TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKSI TERORISME DI INDONESIA (ANALISIS FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2004 TENTANG TERORISME)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Disusun Oleh :
Iwan Suherman NIM : 103045128142
KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKSI TERORISME DI INDONESIA (ANALISIS FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2004 TENTANG TERORISME) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh : Iwan Suherman NIM : 103045128142
Dibawah bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Asmawi, M. Ag
Drs. H. Ahmad Yani, M. Ag
NIP : 150282394
NIP : 150269678
KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKSI TERORISME DI INDONESIA (ANALISIS FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2004 TENTANG TERORISME) telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 22 Mei 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Jinayah Siyasah (Kepidanaan Islam). Jakarta, 22 Mei 2008 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof.DR.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 150 210 422
PANITIA UJIAN 1. Ketua
: Asmawi, M.Ag (……………………) NIP. 150 282 394
2. Sekretaris
: Sri Hidayati, M.Ag (…………………....) NIP. 150 282 403
3. Pembimbing I : Asmawi, M.Ag (……………………) NIP. 150 282 394 4. Pembimbing II : Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag (……………………) NIP. 150 269 678 5. Penguji I Abduh Malik
6. Penguji II
: Prof.DR.H.M. (……………………) NIP.
: Nahrowi, SH, MH (……………………) NIP. 150 293 227
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 22 Mei 2008
Iwan Suherman
KATA PENGANTAR
ا ا ا
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, Tuhannya alam semesta, tempatku mengadu dan bersyukur atas anugerahNya yang sangat berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu ku curahkan kepada semulia-mulia makhluk yang Allah ciptakan, Nabi Muhammad saw, assalamu’alaika ya Rasulallah wa rahmatullahi wa barakatuhu… juaga kepada keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya. Alhamdulillah, dalam penulisan skripsi ini, meskipun penulis mengalami banyak kendala, tetapi banyak pula hal-hal yang dapat penulis petik hikmahnya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Walaupun demikian, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini, karena penulis sendiri hanyalah makhluk yang dhaif yang masih harus banyak belajar. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa syukur yang mendalam kepada Allah swt yang telah mengizinkan penulis untuk mampu menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, dalam kesempatan ini penulis juga ingin berterima kasih kepada banyak pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain : 1. Bapak Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; 2. Bapak Asmawi, M.Ag dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag selaku Ketua dan SekretarisProgram Studi Jinayah Siyasah yang telah memberikan dukungan dan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jazakumullah Khairal Jaza; 3. Bapak Asmawi, M.Ag dan Bapak Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag atas kesediaannya memberikan waktu luang kepada penulis untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan berbagai petunjuk kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini; 4. Kepala Perpustakaan Fakultas beserta jajarannya, yang telah membantu penulis dalam memfasilitasi berbagai literatur yang penulis butuhkan untuk menyelesaikan skripsi ini; 5. Segenap Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan berbagai bekal ilmu pengetahuan kepada penulis sejak penulis duduk di bangku perkuliahan sampai lulus dari kampus tercinta ini; 6. Ayahanda dan Ibunda tercinta Sapan dan Arum Rosalia. Doaku senantiasa mengalir untuk kalian laksana sumur zam-zam yang tak pernah kering. Atas kasih
sayang yang tiada banding, mendoakan, membantu, mendukung, berkorban, baik secara moril dan materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Rabbighfirli wa liwalidaiya warhamhuma kama rabbayani shaghira…Amin; 7. Ustadz H. Asmuni Marzuki, Ustadz H. Ahmad Fulaih,S.Ag, Ustadz Mulyani,S.Ag, yang telah mendoakan dan banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini; 8. Teman-teman satu atap di Jinayah: Beben, Oneil, Ajhon, Wildan, Ubuy, Jabar, Auf, Asep, Adin, Pandi, Karya, Rahmat, Suwardi, Sudirman, Katon, Ana (thank untuk bantuannya selama ini), Didi, Nita, Iroh, Lina, Ela, iik, Mamah, Dewi, Elga, Iyam, Manse, Rika. Hadiah terindah yang pernah aku dapat adalah mengenal kalian…Selamat berjuang Kawan! 9. Seluruh rekan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namanya. Namun, keberadaan kalian akan selalu terukir di dalam hati ini; Hanya kepada Allah jualah akhirnya penulis memanjatkan doa dan memohon ampunan. Semoga Allah swt memberikan balasan yang lebih baik dan berlipat ganda kepada mereka, sebab tanpa doa dan bantuan mereka, penulis hanyalah hamba yang dhaif. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan mampu memberikan suatu kontribusi bagi perjuangan penegakan syariat Allah di bumi Indonesia tercinta. Hadanallah wa iyyakum ajma’in.
Jakarta, 22 Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………i DAFTAR ISI…………………………………………………………………..iii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………………….1 B. Perumusan dan Pembatasan Masalah……………………….5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………...6 D. Metode Penelitian…………………………………………...6 E. Sistematika Penulisan……………………………………….7
BAB II
DESKRIPSI UMUM TENTANG TERORISME DAN JIHAD A. TERORISME 1. Definisi Terorisme……………………………………….9 2. Kategori Aksi Terorisme………………………………...11 3. Sanksi Terorisme………………………………………...13 4. Bentuk Aksi……………………………………………..21 B. JIHAD 1. Definisi Jihad.……………………………………………23 2. Dasar Hukum Tentang Jihad.……………………………26 3. Syarat dan Tujuan Jihad.………………………………...30
BAB III
PANDANGAN CENDEKIAWAN MUSLIM TENTANG TERORISME DAN JIHAD
A. Cendekiawan Muslim di Indonesia.………………………..41 B. Cendekiawan Muslim di Luar Indonesia..………………….57 BAB IV
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2004 TENTANG TERORISME A. Latar Belakang Lahirnya Fatwa MUI tentang Terorisme….62 B. Terorisme dan Jihad………………………………………..65 C. Hukum Terorisme………………………………………….82 D. Sanksi Terorisme…………………………………………...86
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………...91 B. Saran……………………………………………………….93
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… ...94 LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama Rahmat Li al-‘Alamin, yaitu agama yang membawa perdamaian bagi seluruh alam. Sejarah Islam telah mencatat, bahwa perkembangan Islam dari masa Rasulullah saw, Khulafaurrasyidin, sampai pada masa sekarang ini selalu disampaikan dengan cara damai dan senantiasa menyerukan kedamaian. Oleh karena itu, tidak mungkin umat Islam melakukan tindak kekerasan yang dapat merugikan umat Islam sendiri dan umat lainnya. 1 Islam juga merupakan agama yang mengajak umat manusia untuk merealisasikan kebenaran dan perdamaian, mulai dari lingkup pribadi, sosial, dan negara. Pada waktu yang bersamaan, Islam mengajak untuk berjihad di jalan Allah Ta’ala dalam rangka meninggikan kalimat Allah, mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Misi ini yang diungkapkan seorang sahabat bernama Rabi’ bin Amir kepada panglima perang Persia mengenai Islam dan tujuan kaum muslimin berjihad, “Kami datang untuk mengeluarkan manusia dari kediktatoran penguasa menuju keadilan Islam, dari dunia yang sempit menuju kepada akhirat yang luas, yang belum pernah telinga mendengar dan mata melihatnya. Islam mengagungkan manusia, mengangkat derajat dan keutamaannya di atas seluruh makhluk. Karena itu, Islam mengharamkan pembunuhan, mencegah penganiayaan terhadap anggota badan dan memperbolehkan membayar diyat untuk merealisasikan perdamaian”.2
1
2
Majalah Jihad, Edisi PerdanaTh. I, 27 April 2003 h.8
Nawaf Hail Takruri, al-amaliyat al-istishadiyah fil Mizan al-Fiqh, Maktabah al-Asad, 1997 Cet. Ke-2 h.5
Islam mensyariatkan agar jihad dilakukan dengan harta, jiwa, dan raga. Jihad adalah sarana paling efektif untuk mewujudkan perdamaian, kebenaran, dan keadilan. Nabi Muhammad saw sendiri menerangkan bahwa tujuan jihad tertinggi adalah syahid3 di jalan Allah swt,
syahid adalah cita-cita tertinggi seorang
muslim yang benar keimanannya, karena ia adalah jalan yang mulia, dan suci untuk mencapai keridhoan Allah swt. Hal inilah yang ditegaskan dalam Q.S. Ali Imron (3) : 169 bahwa para syuhada itu hidup disisi Tuhannya.
ْ&ِ'(َ رَﺏ#ْ$ِ% ٌوََ َ ََْ ا َِ ُُِا ِ ﺱَِِ اِ أََْا ً ﺏَْ أَﺡَْء (169 :3/ ان,/% ْزَُنَ )ال,ُ Artinya : “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki”.
Bagi sebagian orang, terutama bagi kalangan non muslim yang kurang memahami pengertian jihad, seakan-akan jihad itu mesti dalam bentuk perang atau dengan menggunakan pedang atau senjata. Hal ini terbukti dari uraian yang ditulis oleh H.A.R Gibb dan Jhon Krameres (Shorter Encyclopedia of Islam), sebagaimana dikutip dalam majalah Jihad, mereka menyimpulkan : “Jihad holy war, The spread of Islam by arms, is a religious duty upon Muslims in general. (Jihad adalah perang suci, meyebarkan Islam dengan senjata pada umumnya adalah salah satu tugas keagamaan bagi orang-orang muslim”. 4
3
Syahid adalah istilah yang digunakan bagi orang yang gugur didalam berjuang di jalan Allah
4
Majalah Jihad, Edisi No.2 Th. I 27 Mei 2003, h.10-11
awt
Padahal, di dalam agama Islam sendiri jihad itu mempunyai makna yang sangat luas, tidak hanya dalam bentuk peperangan. Jihad fi sabilillah dalam pemahaman yang sebenarnya tidaklah identik dengan kekerasan, anarkisme, perang brutal, pengeboman, dan teror yang dilakukan perorangan maupun kelompok.5 Namun, seringkali ada sebagian orang atau kelompok yang mengatasnamakan Islam untuk melakukan tindakan terorisme. Misalnya Imam Samudera (Abdul Aziz), DR. Azhari Husen (alm), Noordin M.Top, dan Cs yang ditetapkan sebagai aktor peledakan bom (kalau tidak ingin menyebut teroris) di beberapa tempat di wilayah Indonesia. Harus disadari bahwa betapa pun teror dan bom yang banyak memakan korban jiwa itu telah membuat rakyat takut. Tindakan yang mereka (para pelaku teror) lakukan, menjadi malapetaka yang menimpa umat Islam di berbagai daerah di Indonesia. Beragam bentuk dan peristiwa yang menuduh dan mencurigai umat Islam sebagai pelaku peledakan terus menerus kita dengar dan saksikan.6 Bahkan berbagai tudingan datang dari negara-negara lain (AS, Inggris, Australia) yang menyebutkan Indonesia adalah negara sarangnya teroris. Tudingan tersebut dilandasi mengingat banyaknya aksi teror yang terjadi di Indonesia, mulai dari tanggal 1 Agustus 2000 hingga 1 Oktober 2005 tercatat sedikitnya 18 peristiwa teror yang menelan korban jiwa dan harta benda. Mulai dari peledakan bom di Kedubes Filipina, Kedubes Malaysia, Kedubes Australia, 5
Majalah Jihad, Edisi Perdana Th. I 27 April 2003, h.12
6
Majalah Sabili, No.6 Th. XII 8 Oktober 2004, h.28
lalu peledakan bom Bali pertama (12 Oktober 2002) dan bom Bali kedua (1 Oktober 2005).7 Menjadi sebuah pertanyaan besar kepada kita semua, apakah Islam sebagai agama Rahmat Li al-‘Alamin
mengajarkan kepada para penganutnya untuk
melakukan tindakan yang dapat merugikan orang lain sampai merenggut banyak korban jiwa dan harta benda seperti aksi terorisme misalnya? Jawaban kita (umat Islam ) tentunya tidak! Di sinilah kemudian menjadi sebuah perbincangan di kalangan masyarakat Indonesia. Di tengah keadaan yang meresahkan masyarakat atas tindakan terorisme tersebut, maka MUI (Majelis Ulama Indonesia) sebagai wadah perkumpulan para ulama di Indonesia turut andil dalam mengatasi masalah terorisme ini dengan mengeluarkan fatwa seputar masalah terorisme di Indonesia. Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa tindakan terorisme adalah haram dengan alasan apapun, apalagi jika dilakukan di negeri damai (Darul al-Suhlt) dan negeri muslim seperti Indonesia. Hal ini dijelaskan dalam QS al-Maidah (5) : 33
َْاءُ ا َِ ُ َرِﺏُنَ اَ وَرَﺱَُُ وََْ<َْنَ ِ اْ>َرْضِ ََدًا أَن:َ; َ/إِﻥ َِ َْاGْ$ُ َِْفٍ أَوF ِْ ْ&ُ'ُُ;ِْ'ِ&ْ وَأَر#ََْ أBCَ@ُ َُْا أَوAُ ُْ@َُا أَو ة#P/ِ&ٌ )اOَ% ٌَ َاب% َِة,ِFMْﻥَْ وََ'ُ&ْ ِ اK#ْيٌ ِ ا:ِF ْ&ُ'َ َHَِاْ>َرْضِ ذ (33 :5/
Artinya: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau 7
Http//id.wikipedia.org/wiki/pengeboman_Bali_2005
dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar”.
Kemudian, masih dalam fatwa tersebut, Islam membedakan hukum terorisme dengan jihad, baik dari aspek pengertian, tindakan yang dilakukan dan tujuan yang ingin dicapai.8 Tertarik dengan substansi fatwa MUI itulah penulis ingin meneliti masalah terorisme di Indonesia dengan mengangkat judul yaitu “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKSI TERORISME DI INDONESIA (Analisis Terhadap Fatwa MUI Tahun 2004 tentang Terorisme)”.
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah Perumusan masalah penelitian ini adalah berkaitan dengan dikeluarkannya fatwa MUI tentang terorisme, sebagai bentuk sikap dari para ulama Indonesia terhadap aksi terorisme. Untuk itu, penulis akan melakukan tinjauan hukum Islam terhadap aksi terorisme di Indonesia dengan menganalisis fatwa MUI tersebut. Berdasarkan pokok masalah ini, akan diuraikan menjadi beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah gambaran hakikat jihad dan terorisme ? 2. Bagaimanakah pandangan cendekiawan Islam tentang jihad dan terorisme? 3. Bagaimanakah pandangan MUI tentang jihad dan terorisme ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Memberikan penjelasan hakikat jihad dan terorisme 2. Mengetahui pandangan cendekiawan Islam tentang jihad dan terorisme 3. Mengetahui pandangan MUI tentang jihad dan terorisme Adapun manfaat penelitian ini adalah :
8
MUI, Fatwa MUI Tentang Terorisme, Tahun 2004
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan umat Islam tentang definisi dan perbedaan seputar masalah terorisme dengan jihad, 2. Mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang tinjauan hukum islam terhadap aksi terorisme, 3. Untuk menambah khasanah pemikiran Islam mengenai analisis fatwa MUI terhadap aksi terorisme di Indonesia.
D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Data yang dikumpulkan berdasarkan data-data ilmiah yang telah ada. Juga bersifat deskriptif, karena penelitian ini menjabarkan atau menggambarkan obyek penelitian. Kemudian penelitian ini bersifat penelitian hukum normatif-dokriner, karena di dalamnya akan dipakai aturan-aturan yang telah baku dan juga pendapat pendapat dari para ahli.
2. Teknik Pengumpulan Data Dalam tahap ini penulis menggunakan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yaitu melalui Studi Dokumenter, di mana dalam hal ini penulis mengkaji literatur-
literatur ataupun tulisan-tulisan dari beberapa ahli dalam wacana terorisme ini, dan yang kedua melalui teknik wawancara.9 3. Teknik Analisis Data Dalam tahap ini penulis menggunakan Teknik Analisis Kualitatif, di mana dalam tahap ini penulis berusaha menganalisa berbagai pemikiran dan kesimpulan yang didapat dalam literatur-literatur tersebut dan juga berusaha melakukan seleksi data dan menginterpretasikan serta menguji kebenarannya. Adapun Teknik dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada “Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah & Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 200710
F. Sistematika Penulisan Untuk lebih memudahkan memahami penelitian ini, penulis membaginya menjadi lima bab, yaitu :
BAB I
9
PENDAHULUAN
Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta UI Press, 1986, h.12
10
Djawahir Hejazziey, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta Fakultas Syariah & Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2007
Pada bab ini menjelaskan tentang : latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II
DESKRIPSI UMUM TENTANG TERORISME DAN JIHAD : Pada bab ini penulis menjelaskan tentang : definisi terorisme, kategori aksi terorisme, sanksi terorisme, bentuk aksi terorisme, definisi jihad, dasar hukum tentang jihad, syarat dan tujuan jihad.
BAB III
PANDANGAN CENDEKIAWAN MUSLIM TENTANG TERORISME DAN JIHAD Pda bab ini penulis menjelaskan tentang : pandangan cendekiawan Muslim di Indonesia, dan pandangan cendekiawan Muslim di Luar Indonesia.
BAB IV
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2004 TENTANG TERORISME Pada bab ini penulis memaparkan dan menjelaskan : berbagai aksi terorisme di Indonesia, terorisme dan jihad, hukum terorisme, dan sanksi terorisme.
BAB V
PENUTUP
Pada bab ini berisi tentang : kesimpulan, dan saran.
\
BAB II
DESKRIPSI UMUM TENTANG TERORISME DAN JIHAD
A. TERORISME 1. Definisi Terorisme Dapatkah terorisme didefinisikan?Pertanyaan ini diajukan oleh Wolter Lacquer. Menurutnya lebih dari seratus definisi telah dikemukakan untuk menjelaskan fenomena tersebut. Kata terorisme diderivasi dari bahasa Latin yaitu terrere, berarti membuat ketakutan, dan terorisme didefinisikan sebagai suatu “Penggunaan teror yang sistematik secara khusus sebagai satu sarana memperoleh tujuan politik” (systematic use of terror as a means of gaining some political end). Sedangkan definisi terorisme menurut Hoffman (Inside Terrorism) sebagaimana dikutip dalam buku ‘Terorisme Berjubah
Agama’ adalah “Penciptaan dan eksploitasi ketakutan yang dilakukan dengan sengaja melalui kekerasan atau ancaman kekerasan dalam rangka mencapai perubahan politik” (the deliberate creation and exploitation of fear through violence or the threat of violence in the pursuit of political change).11 Satu definisi terbaik mengenai terorisme telah dikeluarkan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat tahun 1990 bahwa terorisme adalah “Penggunaan kekuatan atau kekerasan yang tidak berdasarkan hukum atau mengancam yang menghancurkan individu dan harta benda untuk memaksa dan mengintimidasi pemerintah dan masyarakat, seringkali untuk mencapai tujuan-tujuan politik, agama atau 11
Ridwan al-Makassary, Terorisme Berjubah Agama, Jakarta, PBB UIN, 2003, h.9
ideologi” (as the unlawful use of, or threatened use, of force or violence against individuals or property to coerce and intimidate governments or societies, often to achieve political, religious, or ideological objectives).12 Sejauh ini tidak ada definisi tunggal mengenai terorisme yang bisa disepakati. Bahkan definisi yang telah dipaparkan di atas bukanlah konsensus yang dapat diterima dalam mengkaji isu terorisme. Menurut Azyumardi Azra, ada beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya kesulitan dalam mendefinisikan terorisme. Pertama, ‘terorisme’ merupakan masalah moral yang sulit, karena istilah ini sering didasarkan pada asumsi bahwa sejumlah tindakan kekerasan – khususnya menyangkut politik- adalah 12
Ibid., h.10
justifiable dan sebagian lagi unjustifiable. Kekerasan yang dikelompokkan ke dalam bagian terakhir inilah yang sering disebut sebagai terorisme. Kedua, ‘terorisme’ terletak pada sifat subjektif teror itu sendiri. Umat manusia mempunyai akar-akar ketakutan yang berbeda. Pengalaman-pengalaman pribadi dan latar belakang budaya yang berbeda membuat citra ketakutan yang berbeda pula satu sama lain. Kompleksitas saling mempengaruhi di antara faktorfaktor subjektif dan respon-respon individual yang sering tidak rasional mengakibatkan semakin sulitnya pengkajian dan pendefinisian secara akurat dan ilmiah atas terorisme.13 Namun, terdapat kesamaan pendapat 13
M.Hilaly Basya dan David K. Alka, Amerika Perangi Teroris Bukan Islam, Jakarta, Center For Moderat Muslim (CMM), 2004, h.33-36
para ahli mengenai ciri-ciri dasar terorisme, yaitu :14 a. Pengeksploitasian kelemahan manusia secara sistematis (ketakutan yang melumpuhkan terhadap kekerasan, kekejaman, dan penganiayaan fisik), b. Adanya unsur pendadakan atau kejutan, c. Mempunyai tujuan politik yang lebih luas dari sasaran atau korban, d. Direncanakan, dan dipersiapkan secara rasional. 2. Kategori Aksi Terorisme Ada beberapa kategori aksi di dalam konteks terorisme ini, di antaranya yaitu yang diungkapkan oleh T.P Thornton (Teror as a Weapon of 14
h.13
Abu Ridho, Terorisme : Kelompok Kajian Dakwah dan Pemikiran Islam,T.tp., Tarbiatuna,
Political Agitation) yang dikutip dalam buku ‘Amerika Perangi Teroris Bukan Islam’ bahwa ada dua kategori aksi terorisme, pertama: enforcement terror, yang dijalankan penguasa untuk menindas tantangan terhadap kekuasaan mereka. Kedua: agitational terror, yakni kegiatan teroristik yang dilakukan mereka yang ingin menganggu tatanan yang mapan untuk kemudian menguasai tatanan politik itu.15 Berkaitan dengan itu juga, menurut W.F May (Terrorism as Strategy and Ecstasy) yang juga dikutip dalam buku ‘Amerika Perangi Teroris Bukan Islam’ yang membagi terorisme ke dalam dua bagian yaitu : penguasa teror (regime terror) dan cengkraman suasana teror (siege of terror). Yang 15
M.Hilaly Basya dan David K. Alka, Amerika Perangi Teroris Bukan Islam, h.38
pertama mengacu kepada terorisme untuk melayani kekuasaan yang mapan. Yang kedua mengacu pada terorisme untuk kepentingan gerakan-gerakan revolusioner. May mengakui walau penguasa teror lebih penting, justru cengkraman teror lebih menyita perhatian karena ia menyibakkan persepsi tentang dunia pembunuhan manusia secara kekerasan dalam cara mencolok sehingga tampak lebih jelas pada terorisme negara.16 Sedikit berbeda dengan Thornton dan May, Wilkinson (Political Terrorism) dikutip dalam buku ‘Jihad dan Terorisme’ membedakan empat jenis terorisme : kriminal, psikis, perang, dan politik. Terorisme kriminal didefinisikan sebagai penggunaan teror secara sistematis untuk mencapai 16
Ibid., h.38
tujuan-tujuan materiil; terorisme psikis mempunyai tujuan-tujuan mistik, keagamaan atau magis; terorisme perang mempunyai tujuan melumpuhkan lawan, menghancurkan pertahanannya; sedangkan terorisme politik secara umum didefinisikan sebagai penggunaan ancaman untuk mencapai tujuan-tujuan politik.17 Terorisme gaya baru mengandung beberapa karakteristik. Pertama, adanya maksimalisasi korban secara sangat mengerikan. Kedua, keinginan untuk mendapatkan liputan di media massa secara internasional secepat mungkin. Ketiga, tidak pernah ada yang membuat klaim terhadap terorisme yang sudah dilakukan. Keempat, serangan terorisme itu tidak pernah bisa diduga karena sasarannya 17
Azyumardi Azra, Jihad dan Terorisme, (Jakarta:Islamika,1997), h.85
sama dengan luasnya seluruh permukaan bumi.18 Terorisme gaya baru dapat menyerang apa saja, menyerang gereja atau masjid, menghantam pasar atau supermarket, melumat kantor pemerintah atau lembaga pendidikan, nightclub, hotel-hotel, bisa menyerang perkampungan desa maupun kota, bisa melakukan serangan di jalan raya, kereta api, bus, pesawat terbang, kapal, dan lain sebagainya. 3. Sanksi Terorisme Sebelum membahas sanksi terorisme, di sini penulis akan menguraikan terlebih dahulu tujuan hukum menurut beberapa orang pakar ilmu hukum, sehingga akan diketahui tujuan dan kegunaan dari sanksi atau 18
www.detik.com 20/10/2002
hukuman terhadap pelaku pelaku terorisme ini. Secara umum hukum pidana memiliki tujuan social difence dan social welfare, di mana manusia harus memiliki rasa aman dalam kehidupannya. Di antara tujuan hukum tersebut telah dikemukakan oleh beberapa sarjana ilmu hukum di antaranya sebagai berikut :19 a. Menurut Prof. Subekti S.H, hukum bertujuan negara
untuk yaitu
melayani
tujuan
mendatangkan
kemakmuran dan kebahagiaan pada
19
1989, h.41
C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka,
rakyatnya, dengan menyelenggarakan keadilan dan ketertiban. b.
Prof.
Van
Apeldoorn
dalam
bukunya “Inleiding tot de studie van het Nederlandse recht” mengatakan bahwa tujuan hukum ialah mengatur pergaulan
hidup
damai.
Hukum
manusia
secara
menghendaki
perdamaian c.
Geny dalam bukunya “Science et
technique en droit prive positif”
mengajarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata
untuk
mencapai
keadilan. d.
Dalam buku “Inleiding tot de
Rechtswetenschap” Prof. Van Kan mengatakan bahwa hukum bertujuan menjaga
kepentingan
manusia
supaya
tiap-tiap kepentingan-
kepentingan itu tidak dapat diganggu. Dalam Rancangan Undang-Undang RI Tahun 2000 tentang KUHP dalam
bab III Pasal 50 disebutkan bahwa pemidanaan dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : a.
Mencegah
pidana
dilakukannya
dengan
penegakan
tindak norma
hukum dari pengayoman masyarakat; b.
Memasyarakatkan
mengadakan
pembinaan
terpidana sehingga
menjadi orang baik dan berguna;
c.
Menyelesaikan
ditimbulkan
konflik oleh
yang
terpidana,
memulihkan
keseimbangan
mendatangkan
rasa
damai
dan dalam
masyarakat; d.
Membebaskan rasa bersalah para
terpidana,
pemidanaan
maksud untuk
yang
di
menderitakan dan
merendahkan martabat manusia.
Dalam rangka mencegah dan memerangi terorisme tersebut, sejak jauh sebelum maraknya kejadian-kejadian yang digolongkan sebagai bentuk terorisme terjadi di dunia, masyarakat internasional maupun regional serta pelbagai negara telah berusaha melakukan kebijakan kriminal (criminal policy) disertai kriminalisasi secara sistematik dan komprehensif terhadap perbuatan yang dikategorikan sebagai terorisme. Untuk itu, diperlukan perangkat hukum yang mengatur tentang Tindak Pidana Terorisme. Menyadari hal ini dan lebih didasarkan pada peraturan yang ada saat ini yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) belum mengatur secara khusus serta tidak cukup memadai untuk memberantas tindak pidana terorisme, Pemerintah Indonesia merasa perlu untuk membentuk Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) nomor 1 tahun 2002, yang pada tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi Undang-Undang dengan nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Keberadaan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
merupakan Hukum Pidana Khusus. Hal ini memang dimungkinkan, mengingat bahwa ketentuan Hukum Pidana yang bersifat khusus, dapat tercipta karena : 20
a. Adanya proses kriminalisasi atas suatu perbuatan tertentu di dalam masyarakat. Karena pengaruh perkembangan zaman, terjadi perubahan pandangan dalam masyarakat. Sesuatu yang mulanya dianggap bukan sebagai tindak pidana, karena perubahan pandangan dan norma di masyarakat, menjadi termasuk tindak pidana dan diatur dalam suatu perundang-undangan hukum pidana. b. Undang-Undang yang ada dianggap tidak memadai lagi terhadap perubahan norma dan perkembangan teknologi dalam suatu masyarakat, sedangkan untuk perubahan undang-undang yang telah ada dianggap memakan banyak waktu. c. Suatu keadaan yang mendesak sehingga dianggap perlu diciptakan suatu peraturan khusus untuk segera menanganinya. d. Adanya suatu perbuatan yang khusus di mana apabila dipergunakan proses yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada akan mengalami kesulitan dalam pembuktian.
Sebagai Undang-Undang khusus, berarti Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 mengatur secara materiil dan formil sekaligus, sehingga terdapat 20
Loebby Loqman, Analisis Hukum dan Perundang-Undangan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara di Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1990), h.17
pengecualian dari asas yang secara umum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)/Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) [(lex specialis derogat lex generalis)]. Keberlakuan lex specialis derogat lex generalis, harus memenuhi kriteria 21:
a. Bahwa pengecualian terhadap Undang-Undang yang bersifat umum, dilakukan oleh peraturan yang setingkat dengan dirinya, yaitu UndangUndang. b. Bahwa pengecualian termaksud dinyatakan dalam Undang-Undang khusus tersebut, sehingga pengecualiannya hanya berlaku sebatas pengecualian yang dinyatakan dan bagian yang tidak dikecualikan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan pelaksanaan Undang-Undang khusus tersebut.
Dalam hukum pidana Indonesia dijelaskan jenis-jenis hukuman pidana di dalam KUHP pasal 10, yaitu :22 a. Pidana Pokok 1) Pidana Mati; 2) Pidana Penjara; 21
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, (Yogyakarta:Liberty, 1996).
22
Andi Hamzah, KUHP & KUHAP, Jakarta:Rineka cipta, 2004, h.6
3) Pidana Kurungan; 4) Pidana Denda; 5) Pidana Tutupan. b. Pidana Tambahan 1) Pencabutan hak-hak tertentu; 2) Perampasan barang-barang tertentu; 3) Pengumuman putusan hakim. Sanksi pidana bagi pelaku terorisme dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 diatur dalam Bab II dengan hukuman terberat adalah hukuman mati dan dua puluh tahun penjara, hukuman yang paling singkat adalah tiga tahun penjara.23 Adapun macam –macam hukuman/sanksi tindak pidana terorisme dijelaskan dalam UndangUndang Nomor 15 Tahun 2003 dan 23
Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme
perbandingannya dengan KUHP sebagai berikut : a. Pidana Mati Hukuman ini merupakan hukuman terberat yang dijatuhkan kepada para pelaku terorisme. Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa dijatuhkannya hukuman mati ini, apabila para pelaku terorisme dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan dan kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis atau
lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional. Dalam Pasal 104 KUHP pelaku makar (kekerasan) pun dijatuhi hukuman mati sebagai hukuman terberat, apabila dengan maksud menghilangkan nyawa, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan presiden atau wakil presiden pemerintah. b. Pidana Penjara 1) Penjara seumur hidup Hukuman ini menempati urutan kedua setelah hukuman mati. Kriteria untuk penjara seumur hidup ini sama dengan kriteria pada hukuman mati (Ps. 6 UU No. 15 Tahun 2003), hanya saja intensitas kejahatannya yang berbeda. Para pelaku terorisme dijatuhi hukuman
ini apabila tingkat intensitas kejahatannya tidak separah yang dilakukan oleh pelaku yang dijatuhi hukuman mati. Para pelaku makar pun (Ps. 104 KUHP) dapat dijatuhi hukuman penjara seumur hidup apabila perbuatan makar yang dilakukan tidak sampai membuat pelakunya dijatuhi hukuman mati. 2) Penjara 4 Tahun s.d 20 Tahun Hukuman ini dijatuhkan kepada pelaku terorisme sebagaimana kriteria yang disebutkan dalam pasal 6 UU No. 15 Tahun 2003, hanya saja intensitasnya masih di bawah para pelaku yang dijatuhi hukuman mati atau penjara seumur hidup. Para pelaku makar pun (Ps. 104 KUHP) dapat dijatuhi hukuman penjara paling lama dua puluh
tahun, apabila perbuatan makar yang dilakukan tidak sampai membuat pelakunya dijatuhi hukuman mati atau penjara seumur hidup. 3) Penjara 3 Tahun s.d 15 Tahun Hukuman ini dijatuhkan kepada setiap orang yang dengan sengaja menyediakan atau mengumpulkan dana dengan tujuan yang akan digunakan atau patut diketahuinya akan digunakan sebagian atau seluruhnya untuk melakukan tindak pidana terorisme (Ps. 11 UU No. 15 Tahun 2003). Senada dengan pasal ini, di dalam Pasal 110 KUHP pun mengatur tentang permufakatan jahat dan pidana yang sama diterapkan terhadap orang-orang yang dengan maksud berdasarkan
pasal 104, 106, 107, 108 yaitu mempersiapkan dan memperlancar kejahatan. Hukuman penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun juga dapat dijatuhkan kepada orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan atau dengan mengintimidasi penyidik, penyelidik, penuntut umum, penasehat hukum, dan atau hakim yang menangani perkara tindak pidana terorisme, sehingga proses peradilan menjadi terganggu (Pasal 20 UU No. 15 Tahun 2003). Kemudian, hukuman penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun juga dapat dijatuhkan kepada orang yang memberikan kesaksian palsu, meyampaikan alat bukti palsu atau barang bukti palsu dan
mempengaruhi saksi secara melawan hukum di sidang pengadilan, atau melakukan penyerangan terhadap saksi termasuk petugas pengadilan dalam perkara tindak pidana terorisme (Pasal 21 UU No. 15 Tahun 2003). Sedangkan di dalam KUHP, setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun ( Pasal 242 ayat (1) KUHP), bila keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tesangka, maka diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun (Pasal 242 ayat (2) KUHP).
4) Penjara 2 Tahun s.d 7 Tahun Hukuman ini dijatuhkan kepada setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana terorisme (Pasal 22 UU No. 15 Tahun 2003). Selanjutnya, selain diancam dengan hukuman pokok seperti yang telah dijelaskan dalam pasal-pasal tersebut di atas, pelaku terorisme atau hal-hal yang terkait dengan tindakan terorisme dapat dikenai hukum tambahan, yaitu : Pasal 39 ayat (1) KUHP : “Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau sengaja
dipergunakan untuk melakukan kejahatan dapat dirampas”. 4.
Bentuk Aksi Terorisme
Menurut Lacqueur, tidak semua kekerasan dapat disebut sebagai tindakan terorisme. Senada dengan Lacqueur, ada dua karakteristik dari terorisme. Pertama, ada kekerasan, dan Kedua, dimotivasi oleh agama.24 Berdasarkan beberapa karakter tersebut, dapatlah diklasifikasikan bahwa bentuk aksi terorisme terbagi ke dalam dua jenis, yaitu : 1. Terorisme Agama Persepsi yang umum mengenai kemunculan kekerasan atas nama agama di penjuru dunia terjadi pada abad ke dua puluh. Tahun 1998 24
Ridwan al-Makassary, Terorisme Berjubah Agama, h.12
misalnya, Sekretaris Negara Amerika Serikat Madelaine Albright telah membuat daftar 30 kelompok terorisme yang paling mengancam perdamaian dunia, lebih dari separuhnya adalah karena motivasi agama. Mereka (para pelaku teror) memaknai kekerasan sebagai suatu titah ketuhanan dan aksi sakramen (upacara suci). Dengan demikian, menurut Hoffman terorisme agama mengasumsikan satu dimensi yang transendental dan akibatnya para pelaku terorisme tidak dihalangi oleh hambatan-hambatan politik dan moral.25 Agama selanjutnya bertugas sebagai satu kekuatan legitimasi. Ini menjelaskan mengapa sanksi klerik menjadi begitu penting bagi para pelaku terorisme agama dan mengapa 25
Ibid., h.15
tokoh-tokoh agama seringkali dituntut untuk ‘merestui’ tindakan teror sebelum tindakan itu dilaksanakan. Pada terorisme agama tidak bermaksud menerima konstituen lain. Karenanya, pembatasan-pembatasan yang dipaksakan sangat tidak relevan bagi terorisme agama. Tidak adanya satu konstituen yang lebih luas mendorong pelaku terorisme agama ini menampilkan kekerasan yang kadangkala terbatas melawan satu kategori target yang nyata (siapapun yang tidak menjadi anggota dari terorisme agama atau sekte agama tersebut). Selain itu, terorisme agama melihat diri mereka bukan sebagai satu bagian dari satu sistem sosial, tetapi sebagai orang luar (outsiders) yang mengupayakan perubahan-
perubahan fundamental dalam satu sistem sosial yang berlaku.26 2. Terorisme Sekuler Dalam hal konstituennya, terorisme sekuler berupaya mencari dan merangkul para simpatisan yang aktual dan potensial. Berbanding terbalik dengan terorisme agama, pada terorisme sekuler pembatasanpembatasan yang dipaksakan –karena harapan untuk merangkul pendukung yang diam-diam atau konstituen yang pasif- sangatlah relevan. Terorisme sekuler menganggap kekerasan sebagai satu jalan untuk menuntut dan mendesak adanya perbaikan dan perubahan satu sistem sosial yang pada dasarnya bagus. Terorisme jenis
26
Ibid., h.16
ini juga memiliki satu set tujuantujuan politik, sosial, atau ekonomi.27 B. JIHAD 1. Definisi Jihad Perkataan jihad seringkali diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan Holy War. Di dalam al-Qur’an Allah swt menyebut kata-kata jihad sebanyak 41 kali dengan pengertian yang berbeda-beda. Menurut Prof. DR. Quraisy Shihab, sebagaimana dikutip dalam majalah Jihad, jihad merupakan manifestasi identitas seorang mukmin, artinya setiap mukmin adalah seorang mujahid (pelaku jihad).28 Jihad tidak selalu identik dengan perang (menggunakan senjata), karena dalam
27 28
Ibid., h.18 Majalah Jihad, Edisi No.2 Th. I 27 Mei 2003, h.5
al-Qur’an istilah perang sendiri menggunakan 4 jenis kata yaitu : a. Qitaal () ل b. Harb (ب,) ﺡ c. Ghazwah ( وة:R) d. Jihaad () ;'د Menurut pengertian secara bahasa jihad berasal dari kata al-juhd (#'S) ا yang berarti kemampuan, atau mengeluarkan sepenuh tenaga dan kemampuan dalam mengerjakan sesuatu. Kata jihad juga berasal dari kata al-jahd (#'S ) اartinya kesukaran yang untuk mengatasinya harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Demikianlah keterangan dari Wahbah al-Zuhaili dalam kitab al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu.29Menurut Imam Raghib al-Isfahani (Mu’jam Mufradat Li alFadz al-Qur’an) seperti yang dikutip 29
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, Juz VI (Damaskus Suriah:Dar alFikr,1984), h.413
dalam buku ‘Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme’ dijelaskan bahwa yang di maksud dengan jihad adalah mengerahkan segala kemampuan untuk menangkis serangan dan menghadapi musuh yang tidak tampak yaitu hawa nafsu, setan, dan musuh yang tampak yaitu orang kafir yang memusuhi islam. Jihad dalam pengertian ini tidak hanya mencakup pengertian perang melawan musuh yang memerangi Islam, tetapi lebih luas lagi jihad berarti berusaha sekuat tenaga dan kemampuan untuk mengalahkan nafsu setan dalam diri manusia. al-Nabhani (al-syakhsiyah alIslamiyah) mendefinisikan jihad sebagai perang terhadap terhadap orangorang kafir untuk meninggikan kalimat Allah.30 Menurut Sayyid Quthub 30
Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme, Diterbitkan Oleh Tim Penanggulangan Terorisme, Cet. I, 2006, h.4
(Ma’aalim Fi al-Thariq), seperti yang dikutip dalam majalah Jihad, jihad adalah kelanjutan dari politik Tuhan. Jihad adalah perjuangan revolusioner yang dirancang untuk melucuti musuhmusuh Islam, sehingga memungkinkan muslimin menerapkan ketentuanketentuan syari’ah yang selama ini diabaikan atau bahkan ditindas oleh Barat dan rezim-rezim opresif di dunia muslim sendiri. Sedangkan menurut Abul A’la al-Maududi, jihad adalah perjuangan yang harus dilakukan kaum muslimin untuk mewujudkan cita-cita islam sebagai sebuah gerakan revolusioner internasional.31 Selain definisi diatas, para fuqaha mengartikan jihad sebagai upaya mengerahkan segenap kekuatan dalam perang fi sabilillah baik secara langsung 31
Majalah Jihad, h.11
maupun dalam bentuk pemberian bantuan keuangan, pendapat, atau penyediaan logistik dan lain-lain untuk memenangkan peperangan.32 Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa jihad adalah usaha yang sungguh-sungguh dengan segenap kemampuan untuk mencapai tujuan yang luhur di jalan Allah. Jihad dapat dilakukan dengan bekerja keras, melawan hawa nafsu yang menghancurkan dan menjerumuskan manusia kepada kebinasaan. Jihad juga dapat dilakukan dalam bentuk perang yang diijinkan oleh Allah swt demi menjaga kehormatan, harkat, dan martabat manusia dan kaum muslimin. 2. Dasar Hukum Tentang Jihad 32
Ibnu Abidin, Hasyiah Rad al-Mukhtar, Juz IV (Beirut: Dar al-Fikr,1992), h.119
Jihad dalam pengertian umum mencakup seluruh jenis ibadah dan amal shalih, diantaranya : a. Haji Mabrur Haji yang mabrur merupakan ibadah yang setara dengan jihad. Bahkan bagi perempuan haji yang mabrur merupakan jihad yang utama. Sebagaimana ditegaskan dalam beberapa hadist, diantaranya : ِ'َ َدSَى ا,َ ﻥ،ِXَ رَﺱُْلَ ا: ْYََ َ'ْ'َ أَﻥ$َ% ُX اVِWََ رTَUِPَ% َْ% ). ٌُوْر,َْ abَِ'َدِ ﺡS وََ`ُ أَْ\َُ ا،: َُ؟ َل#َِهSُ أََ] ﻥ،َِ/َ<أَْ\ََ ا 33 (َرِىdُُ اcرَوَا
Artinya : “Aisyah r.a bahwasanya ia berkata : “Ya Rasulullah kami tidak melihat ada amalan yang lebih baik daripada jihad, maka apakah tidak ada jihad untuk kami ? Rasulullah saw berkata: tidak ada, tetapi untukmu 33
Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari,Juz I (Beirut:Dar alFikr,1984), h.173
jihad yang lebih baik dan lebih indah adalah melaksanakan haji menuju haji yang mabrur”.(H.R. al-Bukhari) Pada riwayat al-Bukhari lainnya, Rasulullah saw juga bersabda : ُcََُِْ وَ ﺱَ& ﺱَ>ََُ ﻥَِ ؤ% ُX اVَِ( ﺹ$َِ ا% َِْ$ِْfُ/َ اُم( اTَUِPَ% َْ% 34 (َرِيdُُ اc )رَوَاKbَ ِ'َدُ اSﻥِ<ْ&َ ا: ََ@َل, ِِ'َدSَْ ا%
Artinya : “ Dari Aisyah Ummul Mukminin bahwa Rasulullah saw ditanya oleh istri-istrinya tentang jihad, beliau menjawab sebaik-baik jihad adalah haji”. (H.R al-Bukhari) b. Menyampaikan Kebenaran Kepada Penguasa Yang Zhalim Hal ini ditegaskan dalam hadist riwayat al-Tirmidzi : ِْ اِن: ل َ َ َ&َََِْ وَ ﺱ% ُX اVَِ ﺹ$ْرِي أَن ا#ُdِ ا#ِْ<َْ أَﺏِ ﺱ%َ 35 (ِْ ِي,(ُ اc )رَوَا. ٍ,ِPَ; ٍَنCَُْ ﺱ#ْ$ِ% ٍْل#َ% ُTَ/(َِ'َدِ آSَ&ِ اOْ%َأ 34
Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari,Juz III (Semarang:Maktabah Thaha Putra, T.th), h.221
Artinya : “Dari Abi Said al-Khudri menyatakan bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya diantara jihad yang paling besar adalah menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang zhalim”. (H.R Tirmidzi) Kata A’zham (&O% )اpada hadist di atas menunjukkan bahwa upaya menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang zhalim merupakan suatu perjuangan yang sangat besar. Sebab hal itu sangat mungkin mengandung resiko yang cukup besar pula.36 c. Berbakti Kepada Orang Tua 35
Abi Ali Muhammad Abdurrahman Ibn Abdurrahim al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwazi Bi Syarhi Jami’ al-Tirmizi, Juz VI (Beirut:Dar al-Fikr,T.th), h.396 36
Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme, h.17
Jihad dalam berbakti kepada orang tua dijelaskan dalam hadist : : ََ@َل, ِِ'َدSََِْ وَﺱَ&َ ََْ>ْذِنُ ِ ا% ُX اVَِ( ﺹ$َ اVِ;َءَ رَ;ٌُ ا 37 (ََِْ% ٌkGُ) .ْ#َِهSَ َ/ِ'ِْGَ: ََل, ْ&َ<َﻥ: ََاكَ؟ َل#ِ وَاKَأَﺡ
Artinya : “Seseorang datang kepada Nabi saw untuk meminta izin ikut berjihad bersamanya, kemudian Nabi saw bertanya : apakah kedua orang tuamu masih hidup? Ia menjawab: masih, Nabi saw bersabda: terhadap keduanya maka berjihadlah kamu”. (Muttafaqun Alaih) Kata fajaahid (#هS ) dalam hadist tersebut berarti memperlakukan orang tua dengan cara yang baik, yaitu dengan mengupayakan kesenangan orangtua, menghargai jasa-jasanya, menyembunyikan kelemahan dan 37
h.42
Muhammad Ibn Ismail al-Makhalani, Subul al-Salam, Juz IV (Mesir:Dar al-Salam,T.th),
kekurangannya serta berperilaku dengan tutur kata dan perbuatan yang mulia.38 d. Menuntut Ilmu dan Mengembangkan Pendidikan Didalam sebuah hadist yang diriwayatkan Imam Ibnu Majah disebutkan : Tِ َِ:ْ$َ/ُُِ َ'َُ ﺏ/(َ<ُُُْ اَو/(َ<َُ َ,َْdِيْ هَ َا َ&ْ َ> ِِ ا ا#ِSَْ َ ;َء ْ َ ُ,ُOْ$َ َِ;َ,ِ اTَِ:ْ$َ/َِ َ'َُ ﺏHَِِ ذ,َْlِ َِ وََْ ;َءXِ ِ ﺱَِِْ ا#َِهSُ/ا 39 (ٍTَ;َ ُُْ اِﺏc)رَوَا. ِcِ,َْR ٍَ ََعVِا
Artinya : “Orang yang datang ke masjidku ini tidak lain kecuali karena kebaikan yang dipelajarinya atau diajarkannya, maka ia sama dengan orang yang berjihad di jalan Allah. Barangsiapa yang datang bukan karena itu, maka sama dengan orang yang 38
39
Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme, h.19
Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid Ibnu Majah al-Qazwainiy, Shahih Sunan Ibn Majah, Juz 1 (Riyadh:Maktabah al-Ma’arif,1997), h.94
melihat kesenangan orang lain. (H.R Ibnu Majah).
e. Membantu Fakir Miskin Jihad yang tidak kalah pentingnya adalah membantu orang miskin, peduli kepada sesama, menyantuni kaum papa. Hadist yang diriwayatkan alBukhari berikut ini menjelaskan : ِْ%ا: َ&ََِْ وَﺱ% ُX اVَِ ﺹXَلَ رَﺱُْلُ ا: ََةَ َل,َْ,َُْ أَﺏِْ ه% 40 (َرِىdُُ اcِ )رَوَاXِ ِ ﺱَِِ ا#َِهSُ/ِْ`َِ آَا/ِ وَاTََْ اَرVََ%
Artinya : “Dari Abi Hurairah berkata: Rasulullah saw bersabda: Orang yang menolong dan memberikan perlindunga kepada janda dan orang miskin sama seperti orang yang melakukan jihad di jalan Allah”. (H.R al-Bukhari). 40
Muhammad Ibn Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari,Juz VI, h.189
Sedangkan jihad dalam arti khusus, yaitu bertempur/berperang memerangi kaum kafir, baru diizinkan kepada Nabi Muhammad saw setelah ia bermukim di Madinah selama satu tahun. Ketika Rasulullah saw berada di Mekkah penyebaran dakwah Islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Rentan waktu Rasulullah menyembunyikan dakwahnya hingga turunnya perintah untuk mendakwahkan Islam secara terangterangan berkisar selama tiga tahun.41 Allah swt berfirman dalam QS al-Hijr (15):94 (94 :15/,S ِآَِ )ا,ْUُ/َِْ ا% ِْض,ْ%َُ وَأ,َْfُ َ/َِعْ ﺏ#َْﺹ
41
Abdussalam Harun,Tahdzib Sirah Nabawiyah,Jakarta, DarulHaq, 2003, h.64
Artinya: ”Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”.
Maka mulailah penyebaran Islam tersebut dilakukan secara terangterangan, sekalipun dalam menyebarkan Islam Nabi saw mengalami berbagai penderitaan. Namun, Allah swt tetap memerintahkan Nabi saw untuk bersabar. Ketika tindakan kaum quraisy terhadap agama Allah sudah kelewat batas –mereka menolak kemuliaan yang ingin Allah berikan kepada mereka, bahkan mereka mendustakan NabiNya, menyiksa dan mengusir orang-orang yang menyembahNya- maka Allah swt mengiizinkan Rasulallah untuk berperang dan membela orang-orang yang di dzalimi dan dianiaya.42 Allah swt berfirman dalam QS al-Hajj: 39-41
َِ ِ ٌ ا#ََ ِْأُذِنَ ِ َِ ََُُ نَ َِ ُْ ُُِ ا وَإِن ا َ ََ َ!ْ ِه ِ ُ ا1ْ2ََ د.ْ َ ََ ا ُ و/0َ أَنْ َُ ُ ا ر.ِ إ+,َ- ِ ْ)َ*ِ ُِْ ا ﻡِْ دَِرِه$ِ ْ%ُأ ُ َُ ُ ْآ#ِ$َ=ٌَ وَﺹََ َاتٌ وَﻡ1َ)َُِ و1ِْ ﺹَ َاﻡ9َﻡ:#َُ ٍ7ْ5َ8ِ َُْ4ْ5َ َ س/ ا ٌEِEَ Cُ إِن ا َ ََ ِيBُ ُ!ْ/َ َْْ!ُ َن ا ُ ﻡ/َ)َ َِ) ًا وAَِ)َ اﺱُْ ا ِ آ2 42
Ibid., h.132
آَةَ وَأَﻡَ ُواE َةَ وَءَاَ ُا اL ! َﻡُ ا اJََرْضِ أIْ اGِ2 ُْ ه/ Fَا َِ إِنْ ﻡ (41 :39/QR ُﻡُ رِ )اIُْ اOَ8ِJَ ِ ِ ََ ِ وFْ/ُْ ْ ُوفِ وَََ ْا َِ ا5َْ ِ Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benarbenar Maha Kuasa menolong mereka itu. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah." Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”.
3. Syarat dan Tujuan Jihad a. Syarat Jihad Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa jihad dalam pengertian umum mencakup seluruh jenis ibadah dan amal shalih seperti haji mabrur, berbakti kepada orangtua, menuntut ilmu, membantu fakir miskin, dan lainlain telah diatur tentang syarat-syarat dan ketentuannya masing-masing didalam fiqh Islam.
Adapun jihad dalam arti bertempur atau berperang memiliki beberapa syarat wajib yang harus dipenuhi, yaitu43 : 1) Islam ( ) اﺱ]م, maka bagi orang kafir tidak wajib jihad, 2) Baligh () اغ, maka bagi anak kecil tidak wajib jihad, 3) Berakal (@<) ا, maka bagi orang gila tidak wajib jihad, 4) Merdeka (T, ) ا, maka bagi si budak tidak wajib berjihad meskipun sang tuannya memerintahkannya, 5) Laki-laki (T) ا آر, maka tidak wajib jihad bagi orang perempuan dan orang banci yang merepotkan, 6) Dalam keadaan sehat (T A) ا, maka tidak wajib jihad bagi orang sakit dengan suatu penyakit yang dapat menghambat peperangan, seperti sakit panas yang terus-menerus, 7) Kuat bertempur (TC اV% ) ا@ل, maka tidak wajib jihad bagi orang yang buntung tangannya, juga tidak wajib atas orang yang tidak mempunyai perlengkapan perang seperti senjata, kendaraan, dan bekal. Perlu diketahui bahwa sebenarnya menurut ajaran Islam, perang sama sekali tak dikenal karena islam menginginkan terciptanya suasana yang penuh dengan kedamaian dalam keadaan bagaimanapun, kecuali pada dua keadaan : 1) Mempertahankan diri, nama baik, harta dan tanah air ketika diserang musuh. Allah swt berfirman dalam QS al-Baqarah (2): 190
43
Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim al-Syafi’I, Fathul Qarib, penerjemah Imran Abu Amar, Menara Kudus, Jilid II, h.167
Kpِ ُ َ َُوا إِن ا#َْ<َ ََوََ ُِا ِ ﺱَِِ اِ ا َِ ُ@َ ُِﻥَ`ُ&ْ و (190 :2/ة,@َِ )ا#َْ<ُ/ْا Artinya: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.
2) Dalam keadaan melindungi dakwah di jalan Allah, seperti orang yang menghentikan dakwah ini dengan jalan menyiksa orang-orang yang seharusnya
keamanannya terjamin, atau dengan jalan
merintangi mereka yang ingin memeluk ajaran Allah, atau melarang juru dakwah menyampaikan ajaran Allah.44 Dalam berperang, kaum muslimin tidak boleh melampaui batas, membunuh perempuan, anak-anak dan orangtua renta yang tidak ikut berperang. Islam juga melarang merusak akses dan fasilitas publik seperti persediaan makanan, dan pemukiman. Perang juga tidak boleh dilakukan apabila negosiasi dan proses perjanjian damai masih mungkin dilakukan. Peperangan harus segera dihentikan
44
h.40
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, penerjemah Kamaluddin A. Marzuki, Bandung:al-Ma’arif,
apabila musuh sudah menyerah, melakukan gencatan senjata atau meneken perjanjian damai.45 Dalam ungkapan al-Qur’an peperangan dilakukan untuk menghilangkan fitnah (kemusyrikan dan kedzaliman), apabila telah tidak ada lagi fitnah, tidak ada alasan untuk melakukan peperangan. Hal ini dijelaskan di dalam QS al-Baqarah (2): 193
َLَ2 َ\ِنِ اْ[ََ ْا2 ِ ِ ُ:# ُ نَ اFٌََ وOَ/ْ[ِ2 َُ نFَ َ. [َ- َُُِْ هJَو (193 :2/ ة8 ََ ا ] ِِ)َ )ا.ِوَانَ إ#ْ ُ Artinya: “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya sematamata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim”.
Singkatnya, perang diijinkan dalam situasi dan kondisi yang sangat terpaksa. Apabila perang terpaksa dilakukan, peperangan tersebut harus dilakukan untuk tujuan damai, bukan untuk permusuhan dan membuat kerusakan di muka bumi. b. Tujuan Jihad Tujuan jihad yang dapat diambil maknanya dari ayat-ayat al-Qur’an adalah terlaksananya syari’at islam dalam arti yang sebenarnya serta terciptanya suasana yang damai dan tentram. Sebagaimana firman Allah swt di dalam QS al-Hajj (22): 41
ُوا,َ آَةَ َوَأ:َةَ وَءَا َُا اAهُ&ْ ِ اْ>َرْضِ أََُا ا$`َ ْا َِ إِن (41 :22/ b ُ اْ>ُُرِ )اTََِ% َِِِ و,َ`ْ$ُ/َِْ ا% ُوفِ وَﻥَ'َْا,ْ<َ/ِْﺏ Artinya: “(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”.
Tanpa motivasi jihad seperti yang disebutkan di atas, Islam tidak membenarkan pemeluknya untuk melakukan penyerangan ataupun teror terhadap siapapun.
45
Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme, h.12
Jihad belum bisa disebut Jihad yang sebenarnya jika tidak diniatkan karena Allah dan dimaksudkan untuk menegakkan kalimatullah (agama Allah), mengangkat bendera kebenaran dan menghalau kebathilan serta dengan segala daya berupaya mendapatkan ridha Allah swt. Jika masih ada motif atau tujuan lain selain itu berupa motif duniawi, maka belum bisa dikatakan jihad dalam pengertian yang sebenarnya. Dengan demikian, orang yang mati terbunuh karena ingin mendapatkan bagian ghanimah atau mendapatkan kedudukan atau untuk menunjukkan keberanian atau memperoleh popularitas, maka sesungguhnya orang seperti ini tidak akan mendapatkan pembagian di akhirat, tidak mendapatkan pahala. Imam Abu Daud dan al-Nasa’i meriwayatkan bahwa seseorang berkata : “Wahai Rasulallah, bagaimana pendapatmu tentang orang yang berperang karena mengharap upah dan ingin dikenang, apa yang akan ia peroleh? Rasulullah menjawab : Tidak mendapatkan apa-apa, Rasulullah mengulang kalimat ini tiga kali, kemudian bersabda : Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal kecuali jika amal itu ikhlas dan mengharap ridha dari-Nya” Jihad sebagai sarana untuk mencapai keridhaan Allah swt dan salah satu ciri dari orang beriman. Tentu saja disesuaikan dengan kemampuan yang ada pada seseorang, seperti melalui lisan, melalui hati ataupun dengan pengorbanan harta sesuai dengan profesinya. Allah swt berfirman di dalam QS al-Shaff (61): 11
ِ ا#َ ْ$ِ% َ ُْ ً/Pِ َ ََآُك,َ َا إَِْ'َ وK\َGَْرَةً أَوْ َ'ًْا اﻥSِ وَإِذَا رَأَوْا (11 :61/sAازَِِ )ا,ُ ا,َْF َُرَةِ وَاS(ٌ َِ ا'ِْ وََِ ا,َْF Artinya: “(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”. Di dalam kitab Bulughu al-Maram karangan al-Hafizd Ibnu Hajar Atsqalani disebutkan bahwasanya Rasululah saw bersabda :
(َِئ$ُ اcَِ`ُ&ْ )رَوَا$َُِِْ`ُ&ْ وَاGِْآَِ ﺏََِْاِ`ُ&ْ وَاَﻥ,ْUُ/ُواا#ِ;َه
46
Artinya: “ Perangilah orang-orang musyrik dengan hartamu, dan jiwamu, dan lisanmu” (H.R al-Nasa’i). Jihad bukanlah tujuan akhir dan bukan pula sasaran akhir akan tetapi jihad adalah jalan yang telah disyariatkan Allah untuk mewujudkan sasaran dan tujuan yang mulia antara lain:
1. Mencari Keridhaan Allah Swt
46
Abdurrahman Ahmad Ibn Syu’aib al-Nasa’i, Shahih (Riyadh:Maktabah al-Ma’arif,1998), h.369
Sunan
al-Nasa’i,Juz
2
Allah swt berfirman dalam QS an-Nisa (4): 74
ْ ِ َ@ُ َََْةِ و,ِFuِْﻥَْ ﺏK#ُونَ اْ ََةَ ا,ْUَ َِ َُْ@َ ِْ ِ ﺱَِِ اِ ا :4/ء$ً )ا/ِOَ% ًا,ْ;َْ ِِ أfُْ ََْفَ ﻥpِْlَ ِْ ﺱَِِ اِ َُ@َْْ أَو (74 Artinya: "Karena itu, semestinyalah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang dijalan Allah. Barangsiapa yang berperang dijalan Allah, lalu ia gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan kami berikan kepadanya pahala yang besar." Dari Muaz bin Jabal r.a, dari Rasulullah, beliau bersabda : "Perang itu ada dua. Barangsiapa yang (berperang) mencari wajah Allah, mentaati Imam, menginfakkan harta pilihan, memudahkan kawan, menjauhi perbuatan merusak, maka sesungguhnya tidur dan jaganya semuanya membuahkan pahala. Adapun orang yang berperang karena kesombongan, riya dan mencari kemasyhuran, dan durhaka terhadap Imam serta membuat kerusakan dibumi maka sesungguhnya ia tidak akan kembali dengan rezeki yang cukup.” (HR Abu Daud, an-Nasai dan al-Hakim)
2. Untuk Mengawal Da'wah Islam Islam wajib disebarkan ke seluruh umat manusia diseluruh muka bumi dengan tidak membenarkan adanya berbagai rintangan yang memisahkan antara Da'i (Pendakwah) dan Mad'u (Yang di Dakwahi). Apakah rintangan itu berupa al-I'tiqadiyah al-Fikriyyah, al-Siyasiyah al-Qanuniyyah, maupun
al-Madhiyah al-Askariyyah. Maka untuk mengawal perjalanan da'wah dan memeliharanya dari berbagai rintangan seperti tersebut di atas itu, Allah telah mensyariatkan Jihad fi Sabilillah. Dan selain itu, juga untuk memelihara kaum muslimin dari berbagai fitnah terhadap agama mereka, atau dari berbagai ancaman terhadap kehidupan, kehormatan, harta dan akal mereka.
3. Mengokohkan Kaum Muslimin dan Melaksanakan Hukum Allah dimuka Bumi
Allah Azza wa Jalla berfirman dalam QS al-Nur (24): 55
ِ ْ&ُ'$َGِْdَََْ ِِ َتAُِا ا/َ%َْ`ُ&ْ و$ِ ُا$ََ اُ ا َِ ءَا#َ%َو ْ&ِ'َِْ ِْ َِ َ اsَْdََْ اﺱ/ََ ا َِ ِْ َِْ'ِ&ْ آsَْdََْ اﺱ/َاْ>َرْضِ آ ً$ََِْْ'ِ&ْ أF ِ#ْ<َ'ُ&ْ ِْ ﺏ$َ(#َََُ َ'ُ&ْ وVَ\َ َْ'ُ&ُ ا ِي ار$َِ َ'ُ&ْ د$(`َ/ََُو ُ&َُ هHِxََ َ>ُوHََِ ذ#ْ<ََ ﺏ,َGًَ وََْ آxَِْآُنَ ﺏِ ﺵ,ْUُ َ ِ$َُوﻥ#ُْ<َ (55 :24/ر$َﺱِ@ُنَ )اGْا Artinya: "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari kalangan kamu (wahai Muhammad) bahwa ia sungguhsungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Ia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Ia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan), sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap beribadat kepada-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Ku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik."
4. Ujian Dari Allah Untuk Orang-Orang Beriman Hal ini sebagaimana diterangkan didalam QS Ali Imran (3): 142
َ&َْ<ََْ`ُ&ْ و$ِ ُوا#َ َ<َْ&ِ اُ ا َِ ;َه/َََ وT$َSُُْا اFْ#َ ْأَمْ ﺡَُِْ&ْ أَن (142 :3/ان,/% َِ )ال,ِﺏAا Artinya: "Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar." 5. Menghapuskan Penghambaan Manusia Kepada Selain Allah dan digantikan Dengan Penghambaan Kepada Allah Semata-mata
Rasulullah saw bersabda:
ُ َ َHِْ,َُ َﺵcَ#َْ وَﺡXُوا#ُْ<َ Vَِ ﺡsِِْ ﺏTَ%َى ا#َ ََُْ ﺏYْzِ<ُﺏ َْ َVَ% ََرl(Aَ {ِ رَْ ِْ وَ;ُ<َِ ا (لَ وَاYْ َ ِْْ;<َِ رِز ُ َو 47 (#َ/ُْ اَﺡc )رَوَا.ْ&ُ'ْ$ِ َُ'َ ٍََ ﺏِ@َْمUَ ٍَْى َو,َُْ اsَِF Artinya: "Aku telah diutus menjelang hari kiamat dengan pedang, hingga manusia beribadah hanya kepada Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya, rezekiku dijadikan-Nya dibawah bayangan tombakku, dan kerendahan serta kehinaan dijadikan-Nya terhadap orang-orang yang menyalahi. Dan barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka." (H.R Ahmad). Aisyah r.a berkata : Rasulullah saw jika mengangkat komandan perang atau angkatan perang, beliau memberikan wasiat khusus agar bertaqwa kepada Allah dan berbuat baik kepada kaum muslimin yang menyertainya. Kemudian beliau bersabda : “Berperanglah atas nama Allah, di jalan Allah,
47
Ahmad Ibn Hambal, Musnad Li al-Imam Ahmad Ibn Hambal, Juz 2 (Beirut:Dar alFikr,1991), h.263
perangilah orang yang kufur kepada Allah. Berperanglah, jangan berkhianat, jangan mengingkari janji, jangan memotong anggota badan, jangan membunuh anak-anak. Jika engkau bertemu musuhmu dari kaum musyrikin, ajaklah mereka kepada tiga hal. Bila mereka menerima salah satu dari ajakanmu itu, terimalah dan jangan apa-apakan mereka, yaitu : ajaklah mereka memeluk agama islam, jika mereka mau, terimalah keislaman mereka; kemudian ajaklah mereka berpindah dari negeri mereka ke negeri kaum muhajjirin, jika mereka menolak, katakanlah pada mereka bahwa mereka seperti orang-orang arab Badwi yang masuk islam, mereka tidak akan memperoleh apa-apa dari harta rampasan perang dan fai’(harta rampasan tanpa peperangan), kecuali jika mereka berjihad bersama kaum muslimin. Bila mereka menolak masuk islam, mintalah mereka agar membayar upeti. Jika mereka menyetujui, terimalah hal itu dari mereka. Lalu, bila mereka menolak, mintalah perlindungan Allah dan perangilah mereka. Apabila engkau mengepung penduduk yang berada dalam benteng dan mereka mau menyerah jika engkau memberikan kepada mereka tanggungan Allah dan RasulNya, maka jangan engkau lakukan, namun berilah tanggungan kepada kepada mereka. Karena sesungguhnya jika engkau mengurungkan tanggunganmu adalah lebih ringan daripada engkau mengurungkan tanggungan Allah. Apabila mereka menginginkan engkau memberikan keamanan atas mereka berdasarkan hukum Allah, jangan
engkau lakukan. Tetapi lakukanlah berdasarkan kebijaksanaanmu sendiri, karena engkau tidak tahu, apakah engkau tepat dengan hukum Allah atau tidak dalam menetapkan hukum kepada mereka”. (H.R Muslim).
BAB III PANDANGAN CENDEKIAWAN MUSLIM TENTANG TERORISME DAN JIHAD
Aksi terorisme tidak hanya merusak agama tetapi juga merusak peradaban. Kurang lebih demikian yang bisa disimpulkan akibat dari aksi kekerasan atas nama agama. Terminologi jihad yang digunakan sebagai pijakan bagi aksi pengeboman dan bom bunuh diri sungguh telah mencederai nama baik agama. Agama Islam yang semula membawa misi damai dan nilai-nilai universal bagi tatanan hidup yang beradab, hancur lebur menjadi agama yang garang dan kejam lewat aksi sekelompok kaum Muslim. Meskipun dampaknya bagi perabadan umat manusia buruk dan merugikan, para pelaku teror tetap merasa langkahnya sebagai
cara yang tepat dalam menjalankan misi ajaran yang diyakininya.
Melalui berbagai media informasi, kita bisa menangkap, berdasarkan argumentasinya, bahwa aksi kekerasan yang mereka (teroris) lakukan sah menurut ajaran Islam. Namun, pemahaman terhadap pola dan aksi kekerasan yang berpijak pada ajaran Islam tidak bisa hanya sebatas itu. Perlu pengkajian yang lebih dalam sehingga tidak menghasilkan pemahaman yang parsial. Untuk itulah dalam bab ini, penulis mencoba memaparkan berbagai pandangan seputar
masalah terorisme yang bersumber dari para cendekiawan muslim Indonesia maupun cendekiawan muslim dari luar negeri.
A. Cendekiawan Muslim di Indonesia
1. Prof. DR. Komarudin Hidayat, MA.
Beliau adalah tokoh yang saat ini menjadi orang nomor satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Soal terorisme yang terjadi di Indonesia, beliau berpendapat bahwa teroris bukan hanya menghancurkan, tetapi juga menikmati teralan menyeluruh (gestalt excitement) dan uforia luar biasa dengan merenggut nyawa dan menyengsarakan banyak orang. Menurutnya, teroris harus diadili dan pantas diganjar hukuman berat. Tak peduli mereka (mengaku sebagai) anggota Jamaah Islamiyah atau Jamaah Nasraniah. Komarudin juga mengatakan, kelompok itu menyalah tafsirkan makna jihad dengan qital (pertempuran fisik). "Itu artinya mereka sebagai kelompok sempalan," kata Komaruddin seusai diterima Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, Rabu (23/11).48
Komaruddin menjelaskan, jihad bermakna perjuangan hidup. Ini bermakna luas seperti jihad terhadap kemiskinan dan kebodohan. Sedangkan 48
www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/11/23/brk,20051123-69615,id.html
qital itu bermakna pertempuran fisik yang selayaknya dilakukan di daerah peperangan. Karenanya, tidak relevan jika aksi bom yang dilakukan para teroris di Indonesia dikaitkan dengan agama Islam. “Islam menoleransi perlawanan sampai titik darah penghabisan jika terjadi pengusiran atau penindasan seperti yang terjadi di Palestina. Sedangkan untuk konteks kondisi Indonesia yang tidak ada peperangan, jelas hal itu tidak dibenarkan”, tegasnya. Menurutnya, upaya mencari pembenaran dalam agama Islam atas tindakan para teroris itu tidak dapat dibenarkan. “Jika ditelusuri akarnya, itu akan berada di luar ranah Islam”, Ujarnya.49 Komaruddin juga menambahkan, para tokoh Islam juga berpesan bahwa terorisme bukan hanya ada di Timur Tengah. Terorisme juga lahir di Amerika Serikat dan Eropa. "Untuk itu please jangan samakan Islam dengan terorisme," tegas Komarudin kepada pemerintah AS.50
2. Prof. DR. Azyumardi Azra, MA.
Beliau adalah mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang saat ini menjabat sebagai Direktur Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam masalah terorisme di Indonesia, Azyumardi mengatakan bahwa Islam Indonesia sesungguhnya secara umum tidak berbeda dari Islam Timur Tengah. Namun sejak Tragedi September 2001 persepsi ini tiba-tiba berubah. 49
Bom Bunuh Diri Haram, Media Indonesia,(Jakarta), 18 November 2005, h.3
50
www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Utama&id=16550
“Islam Indonesia kemudian dituding sebagai markas para teroris. Terlalu cepat, kita bisa membenarkan statement ini. Namun, gerakan radikalisme Islam Indonesia memang sebuah fenomena tak terbantahkan,” jelas Azyumardi. Menurutnya, fenomena ini bukanlah hal yang baru, karena jauh sebelum ini, seperti Gerakan Padri, telah muncul gerakan-gerakan serupa. Namun ia berpendapat, dari semua karakter gerakan tersebut, radikalisme Indonesia lebih bermotifkan politik ketimbang agama.51 Menurut Azyumardi, akar gerakan radikal Muslim sebenarnya sangat kompleks. Untuk kasus Indonesia, bisa dilihat dalam bentuk keinginan untuk mendirikan negara Islam. Seperti yang diwujudkan dalam gerakan Dar alIslam atau Negara Islam Indonesia serta gerakan Islam di Sulawesi Selatan. Ide untuk mendirikan negara Islam, menurut Azyumardi, merupakan salah satu isu yang sangat krusial bagi kelompok Muslim di Indonesia. Beberapa kelompok moderat,
seperti
Partai
Masyumi
pada
tahun
1950-an,
berusaha
mentransformasikan ide itu melalui parlemen. Meskipun usaha ini gagal, patut dihargai karena mereka melakukannya melalui cara-cara demokratis, bukan melalui pemberontakan. Azyumardi mengatakan, umat Islam adalah kelompok masyarakat yang besar di bumi ini. Namun, ia mensinyalir ada sesuatu yang kurang sehingga
51
http://aniq.wordpress.com/2005/09/07/
umat Islam terkadang tidak bisa berbicara banyak dalam kehidupan global. ‘’Ada masalah kualitas,’’ ungkapnya. Akibatnya, lanjut Azyumardi, umat Islam tidak lagi menjadi garda depan peradaban dan perkembangan zaman. Ketika dunia Barat berkembang, ada sebagian umat yang menolak bahkan menyalahkannya. Cara yang ditempuh ada yang liar (terorisme). ‘’Ibaratnya, ingin membongkar suatu peradaban atau membangun suatu peradaban, tetapi tidak memberikan alternatif atau solusi. Yang diberikan adalah reaksi yang bernada kekerasan,’’ jelasnya.
Azyumardi juga mengungkapkan, terorisme dalam berbagai bentuknya, tidak ragu lagi merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity). ‘’Karena itulah, setiap orang mesti melakukan berbagai upaya maksimal untuk menanggulanginya, termasuk kaum Muslim,’’ tegasnya.
Itulah sebabnya, kata Azyumardi, sejak terjadinya peristiwa bom Bali I 12 Oktober 2002, bahkan sejak peristiwa 11 September 2001 di Amerika Serikat, para tokoh Islam berulang kali menyatakan, terorisme dan tindakan bom bunuh diri bertentangan dengan ajaran Islam. ‘’Bahkan, tidak lama setelah peristiwa bom Bali I, MUI Pusat mengeluarkan fatwa tentang haramnya terorisme dan bom bunuh diri. Tetapi harus diakui, kedua fatwa ini tidak banyak diberitakan media massa. Oleh karena itu, juga tidak tersosialisasi dengan baik,’’ keluhnya.
Selain itu, intelektual Muslim ini mengakui, para ulama dan pimpinan ormas-ormas Islam juga terlihat pasif dan bahkan defensif atau apologetik, khususnya ketika kelompok teroris dan aksi-aksinya dikaitkan dengan Islam dan kaum Muslimin. ‘’Karena itu, untuk melengkapi justifikasi tidak sahnya terorisme dan bom bunuh diri secara teologis-fiqhiyah, alasan fiqh siyasah tersebut menjadi sangat penting. Pemberantasan terorisme kini juga merupakan pekerjaan rumah para ulama dan pimpinan ormas-ormas Islam,’’ cetusnya.52 Azyumardi menegaskan, harus ada perubahan sikap dan paradigma untuk menolak kekerasan dan terorisme. ‘’Intinya sebagai umat beragama kita harus hidup saling menghargai, menghormati, dan mengasihi,’’ tandasnya. 3. Prof. DR. Muhammad Quraisy Shihab, MA. Pakar tafsir al- Qur’an Muhammad Quraish Shihab mengatakan, para tokoh Islam akan melakukan pertemuan untuk mempersempit ruang gerak teroris di Indonesia. Pertemuan ini, kata dia, akan melibatkan berbagai tokoh dan pimpinan pesantren. Ini untuk menghindari pemanfaatan pesantren oleh kelompok teroris. Quraish mengatakan, akar Islam di Indonesia sendiri bersifat damai. Ini bisa dilihat dari berkembangnya organisasi kemasyarakatan seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan mayoritas pesantren di Indonesia. Sifat pergerakannya, kata dia, juga transparan. Lanjut Quraish, kelompok teroris
52
www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A3477_0_3_0_M
bersifat tertutup dan memiliki pemahaman yang kaku. Ia mengatakan, tindakan teror ini juga terbawa oleh beberapa alumni perang di Afghanistan yang dulu dibantu Amerika Serikat. Karena berbagai tekanan ideologi dan ekonomi, lanjut dia, para alumni perang ini lalu memperluas medan pertempuran. "Mereka seperti Rambo yang pulang dari Vietnam," kata dia. Masih menurut Quraish Shihab, izin memerangi kaum kafir bukan karena kekufuran atau keengganan mereka memeluk Islam, tapi karena penganiayaan yang mereka lakukan terhadap “hak asasi manusia untuk memeluk agama yang dipercayainya”.53 4. KH. Hasyim Muzadi
Menyoroti berbagai aksi terorisme di Indonesia, Ketua Umum PBNU KH. Hasyim Muzadi mengatakan, cara-cara teror seperti itu bukan berjuang untuk Islam karena justru merugikan Islam. Terorisme akan menguntungkan orangorang yang tidak menyukai Islam karena mereka memiliki alat untuk memojokkan Islam. Cara-cara yang ditempuh kelompok teroris yang mengatasnamakan Islam, menimbulkan kesan kalau Islam adalah agama kasar dan kejam. Padahal, sejatinya Islam adalah agama damai. Menurutnya, aksi teror oleh sekelompok orang Islam itu mengingatkan para ulama bahwa ada masalah di internal Islam sendiri. Ini pekerjaan rumah yang sangat besar bagi para ulama untuk memberi penafsiran Islam secara komprehensif, benar dan 53
Muhammad Quraisy Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung;Mizan,1996), h.517
mencerahkan umat. Supaya tidak ada lagi anak-anak muda Islam yang memahami Islam secara sepotong-sepotong yang menyebabkan mereka terjebak pada aksi terorisme.54
Selain itu, Muzadi berpendapat, Pertama yang perlu kita pahami, terorisme adalah akumulasi dari berbagai faktor. Faktor pertama adalah kesalahan persepsi terhadap agama itu. Jadi mungkin beragama benar, tapi membawakan agama di dalam masyarakat plural ini salah," jelasnya. Faktor kedua, konflik global. Dia mengatakan personel yang berperang di Timur Tengah telah menyebar ke sejumlah negara, termasuk ke Indonesia. "Jadi semakin ada perang global di Barat lawan Timur Tengah, akan semakin banyak yang mengalir Indonesia," jelasnya. Dia berharap masyarakat dapat membendung politik transnasional itu bagi kepentingan kebangsaan dalam wawasan keagamaan. Caranya, kata dia, memberikan wacana kepada masyarakat bagaimana Islam yang lurus dan bagaimana cara membawakannya di dalam pluralitas. Komunitas agama, seperti NU, dapat membendung gerakan ekstrim dari dasarnya. Namun jika sudah mengarah kepada tindakan represif, dilakukan oleh negara. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa terorisme itu tidak
54
www.suarapembaruan.com/News/2005/11/27/Utama/ut01.htm
tumbuh dari agama, tetapi tindakan teror tersebut tumbuh dari politik yang diagamakan.55
5. Prof. DR.Amin Rais
Tokoh yang satu ini adalah mantan Ketua MPR RI periode tahun 19992004. Menurut Amien yang juga guru besar Ilmu Politik UGM, menyatakan bahwa masyarakat tidak perlu panik akibat adanya bom teror, agar roda bisnis dan kurs rupiah tidak terganggu. Ia menolak anggapan bahwa peledakkan terjadi karena kecolongan pihak keamanan. “Teroris itu memang iblis,” katanya.56
Amien mengimbau semua pihak agar tidak saling tuding, melempar tanggung jawab, dan mencoba mengambil kesimpulan sendiri mengenai kasus ledakan
bom
di
Hotel
JW
Marriott
Kuningan,
Jakarta
Selatan.
"Biasanya dalam kasus seperti itu, ada kecenderungan untuk saling lempar tanggung jawab, saling tuduh, dan tanpa menganalisa mencoba mengambil kesimpulan siapa pelaku peledakan. Kali ini, mari kita hindari," katanya menanggapi terjadinya ledakan bom di Hotel JW Marriott. Menurut dia, di
55
56
http://web.bisnis.com/umum/sosial/1id40619.html
www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2003/08/05/brk,20030805-32,id.html
antara komponen bangsa yang paling ahli dan kompeten menyelesaikan masalah tersebut adalah POLRI. Karenanya, masalah bom tersebut hendaknya diserahkan
kepada
pihak
Polri
untuk
mengusut
secara
detail.
Ia berharap, mudah-mudahan POLRI bisa segera mengungkap siapa di belakang pengeboman Hotel JW Marriott dan kemudian diproses secepat mungkin. "Jadi, kita kembalikan ke Polri mudah-mudahan seperti kasus bom Bali, kasus ini pun bisa cepat terungkap," katanya sambil menyampaikan rasa bela sungkawa yang setingginya kepada keluarga korban yang meninggal akibat ledakan bom tersebut.57
Amien Rais juga berpendapat terorisme adalah crime against humanity (kejahatan melawan kemanusiaan). Tidak ada satu pun agama yang menganjurkan itu. Teroris itu tidak punya agama, tidak punya kemanusiaan. Kalau ada teroris yang mengaku muslim, apa Kristen, apa Hindu, apa Budha, itu harus ditindak tegas.58
6. Prof. DR. Din Syamsuddin, MA.
Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin meminta umat Islam di Indonesia tidak mengingkari adanya teroris yang menggunakan Islam sebagai kedok untuk membenarkan ajarannya. "Umat Islam jangan
57 58
www.gatra.com/2003-08-05/artikel.php?id=30471 www.kpu.go.id/berita/haripertama.php
terhasut oleh paham yang seolah-olah Islam, tapi sebenarnya menyimpang dari Islam. Untuk menghindarinya, saya minta umat Islam memahami agama dari ulama yang benar,"kata Din di kantor Muhammadiyah, Jakarta. Din juga menegaskan melakukan bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam. "Apalagi jihad dengan bunuh diri, sama sekali tidak dibenarkan dalam Islam,"katanya.59
Jihad juga seharusnya dilakukan langsung pada musuh, bukan pada orangorang tidak berdosa, apalagi memakan korban sesama umat muslim. "Jelas bahwa para teroris ini salah memahami Islam. Mereka sesat,"kata Din. Teroris yang tewas dalam aksi bom bunuh diri, menurut Din, tidak mati syahid. Din juga meminta para teroris yang sudah dipidana mati, segera dieksekusi.
Aksi bom di Indonesia, menurut Din, justru mendiskreditkan Islam di tanah air. "Yang rugi adalah umat Islam, karena citranya jadi buruk dan tidak sempat membangun diri sendiri,"katanya.
Din juga menambahkan, sebuah kesalahan serius taktaka Barat menyamakan Islam dengan terorisme. Cara terbaik untuk mengurangi kesalahpahaman
59
dan
kecurigaan
itu,
menurut
Din,
harus
www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/11/17/brk,20051117-69353,id.html
dimulai
mempromosikan ke depan cara terbaik untuk mempromosikan dialog dan kerjasama antar agama-agama.60
Pada bagian lain, Din menegaskan penting pendefinisian terorisme secara jelas, mengingat beragamnya makna dan semakin kompleks isu ketika ada pihak yang mengaitkan terorisme dengan Islam. “Dalam konteks seperti ini, perang melawan terorisme tidak akan efektif jika kita tidak bisa secara jelas menegaskan apa yang dimaksud dengan terorisme dan apa yang memotivasi tindakannya,” ujarnya. Meskipun tidak mudah untuk mencari definisi yang tegas, namun menurut Din, ada beberapa ciri yang menegaskan tindakan teroris. Biasanya, teroris selalu mempunyai motif politik, menggunakan cara kekerasan untuk mewujudkan tujuannya, menciptakan rasa takut, dan targetnya dilakukan secara acak.61
Meskipun demikian, lanjut Din, sebagian ulama menyetujui upaya mencari syahid dalam keadaan tertentu, seperti di Palestina. Keadaan di Palestina memang memenuhi syarat, yaitu dalam keadaan perang. Dalam kondisi perang seperti itu, melakukan segala upaya untuk melawan musuh secara langsung dapat dibenarkan.
7. DR. Hidayat Nur Wahid, MA. 60
61
www.swaramuslim.net/more.php?id=5768_0_1_0_m www.freelists.org/archives/ppi/11-2005/msg00115.html
Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid, mengatakan sangat aneh jika bom Bali I & II dikait-kaitkan dengan jihad Islam. “Sementara di video yang ditayangkan, (orang yang diduga) Noordin M Top mengatakan, musuh kita Amerika Serikat,” tukas Nur Wahid. Dari segi target, lanjut mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, justru yang paling banyak menjadi korban dalam pemboman tersebut adalah orang Islam yang beragama Islam, apalagi pada bom Bali II 1 Oktober lalu.
“Menurut saya, tetap saja ada hal yang penting untuk diwaspadai, bahwa ada orang-orang yang mengaku orang Islam, tetapi meresahkan Islam dan menjadikan umat Islam sebagai korban. Indonesia sebagai negara juga menjadi korban,” tutur Nur Wahid. Ia juga mengimbau semua pihak untuk mendudukkan permasalahan secara proporsional. Jangan karena perilaku 1-2 orang, Islam dan umat Islam menjadi korban. “Dan kenyataannya, Islam dan umat Islam sudah menjadi korban terorisme.”62
8. DR. Tarmizi Taher
Ketua
Umum
Dewan
Masjid
Indonesia
(DMI)
Tarmizi
Taher
menngungkapkan, teror atau membunuh orang tidak berdosa tidak ada kaitannya dengan agama apapun termasuk dengan agama Islam. “Terorisme adalah gerakan anti kemanusiaan, gerakan politik yang menyalahgunakan 62
Bom Bunuh Diri Haram, Media Indonesia, h.3
agama untuk mencederai umat itu sendiri. Korban dari aksi teror telah menimpa berbagai negara dan masyarakat,” ujarnya.
Tarmizi mengakui, umat Islam saat ini diuji dengan tuduhan terorisme. Namun demikian, umat Islam patut bersyukur dengan munculnya gerakan Islam Moderat dalam masyarakat yang menunjukkan adanya revivalisasi nilainilai agama yang santun dan ramah. Nilai-nilai agama tersebut berhadapan dengan arogansi dan kekerasan. “Umat beragama di Indonesia harus bangkit bersama melawan kekerasan yang mengatas-namakan agama, jika tidak mau tenggelam dalam stereotip yang tidak menguntungkan semacam teroris,” tegasnya.63
9. KH. Ma’ruf Amin
Menurut Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia K.H. Ma'ruf Amin bahwa anggapan mereka (pelaku pengeboman di Indonesia) tentang jihad itu adalah sebuah pemahamam agama yang keliru. Sebab, selain berdosa karena menghilangkan nyawa orang lain, pelaku peledakan juga telah membunuh dirinya sendiri dan hal itu hukumnya haram dalam agama Islam. "Hal inilah
63
http://teguhtimur.wordpress.com/2006/12/01/memberantas-terorisme-dengan-agama/
yang harus kita tanggulangi sekarang. Sebab, MUI sendiri telah mengeluarkan fatwa tahun 2004 bahwa perbuatan seperti itu bukan jihad dan mati syahid," tegas Mar`uf.
Untuk menanggulangi pemahamam agama yang keliru itu, MUI kemudian membentuk tim penanggulangan terorisme. Menurut Mar`uf, tim ini dibentuk setelah Wapres Jusuf Kalla mengimbau agar kalangan ulama mensosialisasikan pemahaman konsep jihad yang benar dan terdiri dari berbagai kalangan seperti Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Ikatan Cendekiawan Islam, dan organisasi Islam lainnya. Mar`uf mengatakan bahwa tim ini yang akan turun ke masyarakat untuk meluruskan pemahaman jihad yang benar atau sesuai dengan ajaran Islam. "Kita akan ‘memagari’ masyarakat dari pemikiran jihad dan mati syahid yang keliru," ujar dia.
Memang bukan sebuah kebetulan bahwa identitas dari para pelaku teror itu adalah mereka yang pernah mengikuti pendidikan di pesantren. Meskipun demikian, sejumlah pengasuh pesantren membantah anggapan bahwa lembaga pesantren telah mengajarkan ideologi jihad dan mati syahid seperti yang diyakini para pelaku bom bunuh diri itu.64
10. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi & KH. Wahidin
64
http://mobile.liputan6.com/?c_id=8&id=113002
Pimpinan Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, KH. Abdullah Syukri Zarkarsyi, menjelaskan bahwa seluruh konsep jihad memang diajarkan kepada para santrinya. Tapi, ajaran jihad yang diajarkan itu adalah jihad yang benar atau sesuai dengan agama Islam. Terkait dengan latar belakang pendidikan pelaku terorisme, Adullah mengungkapkan bahwa tindakan terorisme yang mereka lakukan itu tidak dibenarkan dan tidak ada hubungannya dengan latar belakang pendidikan. "Artinya tindakan mereka itu karena pengaruh dari luar," tegas Abdullah.
Sementara itu, menurut KH. Wahidin, Direktur Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Jawa Tengah, pemerintah jangan memojokkan lembaga pesantren untuk melakukan pelurusan konsep jihad atau mati syahid. "Karena kalau kita melakukan pelurusan itu, berarti selama ini pemahaman yang kita ajarkan itu keliru dan dari dahulu kita tidak pernah merasa keliru tentang pemahaman tentang jihad," tegas Wahidin. Baginya, Jihad itu adalah mengerahkan seluruh potensi yang dimiliki setiap umat Islam dalam rangka mempelajari, mengamalkan, dan mendakwahkan atau memperjuangkan dakwah ajaran Islam apabila mendapat tantangan. Lantas dengan adanya seruan itu, Wahidin mengaku pihaknya menganggap keputusan pemerintah itu adalah sesuatu yang wajar atau positif dan pihaknya akan bersikap netral. Wahidin juga mengatakan jangan mengaitkan latar pendidikan seorang pelaku bom itu dengan latar belakang pendidikannya. "Sebab, saya yakin perbuatan itu bukan
karena pesantrennya tetapi lingkungannya," tutur dia menanggapi latar belakang pendidikan pelaku teror bom. 65
11. Ustazd Abubakar Ba’asyir
Beliau adalah Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Menurutnya, pengeboman tanggal 12 Oktober 2002 di Bali khususnya dan beberapa pengeboman yang lain di Indonesia umumnya merupakan rentetan dari salah satu usaha Amerika memerangi Islam. Dalam usaha yang pertama: dengan adanya pengeboman itu, Amerika ingin membuktikan bahwa betul-betul di Indonesia itu ada teror. Yang kedua Amerika ingin membentuk satu opini bahwa teroris-teroris yang menggerakkan teror di Indonesia ini adalah orang Islam.66 “Mengenai hal itu, saya kembali hanya berpedoman kepada sistem apa yang diterangkan syariat, selama orang kafir itu tidak memerangi Islam kita dilarang untuk menyerang dan membunuhnya. Tentang masalah Bali, apakah orang-orang kafir, baik itu orang Amerika atau Australia yang sedang berada di tempat itu orang-orang yang memerangi Islam atau tidak? Menurut pengamatan saya mereka hanyalah turis biasa. Jadi saya berpendapat tidak seyogianya mereka harus dibunuh, tapi sebaiknya didatangi untuk kemudian dinasehati, didakwahi untuk tidak berbuat maksiat semacam itu.” jelasnya. 65
66
Ibid.
Dedi Junaedi, Konspirasi Di Balik Bom Bali Skenorio Membungkam Gerakan Islam,(Jakarta:Bina Wawasan Press, 2003), h.116
“Pada dasarnya saya mengajarkan Islam menurut keterangan syariat yang ada dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Perlu diketahui bahwa Islam itu memerintahkan kita hidup berdamai kepada semua umat manusia baik yang muslim maupun yang kafir. Kita diperintahkan hidup berdamai berbuat baik dan berbuat adil. Pada dasarnya Islam itu menyerukan perdamaian, tetapi apabila Islam diperangi dan diganggu syariatnya, maka Allah swt memerintahkan kita tidak boleh berbuat damai kepada mereka, tetapi harus membela diri memerangi mereka.” tegasnya. 67
12. Irfan S. Awwas
Ketua Tanfidziyah Majelis Mujahidin Indonesia ini mencoba memahami jalan pikiran Imam Samudra. "Semua itu merupakan hasil ijtihad Imam Samudra atau pengalaman pribadinya. Jadi, kita tidak berhak mencampuri isi buku itu," ujar Irfan. "Orang boleh setuju boleh tidak. Kalau menolak, harus memberikan
hujah,
argumentasi
yang
lebih
sahih,"
katanya.
Pemboman di Bali yang dilakukan Imam Samudra dan kawan-kawan karena keyakinannya bahwa di situ terdapat musuh yang dia kejar. "Nah, kita kan tidak tahu, yang tahu cuma mereka. Jika ada yang terkena pemboman, itu memang risiko," ujar Irfan. Tapi bukan berarti Irfan sejalan dengan Imam. Jihad yang dilakukan Imam Samudra, menurut Irfan, tidak melihat kondisi lokal. Inilah yang menyebabkan dia berseberangan dengan para pelaku bom 67
Ibid.
Bali, JW Marriott, maupun Kuningan. "Indonesia tidak dalam keadaan perang, sehingga tidak bisa disamakan dengan di Afghanistan atau di Irak," katanya. 68
B. Cendekiawan Muslim di Luar Indonesia 1. Salim Ulwan al-Hasaniy Cendekiawan muslim dari Libanon, Salim Ulwan al-Hasaniy, menegaskan bahwa Islam bukanlah agama teroris dan radikal. Umat islam adalah ummah wasathiyah, agamanya berada di garis tengah antara orang yang berlebihan dan orang-orang yang meninggalkannya. Moderasi Islam dan keluwesannya tidak diambil dari selera, kecenderungan dan pendapat pribadi orang, tetapi diambil dari teks-teks syara’. Agama Islam dan orang-orang yang berpegang teguh dengan Islam, dengan dibekali ilmu, terbebas dari penyimpangan dari jalur moderat.69 2. Prof. DR. Wahbah al-Zuhaili Beliau adalah seorang ulama besar dari Damaskus; Ketua Jurusan Fiqh dan Ush al-Fiqh di Fakultas Syariah, Damaskus. Ketika menjawab pertanyaan tentang dasar syariat aksi bom syahid, Beliau berkata : “Apabila telah jelas jika tindakan pengorbanan diri atau bom syahid ini dilakukan dalam pertempuran melawan musuh seperti orang-orang Yahudi, kuat dugaan bahwa musuh akan
68
69
http://www.gatra.com/2005-04-08/artikel.php?id=83327 http://teguhtimur.wordpress.com/2006/12/01/memberantas-terorisme-dengan-agama/
membunuh atau menyiksa, dan dengan seizin pemerintahan yang sah, serta diyakini aksi ini akan menggentarkan musuh, membuat musuh takut, atau merupakan perlawanan atas intimidasi yang dilakukan musuh; maka aksi bom syahid ini adalah boleh insya Allah. Sebab, aksi bom syahid telah menjadi suatu kebutuhan yang sangat penting pada saat ini. Selain itu, aksi perlawanan frontal yang langsung berhadapan dengan musuh, tidak selalu bisa merealisasikan tujuan. Bahkan, sesungguhnya aksi-aksi kepahlawanan yang heroik
dalam melawan agresi musuh semacam ini dapat mewujudkan
perubahan yang sangat krusial.”70 3. Prof. DR. Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi Beliau adalah ketua Jurusan Theologi dan Perbandingan Agama di Fakultas Syari’ah Universitas Damaskus. Ketika menjawab pertanyaan mengenai bon syahid, Beliau berkata “Aksi-aksi disyari’atkan seratus persen, apabila tujuan pelakunya adalah untuk mengalahkan musuh dan tidak sekedar untuk membuang nyawa. Apabila hanya untuk melepaskan nyawanya termasuk bunuh diri. Karena itu ia (pelaku bom syahid) wajib berniat untuk mengalahkan musuh bukan untuk mati. Karena Allah bisa jadi menyelamatkannya, meskipun dengan luka bakar.” Kemudian Beliau memberikan contoh : “Di sana ada seorang yang berkata, aku sudah bosan hidup, aku akan melaksanakan aksi ini, maka ia bunuh diri. Yang lain mengatakan, aku akan maju berjihad di jalan
70
Nawaf Hail Takruri, al-amaliyat al-istishadiyah fil Mizan al-Fiqh, h.102
Allah dan menyerang musuh, jika aku mati, maka hal ini baik bagiku dan jika aku tidak mati maka ini lebih baik. Maka ia syahid insya Allah.”71
4. Syekh Muhammad Tanthawi Syekh Muhammad Tanthawi adalah seorang imam besar Universitas alAzhar yang terkenal. Pandangan Tantawi dihormati secara luas di dunia islam, dan ketika ditanya apa pemikirannya tentang serangan bunuh diri, ia menjawab: “Saya menentang orang yang mengatakan bahwa membunuh wanita, anak-anak, dan warga sipil lainnya itu diizinkan, hanya karena anakanak itu bisa jadi nantinya bekerja untuk militer. Ini perkataan yang lucu, bodoh sehingga harus benar-benar ditentang. Dan ini bertolak belakang sama sekali dengan anjuran Nabi. Serangan atas orang-orang jujur sepenuhnya ditentang dalam hukum Islam.” Dalam pidatonya yang lain, Tanthawi menyatakan bahwa pengebom yang meledakkan bahan peledak di tengah warga sipil tidak sedang berjuang dalam perang sejati. Kalangan agamawan lain yang menyatakan pandangan yang sama adalah Mufti Agung Saudi Arabia, Syekh Abdul Aziz bin Abdullah al-Syekh. Pernyataannya : “(ini) merupakan bentuk bunuh diri, sehingga terlaknat,” adalah pernyataan tentang kenyataan bahwa serangan seperti ini tidak sejalan dengan Islam. 72
71
Ibid., h. 92
72
www.tragedipalestina.com/intifada02.html
5. DR. Zaki Badawi DR. Zaki Badawi adalah seorang dekan pada London’s Muslim College, Inggris. Beliau adalah cendekiawan muslim yang menyatakan bahwa serangan bunuh diri itu tidak sejalan dengan Islam. Badawi menyatakan bahwa meskipun keadaan yang dialami oleh orang-orang Palestina saat ini tidak dapat diterima, tetap tidak diizinkan untuk menyerang sasaran sipil. “Saya secara pribadi berpikir mereka itu salah memahami Islam dan saya pikir mengerikan sekali melakukan kejahatan atas orang yang tak bersalah karena ini menentang hukum Islam.” Tuturnya menanggapi bom bunuh diri yang terjadi di Palestina.73
6. Fatwa Cendekiawan Muslim Timur Tengah
Kenyataan bahwa menyerang warga sipil itu sepenuhnya tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam ditegaskan kembali berkali-kali oleh begitu banyak ulama Islam. Salah satu fatwa yang dikeluarkan pada 27 September 2001, dan ditandatangani oleh sejumlah besar kalangan agamawan, berisi pernyataan berikut ini, “Dalam pandangan Islam, orang yang terlibat dalam serangan teroris adalah melakukan kejahatan hirabah.” Beberapa kalangan agama yang menandatangai fatwa ini adalah : Syekh Yusuf al-Qardhawi (cendekiawan besar Islam dan Ketua Dewan Sunnah dan Sirah, Qatar), Hakim Tariq al-Bishri (Wakil Presiden Utama Dewan Ulama, Mesir), DR. Muhammad S. al-Awa 73
Ibid.
(Profesor hukum Islam dan syari’ah, Mesir),DR. Haytham al-Khayyat (Cendekiawan Muslim, Siria), Shaykh Fahmi Huwaydi (Cendekiawan Muslim, Mesir), Syekh Taha Jabir al-Alwani (Ketua Dewan Tinggi Amerika Utara).74
74
Ibid.
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2004 TENTANG TERORISME
A. Latar Belakang Lahirnya Fatwa MUI tentang Terorisme Sekurang – kurangnya ada dua hal yang melatar belakangi lahirnya fatwa MUI tentang Terorisme, yaitu :75 1. Akhir – akhir ini telah terjadi tindakan terorisme dengan berbagai bentuknya di beberapa negara, termasuk Indonesia. Tindakan tersebut telah menimbulkan kerugian harta dan jiwa serta rasa tidak aman di kalangan masyarakat. Dalam kurun waktu 6 tahun, terhitung dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2005 telah terjadi beberapa kejadian teror di Indonesia, seperti yang tertera dibawah ini :76
Bom Kedubes Filipina di Jakarta tanggal 1 Agustus 2000. Bom meledak dari sebuah mobil yang diparkir didepan rumah Dubes Filipina, Menteng, Jakarta Pusat, 2 orang tewas dan 21 orang lainnya luka-luka, termasuk Dubes Filipina Leonides T. Caday.
Bom Kedubes Malaysia di Jakarta tanggal 27 Agustus 2000. Granat meledak di komplek Kedubes Malaysia di Kuningan Jakarta. Tidak ada korban jiwa.
75
Wawancara Pribadi dengan Anwar Ibrahim. Jakarta, 5 April 2008
76
Daftar Serangan Teroris di Indonesia, Kompas, Jakarta, 8 Oktober 2005, h.1
Bom Gedung BEJ Jakarta tanggal 13 September 2000. Ledakan mengguncang lantai parkir P2 Gedung BEJ, 10 orang tewas, 90 orang lainnya luka-luka dan 104 mobil rusak berat, 57 rusak ringan.
Bom malam natal tanggal 24 Desember 2000. Serangkaian ledakan bom pada malam natal di beberapa kota di Indonesia, merenggut nyawa 16 jiwa dan melukai 96 lainnya serta mengakibatkan 37 mobil rusak.
Bom Plaza Atrium Senen, Jakarta tanggal 23 September 2001. Bom meledak di kawasan Plaza Atrium Senen Jakarta, 6 orang cidera.
Bom Restoran KFC di Makasar tanggal 12 Oktober 2001. Ledakan bom mengakibatkan kaca, langit-langit, dan neon sign KFC pecah. Tidak ada korban jiwa.
Bom Sekolah Australia di Jakarta tanggal 6 November 2001. Bom rakitan meledak di halaman Australian Internasional School (AIS), Pejaten, Jakarta.
Bom malam tahun baru 2002, 1 Januari 2002. Granat manggis meledak didepan rumah makan ayam bulungan, Jakarta. Satu orang tewas dan seorang lainnya luka-luka. Di Palu, Sulawesi Tengah terjadi empat ledakan bom di beberapa gereja. Tidak ada korban jiwa.
Bom Bali I tanggal 12 Oktober 2002, tiga ledakan mengguncang Bali. 202 korban yang mayoritas warga negara Australia tewas dan 300 orang lainnya luka-luka. Pada saat bersamaan di Manado Sulawesi Utara, bom rakitan juga meledak di kantor Konjen Filipina, tidak ada korban jiwa.
Bom restoran Mc Donald’s di Makasar tanggal 5 Desember 2002. Bom rakitan yang dibungkus wadah plat baja meledak di restoran itu. 3 orang tewas dan 11 orang lainnya luka-luka.
Bom Kompleks Mabes POLRI Jakarta tanggal 3 Februari 2003. Bom rakitan meledak di loby Wisma Bhayangkari, Mabes POLRI Jakarta. Tidak ada korban jiwa.
Bom Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng, Jakarta tanggal 27 April 2003. Bom meledak di area publik di terminal 2F. 2 orang luka berat dan 8 orang lainnya luka sedang dan ringan.
Bom JW Marriot 2003 tanggal 5 Agustus 2003. Bom menghancurkan sebagian Hotel JW Marriot. Sebanyak 11 orang meninggal dunia dan 152 orang lainnya mengalami luka-luka.
Bom Cafe Palopo 2004. Terjadi pada 10 Januari 2004 di Palopo, Sulawesi, menewaskan empat orang (BBC).
Bom Kedubes Australia tanggal 9 September 2004. Ledakan besar terjadi di depan Kedubes Australia. 5 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Ledakan juga mengakibatkan kerusakan beberapa gedung di sekitarnya seperti Menara Plaza 89, Menara Grasia, dan Gedung BNI.
Bom Kedubes Indonesia di Paris 2004. Terjadi pada 8 Oktober 2004. Tidak ada korban jiwa.
Bom Pamulang Tangerang tanggal 8 Juni 2005. Bom meledak di halaman rumah Ahli Dewan Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Abu Jibril alias M. Iqbal di Pamulang Barat. Tidak ada korban jiwa.
Bom Bali II 2005. Tanggal 1 Oktober 2005 bom kembali meledak di Bali. Sekurang-kurangnya 22 orang tewas dan 102 lainnya luka-luka akibat ledakan yang terjadi di RAJA’s BAR dan Restaurant Kuta Square, daerah Pantai Kuta dan di Nyoman Cafe Jimbaran.
Pemboman di Palu tanggal 31 Desember 2005. Bom meledak di sebuah pasar di Palu Sulawesi Utara yang menewaskan 8 orang dan melukai sedikitnya 45 orang.
2. Bahwa terhadap tindakan terorisme terjadi beberapa persepsi: sebagian menganggapnya sebagai ajaran agama Islam, karena itu ajaran agama Islam dan umat Islam harus diwaspadai; sedang sebagian yang lain menganggapnya sebagai jihad yang harus dilaksanakan, walaupun harus dengan menanggung resiko terhadap harta dan jiwa sendiri maupun orang lain. Berdasarkan pertimbangan kedua hal tersebut, maka Majelis Ulama Indonesia (MUI) memandang perlu menetapkan fatwa tentang terorisme untuk dijadikan pedoman.
B. Terorisme dan Jihad
Terorisme makin populer ketika gedung World Trade Centre (WTC) New York yang merupakan simbol kapitalisme dan liberalisme dunia runtuh pada 11 september 2001 lalu. Peristiwa yang bagi bangsa Amerika merupakan peristiwa memalukan (the day of infamy) yang kedua setelah pengeboman Jepang atas Pearl Harbour pada 7 Desember 1941 silam. Peristiwa WTC mendorong Amerika memerangi apa yang disebutnya sebagai ‘teroris’, yang bagi penulis, pelakunya sendiri masih misterius hingga saat ini. Meskipun Amerika meyakini bahwa kelompok Al-Qaeda berada dibalik serangan itu. Untuk memerangi Al-Qaeda dan jaringannya ini, Amerika mengalokasikan dana 40 milyar dollar AS lebih. Peristiwa WTC ini menyedot perhatian dunia yang amat luar biasa hingga melibatkan ratusan negara terlibat dalam misi pengejaran kaum teroris yang dikejar Amerika, tak terkecuali pemerintah Indonesia. Sebenarnya, di Indonesia sendiri telah banyak terjadi berbagai tindakan teror di beberapa daerah, jauh sebelum peristiwa WTC terjadi. Misalnya, Bom Kedubes Filipina di Jakarta tanggal 1 Agustus 2000, Bom Kedubes Malaysia di Jakarta tanggal 27 Agustus 2000, Bom Gedung BEJ Jakarta tanggal 13 September 2000, dan Bom malam natal tanggal 24 Desember 2000. Tindakan teror seperti ini, menjadi malapetaka yang menimpa umat islam di berbagai daerah di Indonesia. Beragam bentuk dan peristiwa yang menuduh dan mencurigai umat islam sebagai pelaku peledakan terus menerus kita dengar dan saksikan. Bahkan berbagai tudingan datang dari negara-negara lain (AS, Inggris, Australia) yang
menyebutkan Indonesia adalah negara sarangnya teroris. Tudingan tersebut dilandasi mengingat banyaknya aksi teror yang terjadi di Indonesia, sebagaimana yang telah penulis sebutkan sebelummya. Ditengah keadaan yang meresahkan masyarakat atas tindakan terorisme tersebut, maka MUI (Majelis Ulama Indonesia) sebagai wadah perkumpulan para ulama di Indonesia turut andil dalam mengatasi masalah terorisme ini dengan mengeluarkan fatwa No. 3 Tahun 2004 tentang terorisme.
Pada uraian berikutnya, penulis akan mencoba melakukan tinjauan hukum Islam terhadap terorisme, dan tinjauan hukum Islam terhadap makna jihad pada bunyi fatwa MUI No. 3 Tahun 2004 yang menjadi kajian objek penulis dalam skripsi ini. 1. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Terorisme Pada
pembahasan
terdahulu
mengenai
terorisme,
penulis
telah
memaparkan beberapa definisi dari terorisme. Sebagaimana kita ketahui bahwa begitu
banyak
pendapat
yang
dikemukakan
oleh
para
ahli
untuk
mendefinisikan terorisme. Pada bagian dictum (putusan) fatwa MUI No. 3 Tahun 2004 tentang terorisme mendefinisikan bahwa terorisme adalah tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat. Terorisme adalah salah satu bentuk kejahatan yang di organisasi dengan baik (well organized), bersifat transnasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang tidak membeda-bedakan sasarannya (indiskrimatif). 77
77
Fatwa MUI No. 3 Tahun 2004 Tentang Terorisme
Dari definisi yang diberikan oleh MUI tersebut, setidaknya ada tiga unsur atau sifat yang terdapat pada tindakan terorisme, yaitu : a. Bersifat merusak (ifsad) dan anarkhis; b. Tujuannya untuk menciptakan rasa takut dan/atau menghancurkan pihak lain; c. Dilakukan tanpa aturan dan sasaran tanpa batas. Berdasarkan ketiga unsur diatas, penulis akan melakukan tinjauan hukum Islam terhadap terorisme yang disebutkan dalam fatwa MUI tersebut. Dalam fiqh jinayah, sesungguhnya tidak ada istilah terorisme. Kita tidak akan menemukannya karena masalah terorisme adalah masalah kontemporer yang tidak muncul pada abad lampau. Begitu juga di dalam al-Quran, kita tidak akan menemukan istilah ini. Akan tetapi bila ditelusuri dari asal kata bahasa atau kebahasaan, maka terorisme atau al-Irhabiyyah dalam arti lain juga berarti intimidasi atau ancaman, yang dalam bahasa arab yaitu ارهبatau رهyang berarti menakuti dan mengintimidasi.78 Hal ini bila dikaitkan dengan jarimahjarimah yang ada dalam fiqh jinayah termasuk dalam jarimah hirabah, yang artinya adalah keluarnya sekelompok bersenjata di daerah Islam dan melakukan kekacauan, penumpahan darah, perampasan harta, merusak
78
Ahmad Warsan Munawwir, al-Munawwir:Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya:Pustaka Progresif,1997), Cet. Ke-14, h.539
kehormatan, merusak tanaman, peternakan, citra agama, akhlaq, dan ketertiban umum, baik dari kalangan muslim, maupun kafir (dzimmi maupun harbi).79 Dari keterangan di atas, penulis mendefinisikan dan mengqiyaskan antara jarimah hirabah dengan tindak terorisme berdasarkan kesamaan definisi dan maksud keduanya yaitu aksi sekelompok orang dalam negara Islam untuk melakukan kekacauan, gangguan keamanan, pembunuhan, pertumpahan darah, perampasan harta, merusak citra agama, akhlak, ketertiban, dan undangundang. Dengan cara qiyas berarti telah mengembalikan ketentuan hukum sesuatu kepada sumbernya yaitu al-Qur’an dan al-Hadist, sebab tidak semua hukum Islam tersurat secara jelas al-Qur’an dan al-Hadist, tetapi ada yang tersirat dan bersifat implisit-analogik.80 Maka dengan pendekatan analogis antara terorisme atau al-Irhabiyyah dengan hirabah, akan menemukan titik persamaan antara sebab dan sifat kedua tindak pidana tersebut. Diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwasanya Rasulullah saw bersabda : 81
(ََِْ% ٌkَGُ) .$ِ َ}ََْ ََا(]َح$ََْ% ََ/ََْ ﺡ
Artinya : “Barangsiapa membawa senjata untuk mengacau, maka bukanlah termasuk golongan kami.” (Muttafaqun ‘Alaih). Para fuqaha mendefinisikan al-muharib (pelaku hirabah) dengan :
79
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 9 (Bandung: al-Ma’arif, T.th.), h.186
80
Sulaiman Abdullah, Dinamika Qiyas Dalam Pembaharuan Hukum Islam, Cet.V (Pedoman Ilmu Jaya,1996), h.96 81
Muhammad Ibn Ismail al-Makhalani, Subul al-Salam, Juz III, h.257
ْ&ُ'ََFَسِ ا(]َحَ وَا$ اVََ% ََ/َ ﺡ ْ َ “Orang yang mengangkat senjata melawan orang banyak dan menakut-nakuti mereka (menimbulkan rasa takut di kalangan masyarakat).” Menurut Abdul Qadir Audah dalam kitabnya al-Tasyri’ al-Jinai al-Islami, bahwa jarimah hirabah dapat berbentuk tindakan-tindakan sebagai berikut :
1) Suatu aksi kekerasan untuk mengacaukan masyarakat atau menggangu keamanan, sekalipun tidak mengambil harta atau tidak melakukan pembunuhan; 2) Suatu aksi untuk melakukan kekerasan sehingga menghancurkan harta benda tetapi tidak melakukan pembunuhan; 3) Suatu aksi kekerasan yang berakibat hancurnya harta benda dan nyawa.
Selanjutnya menurut beliau, unsur utama dalam jarimah hirabah adalah aksi kekerasan yang mengganggu keamanan masyarakat, baik menggunakan senjata atau tidak, baik dilakukan di desa atau di kota, atau di jalan umum dan fasilitas masyarakat.82 Dalam hal tempat dilakukannya hirabah, terjadi perbedaan pendapat di kalangan para fuqaha. Menurut Imam Malik, melakukan hirabah di dalam atau di luar kota sama saja. Dalam hal ini Imam Syafi’i mensyaratkan adanya kekuatan, meski ia tidak mensyaratkan jumlah dan besarnya kekuatan (syaukah) itu. Kekuatan yang di maksud adalah kekuatan
82
Abdul Qadir Audah, al-Tasyri’ al-Jinai al-Islami, (Beirut:Libanon,2000), h.138
untuk dapat mengalahkan, karena itu ia tidak mensyaratkan bahwa hirabah itu dilakukan di tempat yang jauh dari keramaian. Menurut Imam Abu Hanifah, hirabah tidak terdapat di dalam kota.83 Adapun dalil dari jarimah hirabah ini tersebut dalam QS al-Maidah (5): 33
ْ ََاءُ ا َِ ُ َرِﺏُنَ اَ وَرَﺱَُُ وََْ<َْنَ ِ اَْرْضِ ََدًا أ:َ; َ/إِﻥ ن َِ َْاGْ$ُ ِْ]َفٍ أَوF ِْ ْ&ُ'ُُ;ِْ'ِ&ْ وَأَر#ََْ أBCَ@ُ َُْا أَوAُ ُْ@َُا أَو ٌ&ِOَ% ٌَ َاب% َِة,ِFuْﻥَْ وََ'ُ&ْ ِ اK#ْيٌ ِ ا:ِF ْ&ُ'َ َHَِاَْرْضِ ذ (33 :5/ ة#P/)ا Artinya: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” Imam Jalalain, menafsirkan Surat al-Maidah ayat 33 sebagai perbuatan maksiat, pencurian, perampokan dan pembunuhan terhadap para Nabi dan umat Islam.84 Surat al-Maidah ayat 33 yang secara spesifik membicarakan hukuman bagi orang yang berbuat kerusakan di muka bumi (yang ditafsirkan oleh ulama sebagai perampokan, qat’u al-thariq) merespons perampokan yang dilakukan oleh suku ‘Ukail dan suku ‘Urainah. Ayat ini turun mengkritik tindakan kaum
83
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, penerjemah Imam Ghazali & Ahmad Zaidun (Jakarta:Pustaka Amani, 2007), h.603 84
Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad al-Mahalli dan Jalalaluddin Abdurrahman Ibn Abi Bakr Al-Suyuthi, Tafsir Jalalain, Juz I (Surabaya:Dar al-Abidin,T.th), h.100
Muslim yang keterlaluan menghukum kedua suku tersebut.85 Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa ada delapan orang suku ‘Ukail yang datang kepada Rasulullah saw, mereka berbaiat untuk menjalankan agama Allah swt. Mereka merasa iklim Madinah tidak cocok sehingga tubuh mereka sakit dan mengadukannya kepada Rasulullah saw, kemudian beliau bersabda : “Mengapa kalian tidak pergi saja dengan para penggembala unta sehingga kalian bisa mendapatkan air dari kantung dan susunya? Mereka meng-ia-kannya, kemudian pergi dan minum air dari kantung dan susunya sehingga mereka sembuh. Akan tetapi, mereka membunuh penggembala dan membawa untanya. Berita itu
sampai kepada Nabi saw, maka beliau
mengirimkan pasukan guna membuntutinya dan akhirnya mereka bisa ditangkap, lalu dihadapkan kepada Nabi, Beliau memutuskan agar mereka dihukum.”86 Dapat dipahami dari keterangan tersebut, bahwa tindak terorisme tidak dibenarkan dalam Islam, ia disamakan dengan perbuatan memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membunuh seluruh umat manusia.
2. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jihad
Yang dimaksud pada pembahasan ini adalah tinjauan hukum Islam terhadap jihad yang disebutkan dalam fatwa MUI No. 3 Tahun 2004 Tentang Terorisme. Dalam fatwa MUI tersebut, jihad didefinisikan sebagai berikut : 85
Muhammad Quraish Syihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 3, (Jakarta:Lentera Hati, 2000), h.78 Muhammad Ali al-Shabuni, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, (Beirut: Dar al-Qur’an alKarim, 1402 H), Juz I, h.509 86
a. Jihad adalah segala usaha dan upaya sekuat tenaga serta kesediaan untuk menanggung kesulitan di dalam memerangi dan menahan agresi musuh dalam segala bentuknya. b. Segala upaya yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan untuk menjaga dan meninggikan agama Allah.
Dari kedua definisi tersebut, dapatlah diketahui
bahwa jihad memiliki
beberapa sifat mendasar, antara lain :
a. Melakukan perbaikan (ishlah) sekalipun dengan cara peperangan; b. Tujuannya menegakkan agama Allah dan membela hak-hak pihak yang terzhalimi; c. Dilakukan dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh syari’at dengan sasaran musuh yang jelas.
Berdasarkan ketiga sifat di atas, dapatlah dipahami bahwa dilakukannya jihad dengan cara melakukan perbaikan, dan bertujuan menegakkan agama Allah dan membela hak-hak pihak yang terzhalimi, dan dilakukan berdasarkan aturan yang telah ditentukan oleh syar’i. Bila merujuk kepada hadist-hadist Rasulullah saw, jihad tidak hanya dimaknai dengan makna tunggal, yaitu perang. Akan tetapi, jihad memiliki pengertian umum mencakup seluruh jenis ibadah dan amal shalih, di antaranya : haji mabrur, menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang zhalim, berbakti kepada orang tua, menuntut ilmu dan
mengembangkan pendidikan, dan membantu fakir miskin (hadist-hadist ibadah ini telah disebutkan pada bab sebelumnya).
Memang, jihad dalam pengertian yang khusus dapat dimaknai sebagai perang. Sebagaimana sebagian fuqaha mengartikan jihad sebagai upaya mengerahkan segenap kekuatan dalam perang fi sabilillah baik secara langsung maupun dalam bentuk pemberian bantuan keuangan, pendapat, atau penyediaan logistik dan lain-lain untuk memenangkan peperangan. 87 Akan tetapi, berjihad dalam arti berperang haruslah memenuhi aturan-aturan yang telah ditentukan oleh syar’i, yaitu :
a. Hendaknya berjihad semata-mata mengharapkan keridhaan Allah swt, dan kaum muslimin memiliki senjata, kekuatan, dan pertahanan; b. Berjihad dalam satu komando di bawah Seorang 87
bendera
kaum
muslimin.
Imam/umara/pemimpin
Ibnu Abidin, Hasyiah Rad al-Mukhtar, h.119
mengumandangkan
seruan
untuk
berjihad (bukan pemimpin kelompok, sekte,
aliran,
panglima
dan
semisalnya, haruslah pemimpin sah muslimin yang memiliki kekuasaan) mengumandangkan
seruan
untuk
berjihad; c.
Hendaknya
sebelum
diperangi,
maka telah diserukan dakwah terlebih dulu kepada musuh untuk masuk Islam;
d.
Hendaknya
bahwa
dalam
menimbulkan
benar-benar
yakin
berjihad
ini
tidak
kemudlaratan
lebih
besar bagi Islam dan muslimin. Jika telah terpenuhinya syarat dan faktor tersebut, maka barulah diperbolehkan berjihad atau berperang, dan kalau ada satu atau bahkan semua tidak terpenuhi maka tidak diperkenankan untuk berjihad atau berperang.88 Menurut Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah, Beliau menjelaskan bahwa berjihad (berperang) sama sekali tidak dikenal 88
http://hidayatullah.com/index.php?option=com_joomlaboard&func=view&id=35778&catid =32. Ditulis Oleh: Syaikh DR Shalih bin Sa'ad As Suhaimi Al Harbi ( pengajar tetap di masjid Nabawi).
dalam ajaran Islam, kecuali pada dua keadaan :89 a. Mempertahankan diri, nama baik, harta, dan tanah air ketika diserang musuh; b. Dalam keadaan mempertahankan dakwah di jalan Allah. Dari pemaparan di atas, dapatlah dipahami bahwa jihad dengan makna perang memiliki aturan-aturan yang sangat ketat untuk melakukannya, sebagaimana para ulama telah sangat hati-hati melakukan pembatasan terhadap pelaksanaan perang ini. Jihad pun -seperti yang telah dijelaskan sebelumnya- tidak bisa didefinisikan hanya sekedar berperang. Pemahaman tersebut telah melakukan "pengerdilan" terhadap ajaran jihad 89
h.40
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, penerjemah Kamaluddin A. Marzuki, Bandung:al-Ma’arif,
yang agung. Menurut seorang ulama kharismatik Syria, Dr. Muhammad Sa'id Ramadlan al-Buthi (al-Jihad fi alIslam), jika jihad diidentikkan sebagai perang saja, maka ajaran jihad akan kehilangan makna yang sebenarnya dan segala macam variasinya. Al-Qur’an sendiri tidak secara definitif memaknai jihad sebagai perang. Al-Qur’an menggunakan istilah al-Qital sebagai padanan perang. Sementara jihad tetap kaya dengan multi makna dan multi bentuk.90 Dalam QS al-Furqan (25): 52 yang turun di Makkah, Allah swt berfirman : (ن,Gًا )ا,َِْهُ&ْ ﺏِِ ;ِ'َدًا آ#َِِ وَ;َه,َِ`ِْ اBِCُ ََ
Artinya: “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan 90
h.246
Muhammad Said Ramadhan al-Buthi, al-Jihad Fi al-Islam, (Beirut:Dar al-Fikr, 1993),
berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan jihad yang besar.” Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai; ‘jihad besar’ (jihad kabir) ini. Menurut Ibn Abbas, konotasi jihad dalam ayat itu adalah dengan ‘alQuran’, menurut Ibn Zaid dengan ‘Islam’, dan ada yang berpendapat dengan pedang alias perang. Namun, al-Qurthubi dalam tafsirnya al-Jami' li Ahkam al-Quran menolak keras pendapat terakhir; ‘jihad dengan pedang’, karena ayat ini turun di Makkah, jauh sebelum turun perintah perang.91 Seorang ulama fikih klasik Syatha' al-Dimyati dalam kitabnya I'anah alThalibin mendefinisikan jihad sebagai 91
Muhammad Ibn Ahmad al-Qurthubi, al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an, Juz I (Beirut:Dar alFikr,1952), h.58
aksi menolak mara bahaya dan kekacauan serta berjihad untuk kemakmuran dan kesejahteraan sandang dan pangan.92 Namun, ada sebagian orang yang menurut penulis kurang tepat dalam memaknai kata jihad. Salah satu contoh dari terorisme yang ‘berbaju’ agama adalah apa yang dilakukan oleh Imam Samudra, dkk dalam aksi bom di Bali. Imam Samudra dalam bukunya Aku Melawan Teroris (Jazera/2004) dengan bangga dan tanpa dosa mengakui perbuatan biadabnya di Bali, dan mengganggap perbuatan tersebut adalah jihad fisabilillah. Imam Samudra secara jelas dan rinci mengakui bahwa yang mereka lakukan adalah melawan musuh-musuh Islam yang ada di Bali, padahal korban dari 92
Muhammad Syatha’ al-Dimyati, I’anah al-Thalibin,Juz IV (Indonesia, Dar al-Ihya alKutub al-Arabiyah), h.180
perbuatan mereka, justru banyak menimpa kaum Muslim. Mereka menjadikan penderitaan Muslim Palestina sebagai dasar dari tindakan mereka dan perbuatan mereka di Bali adalah upaya balas dendam atas perbuatan orang non-Islam di Palestina. Pola berfikir ala Imam Samudra ini adalah suatu kebodohan, dan emosional sesaat. Imam Samudra dkk dalam beberapa kasus pemboman, dengan dalih berpijak pada dalil al-Qur’an. Ayat-ayat al-Qur’an yang mereka gunakan untuk membenarkan tindakannya adalah ayat-ayat berikut: ُمَ ا,َ(ُنَ َ ﺡ,َ ُ ََِ و,ِFMُْنَ ﺏِِ وََ ﺏَِْْمِ ا$ِْfُ َ َِ َ ُِا ا ُاCْ<ُ Vَ( َِ ا َِ أُو ُا اْ`َِبَ ﺡkَ ُْنَ دَِ ا$ِ#َ ََوَرَﺱُُُ و (29 :9/Tُونَ )اﺏ,ِRٍَ وَهُ&ْ ﺹ#َ َْ% َTَْ:ِSْا
Artinya: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan
mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan RasulNya, dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan AlKitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (QS al-Taubah (9): 29 ). َ}ْxِ&ُ وَﺏ$َ'َ; ْ&ََُْ'ِ&ْ وََ>ْوَاه% ُْْRَِ@َِ وَا$ُ/ْرَ وَاGُ`ِْ ا#ِ ;َهKِ$'َ اKََأ (73 :9/Tُ )اﺏ,ِAَ/ْا
Artinya: “Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahannam. Dan itulah tempat kembali yang seburukburuknya,” (QS al-Taubah (9): 73).
Berdasarkan ayat-ayat di atas, Imam Samudra berkeyakinan bahwa mereka diwajibkan berperang melawan orangorang kafir di mana pun mereka berada. Kewajiban berperang dengan orangorang non-Islam dilakukan sampai tercapai dua tujuan, yakni tidak ada kemungkaran di muka bumi dan terlaksananya hukum Islam secara sempurna.93 Imam Samudra tidak menyadari bahwa ayat-ayat yang mereka kutip sebagai pembenaran atas tindakan mereka di Bali adalah ayat-ayat yang penuh muatan kondisi lokal saat ayat itu turun dan ayat itu bukanlah pesan universal al-Qur’an sehingga penerapan ayat-ayat tersebut harus disesuaikan dengan kondisi masa sekarang. Ayat-ayat di atas dalam 93
http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A197_0_3_0_M
kitab tafsir Ibnu Katsir disebut dengan ayat-ayat Saif (ayat-ayat yang memerintahkan perang) turun di kala kaum Muslim sedang ditindas oleh kaum Quraisy dan sekutu-sekutunya, dan jalan keluar satu-satunya dari masalah tersebut adalah dengan perang.94 Menurut Quraish Shihab, perintah membunuh orang-orang musyrik (Q.S At-Taubah : 5) adalah mereka yang mengganggu dan menganiaya kaum Muslim, tidak berlaku bagi mereka yang tidak menggangu kaum Muslim.95 Perintah untuk memerangi Ahl al-Kitab (QS At-Taubah : 29) bukan karena perbedaan keyakinan keberagamaan (bukan karena mereka tidak masuk Islam), tapi disebabkan 94
Abu al-Fida Ismail Ibn Katsir, Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, Penerjemah: Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Jilid IV (Kuala Lumpur: Victorie Agencie,1988), h.96 95 Muhammad Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 5 (Jakarta:Lentera Hati, 2002), h.503
Ahl al-Kitab pada waktu itu berjuang bahu-membahu dengan bangsa romawi memerangi kaum Muslim. Sedang perintah untuk memerangi kaum munafik (QS At-Taubah : 73) disebabkan mereka adalah duri dalam daging, mereka senantiasa membantu menghancurkan kaum Muslim dari dalam dan membantu mush-musuh Islam. Inilah alasan Allah Swt. memerintah Nabi Muhammad Saw. untuk memerangi kaum Muslim.96 Jelaslah, bahwa pemahaman yang keliru terhadap al-Qur’an, tidak melihat al-Qur’an secara keseluruhan, adalah penyebab lahirnya sikap radikal yang bermuara pada aksi-aksi terorisme. Janganlah hanya melihat suatu kelompok dengan pakaian yang mereka gunakan, yang terkesan islami 96
Ibid,. h.542
dan sakral, jika perbuatannya tidak bermanfaat dan menebarkan kebencian dan permusuhan. Namun demikian, peristiwa ini hendaklah dijadikan pelajaran untuk pemerintah yang telah lalai dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar di negeri ini, sehingga bermunculan lah gerakan-gerakan massa yang merasa tidak puas dengan sikap pemerintah dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar ini. Beberapa alasan penting dari responden berkaitan dengan persetujuannya dalam penggunaan cara-cara kekerasan, sebagai berikut :97 a. Jika cara-cara konstitusional dan cara-cara ekstra konstitusional yang 97
Muhammad Asfar, Islam Lunak-Islam Radikal, (Surabaya:JP Press, 2003), h.225
demokratis,
seperti
unjuk
rasa,
demonstrasi, dan semacamnya tidak lagi
efektif
sebagai
sarana
perjuangan umat; b.Jika pemerintah dan lembaga terkait tidak
lagi
mampu
menjamin
penegakan hukum atas pelanggaran undang-undang; c. Jika pihak yang melakukan maksiat tidak mengindahkan peringatan yang
disampaikan oleh tokoh masyarakat, para ulama, dan sebagainya. Perlu kita ingat kembali, bahwa kemerdekaan negara Republik Indonesia dapat diraih bukan hanya karena usaha para pejuang kemerdekaan semata. Akan tetapi karena adanya pertolongan dari Allah Swt kepada bangsa ini, sehingga para pendiri bangsa ini secara sangat sadar dan jujur, menyatakan pada bunyi Pembukaan UUD 1945 alinea ke-3 : “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia meyatakan dengan ini kemerdekaannya.”
Sebagai bangsa yang telah diberikan kemerdekaan oleh Allah Swt, tentunya kita mempunyai suatu kewajiban untuk mensyukuri nikmat Allah Swt ini, dengan cara menjalankan hukumhukum yang telah disyariatkan oleh Allah Swt yang tersebut di dalam alQur’an dan al-Hadist. Untuk itu, dalam hal ini yang berwenang dan memiliki kekuasaan untuk melaksanakan hukum-hukum tersebut adalah pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia mempunyai kewajiban menegakkan hukum-hukum Allah Swt atau paling minimal sekali menegakkan secara konsisten hukumhukum negara yang telah ada. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar terhadap negara yang dipimpinnya.
Namun, pada kenyataannya tidaklah demikian. Pemerintah tampaknya tidak mampu (menutup mata) terhadap kegiatan-kegiatan maksiat yang ada di Indonesia. Ini dapat dilihat dari menjamurnya diskotik-diskotik, tempat karaoke malam, dan lain-lain yang dapat dipastikan di tempat itu merupakan tempat orang melakukan maksiat. Sebut saja misalnya Sari Club dan Paddy's Cafe di Legian, Raja’s Bar di daerah Pantai Kuta yang telah menjadi target pengebomannya Imam Samudra Cs. Tempat-tempat tersebut merupakan tempat yang biasa dipadati para turis asing untuk mencari hiburan dengan melakukan berbagai maksiat di dalamnya seperti minum bir, berjoget tanpa busana, pergaulan bebas, dan berbagai kegiatan maksiat lainnya. Inilah salah satu sebab Imam Samudra
memilih tempat-tempat tersebut sebagai lokasi target pengebomannya Seharusnya pemerintah Indonesia mencegah dan tidak memberikan izin berdirinya tempat-tempat maksiat seperti itu, sehingga umat Islam yang berkomitmen untuk ber amar ma’ruf nahi munkar akan merasa terwakili dengan sikap pemerintah tersebut. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya. Pemerintah bersikap apatis terhadap kegiatan maksiat yang terjadi di negara ini. Bahkan terkesan melegalkan kegiatan tersebut. Inilah yang melatar belakangi munculnya gerakan-gerakan massa atau ormasormas Islam yang anti terhadap kemaksiatan, karena merasa tidak puas dengan sikap pemerintah dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar ini.
Oleh karena itu, penulis menilai bahwa apa yang dilakukan oleh Imam Samudra ataupun ormas-ormas Islam yang melakukan kekerasan terhadap kemaksiatan tidaklah dapat disalahkan sepenuhnya, melainkan juga kesalahan pihak pemerintah yang tidak mampu memberantas kemaksiatan di negeri ini, dan belum mampu menjalankan apa yang telah diamanatkan oleh UUD 1945 sebagai landasan negara Indonesia. C. Hukum Terorisme Pada bagian dictum (putusan) fatwa MUI No. 3 Tahun 2004 tentang terorisme menyebutkan bahwa hukum melakukan teror adalah haram, baik dilakukan oleh perorangan kelompok, maupun negara.98 Dalilnya adalah : 98
Fatwa MUI No. 3 Tahun 2004 Tentang Terorisme
1. Firman Allah swt dalam QS alMaidah (5): 32 ْ}ٍ أَ ْوGَِ ﻥ,َْlًِْ ﺏGََِ أَﻥُ َْ َََ ﻥPَا,ِْ إِﺱ$َ ﺏVََ% َ$َََْ آHَِ أَ;ِْ ذ ْ ِ َس$َ أَﺡَْ ا/ِ<ً وََْ أَﺡَْهَ َ`َ>َﻥ/َ; َس$َ َََ ا/ََدٍ ِ اْ>َرْضِ َ`َ>َﻥ ِ َHََِ ذ#ْ<َْ'ُ&ْ ﺏ$ِ ًا,ِzََتِ ﺙُ& إِن آ$(ََِْ ﺏ$ُُْ ;َءَ ْ'ُ&ْ رُﺱ#َ@ََِ<ً و/َ; (32 :5/ة#P/ُِنَ )ا,ُْ/َ ِاْ>َرْض
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan
yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.” 2. Hadist Nabi saw : (َُ اَﺏُْدَاوُدc )رَوَا. ً/ُِْ ََو(ع,ُ ُِْْ&ٍ اَن/ِ Kِ ََ
99
Artinya: “Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti orang muslim lainnya”.(H.R Abu Dawud). 100
(ٍ&ُِْ ُc )رَوَا. َِ'َْ$َ Vَُُ ﺡ$َ<َْ َTَ`ِPَ]َ/َةٍ َِن ا#ِْ#َ ِِِْ ﺏFََ اVَِْ اَﺵَرَ ا
Artinya: “ Barangsiapa mengacungkan senjata kepada saudaranya (muslim), maka malaikat akan melaknatnya sehingga ia berhenti.” (H.R Muslim). Sebagaimana telah penulis paparkan pada bagian terdahulu, 99
Abu Daud Sulaiman Ibn al-Asy’ats al-Sajastani, Sunan Abi Daud, Juz 4 (Beirut:Dar alFikr,1994), h.330 100
Abu al-Husain Muslim Ibn al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, Juz 16 (Beirut:Dar al-Fikr, 1995), h.132
bahwasanya penulis mendefinisikan dan mengqiyaskan antara jarimah hirabah dengan tindak terorisme berdasarkan kesamaan definisi dan maksud keduanya. Oleh karena itu, yang akan dibahas pada bab ini adalah jarimah hirabah menurut fiqh Islam, sehingga akan teranglah penjelasan mengenai hukum terorisme dalam pandangan hukum Islam. Hirabah berasal dari kata ‘harb’ (peperangan). Hirabah adalah sekelompok teroris (thaifah al-Irhabiyyah) dari kalangan muslim, murtad, atau ahlu dzimmah, yang dengan sengaja mempersenjatai dirinya dengan senjata dan bertujuan melakukan perampokan, pembunuhan, teror dan menyebarkan keresahan di tengah-tengah masyarakat, dan biasanya mereka berada di luar kota, desa terpencil, gunung, gurun, padang pasir, dan melakukan teror di kereta api, pesawat terbang, jalan-jalan di luar kota, atau di tempat-tempat yang tidak memungkinkan datangnya bantuan maupun perlindungan. Hirabah merupakan salah satu bentuk jarimah hudud, yaitu tindak pidana yang jenis, jumlah dan hukumannya ditentukan oleh syariat.101 Hirabah disebut juga oleh ahli fikih sebagai qath'u al-Thariq (menyamun) atau al-Sariqah al-Kubra 101
Muhammad al-Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz IV, hal.180
(pencurian besar). Ulama fikih menyebut hirabah
sebagai al-Sariqah al-
Kubra, karena hirabah itu merupakah upaya mendapatkan harta dalam jumlah besar dengan akibat yang dapat menyebabkan kematian atau terganggunya keamanan dan ketertiban. Para ulama memang mempersyaratkan hirabah dengan tindakan-tindakan kekerasan untuk merampas harta, mengganggu keamanan dan mengancam nyawa manusia akan tetapi kekerasan dan gangguan keamanan yang dimaksud tidak dijelaskan lebih detail. Para ulama sepakat bahwa tindakan hirabah termasuk dosa besar yang layak dikenai sanksi hadd. Dalilnya adalah firman Allah swt QS al-Maidah (5): 33
ْ ََاءُ ا َِ ُ َرِﺏُنَ اَ وَرَﺱَُُ وََْ<َْنَ ِ اْ>َرْضِ ََدًا أ:َ; َ/إِﻥ ن َِ َْاGْ$ُ َِْفٍ أَوF ِْ ْ&ُ'ُُ;ِْ'ِ&ْ وَأَر#ََْ أBCَ@ُ َُْا أَوAُ ُْ@َُا أَو ٌ&ِOَ% ٌَ َاب% َِة,ِFMْﻥَْ وََ'ُ&ْ ِ اK#ْيٌ ِ ا:ِF ْ&ُ'َ َHَِاْ>َرْضِ ذ (33 :5/ة#P/)ا Artinya: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar ”. Ini berarti bahwa jarimah hirabah disamakan dengan perbuatan memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membunuh seluruh umat manusia, yang hukum dasarnya jelas haram, karena bertolak belakang sekali dengan maqashid alSyari’ah, yang diturunkan oleh Allah swt kepada umat Islam khususnya dan kepada umat manusia umumnya adalah untuk memelihara agama (hifzh al-
Din), memelihara nyawa (hifzh al-nafs), memelihara akal (hifzh al-‘aql), memelihara keturunan (hifzh al-naql), dan memelihara harta (hifzh al-mal). Dengan demikian dapatlah dipahami, bahwa melakukan jarimah hirabah ataupun terorisme adalah haram hukumnya, karena dengan melakukannya telah sangat bertentangan dengan nash-nash al-Qur’an dan hadist-hadist Nabi saw, serta merusak kelima tujuan dasar (maqashid al-Syari’ah) ditegakkannya syariat Allah di muka bumi.
D. Sanksi Terorisme Dalam fatwa MUI No. 3 Tahun 2004 Tentang Terorisme, tidak disebutkan jenis sanksi/hukuman apa yang harus dijatuhkan kepada para pelaku terorisme. Hal ini dikarenakan MUI tidak memiliki kewenangan untuk melakukan peradilan dan eksekusi terhadap para pelaku terorisme. MUI hanya berwenang menetapkan fatwa mengenai masalah-masalah keagamaan secara umum, dan masalah aqidah yang menyangkut kebenaran dan kemurnian
umat Islam Indonesia.102 Alasan lain adalah karena di Indonesia, sanksi/hukuman bagi para pelaku terorisme telah diatur tersendiri secara mendetail didalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. Oleh sebab itu, dalam fatwa MUI tentang terorisme, tidak menyebutkan jenis hukuman bagi para pelaku terorisme. Walaupun demikian, pada bab ini penulis akan mencoba menguraikan jenis hukuman apa yang harus dijatuhkan kepada para pelaku terorisme, dalam pandangan hukum Islam. Hukum hirabah dan tata cara menjatuhkannya telah disebut di dalam alQur'an al-karim. Allah SWT berfirman dalam QS al-Maidah (5): 33
ْ ََاءُ ا َِ ُ َرِﺏُنَ اَ وَرَﺱَُُ وََْ<َْنَ ِ اَْرْضِ ََدًا أ:َ; َ/إِﻥ ن َِ َْاGْ$ُ ِْ]َفٍ أَوF ِْ ْ&ُ'ُُ;ِْ'ِ&ْ وَأَر#ََْ أBCَ@ُ َُْا أَوAُ ُْ@َُا أَو ٌ&ِOَ% ٌَ َاب% َِة,ِFuْﻥَْ وََ'ُ&ْ ِ اK#ْيٌ ِ ا:ِF ْ&ُ'َ َHَِاَْرْضِ ذ (33 :5/ة#P/)ا
102
Fatwa MUI No. 3 Tahun 2004 Tentang Terorisme
Artinya: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” Atas dasar itu, dapat diketahui hukuman bagi orang yang melakukan tindak hirabah adalah; pertama dibunuh, kedua disalib, ketiga dipotong tangan dan kakinya bersilangan, dan keempat dibuang dari negeri tempat kediamannya (deportasi). Dalam menentukan pengertian lafadz au (atau) pada ayat di atas, apakah bermakna takhyir (pilihan) atau tanwi' (perincian), maka para ulama berbeda pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa au pada ayat tersebut adalah
takhyir, didasarkan pada argumentasi bahwa secara bahasa huruf au (pada ayat tersebut) berfaedah pada takhyir, sebab mereka tidak menjumpai nash-nash lain yang merincinya. Ini adalah pendapat Abu al-Tsaur, Imam Malik, Said bin Musayyab, 'Umar bin 'Abdul 'Aziz, Muhajid, al-Dhahak, dan al-Nakha'i. Berdasarkan penafsiran ini, seorang hakim bisa memilih salah satu sanksi, dari empat sanksi itu bagi muharibin. Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa lafadz au pada ayat tersebut berfaedah kepada tanwi' al-hukum (perincian hukum). Mereka mengetengahkan riwayat dari Ibn 'Abbas yang terdapat dalam musnad Imam Syafi'i mengenai muharibin (para pembegal), "Jika mereka membunuh dan merampas harta benda, maka dibunuh dan disalib; jika mereka membunuh namun tidak merampas harta, mereka dibunuh dan tidak disalib; jika mereka merampas harta namun tidak membunuh, maka, tangan dan kakinya dipotong bersilangan; jika mereka melakukan teror dan tidak merampas harta, dibuang dari negerinya." Pendapat ini dipegang oleh Imam Syaifi'i, Abu Hanifah, dan Imam Ahmad dalam satu riwayat. Pendapat yang rajih (kuat) adalah pendapat yang kedua.103 Para ulama berbeda pendapat tentang hukuman untuk hirabah. Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan Syiah Zaidiyah, hukuman untuk muharibin itu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan jenis perbuatan yang
103
M. Ramadhan al-Muhtasib, Hirabah dan Hukumannya, artikel diakses dari http://groups.yahoo.com/group/khilafah/message/701
dilakukannya. Berdasarkan bentuknya, hukuman jarimah hirabah terbagi menjadi empat, yaitu : 1. Hukuman Menakut-nakuti Hukuman untuk jenis hirabah ini, adalah pengasingan (al-Nafyu). Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad. Adapun menurut Imam Syafi’i dan Syiah Zaidiyah, hukumannya adalah ta’zir atau pengasingan, karena kedua jenis hukuman ini dianggap sama. Ulama fikih berbeda pendapat dalam memahami hukuman pembuangan (al-Nafyu) dalam ayat tersebut. Menurut mazhab Hanafi, al-Nafyu itu berarti memenjarakan pelaku hirabah, karena apabila hukuman pembuangan diartikan secara harfiah, yaitu dibuang dari tempat asalnya ke negeri lain, maka dikhawatirkan di tempat pembuangan itu ia akan melakukan hirabah lagi, atau ia lari ke wilayah non-Islam dan bisa jadi ia murtad dari Islam. Ulama mazhab Maliki mengartikan al-Nafyu itu dengan arti harfiahnya, yaitu membuang pelaku ke negeri lain, tetapi di negeri itu ia dipenjarakan sampai ia tobat. Ulama mazhab Syafi’i mengartikan alNafyu dengan memenjarakan pelaku sampai ia tobat di negerinya sendiri. Adapun Ulama mazhab Hambali mengatakan al-Nafyu
itu adalah
membuangnya ke negeri lain dan tidak boleh kembali ke negeri asalnya. 104 2. Hukuman Mengambil Harta Tanpa Membunuh
104
Abdul Qadir Audah, al-Tasyri’ al-Jinai al-Islami, h.648
Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan Syiah Zaidiyah, hukumannya adalah potong tangan dan kakinya dengan bersilang, yaitu dipotong tangan kanan dan kaki kirinya. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa sesuai dengan penafsiran huruf au dalam surat al-Maidah ayat 33, hukuman untuk muharibin yang mengambil harta ini diserahkan kepada hakim untuk memilih hukuman yang terdapat dalam surat al-maidah ayat 33, asal jangan pengasingan. 3. Hukuman Membunuh Tanpa Mengambil Harta
Apabila muharibin hanya membunuh korban tanpa mengambil hartanya, menurut Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Syiah Zaidiyah disamping hukuman mati pelaku juga harus disalib. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, pelaku hanya dijatuhi hukuman mati tanpa disalib.105 4. Hukuman Membunuh dan Mengambil Harta
105
Ibid., h.652
Apabila pelaku hirabah membunuh korban dan mengambil hartanya, menurut Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Syiah Zaidiyah, Imam Abu Yusuf, dan Imam Muhammad dari kelompok Hanafiyah, hukumannya adalah dibunuh (hukuman mati) dan disalib, tanpa dipotong tangan dan kakinya. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa dalam kasus ini, hakim diperbolehkan untuk memilih salah satu dari tiga alternatif hukuman : Pertama, potong tangan dan kaki, kemudian dibunuh atau disalib; Kedua, dibunuh tanpa disalib dan dipotong tangan dan kaki; Ketiga, disalib kemudian dibunuh.106 Dengan meng-qiyas-kan atau menganalogikan terorisme dengan hirabah, maka hukuman bagi pelaku terorisme dapat pula diklasifikasikan menjadi empat. Pertama, hukuman ta’zir dengan cara dipenjarakan atau diasingkan sampai ia bertobat, apabila terorisme dilakukan hanya untuk menakut-nakuti, 106
Ahmad Wardi Muchlis, Hukuman Pidana Islam, (Jakarta:Sinar Grafika, 2005), h.100-105
atau meneror, tanpa adanya korban nyawa dan harta benda. Kedua, hukuman potong tangan dan kaki secara silang, apabila tindakan terorisme ini hanya mengakibatkan jatuhnya korban harta benda atau kerugian materil lainnya. Ketiga, hukuman mati dengan cara ditembak atau lainnya, apabila tindakan terorisme ini mengakibatkan jatuhnya korban nyawa tanpa disertai dengan korban harta benda. Keempat, disalib dan dihukum mati atau ditembak mati, apabila tindakan terorisme ini mengakibatkan jatuhnya korban nyawa, harta, dan benda, serta bisa juga terganggunya stabilitas negara dan citra bangsa.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah
melakukan
penelitian
sebagaimana
diatas,
maka
penulis
menyimpulkan beberapa hal yang menjadi point penting dari penelitian tersebut, yaitu: Islam mewajibkan kepada para pemeluknya untuk berjihad semata-mata karena Allah swt dan Rasul-Nya, baik berjihad dengan harta mereka, jiwa, ucapan, dan lain lain yang memiliki nilai ibadah di sisi Allah swt. Jihad memiliki tujuan yang sangat agung, yaitu menegakkan agama Allah dan membela hak-hak pihak yang terzhalimi, dan dilakukan berdasarkan aturan yang telah ditentukan oleh syar’i. Jihad dengan peperangan hanya dapat dilakukan sebagai tindakan prefentif untuk membela diri dari keganasan musuh dan membela dakwah di jalan Allah swt. Berbagai aksi terorisme yang terjadi di Indonesia, dari segi empiris memiliki benang merah dengan jihad, meskipun secara normatif tidak memiliki keterkaitan dan dilakukan dengan cara yang tidak benar. Aksi terorisme itu dilakukan menurut pandangan subjektif si pelaku, sifatnya merusak dan menciptakan rasa takut di dalam masyarakat. Sementara jihad dilakukan dengan aturan-aturan dan batasan yang telah ditentukan oleh syar’i, dan
bertujuan semata-mata menegakkan agama Allah swt dan membela hak-hak pihak yang terzhalimi. Para cendekiawan Muslim, baik yang berasal dari Indonesia maupun yang berasal dari luar Indonesia, mengutuk keras tindakan terorisme dalam berbagai bentuknya. Para cendekiawan itu sangat berkeberatan apabila aksi terorisme dikait-kaitkan dengan suatu agama, termasuk agama Islam. Mereka menjelaskan bahwa agama Islam tidak mengajarkan kepada pemeluknya untuk melakukan tindakan teror kepada sesama manusia, apalagi sampai adanya korban jiwa. Islam adalah agama rahmat yang menebarkan kasih sayang kepada seluruh alam. Ajaran jihad di dalam Islam adalah ajaran yang suci, dan memiliki makna yang sangat luas. Jihad dalam arti peperangan hanya bisa dilakukan di daerah perang, dimana umat Islam ditindas dan dirampas hartanya. Jihad dalam pengertian ini juga dilakukan langsung kepada musuh yang jelas, bukan kepada orang-orang tidak berdosa, apalagi memakan korban sesama muslim. MUI dalam fatwanya tentang terorisme memandang, bahwa melakukan tindakan atau aksi teror adalah haram, baik dilakukan oleh perorangan, kelompok, maupun negara. Sedangkan hukum melakukan jihad adalah wajib. Tindak pidana terorisme dalam pandangan hukum Islam telah memenuhi unsur jarimah hirabah berdasarkan kesamaan definisi dan maksud keduanya, yaitu aksi sekelompok orang dalam negara Islam untuk melakukan kekacauan,
gangguan keamanan, pembunuhan, perampasan harta, dan merusak citra agama.
B. Saran Penulis memiliki beberapa saran yang insya Allah dapat bermanfaat bagi para pembaca, yaitu : Hendaklah dalam memahami ajaran Islam
tidak
setengah-setengah
memahaminya, sehingga tidak menghilangkan makna yang sesungguhnya yang ingin dicapai oleh Islam. Apabila kemudian terdapat kesulitan dalam memahami sesuatu dalam urusan agama, hendaklah bertanya kepada orangorang yang berkompeten (alim ulama) dalam masalah itu. Terjadinya aksi terorisme di Indonesia, salah satu sebabnya dilatar belakangi oleh pemahaman yang keliru oleh sebagian orang terhadap ajaran jihad. Disinilah peran penting semua pihak terutama para alim ulama untuk berjihad
meluruskan
kembali
makna
jihad
yang
sebenarnya,
dan
membentengi masyarakat khususnya umat Islam dari pemahaman jihad yang keliru dan paham-paham yang menyimpang dari ajaran Islam. Hendaknya pemerintah Indonesia harus tanggap terhadap setiap pelanggaran norma-norma hukum di negeri ini, lalu segera mengeluarkan kebijakankebijakan yang memihak dan dirasa adil untuk masyarakat. Karena tidak tertutup kemungkinan akan terus terjadi aksi teror yang lebih berbahaya lagi apabila setiap pelanggaran yang terjadi tidak mendapat respon dari
pemerintah untuk menghukumnya, dan masih ada pihak-pihak yang merasa di zhalimi dengan kebijakan yang tidak memihak tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an al-Karim Abdullah, Sulaiman. Dinamika Qiyas Dalam Pembaharuan Hukum Islam, Cet.IV. Pedoman Ilmu Jaya, 1996. Abidin, Ibnu. Hasyiah Rad al-Mukhtar, juz.IV. Beirut: Dar al-Fikr, 1992. Muhammad, Asfar. Islam Lunak-Islam Radikal, Surabaya: JP Press, 2003. Audah, Abdul Qadir. al-Tasyri’ al-Jinai al-Islami, Beirut:Libanon, 2000. Azra, Azyumardi. Jihad dan Terorisme, Jakarta: Islamika, 1997. Azzam, Abdullah, DR, Jihad: Adab dan Hukumnya, Jakarta: Gema Insani Press, 1991. ______________, Perang Jihad di Zaman Modern, Jakarta: Gema Insani Press, 1994. Basya, M. Hilaly dan K. Alka, David, Amerika Perangi Teroris Bukan Islam, Jakarta: Center For Moderat Muslim (CMM), 2004. Bukhari, al-, Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail. Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar alFikr, 1984. Buthi, al-, Muhammad Said Ramadhan. al-Jihad Fi al-Islam, Beirut: Dar al-Fikr, 1993. Bom Bunuh Diri Haram, Media Indonesia, Jakarta, 18 November 2005. Daftar Serangan Teroris di Indonesia, Kompas, Jakarta, 8 Oktober 2005. Dimyati, al-, Muhammad Syatha’. I’anah al-Thalibin, juz.IV. Indonesia, Dar al-Ihya al-Kutub al-Arabiyah, T.th. Hambal, Ahmad Ibn. Musnad Li al-Imam Ahmad Ibn Hambal, juz.II. Beirut: Dar alFikr,1991.
Hamzah, Andi. KUHP & KUHAP, Jakarta: Rineka cipta, 2004. Harun, Abdussalam. Tahdzib Sirah Nabawiyah,Jakarta: Dar al-Haq, 2003. Hejazziey,Djawahir. dkk, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta Fakultas Syariah & Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2007. Http//aniq.wordpress.com/2005/09/07/ Http//hidayatullah.com/index.php?option=com_joomlaboard&func=view&id=35778 &catid=32. Http//id.wikipedia.org/wiki/pengeboman_Bali_2005 Http//mobile.liputan6.com/?c_id=8&id=113002 Http//web.bisnis.com/umum/sosial/1id40619.html Http//www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A3477_0_3_0_M Http//www.detik.com 20/10/2002 Http//www.freelists.org/archives/ppi/11-2005/msg00115.html Http//www.gatra.com/2003-08-05/artikel.php?id=30471 http://www.gatra.com/2005-04-08/artikel.php?id=83327 Http//www.kpu.go.id/berita/haripertama.php Http//www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Utama&id=16550 Http//www.suarapembaruan.com/News/2005/11/27/Utama/ut01.htm Http//www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/11/23/brk,20051123-69615,id.html Http//www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2003/08/05/brk,20030805-32,id.html Http//www.tragedipalestina.com/intifada02.html Jihad, edisi perdana Tahun I 27 April 2003 ____, edisi No.2 Tahun I 27 Mei 2003
Junaedi, Dedi. Konspirasi Di Balik Bom Bali Skenorio Membungkam Gerakan Islam, Jakarta: Bina Wawasan Press, 2003. Kansil, C.S.T. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989. Katsir, Abu al-Fida Ismail Ibn. Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, jilid IV, Penerjemah: Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Kuala Lumpur: Victorie Agencie,1988. Luqman, Loebby. Analisis Hukum dan Perundang-Undangan Kejahatan terhadap Keamanan Negara di Indonesia, Jakarta: Universitas Indonesia, 1990. Mahalli, al-, Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad dan Suyuthi, al-, Jalalaluddin Abdurrahman Ibn Abi Bakr, Tafsir Jalalain, juz.I. Surabaya: Dar al-Abidin, T.th. Makassary, al-, Ridwan. Terorisme Berjubah Agama, Jakarta: PBB UIN, 2003. Makhalani, al-, Muhammad Ibn Ismail, Subul al-Salam, juz II & IV. Mesir: Dar alSalam,T.th. Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme, cet.I. Diterbitkan Oleh Tim Penanggulangan Terorisme, 2006. Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 1996. Misrowi, Zuhairi, & Zada, Khamami, Islam Melawan Terorisme, Jakarta: LSIP dan Yayasan TIFA, 2004. Mubarakfur, al-, Abi Ali Muhammad Abdurrahman Ibn Abdurrahim, Tuhfah alAhwazi Bi Syarhi Jami’ al-Tirmizi, juz.VI. Beirut: Dar al-Fikr,T.th. Muchlis, Ahmad Wardi. Hukuman Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005. Muhtasib, al-, M. Ramadhan. Hirabah dan Hukumannya, artikel diakses dari http://groups.yahoo.com/group/khilafah/message/701 MUI, Fatwa MUI tentang Terorisme, Jakarta: MUI, 2004. Munawwir, Ahmad Warsan. al-Munawwir:Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.
cet.XIV.
Nasa’i, al-, Abdurrahman Ahmad Ibn Syu’aib. Shahih Sunan al-Nasa’i, juz.II. Riyadh: Maktabah al-Ma’arif,1998. Naisaburi, al-, Abu al-Husain Muslim Ibn al-Hajjaj al-Qusyairi, Shahih Muslim, Beirut: Dar al-Fikr, 1995. Qazwainiy, al-, Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid Ibnu Majah, Shahih Sunan Ibn Majah, juz.I. Riyadh: Maktabah al-Ma’arif, 1997. Qurthubi, al-, Muhammad Ibn Ahmad. al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an, Beirut: Dar alFikr,1952. Ridho, Abu, Terorisme : Kelompok Kajian Dakwah dan Pemikiran Islam,T.tp., Tarbiatuna, T.th. Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid, penerjemah Imam Ghazali & Ahmad Zaidun Jakarta: Pustaka Amani, 2007. Sabili, No. 6 Tahun XII 8 Oktober 2004. Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah, alih bahasa Kamaluddin A. Marzuki, Bandung: Alma’arif,1987. Sajastani, al-, Abu Daud Sulaiman Ibn al-Asy’ats, Sunan Abi Daud, juz.IV. Beirut: Dar al-Fikr,1994. Shabuni, al-, Muhammad Ali, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, juz.I. Beirut: Dar alQur’an al-Karim, 1402 H. Shihab, Muhammad Quraisy, Tafsir al-Misbah, vol. III. Jakarta: Lentera Hati,2000. __________________________, Tafsir al-Misbah, vol.V. Jakarta: Lentera Hati, 2002. __________________________, Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1996. Soekamto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit UI-Press, 1986. Syafi’I, al-, Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim, Fathul Qarib, jilid.II. penerjemah Imran Abu Amar, Menara Kudus, T.th.
Takruri, Nawaf Hail. al-amaliyat al-Istisyhadiyat fil Mizan al-Fiqh, Maktabah alasad, 1997. Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme Zuhaili, al-, Wahbah. al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, juz.VI. Damaskus Suriah: Dar al-Fikr, 1984.