TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK PENGELOLAAN DALAM RANGKA KEWENANGAN KEPENTINGAN PELAKSANAAN TUGASNYA PADA PEMERINTAH KOTA MEDAN SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Syarat – Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh : MUHAMMAD LUTHFY NIM 120200024
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016
1
2
ABSTRAK Muhammad Luthfy* Affan Mukti, S.H., M.Hum** Zaidar, S.H., M.Hum*** Hak Pengelolaan merupakan gempilan dari hak menguasai negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya. Hak pengelolaan sebagaimana diatur dalam peraturan – peraturan pelaksana namun secara eksplisit tidak diatur di dalam UUPA melainkan hak pegelolaan disebutkan dalam penjelasan umum II angka 2 Undang – Undang Pokok Agraria terdapat istilah Pengelola. dalam perkembangannya hak pengelolaan ini semakin berkembangan dan digunakan dengan suatu hak menurut peruntukan dan keperluannya. Dalam peraturan yang ada hak pengelolaan dapat diberikan kepada instansi atau perusahaan baik melalui konversi atau melalui penetapan pemerintah/Permohonan juga Hak Pengelolaan dapat diserahkan kepada pihak ketiga sesuai dengan penggunaan dan peruntukannya dengan persyaratan yang telah ditentukan.Dengan kata lain hak pengelolaan merupakan hak yang diberikan oleh negara secara langsung untuk dipergunakan. Permasalahan yang diambil dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan Hak Pengelolaan dalam rangka kewenangan kepentingan tugasnya, bagaimana akibat hukum hak atas tanah yang timbul diatas hak pengelolaan, dan bagaimana hak dan kewajiban Hak Pengelolaan terhadap negara sebagai pemberi hak pengelolaan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif – empiris yang mengacu pada peraturan dan keaadaan aksi dilapangan yang sebenarnya. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder yang dilengkapi dengan data tersier yang memberikan penjelasan dari bahan hukum primer dan sekunder. Sedangkan metode pengumpulan data mengkombinasikan antara riset kepustakaan dengan observasi pada objeknya secara langsung sampai pada akhirnya hasilnya tertuang pada skripsi ini. Pelaksanaan hak pengelolaan dengan pihak ketiga menimbulkan beberapa hak dan kewajiban yang tertuang dalam perjanjian penggunaan tanah. Dalam pemberi Hak Pengelolaan yaitu negara dari hak menguasai negara pemegang hak pengelolaan adanya kewenangan atau kewajibannya terhadap negara yang dalam hal ini pemegang hak pengelolaan memakai tanah milik negara. Yang dalam literatur perundang – undangan belum ada yang mengatur hal tersebut. untuk itu diperlukan Undang – Undang khusus yang mengatur tentang Hak Pengelolaan khususnya pemegang Hak Pengelolaan dengan Pemeberi hak Pengelolaan yaitu negara. Kata Kunci : Hak Pengelolaan, Kewenangan, Pihak Ketiga *Mahasiswa Fakultas Hukum USU ** Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar di Fakultas Hukum USU *** Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar di Fakultas Hukum USU i
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum Wr. Wb Puji Syukur penulis Panjatkan Kehadirat Allah SWT atas segala limpahan karunia dan rahmatnya berupa kesehatan, kenikmatan dan keselamatan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Serta Sholawat selalu tercurahkan kepada Nabi besarMuhammad SAW yang telah membawa dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang dan mudah – mudahan penulis selaku berserta seluruh ummatnya mendapatkan Syafa’at di hari akhir kelak. Penulisan skripsi ini berjudul “ TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK
PENGELOLAAN
DALAM
RANGKA
KEWENANGAN
KEPENTINGAN PELAKSANAAN TUGASNYA PADA PEMERINTAH KOTA MEDAN”yang merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan baik itu bantuan moril maupun bantuan materil dari berbagai pihak dalam menyelesaiakan penulisan ini. Maka dari itu secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada ayah Zulfahmi, S.H dan Ibu Empu Hanum Lubis, S.Pt yang telah memberikan pengorbanan, kasih sayang, nasehat, dan pencerahan – pencerahan selama kuliah sampai pada akhirnya selesai pada pendidikan sarjana hukum ini. ii
Dan tak lupa juga terkhusus saya ucapkan terima kasih kepada abang saya dan kakak saya Fachrufrozy Affandi, S.H dan Ridzky Fadillah, S.E. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para pihak lainnya yaitu : 1.
Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2.
Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3.
Bapak Syafruddin Hasibuan S.H., M.H., D.F.M selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4.
Bapak Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5.
Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, S.H.,MS.,CN selaku Ketua Program Kekhususan Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selama telah memberikan dukungan , nasehat dan bimbingan serta selalu menyuruh mempercepat mengajukan skripsi kepada penulis.
6.
Bapak Affan Mukti, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini sehingga penulis dapat menyeleaikan skripsi ini dengan baik. Dan penulis juga berterima kasih kepada bapak atas dukungan, nasehat dan bimbingannya selama ini.
7.
Ibu Zaidar, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian tulisan ini dengan baik, untuk segala dukungan, nasehat dan bimbingannya yang telah diberikan kepada penulis, penulis sangat terima kasih. iii
8.
Ibu Mariati Zendrato, S.H., M.Hum selaku Dosen Mata Kuliah Hukum Agraria yang telah memberikan masukan – masukan kepada penulis dan seluruh mahasiswa selama perkuliahan yang sangat baik, yang sangat memotivasi bagai penulis dan bagi mahasiswa agraria lainnya.
9.
Ibu Aflah, S.H, M.Hum selaku Penasehat akademik saya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kepada penulis dukungan, nasehat dan motivasi dalam mengerjakan skripsi ini.
10. Seluruh rekan – rekan IMHAR (katan Mahasiswa Hukum Agraria di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara) yang ada di Program Kekhususan Hukum Agraria Departemen Hukum Administrasi Negara yang merupakan rekan seperjuangan untuk membentuk ikatan mahasiswa ini beserta rekan – rekan grup D yang selalu bersama dan saling mendukung. 11. Seluruh Dosen – dosen Mata kuliah Klinik hukum perlindungan perempuan dan anak dan rekan - rekan di mata kuliah ini yang telah memberikan ilmu dan motivasi lainnya dan menambah pergaulan dan wawasan dimata kuliah ini. 12. Kawan kawan seperjuangan dalam Mengerjakan LKTI siang dan malam yaitu Amrul Daulay dan Asra Saputra meskipun tidak selesai akan tetapi pengalaman itu sungguh luar biasa dalam menjaga kerjasama, kesungguhan dan kekompakan. 13. Sahabat – sahabat saya sekaligus saudara- saudara saya seperjuangan yang sudah saya anggap keluarga sendiri yaitu Kabinet GGN ( Gurie – gurie Nyoi) Presidium BTM Aladdinsyah, S.H Periode 2014-2015 yang selalu
iv
memberikan pencerahan – pencerahan, nasehat, motivasi dan ilmu yang sangat baik. Dan suka duka yang yang dialami dalam memperjuangkan Mushollla dan menegakkan dakwah di Fakultas Hukum USU dan melaksanakan kekompakan untuk program kerja yang selalu penuh dinamika, tetapi itu semua menjadi pengalam dan pembelajaran bagi saya untuk lebih dewasa. Mudah – mudahan silaturrahmi kita tetap terjaga. Dan satu kalimat buat Kabinet GGN “Kalian sungguh Hebat dan Luar Biasa”. 14. Adik – Adik di BTM Aladdinsyah, S.H stambuk 2013 dan 2014 yang selalu memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis untuk agar cepat wisuda. 15. Kawan – kawan seperjuangan” Liqo 2012” yang selalu mengingatkan juga untuk tugas akhir ini yatu skripsi dan selalu menjaga kebersamaam dalam menegakkan mentoring di Fakultas Hukum USU. 16. Adik – adik Presidium berserta kepengurusan Musholla periode 2015-2016 yang tiada hentinya selalu memberikan dorongan kepada saya untuk cepat sidang meja hijaunya. 17. Abangda dan kakanda Alumni BTM Aladdinsyah S.H Fakultas Hukum USU yaang selalu memberikan motivasi. 18. Dan Teman – teman lainnya yang tidak disebutkan satu – persatu dan terima kasih banyak
juga kepada pihak lainnya yang selama ini telah menjadi
teman, sahabat bahkan keluarga dalam kehidupan penulis. Demikianlah yang dapat disampaikan oleh penulis, semoga kepada seluruh pihak yang membantu mendapat balasan kebaikan dan diberi kemudahan dari Tuhan Yang Maha Esa.
v
Dan penulis mohon maaf kepada Bapak dan Ibu dosen Pembimbing serta dosen penguji lainnya jika terdapat kesalahan kata dalam penyajian skripsi ini dan kesalahan sikap yang kurang berkenan dihati bapak dan ibu dosen pembimbing atau penguji. Karena sesungguhnya penulis disini masih belajar dan terus belajar untuk terus menggali ilmu sebagaimana kewajiban bagi seorang manusia. Dan penulis sadar akan kekurangan daripada skripsi ini. Untuk itu dibutuhkan saran dan kritik bagi penulis yang membangun demi kesempurnaan tulisan ini. Dan mudah – mudahan skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membacanya dan sebagai tambahan ilmu pengetahuan. Wassalamua’alaikum Wr.Wb.
Medan, Maret 2016 Hormat saya Penulis
MUHAMMAD LUTHFY
vi
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ...................................................................................................
i
KATA PENGANTAR .................................................................................
ii
DAFTAR ISI ...............................................................................................
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................
1
B. Permasalahan...............................................................................
8
C. Tujuan Penulisan dan Manfaat .....................................................
8
D. Keaslian Penulisan.......................................................................
9
E. Tinjauan Kepustakaan .................................................................
10
F. Metode Penulisan ........................................................................
12
G. Sistematika Penulisan ..................................................................
15
BABII GAMBARAN UMUM MENGENAI HAK PENGELOLAAN A. Pengertian Hak Pengelolaan ........................................................
18
B. Hubungan Hak Pengelolaan dengan Hak Menguasai Negara .......
24
C. Implementasi Hak Pengelolaan dalam Rangka Kepentingan Tugasnya ....................................................................................
28
1. Proses Terjadinya Hak Pengelolaan .......................................
30
2. Tata Cara Permohonan Hak Pengelolaan ................................
33
3. Subjek dan Objek Hak Pengelolaan .......................................
36
vii
4. Wewenang Pemegang Hak Pengelolaan .................................
42
5. Syarat Hak Pengelolaan .........................................................
45
6. Hapusnya Hak Pengelolaan....................................................
46
D. Kedudukan Hak Pengelolaan dalam Sistem Undang Undang Pokok Agraria .............................................................................
48
BAB III PENGGUNAAN TANAH HAK PENGELOLAAN DAN PENYERAHANNYA KEPADA PIHAK KETIGA A. Penggunaan Hak Atas Tanah Diatas Hak Pengelolaan Kepada Pihak Ketiga ................................................................................
52
1. Syarat Pemohon Unruk Memiliki dan Menggunkan Hak Atas Tanah bagian Hak Pengelolaan .....................................
56
2. Jenis Hak Atas Tanah Yang Timbul diatas Hak Pengelolaan ..
65
3. Prosedur dalam Pemberian Hak Atas Tanah diatas Hak Pengelolaan ...........................................................................
67
B. Proses Pendaftaran Hak Pengelolaan dan Hak – Hak Yang Timbul Diatasnya ........................................................................
73
C. Akibat Hukum Dari Hak Atas Tanah Yang Timbul Diatas Hak Pengelolaan ..........................................................................
77
D. Kewenangan Pihak Ketiga Dalam Rangka Menggunakan Hak Atas Tanah Diatas Hak Pengelolaan ............................................ BAB IV IMPLEMENTASI PEMEGANG HAK PENGELOLAAN TERHADAP NEGARASEBAGAI PEMBERI HAK
viii
79
PENGELOLAAN DALAM RANGKA KEWENANGAN KEPENTINGAN PELAKSANAAN TUGASNYA A. Pelaksanaan Hak Pengelolaan Oleh Pemerintah Kota Medan .......
84
1. Penggunaan Hak Atas Tanah Diatas Tanah Hak Pemerintah Kota Medan.........................................................
89
2. Bagian Hak Atas Tanah Yang Diberikan Oleh Pemerintah Kota Medan Kepada Pihak Ketiga .........................................
91
B. Hak dan Kewajiban Pemegang Hak Pengelolaan Pada Pemerintah Kota Medan ..............................................................
93
C. Hambatan – Hambatan Pemegang Hak Pengelolaan Pada Pemerintah Kota Medan .............................................................. BAB
97
V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................
99
B. Saran ........................................................................................... 102 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 103
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembangunan
yang ada di Indonesia tidak terlepas dari
kesejahteraan rakyat Indonesia itu sendiri. Sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 tujuan dari Negara Indonesia adalah Melindungi segenap bangsa Indonesia dan segenap tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan abadi dan keadilan sosial. Dari tujuan bangsa Indonesia memajukan kesejahteraan umum merupakan suatu prinsip untuk selalu menjaga dan mensejahterakan rakyat Indonesia baik dibidang ekonomi, sosial dan budaya. Terutama mensejahterakan rakyat melalui keadilan dalam kepemilikan tanah yang senantiasa menimbulkan konflik antara pemilik dengan para penguasa tanah. Tanah merupakan Anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang diberi kepada manusia untuk melangsungkan kebutuhan kehidupannya (Haqqul Allah). Untuk itu manusia sebagai hambanya senantiasa menjaga dan memelihara terhadap sesuatu yang telah diberikan olehNYA. Pada saat ini kebutuhan tanah yang semakin meningkat tidak sesuai dengan keadaan dan kondisi jumlah tanah yang ada artinya kebutuhan tanah semakin tinggi akan tetapi jumlah tanah terbatas. Hal seperti inilah yang menimbulkan suatu permasalahan terhadap kebutuhan tanah kedepannya yang selalu timbulnya pertengkaran. Sebab begitu ada manusia diatas tanah muncul yang namanya rent, rent inilah yang membuat berbeda bagi manusia
1
2
di atas tanah dengan hewan diatas tanah1. Penggunaan tanah juga mempunyai aspek politik program pembaruan Agraria Nasional yang dicanangkan Pemerintah dengan berencana membagi sekitar 9,25 juta Hektar tanah kepada rakyat miskin, merupakan strategi politik pertanahan saat ini, sekaligus menunjukan dimensi politik atas tanah2. Dengan adaya ini diharapkan kedepannya dengan adanya unsur politik atas tanah selama menguntungkan dan bermanfaat untuk rakyat tidak masalah. Dalam kebutuhan akan kepemilikan tanah tidak terlepas dengan jenis atau status hak atas tanah yang dimiliknya. Dalam peraturan hak atas tanah yang dapat dimiliki seseorang atau badan hukum dapat berupa hak milik, Hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai maupun hak sewa yang dari kesemua hak itu belum tentu mutlak sebagai pemiliknya sebab kemungkinan terjadi telah habis masanya atau dicabut haknya oleh negara. Seyogyianya dari semua jenis hak atas tanah merupakan kewenangan dari negara karena negara sebagai organisasi tertinggi untuk meguasainya bukan berarti negara pemilik tanah. Bahkan tanah dengan hak milik sekalipun yang haknya terkuat belum tentu dimiliki secara mutlak oleh empunya sebab negara sebagai organisasi tertinggi untuk menguasainya hal ini diatur dalam Pasal 2 ayat 2 Undang undang Pokok Agraria yang isinyamelahirkan wewenang dari negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat untuk : 1
Muhammad Yamin Lubis, 2016,”Okupansi Liar Tanah Berlanjut”, opini, media cetak waspada, Rabu 17 Februari 2016, Hal. B7 2 Sambutan kepala BPN RI tentang Sosialisasi Program Pembaruan Agraria Nasional kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahn Kab/Kota di berbagai kesempatan. Periksa: Himpunan Pidato 2007 Kepala Badan Pertanahn Nasional Republik indonesia. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat. Dalam Buku Dr. Supriyadi, S.H., M.Hum (2010) Aspek Hukum Tanah Aset Daerah Menemukan Keadilan, kemanfaatan, dan kepastian atas Eksistensi Tanah Aset Daerah, Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta. Hal. 2
3
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut 2. Menentukan dan mengatur hubungan – hubungan hukum antara orang orang dengan bumi, air dan ruang angkasa 3. Mengatur hubungan – hubungan hukum anara orang – orang dan perbuatan – perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Adapun Kekuasaan negara yang dimaksud itu mengenai semua bumi, air dan ruang angkasa, jadi baik yang sudah dihaki oleh seseorang maupun tidak, kekuasaan negara mengenai tanah yang sudah dipunyai orang dengan suatu hak dibatasi oleh isi dari hak itu artinya sampai seberapa negara memberi kekuasaan kepada yang mempunyai untuk menggunakan haknya, sampai disitulah batas kekuasaan negara tersebut3. Hak menguasai tanah tersebut pelaksanaannya dilakukan oleh negara atau pemerintah pusat sebagai organisasi yang tertinggi untuk menguasainya. Hal ini sesuai dengan bentuk negara Indonesia sebagai negara kesatuan4. Dan pelaksanaannya terhadap daerah maka hak menguasai negara terhadap luas wilayah, hasil guna dan daya guna yang ada didaerah
maka wewenang
pemerintah pusat tersebut pelaksaannya dapat dikuasakan pada daerah – daerah swantantra dan masyarakat – masyarakat hukum adat sekedar diperlukan dan tidak bertentangan kepentingan nasional, menurut ketentuan – ketentuan peraturan 3
Zaidar, 2014, Dasar Filososfi Hukum Agraria Indonesia, Pustaka Bangsa Press, cet. 5, Medan, Hal.52 4 Pasal 1 ayat 1UUD 1945
4
pemerintah5. Dalam peraturan UUPA selain jenis hak atas tanah yang disebutkan pada pasal 16 disebutkan pula Hak Pengelolaan. Hak pengelolaan ini secara eksplisit tidak terdapat dalam UUPA Nomor 5 Tahun 1960 artinya pengaturan hak pengelolaan didalam Undang – Undang Pokok Agraria tidak mengatur secara tegas kedudukan hukum hak pengelolaan akan tetapi istilah hak pengelolaan terdapat pada penjelasan umum II angka 2 Undang – Undang Pokok Agraria yang berbunyi : “Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya : hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada suatu Bdan Penguasa ( Departemen, Jawatan atau daerah Swantantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing”.
Hak pengelolaan merupakan hak penguasaan negara yang pelaksanaannya dilimpahkan kepada pemegangnya yang digunakan untuk keperluan pelaksanaan tugasnya. Hak pengelolaan yang merupakan gempilan dari hak menguasai negara merupakan aset dari negara dan daerah berupa tanah – tanah yang tidak ada haknya atau tanah milik negara. Dalam pelaksanaan hak menguasai negara atas tanah itu dapat dikuasakan kepada daerah – daerah swantantra ( Daerah Kabupaten dan Daerah Kota) artinya bahwa hak pengelolaan tersebut yang merupakan dari hak menguasai negara juga dapat dimiliki oleh pemerintah daerah yang menjadi aset daerahnya untuk diberikan kepada pemegangnya. Hak menguasai negara lingkupnya tanah tanah yang sudah tidak diapakai, dimiliki atau diusahakan lagi oleh pemegang haknya.
5
Pasal 2 ayat 4 Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960
5
Pilihan asas menguasai oleh Negara atas tanah sesuai dengan ketentuan pasal 33 ayat (3) Undang – Undang Dasar 1945, dan bukan Hak Milik Negara sebagimana pada zaman Hindia Belanda, menurut Iman Sutikyo, bahwa walaupun tidak disebutkan secara eksplisit tujuannya adalah untuk keuntungan kolonialisme Belanda, sebab klaim atas tanah tak bertuan (tidak dapat dibuktikan sebagai hak eigendom oleh rakyat) oleh pemerintah jajahan hanya untuk memberikan keuntungan bagi kolonialisme Belanda, inilah yang disebut dengan Domein Verklaring bahwa tanah yang tak bisa dibuktikan oleh pemiliknya maka diserakan kepada negara pada zaman Hindia Belanda6. Sedangkan pada asas Hak Menguasai Negara oleh Negara tersurat tujuan secara jelas untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat7. Dalam Pelaksanaan Hak Pengelolaan di dalam peraturan belum ada diatur secara tegas di dalam Undang – undang, hanya saja diatur dalam peraturan – peraturan pelaksana seperti Perturan Menteri dan Peraturan Pemerintah. Yang diatur Hak Pengelolaan tersebut secara tegas disebutkan di dalam UUPA pasal 2 akan tetapi hal tersbut merupakan hak menguasai negara yang pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah – daerah yang merupakan gempilan dari Hak Menguasai Negara untuk hak pengelolaan. Dalam kenyataannya, Hak Pengelolaan merupakan hak atas tanah yang berasal dari konversi hak penguasaan tanah negara oleh kementerian (Departemen), Jawatan atau daerah Swantantra berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1954 Tentang Penguasaan Tanah – Tanah Negara. Menurut Peraturan Pemerintah
6 Supriyadi ( 2010). Aspek Hukum Tanah Aset Daerah. Prestasi Pustaka Publishder.Indonesia. hal. 100 7 Moh. Mahfud MD (1998). Politik Hukum Di Indonesia . Pustaka LP3ES. Jakarta.h. 184 dalam buku Supriyadi ( 2010). Aspek Hukum Tanah Aset Daerah
6
tersebut, Penguasaan atas tanah negara yaitu tanah yang dikuasai penuh oleh negara berada pada : a. Kementerian Dalam Negeri berdasarkan pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1953, dan b. Kementerian, Jawatan atau daerah swatantra berdasarkan peraturan perundang-undangan sebelumnya8. Dengan penguasaan atas tanah negara tersebut yang dikuasai langsung secara penuh oleh negara secara langsung merupakan subjek dari hak pengelolaan yang pengaturannya secara eksplisit diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Dalam menjalankan fungsi dan tugas wewenang dari hak pengelolaan mengacu pada peraturan – peraturan yang sudah ada dinyatakan dengan jelas. Baik itu kewenangannya dan pelaksanaan hak pegelolaan ke Instansi atau ke pemerintah daerah itu sendiri maupun kepada pihak ketiga. Akan tetapi, dalam pelaksanaan hak pengelolalan untuk menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya yang merupakan tanah negara itu kepada pihak ketiga maupun kepada instansi itu sendiri sudah ada wewenangya yang diatur dalam peraturan Pemerintahan, tetapi wewenang pemegang Hak Pengelolaan kepada negara sebagai pemberi Hak Pengelolaan baik itu keweajiban – kewjiban pemegang hak pengelolaan kepada negara belum diatur secara tegas dalam peraturan meskipun hak pengelolaan
8
Winahyu Erwiningsih (2011). Hak Pengelolaan Atas Tanah. Total Media.Yogyakarta. hal 5
7
merupakan tanah negara alangkah baiknya jika hak pengelolaan tersebut mempunyai aspek hukum antara hak pengelolaan yang berasal dari tanah negara dengan tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Dalam subjek Hak Pengelolaan yang diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria yang mencakup beberapa instansi sebenarnyajuga diatur dalam UUPA yang Hak Menguasai Negara tersebut dalam pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah – daerah Swatantra dan masyarakat – masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan – ketentuan Peraturan Pemerintah9. Akan tetapi sesuai dengan perkembangan zaman dan demi untuk kepentingan pembangunan nasional maka hak menguasai negara dapat diserahkan kepada beberapa instansi atau perusahaan dalam pelaksanaannya dengan Hak Pengelolaan. Untuk itu kewenangan pemegang hak pengeolaan dalam rangka menjalankan kepentingan tugasnya sangat diperlukan aturan yang khusus dan jelas. Sebab menyangkut pertanahan yang notabene mudah terjadinya konflik suatu hari. hak pengelolaan yang merupakan kebijakan dari negara yang diberikan kepada suatu instasni atau perusahaan tidak serta merta diberikan oleh negara dengan sendirinya atau melaui koversi melainkan dengan adanya pengajuan untuk memperoleh hak pengolaan untuk melaksanakan kepentingan tugasnya. Oleh karena itu dalam pemberian hak pengelolaan kepada pemegang hak pengelolaan harus dijelaskan kewenangan terhadap negara sebab negara yang mempunyainya.
9
Pasal 2 (ayat 4) Undang – Undang Pokok Agraria
8
B. Perumusan Masalah Dalam menegakan atau menciptakan sesuatu yang baik adakalanya membuat aturan – aturan terutama aturan mengenai Hak Pengelolaan yang tentunya ini terdapat plus dan minusnya. Sebab bisa saja sesuatu yang terjadi tidak terdapat aturannya atau payung hukumnya. Sesuai dengan adagium dalam hukum yaitu tidak dapat dihukum apabila sebelum ada aturan yang mengaturnya terlebih dahulu (asas legalitas). Begitu juga dalam aturan yang untuk dijadikan sebagai payung hukum agar dapat melakukan sesuai dengan kewenangan maka dibuatlah aturan sebelum terjadinya masalah. Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penilitian ini adalah : 1. Bagaimana Pelaksanaan Hak Pengelolaan dalam Rangka Kewenangan Kepentingan Tugasnya? 2. Bagaimana Akibat Hukum Hak Atas Tanah Yang Timbul Diatas Hak Pengelolaan ? 3. Bagaimana Hak dan Kewajiban Hak Pengelolaan terhadap Negara Sebagai Pemberi Hak Pengelolaan?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Berdasarkan Perumusan Masalah diatas, tujuan dan manfaat penulisan ini adalah : 1. Untuk Mengetahui pelaksanaan Hak Pengelolaan dalam Rangka Kewenangan Kepentingan Pelaksanaan tugasnya.
9
2. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap hak atas tanah yang timbul diatas Hak Pengelolaan. 3. Untuk mengetahui pengaturan hak dan kewajiban Hak Pengelolaan terhadap negara sebagai pemberi Hak Pengelolaan. Selanjutnya manfaat dari tulisan skripsi ini adalah bahwa tulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian teoritis lebih lanjut untuk melahirkan beberapa konsep untuk dijadikan bidang ilmu kedepannya dalam pelaksanaan kewenangan Hak Pengelolaan atas tanah dan dari hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat sebagai pemahaman kedepannya menganai Hak Pengelolan. Selain tujuan yang dikemukakan di atas, hasil penelitian dan penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan literatur bagi para pembaca lainnya untuk dijadikan bahan dalam pembuatan tulisan dalam pengembangan hukum agraria khususnya mengenai hak pengelolaan dalam rangka menjalankan pelaksanaan tugasnya dan memenuhi salah satu syarat untuk mencapai strata satu pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. D. Keaslian Penulis Judul Skripsi ini adalah : TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK PENGELOLAAN DALAM RANGKA KEWENANGAN KEPENTINGAN PELAKSANAAN TUGASNYA PADA PEMERINTAH KOTA MEDAN. Pembahasan pada skripsi ini di titik beratkan kepada hak dan kewajiban Pemegang Hak Pengelolaan kepada negara sebagai Pemberi Hak Pengelolaan.
10
Berdasarkan Inventarisasi Skripsi yang ada di Perpustkaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara belum ada yang membuat atau mengajukan judul skripsi tentang Tinjauan hukum terhadap hak pengelolaan dalam rangka kewenangan kepentingan pelaksanaan tugasnya pada Pemerintah Kota Medan yang memfokuskan pada hak dan kewajban dan kewenangan Pemegang Hak Pengelolaan kepada pemberi Hak Pengelolaan. Dengan kata lain judul ini belum pernah ditulis sebelumnya. E. Tinjauan Pustaka Hak
Pengelolaan
merupakan
hak
menguasai
dari
negara
yang
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya 10. Menurut A.P. Parlindungan Hak Pengelolaan adalah hak atas tanah di luar UUPA 11. Hak Menguasai Negara adalah suatu bentuk hubungan hukum atas penguasaan yang nyata terhadap suatu benda untuk digunakan atau dimanfaatkan bagi kepentingannya sendiri12. Hak penguasaan dimaksud benda disini adalah terhadap hak menguasai atas tanah atau yang berada di bumi, air, dan ruang angkasa. Dalam Hak Menguasai Negara, Negara yang berwenang dalam melakukukan penguasaan artinya negara yang menguasai dan bukan memiliki dengan konsep rakyat atau masyarakat kedudukannya tidak berada dibawah negara melainkan rakyat atau masyarakat berada pada kepemilikan hak atas tanah
10
Maria S.W. Sumarrdjono, 2008, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosisal dan Budaya, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, Hal. 213 11 A.P Parlindungan, 1994, Hak Pengelolaan Menurut sisitem UUPA, Mandar Maju, Bandung, hal.1 12 Dr. Irawan Sorodjo, S..H., M.Si, 2014, Hukum Pertanahan Hak Pengelolaan atas tanah (HPL) Eksistensi, Pengaturan dan Praktik, Laksbang Mediatama, Yogyakarta, hal. 5
11
yang merupakan haknya. Sesuai dengan pasal 2 ayat 2 Undang – Undang Pokok Agraria yang menganut prinsip Hak Menguasai Negara. Hak Menguasai negara yang berasal dari kata kuasa yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia wewenang atas sesuatu atau untuk menentukan (memerintah, mewakili, mengurus, dan sebagainya) sesuatu. Bahwa negara yang mempunyai wewenang penuh terhadappenentuan, mewakili atau mengurusi dan tanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat atau masyarakat. Pemegang Hak Pengelolaan adalah badan hukum atau subyek hak pengelolaan yang diberikan oleh negara untuk kepentingan pelaksanaan tugasnya dalam perusahaan dan instansi atau pemerintah daerah. Pemberi Hak Pengelolaan yaitu negara. Negara sebagai organisasi tertinggi untuk menguasai seluruh kekayaan – kekayaan alam yang ada di Indonesia khsusunya,
sehingga
negara
juga
yang
mengelola
yang
pelaksanaan
pengelolaannya dapat dilimpahkan kepada subyek Hak Pengelolaan. Tanah – tanah hak Pengelololaan merupakan tanah – tanah yang dikuasai langsung oleh negara yang tidak ada suatu hak apapun diatasnya sehingga tanah hak pengelolaan tanah – tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Pemberian hak pengelolaan yang dilakukan oleh negara dalam hal ini Pemerintah Pusat melalui Kementerian Agraria atau BPN dapat juga diberi kepada Pemerintah daerah sebagai pemegang hak pengelolaan bagi yang membutuhkan di daerah – daerah. Pemberian Hak Pengelolaan kepada pemegang Hak Pengelolaan untuk pelaksanaan kepentingan tugasnya dapat berwenang memberikan sebagian hak
12
atas tanah diatas Hak Pengelolaan. Pemberian hak atas tanah pada sebagian Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada pihak ketiga yaitu dengan jenis Hak atas tanah : 1. Hak Milik 2. Hak Pakai, dan 3. Hak Guna Bangunan Hanya dari ketiga jenis hak tersebut yang dapat diberikan sebagaian dari Hak Pengelolaan. Kewenanganmenurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah kekuasaan membuat keputusan memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain. Pelepasan hak adalah proses yang dilakukan untuk kepentingan umum dengan melakukan pencabutan hak atau pembebasan tanah. Pembebanan hak adalah jaminan hak – hak atas tanah maupun bangunan yang ada diatasnya yang diberikan oleh instani atau individu dengan Hak Tanggungan. Tanah Negara adalah Tanah – tanah yang belum di hakki oleh perorangan atau badan hukum artinya tanah – tanah yang belum mempunyai jenis hak atas tanah apapun. F. Metode Penulisan 1.
Jenis Penelitian
13
Untuk melengkapi tulisan skripsi ini agar lebih terarah dan teratur sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka penelitian ini berdasarkan kajiannya menggunakan : a. penelitian hukum normatif - empiris yaitu Metode penelitian hukum normatif empiris ini pada dasarnya merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur
empiris.
Metode
penelitian
normatif-empiris
mengenai
implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat. b. metode penelitian empiris, Metode penelitian hukum empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat. Dikarenakan dalam penelitian ini meneliti orang dalam hubungan hidup di masyarakat maka metode penelitian hukum empiris dapat dikatakan sebagai penelitian hukum sosiologis. Dapat dikatakan bahwa penelitian hukum yang diambil dari fakta-fakta yang ada di dalam suatu masyarakat, badan hukum atau badan pemerintah13. 2.
sifat Penelitian
13
https://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/, Metode penelitian hukum empiris dan normatif, Rabu 24 Februari 2016
14
Dari segi sifatnya, penelitian pada penulisan skripsi ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif yang artinya menggambarkan dengan cara menjabarkan fakta secara sistematis, faktual dan akurat14. 3. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah berupa yaitu: a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari pihak pertama untuk melakukan penulisan ini b. Data sekunder, yaitu data yang mencakup dokumen – dokumen resmi, buku – buku, hasil – hasil penelitian yang berwujud laporan , dan sebagainya15 Ditambah lagi dengan data tersier yaitu bahan hukum yang memeberikan penjelasan dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder atau yang bersifat pendukung atau tambahan berupa Kamus – kamus. 4.
Metode Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data dan keterangan yang diperlukan dalam penulisan
skripsi ini. Maka penulis menggunakan Applied Scientific Method, yaitu penulis menggunakan metode penelitian dengan cara megkombinasikan antara “ Library Research dan Field Research”. a. Library Research ( Riset Kepustakaan)
14
Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, P.T.Rajawali Pers,Jakarta,2001,hal.36 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta 1986, hlm.12. dalam buku Dr Amiruddin, S.H., Mhum dan Dr.H. Zainal Asikin, S.H., S.U, Pengantar Metode Penelitian Hukum 15
15
Dalam riset ini penulis melakukan suatu penelitian melalui buku buku, Literatur, majalah – majalah maupun bahan – bahan yang diperoleh dari perkuliahan serta ilmiah yang berhubungan dengan objek penelitian b. Dalam penlitian lapangan ini penulis melakukan suatu penelitian dengan cara observasi atau peninjauan secara langsung kepada objek penelitian yaitu study pada Pemerintah Kota Medan. Dalam melakukan penelitian maka penulis berusaha mendapatkan data yang bersifat objektif dilakukan dengan cara : 1. Observasi, yaitu pengamatan yang dilakukan tanpa mengajukan pertanyaan dan pencatatan tidak tergantung pada responden 2. Pencatatan, yaitu pengumpulan data dengan cara mengutip data dari staf terkait dalam penelitian ini 3. Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan cara wawancara, yaitu pengumpulan data dengan cara pertanyaan yang telah disiapkan penulis kepada staf yang bersangkutan16. 5.
Sistematika Penulisan Penulisan Skripsi dan gambaran isi dari tulisan ini disusun secara bertahap
yang terdiri dari bab – bab dimana bab – bab tersebut disesuaikan dengan isi yang pembahasannya dibagi kedalam sub-sub bab yang diatur dan diuraikan secara tersendiri dan antara yang satu dengan lainnya saling berkaitan (Komprehensif). Agar mempermudah pemaparan materi, Maka dari itu bedasarkan isi skripsi ini dibagi dalam lima bab yaitu : 16
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
16
Bab I. Pendahuluan Dalam bab ini berisikan tentang gambaran umum yang berisikan tentang Latar belakang, Perumusan Masalah, Tujuan, manfaat tulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan yang meliputi pengertian dari Hak Pengelolaan dan penjelasan sedikit tentang hak pengelolaan maupun penjelasan tentang kata – kata yang berkaitan dengan hak pengelolaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II. Gambaran Umum Mengenai Hak Pengelolaan Pada bab ini merupakan pembahasan mengenai Hak Pengelolaan yang berisikan tentang pengertian Hak Pengelolaan secara luas, hubungan Hak Pengelolaan dengan hak mengusai negara dan Hak Pengelolaan dalam melaksanakan tugasnya yang ditinjau dari segi pertauran – peraturan yang ada. Bab III. Penggunaan Tanah Hak Pengelolaan dan Penyerahannya Kepada Pihak Ketiga Pada Bab ini menjelaskan tentang Implementasi Penggunaan Hak Pengelolaan dan penyerahannya kepada pihak ketiga yang meliputi syarat – syarat pemohon untuk mendapatkan hak pengelolaan, prosedur, proses pendaftaran hak pengelolaan, akibat hukumnya serta akibat kewenangan pihak ketiga dalam menggunakan Hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan. Bab IV. Impelementasi Hak Pengelolaan Terhadap Negara Sebagai Pemberi Hak Pengelolaan Dalam Rangka Kewenangan Kepentingan Pelaksanaan Tugasnya Pada Pemerintah Kota Medan
17
Pada bab ini sudah masuk kepada pembahasan riset di Pemko Medan tentang penggunaan Hak pengelolaan, hak dan kewajiban Pemko Medan sebagai pemegang Hak Pengelolan dan hambatan – hambatan Pemko Medan sebagai pemegang Hak Pengelolaan untuk melaksanakan tugasnya. Bab V. Penutup Pada bab ini merupakan bab terkahir yang menguaraikan kesimpulan daripada masing – masing bab pembahasan dan saran yang kemudian diakhiri dengan daftar pustaka dan lampiran yang dipergunakan sebagai penunjang tulisan ini.
BAB II GAMBARAN UMUM MENGENAI HAK PENGELOLAAN
A. Pengertian Hak Pengelolaan Istilah Hak Pengelolaan tidak terdapat dalam peraturan Perundang
-
undangan khususnya dalam Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043). Meskipun Hak Pengelolaan merupakan hak yang berkaitan dengan hak atas tanah akan tetapi secara eksplist hak pengelolaan tidak terdapat dalam Undang – Undang Pokok Agraria yang pengaturannya tidak secara tegas diatur tentang kedudukannya. Meskipun Hak Pengelolaan tidak diatur secara eksplisit dalam batang tubuh Undang – Undang Pokok Agraria akan tetapi istilah Hak Pengelolaan disebutkan dalam penjelasan Umum II angka 2 Undang – undang Pokok Agraria yang disebutkan bukan Hak Pengelolaan tetapi “Pengelola” yang berbunyi : “
Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya : Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai atau memberikannya dalam Pengelolaan kepada suatu Badan Penguasa (Departemen, Jawatan atau Daerah Swatantra) untuk di pergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing – masing”.
Istilah Hak Pengelolaan sebenarnya berasal dari bahasa Belanda yaitu “ Beheersrecht” yang artinya Hak Penguasaan. Dengan munculnya terjemahan Hak Penguasaan ini, maka selanjutnya istilah tersebut dipakai dengan sebutan “ Hak Penguasaan” sebagai penyebutan awal mula nama Hak Pengelolaan dengan
18
19
seiring perkembangan hukum pertanahan
nasional ( hukum agraria),
Pengertian Hak Pengelolaan yang dahulu disebut dengan Hak Penguasaan ini tersebar di berbagai jenis peraturan hukum di bidang pertanahan yang sampai saat ini masih berlaku 17. Dari berbagai peraturan perundang-undangan yang ada pengertian Hak Pengelolaan dapat dirumuskan dalam beberapa peraturan yaitu18 : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah – Tanah Negara ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 14 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 362). Dalam peraturan ini, istilah Hak Pengelolaan belum ada definisinya, melainkan dengan sebutan Hak Penguasaan. 2. Peraturan Menteri Agraria Noor 9 Tahun 1965 paal 6 menyebutkan Hak Pengelolaan adalah hak atas tanah negara yang berisi wewenang untuk : a.
Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut;
b.
Menggunakan tanah tersebut untuk
keperluan pelaksanaan
tugasnya; c.
Menyerahkan bagian – bagian atas tanah tersebut kepada pihak ketiga dengan Hak Pakai berjangka waktu 6 Tahun;
d.
Menerima uang pemasukan/ ganti rugi/ uang wajib tahunan.
3. Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966 hanya menyebutkan istilah Hak Pengelolaan tanpa memberikan pengertian atau definisi yang jelas
17
Irawan Soerodjo, op.cit. hal. 2 Ibid., hal. 3
18
20
4. Sedangkan dalam Undang – Undang Nomor 21 Tahun 1997, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 jo Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2011 dan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahn Nasional Nomor 9 Tahun 1999, disebutkan Hak Pengelolaan
adalah
Hak
Menguasai
Negara
yang
Kewenangan
pelaksanaannnya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. 5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973, tentang Ketentuan – Ketentuan Mengenai Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah, disebutkan bahwa Hak Pengelolaan adalah Hak Atas Tanah Negara seperti yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965, yang memberi wewenang kepada pemeganya untuk : a. Menerncanakan Peruntukan dan Penggunaan tanah tersebut; b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya c. Menyerahkan bagian – bagian atas tanah tersebut kepada pihak ketiga dengan Hak Pakai berjangka waktu 6 tahun d. Menerima uang pemasukan/ganti rugi/uang wajib tahunan. Dari pengertian Hak Pengelolaan yang diutarakan dari berbagai peraturan perundang – undangan maka dari pengertian Hak Pengelolaan tersebut juga dikemukakan oleh para pendapat ahli. Menurtu A.P Parlindungan Hak Pengelolaan adalah hak atas tanah diluar Undang – Undang Pokok Agraria.
21
Menurut R. Atang Ranoiharjdja sebagaimana dikutip Satrio Wicaksono Hak Pengelolaan adalah Hak atas tanah yang dikuasai negara dan hanya dapat diberikan kepada badan hukum atau pemerintah daerah baik dipergunakan untuk usahanya sendiri maupun untuk kepentingan pihak ketiga, ini menunjukan dari arti hak pengelolaan tersebut bersifat alternatif, dimana hak pengelolaan obyeknya adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara yang diberikan kepada badan badan hukum pemerintah atau pihak ketiga19. Sementara menurut pendapat Ramli Zein pengertian hak Pengelolaan bersifat Kumulatif, bukan alternatif sebagaimana dikatakan Atang Ranoemihardja yang artinya tanah yang dikuasai oleh negara akan diberikan dengan hak pengelolaan kepada suatu badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD), apabila tanah tersebut selain akan dipergunakan untuk kepentingan pelaksanaan tugasnya, juga bagian – bagian tanah tersebut akan diserahkan dengan sesuatu hak tertentu kepada pihak ketiga20. Pada pengertian hak pengelolaan yang dikemukakan dapat ditarik kesimpulan bahwa hak pengelolaan merupakan hak menguasai negara yang yang kewenangan pelaksanaan tugasnya dilimpahkan kepada pemegang haknya yang dapat dipergunakan sendiri untuk pelaksanaan kepentingan tugasnya dan dapat diberikan kepada pihak ketiga dengan suatu hak tertentu. Dalam sejarahnya Hak Pengelolaan dimulai dari timbulnya penguasaan atas tanah dalam bentuknya yang modern yaitu sejak berlakunya agrarische wet pada
19
Satrio Wicaksono, 2008, Pelaksanaan Pemberian Hak Pengelolaan atas tanah dan potensi Timbulnya Monopoli Swasta atas usaha – usaha dalam bidang Agraria, Tesis, Program Pascasarjana Magister Kenoktariatan Universitas Diponegoro, Semarang, Tidak Dipublikasikan, hal. 12, dalam buku Irawan Soerodjo (2014) Hukum Pertanahan HPL. 20 Ramli Zein, 1994, Hak Pengelolaan dalam Sistem Undang – Undang Pokok Agraria, Rineka Cipta, Jakarta, hal, 89-90, dalam buku Irawan Soerodjo (2014) Hukum Pertanahan HPL.
22
tahun 1870 yang bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi usaha partikelir untuk melaksanakan agrarische wet yang kemudian dibuatlah agrarische besluit(stb 1870 nomor 118). Isi dari pasal agrarische besluit memuat tentang domeinverklaring yang berisi domeinbeginsel (asas milik), yang menyatakan semua tanah yang diatasnya tidak terbukti adanya hak egeindom orang/ badan lain, adalah miliki negara (landsdomein),Hak Pengelolaan yang dahulunya dinamakan Hak Penguasaan jika diterjemahkan dalam bahasa Belnda disebut “Beheersecht” dan Sejarah Hak Pengelolaan telah ada sejak Pemerintahan Hindia Belanda dengan menggunakan istilah “in beheer”, yang kemudian oleh Pemerintah Indonesia diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah Negara21. Filosofi penjajah terhadap eksistensi Hak Pengelolaan adalah ingin menguasai tanah jajahan sedangkan pada masa pemerintah Indonesia eksistensi Hak Pengelolaan adalah jawaban terhadap kebutuhan pembangunan dan kondisi objektif bangsa dan negara Indonesia 22 Hak Penguasaan dulunya dimiliki oleh instansi pemerintah, jawatan atau departemen yang dipergunakan menurut peruntukannya. Hak penguasaan muncul karena dilihat dari keadaan pada waktu itu instansi peemerintah, perusahaan atau jawatan memerlukan tanah untuk keperluan tugsanya. Dengan demikian timbulnya hak penguasaan dilatarbelakangi adanya kebutuhan bagi pemerintah kota terhadap tanah untuk pelaksanaan tugasnya. Dalam pelaksanaannya hak Penguasaan atas tanah negara pada waktu itu banyak sekali penyimpangan yang 21
Irawan Soerodjo, op.cit,hal :18 Elita Rahmi, 2010, Eksistensi Hak Pengelolaan atas tanah dan Realitas Pembangunan Indonesia, Artikel dalam Jurnal Dinamika Hukum, Vol.10, No.3, September 2010, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Hal. 350. dalam buku Irawan Soerodjo (2014) Hukum Pertanahan HPL. 22
23
terjadi terhadap penggunaan tanah negara oleh instansi pemerintah maupun jawatan salah satunya adalah memindahkan penggunaan tanah dari suatu instansi pemerintah atau jawatan ke instansi lainnya tanpa adanya pemberitahuan atau proses penyerahan yang jelas sehingga menimbulkan ketidakpastian atas instansi mana yang menguasai tanah. Dengan terjadinya permasalahan tersebut maka Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah – Tanah Negara. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah ini maka kedudukan Hak Penguasaan atas tanah negara jelas baik dari peruntukan maupun penggunannya. Kemudian setelah lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah – tanah negara tidak lama kemudian keluarnya Undang – undang Pokok Agraria yang penjelasan Hak Penguasan atas tanah negara mengalami perubahan dan dikonversi dengan lahirnya Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan atas tanah negara dan ketentuan-ketentuan tentang kebijakan selanjutnya. Dengan lahirnya Peraturan Menteri Agraria ini maka konversi Hak Pengusaan menjadi Hak Pakai apabila Hak Penguasan diberikan kepada instansi pemerintah, departemen, direktorat dan daerah Swatantra yang dipergunakan untuk kepentingan instansi itu sendiri dan apabila Hak Penguasaan diberikan kepada departemen, instansi pemerintah, direktorat dan daerah swtantra yang selain dipergunakan oleh isntansi itu sendiri juga dengan maksud untuk diberikan suatu hak kepada pihak ketiga, maka dikonversi menjadi Hak Pengelolaan. Dengan demikian lahirnya Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun
24
1965merupakan peraturan yang pertama kali menyebutkan istilah Hak Pengelolaan dalam sistem hukum pertanahan nasional yang sebelumnya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1853 merupakan cikal bakal atau embrio lahirnya hak pengelolaan. Kemudian sesuai dengan perkembangan zaman maka keberadaan Hak Pengelolaan diatur lebih lanjut dan diikuti pada peraturan – peraturan lainnya yang didalam peraturan tersebut mencantumkan beberapa pengertian hak pengelolaan yang dari semua itu pada intinya merupakan hak menguasai negara yang dilimpahkan kepada pemegang haknya yang teknis pelaksaanaan hak pengelolaan dijelaskan sesuai dengan peraturan yang ada. B. Hubungan Hak Pengelolaan dengan Hak Menguasai Negara Dalam tatanan hukum pertanahan nasional terdapat beberapa jenis hak atas tanah yang hak hak dimiliki oleh individu atau badan hukum. Meskipun dimiliki empunya namun tetap hak – hak atas tanah yang diberikan berada perizinan atau pemberian dari negara sebagai organisasi tertinggi yang menguasainya. Hak menguasai negara merupakan hak yang pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat yang memeberikan wewenang kepada negara sebagaimana tercantum dalam pasal 2 ayat (2) Undang – Undang Pokok Dasar Agraria.Salah satu tingakatan hak – hak atas tanah adalah Hak menguasai Negara. Pada tingakatan hak – hak atas tanah menurut Boedi Harsosno-sebagaimana dikutip dari Muhammad Yamin Lubis - memperkenalkan hak – hak atas tanah tersebut dalam lima tingkatan hak, yaitu hak bangsa, hak menguasai negara, hak ulayat, hak perorangan (versi pasal 16 UUPA) dan hak tanggungan, serta mengemukakan perlu dipertegas dan dipertahankan tentang
25
penguasaan hak atas tanah dalam UUPA yang lima jenis dengan sistem berjenjang tersebut agar tetap diperoleh batasan kepemilikan dan tidak menimubulkan penafsiran yang berbeda nantinya23. Hak Menguasai Negara dari negara yang dipunyai negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia untuk pada tingkatan yang tertinggi yaitu 24 : 1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya 2. Menentukan dan mengatur hak – hak yang dapat dipunyai atas (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa itu 3. Menentukan dan mengatur hubungan – hubungan hukum antara orang – orang dan perbuatan – perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Dalam Hak Menguasai Negara pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah daerah swatantra dan masyarakat – masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional menurut ketentuan – ketentuan Peraturan Pemerintah, artinya bahwa dalam melaksanakan kehidupan pada daerah – daerah adat maupun swatantra maka tanah – tanah yang terdapat tersebut dapat diusahakan dan dipergunakan oleh masyarakat yang berasal dari negara sekedar diperlukan. Akan tetapi sesuai dengan perkembangan zaman maka hak menguasai negara tidak hanya dikuasakan kepada sebatas yang 23
Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Kepemilikan Properti Di Indonesia termasuk kepemilikan rumah oleh orang asing, CV Mandar Maju, Bandung, 2013, hal.16 24 Achmad Sodiki, Politik Hukum Agraria , diterbitkan Konstitusi Press (Konpress), Jakarta, 2013, Hal. 251
26
disebutkan dalam Undang – Undang Pokok Agraria tetapidapat diserahkan kepada pemegang haknya berupa Hak penguasaan yang sudah dikonversi menjadi Hak pakai dan Hak Pengelolaan jika dipergunakan oleh perusahaan itu sendiri dan diserahkan sebagian haknya kepada pihak ketiga. Jika ditanya hubungan Hak Menguasai negara dengan Hak Pengelolaan maka dapat dikaitkan dengan persoalan kewenangan dalam Hak Pengelolaan, apabila pengertian Hak Pengelolaan tersebut dikaitkan dengan Konsep Hak Menguasai dari Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) UndangUndang Pokok agraria, maka timbul Pertanyaan, sebagian pelaksanaan kewenangan yang mana yang diserahkan kepada pemegang hak pengelolaan tersebut?, kata sebagian dalam pengertian hak pengelolaan dapat diartikan dalam dua makna yaitu 25: 1. Wewenang Hak Menguasai Negara yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (2) Undang – Undang Pokok Agaria tidak dapat diserahkan atau dilepaskan seluruhnya kepada pihak lain manapun. Dengan diberikannya sebagian wewenang kepada pihak lain dengan Hak Pengelolaan, maka tanah tersebut tetap dalam penguasaan Negara. Apabila wewenang Hak Menguasai Negaratersebut diserahkan atau dilepaskan seluruhnya kepada pihak lain dengan Hak Pengelolaan, maka hal demikian jelas bertentangan dengan prinsip dasar Undang – Undang Pokok Agraria dimana negara sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat bertindak selaku pemegang kekuasaan tertinggi atas tanah
25
Irawan Soerodjo, op.cit, Hal. 16
27
2. Bahwa
pelaksanaan
sebagai
kewenangan
oleh
pemegang
Hak
Pengelolaan bukan berarti menghilangkan kewenangan hak menguasai negara yang dimiliki pemerintah, sehingga kewenangan pemegang Hak Pengelolaan merupakan sub ordinasi dari Hak Menguasai Negara yang dilakukan oleh pemerintah dan karenanya pemegang Hak Pengelolaan tetap tunduk kepada segala peraturan yang dikeluarakan oleh negara melalui pemerintah. Jadi, kaitan Hak Pengelolaan dengan Hak Menguasai negara sebenarnnya sudah ada dalam peraturan semenjak timbulnya dari mulanya hak penguasaan atas tanah negara yang sudah dikonversi. Dalam kewenangannya meskipun Hak Pengelolaan memiliki kewenangan yang hampir sama dengan Hak Menguasai negara yang tercantum dalam pasal 2 ayat (2) Undang – Undang Pokok Agraria, pemegang Hak Pengelolaan tetap tunduk kepada Hak Mengusasi Negara yang regulasinya atau kebijakannya dibuat oleh pemerintah pusat26. Dalam Hak Menguasai negara cakupannya lebih luas dari hak pengelolaan yang hanya sekedar pada penggunaan dan peruntukan tanah. Dan terhadap pengertian “sebagai kewenangan” yang dilimpahakan kepada pemegang Hak Pengelolaan dari wewenang yang ada pada Hak Menguasai Negara adalah hanya tebatas pada peruntukan dan penggunaan tanah saja, tidak termasuk mengatur hak guna air dan hak guna ruang angkasa sebagaimana wewenang yang ada pada hak menguasai dari negara27. Jika dilihat dari kewenangannya maka sebagian kewenangan dari hak menguasai negara terdapat dalam pemegang Hak 26
Ibid, Ibid hal. 17
27
28
Pengelolaan dan dari aspek pengaturan dan praktik pemberian Hak Pengelolaan atas tanah itu merupakan derivasi dari Hak Menguasai atas tanah Negara. C. Imlementasi Hak Pengelolaan dalam Rangka Kepentingan Tugasnya Dalam praktek pelaksanaan Hak pengelolaan dalam rangka kepentingan tugasnya pada dasarnya diatur dalam peraturan yang ada. Akan tetapi dalam Undang – undang tersendiri belumlah diatur yang mengatur khusus tentang hak pengelolaan. selama ini pelaksanaan hak pengelolaan baik itu tata cara pemeberian maupun tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional dan Peraturan Pemerintah Lainnya yang terkait dengan Hak Pengelolaan. Dalam pelaksanaan Hak Pengelolaan Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 lah yang mengatur tentang tata cara pemberian dan pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. peraturan inilah yang menjadi acuan bagi tata cara pemberian dan pemebatalan Hak Pengelolaan selama hal yang tidak diatur dalam peraturan ini maka peraturan yang sama sebelumnya tetap berlaku. Dalam peraturan – peraturan yang tidak berlaku setelah berlakunya Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 maka satu – satunya inilah pengaturan mengenai tata cara pemberian hak atas tanah negara. Setelah peraturan ini diberlakukan maka semua ketentuan yang diatur diberbagai peraturan dan keputusan seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Tanah Bagian – Bagian Tanah Hak Pengelolaan serta Pendaftarannya,
29
peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1985 tentang Tata Cara Pensertipikatan Tanah Bagi Program dan Proyek Departemen Pertanian dan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1993 tentang Tata Cara Pemberian Perpanjangan dan Pembaharuan Hak Guna Bangunan dalam kawasan – kawasan tertentu di Provinsi Riau serta ketentuan – ketentuan lain yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini dinyatakan tidak berlaku28. Hak Pengelolaan dalama praktek untuk pelaksanaan kepentingan tugsanya mempunyai beberapa wewenang berdasarkan peraturan. Diantara wewenang itu adalah merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, mempergunakan tanah tersebut untuk pelaksanaan tugasnya dan menyerahkan bagian tanah kepada pihak ketiga atau bekerjasama dengan pihak ketiga. Salah satu kewenangan implementasi dari pemegang Hak pengelolaan adalah menyerahkan bagian tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga dengan memberikan suatu hak yang baru yang hak tersebutdiatur dalam peraturan. Pemberi Hak Pengelolaan dalam Hal ini Negara mempunyai kewenangan kepada siapa peruntukan tanah hak pengelolaan itu diberikan untuk dijadikan sebagai pemegang Hak pengelolaan akan tetapi kewenangannya tersebut adanya beberapa subyek hak pengelolaanyang diatur dalam aturan yaitu sebagi pemegang hak pengelolaan yang akan diperuntukan untuk pelaksanaan tugasnya. Oleh karena itu dalam implementasinya Hak Pengelolaan akan dijelaskan berdasarkan peraturan – peraturan yang ada baik itu pemegang, proses maupun tata cara pemberian dan hapusnya hak pengelolaan yang dalam impementasinyaapakah
28
Winahyu Erwiningsih, op.cit, hal. 69
30
sesuai dengan prakteknya yang ada dilapangan sebgaimana perusahahan – perusahan atau badan hukum dan instansi pemerintah atau pemerintah daerah sebagai pemegang Hak pengelolaan. 1. Proses Terjadinya Hak Pengelolaan Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya Hak Pengelolaan merupakan gempilan dari hak menguasai negara yang kewenangan pelaksanaan tugasnya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya. Hak pengelolaan hanya dapat berdiri di atas tanah negara. Tanah negara adalah tanah yang dikuasai oleh negara yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak diatasnya atau hak atas tanah. Menurut Maria S.W Sumardjono, ruang lingkup tanah negara meliputi29 : a. Tanah – tanah yang diserahkan secara sukarela oleh pemiliknya; b. Tanah – tanah yang berakhir jangka waktunya dan tidak diperpanjang lagi; c. Tanah-tanah yang pemegang haknya meninggal dunia tanpa ahli waris; d. Tanah-tanah yang diterlantarkan; e. Tanah-tanah yang diambil alih untuk kepentingan umum sesuai dengan tata cara pencabutan hak atas tanah yang diatur dalam Undang Nomor 20 Tahun 1960 dan pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang diatur dalam keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Juncto Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006. Hak Pengelolaan yang diberikan dapat terjadi karena dua hal yaitu 30 :
29
Maria S.W. Soemardjo, 2008, tanah dalam perspektif Hak Ekonomi, sosial dan budaya, Penerbi Buku Kompas, Jakarta, Hal. 16 dalam buku Irawan Soerodjo, 2014, Hukum Pertanahan HPL, eksistensi, pengaturan dan praktik. 30 Irawan Soerodjo, op.cit. Hal. 22
31
1. Melalui konversi 2. Melalui Penetapan Pemerintah Yang dimaksud dengan melalui proses konversi adalah perubahan status hak atas tanah sebagai akibat berlakunya peraturan perundang – undangan di bidang agraria/pertanahan31. Sedangkan Menurut A.P Parlindungan, yang dimaksud dengan konversi adalah penyesuaian hak-hak atas tanah yang pernah tunduk kepada sistem hukum yang lama yaitu hak-hak atas tanah menurut BW dan tanahtanah yang tunduk kepada hukum adat untuk masuk dalam sistem hak-hak atas tanah menurut UUPA32. Ketentuan yang mengatur tentang konversi tanah negara menjadi Hak Pengelolaan adalah Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965, yaitu Hak Penguasaan (beheer) yang diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 yang kemudian dikonversi menjadi Hak Pengelolaan, konversi itu ditujukan pada tanah – tanah yang secara nyata/riil dikuasai oleh instansi pemerintah, jawatan dan daerah swantantra yang diberikan dengan hak penguasaan atas tanah negara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 195333. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 Pasal 2disebutkan penguasaan tanah negara diserahkan kepada instansi pemerintah (kementrian), jawatan, atau daerah Swatantra. Kemudian dengan terbitnya Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 maka status hak penguasaan atas tanah negara dikonversi menjadi Hak pakai jika dipergunakan oleh instansi itu sendiri dan Hak 31
Ibid., Ramli Zein, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA, (Jakarta: Rhineka Cipta, Maret 1995), hlm. 24 dalam Urip Santoso , Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm.113 33 Irawan Soerodjo, op.cit. Hal. 22 32
32
Pengelolaan dipergunakan selain untuk instansi itu sendiri juga dapat diserhakan sebagian haknya kepada pihak ketiga.Perolehan Hak Pengelolaan melalui konversi ini bukan berarti secara yuridis Hak Pengelolaan itu diakui, Untuk mendapatkan pengakuan status Hak Pengelolaan, Pemegang Hak Pengelolaan dalam hal ini isntansi pemerintah, jawatan atau daerah swatantra wajib mendaftarkan Hak Pengelolaan tersebut ke kantor pertanaan setempat34. Kewajiban mendaftrakan Hak Pengelolaan ini diatur pertama kalinya dalam pasal 1 Peraturan Agraria Nomor 1 Tahun 1996 yang menyebutkan bahwa selain Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Hak Pengelolaan pun wajib didaftarkan guna dicatatkan pada buku tanah untuk mendapatkan sertipikat tanah Hak Pengelolaan35. serta juga disebutkan dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah bahwa Hak Pengelolaan merupakan salah satu objek pendaftaran tanah. Berdasarkan Penetapan Pemerintah hak pengelolaan apabila ada instansi pemerintah menginginkan
untuk memperoleh
Hak
Pengelolaan dengan
mengajukan permohonan hak kepada negara melalui pemerintah cq Badan Pertanahan Nasional. Proses lahirnya Hak Pengelolaan melalui penetapan Pemerintah didahului adanya permohonan hak yang proses penetapan ini dilakukan apabila instansi pemerintah atau calon pemegang Hak Pengelolaan sebelumnya tidak menguasai tanah penguasaan (tanah negara) sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 Jo Peraturan Menteri agraria Nomor 9 Tahun 1965, dengan demikian instansi pemerintah atau jawatan 34
Ibid, Hal. 23 Ibid
35
33
mengajukan permohonan hak pengelolaan kepada instansi yang berwenang untuk selanjutnya diproses menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku 36 berdasarkan penetapan pemerintah ini bahwa untuk memperoleh Hak Pengelolaan harus mengajukan beberapa syarat yang telah ditetapkan. Dikabulkan atau tidak dikabulkan permohonan untuk mengajukan Hak Pengelolaan hal tersebut kewenangan pemerintah pusat jika didaerah maka hak Pengelolaan dapat diberikan dari Provinsi/Gubernur atau Kab/Kota Bupati atau Walikota tentunya dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional. Jika dikabulkan permohonan Hak Pengelolaan maka pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahn Nasional mengeluarkan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH) yang kemudian Surat keputusan tersebut didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan sertipikat sebagai tanda bukti Hak Pengelolaan. Perlu dikemukakan bahwa pemberian status Hak Pengelolaan baik melalui proses konversi maupun melalui proses permohonan Hak, harus dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1999 yang menggantikan peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973 tentang Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah37. 2.
Tata Cara Permohonan Hak Pengelolaan dalam mengajukan permohonan Hak Pengelolalan ada beberapa prosedur
yang harus dilalui sama halnya dengan tata cara permohonan Hak atas tanah lainnya maupun permohonan untuk meningkatkan status hak atas tanah. Tata cara 36
Ibid, Hal. 24 Ibid.
37
34
atau prosedur permohonan dan pemberian Hak Pengelolaan diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. permohonan Hak Pengelolaan yang diajukan oleh pemohon dilakukan secara tertulis kepada Menteri agraria/ Kepala Badan Pertanahn Nasional jika terletak di Kabupaten/Kota permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan sesuai letak dimana tanah yang dimohonkan berada. Permohonan Hak Pengelolaan diajukan secara tertulis yang memuat yaitu38 : 1. Keterangan mengenai pemohon, meliputi : nama badan hukum, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya sesuai dengan ketentuan pertauran perundang-undangan yang berlaku 2. Keterangan mengenai tanahnnya yang meliputi data yuridis dan data fisik : a. Bukti pemilikan dan bukti perolehan tanah berupa sertipikat, penunjukan atau penyerahan dari pemerintah, pelepasan kawasan hutan dari instansi yang berwenang, akta pelepasan bekas tanah milik adat atau bukti perolehan tanah lainnya; b. Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada surat ukur atau gambar situasi sebutkan tanggal dan nomornya); c. Jenis tanah (pertanian/non pertanian) d. Rencana Penggunaan Tanah; e. Status Tanahnya (Tanah hak atau tanah negara);
38
Pasal 68 Peeraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 Tata cara Pemeberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan
35
3. Lain – lain, seperti keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah – tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon dan keterangan lain yang dianggap perlu. Kemudian syarat Permohonan Hak Pengelolaan sebagaimana hal yang dimuat dalam syarat sebelumnya yaitu 39 : a. Fotocopy identitas permohonan atau surat keputusan pembentukannya atau
akta
pendirian
perusahaan
sesuai
dengan
peraturan
perundangundangan yang berlaku; b. Rencana pengusahaan tanah jangka pendek dan jangka panjang; c. Izin lokasi atau surat izin penunjukan penggunaan tanah atau surat izin pencadangan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah; d. Bukti kepemilikan dan atau bukti perolehan tanah berupa sertipikat, penunjukan atau penyerahan dari pemerintah pelepasan kawasan hutan dari instansi yang berwenang, atau pelepasan bekas tanah milik adat atau surat-surat bukti perolehan tanah lainnya; e. Surat persetujuan atau rekomendasi dari instansi terkait apabila diperlukan f. Surat ukur apabila ada; g. Surat pernyataanatau bukti bahwa seluruh modalnya dimiliki oleh pemerintah. Maka setelah syarat permohonan dipenuhi dan setelah dilakukan penelitian mengenai data atau berkas yang diajukan oleh yang bersangkutan (pemohon) dan 39
Pasal 69 Peeraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 Tata cara Pemeberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan
36
setelah dilakukan pertimbangan yang dinilai cukup, maka Kepala Badan Pertanahan Nasionalberdasarkan wewenangnya menerbitkan Surat Keputusan (SK) tentang pemberian Hak Pengelolaan atas nama pemohon dan diberikan kepada pemohon yang bersangkutan (calon pemegang Hak Pengelolaan)40. Apabila tanah negara yang dimohonkan Hak Pengelolaan tersebut berasal dari bekas sesuatu hak atas tanah (Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai) yang sebelumnya telah dilepaskan melalui mekanisme pelepasan hak, maka dalam bagian diktum Surat Keputusan (SK) tersebut ditetapkan mengenai persetujuan atas pelepasan hak atas tanah yang bersangkutan dan menetapkan pernyataan tidak berlakunya lagi tanda bukti hak atas tanah (sertipikat) hak atas tanah sebelumnya,
dan
karenanya
memerintahkan
kepala
Kantor
Pertanahan
Kabupaten/Kota setempat untuk mencoret atau menghapus hak atas tanah tersebut dalam buku tanah (warkah)41. 3. Subjek dan Objek Hak Pengelolaan Dari tata cara permohonan Hak Pengelolaan yang telah disebutkan sebelumnya dipastikan ada yang memohonkan untuk dapat memiliki Hak Pengelolaan tersebut. dalam hal ini subjek Hak pengelolaan yang akan memiliki Hak Pengelolaan tersebut. Membahas tentang subjek hukum Hak Pengelolaan, akan menimbulkan pertanyaan siapa saja yang berhak memperoleh dengan status Hak Pengelolaan. pengertian Subjek hukum dimaknai sebagai pendukung hak dan kewajiban, dalam bahas Belanda disebut Recht Persoon sedangkan dalam istilah
40 41
Irawan Soerodjo, op.cit, hal 88 Ibid,
37
Inggris disebut legal entity. Subjek hukum atau person ini merupakan suatu bentukan hukum, artinya keberadaannya kerena diciptakan oleh hukum42. Subjek hukum bukan hanya manusia tetapi juga badan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban. Badan hukum tersebut kedudukannya sama dengan manusia, yaitu sama – sama mempunyai wewenang yang bersumber pada dasar pembentukannya, sehingga badan hukum tersebut adalah subjek hukum43. Dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 pasal 2 ayat 4 disebutkan hak penguasaan negara dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swantantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat. Dalam penjelasan umum II angaka (2) disebutkan pula “atau memberikannya dalam pengelolaan kepada suatu badan penguasa (departemen, jawatan atau daerah swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing”. Penjelasan pasal 2 tersebut menyatakan : “ ketentuan dalam ayat (4) adalah bersangkutan dengan azas otonomi medebewind dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Soal agraria menurut sifatnya dan pada azasnya merupakan tugas Pemerintah Pusat (pasal 33 ayat (3) Undang – Undang Dasar. Dengan demikan maka pelimpahan wewenang untuk melaksanakan hak penguasaan dari negara atas tanah itu adalah merupakan medebewind. Segala sesuatunya akan diselenggarakan menurut keperluannya dan sudah barang tentu tidak boleh bertentangan
42
Peter Mahmud Marzuki, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 241 dalam buku Irawan Soerodjo, Hukum Pertanahan Hak Pengelolaan atas tanah, eksistensi, pengaturan dan praktik, 2014, hal.29 43 Chidir Ali, 1991, Badan Hukum, Alumni Bandung, hal.7. Lihat juga L.J Van Apeldoorn, 1981, Pengantar Ilmu Hukum,Pradnja Paramita, Jakarta, hal.8i dalam buku Irawan Soerodjo, Hukum Pertanahan Hak Pengelolaan atas tanah, eksistensi, pengaturan dan praktik, 2014, hal.30
38
dengan kepentingan nasional. Wewenang dalam bidag agraria dapat merupakan sumber keuangan bagi daerah itu”44
Dengan demikian berarti bahwa didalam pasal 2 ayat (4) Undang – Undang Pokok Agraria Subjek Hak Pengelolaan itu adalah daerah – daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, kemudian didalam penjelasan umum II angka(2) dijelaskan Subjek Hak Pengelolaan adalah Badan Penguasa yang berupa departemen, jawatan, atau daerah swatantra45 . Subjek hak pengelolaan yang diterangkan dalam Undang – Undang Pokok Agraria tersebut dengan perkembangan zaman sekarang maka subjek Hak pengelolaan diatur dalam peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional. Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa tidak semua badan hukum untuk memperoleh dan/atau menguasai tanah dengan status Hak Pengelolaan. Menurutpasal 67 Peraturan Menteri Negara Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999, Hak Pengelolaan diberikan kepada : a. Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah (Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota); b. Badan Usaha Milik Negara (BUMN); c. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); d. PT. Persero; e. Badan Otorita; dan f. Badan-badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk oleh Pemerintah.
44
Bagir Manan, Hak Pengelolaan, bahan diskusi Tim Pengkajian Hukum Agraria, BPHN, Departemen, Kehakiman, Jakarta, 1986, hlm 5. 45 Winahyu Erwiningsih, Hak Pengelolaan Atas Tanah, op.cit, hal.81
39
Pasal 67 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 diatas memberikan batasan bahwa Hak Pengelolaan hanya dapat diberikan kepada instansi pemerintahdan badan-badan hukum milik pemerintah46. Hal ini perlu dimaklumi mengingat Hak Pengelolaan merupakan Hak Menguasai dari Negara sehingga sudah dipastikan negara sebagai pemegang hak penguasaan atas tanah yang tertinggi sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) Undang – Undang Pokok Agraria memberikan kepada instansi atau badan – badan hukum pemerintah dengan Hak Pengelolaan47. Pemberian Hak Pengelolaan tersebut dapat dilakukan apabila memenuhi dua syarat, yaitu 48 : 1 Jika sebagian atas tanah tersebut dipergunakan untuk keperluan isntansi tersebut; 2 Jika sebagian tanah tersebut penguasaannya akan diserahkan kepada pihak ketiga dengan sesuatu hak atas tanah yang lain (misalnya dengan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai). Sebelum Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 yang menyebutkan Subyek Hak Pengelolaan maka adapun peraturan – peraturan lain sebelumnya yang menyebutkan subjek hak pengelolaan juga, diantaranya beberapa aturan tersebut adalah : a. Undang – undang Pokok Agraria
pasal 2 ayat (4) dan pada bagian
penjelasan Umum II angka 2, yang dijelaskan bahwa subyek hukum Hak Pengelolaan adalah penguasa yaitu Departemen, Jawatan, dan Daerah Swatantra. 46
Irawan Soerodjo, Hukum Pertanahan Hak Pengelolaan atas tanah (HPL), op.cit. Hal. 30 Ibid, 48 Ibid 47
40
b. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953, yang
menyebutkan
Kementrian atau jawatan dan Daerah Swatantra adalah subyek hukum Hak Pengelolaan yang merupakan hasil konversi dari hak Penguasaan. c. Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 (Pasal 4 dan Pasal 5) yang didalamnya disebutkan bahwa yang menjadi subyek hukum Hak Pengelolaan adalah Departemen, Direktorat atau Daerah Swatantra. d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973 pasal 29 dijelaskan bahwa Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada Departemen dan Jawatan – jawatan Pemerintah. e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan Mengenai penyediaan dan pemberian tanah untuk keperluan Perusahaan Pasal 2 ayat (1), disebutkan bahwa untuk keperluan bidang usaha, maka dapat diberikan Hak Pengelolaan bagi perusahaan yang modalnya seluruh atau sebagian milik pemerintah. f. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian pemberian hak atas tanah bagian-bagian tanah hak pengelolaan serta pendaftarannya 49. Dari berbagai peraturan yang disebutkan diatas yang menyebutkan subyek Hak Pengelolaan memuat pengaturan dan pandangan yang sama mengenai subyek Hak Pengelolaan, hanya saja perbedaannya terletak pada penyebutan istilah
49
Ibid, hal. 32
41
atauterminologi lembaga/instistusi pemerintah ( seperti Departemen/ Kementrian Jawatan/ Kementrian atau Direktorat)50. Terkait dengan objek Hak Pengelolaan maka objek Hak Pengelolaan adalah tanah – tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Berpedoman pada peraturan Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka obyek dari Hak Pengelolaan seperti juga hak – hak atas tanah lainnya, adalah yang dikuasai penuh oleh negara. Secara eksplisit obyek hak pengelolaan itu dapat dilihat dari penjelasan Umum II angka (2) Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang berbunyi : “kekuasaan negara atas tanah yang tidak mempunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh. Dengan berpedoman pada tujuan yang disebutkan di atas negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai atau diberikan dalam pengelolaan kepada sesuatu Badan Penguasa (Departemen, Jawatan atau Daerah Swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing.”
Dari penjelasan Umum II angka (2) di atas, dapat disimpulkan bahwa obyek Hak Pengelolaan itu adalah Tanah ynag dikuasai langsung oleh negara. Ditinjau dari dari sejarah terjadinya Hak Pengelolaan dimana Hak Pengelolaan berasal dari Hak Penguasaan (Beheer) yang selanjutnya dalam Pasal 2 Undang – Undang Pokok Agraria disebut sebagai Hak Menguasai dari Negara. Hal itu dapat dilihat dari sejarahpengaturan Hak Pengelolaan yang berasal dari Hak Penguasaan
50
Ibid.,
42
Tanah Negara yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 195351. Pasal 1 (a) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 ini menyatakan, tanah negara ialah tanah yang dikuasai oleh negara. Memperhatikan juga ketentuan pasal 28 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973 yang menyebutkan, bahwa hak pengelolaan adalah hak atas tanah negara seperti yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965, jika dihubungkandengan ketentuan pasal 1 ayat (2) yang menyebutkan bahwa tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai oleh negara, maka jelas pula obyek Hak Pengelolaan menurut peraturan ini, adalah tanah yang langsung dikuasai oleh negara52. Hal yang sama dapat juga dapat ditarik kesimpulan dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974, maupun dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 serta Peraturan Penggantinya, yaitu Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tanggal 14 Oktober 1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan53. 4. WewenangPemegang Hak Pengelolaan Terhadap pemegang Hak Pengelolaan dalam hal ini subyek Hak Pengelolaan maka terdapat beberapa wewenang didalamnya. Kewenangan yang dimiliki sudah diatur dalam peraturan-peraturan yang ada. Berdasarkan kewenangan yang dimiliki maka pemegang Hak Pengelolaan dapat melakukan tindakan hukum berkaitan dengan hak yang dipunyainya. Namun demikian 51
Winahyu Erwiningsih op.cit. hal. 79 Ibid, hal. 80 53 Ibid., 52
43
wewenang pemegang Hak Pengelolaan tidaklah sama dengan pemegang hak atas tanah lainnya, karena perbedaan karakteristik dan sifat hak pengelolaan dengan jenis hak atas tanah lainnya sebagiamana diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria54. Menurut
R.
Atang
Ranoemihardja,
Hak
Pengelolaan
mempunyai
kewenangan – kewenangan sebagi berikut : 1. Kewenangan Publiekrechtelijk, yaitu memeberikan kewenangan kepada subyek
pemegang
Hak Pengelolalaan
untuk mengatur
rencana
penggunaan dan peruntukan tanah, serta penyediaan tanah bagi pihak ketiga, dan kewenangan ini hanya dimiliki oleh pemerintah. 2. Kewajiban Privatrechtelijk, yaitu membuat perjanjian dengan pihak ketiga untuk kemudian memberikan hak baru kepada pihak ketiga tersebut dan memungut uang pemasukan dari pihak ketiga yang memperoleh hak atas tanah diatas HakPengelolaan yang diberikan kepadanya55. Pada dasarnya kewenangan pemegang Hak pengelolan sudah ada diatur dalam peraturan menteri agraria maupun menteri dalam negeri sebelumnya. Berdasarkan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 Pasal 6 Ayat 1, disebutkan bahwa isi wewenang pemegang Hak Pengelolaan adalah : a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut; 54
Irawan Soerodjo,Hukum Pertanahan Hak Pengelolaan atas tanah (HPL), op.cit,hal.34 Ranoemihardja, R. Atang, 1982, Perkembangan Hukum Agraria di Indonesia, Aspek – aspek dalam Pelaksanaan UUPA dan Peraturan Perundangan lainnya di Bidang Agraria di Indonesia, Tarsito, Bandung, hal. 16. Dalam buku Irawan Soerodjo, Hukum Pertanahan HPL atas tanah, 2014, hal 34 55
44
b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya; c. Menyerahkan bagian – bagian atas tanah tersebut kepada pihak ketiga dengan Hak Pakai berjangka waktu 6 Tahun; d. Menerima uang pemasukan/ganti rugi/uang wajib tahunan. Tetapi isi kewenangan sebagaimana terdapat dalam pasal 6 ayat (2) Peraturan
Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tersebut ditegaskan dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang ketentuan – ketentuan mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah untuk keperluan perusahaan. Menurut Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974, Hak Pengelolaan berisikan wewenang untuk : a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah; b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya c. Menyerahkan bagian – bagian daripada tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh pemegang hak tersebut, yang meliputi segi – segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya.56 Beberapa wewenang pemegang Hak Pengelolaan tersebut juga dijumpai pada beberapa peraturan dan telah berubah rumusannya, yaitu dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 (Pasal 1 ayat 1), yang menyebutkan wewenang pemegang Hak Pengelolaan yaitu : a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaannya 56
Urip Santoso, 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakrta, hal. 129
45
c. Meyerahkan bagian – bagian atas tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang, sesuai dengan peratran perundang-undangan yang berlaku.57 Pada dasarnya wewenang pemegang hak pengelolaan yang disebutkan sebelumnya sama dengan wewenang pemegang hak pengelolaan yang diatur dalam peraturan Menteri Agraria lainnya. pada wewenang meyerahkan sebagian tanah hak pengelolaan dengan pihak ketiga itu ditentukan oleh pemegang hak pengelolalan dengan beberapa persyaratan baik itu segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu, dan keuangannya sesuai dengan kesepakatan. Beberapa kewenangan yang disebutkan itu diperoleh melalui delegasi (pelimpahan) wewenang dari Hak Menguasai Negara sebgaimana yang diatur dalam Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 2 Ayat 2.
5. Syarat Hak Pengelolaan Untuk memperoleh Hak Pengelolaan tentu ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Oleh karena Hak Pengelolaan merupakan hak menguasai negara, maka negara melalui pemerintah pusat memberikan pembatasan terhadap pihak – pihak yang dapat menguasai atau memperoleh tanah Hak Pengelolaan. berdasarkan pasal 67 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan 57
Pasal 1 (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang tata cara permohonan dan penyelesaian peberian hak atas tanah bagian – bagan tanah hak pengelolaan serta pendaftarannya.
46
Nasional Nomor 9 Tahun 1999 beberapa sayarat pihak dapat diberikan atau memperoleh tanah dengan Hak Pengelolaan yaitu : a. Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah (Pemda), Pemda Provinsi, Kabupaten/Kota b. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) c. Badan Usaha Milik Daerah d. PT. Persero e. Badan Otorita dan f. Badan – badan pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah. Hal tersebut merupakan subjek hak pengelolaan artinya beberapa syarat terhadap pihak, instansi atau perusahaan yang dapat memliki hak pengelolaan. selain dari yang disebutkan dari instansi tersebut maka pihak lain tidak dapat menjadi pemegang Hak Pengelolaan oleh karenanya tidak dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh Hak Pengelolaan. dan terhadap persyaratan untuk mengajukan hak pengelolaan hal tersebut sudah dijelaskkan pada pembahasan sebelumnya yaitu tata cara mengajukan hak pengelolaan. 6. Hapusnya Hak Pengelolaan Hapusnya hak – hak atas tanah memberikan status tanah menjadi tanah negara atau tanah yang langsung dikuasai oleh negara. Dalam berakhirnya atau hapusnya hak – hak atas tanah seperti hak milik, hak pakai, hak guna usaha atau hak guna bangunan ada diatur dalam peraturan Undang – Undang Pokok Agraria. Bagaimana hapusnya atau berakhirnya Hak Pengelolaan tergantung pada
47
pemakaiannya sebab hak pengelolaan hapus apabila tidak dipergunkan lagi dalam pelaksanaan tugasnya. Hapusnya Hak Pengelolaan dapat terjadi Karena : 1. dilepaskan oleh pemegang haknya. 2. Dibatalkan karena tanahnya tidak dipergunakan sesuai dengan pemberian haknya. 3. Dicabut untuk kepentingan umum.
Salah satu hapusnya Hak Pengelolaan adalah dilepaskannya Hak Pengelolaan. pelepasan Hak Pengelolaan tersebut mengakibatkan putusnya hubungan hukum antara pemegang Hak Pengelolaan dengan tanah yang dikuasainya. Pelepasan atau penyerahan Hak Pengelolaan tidak berakibat Hak Pengelolaan berpindah kepada pihak ketiga, melainkan Hak Pengelolaan tersebut menjadi hapus58. Selain itu hapusnya Hak Pengelolaan juga dapat terjadi karena haknya dicabut kembali yang disebabkan oleh tanahnya tidak dipergunakan sesuai dengan tujuan pemberian haknya 59
Menurut Budi Harsono suatu Hak atas tanah dapat hapus jika dibatalkan oleh pejabat yang berwenang sebagi sanksi terhadap tidak dipenuhinya suatu kewajiban atau dilanggarnya suatu larangan oleh pemegang hak yang
58
Irawan Soerodjo, op.cit. hal 113 Ibid.,
59
48
bersangkutan60. Penyebab lain juga hapusnya Hak Pengelolaan adalah jika tanahnya musnah61
Hapusnya Hak Pengelolaan berakibat tanah tersebut menjadi tanah yang langsung dikuasai oleh negara, apabila tanah tersebut ingin dihakki menjadi hak pengelolaan oleh pihak lain maka dilakukan permohonan kembali oleh pihak lain atau calon pemegang hak.
D. Kedudukan Hak Pengelolaan dalam Sistem Undang – Undang Pokok Agraria Hak Pengelolaan merupakan gempilan dari hak menguasai negara yang memiliki kewenangan tesendiri. Dalam Undang – Undang Pokok Agraria Istilah Hak Penglolaan tidak disebutkan secara eksplisit didalam tubuh UUPA akan tetapi istilah Hak Pengelolaan dapat ditemukan pada penjelasan Umum II angka 2 Undang-Undang Pokok Agraria terdapat istilah “Pengelola” bukan Hak Pengelolaan atau dalam bahasa Belandanya disebut “Beheersrecht” yang artinya Hak Penguasaan.
Istilah “Pengelolaan” memang ada disebut di dalam penjelasan umum Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Yang hal itu dapat dibaca penjelasan Umum II angka (2) yang menyatakan bahwa dengan berpedoman pada tujuan yang disebutkan diatas negara dapat memberikan tanah demikian itu
60
Budi Harsono, 1994, Hukum Agraria Indonesia : sejarah pembentukan Undang – undang Pokok Agraria, isi dan pelaksanaannya, jilid I (Hukum Tanah Nasional), Djambatan, Jakrta, Hal. 263 61 Budi Harsono, 1971, Undang – undang Pokok Agraria: sejarah penyusunan, isi dan pelaksanaannya, Jilid II, Djambatan, Jakrta, hal. 327.
49
kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya hak milik, hak guna usaha, hak bangunan, dan hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada suatu badan penguasa (departemen, jawatan, atau daerah swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing – masing (Boedi Harsono, 1983 : 29-30)62. Bertitik tolak dari penjelasan umum II angka (2) di atas, maka dapat disimpulkan bahwa landasan hukum dari Hak Pengelolaan di dalam Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, telah disinggung oleh penjelasan umum Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tersebut. namun hukum materiilnya berada di luar Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. (R. Atang Ranoemihardja, 1982 : 6)63. Tetapi dalam konsep Hak Pengelolaan yang merupakan derivasi dari Hak Menguasai negara maka dalam UUPA menyebutkan Hak Menguasai Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada Daerah – daerah Swatantra dan masyarakat – masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan – ketentuan Peraturan Pemerintah64. Pada saat sekarang pelaksanaan dari Hak Menguasai Negara tidak hanya dikuasakan terhadap daerah swatantra dan masyarakat hukum adat tetapi pelaksanaannya yang merupakan subjeknya Hak pengelolaan maka dalam peraturan Pemerintah hal tersebut dapat dikuasakan kepada instansi
62
Ramli Zein, S.H., M.S., Hak Pengelolaan dalam sistem UUPA, Rineka Cipta, Jakarta,
hal. 49 63
Ibid., Pasal 2 Ayat 4 Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960
64
50
pemerintah atau perusahaan yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang atau berdasarkan kepada Peraturan Pemerintah. Pasal 2 ayat 4 Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 telah memberikan kemungkinan untuk memberikan suatu hak baru yang namanya ketika itu belum ada. Hak itu merupakan suatu delegasi wewenang pelaksanaan hak menguasai negara kepada daerah – daerah otonom dan masyrakat hukum adat. Penjelasan umum II angka (2) yang juga menyebut pasal 2 Ayat (4), juga menyatakan ada kemungkinan bagi negara untuk memberikan tanah yang dikuasai negara dalam pengelolaan atau suatu badan penguasa (departemen, jawatan, atau daerah swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing – masing. Untuk delegasi wewenang pelaksanaan hak menguasai negara itu, oleh peraturan yang ada disebutkan sebagai Hak Pengelolaan. (A.P. Parlindungan, 1989 : 1)65. Oleh karena itu kedudukan Hak Pengelolaan dalam Sitem Undang – Undang Pokok Agraria diatur tetapi didalam tubuh UUPA tidaklah secara eksplisit menyebukan tentang Hak Pengelolaan itupun didalam Penjelasan II angka 2 istilah penyebutan Hak Pengelolaan yaitu pengelola. Ini menunjukan meskipun Hak Pengelolaan tidak secara tegas diatur dalam Undang – Undang Pokok Agraria kedudukan dan keberadaan Hak Pengelolaan masih eksis dilihat dari keberadaan peraturan – peraturan materilnya baik itu peraturan pemerintah atau peraturan menteri agraria yang merupakan turunan dari Undang – Undang
65
Ramli Zein, Hak pengelolaan dalam sistem UUPA, Op.cit, Hal. 49
51
Pokok Agraria yang seyogyanya tak bertentangan dengan Undang – Undang Pokok Agraria.
BAB III PENGGUNAAN TANAH HAK PENGELOLAAN DAN PENYERAHANNYA PADA PIHAK KETIGA A. Pengunaan Hak Atas Tanah Diatas Hak Pengelolaan kepada Pihak Ketiga Hak Pengelolaan selain dipergunakan oleh pemegang Hak Pengelolaan juga dapat diberikan kepada pihak ketiga dengan hak atas tanah. Sesuai dengan wewenang pemegang Hak Pengelolaan menyerahkan bagian – bagian atas tanah kepada pihak ketiga menurut syarat – syarat yang ditentukan dan dalam jangka waktu tertentu. Penggunaan hak atas tanah diatas hak pengelolaan oleh pihak ketiga diberikan beberapa jenis hak atas tanah. Penyerahan bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga dalam bentuk perjanjian penggunaan tanah yang melahirkan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai, dan dalam bentuk pelepasan tanah Hak Pengelolaan yang melahirkan Hak Milik66. Hak pengelolaan muncul sebagai jenis hak penguasaan atas tanah yang baru pada tahun 1965 melalui Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Kebijaksanaan Selanjutnya, Ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 menetapkan konversi hak penguasaan atas tanah-tanah negara, yaitu: Jika hak penguasaan atas tanah negara yang diberikan kepada Departemen – departemen,
Direktorat-direktorat
dan
66
Daerah-daerah
Swatantra,
Jurnal Dinamika Hukum Vol. 13 No. 2 Mei 2013, “Penggunaan Tanah Hak Pengelolaan oleh pihak ketiga”, oleh Urip Santoso.
52
selain
53
dipergunakan untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri, dimaksudkan juga untuk dapat diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka hak penguasaan atas tanah tersebut dikonversi menjadi Hak Pengelolaan67. Jika dilihat kebelakang maka hak penguasaan yang dikonversi menjadi hak pengelolaan yang dipergunakan sebagian oleh pihak ketiga juga dipergunakan ke instansi itu sendiri maka dapat dikatakan bahwa penyerahan sebagian hak kepada pihak ketiga atas tanah hak pengelolaan sudah menjadi aturan sejak lama untuk dipergunakan dan bekerjasama dengan pihak ketiga dalam kepentingan penguasaan atas tanah. Tanah hak pengelolaan yang dikuasai oleh pemegang haknya dapat dipergunakan untuk
keperluan pelaksanaan tugas atau
usahanya,
juga
penggunaannya dapat diserahkan kepada pihak ketiga atas persetujuan dari pemegang hak pengelolaan. Pemegang hak pengelolaan memang mempunyai kewenangan untuk menggunakan tanahnya bagi keperluan tugas atau usahanya, tetapi itu bukan tujuan pemberian hak tersebut kepadanya, Tujuan utama diberikannya hak pengelolaan adalah tanah yang bersangkutan disediakan bagi penggunaan oleh pihak-pihak lain yang memerlukannya68. Dengan penggunaan hak atas tanah di atas hak pengelolaan oleh pihak ketiga maka menimbulkan hubungan hukum antara pihak ketiga dengan pemegang Hak Pengelolaan. penggunaan hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan oleh pihak ketiga berdasarkan perjanjian yang disepakati. Dalam hal ini penggunaan tanah diatas hak pengelolaan oleh pihak ketiga sesuai dengan 67
Ibid., Ibid.,
68
54
perjanjian tertulis yang dituangkan dalam Perjanjian Penggunaan Tanah yang dimuat dengan akta notariil atau akta dibawah tangan. Pendaftaran hak pengelolaan harus dilakukan sebab untuk jaminan kepastian hukum hak pengelolaan baik itu subjek hak pengelolaan atau objek hak pengelolaan. pendaftaran Hak Pengelolaan merupakan salah satu dari objek pendaftaran tanah yang tertuang dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997
tentang
pendftaran
tanah.
Pendaftaran
Hak
Pengelolaan
mengelurakan sertipikat Hak Pengelolaan sebagai dasar hukum tanda bukti hak, kepastian hukum, perlindungan hukum maupun untuk tertib administrasi sebagiamana tujuan dari pendaftaran tanah.Penerbitan sertipikat hak pengelolaan mengakibatkan pemegangnya mempunyai wewenang yang bersifat eksternal, yaitu menyerahkan bagian-bagian tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga69. Penggunaan hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan oleh pihak ketiga yang melahirkan suatu hak haruslah sesuai apa yang diperjanjikan dengan pemegang Hak Pengelolaan yaitu perjanjian Penggunaan Tanah yang dituangkan dalam perjanjian tertulis dalam akta nootarill atau dibawah tangan. Dalam perjanjian penggunaan tanah semula diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977, yaitu: “Setiap penyerahan penggunaan tanah yang merupakan bagian dari tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga oleh pemegang Hak Pengelolaan, baik yang diser-tai atau yang tidak disertai dengan pendirian bangunan di atasnya, wajib dilakukan dengan
69
Ibid.,
55
pembuatan perjanjian tertulis antara pihak pemegang hak pengelolaan dan pihak ketiga yang bersangkutan.”
Ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977 hanya mengatur bahwa hubungan hukum antara pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga berkaitan dengan penyerahan penggunaan tanah Hak Pengelolaan dibuat dengan perjanjian tertulis. Dalam ketentuan ini tidak menyebut nama perjanjian tertulis dan tidak menetapkan perjanjian tertulis tersebut dibuat dengan akta notariil ataukah akta di bawah tangan70. Akan tetapi Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977 dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999. Penyebutan Perjanjian Penggunaan Tanah terdapat pada Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999, yaitu: “Dalam hal tanah yang dimohon merupakan tanah Hak Pengelolaan, pemohon harus terlebih dahulu memperoleh penunjukan berupa perjanjian penggunaan tanah dari pemegang Hak Pengelolaan”
Dalam penggunaan hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan haruslah berdasarkan perjanjian yaitu dengan Perjanjian Penggunaan Tanah / PPT yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahn No. 9 Tahun 1999 dan Dalam ketentuan ini tidak juga menentukan perjanjian penggunaan tanah harus dibuat dengan akta notariil atau akta di bawah tangan.
70
Ibid.,
56
1. Syarat Pemohon untuk Memiliki dan Menggunakan Hak Atas Tanah Bagian Hak Pengelolaan Salah satu wewenang yang terdapat dalam Hak Pengelolaan adalah menyerahkan sebagian hak pengelolaan kepada pihak ketiga atau bekerja sama dengan pihak ketiga. Berdasarkan wewenang ini, pemegang Hak Pengelolaan dapat membuat perjanjian Penggunaan Tanah (PPT) atau perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga dalam rangka menggunakan bagian – bagian tanah Hak Pengelolaan71. dari perjanjian Penggunaan Tanah (PPT) atau perjanjian kerjasama ini, pihak ketiga akan mendapatkan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas Tanah Hak Pengelolaan72. Dalam pihak ketiga untuk menggunakan sebagian hak pengelolaan maka ada syarat pemohon atau pihak ketiga untuk memiliki hak atas tanah bagian hak pengelolaan. Dalam syarat pemohon untuk memiliki hak atas tanah lainnya yang diluar dari hak atas tanah bagian dari Hak Pengelolaan diatur dalam Undang – Undang Pokok Agraria baik itu Hak Milik, Hak Pakai, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha atau Hak atas tanah lainnya yang memiliki syarat – syarat tertentu untuk memiliki hak atas tanah tersebut. seperti syarat yang paling mendasar untuk memperoleh Hak milik, Hak Guna Bangunan adalah warga negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia yang berkedudukan di Indonesia dengan syarat – syaratnya untuk memperoleh Hak Milik dan Hak Guna Bangunan. Sedangkan Hak Pakai dapat dimiliki oleh warga asing dan badan
71
Urip Santoso, 2015, Perolehan Hak Atas Tanah, Prenadamedia Group, Jakarta, hal. 99 Ibid.,
72
57
hukum asing dengan persyaratan yang sudah ditentukan. Lalu bagaimana syarat pemohon (pihak ketiga) untuk memiliki dan menggunakan bagian Hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan hak pakai, Hak Guna Bangunan dan Hak Milik. Kalau pihak ketiga mendapatkan Hak Guna Bangunan atau Hak pakai atas tanah Hak Pengelolaan, maka untuk mendapatkan tanah tersebut terlebih dahulu dibuat perjanjian Penggunaan Tanah (PPT) antara pemegang Hak Pengelolaan dan pihak ketiga73. Kalau pihak ketiga mendapatkan Hak Milik atas tanah Hak Pengelolaan, maka untuk mendapatkan tanah tersebut terlebih dahulu pemegang Hak Pengelolaan harus melepaskan tanah Hak Pengelolaannya 74. akan tetapi penggunaan bagian – bagian tanah hak pengelolaan oleh pihak ketiga disamping dengan PPT, bisa juga dengan perjanjian BOT (Built, Operate, and Transfer). Maria S.W. Sumardjono memberikan pengertian tentang Perjanjian BOT yaitu perjanjian dua pihak antara, di mana pihak pertama menyerahkan penggunaan tanahnya untuk didirikan suatu bangunan di atasnya oleh pihak ketiga, dan pihak kedua berhak mengoperasikannya atau mengelola bangunan tersebut dalam jangka waktu tertentu, dengan memberikan fee atau tanpa fee kepada pihak pertama dan pihak kedua wajib mengembalikan tanah beserta bangunan di atasnya dalam keadaan dapat dan siap dioperasikan kepada pihak pertama setelah jangka waktu operasional berakhir75.Untuk itu dalam menggunakan Hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan pemohon harus melakukan perjanjian terlebih dahulu yang
73
Ibid, hal. 100 Ibid., 75 Maria SW Sumardjono, “Hak Pengelolaan: Perkem-bangan, Regulasi, dan Implementasinya”, Jurnal Mimbar Hukum, Edisi Khusus, September 2007, Yogyakarta: Fa-kultas Hukum Universitas Gadjah Mada, hlm. 150. 74
58
dituangkan dalam Perjanjian Penggunaan Tanah atau BOT yang menjadi salah satu prasyarat bagi lahirnya hak atas tanah yang berasal dari tanah Hak Pengelolaan. Dalam Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon pemberian hak atas tanah diatur dalam pasal 4 Peraturan Menteri Agraria/ Kepala BPN No. 9 Tahun 1999, yaitu : 1. Sebelum mengajukan permohonan hak, permohonan harus menguasai tanah yang dimohon dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan yang berlaku; 2. Dalam hal tanah yang dimohon merupakan tanah Hak Pengelolaan, pemohon harus terlebih dahulu memperoleh penunjukan berupa perjanjian penggunaan tanah dari pemegang Hak Pengelolaan 3. Dalam hal tanah yang dimohon merupakan tanah kawasan hutan, harus terlebih dahulu dilepaskan dari statusnya sebagai kawasan hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 4. Tanah – tanah yang tertentu yang diperlukan untuk konservasi yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia tidak dapat dimohon dengan sesuatu hak atas tanah. Dalam syarat pemohon yang paling mendasar adalah adanya Perjanjian Penggunaan Tanah yang diatur dalam Peraturan Menteri Agararia Nomor 9 Tahun 1999. Dalam syarat pemohon Hak atas tanah bagian tanah Hak Pengelolaan Ada
59
beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan yaitu 76 : 1. Hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan terjadi didahului oleh pembuatan perjanjian penggunaan tanah antara pemegang hak pengelolaan dan pihak ketiga. 2.
Terjadinya hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan diperlukan rekomendasi dari pemegang hak pengelolaan.
3.
Terjadinya hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan melalui permohonan pemberian hak guna bangunan atau hak pakai kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.
4.
Hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan terjadi dengan penetapan pemerintah dalam bentuk surat keputusan pemberian hak guna bangunan atau hak pakai oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.
5.
Hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan terjadi sejak surat keputusan pemberian hak guna bangunan atau hak pakai didaftarkan oleh pemohon hak guna bangunan atau hak pakai kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.
76
Urip Santoso, Jurnal Dinamika Hukum , op.cit
60
6.
Sebagai tanda bukti hak guna bangunan atau hak pakai diterbitkan sertipikat hak guna bangunan atau hak pakai oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.
7.
Hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan tidak memutuskan hubungan hukum antara pemegang hak pengelolaan dengan tanahnya.
8.
Hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan berjangka waktu untuk pertama kalinya paling lama 30 (tiga puluh) tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 (duapuluh), dan dapat diperbaharui haknya untuk jangka waktu paling lama 30 (tigapuluh) tahun.
9.
Hak Pakai atas tanah hak pengelolaan berjangka waktu untuk pertama kalinya paling lama 25 (duapuluh lima) tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 (duapuluh), dan dapat diperbaharui haknya untuk jangka waktu paling lama 25 (duapuluh lima) tahun.
10. Perpanjangan jangka waktu dan pembaharuan hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pemegang hak pengelolaan. 11. Peralihan hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pemegang hak pengelolaan.
61
12. Pembebanan hak tanggungan atas tanah hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pemegang hak pengelolaan; 13. Hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan apabila menjadi objek pengadaan tanah, maka yang berhak mendapatkan ganti rugi atas tanahnya adalah pemegang hak pengelolaan, sedangkan yang berhak mendapatkan ganti rugi atas bangunannya adalah pemegang hak guna bangunan atau hak pakai. 14. Hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan untuk rumah tempat tinggal atau hunian bertipe Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Sangat Sederhana (RSS) dapat ditingkatkan menjadi hak milik. 15. Hapusnya hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan berakibat tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang hak penge-lolaan. Kemudian syarat pemohon untuk menggunakan hak atas tanah bagian tanah pengelolaan dengan status Hak Milik diatas Hak Pengelolaan maka dilakukan dengan melalui pelepasan atau penyerahan tanah Hak Pengelolaan oleh pemegang Haknya berbeda dengan penyerahan hak guna bangunan dan hak pakai kepada pihak ketiga melalui perjanjian penggunaan tanah (PPT) atau dengan BOT. Pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh pemegang haknya dapat terjadi setelah ada kesepakatan dalam musyawarah antara pemegang hak pengelolaan dengan calon pemilik tanah mengenai besarnya uang ganti rugi/uang kompensasi yang harus dibayarkan oleh calon pemilik tanah kepada pemegang
62
hak pengelolaan77. Pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh pemegang haknya dapat dibuat dengan akta pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh notaris atau dengan surat pernyataan pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh pemegang haknya. Bagian tanah hak pengelolaan yang dilepaskan atau diserahkan tersebut apabila merupakan tanah hak pengelolaan yang dikuasai oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/ kota, maka berdasarkan ketentuan Pasal 45 ayat (2) dan Pasal 48 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara jo Pasal 46 ayat (2) dan Pasal 47 ayat (2) Peraturan Peme-rintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, sebelum dibuatkan akta pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan atau surat pernyataan pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan harus di mintakan persetujuan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau kabupaten/kota oleh gubernur atau bupati/walikota78. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah mengakibatkan terputus sudah hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya79. Penyerahan bagian-bagian tanah hak pengelolaan oleh pemegang hak pengelolaan kepada pihak ketiga dalam bentuk hak milik mengakibatkan terputus sudah hubungan hukum antara pemegang hak pengelolaan dengan tanahnya untuk selamanya danTerputusnya hubungan hukum antara pemegang hak pengelolaan dengan tanahnya ditandai oleh dibuatnya akta pelepasan atau
77
Ibid., Ibid., 79 Urip Santoso, “Pelepasan Hak Atas Tanah Untuk Kepen-tingan Perusahaan Swasta”, Jurnal Pro Justitia, Vol. 28 No. 2, Oktober 2010, Bandung: Fakultas Hukum Univer-sitas Katholik Parahiyangan, hlm. 212, dalam jurnal dinamika, Urip Santoso, Penggunaan tanah hak pengelolaan oleh pihak ketiga 78
63
penyerahan tanah hak pengelolaan oleh notaris atau surat pernyataan pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh pemegang haknya80. Untuk itu Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam hak milik atas tanah hak pengelolaan, adalah sebagai berikut81: 1. Hak milik atas tanah hak pengelolaan terjadi didahului oleh pembuatan akta pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh notaris atau surat pernyataan pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh pemegang haknya. 2. Pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan berakibat hak pengelolaan menjadi hapus dan tanah hak pengelolaan kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara. 3. Terjadinya hak milik atas tanah hak pengelolaan melalui permohonan pemberian hak milik kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan. 4. Hak milik atas tanah hak pengelolaan terjadi dengan penetapan pemerintah dalam bentuk surat keputusan pemberian hak milik oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan. 5. Hak milik atas tanah hak pengelolaan terjadi sejak surat keputusan pemberian hak milik didaftarkan oleh pemohon hak milik kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan. 80
Urip Santoso, Jurnal Dinamika Hukum , op.cit Ibid.,
81
64
6. Sebagai tanda bukti hak milik atas tanah hak pengelolaan diterbitkan sertipikat hak milik oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan. 7. Hak milik atas tanah hak pengelolaan berakibat terputusnya hubungan hukum antara pemegang hak pengelolaan dengan tanahnya. 8. Hak milik atas tanah hak pengelolaan tidak di batasi oleh jangka waktu tertentu, berlaku untuk selamanya sepanjang pemilik tanah memenuhi syarat sebagai subjek hak milik. 9. Peralihan hak milik atas tanah hak pengelolaan tidak perlu meminta persetujuan terlebih dahulu dari pemegang hak pengelolaan. 10. Pembebanan hak tanggungan atas tanah hak milik atas tanah hak pengelolaan tidak perlu meminta persetujuan terlebih dahulu dari pemegang hak pengelolaan. 11. Hak milik atas tanah hak pengelolaan apabila menjadi obyek pengadaan tanah, maka yang berhak mendapatkan ganti rugi atas tanah dan bangunannya adalah pemilik tanah. 12. Hapusnya hak milik atas tanah hak pengelolaan berakibat tanahnya kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung negara. Oleh karena itu dalam syarat pemohon untuk menggunakan dan memiliki hak atas tanah diatas tanah hak pengelolaan pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan syarat untuk memiliki hak atas tanah yang tidak berada diatas hak pengelolaan, yang menjadi perbedaannya adalah adanya perjanjian penggunaan tanah antara pemegang Hak pengelolaan dengan pemohon yang diketahui oleh
65
pejabat yang berwenang sehingga apabila pemakai Hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan harus ada izin dari pemegang Hak Pengelolaan kecuali Pemegang Hak milik atas tanah Hak pengelolaan yang sudah hapus haknya. 2. Jenis Hak Atas Tanah Yang Timbul diatas Hak Pengelolaan Jenis Hak atas tanah yang timbul diatas Hak Pengelolaan tidaklah semua hak atas tanah yang diatur dalam Undang – Undang Pokok Agraria yang dapat berdiri diatas Hak Pengelolaan. penyerahan penggunaan sebagian atas tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga akan ditindaklanjuti dengan pemberian sesuatu hak atas tanah sebagaimana terdapat dalam Undang – Undang Pokok Agraria. Ketentuan pasal 2 Peratuan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, pemegang Hak Pengelolaan berhak untuk menentukan hak atas tanah yang dapat diberikan kepada pihak ketiga, yaitu; antara lain, dengan Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai82. Dalam perkembangan peraturan hukum pertanahan sekarang ini, pemberian status hak atas tanah di atas tanah Hak Pengelolaan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, perbedaan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1997 adalah Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 memang tidak memuat pengaturan tentang pemberian Hak Milik di atas tanah Hak Pengelolaan, sebab Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 hanya menentukan Hak Guna Banguna atau Hak Pakai yang dapat diberikan kepada pihak ketiga diatas tanah Hak Pengelolaan83. Di dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1997 yang sudah diganti dengan Peraturan 82
Irawan Soerodji, Hukum Pertanahn HPL atas tanah, op.cit, hal. 43 Ibid.,
83
66
Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, menyebutkan bahwa bagian-bagian tanah hak pengelolaan yang diberikan kepada pemegang haknya dapat diserahkan kepada pihak ketiga dan disusulkan kepada Menteri Dalam Negeri atau Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan untuk diberikan dengan hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai sesuai dengan rencana peruntukan dan penggunaan tanah yang telah dipersiapkan oleh pemegang hak pengelolaan yang bersangkutan. Menurut pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 disebutkan bahwa diatas tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah: a. Tanah Negara b. Tanah Hak Pengelolaan c. Tanah Hak Milik, Serta dalam pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 ditentukan bahwa di atas tanah yang dapat diberikan dengan Hak Pakai adalah : a. Tanah Negara; b. Tanah Hak Pengelolaan; c. Tanah Hak Milik84 Ketentuan yang tidak mengatur pemberian Hak Milik di atas Tanah Hak Pengelolaan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 dapat dimaklumi karena Peraturan Pemerintah tersebut hanya mengatur pemberian Hak Guna
84
Ibid., Hal. 44
67
Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai sebagai Peraturan Pelaksanaan dari Undang Undang Pokok Agraria85. 3. Prosedur dalam Pemberian Hak Atas Tanah diatas Hak Pengelolaan Dalam pemberian Hak atas tanah diatas hak pengelolaan ada beberapa prosedur atau langkah untuk memiliknya. Salah satu kewenangan pemegang hak pengelolaan terhadap tanahnya adalah menyerahkan bagian-bagian tanah hak pengelolaan kepada pihak ketigaatau bekerja sama dengan pihak ketiga. Penyerahan bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan melahirkan beberapa hak yaitu hak guna bangunan, hak pakai, atau hak milik. Tentunya dengan melahirkan beberapa hak bagian dari Hak Pengelolaan melewati beberapa prosedur. Prosedur perolehan Hak Guna Bangnan atau Hak Pakai oleh perseorangan atau badan hukum yang berasal dari Hak Pengelolaan, yaitu : 1. Pembuatan perjanjian penggunaan tanah (PPT) atau perjanjian Build, Operate, and Tranfer (BOT), atau perjanjian Bangun Guna Serah (BGS) antara pemegang Hak Pengelolaan dengan calon Pemegang Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai. Pejanjian Penggunaan tanah adalah perjanjian yang dibuat oleh pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga, yang berisi pihak ketiga diberikan hak untuk menggunakan tanah Hak Pengelolaan untuk kepentingan mendirikan bangunan dalam jangka waktu tertentu dengan membayar sejumlah uang sebagai kompensasi dari pihak ketiga kepada pemegang Hak Pengelolaanyang disepakati oleh kedua belah pihak. 85
Ibid.,
68
2. Pemegang Hak Pengelolaan membuat surat rekomendasi (surat persetujuan) kepada calon pemegang Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai untuk dipergunakan mengajukan permohonan pemberian Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan. 3. Calon pemegang Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai mengajukan permohonan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan kepada Kepala Kantor Pertanahn Kabupaten/ Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan. Dalam permohonan pemberian Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai ini disertakan surat rekomendasi (surat Persetujuan) yang dibuat oleh pemegang Hak Pengelolaan. 4. Apabila semua persyaratan yang ditentukan dalam permohonan pemberian Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan dipenuhi oleh pemohon, maka Kepala Kantor Pertanahn Kabupaten/ Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak Guna Bangnan atau Hak Pakai. 5. Surat Keputusan pemberian Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai disampaikan kepada pemohon kepada pemohon Hak Guna Bangunan atau Hak pakai. 6. Pemohon mendaftarkan surat keputusan pemberian Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan untuk dicatat
69
dalam buku tanah dan diterbitkan setipikat Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai sebagai tanda bukti haknya. 7. Sertipikat Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai disampaikan kepada pemohon Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai86. Untuk penyerahan atau pemberian hak milik diatas Hak Pengelolaan, maka tidaklah sama dengan penyerahan hak guna bangunan dan hak pakai yang berdasarkan perjanjian penggunaan tanah. Untuk peyerahan Hak Milik diatas Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga dengan penyerahan atau pelepasan hak pengelolaan kepada pemegang haknya. Pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh pemegang haknya dapat terjadi setelah ada kesepakatan dalam musyawarah antara pemegang hak pengelolaan dengan calon pemilik tanah mengenai besarnya uang ganti rugi/uang kompensasi yang harus dibayarkan oleh calon pemilik tanah kepada pemegang hak pengelolaan87. Pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh pemegang haknya dapat dibuat dengan akta pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh notaris atau dengan surat pernyataan pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh pemegang haknya. Pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh pemegang haknya dilakukan untuk kepentingan pihak lain, yaitu calon pemilik tanah. Pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan dilakukan
86 87
Urip Santoso, Perolehan Hak Atas Tanah, op.cit, hal. 108 Urip Santoso, Jurnal Dinamika Hukum , op.cit
70
dengan atau tanpa ganti rugi oleh pihak yang memerlukan tanah, yaitu calon pemilik tanah88. Akta pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh notaris atau surat pernyataan pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh pemegang hak pengelolaan setelah dibuat, maka calon pemilik tanah mengajukan permohonan pemberian hak milik atas tanah negara yang berasal dari tanah hak pengelolaan yang dilepaskan atau diserahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan, atas permohonan pemberian hak milik tersebut, menerbitkan surat keputusan pemberian hak milik89. Lalu Surat keputusan pemberian hak milik disampaikan kepada pemohon hak milik. Dalam jangka waktu yang telah ditentukan, pemohon hak milik berkewajiban mendaftarkan surat keputusan pemberian hak milik kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan untuk dicatat dalam buku tanah dan untuk memberikan jaminan kepastian hukum kepada pemilik tanah diterbitkan sertipikat hak milik sebagai tanda bukti haknya90.
88
Ibid., Ibid., 90 Ibid., 89
71
Dalam buku Irawan Soerodjo penyerahan penggunaan tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga dilakukan dengan tahap yaitu91 : a. Tahap pembuatan perjanjian. Tahap ini memberikan syarat – syarat yang diperjanjikan untuk menggunakan bagian tanah hak pengelolaan. dalam praktek, penyerahan penggunaa tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga biasanya juga dapat dilakukan dengan perjanjian Bangunan Guna Serah/BOT antara pengguna tanah dengan pemeganng Hak Pengelolaan. dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 pasal 3 ayat (2) memberikan acuan mengenai isi dari perjanjian Penggunaan Tanah tersebut meliputi keterangan : 1. Identitas pihak-pihak yang bersangkutan 2. Letak, batas-batas dan luas tanah yang dimaksud 3. Jenis penggunaannya 4. Hak atas tanah yang akan dimintakan untuk dibeikan kepada pihak ketiga yang bersangkutan dan keterangan mengenai jangka waktu serta syarat – syarat untuk perpanjangannya. 5. Jenis – jenis bangunan yang akan didirikan di atasnya dan ketentuan – ketentuan mengenai pemilikan bangunan tersebut pada berakhirnya hak atas tanah yang diberikan 6. Jumlah uang pemasukan dan syarat – syarat pembayarannya, 7. Syarat – syarat lain yang diagggap perlu.
91
Irawan Soerodjo, Hukum Pertahan Hak Pengelolaan atas tanah (HPL), op.cit, hal. 92
72
b. Tahap pemberian Hak Atas Tanah diatas Hak Pengelolaan. jenis hak atas tanah yang diberikan kepada pihak ketiga tergantung pada isi kesepakatan dalam perjanjian yang telah dibuat sebelumnya. Atas dasar permohonan dan perjanjiantersebut beserta beberapa berkas penunjang lainnya, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota menerbitkan SuratKeputusan Pemberian Hak Atas Tanah (SKPH) atas nama yang bersangkutan (Pemohon). Penerbitan dan pemberian SKPH kepada yang bersangkutan tidak berarti secara yuridis dan serta merta pemohon telah memperoleh sesuatu Hak Atas tanah. Pemberian Surat Keputusan Pemberian Hak Atas tanh tersebut masih merupakan embrio dan hak atas tanah belum lahir. Oleh karena itu untuk memperoleh hak atas tanah diperlukan persyaratan yang bersifat wajib dipenuhi oleh pemohon sebagaimana tercantum dalam SKPH, yaitu : 1. Membayar uang pemasukan kepada Negara melalui bendahara negara 2. Membayar Bea Peroehan Hak atas tanah dan Bangunan (BPHTB) 3. MendaftarakanSKPH kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota melalui seksi pengukuran dan pendaftaran Tanah selambat – lambatnya 3 bulan sejak dilunasinya uang pemauskan. Tujuan dari Pendaftaran SKPH ini tidak lain adalah untuk memperoleh tanda bukti hak (Sertipikat) c. Tahap Penerbitan Sertipikat. Tahap ini setelah SKPH dipenuhi oleh pemohon, maka langkah selanjutnya mendaftrakan SKPH tersebut
73
disertai dengan lampiran bukti pembayaran uang pemasukan dan surat setoran pembayaran BPHTB dikantor pertanahan. Dan setelah dilakukan penelitian atau pemeriksaan atas seluruh dokumen /berkas, maka atas dasar wewenang yang dimiliki, Kepala Kantor Pertanahn Kaupaten/Kota menerbitkan Sertpikikat Hak Atas Tanah dan memberikannya kepada yang bersangkutan/pihak ketiga selaku pemohon sebagi tanda bukti hak. Untuk prosedur penyerahan bagian hak atas tanah diatas hak pengelolaan pada dasarnya untuk alur pengajuan ke kantor Badan Pertanahan Nasional sama, hanya saja pada bagian hak milik diatas Hak Pengelolaan maka tanah Hak pengelolaan harus diserahkan kepada pemegang Haknya berdasarkan musyawarah dan kesapakatan dengan dibuat akta pelepasan. B. Proses Pendaftaran Hak Pengelolaan dan Hak – Hak Yang timbul diatasnya Dalam mengajukan pendaftaran tanah dapat dilakukan dengan pendaftaran tanah pertama kali dan pendaftaran tanah berkesinambungan yang artinya tanah tersebut dapat dialihkan kepada pihak lain yang akan kemudian didaftarkan lagi pada pejabat yang berwenang. Pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus – menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengelohan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan data mengenai bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun, termasuk pemberian
74
surat tanda bukti haknya bagi bidang – bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak – hak tertentu yang membebaninya92. Melalui pasal 5 dan 6 Peraturan Pemerintah Nomor. 24 Tahun 1997 ditegaskan bahwa penyelenggara pendaftaran tanah adalah Badan Pertanahan Nasional dan pelaksana pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan yang ada di setiap Kabupaten dan Kota, Pengecualian bagi kegiatan – kegiatan tertentu ditugaskan kepada pejabat lain yang ditetapkan dengan suatu peraturan Perundang-undangan93. Jadi setiap tanah – tanh yang didaftarkan sesuai dengan Wilayah atau Domisili pemohon atau ditentukan lain berdasarkan luas lahan atau tanah yang dimiliki. Setiap hak - hak atas tanah didaftarakan pada kantor pertanahan. Obyek pendaftaran Tanah meliputi94 : a. Bidang – bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guan usaha, hak guna bangunan dan hak pakai, b. Tanah hak pengelolaan c. Tanah wakaf d. Hak milik atas satuan rumah susun e. Hak tanggungan f. Tanah negara Tanah Hak Pengelolaan merupakan obyek pendaftaran tanah artinya tanah – tanah yang dihakki dengan Hak Pengelolaan mewajibkan untuk mendaftarkannya
92
Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tampil Anshari Siregar, 2007, Pendaftaran Tanah Kepastian Hak, Dicetak oleh Multi Grafik Medan, Medan, Hal:27 94 Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah 93
75
ke kantor pertanahan. Proses pendaftaran Hak Pengelolaan yang akan menimbulkan Hak Pengelolaan itu sendiri ada dua hal yaitu melalui konversi dan melalui Peraturan Pemerintah. Hak Pengelolaan yang terjadi melalui konversi artinya ketentuan perubahan status hak atas tanah yang memiliki peruntukan yang sama juga. Pada proses konversi ini status hak Pengelolaan dulunya adalah hak penguasaan atas tanah negara yang dukuasai pemerintah yang dipergunakan oleh kepentingan sendiri dikonversi menjadi hak pakai dan apabila dipergunakan selain untuk kepentingan sendiri juga diberikan kepada pihak ketiga dengan suatu hak atas tanah dikonversi menjadi hak pengelolaan. Untuk mendapatkan status hak pengelolaan dari instansi, jawatan atau badan hukum melalui konversi juga wajib didaftarkan dengan sendirinya Hak Pengelolaan tersebut ke kantor Pertanahan. Selain melalui konversi maka untuk memperoleh Hak Pengelolaan berdasarkan penetapan pemerintah yang proses lahirnya melalui permohonan hak. Maka apabila permohonan Hak Pengelolaan dikabulkan Kepala Kantor Pertanahan Nasional Menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak yang kemudian Surat Keputusan tersebut didaftarakan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan sertipikat Hak Pengelolaan. Pendaftaran Hak Pengelolaan diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahn Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan Hak atas tanah negara dan Hak Pengelolaan. Proses pendaftaran Hak Pengelolaan diatur dari permohonan Hak Pengelolaan yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya. Hal tersebut terdapat dalam pasal 68 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahn Nasional Nomor 9
76
Tahun 1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan Hak atas tanah negara dan Hak Pengelolaan. terhadap tata cara pemeberian Hak Pengelolaan diatur dalam pasal 70 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan Hak atas tanah negara dan Hak Pengelolaan. dalam proses pendaftaran Hak Pengelolaan ini baik dengan permohonan hak maupun konversi melalui syarat – syarat dan ketentuan yang berlaku yang diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria melalui Badan Pertanahan Nasional untuk diterbitkan Sertipikat Hak Pengelolaan. Sekarang bagaimana pendaftaran Hak atas tanah di atas Hak Pengelolaan. maka pendaftaran Hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan yaitu Hak Pakai atau Hak Guna Bangunan pendaftarannya dilakukan oleh pemegang Hak Pengelolaan dalam hal ini hak Induknya. Hak Pengelolaanlah yang mendaftarakan Hak atas tanah diatasnya jika ada permohonan. Pastinya untuk mendaftarkan Hak Pakai atau Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan memliki prosedur yang sudah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya yang tidak terlepas dari adanya perjanjian atau BOT untuk memakai Hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan. Namun hak yang timbul di atasnya seperti HGB dan Hak Pakai kalau sudah terdaftar akan lepas menjadi sama seperti HGB dan Hak Pakai yang tumbuh dari Hak menguasai negara95. Dimana objektif dan kewenangannya sama dan telah dapat menjadi objek Hak Tanggungan 96. Akan tetapi jika terjadi pengalihan atas
95
Muhammad Yamin Lubis, dan Abdul Rahim Lubis, 2013, Kepemilikan Properti di Indonesia, Penerbit CV. Mandar Maju, Bandung, Hal. 24 96 Ibid.,
77
tanah hak yang timbul tersebut si pemegang hak masih berkewajiban untuk mendapat izin dari pemegang hak pengelolaannya atau hak induknya97. Oleh karena itu sertipikat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota di atas Hak Pengelolaan pada dasarnya sama dengan sertipikat hak atas tanah yang diberikan langsung diatas tanah negara 98. Yang membedakannya adalah: a. Secara formal pada sertipikat tanah yang diberikan diatas tanah Hak Pengelolaan tercantum penunjuk bahwa hak atas tanah yang diberikan kepada pihak ketiga berdiri atau berada diatas Hak Pengelolaan. b. Untuk perpanjangan , pengalihan, pembebanan atas tanah tersebut, terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan99.
C. Akibat Hukum dari Hak Atas Tanah Yang Timbul Diatas Hak Pengelolaan Hubunagan – hubungan yang terjadi antara pemegang hak pengelolaan degan pemegang hak atas tanah diatas hak pengelolaan menimbulkan suatu akibat hukum. Akibat hukum ialah akibat suatu tindakan yang dilakukan untuk memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh hukum100. Tindakan ini dinamakan tindakan hukum, jadi dengan lain perkataan,
97
Ibid., Irawan Soerodjo, Op.Cit, Hal. 97 99 Ibid., 100 R. Soeroso, Pegantar ilmu Hukum, Sinar Grafika, Ed.1, Cet. 11, Jakarta, 2009, hal.295 98
78
akibat hukum adalahakibat dari suatu tindakan hukum101. Ujud dari akibat hukum itu sendiri adalah102 : a. Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu keadaan hukum b. Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum, antara dua atau lebih subyek hukum, di mana hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain c. Lahirnya sanksi apabila dilakukan tindakan yang melawan hukum. Maka dari itu akibat hukum dari hak atas tanah diatas hak pengelolaan dilihat dari hubungan hukum keduanya yaitu pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga pemegang hak atas tanah.
Dalam beberapa akibat hukum yang
timbul dari hak atas tanah diatas Hak Pengelelolaan menimbulkan hak dan kewajiban yaitu: 1. Pihak ketiga atau pemegang hak atas tanah timbulnya suatu perjanjian dengan pemegang Hak Pengelolaan yang menimbulkan kewajiban kepada pemegang hak pengelolaan untuk menyerahakan sebagian hak atas tanah pengelolaan dan pihak ketiga meyerahkan sejumlah uang/ ganti rugi berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak pengelolaan berdasarkan perjanjian. 2. Lahirnya suatu hak atas tanah yang baru diatas hak pengelolaan yang kewenangan penggunaan atau peruntukan tanah tersebut harus sesuai dengan kesepakatan atau izin dari pemegang Hak Pengelolaan begitu 101
Ibid., Ibid.,
102
79
juga jika hak atas tanah diatas hak pengelolaan tersebut melakukan perbuatan hukum. 3. Apabila pihak ketiga melakukan perbuatan hukum tanpa pemberitahuan kepada si pemegang hak pengelolaan maka pemegang hak atas tanah oleh pihak ketiga dapat dicabut sewaktu – waktu apabila tidak sesuai lagi dengan penggunaan dan peruntukan tanah tersebut.
D. Kewenangan Pihak Ketiga Dalam Rangka Menggunakan Hak Atas Tanah Di Atas Hak Pengelolaan Dalam menggunakan hak – hak atas tanah pemilik menggunakan kewenangannya untuk menggunakan dan mengusahakan tanah bagi empunya. Tanah yang dikerjakan selain memiliki kewenangan pada empunya juga memiliki kewajiban terhadapnya. Sesuai dengan pasal 15 Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 maka kewajiban bagi pemilik tanah memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap – tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah. Ini memberitahukan bahwa kewajiban - kewajiban terhadap tanah untuk memeliharanya sesuai dengan peruntukannya tidak hanya individu melainkan badan hukum atau instansi yang mempunyai suatu hak atas tanah. Dalam kewenangan pemegang hak atas tanah yang dilakukan adalah sesuai dengan Undang – Undang. Kewenangan yang diberi sesuai dengan jenis hak atas
80
tanah apa yang dipegangnya. Adapun jenis hak – hak atas tanah yang disebutkan dalam Undang – Undang Pokok Agraria yaitu : a. Hak milik b. Hak guna usaha c. Hak guna bangunan d. Hak pakai e. Hak sewa f. Hak membuka tanah g. Hak memungut hasil hutan h. Hak – hak lain yang tidak termasuk dalam hak – hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak – hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53 UUPA103. Menurut Soedikno Mertokusumo, wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak atas tanah terhadap tanahnya dibagi menjadi 2, yaitu104 : a. Wewenang Umum yaitu Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi dan air dan ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturanperaturan hukum lain yang lebih tinggi (Pasal 4 ayat 2 UUPA). 103
Pasal 16 ayat 1 Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 file:///C:/Users/USERPC/Documents/SKRIPSI/KEPEMILIKANHAKHAKATASTANAHDANAPLIKASINYA_elkafilah.htm, Kepemilikan hak hak atas tanah dan aplikasinya, elkafilah, dikutip pada hari Sabtu, 16 Januari, 2016, pukul 08.00 WIB. 104
81
b. Wewenang Khusus yaitu Wewenang yang bersifat Khusus yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya, misalnya wewenang pada tanah Hak Milik adalah dapat untuk kepentingan pertanian dan atau mendirikan bangunan, wewenang pada tanah Hak Guna Bangunan adalah mengunakan tanah hanya untuk mendirikan dan mempunyai bangunan diatas tanah yang bukan miliknya, wewenang pada tanah Hak Guna Usaha adalah hanya menggunakan tanah untuk kepentingan perusahaan dibidang pertanian, perikanan, perternakan, atau perkebunan. Dalam kewenangan pemegang Hak atas tanah yaitu hak pakai disebutkan dalam Pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Atas Tanah. kewenangan Hak Pakai yaitu : a)
menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya
b)
memindahkan hak pakai kepada pihak lain
c)
membebaninya dengan hak tanggungan
d)
menguasai dan mempergunakan tanah untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu
sedangkan kewenangan pemegang Hak Guna Bangunan adalah: a) menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu b) mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya
82
c)
mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain
d)
membebani dengan hak tanggungan105
begitu juga dengan kewenangan pemegang Hak Milik. Pemegang Hak milik tidak jauh berbeda dengan kewenangan pemegang Hak atas tanah lainnya. pemegang berhak membebani dengan Hak Tanggungan, berwenang untuk dialihkan baik itu jual beli, tukar menukar, penghibaan, pemberian dengan wasiat dan lainnya serta menggunakan tanah tersebut selama – lamanya. Dalam melakukan kewenangan terhadap jenis Hak atas tanah ini tidak perlu meminta persetujuan dengan pihak lain sebab ini merupakan jenis hak atas tanah yang berdiri tanpa diatas jenis hak atas tanah lainnya kecuali apabila diatas Hak Pengelolaan atau diatas hak lainnya berdasarkan perjanjian dalam penggunaannya. Begitu juga kewenangan terhadap pemegang Hak Pakai dan Hak Guna Bangunan yang berdiri bukan diatas miliknya sendiri tetap meminta persetujuan dengan hak yang diatasnya. Dan hak pakai mengenai tanah yang dikuasai oleh negara maka hak pakai hanya dapat dialihakan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang. kewenangan pemegang hak atas tanah Hak Guna Usaha sama hal tersebut. jadi padi initinya dari jenis Hak atas tanah yang disebutkan dapat melakukan kewenangan
dalam melakukan perbuatan hukum dengan syarat
adanya perjanjian dengan pemiiknya jika ada. Dengan demikian bagaimana kewenangan pihak ketiga dalam melakukan kewenangan Hak atas tanah diatas atau bagian dari Hak Pengelolaan. Didalam Pasal 6 Peraturan Meneteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1997 tentang Tata Cara 105
Ibid.,
83
Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian – bagian Tanah Hak Pengelolaan serta pendaftarannya menyebutkan Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai tunduk pada ketentuan-ketentuan tentang hak – hak tersebut sebagiamana termuat dalam Undang – Undang Pokok Agraria dan peraturan pelaksanaanya yang mengenai hak- hak itu serta syarat – syarat khusus yang tercantum didalam surat perjanjian yang dimaksud. Ini membuktikan bahwa Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai diatas Hak Pengelolaan kewenangannnya tunduk pada UUPA baik itu dari pelaksaannya maupun dalam menggunakan tanah hak tersebut. maka berdasarkan pada penjelasan sebelumnnya didalam buku Muhammad Yamin Lubis bahwa hak yang timbul diatas Hak Pengelolaan seperti Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai kalau sudah terdaftar akan lepas menjadi Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang tumbuh dari Hak Menguasai Negara. Dimana objektif dan kewenangannya sama dan telah dapat menjadi objek Hak Tanggunngan. Tetapi bagaimanapun juga pihak ketiga tetap memiliki kewenangan terhadap hak atas tanah bagian dari Hak Pengelolaan yang sama dengan kewenangannya dengan jenis hak atas tanah yang tidak berdri diatas hak lain yang dapat melakuakan perbuatan hukum baik itu jual beli, tukar menukar atau lainnya tetap meminta persetujuan dari pemegang hak induknya yaitu Hak Pengelolaan.
BAB IV IMPLEMENTASI HAK PENGELOLAAN TERHADAP NEGARA SEBAGAI PEMBERI HAK PENGELOLAAN DALAM RANGKA KEWENANGAN KEPENTINGAN PELAKSANAAN TUGASNYA A. Pelaksanaan Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Medan Salah satu pemegang Hak Pengelolaan adalah Instansi atau pemerintah daerah yaitu pemerintah kota Medan. Pemko Medan merupakan salah satu dari subjek hak Pengelolaan yang mempuyai beberapa kewenangan yang tertuang dalam Peraturan baik tiu penggunaaan maupun peruntukan tanah dan menyerahkan atau bekerjasama dengan pihak ketiga dengan beberapa jenis hak atas tanah diatas hak pengelolaan yang dipunyai oleh Pemko Medan. Pelaksaan Hak Pengelolaan atas tanah yang dipegang oleh pemko Medan sendiri tidak lari dari kewenangan pemegang Hak pengelolaan yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang pelaksanaan konversi hak penguasaan atas tanah negara dan ketentuan – ketentuan tentang kebijaksanaan selanjutnya yang ditegaskan kewenangannya dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1957 tentang ketentuan mengenai penyediaan dan pemberian tanah untuk keperluan perusahaan yaitu : 1. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan 2. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya 3. Menyerahkan bagian – bagian atas tanah tersebut kepada pihak ketiga dengan jangka waktu 6 tahun atau menurut persyaratan yang ditentukan
84
85
4. oleh pemegang
hak tersebut yang meliputi segi – segi peruntukan,
penggunaan , jangka waktu dan keuangannya 5. Atau menerima uang pemasukan/ganti rugi/uang wajib tahunan Berdasarkan hasil riset dengan metode wawancara dengan salah seorang staff
bagian hukum pemerintah kota medan bahwa tanah hak
pengelolaan yang dipunyai oleh Pemko Medan merupakan aset daerah baik itu berupa tanah maupun barang lainnya untuk dipergunakan sesuai dengan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut baik itu keperluan Pemko sendiri maupun penggunaan dan peruntukan tanah hak pengelolaan kepada pihak dengan kerjasama dan menggunakan tanah sebagai aset daerah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya. Pada pasal 49 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara dalam angka 1 disebutkan “barang milik Negara/Daerah yang berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat/Daerah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/ Pemerintah Daerah yang bersangkutan”. Dalam hal Pemerintah Kota Medan melakukan kerjasama dalam aset daerah baik itu berupa tanah dengan para pihak harus sesuai dengan Peratuan Pemerintah Republik indonesia Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan kerja sama daerah Jo Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 tahun 2009 tentang petunjuk teknis tata cara kerjasama daerah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang tata cara pelaksanaan kerja sama daerah pasal (1) disebutkan Kerja sama daerah adalah kesepakatan antara gubernur dengan gubernur atau gubernur dengan bupati/wali kota atau antara bupati/wali kota dengan
86
bupati/wali kota yang lain, dan atau gubernur, bupati/wali kota dengan pihak ketiga, yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban. Pihak ketiga disini dalam mempergunakan atau berkerjasam dengan aset Pemerintah kota Medan termasuk Tanah Hak Pengelolaan yang dimiliki oleh Pemko Medan adalah epartemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen atau sebutan lain, perusahaan swasta yang berbadan hukum, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, KoperasiYayasan, dan lembaga di dalam negeri lainnya yang berbadan hukum106. kewenangan subyek Hak Pengelolaan yaitu Pemko Medan itu sendiri dalam menyerahkan sebagaian hak atas pengelolaan kepada pihak ketiga harus dalam bentuk kerjasama antara pihak pertama dengan pihak ketiga sebagai pemegang hak atas tanah diatas hak pengelolaan yang dituangakan dalam bentuk perjanjian kerjasama. Dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam mempergunakan tanah hak pengelolaan ini tentu halnya menimbulkan hak dan kewajiban yang tertuang dalam isi perjanjian tersebut baik itu uang atau biaya yang harus dibayar oleh pihak ketiga kepada pemegang hak pengelolaan yaitu Pemko Medan dan hak – hak lainnya yang diterima oleh pihak ketiga dan pemegang Hak Pengelolaan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang tata cara pelaksanaan kerja sama daerah pasal ( 7) rencana kerjasama dengan membuat kesepakatan oleh para pihak dan menyiapkan rancangan perjanjian kerjasama yang memuat : 1. subjek kerja sama;
106
Pasal 1 angka 3 Peratuan Pemerintah Republik indonesia Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan kerja sama daerah
87
2. objek kerja sama; 3. ruang lingkup kerja sama; 4. hak dan kewajiban para pihak; 5. jangka waktu kerja sama; 6. pengakhiran kerja sama; 7. keadaan memaksa; dan 8. penyelesaian perselisihan. Kewenangan Pemko Medan dalam Hak Pengelolaan meyerahkan sebagian hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan Pemko Medan dengan melakukan kerjasama dan menyerahkan sebagian uang kepada Pemko Medan dalam bentuk pembayaran retribusi ke daerah atas tanah yang merupakan hasil kerjasama pemerintah daerah dengan pihak lain berupa penggunaan tanah hak pengelolaan. Hasil dari kerjasma pemerintah daerah tidak hanya uang melainkan dapat berupa surat berharga, aset, dan non material yang sifatnya menguntungan bagi daerah. Uang yang diserahkan oleh pihak ketigabesarannya sesuai kesepakatan dalam perjanjian yang dibuat. Untuk syarat – syarat perjanjian yang dibuat oleh para pihak sesuai dengan dengan ketentuan pasal 1320 BW yaitu : 1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal Jo pasal 1338 BW semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya, artinya perjanjian yang dibuat
88
oleh para pihak dalam mempergunakan dan peruntukan tanah cukup kedua belah pihak saja yang mengetahui. Serta perjanjian yang dibuat oleh pemegang Hak Pengelolaan Pemko Medan dengan Pihak ketiga penggunaan hak atas tanah Hak Pengelolaan dibuat secara tertulis dengan akta notaril yang dibuat oleh pejabat yang berwenang agar kelegalitasan dan keabsahan dari perjanjian tersebut kuat. Dalam melakukan kerjasama dengan pihak ketiga berupa kerjasama dalam penyerahan sebagian hak atas tanah pengelolaan Pemerintah daerah memiliki penilaian artinya hak atas tanah yang diberikan oleh Pemko untuk dipergunakan sesuai dengan pelaksanaan kepentingannya kepada suatu perusahan swasta atau badan hukum lainnya benar – benar di pergunakan sesuai dengan perjanjian. Pemerintah daerah tidak akan memberikan kepada pemegang Hak atas tanah diatas hak pengelolaan yang diserahakan kepada perusahan swasta atau badan hukum atau pihak lainnya yang tidak mengeluarkan keuntungan bagi daerah itu sendiri. Di samping keuntungan dari pembayaran sejumlah uang kepada pemerintah daerah sebagai pemegang Hak pengelolaan, pihak ketiga sebagai penggunaan sebagian hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan yaitu perusahaan atau badan hukum lainnya atau swasta juga memberikan kontribusi bagi daerah dalam hal pembangunan artinya pemegang sebagaian hak atas tanah pegelolaan oleh pihak ketiga memiliki manfaat bagi pembangunan daerah107. Yang dapat dinyatakan bahwa tanah – tanah yang dikuasai oleh dan dapat dikatakan sebagai aset Instansi Pemerintah apabila berasal dari108 :
107
Pernyataan dari salah seorang Statff bagin Hukum Pemerintah Kota Medan Supriyadi, (2010), Aspek Hukum Tanah Aset Daerah, Prestasi Pustaka, Jakarat, hal:158
108
89
1. Jika Pemerintah daerah berdasarkan staabladtahun 1911 Nomor 110 tentang penguasaan benda – benda tidak bergerak, gedung – gedung, dan lain – lain bangunan milik negara, kemudian diatur kembali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang penguasaan tanah – tanah negara, menguasai tanah dimaksud sejak zaman Pemerintah Hindia Belanda smapai pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953, maka tanah tersebut berstatus dalam penguasaan (in beheer) Pemerintah Daerah. 2. Tanah – tanah yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah berdasarkan keputusan atau penetapan pemberian hak. 3. Tanah – tanah perusahaan milik Belanda yang berdasarkan Undang – Undang Nomor 86 tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan
-
perusahaan milik Belanda, Penguasaannya diserahkan kepada Pemerintah Daerah. 1.
Penggunaan Hak Atas Tanah Diatas Hak Pengelolalaan Pemerintah Kota Medan Penggunaan hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan Pemko Medan terdaftar
dalam aset daerah kota Medan. Dalam hal ini penulis tidak mendapatkan data penggunaan hak atas tanah diatas hak pengelolaan maupun diperuntukan apa saja hak atas tanah diatas hak pengelolaan Kota Medan. Akan tetapi penjelasan dari salah seorang staff bagian hukum Pemko Medan penggunaan hak atas diatas hak pengelolaan Pemerintah Kota Medan berdasarkan perjanjian yang tertuang dalam akta notaril yang disepakati. Dalam kewenangan penggunaan sebagian hak atas
90
tanah diatas Hak Pengelolaan Pemko Medan juga berdasarkan Undang – Undang Pokok agraria Nomor 5 Tahun 1950 yang jenis hak atas tanah diatasnya dapat melakukan perbuatan hukum seperti dijadikan sebagai objek hak tanggungan atau dialihkan ke pihak lain dimana objektif dan kewenangannya sama dengan hak atas tanah yang berdiri sendiri (primer) artinya tidak diatas hak atas tanah lainnya. Hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan Pemko Medan ini seperti yang disebutkan sebelumnya jika sudah terdaftar hak atas tanah diatas hak pengelolaan yang sudah terdaftar di kantor pertanahan maka hak atas tanah ini sama seperti hak atas tanah bersifat primer artinya hak atas tanah yang berasal dari tanah negara secara langsung. Jika hak atas tanah ini bersifat primer maka dalam jangka waktu penggunaannya pun seseuai dengan UUPA. Berdasarkan keteranga staff bagian hukum Pemko Medan dan Berdasarkan UUPA maka hak atas tanah berupa Hak Guna Bangunan berjangka waktu 30 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun dan dapat diperbaharui 30 tahun lagi jika masa perpanjangannya habis dan jangka waktu hak pakai 25 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun kemudin dapat diperbaharui sesudahnya kembali selama 25 tahun. Kemudian penggunaan hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan Pemko Medan berakhir jika masa waktu penggunaan hak atas tanah habis sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Tetapi berakhirnya perjanjian kerjasama penggunaan tanah sebagaian hak pengelolaan oleh pihak ketiga dengan pemerintah Kota Medan mengikuti pada Peratuan Pemerintah Republik indonesia Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan kerja sama daerah berakhir jika, yaitu :
91
a. Terdapat kesepakatan para pihak melalui proseduryang ditetapkan dalam perjanjian b. Tujuan perjanjian tersebut telah tercapai c. Terdapat perubahan mendasar yang mengakibatkan perjanjian kerja sama tidak dapat dilaksanakan d. Salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian e. Dibuat perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama f. Muncul norma baru dalam peraturan perundang-undangan g. Objek perjanjian hilang h. Terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional, atau i. Berakhirnya masa perjanjian.
2.
Bagian Hak Atas Tanah Yang Diberikan Oleh Pemerintah Kota Medan Kepada Pihak Ketiga Pada kewenangan pemegang Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Medan
salah satunya adalah menyerahkan bagian-bagian atas tanah hak pengelolaan Pemerintah Kota Medan sebagai Aset kepada pihak ketiga untuk digunakan dan diperuntukan sesuai dengan kesepakatan dalam hal memberikan manfaat bagi pembangunan kota Medan itu sendiri. Maka dalam hal Hak Pengelolaan yang di punyai oleh Pemerintah Kota Medan merupakan aset daerah dapat dipergunakan oleh pihak ketiga untuk dipergunakan secara privat dengan jenis hak atas tanah yang notabene jenis hak atas tanah yang diberikan oleh Pemko Medan kepada
92
pihak ketiga itu, ketentuan dari pemegang Hak Pengelolaan jenis hak atas tanah apa yang ingin diberikan kepada pihak ketiga. Pada studi di Kantor Pemerintah Kota Medan maka berdasarkan keterangan staaf pada bagian hukum, jenis hak atas tanah yang dapat diserahakan dan dipergunakan sebagian haknya kepada pihak ketiga adalah : 1. Hak Guna Bangunan 2. Dan Hak Pakai Hak milik tidak termasuk pada bagian jenis hak atas tanah yang dapat diserahakan kepada pihak ketiga untuk dipergunakan karena hak milik merupakan hak yang terkuat dan terpenuhi dalam kepemilikannya sehingga Pemerintah Kota Medan tidak memberikan atau menyerahkan sebagian hak atas tanah dengan hak milik. Tanah yang merupakan aset daerah adalah tanah – tanah dalam penguasaan daerah, dengan syarat – syarat yaitu 109 : 1. Diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah daerah dan dalam kondisi siap dipakai. Dalam hal ini misalnya, setelah tanah dimatangkan sampai tanah tersebut siap pakai. 2. Adanya bukti penguasaan secara hukum, misalnya sertipikat hak pakai atau hak pengelolaan atas nama daerah atau adanya bukti pembayaran dan penguasaan sertipikat tanah atas nama pemilik sebelumnya 3. Dapat diukur dengan satuan uang
109
Ibid, hal. 270
93
B. Hak dan Kewajiban Pemegang Hak Pengelolaan pada Pemerintah kota Medan Dalam mempergunakan hak – hak atas tanah pada dasarnya mempunyai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan. Pada pemegang Hak Pengelolaan sebagai hak induk dari hak atas tanah yang berada diatasnya mempunyai hak dan kewajiban juga beserta tanah – tanah yang berada diatasnya. Pemko Medan dalam hal ini sebagai pemegang Hak Pengelolaan mempunyai hak dan kewajiban terhadap pemegang Hak atas tanah diatasnya. Kewajiban – kewajiban pemegang hak atas tanah seperti Kewajiban pemegang Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996. Kewajiban Pemegang Hak Guna Bangunan pasal 30 PP Nomor 40 Tahun 1996 yaitu : a. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pemabayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya b. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya; c.
Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yangada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup
d. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna bangunan kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus e. Menyerahkan sertipikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
94
Kewajiban Pemegang Hak Pakai pasal pasal 50 PP Nomor 40 Tahun 1996 yaitu : a. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik b. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik c. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup d. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Pakai tersebut hapus; e. Menyerahkan sertipikat Hak Pakai yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan. Maka dalam kewajiban Pemerintah Kota Medan sebagai Pemegang Hak Pengelolaan adalah : 1. Membuat atau berwenang membuat perjanjian dengan pihak ketiga dalam menggunakan sebagain hak Pengelolaan Kota Medan untuk dipergunakan.
95
2. Menyerahkan sebagaian Hak atas tanah sesuai dengan kesepakatan atau perjanjian kepada pihak ketiga dengan jenis Hak Pakai atau Hak Guna Bangunan. 3. Pemerintah Kota Medan berkewajiban mengajukan usul kepada siapa pemegang atau subyek hak atas tanah Hak Pengelolaan yang di pergunakan kepada pihak ketiga kepada Kantor Badan Pertanahan Nasional. Artinya Pemegang Hak Pengelolaan yaitu Pemerintah Kota Medan yang mendaftarkan hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan 4. Memberikan persetujuan terhadap pihak ketiga pemegang hak atas tanah untuk melakukan perbuatan hukum seperti dialihakan, dijadikan objek hak tanggungan dan lainnya kepada Pemerintah Kota Medan. 5. Menjaga, memelihara dan menggunakan tanah hak Pengelolaan sesuai dengan sifat dan tujuan pemeberian haknya. Sesuai dengan Pasal 15 UUPA kewajiban bagi setiap pemegang hk atas tanah memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap – tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak ekonomis lemah. Hak dalam Pemegang Hak Pengelolaan adalah : 1. Menerima uang pemasukan atau uang tahunan dari pihak ketiga sebagai pemakai atau pengguna bagian Hak Pengelolaan. Pemerintah Kota Medan sebagai Pemegang Hak Pengelolaan dalam hal ini menerima uang pemasukan dari pihak ketiga dalam bentuk retribusi daerah karena bagian
96
dari aset daerah yang dipergunakan oleh pihak ketiga. Retribusi daerah ini nantinya akan masuk ke kas daerah. Dalam peraturan Daerah Kota Medan Nomor 9 Tahun 2012 tentang retribusi daerah disebutkan retribusi pemakaian kekayaan daerah dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pemakaian kekayaan daerah, dan pamakaian tanah milik daerah merupakan salah satu objek retribusi. Dan berikut besaran tarif retribusi daerah pemakaian dan pemanfaatan tanah milik daerah atau dibawah penguasaan daerah pasal 9 (6) yaitu: a. Hak Guna Bangunan, 0,30% ( nol koma tiga puluh per seratu )/ meter/ tahun dari nulai jual objek pajak (NJOP). b. Hak Pakai 0,30 % ( nol koma tiga puluh per seratu )/ meter/ tahun dari nulai jual objek pajak (NJOP). c. Hak Sewa 0,30 % ( nol koma tiga puluh per seratu )/ meter/ tahun dari nulai jual objek pajak (NJOP). d. Pemakaian dengan hak guna bangunan, hak pakai maupun hak sewa untuk kepentingan sosial dikenakan 50% (lima puluh per seratus) dari retribusi sebagaimana dimaksud dalam huruf a,b, dan c 2. Hak dari pemegang hak atas tanah (pihak ketiga) diatas hak pengelolaan berhak menggunakan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang – Undangan dan tidak terlepas dari perjanjian yang dicantumkan
97
3. Menyerahkan hak atas tanah tersebut kepada pemegang Hak Pengelolaan jika jangka waktunya sudah habis dan tidak dipergunakan lagi oleh pihak ketiga dan pemegang hak pengelolaan berhak mancabut hak atas tanah bagian hak pengelolaan jika tidak dipergunakan sesuai dengan peruntukan dan terdapat ketentuan – ketentuan lainnya dalam perjanjian yang dapat mengakibatkan berkahirnya penggunaan pemegang hak atas tanah. 4. Pemegang Hak Pengelolaan berhak menggunakan tanah hak Pengelolaan sebagai kekayaan daerah untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah. Pada spesifiknya dankeseluruhan hak dan kewajiban pemegang hak pengelolaan Kota Medan dicantumkan dalam perjanjian penggunaan hak atas tanah oleh pihak ketiga. C. Hambatan – Hambatan Pemegang Hak Pengelolaan Kota Medan Dalam hasil wawancari dengan salah seorang staff kota Medan maka hambatan – hambatan yang didapat pada Pemko Medan sendiri sebagai Pemegang Hak Pengelolaan adalah banyaknya masyarakat yang menduduki tanah aset Kota Medan tersebut yaitu Hak Pengelolaan sehingga hal tersebut menyulitkan ketika Pemko Medan melakukan penggunaan atau penguasaan tanah tersebut. dalam hal ini masyarakat tidak mengetahui status tanah tersebut sehingga dengan mudahnya masyarakat menggarapnya sehingga suatu saat jika dipergunakan oleh Pemko Medan itu melakukan upaya - upaya yang tidak mudah.
98
Dalam hal ini penulis tidak banyak mendapatkan hambatan – hambatan dari penjelasan staaf kantor Pemerintah Kota Medan, sebab hambatan – hambatan yang terjadi pada umumya ketika terjadi ketika dilapangan secara langsung. Akan tetapi hambatan yang disebukan diatas itu lazim terjadi karena tanah – tanah Pemerintah Kota Medan masih banyak yang kosong atau belum digunakan atau diusahaii sehingga menimbulkan penggarap – penggarap liar yang mengaku sebagai pemilik tanah.
BAB. V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Hak Pengelolaan merupakan hak menguasai negara
yang yang
kewenangan pelaksanaan tugasnya dilimpahkan kepada pemegang haknya yang dapat dipergunakan sendiri untuk pelaksanaan kepentingan tugasnya dan dapat diberikan kepada pihak ketiga dengan suatu hak tertentu untuk dipergunakan. Pengaturan Hak Pengelolaan selama ini masih diatur dalam peraturan – peraturan pelaksana seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Dalam Negeri dan Peraturan Menteri Agraria yang sebelumnya Hak Pengelolaan hanya disebutkan dalam Undang – Undang Pokok Agraria pada penjeasan BAB II, hanya disebutkan tidak diatur secara materil dalam Undang - Undang. Pengaturan materilnya selama ini hanya dijelaskan pada Peraturan – Peraturan Pelaksana. 2. Dalam perkembangan pemegang Hak Pengelolaan yang merupakan gempilan dari Hak Menguasai Negara maka dari Undang – Undang Pokok Agraria Pasal 2 (4) mengenai Hak Menguasai Negara pelaksanaannnya dapat dikuasakan kepada Daerah – daerah Swatantra dan masyarakat – masyarakat hukum adat yang pada saat ini didalam Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Hak Pengelolaan diberikan kepada Instansi Pemerinth termasuk Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, PT Persero, Badan Otorita, dan Badan Hukum Pemerintah lainnya yang
99
100
3. ditunjuk pemerintah, maka dapat disimpulkan pemegang atau subjek Hak Pengelolaan adanya tambahan dari peraturan tersebut dibandingkan didalam Undang – Undang Pokok Agraria adanya masyarakat hukum adat, daerah – daerah swatantra yang saat ini disebut badan – badan pemerintahan atau pemerintah daerah termasuk Pemerintah daerah Kota Medan merupakan Pemegang Hak Pengelolaan. 4. Dari jenis hak atas tanah yang dapat diberikan bagian atau diatas hak Pengelolaan yaitu Hak Pakai, Hak Milik, dan Hak Guna Bangunan. Akan tetapi tidak semua Pemegang Hak Pengelolaan memberikan ketiga jenis hak ini. Kerena berdasarkan kesepakatan dan perjanjian penggunaan tanah. Dan terhadap pemohon hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan harus didahului dengan perjanjian penggunaan tanah yang dibuktikan dengan akta perjanjain. 5. Dalam beberapa akibat hukum yang timbul dari hak atas tanah diatas Hak Pengelelolaan menimbulkan hak dan kewajiban yaitu: 1. Pihak ketiga atau pemegang hak atas tanah timbulnya suatu perjanjian dengan pemegang Hak Pengelolaan yang menimbulkan kewajiban kepada pemegang hak pengelolaan untuk menyerahakan sebagian hak atas tanah pengelolaan dan pihak ketiga meyerahkan sejumlah uang/ ganti rugi berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak pengelolaan berdasarkan perjanjian. 2. Lahirnya suatu hak atas tanah yang baru diatas hak pengelolaan yang kewenangan penggunaan atau peruntukan tanah tersebut harus sesuai
101
dengan kesepakatan atau izin dari pemegang Hak Pengelolaan begitu juga jika hak atas tanah diatas hak pengelolaan tersebut melakukan perbuatan hukum. 3. Apabila pihak ketiga melakukan perbuatan hukum tanpa pemberitahuan kepada si pemegang hak pengelolaan maka pemegang hak atas tanah oleh pihak ketiga dapat dicabut sewaktu – waktu apabila tidak sesuai lagi dengan penggunaan, peruntukan tanah tersebut dan perjanjian. 6. Kewenangan dari pemegang Hak Atas Tanah diatas Hak Pengelolaan sama dengan kewenangan hak atas tanah primer artinya hak atas tanah yang berasal dari tanah negara yaitu hak – hak atas tanah yang tidak berada diatas hak atas tanah lainnya. tetapi kewenangan dari pemegang hak atas tanah diatas Hak pengelolaan tidak terepas dari perjanjian penggunaan tanah dengan pemegang Hak Pengelolaan 7. Pemerintah Kota Medan sebagai Pemegang Hak Pengelolaan hanya dapat memberikan jenis hak atas tanah kepada pihak ketiga berupa Hak Pakai dan Hak Guna Bangunan. Yang penggunaan hak atas tanah tersebut tertuang dalam perjanjian Penggunaan tanah yang dibuat dengan akta Notaril. Dan pihak ketiga memberikan uang pemasukan kepada Pemegang Hak Pengelolaan dalam bentuk retribusi daerah dalam memakai aset daerah berupa tanah. Dan kewenangan Pemko medan sebagai Pemegang Hak Pengelolaan kepada pemberi Hak Pengelolaan yaitu negara tetap ada karena Pemerintah Daerah juga pendelegasian dari negara maka kewenangannya tetap membayar atau menyetor hasil daerah ke kas negara
102
terhadap pendapatan - pendapatan daerah termasuk pendapatan dari aset daerah yaitu tanah Hak Pengelolaan.
B. Saran 1. Selama ini pengaturan Hak Pengelolaan hanya diatur pada peraturan – peraturan pelaksana saja seperti Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri lainnya yang seyogyanya pengaturan Hak Pengelolaan secara lengkap materill dibuat peraturan Perundang – undangan agar jelas dan kuat arah dan tujuan dari Hak Pengelolaan ini. Karena sebelumnya Hak Pengelolaan hanya disebut dalam penjelasan Undang – Undang Pokok Agraria dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pelaksana lainnya tanpa dibuat atau diterbitkannya Undang – Undang tentang Hak Pengelolaan secara tersendiri. 2. Diperlukannya kombinasi Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana dengan Undang – undang yang khusus menangani Hak Pengelolaan secara konkrit agar menjadi satu aturan yang jelas dan sistematis. 3. Diperlukan adanya tambahan subyek Hak Pengelolaan dalam peraturan baik itu dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentag tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan maupun peraturan lainnya yaitu masyarakat hukum adat. Sebab dalam Undang – Undang Pokok Agraria pada pasal 2 ayat (4) Hak Menguasai Negara
103
dapat dikuasakan kepada masyarakat hukum adat yang didalam peraturan materil tentang Hak Pengelolaan tak ada yang menyebutkan masyarakat hukum adat sebagai subyek Hak Pengelolaan sehingga antara Peraturan Pelaksana dengan Undang – Undang Pokok Agraria terjadinya tumpang tindih
104
DAFTAR PUSTAKA A. Buku
Amiruddin dan Asikin, Zainal, 2004,Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Anshari, Tampil, 2007, Pendaftaran Tanah Kepastian Hak, Medan :
Multi
Grafik. Erwiningsih, Winahyu 2011, Hak Pengelolaan Atas Tanah, Yogyakarta : Total Media. Manan, Bagir, 1986, Hak Pengelolaan, bahan diskusi Tim Pengkajian Hukum Agraria, BPHN, Jakarta : Departemen, Kehakiman.
Parlindungan, A.P, 1994, Hak Pengelolaan Menurut sisitem UUPA,Bandung: Mandar Maju.
Santoso, Urip, 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group
------------------ , 2015, Perolehan Hak Atas Tanah, Jakarta : Prenadamedia Group Sodiki, Achmad, 2013,Politik Hukum Agraria, Jakarta: diterbitkan Konstitusi Press (Konpress)
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2007. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Soerodjo, Irawan, 2014, Hukum Pertanahan Hak Pengelolaan atas tanah (HPL) Eksistensi, Pengaturan dan Praktik, Yogyakarta: Laksbang Mediatama.
105
Soeroso, R, 2009,Pegantar ilmu Hukum, Ed.1, Cet. 11, Jakarta: Sinar Grafika
Sumardjono, S.W. Maria, 2008, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosisal dan Budaya,Jakarta: Buku Kompas ----------------------------------, 2007, “Hak Pengelolaan: Perkem-bangan, Regulasi, dan Implementasinya”, Jurnal Mimbar Hukum, Edisi Khusus, Yogyakarta: Fa-kultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
Supriyadi, 2010, Aspek Hukum Tanah Aset Daerah Menemukan Keadilan, kemanfaatan, dan kepastian atas Eksistensi Tanah Aset Daera, Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher.
Waluyo, Bambang, 2001, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: P.T.Rajawali Pers Yamin, Muhammad Lubis dan Rahim, Abdul Lubis, 2013, Kepemilikan Properti Di Indonesia termasuk kepemilikan rumah oleh orang asing, Bandung: CV Mandar Maju, Bandung. Zaidar, 2014, Dasar Filososfi Hukum Agraria Indonesia, Medan : Pustaka Bangsa Press. Zein, Ramli, 1995, Hak Pengelolaan dalam sistem UUPA, Jakarta : Rineka Cipta.
B. Jurnal Jurnal Dinamika Hukum Vol. 13 No. 2 Mei 2013, “Penggunaan Tanah Hak Pengelolaan oleh pihak ketiga”, oleh Urip Santoso. Jurnal Dinamika Hukum, Vo. 10 No. 3 September 2010, “ Eksistensi Hak Pengelolaan Atas Tanah (HPL) dan Realitas Pembangunan Indonesia”, oleh Elita Rahmi.
106
Jurnal Ilmu Hukum, Vol 3 No. 1 Analisis Yuridis Terhadap Hak-Hak Atas Tanah Yang Berada Diatas Hak Pengelolaan Pelabuhan”, Lovelly Dwina Dahen.
C. Internet https://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/,Metode penelitian hukum empiris dan normatif, dikutip pada Rabu 24 Februari 2016 file:///C:/Users/USERPC/Documents/SKRIPSI/KEPEMILIKANHAKHAKATASTANAHDANAPLIKASINYA_elkafilah.htm, Kepemilikan hak hak atas tanah dan aplikasinya, elkafilah, dikutip pada hari Sabtu, 16 Januari, 2016. D. Peraturan Perundang - Undangan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan atas Tanah Negara. PeraturanPemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966 tentang Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan
107
Peraturan Menteri Dalam Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973 tentang Ketentuan – Ketentuan Mengenai Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan – Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian – Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan Undang -
UndangRepublik
Indonesia
Nomor
1 Tahun 2004
tentang
Perbendaharaan Negara Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 tahun 2009 tentang Petunujuk Teknis Tata Cara Kerjasama Daerah
Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 9 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah