TINGKAT PEMANFAATAN MATERIAL KAYU PADA PEMBUATAN GADING-GADING DI GALANGAN KAPAL RAKYAT UD. SEMANGAT UNTUNG, DESA TANAH BERU, BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN
IMA KUSUMANTI
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Tingkat Pemanfaatan Material Kayu pada Pembuatan Gading-Gading di Galangan Kapal Rakyat UD. Semangat Untung, Desa Tanah Beru, Bulukumba, Sulawesi Selatan adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 15 September 2009 Ima Kusumanti
ABSTRAK
IMA KUSUMANTI, C44052900. Tingkat Pemanfaatan Material Kayu pada Pembuatan Gading-gading di Galangan Kapal Rakyat UD. Semangat Untung, Desa Tanah Beru, Bulukumba, Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh YOPI NOVITA dan VITA RUMANTI KURNIAWATI. Kapal perikanan merupakan salah satu unsur dalam menentukan keberhasilan operasi penangkapan ikan. Pembuatan kapal perikanan di Indonesia secara umum masih bersifat tradisional. Kayu digunakan sebagai material utama dan dibutuhkan ketersediaan kayu dalam jumlah yang besar. Saat ini, produksi kayu dari hutan di Indonesia semakin menurun sehingga menyebabkan kayu menjadi terbatas dan harganya tidak ekonomis. Dengan demikian, perlu adanya efisiensi penggunaan kayu. Tingkat efisiensi ini dilihat dari tingkat pemanfaatan material kayu pada pembuatan konstruksi kapal. Penelitian ini penting dilakukan dengan alasan untuk meningkatkan efisiensi serta keefektifan pembangunan kapal kayu di Indonesia terutama pada penggunaan material kapal, salah satunya adalah gading-gading. Pemilihan gading-gading sebagai fokus bahasan pada penelitian ini dikarenakan gading-gading merupakan salah satu konstruksi utama kapal yang berfungsi sebagai rangka kapal. Bulukumba dipilih sebagai lokasi penelitian karena Bulukumba merupakan pusat pembuatan kapal kayu di daerah Timur tepatnya Sulawesi Selatan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2008 dengan menggunakan metode survey di pusat industri galangan kapal rakyat UD. Semangat Untung di Desa Tanah Beru, Bulukumba, Sulawesi Selatan. Jenis data yang diperlukan antara lain, gambar proses pembuatan gadinggading, penentuan jenis kayu, dan berat sisa kayu yang digunakan pada pembuatan gading-gading. Analisis data dilakukan dengan membandingkan volume kayu terpakai dengan volume kayu awal serta mengelompokkan gadinggading berdasarkan tipenya. Objek penelitian ini adalah kapal perikanan yang memiliki 29 gading-gading dengan tipe U bottom, round bottom, dan V bottom. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan kayu untuk pembuatan gading-gading mencapai 85,53%. Nilai ini menunjukkan bahwa penggunaan kayu untuk gading-gading cukup efektif. Kata kunci :
bulukumba, gading-gading, tingkat pemanfaatan material kayu, volume terpakai.
TINGKAT PEMANFAATAN MATERIAL KAYU PADA PEMBUATAN GADING-GADING DI GALANGAN KAPAL RAKYAT UD. SEMANGAT UNTUNG, DESA TANAH BERU, BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN
IMA KUSUMANTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Skripsi : Tingkat Pemanfaaatan Material Kayu pada Pembuatan Gadinggading di Galangan Kapal Rakyat UD. Semangat Untung, Desa Tanah Beru, Bulukumba, Sulawesi Selatan Nama
: Ima Kusumanti
NRP
: C44052900
Mayor
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Yopi Novita, S.Pi, M.Si NIP. 19710916 200003 2 001
Vita Rumanti Kurniawati, S.Pi, M.T NIP. 19820911 200501 2 001
Diketahui: Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof.Dr.Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 19610410 198601 1 002
Tanggal lulus : 15 September 2009
KATA PENGANTAR
Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada Bulan Juli-Agustus 2008 ini adalah ”Tingkat Pemanfaatan Material Kayu pada Pembuatan Gading gading di Galangan Kapal Rakyat UD. Semangat Untung, Desa Tanah Beru, Bulukumba, Sulawesi Selatan”. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: 1. Yopi Novita, S.Pi, M.Si dan Vita Rumanti Kurniawati S.Pi, M.T selaku komisi pembimbing atas segala saran, arahan, do’a, perhatian dan motivasi yang sungguh tak ternilai harganya selama penelitian ini berlangsung; 2. Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si dan Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si selaku dosen penguji tamu; 3. Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc selaku Ketua Departemen PSP; 4. Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku komisi pendidikan Departemen PSP; 5. Bapak Rahman sekeluarga di Takalar, Sulawesi Selatan atas bantuannya selama penelitian; 6. Bapak H. Muh. Yusuf sebagai pemilik galangan kapal rakyat UD. Semangat Untung atas kesediaan memberikan informasi, penjelasan dan bantuan bagi penelitian ini; 7. Bapak Andi Cawa Miri selaku Kepala Dinas Pemerintah Daerah Bulukumba, Sulawesi Selatan beserta jajarannya; 8. Pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, 15 September 2009 Ima Kusumanti
UCAPAN TERIMA KASIH
Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, baik bantuan secara moril, tenaga, maupun materiil yang tentu saja sangat bermanfaat bagi penulis. Penulis menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak yang berjasa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu: 1) Orang tuaku tercinta, Bapak M.Sadan dan Ibu Purwiyanti (Alm.) atas segala do’a, kasih sayang, dan dukungannya; 2) Kakak Eko (Alm.), adik Desi Nur Astuti, dan adik Wulan Islamintari tercinta yang selalu memberikan motivasi dalam penyelesaian karya tulis ini; 3) Nisa, Ojan, Golek selama konsultasi bersama; 4) Rekan-rekan PSP 42 tercinta (Didin, Budi, Pakde, Fifi, Bhepe, Asep, Ukhti Ziah, Hendri, Dhenis, Ema, Nia, Irna, Yiyi, Intan, Gina, Mira, Kim, Dika Cochan, Winy, Hano, Vera, Imam, Ummi, Septa, Dian, Ferty, Fati, Oce, Gumbara, Leo, Nano, Dilla, Hafid, Zasuli, mba’Yul, Feri, Sahat, Eko, Meida, Hendro, Rio, Nogel, Yosep, Reny, Mery, dan Mirza) atas kebersamaan yang luar biasa; 5) Rekan-rekan PSP 39, PSP 40, PSP 41, PSP 43, dan PSP 44; 6) Deny Prastowo, S.Kom atas perhatian, kasih sayang, dan motivasi yang tiada henti; 7) Mb. Ika yang telah memberi bantuan, arahan dan nasihat-nasihat yang luar biasa. Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian semua dengan pahala dan kebaikan yang berlipat ganda.
Bogor, 15 September 2009 Ima Kusumanti
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 13 Maret 1987.
Penulis adalah anak ke dua dari empat
bersaudara dari pasangan M. Sadan dan Purwiyanti.
Pada
tahun 2002 penulis lulus dari SLTP Negeri 49 Jakarta, dan pada tahun 2005 penulis lulus di Sekolah Menengah Umum Negeri 48 Jakarta dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) yang terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Program studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai anggota Departemen Kesekretariatan Agriaswara tahun 2006-2007, anggota Departemen Kesejahteraan Masyarakat Agriaswara tahun 2007-2008, anggota Divisi Eksternal Himpunan Mahasiswa Perikanan
Tangkap
Indonesia
tahun
2007-2008,
anggota
Departemen
Pengembangan Minat dan Bakat Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) tahun 2007-2008. Selain itu, penulis juga menjadi asisten Avertebrata Air tahun 2007-2008, asisten Rekayasa dan Tingkah Laku Ikan tahun 2008, asisten Metode Observasi Bawah Air tahun 2008-2009, Asisten Manajemen Operasi Penangkapan Ikan tahun 2008-2009, Asisten Kapal Perikanan tahun 2008-2009, Asisten Navigasi Kapal Perikanan tahun 2009, dan Asisten Praktek Laut Penangkapan Ikan tahun 2009. Pada tahun 2008, penulis melakukan penelitian dengan judul ” Tingkat Pemanfaatan Material Kayu Pada Pembuatan Gading–gading di Galangan Kapal Rakyat UD. Semangat Untung, Desa Tanah Beru, Bulukumba, Sulawesi Selatan ” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................... 2 1.3 Manfaat Penelitian .................................................................................. 2 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan..................................................................................... 2.2 Konstruksi Kapal ................................................................................... 2.3 Kayu Sebagai Material Pembangunan Kapal .......................................... 2.4 Pembangunan Kapal Perikanan .............................................................. 2.5 Gading-Gading ......................................................................................
3 5 8 12 13
3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat................................................................................. 3.2 Alat ...................................................................................................... 3.3 Jenis Data ............................................................................................. 3.4 Pengumpulan Data ................................................................................ 3.5 Pengolahan Data ................................................................................... 3.6 Analisia Data ........................................................................................
16 16 16 17 17 19
4. KONDISI UMUM GALANGAN KAPAL UD. SEMANGAT UNTUNG 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Jenis dan Bentuk Kayu untuk Konstruksi Gading-gading ...................... 5.2 Pembuatan Gading-gading .................................................................... 5.2.1 Pengelompokan kayu ................................................................... 5.2.2 Pemotongan kayu ......................................................................... 5.2.3 Pemasangan gading-gading .......................................................... 5.3 Tingkat Pemanfaatan Kayu .................................................................... 5.3.1 Volume kayu pada pembuatan gading-gading .............................. 5.3.2 Berat dan volume kayu terbuang pada pembuatan gading-gading . 5.3.3 Persentase volume kayu yang dipakai terhadap volume kayu awal
29 31 34 35 39 51 51 52 54
6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan........................................................................................... 59 6.2 Saran .................................................................................................... 59 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 60 DAFTAR ISTILAH ....................................................................................... 63 LAMPIRAN ................................................................................................... 66
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Kriteria kelas kuat (KK) kayu ...................................................................... 9 2. Kriteria kelas awet (KA) kayu .................................................................... 10 3. Persyaratan teknis kayu bagian konstruksi kapal ........................................ 11 4. Variasi tingkat teknologi pembangunan kapal perikanan tradisional di beberapa daerah di Indonesia ..................................................................... 13 5. Jenis dan cara pengumpulan data................................................................ 17 6. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan gading-gading kapal .............. 25 7. Keadaan SDM di galangan kapal UD. Semangat Untung ........................... 26 8. Produktivitas galangan kapal UD. Semangat Untung .................................. 27 9. Jumlah pekerja dan lama pekerjaan tiap ukuran kapal ................................ 27 10. Jenis kayu yang digunakan beserta asal perolehan kayu.............................. 28 11. Dimensi utama obyek penelitian................................................................. 29 12. Jenis dan karakteristik fisik kayu yang digunakan untuk membuat konstruksi gading-gading ............................................................................................ 30 13. Pengelompokan kayu yang digunakan pada gading-gading ........................ 34 14. Jenis kayu yang diperuntukkan pada pembuatan gading-gading ................. 51 15. Berat dan volume terbuang tiap gading-gading ........................................... 53 16. Persentase volume terpakai dan terbuang (%)............................................. 57 17. Persentase kayu terpakai dan terbuang (%) ................................................. 58
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Bentuk-bentuk kasko kapal ........................................................................
7
2. Gading-gading kapal ................................................................................. 14 3. Konstruksi gading-gading ......................................................................... 15 4. Konstruksi gading-gading dan wrang kapal kayu ...................................... 15 5. Tahap pengolahan data pada pembuatan gading-gading ............................. 18 6. Peta lokasi Kabupaten Bulukumba ............................................................ 20 7. Peta lokasi penelitian ................................................................................. 21 8. Tahap pembangunan kapal ikan di Bulukumba .......................................... 24 9. Jenis kayu berbentuk V pada pembuatan gading-gading ............................ 31 10. Jenis kayu berbentuk lengkung pada pembuatan gading-gading ................ 32 11. Pembuatan gading-gading ......................................................................... 33 12. Proses pembuatan gading-gading kapal ..................................................... 34 13. Hasil cetakan mal besi ............................................................................... 35 14. Pemotongan balok kayu dengan cara dikapak ............................................ 36 15. Pemotongan kayu berlebih dengan cara digergaji ...................................... 37 16. Pembuatan gading-gading berasal dari kayu A (bentuk V) ........................ 37 17. Sisa kayu pada pembuatan gading-gading ................................................. 38 18. Pemanfaatan kayu pada pembuatan gading-gading .................................... 38 19. Posisi gading-gading pada kapal ................................................................ 40 20. Pemasangan gading-gading di atas kapal ................................................... 41 21. Pola sambungan gading-gading bagian atas dan bawah ............................. 42 22. Gading-gading disambung dan dipasak agar menempel kuat ..................... 42 23. Konstruksi gading-gading tipe U bottom ................................................... 43 24. Proses penyambungan gading-gading tipe U2 ........................................... 44 25. Konstruksi gading-gading tipe round bottom ............................................. 45 26. Proses penyambungan gading-gading tipe R2 ............................................ 46 27. Konstruksi gading-gading tipe V bottom ................................................... 47 28. Proses penyambungan gading-gading tipe V2 ........................................... 48 29. Proses penyambungan gading-gading tipe V3 ........................................... 49
30. Gading-gading tampak pada bagian haluan ............................................... 49 31. Gading-gading tampak pada bagian buritan ............................................... 50 32. Perbandingan volume terpakai dan volume awal tipe U bottom ................. 54 33. Perbandingan volume terpakai dan volume awal tipe round bottom ........... 55 34. Perbandingan volume terpakai dan volume awal tipe V bottom ................. 56
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Kuesioner penelitian .................................................................................. 67 2. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan gading-gading ....................... 78 3. Volume gading-gading yang diperuntukkan dan digunakan pada pembuatan gading-gading ........................................................................................... 81 4. Perhitungan tingkat pemanfaatan gading-gading ....................................... 82 5. Tingkat pemanfaatan material pada gading-gading tipe U bottom .............. 87 6. Tingkat pemanfaatan material pada gading-gading tipe round bottom ....... 89 7. Tingkat pemanfaatan material pada gading-gading tipe V bottom .............. 91 8. Persentase tingkat pemanfaatan material kayu ........................................... 93
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kapal perikanan merupakan salah satu unsur dalam menentukan
keberhasilan operasi penangkapan ikan selain nelayan dan alat tangkap. Pembuatan kapal perikanan di Indonesia umumnya masih bersifat tradisional, yakni berdasarkan kebiasaan masyarakat secara turun-temurun tanpa didasari dengan perhitungan arsitekstur perkapalan (naval architec) dan gambar rancangan seperti gambar rancangan umum (general arangement), gambar rencana garis (lines plan), deck profile, body plan, dan profile construstion. Pembuatan kapal perikanan di Indonesia didominasi oleh kayu sebagai bahan baku utama. Menurut Fyson (1985), terdapat lima jenis pilihan material yang sesuai untuk kapal perikanan yaitu kayu, besi, FRP (Fibreglass Rainforced Plastic), ferrocement, dan aluminium. Jenis kayu yang digunakan menjadi hal yang penting karena merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan guna memperoleh umur teknis yang lama dari kapal penangkap ikan (Pasaribu, 1987). Kapal yang dibuat dari kayu harus memiliki kekuatan tinggi dan ketahanan terhadap serangan organisme laut sehingga diharapkan dapat beroperasi dalam jangka waktu yang lebih lama. Secara umum, pembuatan kapal perikanan di Indonesia menggunakan kayu sebagai material utama sehingga dibutuhkan ketersediaan kayu dalam jumlah yang besar.
Begitu juga kapal perikanan yang beroperasi di Kecamatan
Bulukumba. Kapal tersebut umumnya terbuat dari bahan kayu dan diproduksi oleh galangan kapal rakyat di daerah Bulukumba dengan teknik pembuatan kapal yang masih sederhana. Pemilihan kayu sebagai material pembuat kapal dikarenakan kebiasaan pengrajin kapal setempat. Namun saat ini, produksi kayu dari hutan yang ada di Indonesia semakin menurun. Hal ini menyebabkan kayu menjadi terbatas dan harganya menjadi tidak ekonomis. Sampai saat ini, pembuatan kapal di galangan tradisional tidak menggunakan perencanaan konstruksi, sehingga bisa saja terjadi ketidakefektifan dalam penggunaan material. Mengingat semakin terbatasnya sumberdaya kayu, maka dalam proses pembangunan kapal diperlukan efisiensi penggunaan kayu.
Tingkat efisiensi tersebut dapat dilihat dari tingkat pemanfaatan material kayu pada proses pembangunan kapal. Penelitian ini penting dilakukan dengan alasan untuk melihat keefektifan penggunaan kayu dalam pembangunan kapal di Indonesia terutama di galangan tradisional. Kapal terdiri atas beberapa bagian konstruksi, penelitian ini hanya akan membahas pada satu bagian saja yaitu gading-gading. Alasan pemilihan gadinggading sebagai fokus bahasan pada penelitian ini dikarenakan gading-gading merupakan salah satu konstruksi utama kapal yang berfungsi sebagai rangka kapal. Bulukumba dipilih sebagai lokasi penelitian karena Bulukumba merupakan pusat pembuatan kapal kayu di daerah Timur tepatnya Sulawesi Selatan. Tempat ini merupakan tempat berkumpulnya para pengrajin kapal yang handal sehingga menjadikan Bulukumba sebagai pusat pembuatan kapal kayu terbaik di Indonesia.
1.2
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mendeskripsikan proses pembuatan gading-gading; 2) Mendeskripsikan proses penentuan jenis kayu yang digunakan untuk pembuatan gading-gading; dan 3) Menentukan tingkat pemanfaatan material kayu pada pembuatan gading-gading kapal.
1.3
Manfaat Manfaat penelitian ini adalah: 1)
Dapat mengetahui besarnya tingkat pemanfaatan material kayu pada pembuatan gading-gading di galangan kapal rakyat UD. Semangat Untung, Desa Tanah Beru, Bulukumba, Sulawesi Selatan; dan
2) Dapat memberikan referensi bagi peneliti lainnya mengenai tingkat pemanfaatan material pada pembuatan kapal kayu.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kapal Perikanan Kapal merupakan kendaraan pengangkut penumpang dan barang di laut
(sungai dan sebagainya) (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1999).
Menurut
Iskandar dan Novita (1997), kapal merupakan suatu bangunan terapung yang berfungsi sebagai wadah, tempat bekerja (working area) serta sarana transportasi, dan kapal perikanan termasuk didalamnya. Adapun yang dimaksud dengan kapal perikanan adalah kapal yang digunakan dalam usaha menangkap ikan atau mengumpulkan sumber daya perairan, pekerjaan-pekerjaan riset, guidance, training, kontrol dan sebagainya yang berhubungan dengan usaha tersebut (Ayodhyoa, 1972). Kapal perikanan merupakan unit penangkapan ikan yang membutuhkan modal dalam jumlah yang besar dalam suatu usaha penangkapan ikan. Ayodhyoa
(1972) menyatakan bahwa karakteristik kapal perikanan
berbeda dengan kapal jenis lainnya sehingga memiliki beberapa keistimewaan antara lain: 1) Kecepatan kapal (speed) Kapal perikanan harus memiliki Horse Power (HP) yang lebih besar dibandingkan dengan jenis kapal lainnya pada Gross Tonage (GT) yang sama.
Kecepatan yang tinggi pada kapal perikanan digunakan untuk
mengejar kumpulan ikan, menuju fishing ground dan mengangkut hasil tangkapan; 2) Kemampuan olah gerak kapal (manuver ability) Kapal harus mampu melakukan olah gerak yang optimal pada saat pengoperasian, seperti kemampuan steer ability yang baik pada saat mengejar ikan, radius putaran (turning circle) yang kecil, dan daya dorong (propulsive engine) yang dapat dengan mudah membuat kapal bergerak maju dan mundur; 3) Layak laut (seaworthiness) Kapal dapat digunakan dalam operasi penangkapan ikan secara terus menerus dan cukup tahan untuk melawan kekuatan angin dan gelombang, memiliki
stabilitas yang baik, daya apung yang cukup, serta memiliki periode rolling dan yang kecil; 4) Luas lingkup area pelayaran Kapal memiliki kemampuan jelajah yang baik pada kondisi perairan yang beragam.
Luas lingkup area pelayaran ikan ditentukan oleh pergerakan
kelompok ikan, daerah, musim ikan, dan migrasi; 5) Konstruksi Konstruksi harus kuat, karena dalam operasi penangkapan ikan akan menghadapi kondisi alam yang berubah-ubah, dan konstruksi kapal harus mampu meminimumkan getaran yang timbul dari mesin yang digunakan; 6) Mesin penggerak Kapal perikanan membutuhkan tenaga mesin penggerak yang cukup besar, sedangkan volume mesin diusahakan tidak terlalu besar dengan getaran yang kecil; 7) Fasilitas penyimpanan dan pengolahan ikan Umumnya kapal perikanan dilengkapi dengan fasilitas seperti: cool room, freezing room, processing machine, dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga mutu hasil tangkapan tetap baik hingga ke fishing base; 8) Alat bantu penangkapan (fishing equipment) Fishing equipment berbeda untuk setiap kapal dan tidak semua kapal dilengkapi dengan alat bantu, tergantung dari jenis alat tangkap yang digunakan dan target penangkapan. Persyaratan umum (general requirement) yang harus dipenuhi oleh sebuah kapal perikanan (Nomura dan Yamazaki, 1975) adalah: 1) Memiliki suatu kekuatan struktur badan kapal; 2) Keberhasilan operasi penangkapan ikan; 3) Memiliki stabilitas yang tinggi; dan 4) Memiliki fasilitas penyimpanan yang lengkap.
Iskandar (1990) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perencanaan pembangunan kapal yaitu: 1) Penentuan alat tangkap yang digunakan; 2) Penentuan kapasitas kapal berdasarkan kemampuan kapal membawa es; 3) Penenuan panjang lunas, lebar dan dalam kapal; 4) Penentuan pembagian ruang di atas dan di bawah dek; dan 5) Penentuan kekuatan mesin dan perlengkapan lainnya yang diperlukan oleh sebuah kapal perikanan.
2.2
Konstruksi Kapal Ketentuan konstruksi kapal kayu di Indonesia ditetapkan melalui Biro
Klasifikasi Indonesia (Soekarsono, 1995a). Kekuatan konstruksi sebuah kapal dipengaruhi oleh kemampuan teknis galangan kapal. Hal ini erat hubungannya dengan konstruksi dan pengawasan dari suatu badan yang dipercaya oleh Pemerintah, dalam hal ini BKI. Kualitas galangan kapal yang membangun kapal perikanan di Indonesia khususnya kapal kayu, masih tradisional dan dikelola secara perorangan. Tahapan pembangunan kapal dimulai dari pemasangan lunas, linggi haluan dan buritan, gading-gading, balok geladak, galar, kulit luar dan geladak. Sedangkan bagian-bagian lainnya dapat dikerjakan secara bersamaan atau bagian yang satu dapat dikerjakan lebih dahulu daripada bagian yang lain (Pasaribu, 1985). Namun, cara pemasangan bagian-bagian konstruksi kapal tersebut dapat berubah-ubah tergantung dari tempat, kemampuan, serta tradisi pembangunan kapal di daerah masing-masing. Terdapat
perbedaan metode
pembangunan
kapal,
khususnya pada
pembangunan kapal kayu penangkap ikan yang dibuat secara tradisional dan modern. Perbedaannya terletak pada cara pengkonstruksian lambungnya. Kapalkapal kayu penangkap ikan tradisional papan lambungnya di konstruksi terlebih dahulu kemudian diikuti pemasangan gading-gading (frame). Sebaliknya pada pembangunan kapal-kapal kayu penangkap ikan modern, gading-gading dikonstruksi terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pemasangan lambung kapal (Iskandar, 1997).
Secara prinsip konstruksi badan kapal perikanan harus kuat karena kapal perikanan banyak berhubungan dengan kondisi laut, harus menahan berat dan getaran mesin kapal serta melindungi muatan dan personel yang ada di atas kapal dari lingkungan air di sekitarnya (Purba, 2004). Kapal perikanan juga harus maemiliki kapasitas yang cukup besar dan tetap stabil dalam kondisi apapun. Bentuk kasko kapal sangat berpengaruh terhadap daya tampung stabilitas kapal ketika berlayar. Rouf (2004) menjelaskan bahwa bentuk kasko kapal perikanan pada bagian haluan berbentuk ”V” bottom (Gambar 1), sedangkan pada bagian tengah hingga buritan terdapat lima variasi bentuk kasko kapal perikanan, yaitu: (1) Round bottom, yaitu tipe kasko kapal dengan bentuk bulat hampir setengah lingkaran (Gambar 1); (2) Round flat bottom, yaitu tipe kasko kapal dengan bentuk bulat yang rata pada bagian bawahnya (Gambar 1); (3) ”U” bottom, yaitu tipe kasko kapal yang memiliki bentuk seperti huruf ”U” (Gambar 1); (4) Akatsuki bottom, yaitu tipe kasko kapal yang berbentuk hampir menyerupai huruf ”U”, tetapi setiap lekukannya membentuk suatu sudut dan rata pada bagian bawahnya (Gambar 1); dan (5) Hard chin bottom, yaitu tipe kasko kapal yang berbentuk hampir sama dengan Akatsuki bottom, tetapi pertemuan antara lambung kiri dan kanan kapal pada bagian lunas membentuk suatu sudut seperti dagu (Gambar 1).
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 1 Bentuk-bentuk kasko kapal. a. Tipe ”V” bottom b.
Tipe round bottom
c. Tipe round flat bottom d. Tipe ”U” bottom e. Tipe akatsuki bottom f. Tipe hard chin bottom
2.3
Kayu Sebagai Material Pembangunan Kapal Terdapat lima jenis pilihan material yang sesuai untuk kapal perikanan
yaitu kayu, besi, FRP (Fibreglass Rainforced Plastic), ferrocement, dan aluminium (Fyson, 1985).
Salah satu material yang digunakan dalam
pembangunan kapal di Indonesia adalah kayu dan memiliki umur teknis berkisar antara 10–15 tahun.
Kayu digunakan sebagai material pembangunan kapal
disebabkan persediaan kayu di Indonesia cukup banyak serta harganya yang ekonomis dan terjangkau.
Apabila dibandingkan dengan biaya pembangunan
kapal dari bahan FRP, besi, baja, atau bahan lain di luar kayu, akan membutuhkan biaya 3 kali lipat. Tidak semua kayu dapat digunakan sebagai material pembuat kapal. Sebelum memutuskan untuk membangun atau membuat kapal, pemilihan dan penentuan kayu yang akan dipakai menjadi hal yang penting. Ada beberapa macam kayu yang cocok untuk membuat perahu yang berdasarkan penggolongan kekuatan dan keawetan kayu yang telah ditentukan oleh Lembaga Pusat Penyelidikan Kehutanan. Setelah kita menentukan kayu apa yang akan kita pakai, barulah kita menentukan ukuran-ukuran yang diperlukan menurut jenis kapal yang akan dibuat. Dilihat dari segi pengerjaannya, pembangunan kapal dari bahan kayu lebih mudah dibandingkan dengan bahan lain dan tidak membutuhkan teknologi yang tinggi dalam operasi penangkapan ikan. Hal inilah yang menjadikan kayu lebih unggul dalam pemilihan material dibandingkan dengan bahan lain untuk pembangunan kapal perikanan (Pasaribu, 1985). Meskipun memiliki kelebihan sebagai material kapal perikanan, kayu juga memiliki kelemahan diantaranya adalah kurangnya kekuatan kapal yang disebabkan banyaknya sambungan, yang dapat menyebabkan adanya lubang baut yang mengurangi luas penampang dan konstruksinya berat. Selain itu, sifat fisik kayu akan memuai jika terkena panas dan menyusut apabila didinginkan. Namun demikian, perubahan ukuran pada kayu karena perubahan temperatur tidaklah berpengaruh besar. Perubahan besar akan terjadi apabila kayu kehilangan air sehingga mengalami penyusutan dan mengembang apabila kayu menyerap air (BPPI, 1988).
Kayu memiliki sifat fisik dan sifat mekanis yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk pemilihan jenis material kayu yang digunakan untuk pembuatan konstruksi bangunan atau perkapalan. Martawijaya et al. (1981) menyebutkan bahwa sifat fisik kayu meliputi penyusutan, kelas kuat, dan berat jenis, sedangkan sifat mekanis kayu meliputi keteguhan lentur statik, tekan pukul, belah geser, tarik sejajar arah serat, dan kekerasan kayu yang diukur dalam keadaan basah. Berat jenis (BJ) merupakan indikator utama dari sifat fisik dan mekanis kayu (Mandang dan Pandit, 1997). Syarat kayu sebagai material kapal (Pasaribu, 1985) adalah: 1) Tidak mudah pecah; 2) Tahan terhadap hewan laut; dan 3) Tidak mudah lapuk, liat, kuat Purba (2004) menyatakan bahwa tingkat kelas kayu yang digunakan sebagai material kapal juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi umur teknis kapal perikanan. Tingkat kelas kayu tersebut terbagi dua, yaitu tingkat kelas awet (KA) dan tingkat kelas kuat (KK). Tingkat kelas kuat (KK) kayu adalah pengelompokan kayu berdasarkan berat jenis (BJ) kayu tersebut. Kriteria kelas kuat (KK) kayu dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kriteria kelas kuat (KK) kayu Kelas kuat
Berat jenis > 0,9 0,6 – 0,9
Keteguhan lentur mutlak > 1100 725 – 1100
Keteguhan tekan mutlak > 650 425 – 650
I II III IV V
0,4 – 0,6 0,3 – 0,4 < 0,3
500 – 725 360 – 500 < 360
300 – 425 215 – 300 < 215
Sumber: Biro Klasifikasi Indonesia (1989)
Tingkat kelas awet (KA) kayu adalah klasifikasi kayu berdasarkan daya tahan terhadap serangan jamur, rayap dan organisme perusak lainnya. Kriteria kelas awet (KA) kayu dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan standar BKI (1989) persyaratan untuk membentuk kayu sebagai konstruksi yang penting yaitu harus dipergunakan dengan kayu ukuran minimum kelas kuat III karena peraturan BKI yang menyebutkan untuk lunas, linggi haluan, linggi buritan, wrang, gading–
gading, balok buritan, dan tutup sisi geladak harus menggunakan jenis kayu yang memiliki massa jenis minimum 0,7 ton/m3, untuk gading berlapis massa jenis minimum 0,45 ton/m3, untuk kulit luar balok geladak, galar balok digunakan kayu dengan berat jenis minimum 0,65 ton/m3, untuk geladak dan galar bisa digunakan kayu dengan berat jenis minimum 0,45 ton/m3. Tabel 2 Kriteria kelas awet (KA) kayu No.
Keadaan
1.
Selalu berhubungan dengan tanah lembab Hanya terbuka terhadap angin dan iklim, tetapi dilindungi terhadap pemasukan air dan kelemasan Di bawah atap, tidak berhubungan dengan tanah lembab dan dilindungi terhadap kelemasan Seperti point (3) di atas, tetapi dipelihara dengan baik, selalu dicat dan sebagainya Serangan oleh rayap
2.
3.
4.
5. 6.
Serangan oleh bubuk kayu kering
Kelas Awet III IV 3 th Sangat pendek 10 th Beberapa tahun
I 8 th
II 5 th
20 th
15 th
Tak terbatas
Tak terbatas
Sangat lama
Tak terbatas
Tak terbatas
Tak terbatas
20 th
Tidak
Jarang
Tidak
Tidak
Agak cepat Hampir tidak
Sangat cepat Tak seberapa
V Sangat pendek Sangat pendek
Beberapa Pendek tahun
20 th
Sangat cepat Sangat cepat
Sumber: Biro Klasifikasi Indonesia (1989)
Kayu yang dipergunakan untuk bagian konstruksi utama harus baik, sehat, tidak ada celah, dan tidak ada cacat yang membahayakan. Kayu yang kurang tahan terhadap perubahan kering dan basah hanya boleh digunakan untuk bagianbagian di bawah garis air, seperti papan alas. Bagian-bagian konstruksi di atas air seperti papan samping, geladak, bangunan atas, ambang palka harus dibuat dari kayu yang agak besar kelembabannya. Persyaratan teknis kayu untuk bagian konstruksi kapal dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Persyaratan teknis kayu bagian konstruksi kapal No.
Penggunaan
Persyaratan teknis
Contoh kayu yang lazim digunakan
1.
Lunas
Tidak mudah pecah, Ulin(Eusideroxylon zwagerii), Kapur tahan binatang laut. (Dryobalanops lanceolata) dan kayu lapis kualitas khusus
2.
Gading-gading
Kuat, liat, tidak mudah Bangkirai(Shorea pecah, tahan binatang laevifolia), Bungur (Lagerstroemia speciosa) laut. dan Kapur (Dryobalanops lanceolata)
3.
Kulit/lambung
Kuat, liat, tidak mudah Bangkirai(Shorea pecah, tahan binatang laevifolia), Bungur (Lagerstroemia speciosa) laut dan Meranti merah (Shorea acuminata)
4.
Bangunan atas Ringan, kuat, awet, Kapur (Dryobalanops dan dudukan keras, tidak mudah pecah lanceolata), Meranti merah (Shorea acuminata), mesin karena getaran mesin Medang (Litsea spp.), Ulin (Eusideroxylon zwagerii) dan Bangkirai (Shorea laevifolia)
5.
Pembungkus Liat, lunak, sehingga Lignum vitae, kayu Nangka, Sawo (Manikara kauki) dan es dan baling- tidak merusak logam Bungur (Lagerstroemia baling speciosa)
Sumber: Dumanauw (1982)
Fyson (1985) menyatakan bahwa terdapat pertimbangan – pertimbangan prinsip yang harus diperhatikan dengan pemilihan kayu seperti kekuatan, daya tahan terhadap pembusukan, dan ketersedian dalam mutu, jumlah dan ukuran yang diinginkan. Material kayu membutuhkan kekuatan yang tinggi dan tahan terhadap serangan organisme laut. Tingkat kekuatan yang tinggi diharapkan dapat memperlama dalam jangka waktu operasi kapal perikanan.
Aspek teknis yang perlu diperhatikan guna memperoleh umur pakai yang lama dari kapal kayu penangkap ikan (Pasaribu, 1987) adalah: 1) Sifat fisik dan mekanis dari jenis kayu yang digunakan; 2) Kelayakan desain dan metode konstruksi kapal; dan 3) Pengelolaan dan perawatan kapal Fyson (1985) menjelaskan bahwa pemilihan material kapal perikanan sangat dipengaruhi oleh: 1) Keahlian galangan kapal, termasuk kemampuan sumberdaya manusia dan teknologi atau peralatan yang tersedia di galangan; 2) Kemudahan dalam memperoleh bahan; 3) Keuntungan teknis dari tiap material; dan 4) Biaya pembelian bahan material.
2.4
Pembangunan Kapal Perikanan Kapal perikanan di Indonesia pada umumnya masih dibangun di galangan
kapal tradisional.
Iskandar dan Novita (2000) menjelaskan bahwa istilah
tradisional tersebut lebih mengarah kepada metode atau cara yang digunakan oleh para pengrajin kapal perikanan dalam mengkonstruksi kapal buatannya, dimana cara-cara atau metode yang diterapkan merupakan warisan para pendahulunya. Kapal yang menjadi acuan pun adalah kapal yang telah dibuat lebih dahulu dan telah teruji kemampuannya dalam menjalankan fungsinya sebagai kapal penangkap ikan. Cara pembangunan kapal yang seolah-olah telah menjadi tradisi turun-temurun inilah yang kemudian memunculkan istilah tradisional di atas. Pembangunan kapal perikanan tradisional dengan bahan kayu di Indonesia cukup bervariasi, baik dari segi tahapan pembangunan, teknik penyambungan tiap bagian-bagian konstruksi yang dilakukan maupun tingkat teknologi pembangunannya (Iskandar dan Novita, 2000). Banyaknya perbedaanperbedaan prosedur pembangunan kapal memberikan dampak kelemahankelemahan konstruksi terutama terletak pada metode sambungan (Iskandar, 1997). Variasi tingkat teknologi pembangunan kapal perikanan tradisional di beberapa daerah di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Variasi tingkat teknologi pembangunan kapal perikanan tradisional di beberapa daerah di Indonesia Daerah
Tingkat teknologi
Muara Angke, Cirebon, Serang
- Belum dilengkapi oleh perhitungan arsitektur perkapalan serta gambar desain dan konstruksi kapal - Pelengkungan papan kulit dengan cara dibakar dan ada yang menggunakan klem (clamp) - Kulit kapal dipasang sebelum gading-gading - Belum dilengkapi oleh perhitungan arsitektur perkapalan serta gambar desain dan konstruksi kapal - Pelengkungan papan kulit dengan cara dibakar - Kulit kapal dipasang sebelum gading-gading - Belum dilengkapi oleh perhitungan arsitektur perkapalan serta gambar desain dan konstruksi kapal - Pelengkungan papan kulit dengan cara dibakar dan menggunakan klem (clamp) - Kulit kapal dipasang sesudah gading-gading - Belum dilengkapi oleh perhitungan arsitektur perkapalan serta gambar desain dan konstruksi kapal - Pelengkungan papan kulit dengan cara menggunakan klem (clamp) - Kulit kapal dipasang sesudah gading-gading - Di Makassar dan Semarang telah menerapkan metode laminasi (papan kulit lebih dari satu lapis)
Pelabuhanratu, Prigi, Kupang Tuban, Gresik, Lamongan, Pemangkat Bungus, Sibolga, Makassar, Pekalongan, Bagansiapiapi, Semarang
Sumber: Iskandar dan Novita (2000)
2.5
Gading-gading Gading-gading merupakan struktur rangka dari kapal yang menguatkan
bagian lambung kapal dan membentuk badan kapal. Menurut Soegiono (2006), gading-gading biasa disebut frame. Dengan demikian, maka gading-gading harus kuat dan sambungannya harus minim atau lebih baik lagi jika tanpa sambungan agar diperoleh kekuatan yang besar (Ayuningsari, 2007).
Pasaribu (1987)
menjelaskan bahwa sistem konstruksi dengan kayu tanpa sambungan akan memberikan beban konstruksi yang merata. Hal tersebut menjadikan badan kapal secara keseluruhan menjadi lebih kuat dan gading-gading sebagai rangka kapal berfungsi dengan baik. Selain itu, dapat menghindari kelemahan-kelemahan sifat kayu yang non-isotropic (mempunyai sifat-sifat mekanis tidak sama ke berbagai arah).
Sedangkan sistem konstruksi gading-gading kapal yang menggunakan
kayu sambungan akan menimbulkan kelemahan akibat lubang baut dan mengurangi luas penampang.
Nama gading-gading disesuaikan menurut tempatnya. Gading-gading yang terletak di sekitar haluan disebut gading haluan.
Gading yang terletak pada
tempat yang terlebar dari kapal disebut gading besar dan gading yang terletak di sarung poros baling-baling disebut gading kancing.
Jumlah gading-gading
disesuaikan dengan ukuran kapal dan diberi nomor urut mulai nol yang dimulai dari belakang. Gading-gading kapal dibuat dari kayu yang melengkung secara alami. Hal ini akan memperkuat konstruksi kapal karena arah serat kayu tidak ada yang berpotongan. Kayu yang digunakan pada pembuatan gading-gading berasal dari pohon yang belum cukup tua. Pohon ini memiliki kandungan kayu juvenil yang cukup besar. Hadikusumo (2000) menjelaskan bahwa apabila suatu sortimen mengandung kayu juvenil yang bercampur dengan kayu dewasa, maka sortimen tersebut akan mengalami pelengkungan setelah kering. Gading-gading berfungsi untuk menghubungkan papan lambung satu dengan yang lainnya dan memperkuat papan lambung pada arah melintang yaitu bersama-sama dengan papan lambung menahan tekanan air dari luar dan dari muatan palka. Gading-gading dapat terdiri dari satu bagian yang disebut gading tunggal dan dapat juga terdiri dari dua bagian yang menempel, disebut gadinggading ganda. Antar gading kiri dan kanan disatukan di bagian bawah dengan menggunakan wrang.
Wrang disambung dengan gading-gading dan lunas
menggunakan baut (Ayuningsari, 2007). Konstruksi gading-gading dan wrang kapal kayu dapat dilihat seperti gambar di bawah ini:
Gambar 2 Gading-gading kapal.
Gambar 3 Konstruksi gading-gading. a) haluan; b) midship; c) buritan Sumber: Arofik (2007)
Gambar 4 Konstruksi gading-gading dan wrang kapal kayu. Sumber: Soekarsono (1994)
3.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini dilakukan dengan metode survey. dilaksanakan dalam tiga tahap.
Penelitian
Tahap I adalah tahap persiapan dan survey.
Tahap II adalah tahap pengambilan data dan tahap III adalah pengolahan serta analisis data. 3.1
Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli
hingga Agustus 2008 di pusat
industri galangan kapal rakyat UD. Semangat Untung di Desa Tanah Beru, Bulukumba, Sulawesi Selatan. 3.2
Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa timbangan, alat ukur
dimensi kapal, kamera digital, alat tulis, dan kuesioner (Lampiran 1). Obyek kajian dalam penelitian ini adalah gading-gading produksi galangan kapal rakyat yang berlokasi di Bulukumba, Sulawesi Selatan. 3.3
Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer merupakan data yang di ambil langsung dari objek penelitian. Adapun data primer yang dibutuhkan antara lain: 1) Jenis kayu yang digunakan dalam pembuatan kapal kayu di Bulukumba, Sulawesi Selatan; 2) Jumlah gading - gading yang digunakan dalam pembangunan kapal; 3) Ukuran dimensi gading-gading, yang terdiri dari panjang, lebar, dan tebal gading-gading; 4) Volume kayu sebelum dipotong; 5) Bentuk hasil pemotongan kayu untuk bagian konstruksi gading–gading; 6) Bentuk kayu sisa hasil potongan; 7) Berat jenis (BJ) kayu; dan 8) Berat sisa hasil potongan. Adapun data sekunder yang dibutuhkan berupa berat jenis (BJ) kayu yang diterbitkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia.
3.4
Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan berdasarkan jenis data yang dibutuhkan
seperti yang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Jenis dan cara pengumpulan data No. Jenis data 1. - Jumlah gading-gading - Dimensi gading-gading - Volume gading-gading 2. 3.
Berat sisa hasil potongan - Jenis kayu - Bentuk hasil potongan - Bentuk sisa potongan
4.
Berat jenis kayu
3.5
Pengumpulan data Mengukur dimensi gading-gading dan menghitung jumlah serta volumenya Menimbang sisa material kayu Wawancara terhadap beberapa responden yaitu para pembuat kapal dan pemilik galangan, nelayan, pegawai Dinas Kecamatan, pegawai Dinas Departemen Kelautan dan Perikanan Bulukumba, Sulawesi Selatan dan observasi Studi literatur
Pengolahan Data Pendeskripsian
proses pembuatan gading-gading dan penentuan jenis
kayu dilakukan dengan menabulasikan data-data hasil wawancara, mengambarkan bentuk gading-gading yang dibuat, serta mendeskripsikan hasil observasi. Adapun perhitungan tingkat pemanfaatan kayu yang digunakan dilakukan secara bertahap seperti yang disajikan pada Gambar 5.
Mulai
Menghitung volume kayu (Vk) untuk gading-gading:
Menghitung volume kayu sisa (Vks) yang tidak terpakai untuk konstruksi gading-gading:
dimana: p = panjang kayu dimana: Bks = berat kayu sisa
Ak = luas penampang kayu
Menghitung volume kayu terpakai untuk gading-gading:
(Vkt)
Menghitung persentase volume kayu terpakai terhadap volume kayu untuk gading-gading:
Selesai Gambar 5 Tahap pengolahan data pada pembuatan gading-gading. Berat jenis (BJ) kayu yang digunakan adalah 0,57 gr/cm³ untuk BJ kayu bitti (gofasa) dan 0,59 gr/cm³ untuk BJ kayu jati (BKI, 1989).
3.6
Analisis Data Analisis deskriptif digunakan untuk
menggambarkan kondisi objek
penelitian, proses pembuatan gading-gading, dan proses penentuan jenis kayu. Analisis komparatif digunakan untuk menghitung tingkat pemanfaatan material dengan cara membandingkan volume kayu terpakai dan volume kayu tidak terpakai dengan volume kayu yang diperuntukkan gading-gading. pemanfaatan material gading-gading disajikan sebagai berikut:
Keterangan: a
= Volume kayu yang diperuntukkan gading-gading
b
= Volume kayu terpakai pada pembuatan gading-gading
c
= Volume kayu tidak terpakai pada pembuatan gading-gading
P1
= Persentase antara b terhadap a
P2
= Persentase antara c terhadap a
P3
= Persentase antara c terhadap b
Tingkat
4. KONDISI UMUM GALANGAN KAPAL UD. SEMANGAT UNTUNG
Galangan kapal UD. Semangat Untung terletak di Desa Tanah Beru, Kelurahan Tanah Lemo, Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Secara geografis, Kabupaten Bulukumba terletak di bagian selatan dari jazirah Sulawesi Selatan dan berjarak 153 km dari Makassar (Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan). Secara kewilayahan, Kabupaten Bulukumba berada pada kondisi empat dimensi, yakni dataran tinggi pada kaki gunung Bawakaraeng–Lompobattang, dataran rendah, pantai dan laut lepas. Kabupaten Bulukumba terletak diantara 05°20°–05°40° LS dan 119°58°-120°28° BT. Luas wilayah Kabupaten Bulukumba 1.154,67 km² atau 1,85% dari luas wilayah Propinsi Sulawesi Selatan dengan batas-batas sebagai berikut (Gambar 6): Sebelah utara : Kabupaten Sinjai Sebelah timur : Teluk Bone dan Pulau Selayar Sebelah selatan : Laut Flores Sebelah barat : Kabupaten Bantaeng
PETA LOKASI KABUPATEN BULUKUMBA
LOKASI PENELITIAN
Gambar 6 Peta lokasi Kabupaten Bulukumba.
Pengambilan data untuk penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Bontobahari (Gambar 7). Hal ini dikarenakan keseluruhan kecamatan yang ada di Kabupaten Bulukumba, Kecamatan Bontobahari memiliki ciri khas yang membedakan dengan kecamatan lain. Banyaknya galangan kapal di Bontobahari, menjadikan mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai pembuat kapal dan nelayan. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bulukumba, terdapat lebih dari lima puluh galangan kapal ikan yang berdiri di Desa Tanah Beru, Kelurahan Tanah Lemo, Kecamatan Bontobahari. Mereka umumnya memiliki kemahiran dalam membuat kapal ikan tradisional dan terkenal sebagai ahli perahu. Kemahiran inilah yang menjadikan para pembuat kapal di Bulukumba tersebar di penjuru tanah air. Terbukti dari banyaknya pembuat kapal di Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan yang berasal dari Bulukumba. Tidak hanya di tanah air, kapal yang dibuat di Bulukumba sudah mampu menembus pasar Internasional.
Hal ini dibuktikan dengan
banyaknya kapal-kapal milik asing yang dipesan di Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba. Terdapat tiga pioneer galangan kapal di Desa Tanah Beru, salah satunya adalah UD. Semangat Untung.
Lokasi penelitian
Gambar 7 Peta lokasi penelitian.
Galangan kapal milik U.D Semangat Untung berlokasi di lahan kosong yang letaknya tidak jauh dengan pesisir pantai sehingga setelah kapal selesai dibuat, dapat langsung diluncurkan dan digunakan.
Galangan kapal tersebut
terutama digunakan untuk pembuatan kapal, namun sewaktu-waktu dapat pula digunakan untuk perbaikan kapal yang rusak.
Galangan kapal tersebut telah
berdiri sejak dua puluh sembilan tahun yang lalu. Kegiatan pembangunan kapal yang terjadi secara terus menerus menjadikan bukti bagi galangan kapal UD. Semangat Untung merupakan galangan kapal yang produktif. Kapal yang diproduksi bermacam-macam, diantaranya adalah kapal perikanan dan kapal penumpang. Pada umumnya galangan kapal UD. Semangat Untung membuat kapal tanpa disertai desain atau gambar rancangan umum (general arrangement). Pembangunan kapal hanya berdasarkan pengalaman turun temurun dan kebiasaan para pengrajin. Walaupun tanpa gambar desain, keahlian para pengrajin ini sudah tidak diragukan lagi. Akan tetapi, galangan tersebut dapat pula membangun kapal berdasarkan gambar desain kapal yang diberikan oleh pihak pemesan. Kapal tanpa pemesanan terlebih dahulu serta tanpa dilengkapi dengan gambar rencana memiliki harga yang berbeda dengan kapal yang dipesan terlebih dahulu. Harga jual kapal tanpa pemesanan terlebih dahulu relatif lebih rendah dibandingkan dengan kapal pesanan. Namun, harga jual tersebut tetap dapat menutupi biaya produksi. Produktivitas galangan tersebut tergolong baik karena mampu membangun 3-6 kapal baru per tahun dengan lama waktu pembangunan untuk sebuah kapal berkisar 2-5 bulan.
Kapal yang dibangun umumnya
berukuran 15-300 GT. Kapal-kapal yang berukuran lebih dari 50 GT biasanya merupakan kapal pesanan asing atau biasa dikenal dengan nama “kapal tourist”. Pemesan kapal tersebut berasal dari berbagai macam negara seperti Amerika, Inggris, dan Perancis. Sedangkan untuk kapal ikan, pemesan datang dari berbagai penjuru di tanah air.
Sistem pembangunan kapal di UD. Semangat Untung
dilakukan secara seri. Penerimaan order pembangunan kapal berikutnya baru dilakukan setelah kapal yang sedang dibangun selesai.
Secara umum, tahapan pembangunan kapal yang dilakukan pada galangan kapal yang berlokasi di Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan memiliki kesamaan, yaitu diawali dengan pemesanan kapal oleh pemesan atau pembuatan kapal tanpa pemesan, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan perencanaan kapal, proses produksi kapal, dan diakhiri dengan penyerahan kapal kepada pemesan atau pemilik kapal.
Tahapan produksi di
galangan kapal rakyat U.D Semangat Untung dapat dilihat pada Gambar 8.
Pemesanan
Perencanaan
Produksi
Penyerahan
Pemasangan lunas Pemasangan linggi haluan Pemasangan linggi buritan Pemasangan kulit kapal hingga setengah tinggi kapal Pemasangan gading-gading Pemasangan galar (geladak) Pemasangan kulit kapal seluruhnya hingga ke sheer Pemasangan golak (sheer) Pemasangan lantai dek Pemasangan tiang layar Pembuatan palka Pembuatan pondasi mesin Pemakalan Pengecatan dan pemberian anti fouling Peluncuran Kapal siap digunakan Gambar 8 Tahap pembangunan kapal ikan di Bulukumba.
Tingkat teknologi yang digunakan pada pembangunan kapal di galangan UD. Semangat Untung masih relatif rendah. Peralatan yang digunakan pada galangan kapal U.D Semangat Untung didominasi oleh peralatan non elektronik. Penggunaan peralatan tersebut sudah merupakan kebiasaan para pengrajin kapal. Jarang ditemukan alat-alat modern berupa alat-alat elektronik yang mampu memberikan kemudahan bagi para pembuat atau pengrajin kapal dalam proses pengerjaan kapal. Hal ini ditunjukkan dengan hanya digunakannya bor listrik dan ketam listrik dalam proses pembuatan kapal pada galangan kapal yang diteliti tersebut. Beberapa peralatan yang digunakan pada galangan kapal yang diteliti, disajikan pada Tabel 6. Secara lengkap, disajikan pada Lampiran 2. Tabel 6 Peralatan yang digunakan dalam pembuatan gading-gading kapal Peralatan yang digunakan
Jenis peralatan (elektronik/non elektronik)
1.
Kapak panjang
Non elektronik
2.
Kapak duduk
Non elektronik
3.
Gergaji kayu
Non elektronik
4.
Pahat
Non elektronik
5.
Pasak
Non elektronik
6.
Palu kayu
Non elektronik
7.
Palu besi
Non elektronik
8.
Mal Besi
Non elektronik
9.
Singkolo
Non elektronik
10. 11. 12.
Bacci Golok Alat Ukur
Non elektronik Non elektronik Non elektronik
13. 14.
Bor listrik Ketam listrik
No.
Elektronik Elektronik
Tujuan Penggunaan
Memotong kayu untuk mendapatkan kelengkungan Memotong kayu untuk mendapatkan kelengkungan Memotong sisa kayu berbentuk balok Memahat kayu pada bagian gading-gading yang sulit dijangkau Sebagai alat bantu dalam pembuatan pasak kayu Digunakan untuk memastikan apakah pasak kayu sudah menempel kuat pada gading kapal Sebagai alat bantu yang digunakan pada saat memahat kayu Mendapatkan kelengkungan gading-gading Menandai kerapatan gadinggading Membuat pola kelengkungan Membuat pasak kayu Mengetahui dimensi kayu Melubangi kayu untuk memasang mur dan baut Menghaluskan permukaan kayu
Keadaan sumber daya manusia (SDM) di galangan kapal UD. Semangat Untung disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Keadaan sumber daya manusia (SDM) di UD. Semangat Untung No. 1. 2.
3.
Jenis pekerjaan Pemilik galangan Bagian analisis usaha
Pendidikan Jumlah terakhir (orang) SD 1
Pembuat kapal
Status
Upah/hari
Tetap
Rp 50.000,00
S-1
1
Tetap
Rp 50.000,00
SD
1 1 2 1 1
Tetap Tetap Honorer Tetap Honorer
Rp 50.000,00 Rp 50.000,00 Rp 40.000,00 Rp 50.000,00 Rp 40.000,00
SMP SMA
Keterangan: Tetap : Perkerja tetap Honorer : Pekerja tidak tetap
Berdasarkan Tabel 7 di atas, dapat dilihat bahwa sumber daya manusia di galangan kapal UD. Semangat Untung terdiri dari 8 orang pekerja yang terdiri dari 5 orang tenaga kerja tetap dan 3 orang tenaga kerja tidak tetap (honorer). Tidak ada pembagian kerja dalam pembuatan kapal sehingga para pembuat kapal bekerja sesuai dengan kebutuhan pembangunan kapal. Pemilik galangan memiliki pendidikan akhir di Sekolah Dasar (SD). Akan tetapi, karena pengetahuan yang diperolehnya secara turun temurun maka pemilik galangan kapal mampu mengelola galangan kapal miliknya dengan baik. Dalam pengelolaannya, pemilik galangan dibantu oleh seorang sarjana ekonomi yang berperan dalam analisis usaha galangan. Khusus untuk pembuat kapal, hampir semuanya tidak memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya. Pemberian upah dihitung dalam jumlah hari kerja. Pekerja tetap mendapatkan upah Rp 50.000,00/hari sedangkan pekerja tidak tetap sebesar Rp 40.000,00/hari. Pekerja galangan kapal U.D Semangat Untung bekerja setiap hari dimulai pada pukul 08.30-17.00 WITA.
Produktivitas galangan kapal UD. Semangat Untung dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Produktivitas galangan kapal UD. Semangat Untung No. 1. 2. 3.
Ukuran kapal < 50 GT 50-150 GT 150-300 GT
2006
Tahun 2007
2008
2 3 1
3 2 -
3 2 1
Tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata galangan kapal UD. Semangat Untung dapat membangun 3-6 unit kapal dengan berbagai ukuran. Hal ini dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia serta teknologi yang ada di galangan kapal UD. Semangat Untung. Waktu dan jumlah tenaga kerja setiap pembangunan satu unit kapal tergantung kepada ukuran kapal sebagaimana terlihat pada Tabel 9. Tabel 9 Jumlah pekerja dan lama pekerjaan tiap ukuran kapal Ukuran kapal No. 1. < 50 GT 2. 50-150 GT 3. 150-300 GT
Σ Pekerja 1-2 3-4 4-5
Lama waktu pengerjaan 1 bulan 1 – 2,5 bulan 3 - 5 bulan
Tabel tersebut memperlihatkan bahwa semakin besar ukuran kapal, maka jumlah pekerja dan waktu yang dibutuhkan untuk membuat satu unit kapal semakin banyak dan lama.
Namun demikian, untuk kapal-kapal yang dipesan secara
borongan, penambahan jumlah pekerja dilakukan guna mempercepat waktu pembuatan kapal. Kapal–kapal yang dibuat di galangan kapal UD. Semangat Untung terbuat dari kayu. Jenis–jenis kayu yang umumnya digunakan untuk pembangunan kapal di galangan kapal UD. Semangat Untung dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Jenis kayu yang digunakan beserta asal perolehan kayu No.
1.
2.
3.
4.
Jenis kayu
Pemakaian
Asal perolehan kayu
- Sulawesi Selatan (Bulukumba) - Sulawesi Tenggara (Kendari) - Sulawesi Selatan Kayu bitti atau Kulit kapal (Bulukumba) Gofasa - Sulawesi Tenggara (Vitex cotassus) (Kendari) - Kepulauan Maluku - Sulawesi Selatan (Bulukumba) Kayu jati Gading-gading, - Sulawesi Tenggara (Tectona grandis j.f) lantai dek, balok (Kendari) dek, - Kepulauan Maluku - Irian Jaya (Jayapura) - Sulawesi Selatan Kayu meranti Galar, sheer, (Bulukumba) tiang layar, palka (Shorea spp.) - Sulawesi Tenggara (Kendari) Kayu besi (Intsia bijuga O)
Lunas
Tabel 10 berisikan jenis kayu yang digunakan untuk pembangunan kapal di UD. Semangat Untung terdiri dari empat jenis kayu yaitu kayu besi (Intsia bijuga O), kayu bitti atau gofasa (Vitex cotassus), kayu jati (Tectona grandis j.f), kayu meranti (Shorea spp.). Keempat jenis kayu tersebut tidak saja berasal dari lokasi di sekitar galangan, akan tetapi juga berasal dari propinsi lain di Sulawesi. Bahkan ada yang didatangkan dari luar Pulau Sulawesi yaitu Kepulauan Maluku dan Pulau Irian Jaya. Hal ini disebabkan jumlah kayu yang tersedia di sekitar Bulukumba masih belum mencukupi kebutuhan pembangunan kapal di UD. Semangat Untung.
Pemakaian jenis kayu tersebut adalah berdasarkan pada
kebiasaan pembuat kapal dalam mengkonstruksi kapal buatannya. Pengetahuan yang didapatkan hanya berasal dari warisan para pendahulunya sehingga jenis kayu yang digunakan dari tahun ke tahun relatif sama.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Jenis dan Bentuk Kayu untuk Konstruksi Gading-Gading Kapal yang menjadi objek penelitian direncanakan untuk mengoperasikan
alat tangkap gillnet.
Mesin yang digunakan merupakan mesin permanen
(inboard) dengan merek dagang TS Shanghai. Dimensi utama kapal tersebut dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Dimensi utama obyek penelitian Dimensi
No.
Ukuran
1.
LOA (length over all)
12 meter
2.
LPP (length betwen perpendicular)
7,7 meter
3.
LWL (length water line)
9,9 meter
4.
B (breadth)
1,825 meter
5.
D (depth)
0,74 meter
6.
d (draught)
0,44 meter
Kayu yang dapat digunakan untuk pembuatan gading-gading di Bulukumba terdiri atas kayu bungur (Lagerstroe mia speciosa pers), kayu jati (Tectona grandis j.f), kayu giam (Cotylelobium specdi), kayu biti atau gofasa (Vitex cotassus). Namun, jenis kayu yang biasa digunakan untuk pembuatan gading-gading di galangan kapal UD. Semangat Untung adalah kayu jati (Tectona grandis j.f) dan kayu bitti atau gosafa (Vitex cotassus).
Berdasarkan hasil
penelitian kapal sebelumnya di Sulawesi, diketahui bahwa kedua jenis kayu tersebut merupakan jenis kayu yang umum digunakan sebagai material pembuat gading-gading. Kayu jati dan kayu bitti lebih banyak digunakan dikarenakan harganya yang lebih murah dibandingkan dengan kayu giam. Akan tetapi kekuatannya lebih rendah dibandingkan dengan kayu giam. Jika dibandingkan dengan kayu bungur, kayu jati dan kayu bitti harganya lebih mahal dan kekuatannya pun lebih baik dibandingkan dengan kayu bungur.
Kayu bitti dipilih karena memiliki keistimewaan, selain berat jenisnya yang sesuai dan harga yang cukup terjangkau, kayu ini ada yang berbentuk V. Oleh karena itu, biasanya pembuat kapal di Bulukumba memanfaatkannya untuk konstruksi gading-gading di bagian haluan kapal. Penggunaan kedua kayu ini bukan suatu keharusan. Gading-gading kapal dapat dibuat dari kayu jati saja, atau kombinasi antara kayu jati dan bitti.
Hal ini tergantung pada kemampuan
finansial pemesan kapal. Kayu bitti dan kayu jati yang digunakan pada pembuatan gading-gading yang menjadi objek penelitian merupakan kayu muda. Berdasarkan literatur yang diperoleh, diketahui bahwa Berat Jenis (BJ), Kelas Kuat (KK), dan Kelas Awet (KA) untuk kayu jati (Tectona grandis j.f) adalah 0,59 gr/cm³, II, I-(II). Adapun kayu bitti atau gofasa (Vitex cotassus) memiliki Berat Jenis (BJ), Kelas Kuat (KK), dan Kelas Awet (KA) masing-masing 0,57 gr/cm³, II-III, II-III. Pada Tabel 12 disajikan jenis dan karakteristik fisik kayu yang digunakan untuk membuat konstruksi gading-gading. Tabel 12 Jenis dan karakteristik fisik kayu yang digunakan untuk membuat konstruksi gading-gading Jenis kayu yang digunakan pada kapal yang diteliti - Kayu bitti atau gofasa (Vitex cotassus) - Kayu jati (Tectona grandis j.f)
BJ
KK
KA
0,57 gr/cm³
II
I-(II)
0,59 gr/cm³
II-III
II-III
Menurut Biro Klasifikasi Indonesia (1989), persyaratan kayu untuk gading-gading adalah yang memiliki Berat Jenis (BJ) minimum 0,70 gr/cm³, Kelas Kuat (KK) minimum III, dan Kelas Awet (KA) minimum III. Apabila dilihat dari berat jenis, maka kayu jati (Tectona grandis j.f) dan kayu bitti atau gosafa (Vitex cotassus) belum memenuhi standar minimum yang ditetapkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Hal ini karena jenis kayu yang digunakan adalah kayu yang masih muda. Namun apabila dilihat dari Kelas Kuat (KK) dan Kelas Awet (KA), kedua kayu ini merupakan jenis yang telah sesuai dengan syarat jenis kayu yang digunakan sebagai konstruksi gading-gading. Sampai saat
ini, kayu jati dan kayu bitti menjadi semacam keharusan bagi pembuat kapal di Bulukumba untuk membuat kapal khususnya gading-gading.
5.2
Pembuatan Gading-gading Gading-gading pada kapal yang diteliti berjumlah 29 buah. Tipe gading-
gading yang dibuat terdiri dari gading-gading tipe U bottom, round bottom, dan V bottom. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, diketahui bahwa bentuk kayu yang digunakan untuk membuat ketiga bentuk gading-gading tersebut terdiri atas dua jenis, yaitu kayu berbentuk V disajikan pada Gambar 9.
l
t p
Gambar 9 Jenis kayu berbentuk V pada pembuatan gading-gading.
Jenis kayu lengkung pada pembuatan gading-gading disajikan pada Gambar 10. Kelengkungan kayu jati terjadi secara alami sehingga masyarakat di Bulukumba tidak perlu memberikan perlakuan khusus. Pada umumnya kayu jati tidak lengkung, kelengkungan tersebut terjadi karena kayu yang digunakan adalah kayu jati yang berasal dari pohon yang masih muda. Berdasarkan literatur yang diperoleh, apabila kayu berasal dari pohon yang ditebang saat berusia muda, akan mengalami pelengkungan setelah kering. Kelengkungan kayu tidak hanya terjadi pada kayu jati, melainkan juga untuk semua jenis kayu yang masih muda. Bentuk kayu yang lengkung akan memudahkan pembuat kapal membuat kelengkungan gading-gading sesuai dengan ukuran yang diharapkan.
l t
p
Gambar 10 Jenis kayu berbentuk lengkung pada pembuatan gading-gading
Proses pembuatan gading-gading diawali dengan pembuatan pola kelengkungan pada kayu.
Kayu yang sudah didapatkan kelengkungannya
dipotong menggunakan kapak.
Setelah gading-gading dikapak dan dipahat,
gading-gading tidak langsung di pasang di kulit kapal. Terlebih dahulu, gadinggading tersebut diketam agar permukaan kayu menjadi halus dan memperoleh kelengkungan sesuai dengan yang diharapkan. Gading-gading yang siap dipasang dapat langsung dipasang menggunakan pasak kayu. Ilustrasi pembuatan gading-gading di UD. Semangat Untung disajikan pada hasil dokumentasi di lapangan (Gambar 11) dan diagram alir (Gambar 12).
(1)
(6)
(2)
(3)
(5) Gambar 11 Pembuatan gading-gading.
(4)
Mulai Balok kayu
Pembuatan pola kelengkungan gading-gading pada kayu Kayu dipotong menggunakan kapak mengikuti pola kelengkungan Proses pengetaman untuk menghaluskan dan mendapatkan kelengkungan gading-gading yang diharapkan Gading-gading yang sudah jadi siap dipasang
Pemasangan gading-gading di atas kapal (dengan menggunakan pasak kayu) Selesai Gambar 12 Proses pembuatan gading-gading kapal.
5.2.1 Pengelompokan kayu Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa gading-gading tipe U bottom, round bottom, dan V bottom dibuat dari kayu yang berbentuk V dan lengkung. Proses pembuatan gading-gading diawali dengan pengelompokan kayu sesuai dengan peruntukannya.
Jenis-jenis kayu tersebut dapat dilihat pada
Tabel 13. Tabel 13 Pengelompokan kayu yang digunakan pada gading-gading Jenis
A
Bentuk
V B1
B
B2
Lengkung
Panjang
Lebar
Tebal
Volume ( p x l x t)
(p)
(l)
(t)
75 cm
16 cm
14 cm
16800 cm³
0,0366 m³
1,5 m
18 cm
16 cm
43200 cm³
0,0432 m³
1m
18 cm
16 cm
28800 cm³
0,0288 m³
Kayu yang digunakan dalam pembuatan gading-gading di Desa Tanah Beru, dikelompokkan ke dalam dua jenis. Kayu A adalah berbentuk V dan kayu B adalah kayu berbentuk lengkung. Pengelompokkan jenis kayu ini didasarkan pada ukuran panjang (p), lebar (l), dan tebal (t) kayu. Volume masing-masing jenis kayu diperoleh dari ukuran panjang, lebar, dan tebal.
Kayu jenis A,
memiliki ukuran panjang 75 cm, lebar 16 cm, dan tebal 14 cm
sehingga
didapatkannya volume sebesar 0,0366 m³. Kayu jenis ini, merupakan kayu yang berbentuk huruf V yang biasanya digunakan dalam pembuatan gading-gading di bagian haluan kapal (Gambar 9). Sedangkan pada kayu jenis B, terbagi menjadi dua jenis yaitu kayu jenis B1 dan B2 yang merupakan kayu jenis lengkung dan biasa digunakan pada gading-gading bagian tengah hingga buritan kapal (Gambar 10). Kayu jenis B1 memiliki volume sebesar 0,0432 m³ dan kayu jenis B2 memiliki volume sebesar 0,0288 m³.
5.2.2 Pemotongan kayu Kelengkungan kayu yang dibutuhkan untuk bagian gading-gading diukur menggunakan mal besi. Setelah kelengkungan gading-gading diketahui, mal besi diletakkan di atas balok kayu yang kemudian dicetak menggunakan tali panjang yang sudah terdapat bubuk hitam (berasal dari bubuk baterai) dikenal dengan nama “bacci”.
Cara ini memudahkan para pekerja mendapatkan cetakan
kelengkungan gading-gading. Hasil cetakan mal besi dapat dilihat pada Gambar 13.
Tanda kelengkungan gading-gading
Gambar 13 Hasil cetakan mal besi.
Terdapat dua cara pemotongan balok kayu pada pembuatan gading-gading yaitu dengan cara dikapak dan digergaji. Bagian kayu jati yang tidak sesuai dengan
ukuran
kelengkungan,
dipotong
dengan
menggunakan
kapak
(Gambar 14).
Gambar 14 Pemotongan balok kayu dengan cara dikapak.
Setelah bentuk lengkung diperoleh, bagian kayu yang berlebih dipotong dengan menggunakan gergaji (Gambar 15). Pemotongan satu buah kayu biasanya memerlukan waktu 10-20 menit. Proses ini dilakukan untuk kayu yang berbentuk lengkung. Berbeda dengan kayu yang berbentuk V, kelengkungan kayu ini tidak disesuaikan dengan kelengkungan kapal. Apabila terjadi ketidaksesuaian, cukup dilakukan koreksi dengan menyisipkan atau menambahkan beberapa potongan kayu. Hal ini merupakan kebiasaan pembuat kapal di Bulukumba yang bertujuan memudahkan dalam mengkonstruksi kapal buatannya. Cara ini dinilai cukup efektif untuk memanfaatkan kayu berbentuk V.
Gambar 15 Pemotongan kayu berlebih dengan cara digergaji.
Ilustrasi pembuatan gading-gading dari kayu berbentuk V disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16 Pembuatan gading-gading berasal dari kayu A (bentuk V). Sisa potongan kayu untuk gading-gading terdiri dari dua bentuk, yaitu berupa balok (Gambar 17a) dan serpihan hasil pahatan (Gambar 17b). Sisa kayu yang digunakan pada pembuatan gading-gading terbagi menjadi dua bagian yaitu kayu terpakai tidak untuk gading-gading dan kayu terbuang berupa serpihan dan sisa hasil pahatan. Kayu yang masih dapat digunakan namun tidak untuk gading-
gading biasanya adalah sisa kayu berbentuk balok berukuran minimal 10 cm dengan ukuran panjang, lebar, dan tebal yang memungkinkan didapatkan volumenya. Kayu berupa serpihan sisa hasil pahatan biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk kayu bakar. Kumpulan sisa material yang digunakan pada pembuatan gading-gading dapat dilihat pada Gambar 17.
(a)
(b)
Gambar 17 Sisa kayu pada pembuatan gading-gading. (a. Balok; b.Serpihan sisa pahatan) Volume kayu yang digunakan untuk pembuatan gading-gading terbagi menjadi dua yaitu kayu terpakai untuk gading-gading dan kayu tidak terpakai untuk gading-gading. Secara umum, pemanfaatan kayu untuk pembuatan gadinggading dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18 Pemanfaatan kayu pada pembuatan gading-gading
5.2.3 Pemasangan gading-gading Posisi gading-gading yang terpasang pada kapal yang diteliti dapat dilihat pada Gambar 19.
Pemasangan gading-gading dimulai dari bagian tengah
(midship) kapal, kemudian dilanjutkan dengan pemasangan bagian haluan dan buritan kapal.
Gading-gading
Gambar 19 Posisi gading-gading pada kapal. Sumber: Rahman (2009)
Gading-gading yang sudah dipotong, tidak langsung dipasang di atas kapal tetapi dihaluskan terlebih dahulu menggunakan ketam listrik. Setelah dihaluskan, pembuat kapal terlebih dahulu meletakkan gading-gading tersebut pada posisi yang sudah ditentukan.
Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan perubahan
posisi ataupun jarak pemasangan gading-gading. Gading-gading dipasang di kulit kapal dengan menggunakan pasak kayu yang dikaitkan pada kulit kapal. Hal ini dilakukan untuk memperkuat konstruksi gading-gading. Berdasarkan bentuk konstruksinya, gading-gading dapat terdiri atas satu hingga tiga bagian konstruksi. Gading-gading dengan satu bagian konstruksi terdapat pada tipe V bottom. Sedangkan gading-gading dengan dua serta tiga bagian konstruksi terdapat pada gading-gading tipe U bottom, round bottom, dan V bottom. Pada umumnya, pengrajin kapal di galangan UD. Semangat Untung memasang gading-gading yang terdiri dari tiga bagian konstruksi terlebih dahulu. Dilanjutkan dengan pemasangan gading-gading yang terdiri dari dua bagian konstruksi dan yang terakhir, barulah pemasangan gading-gading yang terdiri dari satu bagian konstruksi.
Pemasangan dengan tiga bagian konstruksi diawali
dengan gading-gading dasar (Gambar 20). Setelah gading-gading dasar terpasang, dilanjutkan dengan pemasangan gading-gading kiri atas dan kanan atas. Bentuk sambungan gading-gading dasar dengan gading-gading kiri atas dan kanan atas disajikan pada Gambar 21.
Gading-gading dasar
Gambar 20 Pemasangan gading-gading di atas kapal.
b
aa
Keterangan : a = Gading-gading dasar b = Gading-gading sambungan bagian atas
Gambar 21 Pola sambungan gading-gading bagian atas dan bawah.
Pada proses penyambungan gading-gading, perlu dilihat kesesuaian antara gading-gading dasar dengan gading-gading sambungannya. Ketidaktepatan dalam proses penyambungan dapat mengakibatkan berkurangnya fungsi gading-gading sebagai rangka kapal. Pemasangan gading-gading dengan pasak kayu disajikan pada Gambar 22. Bentuk sambungan gading-gading
Gambar 22 Gading-gading disambung dan dipasak agar menempel kuat.
Pemasangan gading-gading yang terdiri dari dua bagian konstruksi, dipasangkan langsung ke kulit kapal. Terdapat kombinasi cara pemasangan gading-gading tersebut. Cara pertama, pemasangan gading-gading bagian bawah yang saling bertemu tanpa adanya jarak. Cara kedua, pemasangan gading-gading bagian bawah dengan adanya jarak antara keduanya. Adanya kombinasi cara pemasangan tersebut, terjadi berdasarkan kebiasaan pembuat kapal setempat. Gading-gading yang terdiri dari satu bagian konstruksi berasal dari kayu A yang berbentuk V. Pemasangan gading-gading tersebut dilakukan di bagian haluan kapal. Berikut penjelasan konstruksi dari tiap bentuk gading-gading kapal. 1) Gading-gading tipe U bottom Gading-gading dengan tipe U bottom terletak pada posisi gading-gading ke 1 hingga 10. Konstruksi gading-gading tipe U bottom, disajikan pada Gambar 23.
(a)
Gading-gading sambungan
Gading-gading dasar
(b) Keterangan : (a) U bottom yang berasal dari dua konstruksi kayu yang tidak disambung (U1); (b) U bottom yang berasal dari tiga konstruksi kayu yang disambung (U2)
Gambar 23 Konstruksi gading-gading tipe U bottom. Sumber: Rahman (2009)
Gambar di atas (a dan b), memperlihatkan bahwa gading-gading bentuk U bottom ada yang terbuat dari dua bagian konstruksi (U1) dan tiga bagian konstruksi (U2).
Biasanya, penggunaan tiga bagian konstruksi pada gading-
gading dikarenakan gading-gading tersebut berada pada lebar kapal yang cukup lebar sehingga membutuhkan kayu yang panjangnya mencukupi.
Proses
pemasangan gading-gading tipe U1 dan tipe U2 pada kulit kapal dibuat secara selang-seling. Hal ini dikarenakan oleh kebiasaan pembuat kapal di galangan UD. Semangat Untung. Pembuatan gading-gading tipe U1 lebih mudah dilakukan karena gadinggading bagian kiri dan kanan dibuat secara terpisah. Berbeda halnya dengan pembuatan gading-gading tipe U2. Pada tipe ini pembuatan gading-gading lebih sulit dilakukan karena memiliki sambungan yang terdiri dari tiga bagian konstruksi yaitu, gading-gading dasar, kanan atas, dan kiri atas. Pemasangan dimulai dari gading-gading dasar terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan pemasangan gading-gading kanan atas dan kiri atas. Adanya ketidaktepatan ukuran gading-gading yang terpasang, merupakan hal yang biasa terjadi sehingga perlu adanya koreksi agar gading-gading memiliki ukuran yang sesuai.
Proses penyambungan pada gading-gading tipe U2 disajikan pada
Gambar 24.
Gambar 24 Proses penyambungan gading-gading tipe U2. Sumber: Rahman (2009)
2) Gading-gading tipe round bottom Gading-gading dengan tipe round bottom terletak pada posisi gading-gading ke 11 hingga 22. Konstruksi gading-gading tipe round bottom, disajikan pada Gambar 25.
(a)
(b) Keterangan : (a) Round bottom yang berasal dari dua batang kayu yang tidak disambung (R1); (b) Round bottom yang berasal dari tiga batang kayu yang disambung (R2)
Gambar 25 Konstruksi gading-gading tipe round bottom. Sumber: Rahman (2009) Sama halnya dengan gading-gading tipe U bottom, pada gading-gading tipe round bottom ada yang terbuat dari dua bagian konstruksi dan tiga bagian konstruksi. Pada gading-gading tipe ini, penggunaan kayu lengkung berjumlah dua batang.
Gading-gading tipe R1 dan R2 dibuat dengan cara yang berbeda. Gadinggading tipe R1, pembuatan konstruksinya lebih mudah, hal ini dikarenakan, pembuatan gading-gading bagian kiri dan kanan dibuat secara terpisah. Proses pembuatan gading-gading ini sama seperti pembuatan pada gading-gading tipe U1. Proses pembuatan gading-gading tipe R2 lebih sulit dilakukan, hal ini karena pada tipe R2, memiliki tiga bagian konstruksi yang pemasangannya tidak rapat pada kulit kayu. Pemasangan dimulai pada gading-gading dasar, dilanjutkan dengan pemasangan gading-gading bagian kanan atas dan kiri atas.
Proses
pemasangan gading-gading tipe R1 dan tipe R2 pada kulit kapal dibuat secara selang-seling. Hal ini berdasarkan kebiasaan pembuat kapal di galangan UD. Semangat Untung. Proses penyambungan pada gading-gading tipe R2 disajikan pada Gambar 26.
Gambar 26 Proses penyambungan gading-gading tipe R2. Sumber: Rahman (2009)
3) Gading-gading tipe V bottom Gading-gading dengan tipe V bottom terletak pada posisi gading-gading ke 23 hingga 29.
Konstruksi gading-gading tipe V bottom, disajikan pada
Gambar 27.
(a)
(b)
Celah sambungan
(c) Keterangan : (a) V bottom yang berasal dari satu batang kayu (V1) (b) V bottom yang berasal dari dua batang kayu (V2) (c) V bottom yang berasal dari tiga batang kayu (V3)
Gambar 27 Konstruksi gading-gading tipe V bottom. Sumber: Rahman (2009)
Ketiga gambar diatas, menunjukan bahwa gading-gading tipe V bottom ada yang terbuat dari satu bagian konstruksi, dua bagian konstruksi, dan tiga bagian konstruksi. Penggunaan satu bagian konstruksi ditujukan pada bagian haluan kapal. Sedangkan untuk gading-gading tipe V bottom yang terdiri dari dua bagian konstruksi dan tiga bagian konstruksi disesuaikan dengan ukuran badan kapal. Gading-gading tipe V1 berasal dari kayu bitti yang sudah berbentuk huruf V.
Gading-gading ini dipasang di bagian haluan kapal.
Setelah didapatkan
ukuran kayu yang sesuai dengan kelengkungan kapal di bagian haluan, maka kayu tersebut langsung dipotong dan dipasang dengan menggunakan pasak kayu. Berbeda halnya dengan gading-gading tipe V1, pada tipe V2 konstruksi gading-gading dibuat satu persatu di bagian kanan dan kiri. Apabila ukuran konstruksi sudah sesuai, masing-masing bagian dapat disambung satu sama lain kemudian dipasang. Proses penyambungan pada gading-gading tipe V2 disajikan pada Gambar 28.
Gambar 28 Proses penyambungan gading-gading tipe V2. Sumber: Rahman (2009) Pada tipe gading-gading V3, proses pembuatan lebih sulit dilakukan. Hal ini disebabkan gading-gading memiliki tiga bagian konstruksi. Kelengkungan gading-gading tipe V3 biasanya tidak sesuai benar dengan kelengkungan badan kapal.
Ketidaksesuaian ini merupakan hal yang biasa terjadi, sehingga perlu
adanya koreksi agar gading-gading memiliki ukuran yang sesuai. Proses penyambungan pada gading-gading tipe V3 disajikan pada Gambar 29.
Gambar 29 Proses penyambungan gading-gading tipe V3. Sumber: Rahman (2009) Pemasangan gading-gading yang dilakukan setelah papan kulit terpasang akan mempengaruhi bentuk gading-gading.
Apabila pada saat pemasangan,
panjang gading-gading melebihi panjang badan kapal, maka dilakukan pemotongan agar gading-gading sesuai. Mengingat terbatasnya material dalam pembuatan gading-gading, dibutuhkan kepandaian dalam pemanfaatan material tersebut. Apabila pembuat kapal tidak mampu menggunakan balok kayu sebaik mungkin, maka pembuatan gading-gading tidak berjalan efektif. Hasil pembuatan gading-gading di bagian haluan, disajikan pada Gambar 30.
Gambar 30 Gading-gading tampak pada bagian haluan.
Setelah pemasangan gading-gading selesai dilakukan, tahapan terakhir adalah pengecekan bagian gading-gading. Pengecekan dilakukan dengan cara memukul konstruksi gading-gading untuk memastikan kuatnya gading-gading terpasang hingga kemungkinan adanya rongga dapat diminimalkan.
Apabila
masih terdapat rongga antara gading dan kulit biasanya dilakukan pemakalan untuk memastikan apakah gading-gading yang selesai dibuat sudah benar-benar kuat.
Hasil pembuatan gading-gading pada kapal yang diteliti milik U.D
Semangat Untung di bagian buritan, disajikan pada Gambar 31.
Gambar 31 Gading-gading tampak pada bagian buritan.
5.3
Tingkat Pemanfaatan Kayu
5.3.1 Volume kayu pada pembuatan gading-gading Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka penggunaan kayu untuk tiap gading-gading disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Jenis kayu yang diperuntukkan pada pembuatan gading-gading Posisi gadinggading ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Tipe gading-gading
U bottom
Round bottom
V bottom
Bentuk asal kayu
Jumlah kayu
Bı Bı 2B2 2B2 2B2 2B2 2B2 2B2 Bı+B2 Bı+B2
1 1 2 2 2 2 2 2 2 2
Bı+B2 Bı+B2 Bı+B2 Bı+B2 Bı+B2 2Bı 2Bı 2Bı Bı+B2 Bı+B2 2B2 2B2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Bı Bı A B1 A B1 A
1 1 1 1 1 1 1
Keterangan: A = Kayu berbentuk V dengan volume 0,0366 m3 B1 = Kayu berbentuk lengkung dengan volume 0,0432 m3 B2 = Kayu berbentuk lengkung dengan volume 0,0288 m3
Kisaran volume (m3)
0,0432-0,0720
0,0576-0,0864
0,0366-0,0432
Tabel di atas menunjukkan bahwa gading-gading dengan tipe U bottom terdapat pada gading-gading posisi 1-10 dengan jenis balok yang digunakan merupakan kombinasi antara B1, 2B2 dan B1+B2. Pada posisi gading-gading ini, balok yang digunakan berjumlah 18 batang kayu lengkung dan memiliki kisaran volume balok 0,0432-0,072 m³. Gading-gading dengan tipe round bottom
terdapat pada posisi 11-22.
Jenis balok yang digunakan merupakan kombinasi antara 2Bı, 2B2, dan B1+B2. Pada posisi gading-gading ini, balok yang digunakan berjumlah 24 batang kayu lengkung dan memiliki kisaran volume balok 0,0576-0,0864 m³. Gading-gading dengan tipe V bottom terdapat pada posisi 23-29 dengan jenis balok yang digunakan A dan B1.
Pada posisi gading-gading ini, balok yang digunakan
berjumlah empat batang kayu lengkung dengan volume 0,0432 m3dan tiga kayu berbentuk V dengan volume 0,0366 m³. Perhitungan pada Tabel 14 menunjukkan jumlah kayu yang digunakan untuk membuat gading-gading adalah 49 batang kayu yaitu 3 kayu jenis A, 21 kayu jenis B1, dan 25 kayu jenis B2 dengan volume 1,737 m³ (Lampiran 3). Tetapi pada saat penelitian dilakukan, kayu yang dipesan untuk pembuatan gading-gading berjumlah 50 batang kayu (Lampiran 3).
dengan volume 1,7802 m3
Kelebihan balok kayu biasanya digunakan sebagai cadangan
apabila terjadi salah potong dan terjadi kesalahan dalam pembuatan gadinggading.
5.3.2 Berat dan volume kayu terbuang pada pembuatan gading-gading Tingkat pemanfaatan material kayu dihitung dengan membandingkan volume terpakai dan tidak terpakai dengan volume awal. Pada saat penelitian, dilakukan penimbangan berat kayu untuk pembuatan gading-gading sehingga dari berat tersebut dapat dihitung volumenya. Berat dan volume kayu tidak terpakai pada proses pembuatan gading-gading disajikan pada Tabel 15. Berdasarkan volume tidak terpakai maka akan diperoleh volume terpakai masing-masing kayu. Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 15 Berat dan volume terbuang tiap gading-gading Posisi gading-gading ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Tipe gading-gading
Berat terbuang (kg)
Volume terbuang (m³)
U bottom U bottom U bottom U bottom U bottom U bottom U bottom U bottom U bottom U bottom Round bottom Round bottom Round bottom Round bottom Round bottom Round bottom Round bottom Round bottom Round bottom Round bottom Round bottom Round bottom V bottom V bottom V bottom V bottom V bottom V bottom V bottom
2,2 2,5 5,2 5,7 6,4 5,2 4,4 4,1 4,5 5,2 6,5 6,4 4,5 5,2 5,6 7,8 6,5 5,3 5,8 6,4 4,6 6,5 1,2 2,2 1,8 5,2 2,7 5,3 12,8
0,0037 0,0042 0,0088 0,0097 0,0108 0,0088 0,0075 0,0069 0,0076 0,0088 0,0110 0,0108 0,0076 0,0088 0,0095 0,0132 0,0110 0,0090 0,0098 0,0108 0,0078 0,0110 0,0020 0,0037 0,0032 0,0088 0,0047 0,0090 0,0225
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diketahui bahwa sisa kayu terbanyak adalah gading-gading tipe V bottom.
Hal ini terjadi karena pada
pembuatannya menggunakan kayu berbentuk V. Cara pengkonstruksian bentuk ini lebih sulit dilakukan terutama pada bagian haluan yang berasal dari satu bagian konstruksi.
5.3.3 Persentase volume kayu yang dipakai terhadap volume kayu awal Tingkat pemanfaatan material kayu pada pembuatan gading-gading dapat dihitung dengan membandingkan volume kayu terbuang. Perbandingan volume pada gading-gading tipe U bottom, disajikan pada Gambar 32.
Gambar 32 Perbandingan volume terpakai dan volume awal gading-gading tipe U bottom. Warna hijau pada gambar di atas menunjukkan volume awal gadinggading sedangkan warna kuning adalah volume terpakai gading-gading. Angka 1 hingga 10 merupakan angka yang menunjukkan posisi gading-gading tipe U bottom. Adapun nilai 0 hingga 0,1 merupakan selang nilai yang digunakan untuk menunjukkan volume awal dan volume terpakai. Posisi gading-gading satu dan dua berada pada selang nilai relatif rendah. Namun demikian, pada posisi gading-gading ketiga hingga kesepuluh
mulai
memperlihatkan perubahan nilai. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan jumlah material kayu yang digunakan untuk pembuatan gading-gading. Perbedaan ini terlihat dari jumlah kayu yang digunakan, dimana gading-gading satu dan dua menggunakan satu buah kayu sedangkan gading-gading ketiga dan kesepuluh menggunakan dua buah kayu. Berdasarkan perhitungan didapatkan volume tidak terpakai sebesar 0,0769 m³ yaitu 13,35% dan volume terpakai sebesar 0,4991 m3. Dengan demikian, tingkat pemanfaatan balok kayu pada pembuatan gadinggading tipe U bottom sebesar 86,64 % (Lampiran 5).
Gambar 33 Perbandingan volume terpakai dan volume awal gading-gading tipe round bottom. Sama halnya dengan Gambar 32, pada Gambar 33, angka 11 hingga 22 merupakan angka yang menunjukkan posisi gading-gading tipe round bottom. Adapun nilai 0 hingga 0,1 merupakan selang nilai yang digunakan untuk menunjukkan volume awal dan volume terpakai. Pada gambar di atas, terlihat perubahan yang mencolok setelah posisi gading-gading keenam belas. melebar.
Hal ini dikarenakan ukuran kapal yang mulai
Berdasarkan perhitungan, didapatkan volume tidak terpakai sebesar
0,120 m³ yaitu 13,71% dan volume terpakai sebesar 0,7579 m3.
Dengan
demikian, tingkat pemanfaatan balok kayu pada pembuatan gading-gading tipe round bottom sebesar 86,28 % (Lampiran 6).
Gambar 34 Perbandingan volume terpakai dan volume awal gading-gading tipe V bottom. Keberadaan gading-gading tipe V bottom pada kapal ditunjukkan oleh angka 23 hingga 29. Nilai 0 hingga 0,1 merupakan selang nilai yang digunakan untuk menunjukkan volume awal dan volume terpakai.
Gambar di atas,
memperlihatkan perubahan nilai yang berada pada selang nilai rendah. Hal ini dikarenakan ukuran kapal yang mulai menyempit serta penggunaan balok kayu yang mulai berkurang.
Berdasarkan perhitungan, didapatkan volume tidak
terpakai sebesar 0,0539 m³ yaitu 19,08% dan volume terpakai sebesar 0,2287 m3. Dengan demikian tingkat pemanfaatan balok kayu pada pembuatan gading-gading tipe V bottom sebesar 80,92 % (Lampiran 7).
Tingkat pemanfaatan kayu pada pembuatan ke 29 gading-gading disajikan pada Tabel 16. Presentase kayu yang terpakai dan terbuang dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 16 Persentase volume terpakai dan volume terbuang (%) Posisi gadinggading ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Tipe gadinggading U U U U U U U U U U Round Round Round Round Round Round Round Round Round Round Round Round V V V V V V V
Jumlah Rata-rata
Persentase Vtp/ Va Vtb/ Va (%) (%)
Vawal (Va)
Vterbuang (Vtb)
Vterpakai (Vtp)
0,0432 0,0432 0,0576 0,0576 0,0576 0,0576 0,0576 0,0576 0,072 0,072 0,072 0,072 0,072 0,072 0,072 0,0864 0,0864 0,0864 0,072 0,072 0,0576 0,0576 0,0432 0,0432 0,0366 0,0432 0,0366 0,0432 0,0366 1,7370 -
0,0037 0,0042 0,0088 0,0097 0,0108 0,0088 0,0075 0,0069 0,0076 0,0088 0,0110 0,0108 0,0076 0,0088 0,0095 0,0132 0,0110 0,0090 0,0098 0,0108 0,0078 0,0110 0,0020 0,0037 0,0032 0,0088 0,0047 0,0090 0,0225
0,0395 0,0390 0,0488 0,0479 0,0468 0,0488 0,0501 0,0507 0,0644 0,0632 0,0610 0,0612 0,0644 0,0632 0,0625 0,0732 0,0754 0,0774 0,0622 0,0612 0,0498 0,0466 0,0412 0,0395 0,0334 0,0344 0,0319 0,0342 0,0141
91,3685 90,1915 84,6987 83,2274 81,1676 84,6987 87,0527 87,9355 89,4068 87,7589 84,6987 84,9341 89,4068 87,7589 86,8173 84,6987 87,2489 89,6030 86,3465 84,9341 86,4642 80,8734 95,2919 91,3685 91,3719 79,5982 87,0578 79,2059 38,6444
0,2514 -
1,4856 -
85,53 %
8,6315 9,8085 15,3013 16,7726 18,8324 15,3013 12,9473 12,0645 10,5932 12,2411 15,3013 15,0659 10,5932 12,2411 13,1827 15,3013 12,7511 10,3970 13,6535 15,0659 13,5358 19,1266 4,7081 8,6315 8,6281 20,4018 12,9422 20,7941 61,3556 14,47 %
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa pada umumnya persentase Vterpakai/Vawal lebih besar dibandingkan dengan persentase Vterbuang/Vawal. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan kayu untuk tiap gading-gading cukup maksimal. Lain halnya pada gading-gading ke-29 dimana memiliki persentase lebih kecil dibandingkan dengan persentase Vterpakai/Vawal. Hal ini dikarenakan, pada posisi gading-gading tersebut terbuat dari kayu V yang digunakan untuk
membuat gading-gading tipe V bottom yang berasal dari satu bagian konstruksi. Sehingga pada pembuatannya, banyak terjadi koreksi dan penggunaan material yang tidak efektif. Tabel 17 Persentase kayu terpakai dan terbuang (%) Pemanfaatan
Nilai (%)
P1
85,53 %
P2
14,47 %
P3
16,91 %
Σ
100 %
Keterangan : P1 = Persentase antara kayu terpakai terhadap kayu yang diperuntukkan gading-gading P2 = Persentase antara kayu tidak terpakai terhadap kayu yang diperuntukkan gading-gading P3 = Persentase antara kayu tidak terpakai terhadap kayu terpakai gading-gading
Berdasarkan tabel persentase diatas, dapat dilihat nilai rasio yang didapatkan pada kayu terpakai dengan kayu disajikan pada Lampiran 8.
Nilai 85,53
terbuang.
Contoh perhitungan
merupakan nilai persentase antara
volume kayu terpakai terhadap volume kayu yang digunakan untuk pembuatan gading-gading (b/a). Nilai 14,47 menunjukkan nilai persentase antara volume kayu tidak terpakai terhadap volume kayu yang digunakan untuk pembuatan gading-gading (c/a). Sedangkan, nilai 16,91 menunjukkan nilai persentase antara volume kayu tidak terpakai terhadap volume kayu terpakai (c/b).
Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa tingkat pemanfaatan material pada pembuatan gading-gading cukup efektif.
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) Proses pembuatan gading-gading di Galangan Kapal UD. Semangat Untung masih dilakukan berdasarkan kebiasaan para pengrajin di daerah tersebut; 2) Penentuan jenis kayu yang digunakan untuk pembuatan gading-gading adalah berdasarkan kekuatan kayu dan harga yang terjangkau; dan 3) Tingkat pemanfaatan kayu untuk pembuatan gading-gading mencapai 85,53 %. Nilai ini menunjukkan bahwa penggunaan kayu untuk gadinggading cukup efektif.
6.2
Saran Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah: 1. Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan pada bagian kapal yang lainnya sehingga diharapkan dapat mengetahui nilai efisiensi penggunaan material; dan 2. Diperlukan penelitian serupa dengan objek yang sama di daerah yang lain untuk mengetahui proses pembuatan gading-gading, cara penentuan jenis kayu serta tingkat pemanfaatan material kayu.
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 1988. Petunjuk Pembuatan Perahu Kayu. Semarang: Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. Direktorat Jendral Perikanan, Departemen Pertanian. 51 hal. Arofik. 2007. Desain dan Konstruksi Kapal Payang di Pamekasan, Madura. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 58. Ayuningsari, Ayu. 2007. Tekno Ekonomi Pembangunan Kapal Kayu Galangan Kapal Rakyat di Desa Gebang, Cirebon, Jawa Barat [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ayodhyoa, A.U. 1972. Craft and Gear. Jakarta: Correspondence Course Centre. 66 hal. [BKI] Biro Klasifikasi Indonesia. 1989. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu. Jakarta: Biro Klasifikasi Indonesia. 112 hal. Dohri, M. dan N.Soedjana. 1983. Kecakapan Bahari 1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. 113 hal. Dumanauw, J.F.1990. Mengenal Kayu. Penerbit Yayasan Kanisius: Yogyakarta. Fyson, J. 1985. Design of Small Fishing Vessels. Farnham, Surrey, England: Fishing News Books. Hal 21-118. Hadikusumo SA. 2001. Pola Pengembangan Jati Rakyat dan Sifat Fisik serta Mekanika Kayu Gergajiannya. Buletin Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Hal.1-14. Iskandar, B. H. 1990. Studi Tentang Desain dan Konstruksi Kapal Gillnet di Indramayu [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 153 hal. Iskandar, B. H. 1997. Studi Tentang Desain Kapal Kayu Mina Jaya BPPT 01 [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Iskandar, B.H. dan Y. Novita. 1997. Penuntun Praktikum Kapal Perikanan. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 64 Hal.
Iskandar, B.H. dan Y. Novita. 2000. Tingkat Teknologi Pembangunan Kapal Ikan Kayu Tradisional di Indonesia. Buletin PSP Volume IX No.2. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 53-67. Mandang, Y.I dan I.K.N. Pandit. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Bogor: Yayasan Prosea dan Pusat Diklat Pegawai dan SDM Kelautan. 62 hal. Martawijaya A, Kartasujana I, Kosasi K, Soewanda AP. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Jilid I. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Nomura, M. and T. Yamazaki. 1975. Fishing Techniques I. Tokyo: Japan International Cooperation Agency. Hal 175-206. Nurani et al. 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pasaribu, B. P. 1985. Keadaan Umum Kapal Ikan di Indonesia. Prosiding Seminar Kapal Ikan di Indonesia dalam Rangka Implementasi Wawasan Nusantara. Institut Pertanian Bogor. 106 hal. Pasaribu, B.P. 1987. Material Kayu Utuh dan Kayu Sambungan untuk Konstruksi Kapal Penangkap Ikan. Buletin PSP Volume I No.2. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 30-46. Purba, R.F.B. 2004. Kajian Tekno-ekonomi Kapal Gillnet Material Kayu di Karangantu, Kabupaten Serang, Propinsi Banten. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 9-10. Rahman, A.F. 2009. Tingkat Keakurasian Konstruksi Gading-gading Kapal Kayu Galangan Kapal UD. Semangat Untung di Desa Tanah Beru, Bulukumba, Sulawesi Selatan. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Rouf, A.R.A. 2004. Bentuk Kasko Kapal dan Pengaruhnya Terhadap Tahanan Kasko Kapal Ikan. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 3-9.
Soegiono. 2006. Kamus Teknik Perkapalan Edisi Keempat. Surabaya: Airlangga University Press. 290 hal. Soekarsono, N.A. 1994. Pengantar Bangunan Kapal dan Ilmu Kemaritiman. Jakarta: Pamator Pressindo. Hal 99-136. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi kedua. Cetakan ke-10. Jakarta: Balai Pustaka. 1278 hal.
DAFTAR ISTILAH
1) LOA (length over all) : panjang total kapal, merupakan jarak horizontal kapal yang diukur mulai dari titik terdepan dari linggi haluan sampai dengan titik terbelakang dari buritan.
Ukuran panjang total kapal (LOA) (Sumber : Dohri dan Soedjana, 1983)
2) LPP (length perpendicular) : jarak horizontal yang dihitung dari garis tegak haluan sampai dengan garis tegak buritan. Garis tegak haluan (Fore Perpendicular) ialah garis khayal yang terletak tegak lurus pada perpotongan antara Lwl dan badan kapal pada bagian haluan. Sedangkan yang dimaksud dengan garis tegak buritan (After Perpendicular) ialah sebuah garis khayal yang terletak pada badan kapal bagian buritan atau berada di belakang poros kemudi (bagi kapal yang memiliki poros kemudi).
Ukuran panjang garis tegak (LPP) (Sumber : Dohri dan Soedjana, 1983)
3) LWL (length of water line) : jarak horizontal pada kapal yang dihitung dari titik perpotongan antara garis air (water line) dengan linggi haluan sampai dengan titik perpotongan antara garis air dengan linggi buritan.
Panjang garis air (LWL) (Sumber : Dohri dan Soedjana, 1983)
4) Lebar kapal (Breadth/B) Lebar kapal pada umumnya dibedakan menjadi 2 macam yaitu : •
Lebar terbesar atau Bmax (Breadth maximum), adalah jarak horizontal pada lebar kapal yang terbesar, dihitung dari salah satu sisi terluar (sheer) yang satu ke sisi (sheer) lainnya yang berhadapan.
•
Lebar dalam atau Bmoulded (Breadth moulded), adalah jarak horizontal pada lebar kapal yang terbesar, diukur dari bagian dalam kulit kapal yang satu ke bagian dalam kulit kapal lainnya yang berhadapan.
Lebar kapal (Sumber : Dohri dan Soedjana, 1983)
5) D (depth) : dalam kapal yang diukur secara vertikal dari dasar (base line) sampai deck freeboard pada penampang melintang tengah kapal. 6) d (draft) : dalam benam kapal (sarat) yang diukur dari base line sampai load water line.
Dalam kapal (Sumber : Dohri dan Soedjana, 1983)
7) Berat Jenis : Perbandingan berat dan volume kayu (B/V) dalam keadaan
kering udara 8) Kelas Kuat (KK) : Pengelompokan kayu berdasarkan berat jenis (BJ) kayu
tersebut. Nilai ini menunjukan tingkat kekuatan kayu. 9) Kelas Awet (KA) : Klasifikasi kayu berdasarkan daya tahan terhadap
serangan jamur, rayap dan organisme perusak lainnya. menunjukan tingkat keawetan kayu.
Nilai ini
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
FORM-1 PENGRAJIN KAPAL KAYU
TINGKAT PEMANFAATAN MATERIAL KAYU PADA PEMBUATAN GADING – GADING DI GALANGAN KAPAL RAKYAT UD.SEMANGAT UNTUNG, DESA TANAH BERU BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN
Nama Responden :
Tanggal
: ……………………
Pewawancara : …………………… ………………….. Tanda Tangan : ……………………
Lampiran 1 Lanjutan Form-1 PENGRAJIN KAPAL KAYU
A. IDENTITAS RESPONDEN DAN USAHA / KEGIATAN I. Identitas Responden 1.1 Nama Responden
: ……………………….
1.2 Jenis Kelamin
: Pria / Wanita
1.3 Umur
: ……. tahun
1.4 Pendidikan Terakhir
: SD / SLTP / SLTA / SM / S1 ; Tamat / Tidak
1.5 Asal Daerah
: ……………………….
1.6 Status Nelayan
:
1). Nelayan pemilik atau Pengusaha penangkapan 2). Buruh Nelayan 1.7 Status Pekerjaan
: Penuh / Sambilan Utama / Sambilan Tambahan
2. Galangan Kapal 2.1 Keadaan Umum Lokasi 1) Letak
:
2) Kelurahan
:
3) Kecamatan
:
4) Kota
:
5) Kondisi penelitian
:
6) Obyek wisata
:
3. Identitas Usaha / Kegiatan 3.1 Nama Usaha / Nama Galangan : ………………………. 3.2 Jenis Usaha
:
3.3 Tahun Berdiri
:
3.4 Kepemilikan Lahan
:
3.5 Bentuk / Status Usaha
:
Lampiran 1 Lanjutan 1). Perseorangan 2). Badan Hukum Usaha (CV, PT, BUMN) 3). Koperasi 4). Yayasan 3.6 Ukuran Kapal yang Biasa dibuat : 3.7 Jenis Kapal yang dibuat berdasarkan mesin
:
3.8 Kekuatan Mesin
:
Merek
:
3.9 Jenis kapal berdasarkan bahan/material
:
B. GALANGAN KAPAL 1. Ukuran kapal yang biasa dibuat : GT
: ..................................................................................................
LOA : ................................................................................................. B
: .................................................................................................
D
: .................................................................................................
Jenis Mesin* : Out board / In board Kekuatan mesin : ............................................................................... 2. Jumlah kapal yang dibuat dalam 1 tahun : …………………….. Unit 3. Jumlah kapal yang direparasi dalam 1 tahun : …………………. Unit 4. SDM (Sumber Daya Manusia) i. Jumlah total pegawai : ……………………………………………. ii. Pendidikan terendah : ……………………………………………. iii. Pendidikan tertinggi : ……………………………………………. iv. Jumlah pegawai khusus / ahli untuk pembuatan kapal : …………. v. Pendidikan terakhir : ……………………………………………... vi. Asal daerah : ……………………………………………………... 5.
Apakah ada pembagian kerja secara khusus kepada setiap tenaga kerja ? (Ya / Tidak)
Lampiran 1 Lanjutan 6.
Apakah ada keahlian lain selain membuat kapal ? (Ya / Tidak) Jika ya, sebutkan : ……………………………………………………..
7.
8.
9.
Berapa upah yang diterima oleh para tenaga kerja ? Tenaga kerja tetap
:
Tenaga kerja tidak tetap
:
Bagaimana prosedur dalam pemberian upah ? Tenaga kerja tetap
:
Tenaga kerja tidak tetap
:
Apakah ada sistem borongan dalam pembuatan kapal ? (Ya / Tidak) Jika ada, berapa tenaga kerja yang dibutuhkan ? Berapa total biaya yang dikeluarkan ?
10. Waktu bekerja
:……………………………………………………..
11. Apakah ada beban biaya listrik pada galangan kapal ? (Ya / Tidak) Berapa besarnya ?..................................................................................
C. TEKNOLOGI PEMBUATAN KAPAL 1.
Apakah dalam pembuatan kapal terlebih dahulu dibuat rancangannya ? (Ya / Tidak) Rancangan Umum
: (Ya / Tidak)
Lines Plan
: (Ya / Tidak)
Detail konstruksi
: (Ya / Tidak)
Gambar dan dokumentasi perencanaan pembangunan kapal : (Ya / Tidak) Jika ya, siapa yang membuat ?............................................................... 2.
Jika tidak dilengkapi rancangan, pembuatannya didasarkan pada apa ? …………………………………………………………………………
Lampiran 1 Lanjutan 3.
Alat – alat apa saja yang digunakan dalam pembangunan kapal secara keseluruhan ? a) b) c) d) e) f) g) h) i) j) k) l)
D. KAPAL YANG DIKAJI 1. Dimensi utama : LOA : ……………………………………………………………. LPP : ……………………………………………………………. B
: …………………………………………………………….
LWL : ……………………………………………………………. D
: …………………………………………………………….
d
: …………………………………………………………….
GT
: …………………………………………………………….
Mesin:
2.
a. Jenis
: Outboard / Inboard
b. Merk
: ……………………………………
c. Kekuatan
: ……………………………………
Umur kapal : …………………………………………………..
Lampiran 1 Lanjutan
3.
Digunakan untuk mengoperasikan API jenis apa saja ? ………………………………………………………………….. …………………………………………………………………..
4.
Bagaimana cara menghitung GT ? …………………………………………………………………… ……………………………………………………………………
5.
Panjang lunas : …………………………………………………..
6.
Jumlah gading – gading : ……………………………………………
7.
Jenis kayu yang digunakan : Konstruksi
Jenis Kayu
Haluan Buritan Gading – gading Lunas Dll 8.
Mengapa memilih kayu tersebut ? ………………………………………………………………………. ……………………………………………………………………….
9.
Apa ada substitusi ?................................................................................ ………………………………………………………………………..
10. Asal perolehan kayu (dibeli langsung dari hutan atau dibeli dari toko) ?: ………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………… 11. Jarak keberadaan kayu dari Galangan (di sekitar, luar kecamatan, atau bahkan di luar pulau ) ? ……………………………………………….. 12. Dijual dalam bentuk apa saja ? ………………………………………………………………………...
Lampiran 1 Lanjutan
13. Harga kayu ? …………………………………………………………... 14. Jumlah total kayu yang digunakan dalam pembuatan kapal …………. m3 15. Jumlah total kayu yang digunakan dalam pembuatan kasko kapal ……m3 16. Apakah yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan kayu bagi : 1.
Owner ……………………………………………………......
2.
Galangan …………………………………………………….....
17. GADING – GADING 1. Jenis kayu untuk gading – gading : ………………………………………. 2. Jumlah kayu yang diperlukan :……………………………………………. 3. Sebelum kayu digunakan, apakah ada perlakuan khusus ? Bila ada, bagaimana tahapannya ? ……………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………….. 4.
Bagaimana cara pembuatan setiap gading – gading ? 1. Dari 1 kayu 2. Dari 2 kayu 3. Lainnya :……………………………………………………………..
5.
Bagaimana teknik pemotongan setiap gading – gading ? …………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………
6.
Bagaimana cara membuat lengkungan gading – gading ? ………………………………………………………………………….... …………………………………………………………………………….
7.
Bagaimana cara menentukan posisi gading – gading ? ……………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………….
Lampiran 1 Lanjutan
8. Bagaimana cara penyambungan gading – gading ? apakah menggunakan Lem Baut Paku Pasak Lainnya :………………………………………………………………. 9.
Alat – alat apa yang digunakan untuk membuat gading – gading ? a) b) c)
10. Ukuran gading-gading : No. Gading – gading
Dimensi
Bentuk
Panjang
Lebar
Tebal
(p)
(l)
(t)
Berat Potongan
Lampiran 1 Lanjutan
11. Jumlah total kayu yang digunakan untuk gading – gading : ……………… m3 12. Bentuk & ukuran kayu material pembuat gading : 1. Balok , ukuran
: …………. x ……………. x …………….
2. Papan, ukuran
: …………. x ……………. x …………….
3. Lainnya,…………ukuran: …………. x ……………. x ……………. 13. Cara pemotongan kayu untuk gading – gading : 1. Menggunakan pola, kemudian dijiplak ke kayu lalu dipotong. 2. Kayu digambar (tanpa pola), kemudian dipotong. 3. Langsung dipotong (tanpa pola dan gambar). 14. Apakah dalam pemotongan kayu untuk gading – gading terdapat kesalahan pemotongan ? (Ya/tidak) Jika Ya, apa bentuk kesalahannya ? 1.
Terlalu melengkung
2.
Terlalu pendek
3.
Lebar (kurang lebar / terlalu lebar)
4.
Tebal (kurang tebal / terlalu tebal)
Apa tindakan yang dilakukan jika : a. Terlalu melengkung :a. mengganti dengan kayu baru b. Memperbaiki kelengkungan pada kayu yang sama c. Menambah dengan kayu lain d. Dibiarkan e. Lainnya ……………………. b. Terlalu pendek : a. Mengganti dengan kayu baru b. Menambah dengan kayu lain dengan cara disambung dengan menggunakan (lem/paku/lainnya ………… c.
Dibiarkan
d. Lainnya, ………………………………..….
Lampiran 1 Lanjutan
c. Lebar, Kurang Lebar : a. Mengganti dengan kayu baru b. Menambah dengan kayu lain dengan cara disambung
dengan
menggunakan
(lem/paku/lainnya ………… …………. ) c. Dibiarkan d. Lainnya, ………………………….
d. Lebar, Terlalu Lebar:
a. Dipotong lagi b. Dibiarkan c. Lainnya, …………………………..
e. Tebal, Kurang Tebal : a. Mengganti dengan kayu baru b. Menambah dengan kayu lain dengan cara disambung
dengan
menggunakan
(lem/paku/lainnya ………… …………. ) c. Dibiarkan d. Lainnya, …………………………..
f. Tebal, Terlalu Tebal :
a. Dipotong lagi b. Dibiarkan c. lainnya …………………………….
15. Apakah potongan sisa digunakan kembali ? (Ya / Tidak) Jika, Ya : potongan tersebut digunakan untuk : 1.
Menambal ………………..
2.
Untuk
bangunan
konstruksi
………………….,) 3.
Lainnya, ………………….
yang
lebih
kecil
(seperti
:
Lampiran 1 Lanjutan
16. Jika no. 15 “Ya”, berapa % potongan sisa yang dapat digunakan kembali ? …………………………% 17. Tingkat pemanfaatan kayu pada pembuatan gading-gading Posisi GadingGading ke-
Bentuk Gading-Gading
Balok Kayu Volume
Σ
Berat Jenis
Terbuang (kg)
Lampiran 2 Peralatan yang digunakan dalam pembuatan gading-gading
(1) Kapak panjang
(2) Kapak duduk
(3) Gergaji kayu
(4) Pahat
(5) Pasak
(6) Palu kayu
Lampiran 2 Lanjutan
(7) Palu besi
(8) Singkolo
(9) Bacci
(10) Golok
Mal besi
(11) Alat ukur
(12) Mal besi
Lampiran 2 Lanjutan
(13) Bor listrik
(14) Ketam listrik
Lampiran 3 Volume gading-gading yang diperuntukkan dan digunakan pada pembuatan gading-gading Jenis
Bentuk
A Bı B2
B
B
V Lengkung
Jenis
Bentuk
A
V Bı B2
Lengkung
Volume kayu/gading-gading (m³) 0,0366 0,0432 0,0288 Σ Volume kayu/gading-gading (m³) 0,0366 0,0432 0,0288 Σ
Σ 3 22 25 50
Volume gading-gading (volume kayu/gading-gading x Σ) 0,1096 m³ 0,9504 m³ 0,72 m³ 1,7802 m³
Σ 3 21 25 49
Volume gading-gading (volume kayu/gading-gading x Σ) 0,1098 m³ 0,9072 m³ 0,72 m³ 1,737 m³
Dari perhitungan diatas, dapat diketahui : Volume kayu yang dipesan-volume kayu yang digunakan sebesar
= =
(1,7802 - 1,737) m³ 0,0432 m³
Lampiran 4 Perhitungan tingkat pemanfaatan gading-gading Posisi gadinggading ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Tipe gadinggading
Vawal (m3)
U U U U U U U U U U Round Round Round Round Round Round Round Round Round Round Round Round
0,0432 0,0432 0,0576 0,0576 0,0576 0,0576 0,0576 0,0576 0,072 0,072 0,072 0,072 0,072 0,072 0,072 0,0864 0,0864 0,0864 0,072 0,072 0,0576 0,0576
Balok kayu Σ
Jenis
Berat terbuang (kg)
Vterbuang (m3)
Vterpakai (m3)
1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Bı Bı 2B2 2B2 2B2 2B2 2B2 2B2 Bı+B2 Bı+B2 Bı+B2 Bı+B2 Bı+B2 Bı+B2 Bı+B2 2Bı 2Bı 2Bı Bı+B2 Bı+B2 2B2 2B2
2,2 2,5 5,2 5,7 6,4 5,2 4,4 4,1 4,5 5,2 6,5 6,4 4,5 5,2 5,6 7,8 6,5 5,3 5,8 6,4 4,6 6,5
0,0037 0,0042 0,0088 0,0097 0,0108 0,0088 0,0075 0,0069 0,0076 0,0088 0,0110 0,0108 0,0076 0,0088 0,0095 0,0132 0,0110 0,0090 0,0098 0,0108 0,0078 0,0110
0,0395 0,0390 0,0488 0,0479 0,0468 0,0488 0,0501 0,0507 0,0644 0,0632 0,0610 0,0612 0,0644 0,0632 0,0625 0,0732 0,0754 0,0774 0,0622 0,0612 0,0498 0,0466
23 24 25 26 27 28 29
V V V V V V V Σ
0,0432 0,0432 0,0366 0,0432 0,0366 0,0432 0,0366 1,7370
1 1 1 1 1 1 1 49
Bı Bı A Bı A Bı A
1,2 2,2 1,8 5,2 2,7 5,3 12,8
0,0020 0,0037 0,0032 0,0088 0,0047 0,0090 0,0225 0,2514
0,0412 0,0395 0,0334 0,0344 0,0319 0,0342 0,0141 1,4856
Contoh Perhitungan
Gading-gading posisi 1 (Tipe U bottom) : Diket
: Volume awal gading-gading
= 0,0432 m3
Berat terbuang
= 2,2 kg = 2200 gr
Berat Jenis (BJ) Kayu Jati
= 0,59 gr/cm3
Untuk mendapatkan nilai volume terbuang : BJ = B/V
V=B/BJ = 2200 gr / 0,59 gr/cm3 = 3700 cm3 = 0,0037 m3
Volume terpakai didapatkan dengan rumus : Vterpakai = Vawal – Vterbuang = (0,0432 – 0,0037) m3 = 0,0395 m3
Gading-gading posisi 13 (Tipe round bottom) : Diket
: Volume awal gading-gading
= 0,072 m3
Berat terbuang
= 4,5 kg = 4500 gr
Berat Jenis (BJ) Kayu Jati
= 0,59 gr/cm3
Untuk mendapatkan nilai volume terbuang : BJ = B/V
V=B/BJ = 4500 gr / 0,59 gr/cm3 = 7600 cm3 = 0,0076 m3
Volume terpakai didapatkan dengan rumus : Vterpakai = Vawal – Vterbuang = (0,072 – 0,0076) m3 = 0,0644 m3
Gading-gading posisi 27 (Tipe V bottom) : Diket
: Volume awal gading-gading
= 0,0366 m3
Berat terbuang
= 1,8 kg = 1800 gr
Berat Jenis (BJ) Kayu bitti
= 0,57 gr/cm3
Untuk mendapatkan nilai volume terbuang : BJ = B/V
V=B/BJ = 1800 gr / 0,57 gr/cm3 = 3200 cm3 = 0,0032 m3
Volume terpakai didapatkan dengan rumus : Vterpakai = Vawal – Vterbuang = (0,0366 – 0,0032) m3 = 0,0334 m3
Lampiran 5 Tingkat pemanfaatan material pada gading-gading tipe U bottom Posisi gadinggading ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tipe gadinggading U U U U U U U U U U Σ
Vawal (m3) 0,0432 0,0432 0,0576 0,0576 0,0576 0,0576 0,0576 0,0576 0,072 0,072 0,576
Balok kayu Σ Jenis 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2
Bı Bı 2B2 2B2 2B2 2B2 2B2 2B2 Bı+B2 Bı+B2
Berat terbuang (kg)
Vterbuang (m3)
Vterpakai (m3)
2,2 2,5 5,2 5,7 6,4 5,2 4,4 4,1 4,5 5,2
0,0037 0,0042 0,0088 0,0097 0,0108 0,0088 0,0075 0,0069 0,0076 0,0088 0,0769
0,0395 0,0390 0,0488 0,0479 0,0468 0,0488 0,0501 0,0507 0,0644 0,0632 0,4991
Persentase ������������������ ������������������ ���������� ���������� (%) (%) 91,3685 8,6315 90,1915 9,8085 84,6987 15,3013 83,2274 16,7726 81,1676 18,8324 84,6987 15,3013 87,0527 12,9473 87,9355 12,0645 89,4068 10,5932 87,7589 12,2411 86,6408 13,3592
Contoh Perhitungan
Gading-gading posisi 1 (Tipe U bottom) : % Kayu terpakai = (kayu terpakai / kayu awal ) x 100 % = (0,0395/0,0432) x 100 % = 91, 3685 %
% Kayu terbuang = (kayu terbuang / kayu awal ) x 100 % = (0,0037/0,0432) x 100 % = 8,6315 %
Lampiran 6 Tingkat pemanfaatan material pada gading-gading tipe round bottom Tipe gadinggading
Posisi gadinggading ke11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Round Round Round Round Round Round Round Round Round Round Round Round Σ
Vawal (m3) 0,072 0,072 0,072 0,072 0,072 0,0864 0,0864 0,0864 0,072 0,072 0,0576 0,0576 0,8784
Balok kayu Σ Jenis 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Bı+B2 Bı+B2 Bı+B2 Bı+B2 Bı+B2 2Bı 2Bı 2Bı Bı+B2 Bı+B2 2B2 2B2
Berat terbuang (kg)
Vterbuang (m3)
Vterpakai (m3)
6,5 6,4 4,5 5,2 5,6 7,8 6,5 5,3 5,8 6,4 4,6 6,5
0,0110 0,0108 0,0076 0,0088 0,0095 0,0132 0,0110 0,0090 0,0098 0,0108 0,0078 0,0110 0,1205
0,0610 0,0612 0,0644 0,0632 0,0625 0,0732 0,0754 0,0774 0,0622 0,0612 0,0498 0,0466 0,7579
Persentase ������������������ ������������������ ���������� ���������� (%) (%) 84,6987 15,3013 84,9341 15,0659 89,4068 10,5932 87,7589 12,2411 86,8173 13,1827 84,6987 15,3013 87,2489 12,7511 89,6030 10,3970 86,3465 13,6535 84,9341 15,0659 86,4642 13,5358 80,8734 19,1266 86,2809 13,7191
Contoh Perhitungan
Gading-gading posisi 13 (Tipe round bottom) : % Kayu terpakai = (kayu terpakai / kayu awal ) x 100 % = (0,0644/0,072) x 100 % = 89,4068 %
% Kayu terbuang = (kayu terbuang / kayu awal ) x 100 % = (0,0076/0,072) x 100 % = 10,5932 %
Lampiran 7 Tingkat pemanfaatan material pada gading-gading tipe V bottom Posisi gadinggading ke23 24 25 26 27 28 29 Σ
Tipe gadinggading
Vawal (m3)
V V V V V V V
0,0432 0,0432 0,0366 0,0432 0,0366 0,0432 0,0366 0,2826
Balok kayu Σ 1 1 1 1 1 1 1
Jenis
Berat terbuang (kg)
Vterbuang (m3)
Vterpakai (m3)
Bı Bı A Bı A Bı A
1,2 2,2 1,8 5,2 2,7 5,3 12,8
0,0020 0,0037 0,0032 0,0088 0,0047 0,0090 0,0225
0,0412 0,0395 0,0334 0,0344 0,0319 0,0342 0,0141
0,0539
0,2287
Persentase ������������������ ������������������ ���������� ���������� (%) (%) 95,2919 4,7081 91,3685 8,6315 91,3719 8,6281 79,5982 20,4018 87,0578 12,9422 79,2059 20,7941 38,6444 61,3556 80,9235 19,0765
Contoh Perhitungan
Gading-gading posisi 27 (Tipe V bottom) : % Kayu terpakai = (kayu terpakai / kayu awal ) x 100 % = (0,0334/0,0366) x 100 % = 91, 3719 %
% Kayu terbuang = (kayu terbuang / kayu awal ) x 100 % = (0,0032/0,0366) x 100 % = 8,6281 %
Lampiran 8 Persentase tingkat pemanfaatan material kayu
Volume yang diperuntukkan gading-gading (a)
=
1,7370 m³
Volume terpakai (b)
=
1,4856 m³
Volume tidak terpakai (c)
=
0,2514 m³
Berdasarkan nilai a, b, dan c maka dapat diketahui persentase tingkat pemafaatan material kayu sebagai berikut: Pemanfaatan
Nilai (%)
P1
85,53 %
P2
14,47 %
P3
16,91 %
Σ
100 %
Keterangan : a = Volume kayu yang diperuntukkan gading-gading b = Volume kayu terpakai pada pembuatan gading-gading c = Volume kayu tidak terpakai pada pembuatan gading-gading
Contoh Perhitungan
Diket : Vyang diperuntukkan gading-gading (a)
= 1,7370 m³
Vterpakai (b)
= 1,4856 m³
Vtidak terpakai (c)
= 0,2514 m³
Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan kayu yang digunakan, maka digunakan perhitungan: Vterpakai / Vyang diperuntukkan gading-gading (b/a)
= (1,4856/1,7370) m³ = 85,53 %
Vtidak terpakai / Vyang diperuntukkan gading-gading (c/a)
= (0,2514 /1,7370) m³ = 14,47 %
Vtidak terpakai / Vterpakai (c/b)
= (0,2514 /1,4856) m³ = 16,91 %