TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT “NU SEJAHTERA” MANGKANG SEMARANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S.1) Dalam Ilmu Syari’ah
Oleh : FATHUR RAHMAN FAMUKTIATHUR NIM : 062311005
JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010/2011
ii
iii
iv
PERSEMBAHAN Saya persembahkan untuk : Ibundaku dan Ayahandaku tercinta dan tersayang Cinta, ketulusan kasih, tuntunan, dukungan dan do amu Selalu menerangi langkah penuh cita dan cinta putramu. Paman dan Bibi Nasehat, bimbingan dan arahan kalian menuntun arah perjalanan hidupku, mengajarkan hidup yang sebenarnya hidup, maafkan atas segala kesalahan keponakan Mu ini Om Aziz dan Bule Mu alifah Sekeluarga Terima kasih untuk nasehat dan keramahannya selama penulis Hidup di Kendal, semua itu merupakan pelajaran dan pengalaman Berharga bagi penulis Saudara / saudariku Yang selalu memberiku semangat lebih kepadaku Dan terima kasih juga untuk canda tawa kalian Dan untuk yang aku sayangi (Permata Ku) dan menyayangiku. Dedikasiku untuk kalian semua
v
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain kecuali
informasi
yang
terdapat
dalam
referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 13 Desember 2010 Deklarator
FATHUR RAHMAN F NIM : 062311005
vi
ABSTRAK
Murabahah dalam perspektif fiqh merupakan salah satu dari bentuk jual beli yang bersifat amanah (bai al-amanah) selain jual beli wadhi ah, jual beli tauliyah. Murabahah terlaksana antara penjual dan pembeli berdasarkan harga barang, harga asli pembelian penjual yang diketahui oleh pembeli dan keuntungan yang diambil oleh penjual pun diberitahukan kepada pembeli. Murabahah merupakan skim fiqh yang paling populer diterapkan perbankan syariah maupun lembaga keuangan syariah (LKS) seperti Baitul Maal wa Tamwil (BMT). Murabahah didefinisikan sebagai jasa pembiayaan dengan bentuk transaksi jual beli BMT dengan nasabah dengan pembayaran angsuran. Pada prinsipnya didasarkan pada 2 (dua) elemen pokok, yaitu harga beli serta biaya yang terkait dan kesepakatan atas margin atau keuntungan. Namun maraknya penerapan murabahah dalam perbankan syariah dan BMT menuai kritikan yang berasal dari ulama itu sendiri. Diantara dari sekian kritikan yang dilontarkan antara lain tentang pelaksanaan akad murabahah, pengadaan barang dalam pembiayaan atau penggunaan wakalah dalam hal pengadaan barang sampai kepada penentuan margin dalam murabahah. BMT “NU SEJAHTERA” Mangkang Semarang, sebagai lembaga keuangan syariah tidak menutup kemungkinan terdapat ketidaksesuaian dalam melakukan praktek pembiayaan murabahah, sehingga perlu diteliti bagaimana pelaksanaan akad Murabahah di BMT “NU SEJAHTERA” Mangkang semarang? Dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadapa pelaksanaan pembiayaan murabahah di BMT ini? Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (fiel research). Adapun tehnik pengumpulan data meliputi dokumentasi, dan wawancara. Sedangkan teknik analisisnya adalah analisis deskriptif. Yaitu metode yang dipakai untuk membantu dalam menggambarkan keadaan-keadaanyang mungkin terdapat dalam situasi tertentu serta mengetahui bagaimana mencapai tujuan yang diinginkan. Data yang diperoleh akan dianalisis dan digambarkan secara menyeluruh dari fenomena yang terjadi pada pada pembiayaan murabahah di BMT “NU SEJAHTERA” Mangkang Semarang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan dalam akad murabahah di BMT “NU SEJAHTERA” terdapat penggunaan kata soohibul Maal dan Mudhorib dalam akadnya. Namun penggunaan kedua kata ini tidaklah menghilangkan esensi akad murabahah. Karena dalam konsep hukum Islam, yang menjadi pegangan atau dipakai dalam sebuah akad (transaksi) adalah maksud dan maknanya, bukan lafazh dan bentuknya. Dalam hal pengadaan barang dalam praktek pembiayaan murabahah yang menyerahkan sepenuhnya kepada nasabah untuk membeli barang sendiri setelah proses akad terjadi, belumlah sesaui dengan aturan hukum Islam, karena seolah BMT menjual barang yang bukan dalam tanggungannya. Begitu pula dalam hal penentuan margin yang masih terlihat menyandarkan proses yang dilaluinya telah menggunakan informasi tingkat suku bunga secara langsung.
vii
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT. penulis panjatkan atas segala limpahan Rahmat, Taufiq, Hidayah dan Inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT “NU SEJAHTERA” MANGKANG SEMARANG. Shalawat dan Salam Allah SWT. semoga selalu terlimpahkan dan senantiasa penulis sanjungkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat-sahabat, dan para pengikutnya yang telah membawa dan mengembangkan Islam hingga seperti sekarang ini. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini bukanlah semata hasil dari “jerih payah” penulis secara pribadi. Akan tetapi semua itu terwujud berkat adanya usaha dan bantuan baik berupa moral maupun spiritual dari berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis tidak akan lupa untuk menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Djamil, M.A pengemban Rektor IAIN Walisongo Semarang 2. Bapak DR. Imam Yahya, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang. 3. Ibu Dra. Hj. Siti Mudjibatun, M.Ag selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Drs. H. Wahab Zaenuri, M.M selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya di sela-sela kesibukannya
untuk
memberikan bimbingan
penyusunan skripsi ini.
viii
dan pengarahan dalam
5. Dosen Wali yang selalu meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan,
arahan dan memberikan ilmunya kepada penulis. 6. Kepala Jurusan dan Sekretaris Jurusan Muamalah, dosen-dosen dan karyawan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo atas segala didikan, bantuan dan kerjasamanya. 7. Bapak / Ibu pegawai Perpustakaan Institut IAIN Walisongo Semarang, yang telah memberikan izin dan layanan kepustakaan yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini. 8. Bapak pegawai Perpustakaan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, yang juga telah memberikan izin dan layanan kepustakaan yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini. 9. Kedua orang tua penulis beserta segenap keluarga, atas segala do’a, perhatian, dukungan, kelembutan dan curahan kasih sayang yang tidak dapat penulis ungkapkan dalam untaian kata-kata. 10. Om Amir (alm) dan Bibi Yuni sekeluarga yang telah mendidik dan mengajarkan penulis tentang makna hidup yang sebenarnya. Terimakasih atas do’a dan semuanya. 11. Segenap Staf dan Karyawan di BMT “NU SEJAHTERA” Mangkang Semarang, terima kasih yang telah dengan ramah dan sabar membantu penulis dalam melakukan penelitian skripsi ini. 12. Keluarga baru Ku di Resimen Mahasiswa Satuan 906 “Sapu Jagad” IAIN Walisongo Semarang, terus berlatih, berfikir dan berjuang untuk kemajuan terus menerus Korp kita. Jaga terus kekompakaan dan kekorsaan seluruh personil. Tidak ada kata “TIDAK BISA” kalau semangat kita selalu 45’. 13. Teman-teman IAIN Walisongo angkatan 2006, khususnya jurusan Muamalah A 06 (Munif, Bayti, Saefuddin, dll) serta kawan-kawan di Himpunan Mahasiswa Jawa Barat yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 14. Berbagai pihak yang secara tidak langsung telah membantu, baik moral maupun materi dalam penyusunan skripsi ini.
ix
Harapan dan do’a penulis semoga semua amal kebaikan dan jasa-jasa dari semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini diterima Allah SWT. serta mendapatkan balasan yang lebih baik dan berlipat ganda. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan yang disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis mengharap saran dan kritik konstruktif dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat nyata bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.
Semarang, 13 Desember 2010 Penulis,
Fathur Rahman Famuktiathur NIM. 062311005
x
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . .
i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
ii
HALAMAN PENGESAHAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii HALAMAN DEKLARASI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iv HALAMAN ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
v
HALAMAN MOTTO . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vi HALAMAN PERSEMBAHAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vii HALAMAN KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . viii HALAMAN DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xi DAFTAR GAMBAR. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ……. xiii BAB I
: Pendahuluan A. Latar Belakang Permasalahan …………………………………….1 B. Perumusan Masalah ………………………………………………7 C. Tujuan Penelitian …………………………………………………8 D. Telaah Pustaka ……………………………………………………9 E. Metode Penelitian ………………………………………………..11 F. Sistematika Penulisan ……………………………………………13
BAB II : Tinjauan Umum Tentang Murabahah A. Pengertian Murabahah dan Landasan Syariah Murabahah ………..……………………………………..15 1. Pengertian Murabahah………………………………………...15 2. Landasan Syariah Murabahah………………………………….19 B. Rukun dan Syarat Murabahah…………………………………….21 1. Rukun Murabahah……………………………………………...21 2. Syarat Murabahah…………………………………....…………24 C. Jenis-jenis Murabahah…………………………...………………..25 1. Murabahah Tanpa Pesanan……………………………………..25 2. Murabahah Berdasarkan Pesanan………………………….… ..27
xi
D. Penerapan dan Skema Murabahah…………………………..........28 BAB III : Gambaran Umum BMT ”NU SEJAHTERA” A. Sejarah BMT ”NU SEJAHTERA”.……………………………...32 B. Tujuan,Visi dan Misi BMT ”NU SEJAHTERA”..………………34 C. Struktur Organisasi BMT ”NU SEJAHTERA”………………… 35 D. Produk dan Jasa BMT ”NU SEJAHTERA”……………………..36 1. Produk Perhimpunan Dana……………………………………36 2. Produk Penyaluran Dana………………………………………37 E. Aplikasi Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah di BMT ”NU SEJAHTERA”…………………………………………………....38
BAB IV : Analisis Terhadap Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah di BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang Semarang A. Analisis Terhadap Akad Pembiayaan Murabahah di BMT NU SEJAHTERA Mangkang Semarang……………………………..46 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah
di
BMT
”NU
SEJAHTERA”
Mangkang
Semarang……………………..…………………………………..53 BAB V : Penutup A. Kesimpulan………………………………………………………67 B. Saran-saran……………………………………………………….68 C. Penutup…………………………………………………………...69 DAFTAR KEPUSTAKAAN DAFTAR RIWAYAT PENDIDIKAN PENULIS LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR
2.1. Alur Murabahah Tanpa Pesanan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . 27 2.2. Alur Murabahah berdasarkan Pesanan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . 28 2.3. Skema Pengembangan Murabahah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30 3.1. Bagan Struktur Organisasi BMT ”NU SEJAHTERA” . . . . . . . . . . . . .…… 35 3.2. Alur Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah Di BMT ”NU SEJAHTERA”. . 39
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Islam sebagai Rahmatan lil Alamin semakin hari menunjukkan wajah berseri, yaitu dengan adanya ekonomi syariah lebih menguntungkan, halal dan barokah. Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat pun mulai sadar akan nilai penting syariah untuk segera diterapkan. Kegiatan ekonomi merupakan salah satu aspek yang diatur dalam syariah Islam, yakni bagian muamalah sebagai bagian yang mengatur hubungan sesama manusia. Pengaturan kegiatan berekonomi dalam syariah Islam dilandaskan pada kaidah dalam ushul fiqih yang menyatakan bahwa maa laa yatimm al
wajib illa
bihi fa huwa wajib , yakni sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan. Praktik ekonomi syariah di Indonesia mulai berkembang dengan perkembangan keinginan dan harapan umat Islam yang menjadi sebahagian besar penduduk Indonesia. Keinginan tersebut berkembang seiring dengan berkembangnya upaya pemahaman terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi yang berdasarkan syariah Islam pada awal tahun 1990-an, yaitu ditandani dengan dibentuknya secara kelembagaan Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992. Pada tahun 2003, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang terkait dengan bunga bank adalah haram, hal ini kemudian
1
menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan, setiap tahunnya terjadi peningkatan yang positif. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya asset industri perbankan syariah nasional pada per Agustus 2005 sebesar Rp. 18,23 triliun meningkat pada per Agustus 2006 menjadi Rp. 23,5 triliun sehingga besar peningkatannya sebesar Rp. 5,27 triliun atau sebesar 28,91%.1 Kemudian semakin marak pertumbuhan perkembangan keuangan syariah manakala lahir Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang menyebutkan secara jelas tentang kedudukan perbankan syariah. Lalu semakin pasti juga keberadaan keuangan syariah secara hukum ketika Pemerintah sebagai pemegang kebijakan mensahkan Undang-Undaang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Keberadaan Undang-Undang Perbankan Syariah ini tentu saja menjadi landasan hukum positif yang semakin mempertegas peran dan fungsi perbankan syariah di Indonesia. Namun perkembangannya tersebut tidak hanya dari Industri perbankan saja. Juga dari Asuransi, Pegadaian, Koperasi, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), lembaga keuangan lainnya termasuk didalamnya adalah lembaga keuangan non bank atau lembaga pembiayaan (multifinance) dan Baitul Maal wa Tamwil (BMT). Sejak awal perkembangannya pada tahun 1992 lembaga keuangan syariah yang disebut terakhir di atas, Baitul Maal wa Tamwil (BMT), yaitu Lembaga Keuangan Syariah yang ruang lingkupnya mikro, pada tahun 2006
1
Republika, 11 Oktober 2006.
2
saja sudah tercatat sebnayak 3.037 BMT yang tersebar di 26 propinsi di Indonesia dengan 1.828 BMT yang melaporkan kegiatan pengelolannya. Total asset BMT telah mencapai Rp. 300 M (tiga ratus milyar rupiah). Potensi tersebut diperkirakan akan semakin berkembang. 2 BMT
sebagai salah satu Lembaga Keuangan Mikro Syariah
memiliki karakteristik sebagai lembaga keuangan yang memadukan antara fungsi Baitul Maal (sosial / tabarru ) dengan kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana umat Islam seperti zakat, infaq, maupun shadaqah. Selain itu BMT juga berfungsi sebagai usaha komersil (tamwil) yakni mencari keuntungan dengan menghimpun dan
mengelola dana masyarakat dalam
bentuk jasa simpanan dan pembiayaan berdasarkan konsep syariah. Tidak hanya itu, BMT dapat melakukan fungsi terpisah yakni berorientasi mencari keuntungan atau lembaga sosial semata.3 Dengan adanya fungsi usaha komersil dengan menghimpun dan mengelola dana masyarakat, maka seperti halnya perbankan syariah, kegiatan penghimpunan dana BMT menggunakan prinsip wadi ah dan mudharabah, musyarakah sedangkan kegiatan penyaluran dana menggunakan prinsip bagi hasil, jual beli (murabahah, bai bitsaman ajil, salam, istisna) dan sewa (ijarah dan ijarah muntahia bittamlik) kepada masyarakat.4
2
Andi Estetiono, Makalah: Strategi Inkopsyah Dalam Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah, disampaikan pada Seminar dan Workshop Nasional di P3EI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 25 s.d 26 Mei 2005. 3 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, Yogyakarta : UII Press, 2004, h. 126. 4 Hertanto Widodo, Panduan Praktis Operasional Baitul Maal Wattamwil, Jakarta : Mizan, 1999, h. 35.
3
Mencermati perkembangan
BMT ini, ada suatu hal yang perlu
diperhatikan bahwa, praktek BMT saat ini masih sangat didominasi oleh produk murabahah5 sebagai akad pembiyaan dalam kegiatan penyaluran dana. BMT pada umumnya, banyak menerapkan murabahah sebagai metode pembiayaan mereka yang utama, meliputi kurang lebih tujuh puluh lima persen (75%) dari total kekayaan mereka. Menurut Choudury, dominannya pembiayaan murabahah terjadi karena pembiayaan ini cenderung memiliki risiko yang lebih kecil dan lebih mengamankan bagi shareholder 6. Padahal Sesungguhnya BMT memiliki core product pembiayaan berupa produk bagi hasil, yang dikembangkan dalam produk pembiayaan musyarakah dan mudharabah. Meski jenis produk pembiyaan dengan akad jual beli (murabahah, salam dan istishna) dan sewa (ijarah dan ijarah muntahia bittamlik) juga dapat dioperasionalkan. Namun kenyataannya, BMT dengan produk pembiayaannya masih didominasi oleh produk pembiayaan dengan akad jual beli (tijarah) yang berbentuk murabahah7.
5
Murabahah adalah penjualan dengan harga pembelian barang berikut untung yang diketahui. Lihat, Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, Bandung : PT Al-Ma’Arif, 1988 , h. 82. 6 Sumiyanto, Problem Transaksi Model Mudarabah dalam Lembaga Keuangan Syariah Studi Kasus LKS BMT-BMT di Yogjakarta, Tesis MSI UII, 2004 (tidakdipublikasikan). 7 Murabahah banyak yang mengatakan tidak mempunyai rujukan langsung dalam AlQur’an, yang ada hanyalah tentang jual beli atau Perdagangan yang sering dibahas dalam kitabkitab fiqh. Menurut al-Kaff, seorang kritikus kontemporer tentang murabahah, bahwa para fuqaha terkemuka mulai menyatakan pendapat mereka mengenai murabahah pada awal abad ke-2 H. Karena tidak ada acuan langsung kepadanya dalam al-Quran atau dalam Hadis yang diterima umum, maka para ahli hukum harus membenarkan murabahah berdasarkan landasan lain. Malik mendukung faliditasnya dengan acuan pada praktek orang-orang Madinah. Ia berkata "Penduduk Medinah telah berkonsensus akan legitimasi orang yang membeli pakaian di sebuah toko dan membawanya ke kota lain untuk dijual dengan adanya tambahan keuntungan yang telah disepakati. Lihat Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, Studi Kritis dan Interpretasi Kontemporer Tentang Riba dan Bunga, Terj. Muhammad Ufuqul Mubin, et. al, Cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, h. 137.
4
Fungsi BMT dalam pembiayaan murabahah ini adalah sebagai penjual barang untuk kepentingan nasabah. BMT membeli barang dan kemudian menjualnya kepada nasabah dengan harga jual yang setara dengan harga beli ditambah keuntungan. BMT harus memberitahukan secara jujur harga pokok barang berikut biaya yang diperlukan. BMT juga harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian Barang kepada nasabah.8 Namun dalam beberapa hal, untuk mengelola resiko yang terkait dengan barang, ada sebagian BMT yang menggunakan media akad wakalah dengan memberikan kuasa kepada nasabahnya untuk membeli barang tersebut. Pembelian obyek murabahah memang sebaiknya dilakukan oleh pihak BMT, namun bukan suatu hal yang salah apabila BMT mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang, selama menggunakan media akad wakalah ini ada klausul wakalah dan akad murabahah dilakukan setelah barang tersebut menjadi milik BMT. Fatwa MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 1 April 2000/26 Dzulhijah 1420 H9, secara tegas telah menetapkan bahwa “jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, maka akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank”. Dengan kata lain, pemberian kuasa wakalah dari bank kepada nasabah, harus dilakukan sebelum akad Jual beli murabahah terjadi. Dari ketentuan tersebut jelas bahwa akad murabahah dapat dilakukan jika 8
Ahmad Saeed, Ibid, h.147. Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia tentang Murabahah No: 04/DSN-MUI/IV/2000. 9
5
barang tersebut secara prinsip telah menjadi milik bank, jadi harus ada barangnya terlebih dahulu, kemudian dilakukan akad murabahah, dan dengan demikian tidak diperkenankan untuk melakukan akad murabahah jika tidak ada barangnya. Dalam praktek, penggunaan akad wakalah dalam pembiayaan murabahah ini, oleh sebagian kalangan akademisi dianggap bahwa BMT atau lembaga keuangan syariah (LKS) lainnya terkadang kurang bijak dan tidak hati-hati menerapkan media wakalah pembelian obyek murabahah ini. Karena pada kenyataan BMT seringkali mendahului akad murabahahnya baru kemudian melakukan wakalah dan pemberian dana kepada nasabah untuk pembelian obyek murabahah, dan tentu saja hal ini menyalahai aturan dari sisi syariah atau hukum Islamnya. Penting dan harus segera dibetulkan dan diberikan pemahaman kepada para pelaku BMT untuk memperbaiki pelaksanaan pembiayaan murabahah dengan media akad wakalah agar tidak menyalahi aturan hukum Islam. Karena sangat disayangkan produk yang mendominasi di hampir setiap lembaga keuangan syariah ternyata menyalahai aturan syariah. BMT NU “SEJAHTERA”, yang berkantor pusat di Jalan Raya Semarang – Kendal ini merupakan lembaga keuangan syariah yang diamanatkan KONPERCAB NU kota Semarang tahun 2006 kepada PC NU agar mendirikan lembaga keuangan yang dikelola secara syariah. Lembaga keuangan syariah pimpinan Bapak Drs. Muhtarom, Akt dengan badan hukum No. 05/PAD/KDK/.11/III/2009 ini dalam dua tahun saja dengan sembilan
6
kantor cabang yang tersebar di wilayah Jawa Tengah telah memiliki aset sekitar Rp.37 Miliar. Dari segi pelayanan BMT ini cukup baik, terbukti dengan sistem transaksi online yang dilakukan. Sehingga semua transaksi bisa dilakukan pada semua BMT NU Sejahtera yang tersebar di Jateng. Selain itu, BMT NU SEJAHTERApun telah melakukan kerja sama dengan Bank Syariah Mandiri tentang penerbitan berupa kartu ATM Bersama yang bisa digunakan untuk mengambil simpanan di bank-bank yang memilik ATM Bersama maupun sebagai kartu belanja di supermarket yang terdapat logo ATM bersama. Dengan adanya permasalahan di atas terkait pembiayaan murabahah, maka penulis menganggap penting untuk dikaji dan diteliti mengenai praktek pelaksanaan pembiayaan murabahah dengan mengangkatnya mejadi sebuah judul
skripsi
PELAKSANAAN
TINJAUAN
HUKUM
ISLAM
PEMBIAYAAN MURABAHAH
TERHADAP DI BMT
”NU
SEJAHTERA” MANGKANG SEMARANG.
B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang permasalahan diatas, maka didapatkan rumusan pokok masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan akad pembiayaan murabahah di BMT “NU SEJAHTERA”? 2. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap pelaksanaan pembiayaan Murabahah di BMT “NU SEJAHTERA”?
7
C. Tujuan Penelitian Setiap penelitian tentu memiliki tujuan yang jelas agar hasil penelitian tersebut dapat memberi manfaat. 1. Tujuan a. Tujuan Obyektif Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan akad pembiayaan murabahah di BMT “NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang, dan untuk mengetahui pelaksanaan pembiayaan murabahah di BMT “NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang dari sisi tinjauan hukum Islam. b. Tujuan Subyektif I. Untuk menerapkan ilmu yang telah penulis peroleh secara teori dengan kenyataan yang terjadi di lapangan sehingga diharapkan penelitian ini bermanfaat . II. Untuk memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang dalam rangka mencapai gelar sarjana dalam ilmu syariah fakultas tersebut . 2. Manfaat Dari hasil penelitian diharapakan diperoleh manfaat bagi pihakpihak terkait, antara lain : a. BMT Hasil penelitian diharapkan dapat membantu memberikan tambahan dan masukan bagi BMT “NU SEJAHTERA” agar dapat terus
8
berkembang lebih baik sesuai dengan ketentuan akhlak dan prinsip syariah. b. Bagi Penulis Diharapkan penulis mendapatkan tambahan pengetahuan yang selama ini hanya didapat penulis secara teoritis. c. Masyarakat / pihak yang berkepentingan Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber masukan yang positif atau sebagai sumber informasi tambahan serta menambah khasanah bacaan ilmiah.
D. Telaah Pustaka Murabahah berarti jual beli di mana penjual memberitahu pembeli biaya perolehan dan keuntungan yang diinginkannya. Murabahah dalam fiqih awalnya tidak berhubungan dengan pembiayaan. Kemudian, digunakan oleh perbankan syari'ah dengan menambahkan beberapa konsep lain sehingga menjadi bentuk pembiayaan. Transaksi murabahah yang begitu mendominasi penyaluran dana pada bank syari'ah yang jumlahnya hampir mencapai tujuh puluh lima persen dari total pembiayaan dan adanya kesan bahwa semua transaksi penyaluran dana bank syariah dimurabahahkan, kemungkinan untuk menekan seminimal mungkin resiko yang akan menimpa bank dalam setiap penyaluran dananya. Diantara sekian buku yang membahas tentang murabahah adalah antara lain, Ascarya, yang memaparkan tentang akad dan produk perbankan
9
syari’ah di Indonesia dan membandingkannya dengan konsep klasik. Menurutnya bahwa akad pembiayaan murabahah yang dipraktekkan di perbankan syari’ah Indonesia memiliki perbedaan dengan konsep klasik murabahah. Dalam konsep klasik tujuan transaksi murabahah hanya sebagai jual beli, sedangkan dalam perbankan syari’ah di Indonesia digunakan sebagai pembiayaan dalam rangka penyediaan fasilitas/barang. Dalam hal tahapan transaksi, konsep klasik hanya satu tahap, sedang dalam perbankan melalui dua tahap. Kemudian halnya juga dengan pembayaran, dimana dalam konsep klaasik hanya dilakukan satu kali di akhir periode, dalam perbankan syariah pembayarannya dilakukan dengan cara diangsur. Terakhir yang ditelitinya adalah dari aspek kolateral, konsep klasik tidak mengena adanya konsep jaminan, sedangkan dalam praktik perbankan syariah di Indonesia diharuskan dengan jaminan.10 Lalu, dalam buku yang dikeluarkan oleh Pusat komunikasi Ekonomi syari’ah yang berjudul Materi Dakwah Ekonomi Syariah, menjelaskan murabahah bi tsaman ajil, yang lazim digunakan dalam perbankan syariah saat ini. Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.11 Selanjutnya Dr. Muhammad, M.Ag dalam bukunya model-model akad pembiayaan Bank syariah (Panduan Teknis Pembuatan Akad/Perjanjian Pembiayaan Pada Bank Syariah), memaparkan tentang mulai dari pengenalan
10
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syari ah, Jakarta : PR Raja Grafindo Persada, 2008, h.
221. 11
Pusat komunikasi Ekonomi syari’ah, Materi Dakwah Ekonomi Syariah, Jakarta : Pusat Komunikasi Ekonomi Syari’ah, 2008, h. 114.
10
perbankan syariah, Teori akad dalam fiqh serta desain kontrak di perbankan syariah dari mekanisme pembiayaan produk penghimpunan dana seperti mudharabah, Wadiah. Produk penyaluran dana seperti Murabahah, salam, Isthisna sampai kepada produk-produk jasa yang dimiliki oleh bank syariah seperi Qordul Hasan. 12 Kemudian dari hasil-hasil penelitian sebelumnya, seperti Arbita Kamalia dalam penelitiannya yang berjudul Studi Komparatif Pembiayaan Pada Perbankan Syari'ah Dengan Pembiayaan Leasing, mengungkapkan perbankan syari'ah dengan lembaga leasing jelas berbeda walaupun samasama merupakan lembaga keuangan. Perbankan syari'ah menghindari praktek bunga yang dianggap sebagai riba, oleh karena itu pembiayaan yang ada pada perbankan syari'ah didasarkan pada prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).13
E. Metode Penelitian Metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami objek menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.Untuk
12
Dr. Muhammad, M.Ag, Model-Model Akad Pembiayaan Bank Syariah (Panduan Teknis Pembuatan Akad/Perjanjian Pembiayaan Pada Bank Syariah), Yogyakarta : UII Press, 2008. 13 Arbita Kamalia, Studi Komparatif Pembiayaan Pada Perbankan Syari'ah Dengan Pembiayaan Leasing, Skripsi IAIN Walisongo Semarang, Semarang : Perpustakaan IAIN Walisongo, 2006.
11
mendapatkan kajian yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka dalam menelaah data dan mengumpulkan serta menjelaskan obyek pembahasan dalam skripsi ini, penulis menempuh metode sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan dikancah atau medan terjadinya gejala dalam hal ini di BMT “NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang dengan meggunakan metode kualitatif. 2. Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kualitatif yang bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer berupa data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung dilapangan, sedangkan data sekunder adalah data olahan yang diambil penulis sebagai pendukung atas penelitian dari sumber-sumber yang dapat dipercaya dan dipertanggung jawabkan secara ilmiah yaitu dengan melakukan studi pustaka dan penelusuran melalui internet. 3. Teknik Pengumpulan Data a. Dokumentasi Yaitu “metode yang digunakan dengan cara mencari data mengenai hal-hal berupa buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen
12
rapat, catatan harian dan lain sebagainya.”
14
seperti mempelajari
dokumen-dokumen profil perusahaan atau BMT “NU SEJAHTERA”. b. Wawancara / interview Wawancara atau interview adalah percakapan dengan maksud tertentu.15 Metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi secara langsung tentang aplikasi dan penggunaan akad wakalah dalam pembiayaan murabahah yang ada di BMT ”NU SEJAHTERA”, dimana informasi yang diperoleh adalah dari internal perusahaan yang mengetahui secara jelas bagaimana prosedur pelaksanaan akad wakalah dalam pembiayaan murabahah. 4. Teknik Analisis Data Dalam analisis data Penulis mengunakan analisis deskriptif, yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan /melukiskan
keadaan
subjek/objek
penelitian
(seorang,
lembaga,
masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya”.16
F. Sistematika Penulisan Pembahasan dalam penelitian ini terdiri atas lima bab dengan sistematika penulisannya sebagai berikut :
14
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta, 1992, h. 131. 15 Lexy J. Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif , Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002, h. 135. 16 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2001, h. 63.
13
Bab I : PENDAHULUAN Bab ini mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II : TINJUAN UMUM TENTANG MURABAHAH Bab ini berisi pembahasan mengenai pengertian dan landasan syariah murabahah, rukun dan syarat murabahah, jenis-jenis murabahah, penerapan dan skema murabahah Bab III : GAMBARAN UMUM BMT ”NU SEJAHTERA” Bab ini membahas
mengenai sejarah, Tujuan, visi dan misi,
struktur organisasi, produk dan jasa BMT ”NU SEJAHTERA”, dan
aplikasi
pembiayaan
murabahah
di
BMT
”NU
SEJAHTERA” Bab IV: ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT ”NU SEJAHTERA” Bab ini membahas analisis akad pembiayaan murabahah dan tinjauan hukum Islam terhadap
pelaksanaan pembiayaan
murabahah di BMT ”NU SEJAHTERA”. Bab V : PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan yang dilakukan dalam bab IV dan saran-saran yang direkomendasikan oleh penulis kepada instansi yang terkait dan penutup.
14
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MURABAHAH
A. Pengertian Murabahah Dan Landasan Syariah Murabahah 1. Pengertian Murabahah Murabahah dalam perspektif fiqh merupakan salah satu dari bentuk jual beli17 yang bersifat amanah (bai al-amanah). Jual beli ini berbeda dengan jual beli musawwamah / tawar menawar. Murabahah terlaksana antara penjual dan pembeli berdasarkan harga barang, harga asli pembelian penjual yang diketahui oleh pembeli dan keuntungan yang diambil oleh penjual pun diberitahukan kepada pembeli, sedangkan musawwamah adalah transaksi yang terlaksana antara penjual dan pembeli dengan suatu harga tanpa melihat harga asli barang.18 Jual beli yang juga termasuk dalam jual beli bersifat amanah adalah jual beli wadhi ah, yaitu menjual kembali dengan harga rendah (lebih kecil dari harga asli pembelian), dan jual beli tauliyah, yaitu menjual dengan harga yang sama dengan harga pembelian.19 Secara etimologis, murabahah berasal berasal dari kata al-ribh (
) atau al-rabh (
) yang memiliki arti kelebihan atau pertambahan
17
Berbicara tentang murabahah maka tidak akan dapat dilepaskan dengan sistem jual beli yang dalam fiqh biasa disebuat al-bai . Yang secara etimologis kata al-bai dapat diartikan dengan ( ) yang berarti tukar menukar. Lihat As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Jilid III, Beirut: Dar al-Fikr, t.t, h. 126. 18 Wiroso, Jual Beli Murabahah, Yogyakarta : UII Prees, 2005, h. 14. 19 Ibid.
15
dalam perdagangan (
). Dengan kata lain, al-ribh tersebut
dapat diartikan sebagai keuntungan ”keuntungan, laba, faedah” 20 . Di dalam al-Qur’an kata ribh dengan makna keuntungan dapat ditemukan pada surat al-Baqara [2] ayat 16 berikut :
Artinya :
Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk . (QS. Al-Baqarah : 16)
Dalam konteks mu’amalah, kata murabahah biasanya diartikan sebagai jual beli yang dilakukan dengan menambah harga awal (
).21 Secara istilah, pada dasarnya terdapat kesepakatan ulama dalam substansi pengertian murabahah. Hanya saja terdapat beberapa variasi bahasa yang mereka gunakan dalam mengungkapkan definisi tersebut. Secara umum, variasi pengertian tersebut dapat disebutkan di sini. 22 Menurut ulama Hanafiyya , yang dimaksud dengan murabahah ialah ”Mengalihhkan kepemilikan sesuatu yang dimiliki melalui akad pertama dengan harga pertama disertai tambahan sebagai keuntungan .
20
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, Cet. IV, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997, h. 463. 21 Sebagai kelebihan dari modal awal, keuntungan dalam jual beli murâbaha memiliki kesamaan dengan kelebihan pada riba. Akan tetapi antara keduanya berbeda jauh dalam status hukum; keuntungan pada murâbaha (sama seperti keuntungan pada jual beli lainnya) dibolehkan secara hukum, sedang kelebihan pada riba diharamkan. Qasim bin 'Abdillah bin Amir 'Ali alQawnuniy, Anis al-Fuqaha, Jedah: Dar al-Wafa`, 1406 H, h. 214 22 Ensiklopedi Fiqh online, diakses dari www.fikihonline.co
16
Ulama Malikiyah mengemukakan rumusan definisi sebagai berikut: ”Jual beli barang dagangan sebesar harga pembelian disertai dengan tambahan sebagai keuntungan yang sama diketahui kedua pihak yang berakad . Sementara itu, ulama Syâfi’iyya mendefinisikan murabahah itu dengan: ”Jual beli dengan seumpama harga (awal), atau yang senilai dengannya, disertai dengan keuntungan yang didasarkan pada tiap bagiannya .23 Lebih
lanjut,
Imam
Syafi’i
berpendapat,
jika
seseorang
menujukkan suatu barang kepada orang lain dan berkata : ”belikan barang seperti ini untukku dan aku akan memberi mu keuntungan sekian . Kemudian orang itu pun membelinya, maka jual beli ini adalah sah. Imam Syafi’i menamai transaksi sejenis ini (murabahah yang dilakukan untuk pembelian secara pemesanan) dengan istilah al-murabahah li al-amir bi asy-syira .24 Menurut Ibnu Rusyd, sebagaimana dikutip oleh Syafi’i Antonio, mengatakan bahwa murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam jual beli jenis ini, penjual harus memberitahu harga barang yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. 25 Sedangkan menurut Zuhaily, transaksi murabahah adalah jual beli dengan harga awal ditambah dengan keuntungan tertentu.26
23 24
Ibid. M. Syaf ’i’i Antonio. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani.
h. 102. 25 26
Ibid., h. 103. Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Damascus: Dar al-Fikr,1997, h..
3765.
17
Dari rumusan para ulama definisi di atas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya murabahah tersebut adalah jual beli dengan kesepakatan pemberian keuntungan bagi si penjual dengan memperhatikan dan memperhitungkannya dari modal awal si penjual. Dalam hal ini yang menjadi unsur utama jual beli murabahah itu adalah adanya kesepakatan terhadap keuntungan. Keuntungan itu ditetapkan dan disepakati dengan memperhatikan modal si penjual. Keterbukaan dan kejujuran menjadi syarat utama terjadinya murabahah yang sesungguhnya. sehingga yang menjadi karakteristik dari murabahah adalah penjual harus memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.27 Murabahah dalam konsep perbankan syariah merupakan jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam jual beli murabahah penjual atau bank harus memberitahukan bahwa harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Aplikasi pembiayaan murabahah pada bank syariah maupun Baitul Mal Wa Tamwil dapat digunakan untuk pembelian barang konsumsi maupun barang dagangan (pembiayaan tambah modal) yang pembayarannya dapat dilakukan secara tangguh (jatuh tempo/angsuran). 28 Jadi singkatnya, murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati 27
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Mugtashid, Beirut : Lebanon : Dar alKutub Al-Ilmiyah, tt., h. 293. 28 Moh. Rifa’I, Konsep Perbankan Syariah, Semarang : CV. Wicaksana, 2002, h. 61.
18
oleh penjual dan pembeli. Dalam teknis perbankan syariah, akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam murabahah ditentukan require rate of profitnya (keuntungan yang ingin diperoleh).29 Dalam daftar istilah buku himpunan fatwa DSN (dewan Syariah Nasional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.30 2. Landasan Syariah Murabahah Secara syar'iy, keabsahan transaksi murabahah didasarkan pada beberapa nash al-Qur'an dan Sunnah. Landasan umumnya, termasuk jenis jual beli lainnya, terdapat dalam surat al-Baqara (2) ayat 275 : z`ÏB ß`»sÜø‹¤±9$# çmäܬ6y‚tFtƒ ”Ï%©!$# ãPqà)tƒ $yJx. žwÎ) tbqãBqà)tƒ Ÿw (#4qt/Ìh•9$# tbqè=à2ù'tƒ šúïÏ%©!$# ... ... (#4qt/Ìh•9$# tP§•ymur yìø‹t7ø9$# ª!$# ¨@ymr&ur 3 (#4qt/Ìh•9$# ã@÷WÏB ßìø‹t7ø9$# $yJ¯RÎ) (#þqä9$s% öNßg¯Rr'Î/ y7Ï9ºsŒ 4 Äb§yJø9$# ...4 Artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. . (QS. Al-Baqarah : 275).31 29
Berapa besar keuntungan tersebut dapat dinyatakan dalam nominal rupiah tertentu atau dalam bentuk persentase dari harga pembeliannya, seperti 10% atau 20%. Lihat Ir. Adiwarman Karim, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007, h.113. 30 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi Kedua, Jakarta : MUI, 31 Departemen Agama RI, Alqur an dan Terjemahnya, Jakarta : PT Intermasa, 1974, h. 69.
19
Dalam ayat ini, Allah swt mempertegas legalitas dan keabsahan jual beli, serta menolak dan melarang konsep ribawi. Berdasarkan ketentuan ini, jual beli murabahah mendapat pengakuan dan legalitas dari syara , dan sah untuk dioperasionalkan dalam praktik pembiayaan di bank syariah dan Baitul Mall wa Tamwil (BMT) karena ia merupakan salah satu bentuk jual beli dan tidak mengandung unsur ribawi. Kemudian di dalam surat An-Nisa ayat 29, yang berbunyi : ¸ot•»pgÏB šcqä3s? br& HwÎ) È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ Mà6oY÷•t/ Nä3s9ºuqøBr& (#þqè=à2ù's? Ÿw (#qãYtB#uä šúïÏ%©!$# g•ƒr'¯»tƒ ÇËÒÈ $VJŠÏmu‘ öNä3Î/ tb%x. ©!$# ¨bÎ) 4 öNä3|¡àÿRr& (#þqè=çFø)s? Ÿwur 4 öNä3ZÏiB <Ú#t•s? `tã Artinya :
hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka di antra kamu . (QS. An-Nisa : 29)32
Dalam literatur fiqh klasik, murabahah mengacu pada suatu penjualan yang pembayarannya ditangguhkan. Justru elemen pokok yang membedakannya dengan penjualan normal lainnya adalah penangguhan pembayaran itu. Pembayaran dilakukan dalam suatu jangka waktu yang disepakati, baik secara tunai maupun secara angsuran.33 Oleh karena itu, keberadaan murabahah juga didasarkan pada hadis yang menegaskan bahwa murabahah termasuk dalam ketegori perbuatan dianjurkan (diberkati). Hadis tersebut berbunyi :
32
Ibid, h. 122. Dr. Sami' Hamud menamai transaksi seperti ini dengan bay' al-murâbaha li al-amr bi al-syirâ` (penjualan dengan tingkat margin keuntungan tertentu kepada orang yang telah memberi order utnuk membeli). M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, Judul Asli: Towards a Just Monetary System, Penerj.: Ikhwan Abidin Basri, Jakarta: Gema Insani Press dan Tazkia Cendekia, 2000, h. 120 33
20
( Artinya :
)
Dari Shalih bin Shuhayb dari ayahnya, ia berkata: "Rasulullah SAW bersabda: "Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqâradha (mudhâraba ) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual . (HR. Ibn Mâja ).
Selanjutnya dalam kaidah ushul fiqh :
Artinya : pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh kecuali ada dalil yang mengharamkannya .
B. Rukun dan Syarat Murabahah 1. Rukun Murabahah Sebagai bagian dari jual beli, maka pada dasarnya rukun dan syarat jual beli murabahah juga sama dengan rukun dan syarat jual beli secara umum. Rukun jual beli menurut mazhab Hanafi adalah ijab dan qabul yang menunjukkan adanya pertukaran atau kegiatan saling memberi yang menempati kedudukan ijab dan qobul itu. 35 Sedangkan menurut jumhur ulama ada 4 rukun dalam jual beli itu, yaitu penjual, pembeli, sighat, serta barang atau sesuatu yang diakadkan.
34
Al-maktabah Asy-syamilah V-II, Kutubul al-Mutun : Sunan Ibnu Majah, Bab asSyirkah wa al-Mudharabah, Juz VII, h. 68, Nomor hadis 2280. 35 Wiroso, Op.Cit, h. 16.
21
Adapun untuk rukun jual beli murabahah itu sendiri antara lain :36 a. Penjual (Ba i) Adalah pihak bank atau BMT yang membiayai pembelian barang yang diperlukan oleh nasabah pemohon pembiayaan dengan sistem pembayaran yang ditangguhkan. Biasanya di dalam teknis aplikasinya bank atau BMT membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank atau BMT itu sendiri. 37 Walaupun terkadang bank atau BMT menggunakan media akad wakalah dalam pembelian barang, dimana si nasabah sendiri yang mebeli barang yang diinginkan atas nama bank. b. Pembeli (Musytari) Pembeli dalam pembiayaan murabahah adalah nasabah yang mengajukan permohonan pembiayaan ke bank atau BMT. c. Objek jual beli (Mabi ) Yang sering dilakukan dalam permohonan pembiayaan murabahah oleh sebagian besar nasabah adalah terhadap barang-barang yang bersifat konsumtif untuk pemenuhan kebutuhan produksi, seperti rumah, tanah, mobil, motor dan sebagainya.38
36
Muhammad, Model-Model Akad Pembiayaan di Bank Syariah (Panduan teknis pembuatan Akad/Perjanjian Pembiayaan Pada Bank Syariah), Yogyakarta : UII Press, 2009, h. 58. 37 Warkum Sumitro, Asas-asas Perbaknan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait (BUMI dan Takaful), Jakarta : PT Grafindo Persada, cet. Ke-1, 1996, h. 93. 38 Karnaen A. Perwata Atmadja dan M. Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta : Dana Bhakti wakaf, 1992, h. 25.
22
Walaupun demikian, ada rambu-rambu yang harus diperhatikan juga, bahwa benda atau barang yeng menjadi obyek akad mempunyai syaratsyarat yang harus dipenuhi menurut hukum Islam, antara lain : 1) Suci, maka tidak sah penjualan terhadap benda-benda najis seperti anjing, babi, dan sebagainya yang termasuk dalam kategori najis. 2) Manfaat menurut syara , dari ketentuan ini, maka tidak boleh jualbeli yang tidak diambil manfaatnya menurut syara’. 3) Jangan ditaklikan, dalam hal apabila dikaitkan atau digantungkan kepada hal-hal lain, seperti : ”jika Bapakku pergi, Ku jual kendaraan ini kepadamu”. 4) Tidak dibatasi waktu, dalam hal perkataan, ”saya jual kendaraan ini kepada Tuan selama satu tahun”. Maka penjualan tersebut tidak sah, sebab jual beli adalah salah satu sebab pemilikan secara penuh yang tidak dibatasi ketentuan syara’. 5) Dapat dipindahtangankan/diserahkan, karena memang dalam jualbeli,
barang
yang
menjadi
obyek
akad
harus
beralih
kepemilikannya dari penjual ke pembeli. Cepat atau pun lambatnya penyerahan, itu tergantung pada jarak atau tempat diserahkannya barang tersebut. 6) Milik sendiri, tidak dihalalkan menjual barang milik orang lain dengan tidak seizin dari pemilik barang tersebut. Sama halnya juga terhadap barang-barang yang baru akan menjadi miliknya.
23
7) Diketahui (dilihat), barang yang menjadi obyek jual beli harus diketahui spesifikasinya seperti banyaknya (kuantitas), ukurannya, modelnya, warnanya dan hal-hal lain yang terkait. Maka tidak sah jual beli yang menimbulkan keraguan salah satu pihak. 39 d. Harga (Tsaman) Harga dalam pembiayaan murabahah dianalogikan dengan pricing atau plafond pembiayaan. e. Ijab qobul. Dalam perbankan syariah ataupun Lembaga Keuangan Syariah (BMT), dimana segala operasionalnya mengacu pada hukum Islam, maka akad yang dilakukannya juga memilki konsekuensi duniawi dan ukhrawi. Dalam akad biasanya memuat tentang spesifikasi barang yang diinginkan nasabah, kesediaan pihak bank syariah atau BMT dalam pengadaan barang, juga pihak bank syariah atau BMT harus memberitahukan harga pokok pembelian dan jumlah keuntungan yang ditawarkan kepada nasabah (terjadi penawaran), kemudian penentuan lama angsuran apabila terdapat kesepakatan murabahah. 2. Syarat Murabahah Selain ada rukun dalam pembiayaan murabahah, juga terdapat syarat-syarat yang sekiranya menjadi pedoman dalam pembiayaan sekaligus sebagai identitas suatu produk dalam bank syariah atau BMT
39
Hendi Suhendi, fiqh Muamalah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, cet. Ke-1, 2002,
h. 71-72.
24
dengan perbankan konvensional. Syarat dari jual beli murabahah tersebut antara lain : a. Penjual memberi tahu harga pokok kepada calon pembeli. 40 Hal ini adalah logis, karena harga yang akan dibayar pembeli kedua atau nasabah didasarkan pada modal si pembeli awal / Bank atau BMT. b. Akad pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan. c. Akad harus bebas dari riba. d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian. e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya pembelian dilakukan secara hutang.
C. Jenis-jenis Murabahah Dalam konsep di perbankan syariah maupun di Lembaga Keuangan Syariah (BMT), jual beli murabahah dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :41 1. Murabahah tanpa pesanan Murabahah tanpa pesanan adalah jenis jual beli murabahah yang dilakukan dengan tidak melihat adanya nasabah yang memesan (mengajukan pembiayaan) atau tidak, sehingga penyediaan barang dilakukan oleh bank atau BMT sendiri dan dilakukan tidak terkait dengan jual beli murabahah sendiri.
40
Muhammd Ridwan, Konstruksi Bank Syariah di Indonesia, Yogyakarta : Pustaka SM,
2007, h. 79. 41
Wiroso, Op Cit, h. 37.
25
Dengan kata lain, dalam murabahah tanpa pesanan, bank syariah atau BMT menyediakan barang atau persediaan barang yang akan diperjualbelikan dilakukan tanpa memperhatikan ada nasabah yang membeli atau tidak. sebelum transaksi
42
sehingga proses pengadaan barang dilakukan
/ akad jual beli murabahah dilakukan. Pengadaan
barang yang dilakukan bank syariah atau BMT ini dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain : 1. Membeli barang jadi kepada produsen (prinsip murabahah). 2. Memesan kepada pembuat barang / produsen dengan pembayaran dilakukan secara keseluruhan setelah akad (Prinsip salam). 3. Memesan kepada pembuat barang / produsen dengan pembayaran yang dilakukan di depan, selama dalam masa pembuatan, atau setelah penyerahan barang (prinsip isthisna). 4. Merupakan
barang-barang
dari
persediaan
mudharabah
atau
musyarakah. Alur transaksi murabahah tanpa pesanan dapat dilihat dalam skema berikut :
42
Ibid, h. 39.
26
GAMBAR 2.1 Alur Murabahah Tanpa Pesanan
Sumber : Wiroso, Jual Beli Murabahah 2. Murabahah berdasarkan pesanan Sedangkan yang dimaksud dengan murabahah berdasarkan pesanan adalah jual beli murabahah yang dilakukan setelah ada pesanan dari
pemesan
atau
nasabah
yang
mengajukan
pembiayaan
murabahah. 43 Jadi dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank syariah atau BMT melakukan pengadaan barang dan melakukan transaksi jual beli setelah ada nasabah yang memesan untuk dibelikan barang atau asset sesuai dengan apa yang diinginkan nasabah tersebut. Alur transaksi murabahah berdasarkan pesanan dapat dilihat dari skema berikut :
43
Ibid, h. 41.
27
GAMBAR 2.2 Alur Murabahah Berdasarkan Pesanan
Sumber : Wiroso, Jual Beli Murabahah
D. Penerapan dan Skema Murabahah Murabahah merupakan skim fiqh yang paling populer diterapkan dalam perbankan syariah. Murabahah dalam perbankan syariah didefinisikan sebagai jasa pembiayaan dengan mengambil bentuk transaski jual beli barang antara bank dengan nasabah dengan cara pembayaran angsuran. Dalam perjanjian murabahah, bank membiayai pembelian barang atau asset yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli barang itu dari pemasok barang dan kemudian menjualnya kepada nasabah tersebut dengan menambahkan suatu mark-up atau margin keuntungan.44
44
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 1999, h. 64.
28
Murabahah sebagaimana yang diterapkan dalam perbankan syariah, pada prinsipnya didasarkan pada 2 (dua) elemen pokok, yaitu harga beli serta biaya yang terkait dan kesepakatan atas mark-up. Ciri dasar kontrak pembiayaan murabahah adalah sebagai berikut45 : a. Pembeli harus memiliki pengetahuan tentang biaya-biaya terkait dan harga pokok barang dan batas mark-up harus ditetapkan dalam bentuk persentase dari total harga plus biaya-biayanya. b. Apa yang dijual adalah barang atau komoditas dan dibayar dengan uang. c. Apa yang diperjual-belikan harus ada dan dimiliki oleh penjual atau wakilnya dan harus mampu menyerahkan barang itu kepada pembeli. d. Pembayarannya ditangguhkan. Bank-bank
syariah
umumnya
mengadopsi
murabahah
untuk
memberikan pembiayaan jangka pendek kepada para nasabah guna pembelian barang meskipun mungkin nasabah tidak memiliki uang untuk membayar. Kemudian Dalam prakteknya di perbankan Islam, sebagian besar kontrak murabahah yang dilakukan adalah dengan menggunakan sistem murabahah kepada pemesan pembelian (KPP). Hal ini dinamakan demikian karena pihak bank syariah semata-mata mengadakan barang atau asset untuk memenuhi kebutuhan nasabah yang memesannya. 46 Jadi secara umum, skema dari aplikasi murabahah ini sama dengan murabahah berdasarakan pesanan. (Lihat Gambar 2.2).
45 46
Abdullah saeed, Op Cit, h. 120. Muhammad Syafi’i Antonio, Op cit, h. 103.
29
Bank atau Lembaga Keuangan Syariah (BMT) bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari produsen (supplier) ditambah keuntungan. Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual tersebut dan jangka waktu pembayaran. Harga jual ini dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati, tidak dapat berubah selama berlaku akad. Barang atau objek harus diserahkan segera kepada nasabah, dan pembayarannya dilakukan secara tangguh.47 Terdapat juga pengembangan dari aplikasi pembiayaan murabahah dalam bank syariah atau BMT, yaitu dalam hal pengadaan barang. Dalam hal ini bank atau BMT menggunakan media akad wakalah untuk memberikan kuasa kepada nasabah untuk membeli barang atas nama bank kepada supplier atau pabrik. Skema pengembangan dengan akad wakalah dari pembiayaan murabahah adalah sebagai berikut : GAMBAR 2.3 Skema Pengembangan Murabahah
Sumber : Penjelasan Fatwa DSN-MUI 47
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi, Jakarta : Ekonisia, 2004, h. 63.
30
Dalam hal ini, apabila pihak bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga (supplier), maka kedua pihak harus menandatangani kesepakatan agency (agency contract), dimana pihak bank memberi otoritas kepada nasabah untuk menjadi agennya untuk membeli komoditas dari pihak ketiga atas nama bank, dengan kata lain nasabah menjadi wakil bank untuk membeli barang. Kepemilikan barang hanya sebatas sebagai agen dari pihak bank. Selanjutnya nasabah memberikan informasi kepada pihak bank bahwa Ia telah membeli barang, kemudian pihak bank menawarkan barang tersebut kepada nasabah dan terbentuklah kontrak jual beli. Sehingga barang pun beralih kepemilikan menjadi milik nasabah dengan segala resikonya.48
48
Penjelasan Fatwa DSN MUI No.4/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah.
31
BAB III GAMBARAN BMT ”NU SEJAHTERA”
A. Sejarah BMT “NU SEJAHTERA” Berawal dari keprihatinan terhadap kondisi perekonomian Indonesia yang sedang lesu pada saat itu, maka kaum Nahdliyin (NU) sebagai organisasi dengan basis kemasyarakatan yang besar, tersebar merata di seluruh penjuru nusantara dengan struktur organisasi yang tertata dan mengakar kuat, dengan jutaan umat pengikutnya dari berbagai kalangan. Maka dipandang perlu untuk membangun sebuah lembaga keuangan syariah yang mampu mengembangkan eknomi umatnya yang kebanyakan berada di level grass root (usaha mikro dan kecil). Kemudian pada pelaksanaan KONPERCAB NU Kota Semarang pada bulan Juli 2006, mengamanatkan agar pengurus cabang NU Kota Semarang mendirikan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS NU). Kemudian Pimpinan Cabang (PC) NU terpilih membentuk PC Lembaga Perekonomian, yang kemudian PC Lembaga Perekonomian Kota Semarang ini membentuk Koperasi NU Sejahtera (NUS) / KSU NUS. Namun karena semakin tinggi minat masyarakat untuk memanfaatkan jasa keuangan syariah yang merupakan konsekuensi logis semakin membaiknya pemahaman masyarakat terhadap ajaran Islam yang memberikan pedoman dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam berbisnis. Disisi lain,
32
minat masyarakat terhadap jasa keuangan syariah ini juga disebabkan karena beberapa keunggulan yang dimiliki oleh lembaga keuangan syariah itu sendiri yang tercermin dari prinsip-prinsip yang digunakan, khususnya prinsip yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kesetaraan. Maka, dalam kopersai NU Sejahtera ini, dibentuk Unit Keuangan Syariah yang dinamai BMT ”NU SEJAHTERA”. Sebagai kepastian hukum atas keberadaan lembaga yang diharapkan mampu menjadi pengayom dan pengembang perekonomian ummat dengan basis syariah. Berdasarkan Akta No. 180.08/315, tertanggal 5 Mei 2007 dibentuk badan hukum koperasi sebagai wadah dari BMT NU Sejahtera. PAD Badan Hukum ; 05/PAD/KDK.11/III/2009 tertanggal 16 maret 2009, dan Surat Ijin Usaha Simpan Pinjam Koperasi Nomor : 02/SISPK/ KDK.11 / I / 2010. Tanggal 11 Januari 2010.49 Untuk mendukung kegiatan kegiatan di BMT NU Sejahtera ,pelaksanaan operasional didampingi oleh Dewan Pengawas Syariah yang bertindak sebagai pengawas, penasehat, dan pemberi saran kepada Direksi, Direktur Operasional dan Pimpinan Kantor Cabang mengenai hal-hal yang terkait dengan prinsip syariah, khususnya memastikan bahwa seluruh produk dan jasa yang dipasarkan sesuai dengan ketentuan syariah. Dewan Pengawas Syariah adalah badan independen yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada bank.
49
Hasil wawancara dengan Bapak Idris Imron, S,IP, Manager HRD dan General affair BMT NU SEJAHTERA pada tanggal 18 Oktober 2010
33
B. Tujuan, Visi dan Misi BMT ”NU SEJAHTERA” Setiap organisasi atau perusahaan mana pun pasti memiliki tujuan serta visi dan misi, sehingga dengan tujuan, visi dan misi yang dimiliki, arah dan perkembangan dapat terarah. Begitu pun dengan BMT ”NU SEJAHTERA”, mempunyai tujuan dalam menentukan arah dan perkembangan BMT ”NU SEJAHTERA” itu sendiri. Ada pun yang menjadi tujuan dari BMT ”NU SEJAHTERA”, yaitu : 1. Meningkatkan pemberdayaan ekonomi ummat berdasarkan prinsip syariah yang amanah dan berkeadilan. 2. Mengembangkan ekonomi ummat dalam bentuk usaha mikro, kecil, dan menengah dengan berpegang pada prinsip syariah. 3. Meningkatkan pengetahuan ummat dalam pengelolaan keuangan yang bersih, jujur, dan transparan. 4. Meningkatkan semangat dan peran serta masyarakat dalam kegiatan BMT NU Sejahtera. Sedangkan yang menjadi visi dan misi dari BMT ”NU SEJAHTERA” ini, adalah, Visi,
Menjadi lembaga pemberdayaan ekonomi ummat yang
mandiri dengan landasan syariah . Kemudian Misi dari Lembaga Keuangan Syariah ini adalah : 1. Menjadi penyelenggaraan layanan keuangan syariah yang prima kepada anggota dan mitra usaha. 2. Menjadi model pengelolaan keuangan ummat yang efisien, efektif, transparan, dan profesional.
34
3. Mengembangkan jaring kerjasama ekonomi syariah. 4. Mengembangkan sistem ekonomi ummat yang berkeadilan sesuai syariah.
C. Struktur Organisasi BMT ”NU SEJAHTERA” Gambar 3.1 Bagan struktur Organisasi RAT
Direktur Utama
Dewan Pengawas Syari’ah Sekretaris Direktur
Direktur Operasional
General Manajer
Kepala Cabang
Account Officer
Kabag Ops
Kepala Cabang
Account Officer
Kepala Cabang
Kabag Ops
Account Officer
Kabag Ops
AAO AAO ARO Adm Adm AAO AAO ARO Adm Adm AAO AAO ARO Adm Adm
35
D. Produk Dan Jasa BMT ”NU SEJAHTERA” 1. Produk Perhimpunan Dana Ada beberapa produk atau pun layanan yang di miliki oleh BMT ”NU SEJAHTERA” dalam hal perhimpunan dana atau simpanan dana, antara lain produk simpanan yang dimilikinya, yaitu : a. Simpanan Wadi’ah Merupakan simpanan harian dengan setoran awal hanya Rp. 10.000; (sepuluh ribu rupiah) dana dapat disetor dan diambil setiap hari. b. Simpanan Pendidikan Merupakan simpanan harian khusus pelajar sekolah dengan setoran awal hanya Rp.2.000; (dua ribu rupiah) dan dapat disetor dan diambil setiap hari. c. Simpanan Berjangka Merupakan simpanan berjangka waktu 1, 3, 6, dan 12 bulan dengan nilai simpanan mulai dari Rp.1.000.000; (satu juta rupiah) dan tingkat bagi hasil yang sangat menguntungkan. Ditujukan bagi masyarakat yang ingin berinvestasi dalam jangka waktu tertentu. d. Simpanan Umroh dan Haji Ditujukan khusus bagi ummat yang ingin menunaikan ibadah umroh dan haji dengan setoran awal mulai dari Rp.1.000.000; (satu juta rupiah). Dapat melakukan setoran setiap hari.
36
e. Simpanan Pelunasan Haji Dikhususkan bagi calon haji untuk digunakan dalam pelunasan BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji) dengan setoran awal mulai dari Rp.10.000.000; (sepuluh juta rupiah).Sampai dengan sejumlah dana pelunasan yang besarannya ditentukan pemerintah. Mendapatkan pelayanan bimbingan ibadah haji dari KBIH-NU tanpa dikenakan biaya tambahan. f. Simpanan Qurban atau Hari Raya Dikhususkan bagi mitra yang hendak menunaikan ibadah qurban atau menyiapkan keperluan untuk Hari Raya dengan setoran awal mulai dari Rp.100.000; Setoran dapat dilakukan setiap hari tanpa dibatasi, sedangkan pengambilan dapat dilakukan pada saat akan menunaikan ibadah qurban atau menyiapkan keperluan hari raya. g. Zakat, Infaq, dan Shodaqoh Merupakan
salah
satu
bentuk
layanan
sosial
BMT
NU
SEJAHTERAuntuk mengelola dan menyalurkan dana ZIS ummat. 2. Produk Penyaluran Dana Untuk produk penyaluran dana atau pembiayaan, antara lain : a. Mudharabah ( Bagi Hasil ) Berupa tambahan modal kerja bagi pengembangan usaha mitra BMT NU Sejahtera. Keuntungan (hasil usaha)yang diperoleh dari tambahan modal kerja akan dibagi antara BMT NU ”SEJAHTERA” dan mitra usaha berdasarkan kesepakatan yang telah disetujui.
37
b. Murabahah Mendasarkan pada asas jual-beli, dengan BMT “NU SEJAHTERA” bertindak sebagai penjual dan mitra usaha sebagai pembeli. Harga jual ditentukan berdasarkan harga beli dasar ditambah mark-up sesuai dengan kesepakatan antara BMT “NU SEJAHTERA” dengan mitra usaha.
E. Aplikasi
Pelaksanaan
Pembiayaan
Murabahah
Di
BMT
”NU
SEJAHTERA” Salah satu keniscayaan dalam dunia perbankan maupun dalam lembaga keuanagan syariah atau BMT adalah melakukan kegiatan untuk mengelola dana nasabah (DPK) guna memperoleh keuntungan. Dari keuntungan tersebut, maka akan membagikannya kepada nasabah bagi hasil pada perbankan syariah. Dan masyarakat pun membutuhkan bank untuk memenuhi kebutuhan akan dana. Karena pada dasarnya, bank merupakan lembaga penghubung antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana. Transaksi pembiayaaan murabahah yang dilakukan di BMT NU Sejahtera, lebih sering digunakan untuk pembiayaan yang ditujukan kepada nasabah untuk tambahan modal kerja. Seperti pembiayaan untuk memperluas usaha.50
50
Hasil wawancara dengan Bapak Idris Imron, S,IP, Manager HRD dan General affair BMT NU SEJAHTERA pada tanggal 18 Oktober 2010.
38
GAMBAR 3.2 ALUR PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT NU SEJAHTERA MANGKANG SEMARANG
Nasabah mengajukan pembiayaan
Mengisi kelengkapan 1. formulir P.pembiayaan 2. kelengkapan Jaminan 3. kelengkapan pribadi
wawancara
Tolak
Terima
Penjadwalan akad
BMT : 1. siapkan kelengkapan akad 2.hitung biaya akad
Pemeliharan jaminan
Rakomdit (Rapat Komite Audit)
Bagian financing service menganalisa : 1.kemampuan q wawancara q slip gaji q penghasilan tambahan 2. kemauan q kelengkapan data q wawancara 3.agunan q hasil penilaian
Nasabah : 1. buka rekening tabungan 2. setor biaya pra realisasi
Proses administrasi keuangan
Akad
Pencairan pembiayaan
Pendebetan pembiayaan Nasabah setor angsuran / pelunasan
Pengkreditan pembiayaan
Sumber : Diolah
39
LAPORAN KEUANGAN
1. Nasabah yang ingin mengajukan pembiayaan datang ke BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang untuk mendapatkan informasi pembiayaan. Namun adakalanya dalam praktek yang dilakukan oleh BMT NU SEJAHTERA Mangkang, Semarang, mengunakan sistem ”jemput bola”. Jadi bagian marketing dari pihak BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang yang mendatangi calon nasabah yang ingin melakukan pengajuan pembiayaan murabahah.51 2. BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang memberikan syaratsyarat yang harus dipenuhi oleh nasabah untuk mendapatkan pembiayaan yang terdiri dari : a. Formulir Peromohonan Pembiayaan. b. Foto copy KTP Suami dan Isteri atau Wali. c. Foto copy Kartu Keluarga. d. Foto copy Jaminan (Warkah, BPKB disertai STNK, Sertifikat Tanah disertai SPPT). e. Foto copy legalitas badan usaha. f. Menjadi anggota mitra usaha. g. Membuka rekening simpanan. h. Bersedia menandatangani surat-surat terkait dengan pembiayaan. 3. Analisa pembiayaan oleh bagian pembiayaan dengan penilaian dari hasil wawancara, kelengkapan syarat-syarat, nilai agunan,dan hasil akhir (skor akhir) yang dilakukan oleh bagian marketing yang sekaligus sebagai 51
Hasil wawancara dengan Bapak Idris Imron, S,IP, Manager HRD dan General affair BMT NU SEJAHTERA pada tanggal 22 Oktober 2010.
40
surveyor. Sehingga dalam bagian ini dilakukan survey ke tempat calon nasabah yang mengajukan pembiayaan murabahah, untuk melihat untuk apa nasabah mengajukan permohonan pembiayaan murabahah, dan dalam tahapan survey ini juga terjadi proses tawar menawar marjin / keuntungan yang ingin diperoleh oleh BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang. 4. Setelah oleh surveyor direkomendasi, kemudian dilanjutkan ke Rapat Komite pembiayaan untuk dianalisa lebih lanjut. Rapat Komisi Pembiayaan ini dihadiri oleh : a. Manager Operasional, apabila pembiayaan yang diajukan berkisar antara 1 – 10 juta rupiah b. Kepala cabang, apabila pembiayaan yang diajukan berkisar antara 10 – 25 juta rupiah c. General Manager, apabila pembiayaan yang diajukan berkisar antara 25 – 50 juta rupiah. d. Direktur Operasional, apabila pembiayaan yang diajukan berkisar di atas 50 juta rupiah. 5. Jika permohonan diterima melalui Surat Keputusan Komite Pembiayaan, maka selanjutnya BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang memberikan informasi bahwa permohonan disetujui. Untuk selanjutnya dijadwalkan untuk akad (pengikatan). 6. Untuk pra akad, maka nasabah harus memenuhi persyaratan berikutnya yaitu membuka rekening tabungan dengan membayar biaya-biaya yang
41
telah ditetapkan oleh BMT, seperti biaya menjadi anggota di BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang. 7. Sedangkan untuk BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang, dalam pra akad ini mempersiapkan hal-hal yang terkait akad seperti : a. Pembukaan fasilitas nasabah b. Pemeliharaan jaminan c. Berkas-berkas untuk akad 8. Setelah kedua belah pihak memenuhi kewajiban masing-masing, kemudian dilanjutkan dengan perikatan (akad). 9. Proses selanjutnya adalah pencairan pembiayaan. Dana dicairkan melalui rekening nasabah. Dana yang ditransferkan ke rekening nasabah tersebut sudah termasuk dalam potongan untuk simpanan pokok. Dana yang ditransfer ke rekening nasabah ini sudah sepenuhnya mejadi tanggungan nasabah. Jadi dana terebut dipakai untuk membeli apa yang diajukan nasabah di awal permohonan pembiayaan murabahah dilakukan sendiri oleh nasabah tersebut.52 10. Proses berikutnya adalah proses akuntansi. Setelah akad selesai, kemudian oleh bagian akuntansi menyelesaikan administrasi keuangan dengan membuatkan nomor kode pembiayaan, serta memo pendebetan. 11. Teller memberikan bukti transfer ke bagian akuntansi untuk kemudian diproses sampai menjadi laporan keuangan.
52
Hasil wawancara dengan Bapak Idris Imron, S,IP, Manager HRD dan General affair BMT NU SEJAHTERA pada tanggal 23 Oktober 2010.
42
12. Untuk selanjutnya ketika nasabah melakukan pembayaran angsuran atau pelunasan, maka secara otomatis sistem akan mengkredit ke pembiayaan murabahah. 13. Untuk pengawasan lancar tidaknya pembayaran angsuran dilakukan oleh bagian administrasi dan pembiayaan. Seperti hasil wawancara yang dilakukan penulis , bahwa pembiayaan murabahah yang dilakukan di BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang adalah untuk perluasan usaha.
53
Sehingga dalam praktek
pembiayaan murabahah di BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang setelah dana di transfer ke rekening nasabah, maka sudah sepenuhnya menjadi urusan nasabah. Uang itu digunakan untuk tambahan modal kerja, seperti perluasan usaha, ataupun untuk pembelian kendaraan guna memperlancar usahanya bukan menjadi urusan dari pihak BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang. Pihak BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang hanya berhak menerima angsuran pelunasan pembiayaan murabahah ditambah dengan margin yang telah ditentukan dan disepakati oleh nasabah. Dalam penggunaan dana tersebut oleh nasabah, dilakukan setelah akad pembiayaan murabahah dilakuan. Dan dalam hal ini pula, hanya pengucapan secara lisan dari pihak BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang kepada nasabah untuk mengggunakan dana tersebut sesuai apa yang diajukan di awal permohonan pembiayaan muarabahah. Tidak ada penggunaan media
53
Hasil wawancara dengan bapak Subagyo, nasabah Pembiayaan murabahah BMT “NU SEJAHTERA” Mangkang Semarang, pada hari Senin 03 Januari 2011
43
wakalah yang tertulis dalam surat pelimpahan kekuasaan dari pihak BMT kepada nasabah dalam hal pembeliaan barang ini. Penentuan margin atau keuntungan di BMT ”NU SEJAHTERA” ditentukan dalam bentuk persentase, dimana margin yang ditentukan sampai batas minimal 2% per bulan untuk jangka waktu pembiayaan sampai dengan 3 tahun. 54 Berikut metode perhitungan jual beli murabahah di BMT ”NU SEJAHTERA” : ” Tuan Hafidh berkeinginan untuk membeli sebuah mobil bak untuk memudahkan usaha konveksinya. Untuk merealisasikan keinginannya itu, Ia mendatangi BMT NU SEJAHTERA dengan membwa daftar harga mobil sebesar Rp. 40.000.000,00. Permohonannya lalu disetjui oleh BMT NU SEHJAHTERA dan terjadilah akad murabahah dengan kedua belah pihak. ” Dengan harga mobil sebesar Rp. 40.000.000, serta biaya-biaya terkait sebesar Rp. 857.000, serta keuntungan margin yang disepakati dengan pihak BMT
NU
SEHJAHTERA
sebesar
2
%
perbulan.
Maka
metode
perhitungannya adalah : Ø Akad Pembiayaan
: Murabahah
Ø Harga Pokok Pembelian
: Rp. 40.000.000
Ø Biaya-biaya
: 1. Biaya Administrasi : Rp. 800.000
Ø Jangka Waktu Pembayaran
2. Materai 1 buah
: Rp. 7000
3. Biaya Akad
: Rp. 50.000
: 1 tahun (12 bulan)
54
Hasil wawancara dengan Bapak Idris Imron, S,IP, Manager HRD dan General affair BMT NU SEJAHTERA pada tanggal 23 Oktober 2010.
44
Ø Margin
: 2% / bulan
Ø Angsuran Pokok
: Rp. 40.000.000 = Rp. 3.333.333,33 12 (bulan)
Ø Margin
: 2% x Rp. 40.000.000 = Rp. 800.000 : Rp. 800.000 x 12 = Rp. 9.600.000
Ø Harga Jual
: Rp. 49.600.000,00
Kalau dirincikan, angsuran pembiayaan murabahah yang dilakukan di BMT “NU SEJAHTERA” adalah sebagaimana yang tertera dalam tabel Berikut ini : Tabel 4. 1 Tabel Angsuran Akad Murabahah Periode
Sisa
Angsuran
Angsuran
Angsuran
Pembiayaan
Pokok
Margin
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Jumlah
36.666.666,67 33.333.333,34 30.000.000,01 26.666.666,68 23.333.333,35 20.000.000,02 16.666.666,69 13.333.333,36 10.000.000,03 6.666.666,73 3.333.333,37 0,04
3.333.333,33 3.333.333,33 3.333.333,33 3.333.333,33 3.333.333,33 3.333.333,33 3.333.333,33 3.333.333,33 3.333.333,33 3.333.333,33 3.333.333,33 3.333.333,33 39.999.999,96
800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 9.600.000
Sumber : Data Skunder diolah
BAB IV
45
Jumlah
4.133.333,33 4.133.333 4.133.333 4.133.333 4.133.333 4.133.333 4.133.333 4.133.333 4.133.333 4.133.333 4.133.333 4.133.333 49.599.999,96
ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT ”NU SEJAHTERA” MANGKANG SEMARANG
A. Analisis Terhadap Akad Pembiyaan Murabahah di BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang Semarang Dikeluarkannya Undang-Undang No. 10 tahun 1998
tentang
Perbankan dan dikeluarkannya Fatwa Bunga Bank Haram dari MUI Tahun 2003 menyebabkan banyak bank yang menjalankan prinsip syariah. Seiring dengan hal ini, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) khususnya Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) juga semakin menunjukkan eksistensinya dengan melakukan penghimpunan dana dengan prinsip wadiah dan mudharabah dan penyaluran dana dengan prinsip bagi hasil, jual beli dan ijarah kepada masyarakat. Penyaluran dana dengan prinsip jual beli dilakukan dengan akad murabahah, salam, ataupun istishna. Penyaluran dana dengan prinsip jual beli murabahah bisa dikatakan adalah yang paling dominan dalam LKS. Bentuk-bentuk akad jual beli yang telah dibahas oleh para ulama dalam hukum Islam jumlahnya sangat banyak. Jumlahnya bisa mencapai belasan dan bahkan mancapai puluhan. Namun demikian, dari sejumlah akadakad tersebut, hanya ada tiga jenis jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syari'ah, yaitu murabahah, istishna’ dan salam.
46
Murabahah merupakan salah satu konsep Islam dalam melakukan perjanjian jual beli. Konsep ini telah banyak digunakan oleh bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan syariah untuk pembiayaan modal kerja dan pembiayaan perdagangan lainnya terhadap nasabah. Murabahah juga merupakan satu bentuk perjanjian jual beli yang harus tunduk pada kaidah dan hukum umum jual beli yang berlaku dalam mumalah islamiyah. 55 Secara konseptual, murabahah sebagai salah satu bentuk jual beli, sangat banyak dibicarakan oleh kalangan ulama fiqh dan secara operasional merupakan salah satu produk perbankan Islam di antara produk-produk yang lain. Dalam literatur hukum Islam (fiqh), murabahah merupakan salah satu bentuk transaksi jual beli amanah. Bentuk-bentuk Murabahah terlaksana antara penjual dan pembeli berdasarkan harga barang, harga asli pembelian penjual yang diketahui oleh pembeli dan keuntungan yang diambil oleh penjual pun diberitahukan kepada pembeli. Secara singkat dipahami bahwa pada dasarnya murabahah tersebut adalah jual beli dengan kesepakatan pemberian keuntungan bagi si penjual dengan memperhatikan dan memperhitungkannya dari modal awal si penjual. Tujuan diadakan analisis terhadap praktek pembiayaan murabahah adalah untuk mengetahui apakah akad dan praktek pembiayaan murabahah yang dilakukan BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang telah sesuai dengan ketentuan murabahah dalam hukum Islam yang telah dijabarkan oleh para Ulama salaf maupun khalaf. Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) 55
”NU
Muhammad, Sistem dan Prosedur dan Operasional Bank Syari'ah, Yogyakarta: UII Press, 2000, h.22.
47
SEJAHTERA” Mangkang Semarang, sebagai Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dalam lingkup mikro, dimana dalam segala bentuk operasionalnya didasarkan pada hukum Islam tentunya dituntut mampu untuk memberi suri tauladan pada Lembaga Keuangan yang lain serta kepada masyarakat pada umumnya. Di dalam akad pembiayaan murabahah di BMT ”NU SEJAHTERA” Mendasarkan pada asas jual-beli, dengan BMT ”NU SEJAHTERA” bertindak sebagai penjual dan mitra usaha sebagai pembeli atau nasabah. Harga jual ditentukan berdasarkan harga beli dasar ditambah mark-up sesuai dengan kesepakatan antara BMT ”NU SEJAHTERA” dengan mitra usaha. Hal ini merupakan pengertian pembiayaan murabahah yang merupakan jasa penyaluran dana yang dilakukan oleh BMT ”NU SEJAHTERA”. Mitra usaha atau nasabah yang akan mengajukan pembiayaan murabahah untuk membeli kendaraan bermotor untuk memperlancar usaha misalnya, datang kepada BMT ”NU SEJAHTERA” dengan mengajukan surat permohonan pembiayaan murbahah yang sekaligus di dalamnya tertera berapa harga kendaraan bermotor yang akan dibelinya. Kemudian seperti biasa BMT ”NU SEJAHTERA” memberikan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh nasabah untuk mendapatkan pembiayaan murabahah. Selanjutnya dari pihak BMT melakukan analisa pembiayaan yang dilakukan oleh bagian marketing yang kemudian direkomendasikan ke komite pembiayaan untuk disetujui. Apabila kemudian pembiayaan murabahah tersebut disetujui, maka nasabah dan pihak BMT ”NU SEJAHTERA”
48
melakukan persiapan untuk melakukan akad. Dalam akad inilah ditentukan jangka waktu atau lamanya pembayaran pembiayaan, harga pokok, dan margin atau keuntungan yang diinginkan oleh pihak BMT berdasarkan kesepakatan dengan nasabah, serta penarikan jaminan. Secara umum, data tersebut di atas telah memenuhi rukun dan syarat jual beli murabahah, adapun rukun dan akad murabahah tersebut adalah : a. Pembeli Nasabah yang mengajukan pembiayaan murabahah kepada BMT ”NU SEJAHTERA”. praktek pembiayaan murabahah yang dilakukan lebih banyak kepada nasabah yang ingin melakukan tambahan modal kerja. Seperti yang dilakukan oleh Tuan Hafidh. 56 b. Penjual Pihak BMT ”NU SEJAHTERA bertindak sebagai penjual dalam pembiayaan murabahah. Akan tetapi dalam prakteknya, pihak BMT lebih kepada penyedia modal atau dana. c. Barang atau Obyek akad Pembiayaan murabahah dalam praktek di BMT NU SEJAHTERA yang mayoritas untuk tambahan modal kerja, lebih sering diajukan untuk
56
Murabahah modal kerja adalah akad jual beli antara bank selaku penyedia barang dengan nasabah selaku pemesan untuk membeli barang. Dari transaksi tersebut bank mendapatkan keuntungan jual beli yang disepakati bersama. Lihat Arison Hendry, Perbankan Syari'ah: Perspektif Praktisi, Jakarta: Mu'amalat Institute, 1999, h. 43.
49
pembelian kendaraan bermotor untuk pemenuhan dan kelancaran usaha dari nasabah yang mengajukan pembiayaan.57 d. Modal BMT selaku pihak yang menyediakan modal terhadap pengajuan pembiayaan murabahah yang dilakukan oleh seorang nasabah. e. Sighat atau Ijab qobul Pernyataan untuk mengikatkan diri merupakan unsur terpenting, karena dengan adanya unsur ini dapat diketahui maksud dan tujuan dari pihak BMT dan nasabah. Akad murabahah yang terjadi di BMT ”NU SEJAHTERA” dengan nasabah memang telah memenuhi syarat dan rukun jual beli murabahah. Akan tetapi apabila dilihat lebih jauh ada beberapa perbedaan yang membedakan praktek murabahah dengan pengertian murabahah dalam pandangan hukum Islam. Yang membedakannya sejauh pengamatan penulis adalah dalam hal penulisan redaksi dalam surat realisasi akad pembiayaan murabahah di BMT ”NU SEJAHTERA”. Dalam surat realisasi akad pembiayaan murabahah tersebut, terdapat penggunaan redaksi Shahibul Maal dan Mudhorib, yang kita ketahui bahwa kedua redaksi tersebut adalah redaksi dalam mudhorabah. Penggunaan kedua redaksi tersebut tertulis secara jelas dalam perjanjian murabahah dimana dalam rukun jual beli murabah, yaitu penjual yang dalam hal ini BMT ”NU SEJAHTERA”disebut sebagai pihak pertama atau shohibul Maal dan pembeli yang dalam hal ini adalah nasabah pemohon 57
Wawancara yang dilakukan oleh Bapak Munawir, selaku nasabah pembiayaan Murabahah BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang, pada hari Selasa tanggal 04 Januari 2011.
50
pengajuan pembiayaan murabahah disebut sebagai pihak kedua atau Mudhorib. Sehingga penggunaan kedua redaksi tersebut digunakan terus dalam pasal-pasal di surat realisasi akad pembiayaan murabahah. Hal ini tidak sejalan dengan konsep transaksi awal yang menggunakan pembiayaan murabahah. Pada prakteknya sebagaimana tertuang dalam surat keputusan komite pembiayaan yang sepenuhnya menggunakan konsep murabahah. Karena dalam surat keputusan komite pembiayaan tersebut tertulis berbagai ketentuan-ketentuan pembiayaan murabahah yang disetujui oleh rapat komite pembiayaan, seperti jangka waktu pembiayaan, plafon pembiayaan dan margin keuntungan yang diharapkan oleh pihak BMT ”NU SEJAHTERA”. Begitupun juga terulang dalam pasal-pasal perjanjian murabahah. Dalam pasal 1 tentang pembayaran dan penggunaannya perjanjian murabahah tertulis, ”pihak kedua (mudhorib) dengan ini mengakui dengan sebenarnya dan secara sah telah menerima atau akan menerima pembiayaan, karenanya pihak kedua (mudhorib) dengan ini menyatakan secara sah berhutang kepada pihak pertama (Shohibul Maal) uang sejumlah sebagaimana disebutkan dalam surat keputusan komite pembiayaan (SKKP) yang terdiri dari jumlah pokok yang diterima / atau yang dibayar ditambah margin keuntungan jual beli ditetapkan oleh pihak pertama (Shohibul Maal) (untuk selanjutnya disebut ’Pembiayaan’)……… ”. Dari keterangan ini dapat kita simpulkan awal, bahwa terdpaat ketidaksesuaian antara akad transaksi awal dengan praktek ketika transaksi itu berla gsung. Yaitu penggunaan redaksi shohibul Maal dan Mudhorib yang
51
memposisikan bahwasanya akad ini menggunakan sistem mudharabah, tetapi pada praktiknya yang tertuang dalam Surat Keputusan Komite Pembiaayaan dan Perjanjian Murabahah yang tertuang dalam pasal-pasalnya menggunakan sistem murabahah. Ketidaksesuaian antara konsep awal dengan praktek sebenarnya sudah diakomodir oleh Ulama fiqh sebagaimana tertuang dalam kaidah :
Artinya : ”yang dianggap (dinilai) dalam akad (perjanjian) adalah maksudmaksud dan makna-makna bukan lafaz-lafaz dan bentuk-bentuk perkataan ”.58 Kaidah ini pada dasarnya sebagai kaidah turunan dari kaidah utama :
Artinya : ”segala sesuatu tergantung niatnya”59 Berkaitan dengan permasalahan ini, yakni penyimpangan bentuk redaksi awal dengan prakteknya. Sesuai dengan kaidah di atas maka yang dijadikan pedoman adalah substansinya, yakni esensi dari transaksi tersebut. Sekalipun tertulis dalam perjanjian murabahah ini tertulis menggunakan redaksi Shohibull Maal dan Mudhorib, dimana kedua redaksi ini merupakan rukun dari mudharabah, akan tetapi konsekuensinya tetap dihukumi murabahah, karena pada hakikatnya sesuai dengan kaidah ini yang menjadi
58
Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh (Sejarah dan Kaidah Asasi), Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002, h. 108 lihat juga dalam Abdul Ghofur Anshory & Yulkarnain Harahab, Hukum Islam Dinamika Dan Perkembangannya Di Indonesia, Yogyakarta : Kreasi Total Media, 2008, h. 196 59 Ibid.
52
pegangan atau dipakai dalam sebuah transaksi adalah maksud dan maknanya, bukan lafazh dan bentuknya. Maka konsekuensinya akad tersebut sejatinya dihukumi dengan akad murabahah bukan dengan akad mudharabah, karena dalam prakteknya menggunakan murabahah. Dan implikasi hukum selanjutnya apabila terjadi penyimpangan atau penyelewengan maka yang dipakai adalah menggunakan sistem murabahah.
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah di BMT NU SEJAHTERA Mangkang Semarang Sebagaimana diketahui, bahwa pada dasarnya murabahah adalah jual beli dengan kesepakatan pemberian keuntungan bagi si penjual dengan memperhatikan dan memperhitungkannya dari modal awal si penjual. Dalam hal ini yang menjadi unsur utama jual beli murabahah itu adalah adanya kesepakatan terhadap keuntungan. Keuntungan itu ditetapkan dan disepakati dengan memperhatikan modal si penjual. Keterbukaan dan kejujuran menjadi syarat utama terjadinya murabahah yang sesungguhnya. sehingga yang menjadi karakteristik dari murabahah adalah penjual harus memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.60 Salah satu skim fiqh yang paling populer diterapkan dalam perbankan syariah atau pun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) adalah skim 60
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Mugtashid, Beirut : Lebanon : Dar alKutub Al-Ilmiyah, tt., h. 293.
53
jual beli murabahah. Murabahah dalam perbankan syariah didefinisikan sebagai jasa pembiayaan dengan mengambil bentuk transaski jual beli barang antara bank dengan nasabah dengan cara pembayaran angsuran. Dalam perjanjian murabahah, bank membiayai pembelian barang atau asset yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli barang itu dari pemasok barang dan kemudian menjualnya kepada nasabah tersebut dengan menambahkan suatu mark-up atau margin keuntungan.61 Murabahah sebagaimana yang diterapkan dalam LKS, pada prinsipnya didasarkan pada 2 (dua) elemen pokok, yaitu harga beli serta biaya yang terkait dan kesepakatan atas mark-up. Ciri dasar kontrak pembiayaan murabahah adalah sebagai berikut62 : 1. Pembeli harus memiliki pengetahuan tentang biaya-biaya terkait dan harga pokok barang dan batas mark-up harus ditetapkan dalam bentuk persentase dari total harga plus biaya-biayanya. 2. Apa yang dijual adalah barang atau komoditas dan dibayar dengan uang. 3. Apa yang diperjual-belikan harus ada dan dimiliki oleh penjual atau wakilnya dan harus mampu menyerahkan barang itu kepada pembeli. 4. Pembayarannya ditangguhkan. Praktek pelaksanaan pembiayaan murabahah di BMT seperti hasil wawancara yang dilakukan penulis, bahwa pembiayaan murabahah yang dilakukan di BMT ”NU SEJAHTERA” adalah untuk perluasan usaha, tambahan modal kerja. Sehingga dalam praktek pembiayaan murabahah di 61 62
Sutan Remy Sjahdeini, Op Cit, h. 64. Abdullah Saeed, Op Cit,, h. 120.
54
BMT ”NU SEJAHTERA” setelah dana di transfer ke rekening nasabah, maka sudah sepenuhnya menjadi urusan nasabah. Uang itu digunakan untuk tambahan modal kerja, seperti perluasan usaha, ataupun untuk pembelian kendaraan guna memperlancar usahanya bukan menjadi urusan dari pihak BMT NU SEHATERA. Pihak BMT NU SEJAHTERA hanya berhak menerima angsuran pelunasan pembiayaan murabahah ditambah dengan margin yang telah ditentukan dan disepakati oleh nasabah. 63 Jadi setelah akad dilakukan, seperti penentuan jangka waktu pembayaran, margin / keuntungan yang disepakati kedua belah pihak, serta biaya-biaya lain sperti simpanan pokok yang harus dibayarkan nasabah permohonan pembiayaan kepada pihak BMT. Maka dana ditransfer ke rekening nasabah yang telah dibuka sebelum akad. Pengadaan barang atau pembelian barang dilakukan sendiri oleh nasabah dan atas nasabah sendiri. Jika ditelaah lebih lanjut, pengertian murabahah dalam aplikasi di perbankan syraiah atau pun lembaga keuangan syariah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih tinggi sebagai laba. Bank syariah maupun lembaga keuangan syariah aharus memberitahukan secara jujur harga pokok barang tersebut dan tambahan atas besar biaya yang dikeluarkan. Kalaupun memang bank atau Lembaga keuangan syariah, dalam hal pengadaan barang itu dilakukan sendiri oleh nasabah, maka bank atau Lembaga Keuangan Syariah menggunakan media akad wakalah untuk 63
Hasil Wawancara dengan Bapak Hafidh, nasabah pembiayaan murabahah pada hari selasa tanggal 04 Januari 2011.
55
memberikan kuasa kepada nasabah untuk membeli barang atas nama bank kepada supplier atau pabrik. Akan tetapi, yang menjadi catatan penting bahwa dalam menggunakan media akad wakalah, akad jual beli murabahah harus dilakukan jika barang tersebut secara prinsip telah menjadi milik bank atau lembaga keuangan syariah. Hal ini bertujuan agar jangan sampai bank atau lembaga keuangan syariah menjual apa yang tidak ada padanya. Dari gambaran praktek pembiayaan murabahah di BMT ”NU SEJAHTERA”. Terlihat sedikit ada perbedaan, terutama dalam hal pengadaan barang. Setelah akad dilakukan antara pihak BMT dan nasabah, maka sudah bukan menjadi urusan BMT lagi, bahwa dana yang ditransfer ke rekening nasabah sudah menjadi tanggungan nasabah untuk membeli barang guna memperlancar usaha misalnya. Jadi pada saat akad murabahah dilakukan dengan nasabah secara prinsip barang belum menjadi milik bank. Hal ini jelas menyalahi aturan hukum Islam, karena menjual sesuatu yang tidak dimilki, sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
(
)
Artinya : “Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak engkau miliki” (HR. Ibnu Majah).
Masalah lain melihat praktek pembiayaan murabahah di BMT ”NU SEJAHTERA”, adalah dalam metode penentuan harga jual murabahah di BMT ”NU SEJAHTERA” yang menggunkan metode keuntungan flat dimana perhitungan mark-up atau margin keuntungan terhadap nilai harga pokok
56
pembiayaan secara tetap dari satu periode ke periode lainnya, walaupun baki debetnya menurun sebagai akibat dari adanya angsuran harga pokok. Di bawah ini akan dijelaskan kembali seperti yang tertulis pada BAB III, contoh jual beli murabahah yang dilakukan oleh BMT ”NU SEJAHTERA” : ” Tuan Hafidh berkeinginan untuk membeli sebuah mobil bak untuk memudahkan usaha konveksinya. Untuk merealisasikan keinginannya itu, Ia mendatangi BMT NU SEJAHTERA dengan membwa daftar harga mobil sebesar Rp. 40.000.000,00. Permohonannya lalu disetjui oleh BMT NU SEHJAHTERA dan terjadilah akad murabahah dengan kedua belah pihak. ” Dengan harga mobil sebesar Rp. 40.000.000, serta biaya-biaya terkait sebesar Rp. 857.000, serta keuntungan margin yang disepakati dengan pihak BMT
NU
SEHJAHTERA
sebesar
2
%
perbulan.
Maka
perhitungannya adalah : Ø Akad Pembiayaan
: Murabahah
Ø Harga Pokok Pembelian
: Rp. 40.000.000
Ø Biaya-biaya
: 1. Biaya Administrasi : Rp. 800.000 2. Materai 1 buah
: Rp. 7000
3. Biaya Akad
: Rp. 50.000
Ø Jangka Waktu Pembayaran
: 1 tahun (12 bulan)
Ø Margin
: 2%
Ø Angsuran Pokok
: Rp. 40.000.000 = Rp. 3.333.333,33 12 (bulan)
Ø Margin
: 2% x Rp. 40.000.000 = Rp. 800.000 : Rp. 800.000 x 12 = Rp. 9.600.000
57
metode
Ø Harga Jual
: Rp. 49.600.000,00
Kalau dirincikan, angsuran pembiayaan murabahah yang dilakukan di BMT NU SEJAHTERA adalah sebagaimana yang tertera dalam tabel Berikut ini : Tabel 4. 1 Tabel Angsuran Akad Murabahah Periode
Sisa
Angsuran
Angsuran
Angsuran
Pembiayaan
Pokok
Margin
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Jumlah
36.666.666,67 33.333.333,34 30.000.000,01 26.666.666,68 23.333.333,35 20.000.000,02 16.666.666,69 13.333.333,36 10.000.000,03 6.666.666,73 3.333.333,37 0,04
3.333.333,33 3.333.333,33 3.333.333,33 3.333.333,33 3.333.333,33 3.333.333,33 3.333.333,33 3.333.333,33 3.333.333,33 3.333.333,33 3.333.333,33 3.333.333,33 39.999.999,96
800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 9.600.000
Jumlah
4.133.333,33 4.133.333 4.133.333 4.133.333 4.133.333 4.133.333 4.133.333 4.133.333 4.133.333 4.133.333 4.133.333 4.133.333 49.599.999,96
Sumber : Data Skunder diolah Jika dilihat dari penentuan harga jual beli murabahah oleh BMT ”NU SEJAHTERA” di atas, paradigma yang dimiliki masih menggunakan prinsipprinsip
sama dengan paradigma yang ada pada bank konvensional,
diantaranya misalnya : 1. Penetapan
margin/keuntungan
yang
dilakukan
oleh
BMT
NU
SEJAHTERA masih mengunakan fixed rate dengan metode flate rate dimana penetapan margin dan hutang pokok yang dibebankan setiap bulan
58
adalah sama sehingga pembayaran total cicilan setiap bulan besarnya tetap sampai selesai. 2. Penetapan harga jual murabahah pada BMT ”NU SEJAHTERA” memberikan beban keuntungan yang harus diberikan untuk pemegang saham dan dana pihak ketiga kepada nasabah pembiayaannya. Dimana operasional BMT ”NU SEJAHTERA” lebih dominan bertumpu pada selisih keuntungan. Padahal besar atau kecilnya keuntungan, para nasabah pembiayaan, menerima beban bagi hasil atas keuntungan nasabah penyimpan dan pemilik saham yang seharusnya ditanggung oleh BMT baik dalam keadaan untung maupun rugi. 3. Penetapan margin yang dilakukan BMT ”NU SEJAHTERA” masih tergantung pada kebutuhan untuk memperoleh keuntungan riil sehingga dapat memberikan beban keuntungan yang harus diberikan kepada dana pihak ketiga dan pemegang saham. Margin murabahah sangat penting dalam BMT. Perkembangan BMT tidak luput dari perkembangan produk-produk BMT itu sendiri. Akan tetapi dalam mengembangkan produknya BMT dituntut untuk selalu mengacu pada hukum Islam. Penentuan margin murabahah dianggap salah satu satu penyebab penyimpangan ajaran Islam. Bank-bank Islam beranggapan bahwa Al Qur'an menghalalkan perdagangan, yaitu jual beli dengan laba, dan murabahah termasuk jual beli dengan laba. Mengingat tidak ada pembatasan dalam jumlah tertentu atas keuntungan yang diperoleh dari suatu perdagangan, maka
59
bank-bank syariah secara teori dengan bebas menentukan berapapun margin (keuntungan) dari kontrak murabahah.64 Wiroso dalam bukunya Jual Beli Murabahah 65 , mengatakan belum ditemukan dan belum ada rumus baku perhitungan keuntungan murabahah. Bank syariah ataupun BMT dalam menentukan keuntungan murabahah masih menggunakan pendekatan base landing rate bank konvensional yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Perhitungan keuntungan dengan cara sistem flate rate, dengan sistem anuitas yang dipergunakan oleh bank konvensional untuk menghitung bunga kreditnya saat ini merupakan teknik matematik dan teknik ini digunakan dalam menghitung keuntungan murabahah.66 Namun demikian, menurut penulis, penentuan harga jual produkproduk bank syariah harus tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan yang dibenarkan menurut syariah. Oleh karena itu BMT perlu menetapkan metode yang tepat dan efisien agar kemasan produk murabahah dapat memberikan keuntungan secara adil antara pihak bank syari’ah dengan nasabah pembiayaan murabahah. Penetapan harga jual murabahah, sebaiknya dapat dilakukan dengan cara Rasulullah ketika berdagang. Cara ini dapat dipakai sebagai salah satu metode bank syariah atau BMT dalam menentukan harga jual produk
64
Pembiayaan murabahah merupakan salah satu bentuk Natural Certainty Contract, yaitu kontrak dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing). Selain murabahah, Ijarah juga termasuk dalam bentuk ini. Lihat Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta : IIIT Indonesia, 2003, h. 51. 65 Wiroso, Op Cit,, h. 78 66 Ibid, h. 79
60
murabahah. Cara Rasulullah dalam menentukan harga penjualan adalah menjelaskan harga belinya, berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk setiap komoditas dan berapa keuntungan wajar yang diinginkan. Cara penetapan harga jual tersebut berdasarkan cost plus mark up. 67 Secara matematis, menurut Muhamad68 harga jual murabahah dengan metode cost plus mark-up dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Harga Jual
= Harga Beli + Cost Recovery + Keuntungan
Cost Recovery
=
Margin
= Cost Recovery + Keuntungan x 100% Harga Beli
Estimasi Biaya Operasi Target Volume Pembiayaan
Cost Recovery adalah bagian dari estimasi biaya operasi bank syariah atau BMT yang dibebankan kepada harga beli/total pembiayaan. Cost Recovery tersebut bisa didekati dengan membagi estimasi biaya operasi dengan target volume pembiayaan murabahah, kemudian ditambahkan dengan harga beli dari suppliyer dan keuntungan yang diinginkan sehingga didapatkan harga jual. Sedangkan margin murabahah didapat dari cost recovery ditambah keuntungan dibagi dengan harga beli. Persentase margin di atas dapat dibandingkan dengan suku bunga. Jadi, suku bunga hanya dijadikan sebagai benchmark. Agar pembiayaan murabahah lebih kompetitif, margin murabahah tersebut harus lebih kecil dari bunga pinjaman. Jika masih lebih besar, maka yang harus dimainkan adalah dengan memperkecil cost recovery dan
67 68
Slamet Wiyono. 2005. Akuntansi Perbankan Syari ah. Jakarta: PT. Grasindo. h. 89. Muhamad. 2005. Manajemen Bank Syari ah. Yogyakarta: UPP AMPYKPN. h. 140.
61
keuntungan yang diharapkan. 69 Dengan metode ini, diharapkan keuntungan bank syari’ah akan meningkat meskipun dengan profit margin yang lebih kecil jika dibandingkan dengan bunga pinjaman bank konvensional. Hal lain yang perlu dicatat bahwa hasil perhitungan margin yang dicantumkan dalam kontrak pembiayaan murabahah dinyatakan dalam angka nominal, bukan bentuk persentasenya. Selanjutnya yang dapat dilihat dari praktek pembiayaan murabahah di BMT ”NU SEJAHTERA” adalah adanya jaminan dalam pembiayaan murabahah ini. Dalam surat perjanjian murabahah tertulis klausul-klausul yang menekankan pentingnya sebuah jaminan. Pada dasarnya jaminan bukanlah rukun atau syarat yang mutlak harus dipenuhi, melainkan sebagai cara untuk memastikan bahwa tidak ada hak-hak dari pihak BMT yang dihilangkan. Substansi mendasar pada jual beli murabahah adalah unsur saling percaya (
) dalam pelaksanaannya. Di mana si pembeli percaya penuh
terhadap penjelasan yang disampaikan si penjual tentang harga awal atau modalnya, tanpa menuntut pembuktian dan sumpah. Oleh karena itu keabsahan jual beli tersebut sangat ditentukan oleh terpeliharanya akad dari pengkhianatan dan sebab-sebab lain yang bisa mengantarkan kepada pengkhianatan dan permusuhan, dan hal itu bersifat wajib. Oleh karena itu,
69
Ibid. h. 141.
62
perwujudan amanah tersebut bisa dilakukan dengan menjelaskan segala sesuatu yang memang wajib untuk dijelaskan.70 Hal lain yang ada kaitannya dengan amanah pada murabahah adalah jaminan, pelunasan utang dan pailit yang dialami pemesan. Walau tidak menjadi rukun, pihak penjual (penyedia pembiayaan atau BMT) dapat meminta si pemesan (pemohon atau nasabah) untuk menyerahkan jaminan (rahn). Dalam pelaksanaannya, barang yang dipesan itu sendiri juga bisa dijadikan jaminan. 71 Pembolehan jaminan pada jual beli murabahah dapat disandarkan pada kebolehan melakukan jual beli panjar (bay al- urban). Sehubungan dengan pembiayaan yang dilaksanakan pada lembaga keuangan syari’ah saat ini, seperti dijelaskan Ah. Azharuddin Lathif, 72 para ahli hukum Islam kontemprer, di antaranya adalah Muhammad Abdul Mun'im Abu Zaid dalam bukunya Nahwa Tathwiri Nidhami al-Mudharabah fi alMasharif al-Islamiyah, menyatakan bahwa jaminan untuk pembiayaan, seperti mudhâraba , dalam praktek perbankan syari'ah diperbolehkan dan sangat penting keberadaannya atas dasar 2 (dua) alasan berikut ini: Pertama, pada konteks perbankan syariah atau BMT saat ini pembiayaan yang dilakukan berbeda dengan pembiayaan tradisional yang hanya melibatkan dua pihak, di mana keduanya sudah saling bertemu secara langung (mubasyarah) dan mengenal satu dengan lainnya. Sementara praktek 70
Muhy al-Din bin Syaraf al-Nawawiy, Rawdhah al-Thalibin wa 'Umdah al-Muftiyyin, Beirut: al-Maktab al-Islamiy, 1405 H, Juz 3, h. 529 71 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah; Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, h. 105 72 Ah. Azharuddin Lathif, Penerapan Hukum Jaminan dalam Pembiayaan di Perbankan Syari'ah, dalam: http://himawarief.blogspot.com/2010/01/blog-post.html, diakses: Jum’at, 05 Oktober 2010
63
pembiayaan di perbankan syariah atau BMT saat ini, berfungsi sebagai lembaga intermediari mengelola dana nasabah yang jumlahnya banyak kepada pengguna pembiayaan, dan nasabah yang jumlahnya banyak tersebut tidak bertemu langsung dengan pengguna pembiayaan sehingga mereka tidak bisa mengetahui dengan pasti kredibilitas dan kapabilitasnya. Oleh karena itu, untuk menjaga kepercayaan dari nasabah investor, bank syariah atau BMT harus menerapkan asas prudential, di antaranya dengan mengenakan jaminan kepada nasabah penerima pembiayaan. Kedua, situasi dan kondisi masyarakat saat ini telah berubah dalam hal komitmen terhadap nilai-nilai akhlak yang luhur, seperti kepercayaan (trust) dan kejujuran. Berkaitan dengan hal ini, Abdul Mun'im Abu Zaid dalam karyanya yang lain “al-Dhaman fi al-Fiqh al-Islamy” juga menyatakan bahwa faktor terbesar yang menjadi hambatan perkembangan Perbankan Syariah atau BMT, khususnya dalam bidang investasi adalah rendahnya moralitas para nasabah penerima dana pembiayaan dalam hal kejujuran (alshidq) dan memegang amanah (al-amanah). Oleh sebab itu, larangan jaminan dalam mudharabah karena bertentangan dengan prinsip dasarnya yang bersifat amanah bisa berubah karena adanya perubahan kondisi obyektif masyarakat dalam bidang moralitas. sesuai dengan kaidah al hukmu yaduru ma'a illat wujudan wa 'adaman. Artinya: Keberadaan hukum ditentukan oleh ada atau tidaknya 'illat (alasan). Jika 'illat berubah maka akibat hukumnya pun berubah. Namun demikian, meskipun jaminan tersebut dalam praktek perbankan saat ini diperbolehkan, tetapi disyaratkan bahwa jaminan itu harus
64
didasarkan pada tujuan menjaga agar tidak terjadi moral hazard berupa penyimpangan oleh penerima pembiayaan (taqshir al-amiil), bukan bertujuan mengembalikan modal bank atau sebagai ganti rugi (dhaman) atas kegagalan usaha secara mutlak. Oleh karena itu, jaminan hanya dapat dicairkan apabila penerima pembiayaan terbukti melakukan pelanggaran (ta'addi), kelalaian (taqshir), atau menyalahi kesepakatan yang telah ditentukan (mukhalafatu alsyurut). Di samping itu, kewajiban adanya jaminan dalam pembiayaan pada lembaga keuangan syariah tidak harus dibebankan kepada mudharib saja, tetapi bank dapat meminta jaminan kepada pihak ketiga yang akan menjamin penerima pembiayaan kalau melakukan kesalahan. Pelunasan utang dilakukan sesuai dengan kesepakatan awal. Segala tindakan yang dilakukan pemesan terhadap barang yang dibelinya, sebelum utangnya lunas (seperti menjualnya), tidak mempengaruhi beban utangnya. Kalau ia menunda pelunasan tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan dan ia termasuk mampu secara ekonomis, maka pihak penjual dapat memaksanya secara hukum dengan mengajukan perkaranya ke Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah. Dalam hal ia pailit atau bangkrut, maka pihak penjual (kreditur) harus menunda tagihannya sampai ia sanggup membayarnya, sejalan dengan surat al-Baqara (2) ayat 280 berikut :
Artinya :
73
Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui . (QS. Al-Baqarah : 280)73
Departemen Agama RI, Alqur an dan Terjemahnya, Jakarta : PT Intermasa, 1974, h.
70.
65
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah melakukan pembahasan dan upaya yang panjang, maka sampai pada bab terakhir yang merupakan sari pati dari pembahasan penelitian ini. Pada bab ini akan penulis ketengahkan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Akad dalam transaksi Murabahah di BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang yang walaupun menggunakan redaksi shohibul Maal dan Mudhorib tidak menghilangkan esensi dari transaksi murabahah tersebut. Karena menurut kaidah :
Artinya : ”yang dianggap (dinilai) dalam akad (perjanjian) adalah maksud-maksud dan makna-makna bukan lafaz-lafaz dan bentuk-bentuk perkataan ”. yang menjadi pegangan atau dipakai dalam sebuah transaksi adalah maksud dan maknanya, bukan lafazh dan bentuknya. 2. Praktik pembiayaan murabahah yang dilakukan BMT ”NU SEJAHTERA” MANGKANG, Semarang belumlah sempurna dengan aturan hukum Islam (fiqh), hal ini dikeranakan antara lain, pertama, dalam proses penentuan harga jual murabahah, BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang masih menyandarkan kepada suku bunga yang berlaku di pasar. BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang memang tidak secara langsung
66
menjadikan tingkat suku bunga sebagai landasan perhitungan, akan tetapi proses yang dilaluinya telah menunjukkan penggunaan informasi tingkat suku bunga secara langsung. Hal ini dilakukan agar para deposan atau nasabah penyimpan dana, terutama yang mengharapkan keuntungan bagi hasil besar, tidak berpindah ke BMT lain. Sehingga BMT ”NU SEJAHTERA” membagi-bagi beban kepada nasabah pembiayaan, khususnya murabahah. Kedua, dalam hal pengadaan barang dalam praktek pembiayaan murabahah, belumlah sesaui dengan aturan hukum Islam, karena dalam prakteknya BMT memberikan kewenangan sepenuhnya kepada nasabah pembiayaan untuk membeli barang yang diinginkannya sendiri. Hal ini semua terjadi setelah penentuan jumlah angsuran dan margin keuntungan. Sehingga secara prinsip BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang menjual barang yang belum dalam kepemilikannya. Kemudian dalam penggunaan jaminan, hanya sebagai sebagai suatu cara untuk memastikan bahwa hak-hak kreditur tidak dihilangkan dan untuk menghindarkan diri dari memakan harta orang dengan cara yang bathil.
B. Saran – saran 1. BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang meupakan Lembaga Keuangan Syariah Mikro yang dalam pengelolaan menggunakan aturanaturan yang bersumber dari Hukum Islam (fiqh), untuk itu sudah seyogyanya dalam praktek kesehariaannya benar-benar memperhatikan aspek hukum Islamnya, agar benar-benar menjadi lembaga keuangan
67
Islam yang tetap berpedoman pada nilai-nilai yang bersumber pada AlQur’an dan Hadist. 2. Hendaknya perlu dilakukan kajian khusus untuk mendalami penggunaan metode perhitungan penentuan harga jual murabahah agar benar-benar terakomodir aspek hukum Islamnya. Sehingga dapatvmencerminkan nilai syariah dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS) atau BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang. Oleh karena hadirnya LKS di tengah-tengah kita diharapkan mampu memecahkan segala problem ekonomi umat dengan payung Syariah. 3. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), yang benar-benar menguasai ekonomi dari aspek Hukum Islam, karena merupakan sebuah keniscayaan hal ini sangat penting demi terjaganya aspek kesyariahannya.
C. Penutup Syukur alhamdulillah peulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.Tentunya penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan .Oleh karena itu saran dan kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan. Mudahmudahan skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis, demikian juga bagi pembaca. Semoga Allah senantiasa mendengar doa penulis. Wallahu a lam bi al-shawab.
68
DAFTAR PUSTAKA
Al-maktabah Asy-syamilah V-II, Kutubul al-Mutun : Sunan Ibnu Majah, Bab asSyirkah wa al-Mudharabah, Juz VII, h. 68, Nomor hadis 2280. Andi Estetiono, Makalah: Strategi Inkopsyah Dalam Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah, disampaikan pada Seminar dan Workshop Nasional di P3EI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 25 s.d 26 Mei 2005. M. Rawas Qal aji, Mu jam Lughat al-Fuqaha, Beirut:Darun-Nafs, 1985. Antonio, M. Syaf ’i’i, 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani. Arbita, Kamalia, Studi Komparatif Pembiayaan Pada Perbankan Syari'ah Dengan Pembiayaan Leasing, Skripsi IAIN Walisongo Semarang, (Semarang : Perpustakaan IAIN Walisongo, 2006). Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta, 1992. Ascarya, Akad dan Produk Bank Syari ah, Jakarta : PR Raja Grafindo Persada, 2008. Atmadja, Karnaen A. Perwata dan M. Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta : Dana Bhakti wakaf, 1992. Az Zuhaili, Wahbah, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Damascus: Dar alFikr,1997. Chapra, M. Umer, Sistem Moneter Islam, Judul Asli: Towards a Just Monetary System, Penerj.: Ikhwan Abidin Basri, Jakarta: Gema Insani Press dan Tazkia Cendekia, 2000. Departemen Agama RI, Alqur an dan Terjemahnya, Jakarta : PT Intermasa, 1974. Ensiklopedi Fiqh online, diakses dari www.fikihonline.co Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia tentang Murabahah No: 04/DSN-MUI/IV/2000. Hasil wawancara dengan Bapak Idris Imron, S,IP, Manager HRD dan General affair BMT NU SEJAHTERA pada tanggal 18 Oktober 2010
69
Hasil wawancara dengan Bapak Idris Imron, S,IP, Manager HRD dan General affair BMT NU SEJAHTERA pada tanggal 22 Oktober 2010. Hasil wawancara dengan Bapak Idris Imron, S,IP, Manager HRD dan General affair BMT NU SEJAHTERA pada tanggal 23 Oktober 2010 Hasil wawancara dengan bapak Subagyo, nasabah Pembiayaan murabahah BMT “NU SEJAHTERA” Mangkang Semarang, pada hari Senin 03 Januari 2011 Hasil wawancara yang dilakukan oleh Bapak Munawir, selaku nasabah pembiayaan Murabahah BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang, pada hari Selasa tanggal 04 Januari 2011. Hasil Wawancara dengan Bapak Hafidh, nasabah pembiayaan murabahah BMT ”NU SEJAHTERA” Mangkang, Semarang, pada hari selasa tanggal 04 Januari 2011 Hendry, Arison, Perbankan Syari'ah: Perspektif Praktisi, Jakarta: Mu'amalat Institute, 1999. Karim, Adiwarman, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007. Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi Kedua, Jakarta : MUI. Moh. Rifa’I, Konsep Perbankan Syariah, Semarang : CV. Wicaksana, 2002. Moleong, J. Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif ,Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002. Muhammad, Model-Model Akad Pembiayaan Bank Syariah (Panduan Teknis Pembuatan Akad/Perjanjian Pembiayaan Pada Bank Syariah), Yogyakarta : UII Press, 2008 , Sistem dan Prosedur dan Operasional Bank Syari'ah, Yogyakarta: UII Press, 2000. Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2001 Pusat komunikasi Ekonomi syari’ah, Materi Dakwah Ekonomi Syariah, Jakarta : Pusat Komunikasi Ekonomi Syari’ah, 2008.
70
Qasim bin 'Abdillah bin Amir 'Ali al-Qawnuniy, Anis al-Fuqaha, Jedah: Dar alWafa`, 1406 H. Republika, 11 Oktober 2006. Ridwan, Muhammad, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, Yogyakarta : UII Press, 2004 Ridwan, Muhammd, Konstruksi Bank Syariah di Indonesia, Yogyakarta : Pustaka SM, 2007. Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Mugtashid, Beirut : Lebanon : Dar al-Kutub Al-Ilmiyah, tt. Sabiq, Sayid, Fiqh as-Sunnah, Jilid III, Beirut: Dar al-Fikr, t.t, , Fikih Sunnah 12, Bandung : PT Al-Ma’Arif, 1988. Saeed, Abdullah, Bank Islam dan Bunga, Studi Kritis dan Interpretasi Kontemporer Tentang Riba dan Bunga, Terj. Muhammad Ufuqul Mubin, et. al, Cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. Sjahdeini, Sutan Remy, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 1999. Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi, Jakarta : Ekonisia, 2004. Suhendi, Hendi, fiqh Muamalah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, cet. Ke-1, 2002. Sumitro, Warkum, Asas-asas Perbaknan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait (BUMI dan Takaful), Jakarta : PT Grafindo Persada, cet. Ke-1, 1996. Sumiyanto, Problem Transaksi Model Mudarabah dalam Lembaga Keuangan Syariah Studi Kasus LKS BMT-BMT di Yogjakarta, Tesis MSI UII, 2004 (tidakdipublikasikan). Warson Munawwir, Ahmad, Al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, Cet. IV, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997. Widodo, Hertanto, Panduan Praktis Operasional Baitul Maal Wattamwil, Jakarta : Mizan, 1999. Wiroso, Jual Beli Murabahah, Yogyakarta : UII Prees, 2005.
71
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Fathur Rahman Famuktiathur
NIM
: 062311005
TTL
: Jakarta, 10 September 1987
Alamat
: Jl. Raya Pahlawan No. 40 Rt 04/01 Gang Kiyai Mojo, Kalibuntu Wetan, Kecamatan Kendal, Kabupaten Kendal
Riwayat Pendidikan : 1. SDN 01 Pagi Kebon Bawang, Jakarta Utara 2. SLTP N 221 Jakarta 3. SMA N 1 Bojong Gede, Kab. Bogor 4. Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang Jurusan Muamalah angkatan tahun 2006 Pengalaman Organisasi : 1. Himpunan Mahasiswa Jawa Barat (HMJB) 2. Resimen Mahasiswa Satuan 906 “Sapu Jagad” IAIN Walisongo Semarang. 3. Forum Pemuda Peduli Ketahanan Nasional (FORDAPETANNAS). Demikian daftar riwayat hidup ini kami buat dengan sebenarnya, dan yang berkepentingan maklum adanya.
Semarang, 11 Desember 2010
Fathur Rahman Famuktiathur NIM. 062311005
72