H. M. G. Ohorella dan H. Amiruddin Sale menyatakan : ”Negosiasi (perundingan) adalah apabila kedua pihak yang bersengketa, berunding, berhadapan dan sepakat bertindak mengambil keputusan dalam menyelesaikan sendiri sengketa mereka tanpa campur tangan pihak ketiga”. 81 Adapun Munir Fuady memberikan definisi negosiasi yaitu : Negosiasi bisa dilakukan berkenaan dengan transaksi maupun perselisihan. Pada prinsipnya negosiasi adalah suatu proses tawar menawar atau pembicaraa untuk mencapai suatu kesepakatan terhadap masalah tertentu yang terjadi diantara para pihak. Negosiasi dilakukan baik karena telah ada sengketa dianatara para pihak, maupun hanya karena belum ada kata sepakat disebabkan belum pernah dibicarakan masalah tersebut. 82
Dari literatur hukum diketahui bahwa pada umumnya proses negosiasi merupakan suatu lembaga alternatif penyelesian sengketa yang bersifat informal, meskipun adakalanya dilakukan secara formal. Tidak ada suatu kewariban bagi para pihak untuk melakukan “pertemuan secara langsung”
81
H.M.G. Ohorella dan H. Amiruddin Salle, Arbitrase di Indonesia ( Penyelesaian Sengketa Melalui arbitrase pada masyarakat di pedesaan di sulawesi Selatan),Ghalia, Jakarta, 1995, hal. 106 82
Munir Fuady, Arbitrase Nasional, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 42
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
128
pada saat negosiasi dilakukan, pun negosiasi tersebut tidak harus dilakukan oleh para pihak sendiri. 83
Kesepakatan tertulis tersebut menurut ketentuan Pasal 6 ayat (7) UndangUndang Nomor. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak ditanda tangani, dan dilaksanakan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pendaftaran sesuai dengan Pasal 6 ayat (8) Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. 3. Mediasi Pengaturan mengenai mediasi pada Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa diatur dalam ketentuan Pasal 6 ayat (3), Pasal 6 ayat (4), dan Pasal 3 ayat (5). Ketentuan mengenai mediasi yang diatur dalam Pasal 6 ayat (3) adalah suatu proses kegiatan sebagai kelanjutan dari gagalnya negosiasi yang dilakukan oleh para pihak menurut ketentuan Pasal 6 ayat (2). Menurut rumusan dari Pasal 6 ayat (3) tersebut juga dikatakan bahwa “atas kesepakatan tertulis para pihak ”sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan “seorang atau lebih penasehat ahli” maupun melalui “seorang
83
Gunawan Wijaja dan Ahmad Yani, Op. Cit, Halaman. 31
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
129
mediator” Undang-Undang tidak memberikan rumusan definisi atau pengertian yang jelas dari mediasi maupun mediator. Dalam Black’s Law Dictionary dikatakan bahwa mediasi adalah : Mediation is private, informal dispute resolution process in which a neutral third person, the mediator, helps disputing parties to reach an agreement” 84 Maksudnya yaitu mediasi adalah bersifat pribadi, suatu proses penyelesaian sengketa secara tidak resmi dengan mengunakan pihak ketiga yang netral, seorang mediator membantu penyelesaian sengketa para pihak untuk mencapi kesepakatan. Sedangkan mediator adalah : “the mediator has no power to impose a decisson on the parties” 85 Maksudnya adalah
seorang mediator tidak mempunyai kekuasaan dalam
menjatuhkan putusan terhadap para pihak. Berdasarkan definisi-definisi diatas jelas terlihat keberadaan pihak ketiga (baik peroranggan maupun dalam bentuk suatu lembaga independen) yang bersifat netral dan tidak memihak dan ditunjuk oleh para pihak(secara langsung maupun melalui lembaga mediasi), mediator ini berkewajiban untuk
84 85
Henry Cambel Black, Op. Cit . hal. 124 Ibid, hal. 125
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
130
melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan pada kehendak dan kemauan para pihak. Menurut Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat bagi para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik. Kesepakatan tertulis tersebut wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penandatanganan, dan wajib dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran. Meskipun diberikan suatu “time-frame” atau jangka waktu yang jelas, kedua ketentuan tersebut terkesan memperpanjang jangka waktu alternatif penyelesian sengketa keluar pengadilan. Tidak ada suatu kejelasan apakah ketentuan tersebut bersifat memaksa atau dapat dikesampingi oleh para pihak. Walau demikian dengan perinsip efisiensi waktu tentunya para pihak dapat mempergunakan hanya salah satu dari kedua macam ”mediator” tersebut. 86
4. Konsiliasi Seperti halnya konsultasi, negosiasi, maupun mediasi, Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak memberikan suatu rumusan yang eksplisit atas pengertian atau definisi dari konsiliasi ini. Bahkan tidak di dapat satu ketentuanpun dalam Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ini yang mengatur mengenai konsiliasi.
86
Gunawan Wijaja dan Ahmad Yani, Op. Cit. hal. 35
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
131
Perkataan konsiliasi sebagai salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 1 angka 10 dan alenia ke-9 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tersebut. Munir Fuady memberikan pengertian mengenai konsiliasi, yaitu : Seperti dalam mediasi, konsiliasi juga merupakan suatu proses penyelesaian sengketa di antara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak, hanya saja peranan yang diperankan oleh seorang mediator dengan konsiliator yang berbeda, sungguh pun dalam praktek antara istilah mediasi dan konsiliasi sering saling dipertukarkan. 87
Dalam Black’s Law Dictionary dikatakan bahwa konsiliasi adalah : “Consiliation is the adjustment and settlement of a dispute in a friendly, unantagonistic manner used in courts before trial with a view towards avoiding trial and in labor disputes before arbitration” “Court of conciliation is a court which proposes terms of adjustment, so as to avoid litigation” 88 Maksudnya Konsiliasi adalah penyesuaian dan suatu penyelesaian suatu sengketa secara persahabatan, tidak dengan cara bermusuhan dalam peradilan sebelum pemeriksaan sidang dengan memperhatikan untuk menghindari
87 88
Munir Fuady, Op. Cit. hal. 43 Henry Cambel Black, Op. Cit , hal.98
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
132
terhadap pemeriksaan persidangan dan kesalah pahaman tersebut diselesaikan sebelum arbitrase. Peradilan konsiliasi adalah sebuah perdilan dengan syarat-syarat permohonan dalam penyesuaian, jadi sebagai menghindarkan dari proses litigasi. Adapun konsiliasi berasal dari kata “consiliation” (dalam bahasa inggis) berarti “perdamaian” dalam bahasa Indonesia. Kemudian juga apabila diperhatikan pengertian yang diberikan oleh Black’s Law Dictionary dapat dilihat bahwa pada prinsipnya konsiliasi tidak berbeda jauh dengan perdamaian, sebagaimana diatur dalam Pasal 1851 sampai dengan Pasal 1864 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan jika demikian berarti segala sesuatu yang dimaksudkan untuk diselesaikan malalui konsiliasi secara tidak langsung juga tunduk pada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan secara khusus Pasal 1851 sampai dengan Pasal 1864. 89
Berarti hasil kesepakatan para pihak melalui alternative penyelesian sengketa konsiliasi inipun harus dibuat secara tertulis dan ditanda tangani secara bersama-sama oleh para pihak yang bersengketa. Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (7) jo pasal 6 ayat (8) Undang-Undang Nomor. 30 tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, kesepakatan tertulis hasil konsiliasi tersebutpun harus didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penanda tangganan, dan dilaksanakan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
89
Gunawan Wijaja dan Ahmad Yani, Op. Cit, hal.36
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
133
tanggal pendaftaran di Pengadilan Negeri. Kesepakatan tertulis hasil konsiliasi bersifat final dan mengikat para pihak. Berbeda dengan konsiliasi menurut pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary. Yang merupakan langkah awal perdamaian sebelum sidang peradilan (litigasi) dilaksanakan dan ketentuan mengenai perdamaian yang diatur dalam KUHPerdata yang tidak hanya dapat dilakukan. Konsiliasi dalam Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa sebagai suatu bentuk alternatif penyelesian sengketa diluar pengadilan adalah suatu tindakan atau proses untuk
mencapai
perdamaian
diluar
pengadilan.
Untuk
mencegah
dilaksanakannya proses litigasi(peradilan), melainkan juga dalam setiap tingkat peradilan yang sedang berlangsung, baik di dalam maupun diluar pengadilan, dengan pengecualian untuk hal-hal atau sengketa dimana telah diperoleh suatu putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 5. Pendapat Ahli. Dalam Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa juga mengenal istilah ”pendapat ahli” sebagai bagian dari alternatif penyelesaian sengketa. Dan ternyata arbitrase dalam bentuk kelembagaan, tidak hanya bertugas untuk menyelesaikan perbedaan atau perselisihan pendapat maupun sengketa yang terjadi diantara Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
134
para pihak dalam suatu perjanjian ”pokok”, melainkan juga dapat memberikan ”konsultasi” dalam bentuk ”opini” atau ”pendapat hukum” atas permintaan dari setiap pihak yang memerlukannya, tidak terbatas pada para pihak dalam perjanjian. Pemberian opini atau pendapat hukum tersebut dapat merupakan suatu masukan bagi para pihak dalam menyusun atau membuat perjanjian yang akan mengatur hak-hak dan kewajiban para pihak dalam memberikan penafsiran ataupun pendapat terhadap salah satu atau lebih ketentuan dalam perjanjian
yang
telah dibuat
oleh para pihak
untuk
memperjelas
pelaksanaanya. Rumusan Pasal 52 Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, menyatakan bahwa para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian. Ketentuan ini pada dasarnya merupakan pelaksanaan dari pengertian tentang lembaga atbitrase yang diberikan dalam pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menyatakan bahwa : ”Lembaga arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu; lembaga Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
135
tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa”. 90 Menurut ketentuan Pasal 52, pendapat hukum yang diberikan oleh lembaga arbitrase tersebut dikatakan bersifat mengikat (binding) oleh karena pendapat yang diberikan tersebut akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokok (yang dimintakan pendapatnya pada lembaga arbitrase tersebut). Setiap pelanggaran terhadap pendapat hukum yang diberikan tersebut berarti pelanggaran terhadap perjanjian(breach of contract-wan prestasi). Oleh karena pendapat tersebut diberikan atas permintaan dari para pihak secara bersama-sama yang melalui mekanisme, sebagaimana halnya suatu penunjukan (lembaga) arbitrase untuk menyelesaikan suatu perbedaaan pendapat atau perselisihan paham maupun sengketa yang ada atau lahir dari suatu perjanjian, maka pendapat hukum inipun bersifat akhir (final) bagi para pihak yang memintakan pendapat hukum dari lembaga arbitrase tersebut. 91
Hal ini ditegaskan kembali dalam rumusan Pasal 53 Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menyatakan bahwa terhadap pendapat yang mengikat tersebut dalam Pasal 52 tidak dapat dilakukan perlawanan dalam bentuk upaya hukum apapun. Dari sifat pendapat hukum yang diberikan, yang secara hukum mengikat dan merupakan pendapat pata tingkat akhir, dapat dikatakan bahwa sebenarnya
90 91
Ibid, hal. 38 Ibid.
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
136
sifat pendapat hukum yang diberikan oleh lembaga arbitrase ini termasuk dalam pengertian atau bentuk ”putusan” lembaga arbitrase.
Dalam sudut pandang yang luas, ADR meliputi segala cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dan secara garis besar, ADR dapat diklasifikasikan ke dalam negosiasi, good offices, mediasi, konsiliasi, arbitrase dan kombinasi dari kelima media tersebut minitrial. Summary juri trial, renta-judge, med-arb. 92 Penyelesaian sengketa dalam transaksi pembayaran internet ini dapat saja dilakukan secara tradisional, misalnya melalui lembaga arbitrase. Untuk dapat dilakukan penyelesaian melalui lembaga arbitrase, para pihak harus melihat apakah ada klausul arbitrase. Dalam arti kata selain ada perjanjian pokok yang bersangkutan diikuti atau dilengkapi dengan persetujuan arbitrase. Dari berbagai sumber undangundang, peraturan dan konvensi internasional dapat dijumpai dua bentuk klausul arbitrase. Klausul arbitrase yang dimaksud adalah Pactum de compromittendo dan Akta kompreomis.
92
Nandang Sutrisno, "Dasar-dasar Penyelesaian Sengketa Alternatif." Makalah disampaikan pada Pelatihan Alternative Dispute Resolution (ADR)> diselenggarakan oleh FH UII bekerja sama dengan The Asia Foundation, Yogyakarta 19 s/d 22 Agustus 1999, hlm. 5. Lihat juga M. Yahya Harahap, "ADR Merupakan Jawaban Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional Masa Depan," makalah disampaikan pada Temu Ilmiah Nasional Ismahi, Yogyakarta I I-I3 April 1995. Lihat juga William F. Fox Jr. International Commercial Agreement, Secon Edition, Kluwer Law & Taxation Publisher, Boston, hlm. 87-88. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
137
Pactum de compromitendo adalah para pihak yang mengikatkan kesepakatan akan menyelesaikan persengketaan yang mungkin timbul melalui forum arbitrase. Pada saat mereka mengikatkan dan menyetujui klausul arbitrase, sama sekali belum terjadi perselisihan. Pengaturan klausul arbitrase ini ada dalam Pasal 615 ayat (3) Rv serta diatur juga dalam Pasal II Konvensi New York 1958. Tata cara pembuatan klausul Pactum de compromittendo ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Mencantumkan klausul arbitrase yang bersangkutan dalam perjanjian pokok; 2. Pactum de compromittendo dibuat dalam akta tersendiri. Perjanjian arbitrase dalam hal ini tidak langsung digabung menjadi satu dengan perjanjian pokok. Bagi Indonesia, penyelesaian sengketa transaksi pembayaran internet ini dengan menggunakan lembaga arbitrase sangat dimungkinkan. Alasan hukum yang dapat dikemukakan adalah karena Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention on the Recognation and Enforcement Arbitral Award (The New York Convention) dengan Keppres No. 31 Tahun 1981 tentang Ratifikasi atas Konvensi New York. Bila diperhatikan Pasal 2 the New York Convention menyebutkan bahwa "terhadap putusan arbitrase yang berada di luar yurisdiksi suatu negara atau arbitrase asing dapat dilakukan penegakan”. Dengan diberlakukannya Keppres No. 31 Tahun
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
138
1981, suatu putusan arbitrase asing dapat dilaksanakan di Indonesia. Mengenai tata cara eksekusi putusan arbitrase asing ini diatur dalam PERMA No. I Tahun 1990. Sesudah dikeluarkannya UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pengakuan hukum Indonesia terhadap putusan arbitrase asing semakin kuat. Hal itu dibuktikan dengan adanya pengaturan hukum mengenai arbitrase internasional yang diatur dalam bagian kedua, Pasal 65 sampai dengan Pasal 69. Secara otomatis pula Keppres No. 31 Tahun 1981 dan PERMA No. I Tahun 1990 menjadi tidak berlaku. Pada perkembangannya, mekanisme penyelesaian sengketa dengan ADR yang biasanya digunakan dalam sengketa bisnis yang berbasis kertas (tradisional) dapat diperluas ke transaksi online. Kalau terjadi sengketa nasabah, maka dapat diselesaikan dengan online. Hal ini dapat mengurangi waktu dan biaya ADR. Istilah dari model penyelesaian semacam ini sering disebut ADR online. Pendekatan baru ini dibangun dan disediakan agar nasabah lebih fleksibel, tepat waktu, dan mekanisme yang efisien sekaligus menekan biaya yang harus dikeluarkan nasabah. Model ini dikembangkan dengan maksud untuk membangun sistem yang dapat memuaskan nasabah, yang penyelesaiannya dapat diselesaikan setiap saat. Model ADR online yang dikembangkan sekarang ini banyak mengambil bentuk mediasi. Pertimbangan dengan model mediasi adalah penyelesaian hukumnya Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
139
dapat dilaksanakan dengan lebih tepat waktu serta dimungkinkan adanya efisiensi biaya. Namun demikian, bukan berarti bentuk-bentuk ADR lain tidak dapat digunakan, sesungguhnya bentuk lain pun sebenarnya sama saja. Dalam hal penyelasaian sengketa nasabah (konsumen yang dirugikan) dengan pihak bank, maka dapat ditempuh melalui upaya hukum berdasarakan Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yaitu : “Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa”. Melalui ketentuan Pasal 45 ayat (2) dapat diketahui bahwa untuk menyelesaikan sengketa konsumen, terdapat dua pilihan yaitu : 1. Penyelesaian
di
luar
pengadilan
melalui
lembaga
yang
bertugas
menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha, atau 2. melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Pertama, penyelesaian sengketa di luar pengadilan diatur pada Pasal 47 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, yaitu: ”Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan / atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak ada akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diterima oleh konsumen”.
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
140
Ketentuan Pasal 47 ini, penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan (agreement), maka logika hukum akan menunjuk bentuk penyelesaian sengketa secara mediasi atau konsiliasi oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Dari sekian banyak cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, UndangUndang Perlindungan Konsumen hanya memperkenalkan 3 (tiga) macam yaitu; arbitrase, konsiliasi dan mediasi yang merupakan bentuk atau cara penyelesaian sengketa yang dibebankan menjadi tugas Badan Peyelesaian Sengketa Konsumen. Kedua, penyelesaian sengketa malalui pengadilan diatur dalam pada Pasal 48 Undan-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu: Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45 diatas. Penunjukan Pasal 45 dalam hal ini, lebih banyak tertuju pada ketentuan tersebut dalam ayat (4). Artinya penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan hanya dimungkinkan apabila : a. Para pihak belum memilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, atau b. Upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
141
Penyelesaian sengketa dalam dunia bisnis merupakan masalah tersendiri, karena pelaku usaha (bankir) tentunya harus berpikir sekian kali untuk berperkara di pengadilan, hal ini menyangkut terhadap good will dari suatu bank tersebut. Jika penyelesaian dilakukan melalui pengadilan maka good will dari suatu bank tersebut akan menurun sehingga akan berakibat hilangnya trust (kepercayaan) dari nasabah terhadap bank tersebut. Oleh karena itu kebanyakan dalam penyelesaian sengketa konsumen (nasabah), bank itu sendiri lebih cenderung untuk memilih jalur non-litigasi atau di luar pengadilan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Sehubungan dengan masih mudanya usia perkembangan Internet Banking, tetapi telah makin bernafsunya pihak bisnis untuk memanfaatkannya, sudah sepantasnya
bila
tanggung
jawab
pengguna
dan
perlindungan
konsumen
dipertimbangkan juga. Jangan hanya mencari kambing hitam pada suatu permasalahan, karena pada akhirnya konsumenlah yang selalu menerima akibat buruknya. Dan pada akhirnya dapat diketahui betapa pentingnya pembentukan suatu ketentuan hukum yang secara khusus mengatur tentang internet banking, agar tercipta suatu perlindungan hukum bagi nasabah bank pengguna internet banking di kemudian hari.
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
142
BABV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Bentuk perlindungan hukum terhadap nasabah pengguna internet banking, antara lain terdiri dan berbagai aspek yang harus dipenuhi oleh setiap penyelengara internet banking (bank), atau Persyaratan keamanan yang harus dijaga penyelengara Internet Banking guna perlindungan terhadap nasabah penguna Internet banking, antara lain adalah: a. Confidentiality b. Integrity c. Authentication d. Non-repudiation e. Availability 2. Bentuk pertanggung jawaban terhadap penggunaan Internet banking bila terjadi masalah dapat dikategorikan sebagai berikut, yaitu: a. Apabila kerugian materil yang diderita oleh nasabah bank pengguna Internet banking tersebut diakibatkan oleh karena kesalahan dan nasabah bank pengguna internet banking itu sendini, maka nasabah bank pengguna internet banking tidak dapat mengajukan tuntutan kepada pihak bank karena kesalahan Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
114
143
tersebut dilakukan oleh nasabah bank pengguna internet banking sendini, dan berarti pihak bank tidak melakukan wanprestasi kepada nasabah bank pengguna Internet banking tesebut. b. Sebaliknya, apabila ternyata kerugian materiil yang diderita oleh nasabah bank pengguna internet banking diakibatkan oleh karena kesalahan dan pihak bank, maka pihak bank harus memenuhi tuntutan nasabah bank pengguna Internet banking tersebut serta bertanggungjawab untuk memberikan ganti kerugian sesuai dengan kerugian yang telah diderita oleh nasabah bank pengguna internet banking. Karena pihak bank telah melakukan wanprestasi kepada nasabah bank pengguna internet banking. c. Jika kerugian mateniil yang diderita oleh nasabah bank pengguna Internet banking ternyata disebabkan karena perbuatan pihak ketiga, maka pihak ketiga yang bersalah tersebutlah yang barus memenuhi tuntutan serta bertanggung jawab kepada nasabah bank pengguna Internet banking tersebut, atas dasar perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUTiPerdata). 3. Adapun bentuk penyelesaian sengketa terhadap penggunaan internet banking, Undang-Undang Nornor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik terdapat path Pasal 39 ayat (1) dan (2), menyebutkan bila terjadi sengketa dapat dilakukan Gugatan secara perdata sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. penyelesaian gugatan perdata sebagahnana, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
144
sengketa
alternatif
lainnya
sesuai
dengan
ketentuan
Peraturan
Perundangundangan. B. Saran 1. Dengan perkembangan sistem informasi dan teknologi Pemerintah perlu memperbaharui Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 1998 tentang perbakan, karena di pandang sudah tidak sesuai dengan perkembangan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Atau mengeluarkan suatu ketentuan khusus berbentuk undang-undang terhadap pelaksanaan Internet banking agar memberikan suatu kepastian hukum di masyarakat. 2. Dalam rangka melakukan pengawasan terhadap perbankan, Bank Indonesia perlu membuat suatu aturan pelaksana terhadap pelaksanaan internet banking di Indonesia, agar terciptanya kepastian hukum di masyarakat pengguna internet banking, selain itu juga hams melakukan audit terhadap Sistem Teknologi informasi dan Komunikasi yang digunakan oleh perbankan untuk setiap kurun waktu tertentu, memperketat/mengendalikan dengan cermat akses nasabah maupun pegawai bank penyedia jasa internet banking, agar seluruh pegawai perbankan mengetahui bahwa merekapun juga mendapatkan pengawasan, hal mi diperlukan karena banyaknya kejahatan yang terjadi pada internet
banking
disebabkan adanya
informasi dan dalam
(insider
information) bank penyedia jasa Internet banking. 3. Perlunya sosialisasi aktif dan perbankan kepada masyarakat/nasabah dan pegawai perbankan penyedia jasa internet banking mengenai bentuk-bentuk kejahatan yang dapat terjadi dengan produk/layanan internet banking, dan Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
145
cara-cara mengatasi/prefentif yang telah dilakukan oleh bank penyelenggara Internet banking, agar memberikan edukasi kepada nasabah penguna internet banking tersebut. DAFTAR PUSTAKA
A. Buku- Buku dan Makalah Adnan, Muhammad Aulia Aspek Hukum Protokol Pembayaran Visa/ Mastercard Secure Electronic Transaction (SET), Tesis Magister Hukum, Universitas Indonesia, 2001. Anderson, Ronald A. Business Law, South Western Pblishing Co. Ohio: Cincinnati, 1978. Badrulzaman, Mariam Daru, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Alumni, 1994. Black, Henry Cambel, Black’s Law Dictionary 6 ed, st. Paul MN, West Publishing CO. Caldwell, Kave, “Applaying Old Law to New Technology,” The Commerce Net Newsletter The Public Policy Report, Vol. 2 No. 7 Agustus 2000. Canal, Jordi, Universal Banking International Comparansons and Theoritical Prespectives Clarendon Press, Oxford, 1997. Cheseeman, Henry R. Business Law : The Legal, Ethical and International Environtment, Printice-Hall, New Jersey, Engelwood Cliffs, 1995. Fox Jr. William F. International Commercial Agreement, Second Edition, Kluwer Law & Taxation Publisher, Boston. Fuady, Munir, Arbitrase Nasional, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000. Furst, Karen, “Who Offers Internet Banking,” Quarterly Journal, Vol. 19 No. 2 June 2000. __________, Karen, et.al, “Internet Banking : Developmentand Prospect,” Progran on Information Resources Policy Harvad University, 2002. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
146
J.J.J M. Wuisman, dengan penyutingan M. Hisman. Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid 1, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996. Haanappel P.P.C dan Ejan Makaay, Nieuw Nederlands Burgerlijk Wetboek, Het Vermogenrechts, Kluwer, Deventer, 1990. Harahap, M Yahya, ADR Merupakan Jawaban Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional Masa Depan, Yogyakarta 2003. 117 Heffman, Shelagh, Mondern Banking in Theory and Practise, Jhon Wiley and Son Ltd, England. Heffman, Shelagh, Mondern Banking in Theory and Practise, Jhon Wiley and Sons Ltd, England. Kamelo, Tan, Hukum Jaminan Fidusia, Alumni, Bandung, 2006. Kian, Catherine Tay Swee dan Tang See Chim, Contract Law, Times Books International, Singapore, 1993. Koentjoronigrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Jakarta, Granedia Pustaka Utama, 1997. Kusunohamidjojo, Budiono, Jakarta, 1998.
Dasar-Dasar
Merancang
Kontrak,
Grasindo,
Latimer, Paul, Australian Business Law, CCH Australia Limited, Sydney, 1997. Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar Madju, 1994. Lexy,
Moelwong, Metodologi Rosdakarya, 2002.
Penelitian
Kualitatif,
Bandung,
Remaja
Lutifulhayat, Atif, Perlindungan Data Pribadi Dalam Perdagangan Secara Elektronik(E-Comers), Jurnal Hukum Bisnis Vol 18, 2002. Maria S.W. Sumarjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Yogyakarta, Gramedia, 1989. Mertokusumo, Sudikno, Yogyakarta. 1999.
Mengenal
Hukum
Suatu
Pengantar,
Liberty,
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
147
Moelwong, Lexy, Metodologi Rosdakarya, 2002.
Penelitian
Kualitatif,
Bandung,
Remaja
Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti Bandung, 1999. Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti Bandung, 1999. Ohorella H.M.G. dan H Amiruddin Salle, Arbitrase di Indonesia ( Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase pada Masyarakat di Pedesaaan Sulawesi Selatan) Ghalia, Jakarta, 1995. Pattiradjawane, Rene L. (Globalisasi dan Teknologi Menuju Keseimbangan Baru,” Harian Kompas, 28 April 2000. Pohan, David, Pertanggung Jawaban Yuridis Dalam Pelaksanaan Internet Banking Pada BCA Sebagai Upaya Mewujudkan Bank Yang Sehat, Thesis Magister HukumUniversitas Indonesia, Jakarta, 2007. Prastyo, Brian Ami, Permasalahan Hukum Terkait Internet Banking dan Solusi Penyelesaiannya, Bank Indonesia dan LKHT FHUI Buletin Hukum Volume 3, Nomor 2, Jakarta 2005. Riswandi, Budi Agus, Hukum Dan Internet Di Indonesia, UII Press, Yogyakarta. Satrio, J. Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjajian, Buku I, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995. Silalahi, Darwin, Banyak Negara Bersiap dengan Ekonomi Berbasis Internet, Harian Kompas, 10 April 2000. _________, Aspek Hukum Internet Banking, Rajawali Pers, Jakarta, 2005. Soekamto, Soejono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Press, Jakarta, 1981. _________, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995. Suryabrata, Samadi, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta 1998. Susilo, Y. Sri, Bank & Lembaga Keuangan Lain, Salemba Empat, Jakarta, 2000. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
148
Sutrisno, Nandang, “Dasar-Dasar Penyelesaian Sengketa Alternatif.” Makalah disampaikan pada Pelatihan Alternative Dispute Resolution (ADR), diselenggarakan oleh FH UII bekerjasama dengan The Asia Foundation, Yogyakarta 19s/d 22 Agustus 1999. Waluyo, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1996 Wibowo, Arrianto Muki, Kerangka Hukum Digital Signature dalam Elektronik Comerse, Universitas Indonesia, Depok, 1999. Wijaya, Gunawan, dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000 Suyud Margono, Alternative Dispute Resolution dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2000. Wuisman, J.J M. dengan penyunting M. Hisman> Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid. I, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996. Turban, Efraim, et.el, Elektronic Commerce A Manajerial Prespective, Prentice Hall Inc,, New Jersy, 2000.
B. Peraturan Perndang-Undangan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 mengenai Perubahan Undang-Undang Nomor.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. C. Internet Http/www.hukumonline.com.
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
149
Http/www. Jawapos.com, Subyek: Kejahatan Dunia Digital, diposkan Oleh: ichan tanggal 06 Nov 2007, diakses tanggal 25 Januari 2009. Http://www. Kadinnet.Com/Regulartion/ Perbankan,Kadinnet “Perbankan, “ diakses tanggal 21 Desember 2008. Http. www. Sinar Harapan. com//Menunggu Aturan “Internet Banking” , diakses tanggal 25 Januari 2009. Http://www. arraydev.com/commerce/Juergen Seitz dan Ebenhard Stickel, “ Internet Banking: Ank Overview,” diakses 4 Januari 2009. Http://zle.nonstop, compaq.com Next generation Retail Banking, diakses 22 Desember 2003. Http://www Sinar Harapan.com//Menunggu Aturan “ Internet Banking”, diakses tanggal 25 januari 2009. Http://www. Arraydev. Com./Commerce/Jibc/980i-8.Htlm,Juergen Seitz dan Ebenhard Stickel, “ Internet Banking: Ank Overview,”diakses tanggal 4 Januari 2009. Http//www. Jawapos.Com,Subyek: Kejahatan Dunia Digital, diposkan oleh: Ichan tanggal 06 Nov 2007, diakses tanggal 25 Januari 2009. Http://.www. Sinar Harapan.Com. Http://www.Kadinnet,“Perbankan,”http://www.kadinnet.com/regulation/Perbankan.as p?Parent=12&bahasa=I, diakses tanggal 21 Desember 2008. Http:www//zle.nonstop, compaq.com/view.asp? OI= INTBKGWP Next-generation Retail Banking, “, diakses 22 Desember 2008. Http:www//zle.nonstop, compaq.com/view.asp? OI= INTBKGWP Next-generation Retail Banking, “, diakses 22 Juni 2009. Http//www.zle Marketbiz.net, diakses pada tanggal 13 Mei 2009. Http://www .google.com, “Internet and Charters 90 Comptroller”s Corporate Manual, “diakses tanggal 16 Juni 2009. Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.
150
Http://www.Paula Bruening, “Elements of Effective Self-Regulation for Protection of Privacy,” diakses tanggal 16 Juni 2009.
Nadia Ella Comanect : Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Internet Banking Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, 2009.