TINGKAT PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MELALUI SISTEM TANAM LEGOWO DAN TEGEL DI KECAMATAN KRAMATWATU KABUPATEN SERANG Mayunar Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Jl. Raya Ciptayasa Km. 01 Ciruas 42182 Serang - Banten ABSTRAK Kajian dengan tujuan mengetahui tingkat produktivitas dan pendapatan usahatani padi sawah melalui pengelolaan tanaman terpadu (PTT) dilakukan di Desa Pamengkang, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang pada bulan April – September 2008. Kajian dilaksanakan pada lahan sawah irigasi seluas 20 ha dengan jumlah petani kooperator sebanyak 29 orang. Komponen teknologi PTT yang diaplikasikan pada kajian ini meliputi benih padi ES varietas Ciherang, Cobogo dan Cigeulis sebanyak 30 kg/ha, bibit umur 18-21 hari (3-4 bibit/lubang), tanam jajar legowo 4:1 dan tegel, pemberian N berdasarkan BWD (200 – 240 kg/ha), SP-36 100 – 130 kg/ha, KCl 50 – 100 kg/ha serta panen dan perontokan gabah. Data yang diamati meliputi beberapa komponen agronomis dan produktivitas, sedangkan tingkat pendapatan usahatani dianalisis berdasarkan R/C ratio. Hasil kajian menunjukan bahwa penerapan sistem tanam legowo dapat meningkatkan hasil padi sebesar 17,7 % atau 1.164 kg/ha dibanding sistem tanam tegel. Pada sistem tanam legowo, produktivitas yang diperoleh berkisar antara 7.105 – 9.115 kg/ha (rataan 7.747 kg/ha) dan pada sistem tegel 5.360 – 8.160 kg/ha (rataan 6.583 kg/ha). Berdasarkan hasil analisis, tingkat keuntungan usahatani padi sawah pada sistem tanam legowo adalah Rp. 15.721.000,-/ha/mt, dan pada sistem tanam tegel Rp. 13.872.000,/ha/mt, sedangkan R/C ratio berkisar antara 3,08-3,52. Kata kunci : Padi sawah, legowo, tegel, produktivitas, pendapatan PENDAHULUAN Produksi dan produktivitas padi terus dilakukan dengan mengimplementasikan berbagai paket teknologi dan program diantaranya Bimas, Inmas, Insus, Supra Insus, Sutpa, Inbis dan PKP. Walaupun Indonesia telah berhasil berswasembada beras pada tahun 1984, namun pada tahun 1990 produksi padi cendrung stagnan, sementara permintaan terus meningkat sehingga impor beras tidak dapat dihindarkan (Wahyuni dan Indraningsih, 2003). Untuk mencukupi kebutuhan beras, pemerintah terus mengupayakan program peningkatan produksi padi melalui berbagai kebijakan dan pendekatan. Pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT) adalah salah satu pendekatan pengelolaan usahatani padi secara intensif dan holistik di lahan sawah irigasi (Kartaatmadja dan Fagi, 2000).
1
Pengelolaan tanaman terpadu merupakan suatu pendekatan atau strategi dalam peningkatan produksi padi melalui integrasi komponen teknologi yang memiliki efek sinergisme. Menurut Makarim et al. (2005), ada 12 komponen teknologi dalam pengembangan PTT padi, namun ada 6 komponen teknologi yang perlu diterapkan bersamaan sebagai penciri utama, yaitu: benih bermutu, varietas unggul baru, bibit muda, penanaman bibit secara terbatas, pemupukan N berdasarkan bagan warna daun (BWD) serta pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah. Jika diterapkan bersamaan, ke-6 komponen teknologi tersebut memberi sumbangan besar terhadap peningkatan produktivitas dan efesiensi produksi. Hasil kajian PTT padi sawah di berbagai daerah cukup beragam, baik dari segi produktivitas maupun pendapatan usahatani. Keragaan tersebut disebabkan oleh tingkat kesuburan lahan, ketersediaan air, serangan hama dan penyakit serta tingkat pengelolaan lahan. Berdasarkan hasil evaluasi, penanaman padi VUB dengan pendekatan PTT dapat meningkatkan hasil 13,4 – 34,3 % lebih tinggi dibandingkan teknologi petani, sedangkan pendapatan usahatani mencapai Rp. 3.976.525 (Las et al., 2004). Mayunar et al. (2005) melaporkan, produktivitas padi sawah dengan pendekatan PTT di Desa Pegadingan Kecamatan Kramatwatu meningkat 15,7 – 36,3 % dibanding teknologi model petani, sedangkan keuntungan yang diperoleh berkisar antara Rp. 4.044.900 – Rp. 6.365,750,- (B/C ratio 1,22 – 2,07). Selanjutnya di Sumatera Barat, produktivitas padi yang diperoleh melalui pendekatan PTT (varietas Cisokan) berkisar antara 5.009 – 5.828 kg/ha (Syamsiah et al., 2004), sedangkan di Garut – Jawa Barat (varietas Widas) berkisar antara 4.015 – 5.648 kg/ha (Nurhati et al., 2004). Lain halnya di Sukamandi (varietas Ciherang, IR-64 dan Way Apoburu), produktivitas yang diperoleh pada MK 2001 berkisar antara 6,4 – 7,1 ton/ha dengan biaya produksi
Rp. 3.275.000, sedangkan nilai
produksi berkisar antara Rp. 7.354.000 – Rp. 8.122.000 (Djatiharti et al., 2004). Peningkatan produksi dan produktivitas padi di Provinsi Banten memiliki peluang cukup besar karena masih dapat ditingkatkan melalui optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lahan, air, tanaman dan organisme (LATO). Peluang tersebut juga dapat dilihat dari luas sawah yang ada yaitu 195.146 ha dengan rataan produktivitas 4,97 ton/ha. Strategi pengelolaan LATO bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tanaman, efisiensi penggunaan input serta pemanfaatan limbah dan sumberdaya yang tersedia, sehingga tercipta sistem pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Salah satu upaya peningkatan produksi dan produktivitas padi pada lahan sawah irigasi dapat dilakukan melalui pendekatan PTT yaitu penerapan teknologi budidaya spesifik lokasi dengan mengintegrasikan berbagai komponen teknologi yang inovatif,
2
dinamis dan kompatibel, sehingga timbul efek sinergis. Berdasarkan hal tersebut telah dilakukan kajian dengan tujuan untuk mengetahui tingkat produktivitas dan pendapatan usahatani padi sawah melalui pendekatan PTT. METODOLOGI Pengkajian pengelolaan tanaman terpadu padi sawah dilaksanakan pada kelompok tani ”Jambangan Mas” Desa Pamengkang, Kecamatan Kramatwatu Kabupaten Serang Provinsi Banten pada MK 2008 (April – September 2008). Kajian lapang dilakukan pada lahan sawah irigasi seluas 20 ha dengan melibatkan 29 orang petani. Kegiatan pengkajian diawali dengan identifikasi masalah melalui metode PRA (Participatory Rural Appraisal). Kegiatan selanjutnya adalah sosialisasi PTT dan merancang komponen teknologi yang akan diaplikasikan. Berdasarkan hasil diskusi dan kesepakatan kelompok, komponen teknologi usahatani padi yang dilaksanakan melalui pendekatan PTT meliputi: varietas unggul baru (Ciherang, Cibogo, Cigeulis), benih bermutu, bibit muda umur 18 – 21 HSS, jumlah bibit 3 – 4 batang/lubang, sistem tanam legowo dan tegel, pupuk N berdasarkan bagan warna daun (Urea 200 - 240 kg/ha), pupuk P dan K berdasarkan status hara tanah (SP-36 100-130 kg/ha dan KCl 50 - 100 kg/ha), pengendalian gulma secara mekanik, pengendalian hama dan penyakit dengan prinsip PHT serta panen dan perontokan gabah (gebotan/tresher). Data komponen hasil yang diamati dan dikumpulkan selama pengkajian meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan total dan produktif, panjang malai, jumlah gabah per malai, bobot 1000 butir gabah bernas, umur panen, produktivitas, serta sistem panen dan perontokan gabah. Data agronomis yang dikumpulkan (hasil panen, gabah isi, bobot 1.000 butir, panjang malai, jumlah gabah/malai, jumlah anakan, anakan produktif, tinggi tanam dan umur panen) dianalisis secara deskriptif, sedangkan tingkat pendapatan usahatani dianalisis secara finansial berdasarkan R/C ratio. Analisis pendapatan usahatani dilakukan pada berbagai luas garapan petani yaitu 0,2 ha; 0,5 ha; 1,0 ha dan 2,0 ha. HASIL DAN PEMBAHASAN Desa Pamengkang secara administratif masuk Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang dengan luas wilayah + 501 ha. Daerah ini merupakan salah satu sentra produksi padi dengan luas lahan sawah 398 ha. Berdasarkan hasil PRA, varietas padi yang ditanam terdiri dari Ciherang, IR-64 dan Walanay dengan kisaran produksi 4,0 – 7,5 ton/ha. Walaupun sudah
3
menggunakan varietas unggul baru, namun benih yang digunakan pada umumnya berasal dari hasil panen sebelumnya (30 – 50 kg/ha). Selain itu, sebagian besar petani hanya menggunakan pupuk Urea (125 – 260 kg/ha) dan SP-36 (125 – 150 kg/ha). Pemberian pupuk dilakukan satu atau dua kali yakni pada umur 7 -15 HST dan 30 – 50 HST. Berdasarkan hasil analisa tanah yang dilakukan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor, maka budidaya padi sawah di Kampung Jambangan, Desa Pamengkang memerlukan pupuk Urea sebanyak 200 – 250 kg/ha, SP-36 75 – 100 kg/ha dan KCl 50 – 100 kg/ha. Dosis pupuk KCl dapat dikurangi asalkan jerami bisa dikembalikan atau pemberian pupuk organik sebanyak 3 ton/ha. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dilakukan pengkajian sistem usahatani padi sawah melalui pendekatan PTT dengan harapan meningkatnya produktivitas dan pendapatan petani. Hasil kajian dan pengamatan menunjukkan bahwa sistem dan jarak tanam berpengaruh terhadap populasi tanaman. Pada sistem legowo 4:1 dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm diperoleh populasi tanaman padi sebanyak 190.000 – 194.000 rumpun/ha, jarak tanam 23 cm x 20 cm sebanyak 171.000 – 177.800 rumpun/ha dan jarak tanam 25 cm x 20 cm 153.800 – 160.800 rumpun/ha. Selanjutnya pada sistem tanam tegel diperoleh populasi tanaman sebanyak 150.800 – 158.600 rumpun/ha (jarak tanam 25 cm x 25 cm), 143.300 – 148.000 rumpun/ha (jarak tanam 26 cm x 26 cm) dan 134.200 – 140.500 rumpun/ha (jarak tanam 27 cm x 27 cm). Perbedaan populasi tersebut akibat tidak seragamnya ukuran caplak tanam yang digunakan. Penerapan teknologi dalam usahatani padi sawah sebagian besar belum sesuai anjuran. Petani masih menggunakan teknologi menurut kemampuan berdasarkan kebiasaan yang turun menurun, sehingga produktivitas yang dicapai belum optimal. Salah satu upaya peningkatan produktivitas padi pada lahan sawah irigasi adalah melalui pendekatan PTT (Kartaatmadja dan Fagi, 2000). Berdasarkan hasil kajian di Desa Pamengkang Kecamatan Kramatwatu, produktivitas padi sawah yang diperoleh pada sistem tanam legowo dan tegel cukup beragam, baik antar varietas maupun antar petani. Pada sistem tanam legowo dengan luas lahan 3,04 ha (16 petani) produktivitas yang diperoleh berkisar antara 7.105 – 9.115 kg/ha (rataan 7.747 kg/ha), sedangkan pada sistem tanam tegel dengan luas lahan 16,86 ha ( 27 petani) diperoleh produktivitas 5.360 – 8.160 kg/ha (rataan 6.583 kg/ha). Hasil lain menunjukkan bahwa terdapat perbedaan produktivitas antara sistem tanam legowo dan tegel sebesar 641 – 1.548 kg/ha (rataan 1.164 kg/ha) atau 9,7 – 26,6 % (rataan 17,7 %). Namun apabila dibandingkan dengan hasil sebelumnya, sebagian besar petani
4
kooperator mengalami kenaikan hasil antara 3,8 – 25,5 %. Penurunan hasil pada beberapa petani kooperator akibat adanya serangan hama penggerek batang pada saat pertumbuhan tanaman. Selain itu juga terjadi kekeringan serta serangan ulat grayak pada saat pengisian dan pematangan gabah. Hasil pengamatan diperoleh bahwa setiap rumpun padi dijumpai ulat grayak sebanyak 15 – 20 ekor. Selain produktivitas, perbedaan sistem tanam legowo dan tegel juga terlihat pada rataan anakan produktif, panjang malai dan jumlah gabah per malai. Pada sistem tanam legowo, rataan anakan produktif yang diperoleh adalah 18,3 malai/rumpun, panjang malai 21,4 cm dan jumlah gabah 99,7 butir/malai. Selanjutnya pada sistem tanam tegel, anakan produktif 17,0 malai/rumpun, panjang malai 20,9 cm dan jumlah gabah 96,2 butir/malai. Sebagai gambaran, pada Tabel 1 disajikan keragaan hasil beberapa varietas unggul padi sawah melalui dengan sistem legowo dan tegel yang dilaksanakan melalui pendekatan PTT. Hasil pengamatan terlihat bahwa komponen hasil dan produktivitas yang diperoleh pada varietas Ciherang dan Cigeulis yang ditanam dengan sistem legowo lebih baik dibadingkan dengan sistem tegel. Perbedaan tersebut terlihat nyata pada hasil panen varietas Cigeulis dengan perbedaan hasil 1.416 kg/ha, sedangkan pada varietas Ciherang 1.160 kg/ha. Tabel 1. Keragaan komponen hasil beberapa varietas padi sawah melalui sistem tanam legowo dan tegel di Desa Pamengkang, Kec. Kramatwatu. Komponen Hasil 1. Hasil panen (kg/ha) Panen ubinan Panen riil 2. Gabah isi (%) 3. Bobot 1.000 butir (g) 4. Panjang malai (cm) 5. Jumlah gabah/malai (btr) 6. Jumlah anakan (btg/rpn) 7. Anakan produktif (btg/rpn) 8. Tinggi tanaman (cm) 9. Umur panen (HST)
Tanam Legowo Ciherang Cigeulis 8.975 7.954 81,6 25,1 22,1 106,4 20,9 19,4 103,8 98
8.876 7.767 78,8 25,6 23,4 103,4 23,2 20,8 102,2 94
Tanam Tegel Ciherang Cigeulis 7.815 7.022 70,3 25,1 21,6 96,8 20,8 17,8 100,4 98
7.460 6.850 71,6 25,6 21,7 95,6 20,6 18,8 101,4 94
Panen padi pada pengkajian ini dilakukan dengan sistem keroyokan dan kelompok, sedangkan perontokan gabah dengan cara digebot dan menggunakan tresher (pedal dan power tresher). Panen dilakukan pada umur 94 – 98 HST menggunakan sabit bergerigi, baik pagi maupun sore hari. Pada panen sistem keroyokan, seorang tenaga kerja mampu memanen
5
sekaligus menggebot gabah sebanyak 200 – 250 kg/hari, sedangkan pada sistem kelompok 17 orang (menggunakan 2 pedal tresher) memiliki kapasitas kerja 5 ton/hari. Berdasarkan hal tersebut, maka seorang tenaga kerja panen padi mampu mendapat upah Rp. 40.000,- – Rp. 60.000,-/hari (upah panen Rp.20.000,-/kuwintal). Hasil pengamatan lain menujukkan bahwa tingkat kehilangan hasil padi saat panen dan perontokan gabah masih tinggi yaitu 10 – 15 %. Ananto et al. (2003) melaporkan, tingkat kehilangan hasil padi selama penanganan pascapanen mancapai 21 %, dimana pada saat panen dan perontokan gabah seklitar 12 %. Tingkat produksi padi sawah secara teknis ditentukan oleh kemampuan dalam pengelolaan empat komponen teknologi usahatani yaitu penggunaan benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Di lain pihak, produksi yang diperoleh sangat menentukan besarnya pendapatan, sedangkan tingkat pendapatan dipengaruhi oleh biaya produksi dan harga jual. Pada usahatani padi melalui pendekatan PTT, perubahan komponen teknologi mengakibatkan perubahan struktur biaya dan pendapatan. Oleh karena itu, teknologi yang dikembangkan harus didasarkan pada kelayakan teknis dan finansialnya. Menurut Swastika (2004), kelayakan finansial merupakan syarat mutlak bagi suatu teknologi untuk dapat diadopsi oleh petani. Dalam usahatani padi, profitabilitas merupakan suatu ukuran kemampuan petani dalam memperoleh keuntungan, yang dicerminkan oleh ratio antara keuntungan dengan nilai penerimaan. Dalam hal ini, profitabilitas usahatani padi sawah didasarkan pada struktur biaya dan penerimaan dengan membedakan luas garapan petani. Hasil perhitungan menujukkan bahwa produktivitas padi sawah melalui pendekatan PTT sangat bervariasi antara sistem tanam legowo dan tegel. Produktivitas yang diperoleh pada sistem tanam legowo berkisar antara 7.105 – 9.115 kg/ha, sedangkan pada sistem tanam tegel 5.360 – 8.160 kg/ha. Sementara itu, harga GKP ditingkat petani tercatat Rp. 2.000,-/kg. Dengan demikian, nilai produksi padi sawah per hektar pada sistem tanam legowo berkisar antara Rp. 14.210.000 – Rp. 18.230.000,- dan pada sistem tegel Rp. 10.720.000 – Rp. 16.320.000,-. Namun pada kenyataannya, pendapatan yang diperoleh petani tidak sebesar itu, karena terbatasnya luas garapan dan beragamnya hasil panen riil. Hasil analisis usahatani padi sawah menurut sistem tanam dan varietas yang digunakan secara rinci disajikan pada Tabel 2. Pada sistem tanam legowo dengan menggunakan varietas Ciherang, pendapatan usahatani yang diperoleh berdasarkan hasil panen riil adalah Rp. 15.908.000,-/ha/mt, sedangkan dengan sistem tegel Rp. 14.044.000,-/ha/mt. Hasil tersebut memperlihatkan adanya perbedaan nilai produksi sebesar Rp. 1.864.000, sedangkan perbedaan
6
keuntungan adalah Rp. 1.725.000,-/ha/mt. Selanjutnya pada varietas Cigeulis, perbedaan nilai produksi pada sistem tanam legowo dengan sistem tanam tegel adalah sebesar Rp. 1.834.000,/ha/mt, sedangkan perbedaan tingkat keuntungan sebesar Rp. 1.696.000,-/ha. Hasil analisis lebih lanjut terlihat bahwa dengan dengan luas
garapan 0,2 – 2,0 ha, dibutuhkan biaya
produksi untuk penyediaan agroinput sebesar 24,4 – 35,9 % dari biaya total produksi, sedangkan untuk upah tenaga kerja sebesar 64,1 – 75,5 %. Rachman et al. (2004) melaporkan, kebutuhan agroinput pada usahatani padi sawah di Indramayu, Majalengka, Klaten, Ngawi dan Kediri pada tahun 2000/2001 berkisar antara 18 – 20 % dari nilai produksi, sedangkan biaya tenaga kerja dan sewa lahan adalah 29 – 35 % dan 20 – 27 %. Tabel 2. Analisis finansial usahatani padi sawah pada sistem tanam legowo dan tegel di Pamengkang, Kecamatan Kramatwatu pada MK 2008. Uraian/Variabel A. Sarana Produksi Benih Pupuk Pestisida Jumlah A B. Upah Tenaga Kerja Pengolahan tanah Perataan tanah/ngaler Mencaplak Cabut benih Nyebar benih Tanam Penyiangan Pemupukan Menyemprot Panen Jumlah B Jumlah A + B C. D. E. F. G.
Nilai Produksi Keuntungan R/C ratio Titik impas (kg) Biaya produksi (Rp./kg)
Tanam Legowo Ciherang Cigeulis
Desa
Tanam Tegel Ciherang Cigeulis
105.000 590.000 430.000
105.000 590.000 430.000
105.000 590.000 430.000
105.000 590.000 430.000
1.125.000
1.125.000
1.125.000
1.125.000
600.000 56.000 30.000 56.000 30.000 222.000 128.000 48.000 32.000 1.192.500 2.394.500 3.519.500
600.000 56.000 30.000 56.000 30.000 222.000 128.000 48.000 32.000 1.165.500 2.367.500 3.492.500
600.000 56.000 30.000 56.000 30.000 222.000 128.000 48.000 32.000 1.053.500 2.255.500 3.380.500
600.000 56.000 30.000 56.000 30.000 222.000 128.000 48.000 32.000 1.027.500 2.229.500 3.354.500
15.908.000 12.388.500 3,52 1.759,8 442,5
15.534.000 12.041.500 3,45 1.746,3 449,7
14.044.000 10.663.500 3,15 1.690,3 481,4
13.700.000 10.345.500 3,08 1.677,3 489,7
7
Analisis lebih lanjut terlihat bahwa penerimaan hasil usahatani padi sawah bervariasi antar petani dan luas garapan, termasuk antar sistem tanam dan varietas yang digunakan. Pada sistem tanam legowo, pendapatan usahatani padi sawah yang diperoleh berkisar antara Rp. 15.534.000 – Rp. 15.908.000,- (rataan Rp. 15.721.000,-/ha/mt), sedangkan pada sistem tegel Rp. 13.700.000 – Rp. 14.044.000,- (rataan Rp. 13.872.000,-/ha/mt). Dengan demikian, maka setiap hektare lahan diperoleh pendapatan sebesar Rp. 10.345.500 – Rp. 12.388.500,dengan R/C ratio 3,08 – 3,52. Berdasarkan harga GKP pada saat panen sebesar Rp.2.000,-/kg, maka titik impas produksi adalah 1.677,3 – 1.759,8 kg. Selain itu, untuk memproduksi 1 kg padi sawah dibutuhkan biaya sebesar Rp. 442,5 – 489,7. Hasil lain menunjukkan, bahwa dilokasi pengkajian terdapat perbedaan upah antara Kampung Jambangan dan Kampung Darmayon. Di Kampung Jambangan, upah tenaga kerja pria dan wanita adalah Rp. 15.000,- dan Rp. 6.000,sedangkan upah mengarit dan merontok gabah Rp. 15.000,-/kuwintal. Selanjutnya di Kampung Darmayon, upah tenaga kerja pria dan wanita adalah Rp. 20.000 dan Rp. 8.000, sedangkan mengarit dan merontok gabah Rp. 20.000,-/kuwintal.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Produktivitas padi sawah setiap varietas cukup beragam, baik antara sistem tanam mapun antar petani. Penerapan sistem tanam legowo dapat meningkatkan produktivitas 1.164 kg/ha (17,7 %) dibanding sistem tanam tegel. Pada sistem tanam legowo, produktivitas yang diperoleh berkisar antara 7.105-9.115 kg/ha (rataan 7.747 kg/ha), sedangkan pada sistem tanam tegel 5.360-8.160 kg/ha (rataan 6.583 kg/ha). 2. Secara finansial, pendapatan usahatani padi sawah tergantung luas garapan, sistem tanam, varietas, hasil panen dan harga GKP. Pendapatan usahatani padi sawah dengan sistem tanam legowo adalah Rp. 12.215.000, dan sistem tanam tegel Rp. 10.504.500, sedangkan R/C ratio berkisar antara 3,08-3,52. Saran 1.
Penerapan sistem tanam legowo dapat meningkatkan produksi dan produktivitas padi, sehingga layak dikembangkan pada berbagai lokasi di Provinasi Banten dengan karakteristik lahan yang sama. Oleh karena itu, perlu sosialisasi dan identifikasi lokasi yang sesuai termasuk menganalisis permasalahan setempat.
8
DAFTAR PUSTAKA Ananto, E.E., A. Setyono dan Sutrisno. 2003. Panduan teknis penanganan panen dan pascapanen padi dalam sistem usahatani tanaman-ternak. Departemen Pertanian : 26 hal. Djatiharti, A., T.S. Kadir, A. Guswara, dan A. Ruskendar, 2004. Analisis ekonomi kajian pengelolaan tanaman terpadu di Sukamandi : Puslitbang Tanaman Pangan : 741-750. Kartaatmadja, S. dan A.M.Fagi. 2000. Pengelolaan tanaman terpadu: Konsep dan penerapan. Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV : 75-89 Rachman, B., P. Simatupang, dan T. Sudaryanto. 2004. Efisiensi dan daya saing sistem usahatani padi. Prosiding Efisiensi dan Daya Saing Sistem Usahatani Beberapa Komoditas Pertanian di Lahan Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian: 1 – 27. Las, I., I.N. Widiarata, dan B. Suprihatno. 2004. Perkembangan varietas dalam perpadian nasional. Inovasi Pertanian Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian: 1-25. Makarim, A.K. ., D. Pasaribu, Z. Zaini dan I. Las. 2005. Analisis dan síntesis pengembangan model pengelolaan tanaman terpadu padi sawah. Balai Penelitian Padi, Puslitbang Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian: 18 hal. Mayunar et al., 2005. Pengkajian sistem dan model pengelolaan lahan sawah irigási dalam upaya peningkatan produksi padi. Laporan Pengkajian BPTP Banten Tahun 2005: 25 hal. Nurhati, I., M. Dianawati, IGP.A Diratmaja, dan S. Putra, 2004. Pengkajian dan pengembangan pengelolaan tanaman padi secara terpadu di Garut, Jawa Barat. Kebijakan Perberasan dan Inovasi Teknologi Padi (Buku Tiga). Puslitbang Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian: 729-740. Swastika, D.K.S.2004. Beberapa teknis analisis dalam penelitian dan pengkajian teknologi pertanian. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 7(1) : 90103. Syamsiah, I., S. Abdullah, B. Amril, N. Husen, dan A. Kanufi 2004. Pengelolaan usahatani padi sawah secara terpadu di Pakandangan, Sumatera Barat. Kebijakan Perberasan dan Inovasi Teknologi Padi (Buku Tiga). Puslitbang Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian: 711-727. Wahyuni, I. dan K. S. Indarningsih. 2003. Dinamika program dan kebijakan peningkatan produksi padi. Forum Penelitian Agro ekonomis (FAE), Vol. 21 (2): 143 – 156.
9