TINGKAT KEMATANGAN SOSIAL PADA SISWA KELAS XI ANGGOTA KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI SMK NEGERI 1 CANGKRINGAN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Ari Wibowo NIM. 12104241078
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSASN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA MARET 2017 i
ii
iii
iv
Motto "Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua." (Aristoteles) "Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu inspirasi." (Ernest Newman) "Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan; „dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasakan kedukaan‟. Tanpa itu semua kita tidak lebih dari benda. Berbahagialah orang yang mempunyai rasa cinta, yang belum sampai kehilangan benda yang paling bernilai itu. Kalau kita telah kehilangan itu maka absurblah hidup kita” (Soe Hok Gie) “Pejuang yang tangguh adalah mereka yang memiliki rasa cinta yang sangat tinggi, karena cinta adalah sebuah kekuatan yang sangat luar biasa dan mampu mengalahkan apapun yang menghalanginya” (Ari Wibowo)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Penelitian yang saya kerjakan ini adalah sebuah langkah yang sangat berarti dalam hidup saya, sehingga sebagai ucapan scapan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa penelitian ini saya persembahkan untuk: 1.
Keluargaku
2.
Almamater
3.
Agama
4.
Nusa dan Bangsa
vi
TINGKAT KEMATANGAN SOSIAL PADA SISWA KELAS XI ANGGOTA KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI SMK NEGERI 1 CANGKRINGAN, SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh Ari Wibowo NIM. 12104241078 ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kematangan sosial pada siswa kelas XI anggota kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode deskripif kuantitatif dengan jenis penelitian survei. Subjek penelitian adalah 72 siswa kelas XI anggota kegiatan ekstrakurikuler yang diambil dengan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui skala tingkat kematangan sosial. Uji validitas skala dilaksanakan dengan korelasi product moment dan uji reliabilitas skala dilaksanakan dengan rumus Alpha Cronbach. Analisis data menggunakan persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; tingkat kematangan sosial pada siswa kelas XI anggota kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan termasuk dalam kategori tinggi dengan persentase sebesar 78%. Hasil tersebut ditunjang melalui analisis data pada tiap indikator. Indikator bekerja untuk kepentingan kelompok dengan persentase sebesar 82% yang masuk dalam kategori sangat tinggi, indikator optimis dalam hidup dengan persentase sebesar 82% yang masuk dalam kategori tinggi, indikator pandai dalam menggunakan waktu luang dengan persentase sebesar 80% termasuk dalam kategori tinggi, indikator dapat memahami kemampuan diri dengan persentase sebesar 79% termasuk dalam kategori tinggi, indikator mau menerima orang lain dengan persentase sebesar 76% yang masuk dalam kategori tinggi, dan indikator menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri dengan persentase sebesar 73% yang masuk dalam kategori tinggi.
Kata kunci: kematangan sosial, ekstrakurikuler.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat, karunia, kasih sayang dan rahmat yang berlimpah sehingga penulisan proposal penelitian yang berjudul “Tingkat Kematangan Sosial Pada Siswa Kelas XI Anggota Kegiatan Ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan, Sleman ” dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mendukung proses penulisan penelitian ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan penelitian telah membuat kesalahan dan kekhilafan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Oleh karena itu, penulis mohon maaf kepada semua pihak yang membantu pelaksanaan dan penyusunan penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, 26 Januari 2017,
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Hal HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv HALAMAN MOTO ...................................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi ABSTRAK ..................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................. ix DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ................................................................................. 12 C. Pembatasan Masalah ................................................................................ 12 D. Rumusan Masalah .................................................................................... 13 E. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 13 F. Manfaat Penelitian ................................................................................... 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Sosial ................................................................................... 15 a. Pengertian Kematangan Sosial ............................................................... 15 b. Aspek- aspek Kematangan Sosial ........................................................... 16
ix
c. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kematangan Sosial ........................ 19 d. Komponen Kematangan Sosial ................................................................ 21 B. Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Sebagai Remaja ............................. 24 a. Pengertian Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Sebagai Remaja ........... 24 b. Ciri- ciri Perkembangan Remaja .............................................................. 26 c. Tugas Perkembangan Remaja ................................................................. 30 d. Perkembangan Sosial Remaja ................................................................. 32 C. Ekstrakurikuler ........................................................................................ 35 1. Pengertian Ekstrakurikuler ....................................................................... 35 2. Visi dan Misi Kegiatan Ekstrakurikuler .................................................. 36 3. Fungsi dan Tujuan Kegiatan Ekstrakuriuler ........................................... 38 4. Prinsip- prinsip Kegiatan Ekstrakurikuler ................................................ 40 5. Jenis Kegiatan Ekstrakurikuler ............................................................... 42 6. Kegiatan Ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan, Sleman ......... 44 D. Penelitian Terdahulu ................................................................................ 45 E. Kerangka Pikir ......................................................................................... 47 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian .............................................................................. 50 B. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 53 C. Variabel Penelitian ................................................................................... 53 D. Subyek Penelitian ..................................................................................... 54 E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 55 F. Instrumen Penelitian ................................................................................ 56 G. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen .................................................. 59 H. Teknik Analisis Data ................................................................................ 61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ........................................................................................ 63 1. Deskripsi Tempat Penelitian .................................................................... 63 x
2. Deskripsi Subyek Penelitian .................................................................... 63 3. Hasil Ananlisis Skala Tingkat Kematangan Sosial Keseluruhan ............. 63 4. Hasil Analisis Skala Tingkat Kematangan Sosial Pada Masing-Masing Indikator ................................................................................................... 65 B. Pembahasan .............................................................................................. 70 C. Keterbatasan Penelitian ............................................................................ 72 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan .................................................................................................. 73 B. Saran ........................................................................................................ 74 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 75 LAMPIRAN ................................................................................................. 78 Lampiran 1. Skala Kematangan Sosial .......................................................... 79 Lampiran 2. Uji Validitas dan Realibilitas .................................................... 86 Lampiran 3. Surat-Surat Penelitian ................................................................ 87
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jenis Kegiatan Ekstrakurikuler ............................................................ 44 Tabel 2. Data Subyek Penelitian ........................................................................ 54 Tabel 3. Kisi – Kisi Tingkat Kematangan Sosial ............................................... 58 Tabel 4. Pedoman Skor Tingkat Kematangan Sosial ......................................... 58 Tabel 5. Klasifikasi Koefisien Realibilitas ......................................................... 61 Tabel 6. Interval dan Kategori Skor ................................................................... 62 Tabel 7. Persentase Keseluruhan Tingkat Kematangan Sosial .......................... 64 Tabel 8. Hasil Analisis Penelitian Tiap Indikator Secara Umum ...................... 65 Tabel 9. Analisis Indikator Pandai Dalam Menggunakan Waktu Luang ........... 66 Tabel 10. Analisis Indikator Menjadi Pemimpin Bagi Dirinya Sendiri ............. 67 Tabel 11. Analisis Indikator Dapat Memahami Kemampuan Dirinya .............. 68 Tabel 12. Analisis Indikator Optimis Dalam Hidup .......................................... 68 Tabel 13. Analisis Indikator Menerima Orang Lain .......................................... 69 Tabel 14. Analisis Indikator Bekerja Untuk Kepentingan Kelompok ............... 70
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Kematangan Sosial ........................................................... 79 Lampiran 2. Uji Validitas dan Realibilitas ...................................................... 86 Lampiran 3. Surat-Surat Penelitian ................................................................. 87
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan merupakan aspek penting dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang terdapat dalam naskah Undang-Undang Dasar 1945 yaitu, “mencerdaskan kehidupan bangsa". Pendidikan berproses sepanjang hayat yang artinya proses pendidikan bukan hanya berlangsung pada lembaga-lembaga pendidikan formal saja akan tetapi dalam berbagai aspek kehidupan individu akan belajar dari berbagai fenomena kehidupan. Pada dasarnya pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003). Pendidikan memiliki peranan penting dalam mempersiapkan generasi penerus bangsa yang berkualitas sehingga diperlukan strategi yang terencana dengan baik guna mempersiapkan sumberdaya manusia yang mumpuni diberbagai aspek kehidupan. Berkaitan dengan usaha mempersiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas, maka pemerintah Republik Indonesia berupaya semaksimal mungkin guna meningkatkan mutu pendidikan yang ada di Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan dengan diterbitkannya UU No. 2 Tahun 1985 yang berbunyi
1
bahwa
tujuan
pendidikan
yaitu
mencerdaskan
kehidupan
bangsadan
mengembangkan manusia yang seutuhnya yaitu yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan bangsa. Bentuk nyata upaya serius pemerintah Republik Indonesia dalam meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan dikeluarkannya UU No.20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional. Di dalam Bab II pasal 3 UU No.20 Tahun 2003 tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Uraian diatas menunjukkan bahwa masalah pendidikan bukanlah masalah yang tidak penting akan tetapi menjadi persoalan yang vital bagi bangsa Indonesia. Guna mewujudkan tujuan dari pendidikan maka proses pendidikan dapat diperoleh melalui tiga jalur yaitu pendidikan formal, nonformal, dan informal (UU No. 20 tahun 2003 Pasal 13 ayat 1). Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Melalui tiga macam jalur pendidikan tersebut diharapkan tujuan pendidikan nasional dapat diwujudkan sehingga akan tercipta sumber daya 2
manusia yang benar-benar berkualitas serta mumpuni diberbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam penelitian ini difokuskan pada jalur pendidikan formal. Pendidikan formal saat ini dapat ditempuh melalui 3 jenjang. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Bab VI pasal 13). Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas. Lembaga pendidikan formal dalam melaksanakan kegiatan pendidikan tidak terlepas dari tiga bentuk kegiatan belajar mengajar seperti: intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakulrikuler (Saputra, Yudha M, 1998: 4). Kegiatan intrakurikuler dilaksanakan di sekolah yang pengelolaan waktunya telah 3
ditentukan dalam struktur program dan kegiatan ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan minimal yang perlu dicapai dalam masing-masing mata pelajaran. Kegiatan kokurikuler adalah kegiatan diluar jam pelajaran biasa, yang bertujuan agar siswa lebih memperdalam dan lebih menghayati apa yang dipelajari pada kegiatan intrakurikuler. Surat Keputusan Mendikbud Nomor 060/U/1993 dan Surat Keputusan
Mendikbud
Nomor
080/U/1993,
dijelaskan
bahwa
kegiatan
ekstrakurikuler adalah kegiatan yang diselenggarakan di luar jam pelajaran yang tercantum dalam susunan program sesuai dengan keadaan dan kebutuhan sekolah, dan dirancang secara khusus agar sesuai dengan faktor minat dan bakat siswa. Sesuai dengan pengertian di atas maka kegiatan ekstrakurikuler akan mendukung proses pengembangan potensi peserta didik agar lebih optimal dalam berkembang. Kegiatan ekstrakurikuler memiliki fungsi dan tujuan yang ditujukan bagi peserta didik. Fungsi dan tujuan tersebut di jadikan acuan bagi pelaksanaan kegiatan ekstrskulikuler di lingkungan satuan pendidikan formal. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Repuplik Indonesia No. 81A tahun 2013 dijelaskan bahwa kegiatan ekstrakurikuler memiliki fungsi sebagai berikut; 1) Fungsi Pengembangan, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler berfungsi untuk mendukung perkembangan personal peserta didik melalui perluasan minat, pengembangan potensi, dan pemberian kesempatan untuk pembentukan karakter dan pelatihan kepemimpinan, 2) Fungsi Sosial, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggungjawab sosial peserta didik. Kompetensi sosial dikembangkan dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memperluas pengalaman
4
sosial, praktek keterampilan sosial, dan internalisasi nilai moral dan nilai sosial, 3) Fungsi Rekreatif, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dilakukan dalam suasana rileks, menggembirakan, dan menyenangkan sehingga menunjang proses perkembangan peserta didik. Kegiatan ekstrakurikuler harus dapat menjadikan kehidupan atau atmosfer sekolah lebih menantang dan lebih menarik bagi peserta didik, 4) Fungsi Persiapan Karir, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler berfungsi untuk mengembangkan kesiapan karir peserta didik melalui pengembangan kapasitas. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 81A tahun 2013 kegiatan ekstrakurikuler harus dapat meningkatkan kemmpuan
kognitif,
afektif,
dan
psikomotor
peserta
didik.
Kegiatan
ekstrakurikuler harus dapat mengembangkan bakat dan minat peserta didik dalam upaya pembinaan pribadi manuju pembinaan manusia seutuhnya. Kegiatan ekstrakurikuler dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap prestasi belajar peserta didik. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Handoko Cahyandaru tahun 2013 pada siswa kelas XI di MAN Yogyakarta II pengaruh kegiatan ekstrakurikuler terhadap prestasi belajar menunjukkan pengaruh yang positif yaitu 57,9% dan 42,1% merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Hal tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan Jevri Randy Giovani Nusantara tahun 2013 pada kelas XI IS di SMA Negeri 7 Semarang pengaruh kegiatan kegiatan ekstrakurikuler dan perilaku belajar menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi akademik yaitu sebesar 64,80% dan 35,2% dipengaruhi faktor yang lain. Berdasarkan penelitian tersebut menjadikan bukti bahwa pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler menjadi
5
hal yang penting bagi kegiatan akademik dan menjadi hal yang harus diselenggarakan oleh lembaga pendidikan formal/sekolah. Begitu besar pengaruh kegiatan ekstrakurikuler terhadap kegiatan belajar mengajar mendorong peneliti untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler menjadi salah satu hal yang penting untuk diselenggarakan oleh semua lembaga pendidikan formal. Salah satu lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler adalah SMK Negeri 1 Cangkringan, Sleman. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada 15 Februari 2016 di SMK Negeri 1 Cangkringan sebagai salah satu lembaga pendidikan formal bahwa SMK Negeri 1 Cangkringan menyelenggarakan berbagai kegiatan ekstrakurikuler diantaranya; Pramuka, Student Company, Futsal Putri, Taekwondo, Bahasa Jepang, Band, Tenis Meja, Judo, Paduan Suara, Hadroh, Drumband, Bahasa Inggris, Karya Ilmiah Remaja, Badminton, Seni Tari, Mading, PMR, Voli, Teater, dan Futsal Putra. Kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan di SMK Negeri 1 Cangkringan diikuti oleh berbagai macam siswa dari berbagai tingkatan kelas dan jurusan. Studi pendahuluan berikutnya dilaksanakan pada 16 Februari 2016 dan melakukan wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum bahwa dalam mengikuti pendidikan formal atau sekolah ada beberapa hal yang sudah harus dikuasai oleh peserta didik, antara lain adalah kemampuan melaksanakan tugas-tugas yang diberikan pendidik/guru, kesediaan melaksanakan perintah guru, kemandirian, kesediaan menaati peraturan sekolah dan sebagainya. Akan tetapi kenyataannya belum semua siswa memiliki kemampuan tersebut sehingga akan 6
menimbulkan masalah tertentu dalam proses belajar mengajar. Masalah yang sering terjadi antara lain; tidak mau menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru, selalu terlambat mengumpulkan tugas, tidak mau melaksanakan perintah guru, dan sebagainya. Beberapa diantara masalah tersebut terjadi terhadap siswa dengan dalih banyaknya aktivitas di rumah sehingga sekolahnya agak terganggu. Pihak sekolah juga mengakui bahwa aktivitas sosial siswa memang sangat banyak dikarenakan siswa sebagian besar siswa tinggal di lingkungan pedesaan sehingga siswa harus banyak bersosialisasi dengan masyarakat. Sekolah pun aktivitasnya juga tidak kalah padat apalagi aktivitas di luar jam KBM pada kegiatan ekstrakurikuler. Pada kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan dapat diikuti siswa lebih dari satu kegiatan sehingga membuat siswa dituntut untuk bisa membagi waktunya dengan baik terlebih pada siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler lebih dari 1 (satu). Apalagi ketika memasuki tahun ajaran baru siswa kelas XI banyak dilibatkan dalam seleksi anggota baru kegiatan ekstrakurikuler. Untuk siswa XII pada tahun yang sama sudah bukan anggota aktif lagi karena oleh pihak sekolah di fokuskan untuk mengikuti ujian akhir kelulusan sehingga pada tahun ajaran baru siswa kelas XI merupakan anggota aktif sehingga harus memiliki kemampuan membagi waktu dan membagi tugasnya dengan dengan baik. Kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan diikuti oleh siswa dari berbagai jurusan dan tingkatan membuat siswa harus memiliki kemampuan sosial yang baik. Kemampuan sosial yang baik ditunjukkan dengan kemampuan adaptasi yang baik dengan lingkungannya. Kemampuan adaptasi atau penyesuaian
7
diri yang baik dapat dilihat dari 4 (empat) aspek kepribadian yaitu: kematangan emosional, kematangan intelektual, kematangan sosial, dan tanggungjawab (Desmita 2009: 195-196). Berdasarkan hal tersebut maka kematangan sosial merupakan salah satu aspek penting yang harus dimiliki individu untuk dapat melaksanakan aktivitas sosial dengan baik di lingkungan sosialnya. Menurut Daradjat (Furqana, 2004) kematangan sosial sendiri memiliki aspek diantaranya: pandai dalam menggunakan waktu luangnya, menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri, menerima orang lain, bekerja untuk kepentingan kelompok dan bersaing, dapat memahami kemampuan dirinya, dan optimis dalam hidup. Pandai dalam menggunakan waktu luangnya. Waktu luang adalah kesempatan seseorang untuk menemukan jati dirinya dan menumbuhkan bakat-bakat terpendam yang ada padanya, juga merupakan untuk menenangkan diri dan meredakan ketegangan. Menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Orang yang matang dari segi sosial dapat mandiri dan memenuhi keperluannya, mengambil keputusan yang dekat dengan masalah- masalah sederhana dalam persoalan-persoalan penting. Menerima orang lain, diantara ciri-ciri orang yang matang ialah berusaha memuaskan orang lain, karena seseorang mau mencintai orang lain dan tentu tahu bagaimana menjadi teman yang baik. Bekerja untuk kepentingan kelompok dan bersaing. Orang yang matang tahu bagaimana bekerjasama dengan orang lain untuk kepentingan bersama. Seseorang melakukan pekerjaan-pekerjaan dengan rasa senang dan gembira karena mengetahui bahwa sebagian dari suasana kehidupan diwarnai dengan kerjasama dan persaingan. Dapat memahami kemampuan dirinya. Seseorang yang memiliki kematangan sosial mengetahui batas waktu yang
8
tersedia memikirkan tanggung jawab karena mengetahui keterbatasan yang ada pada dirinya. Optimis dalam hidup, seseorang yang matang sosialnya apabila menghadapi kesulitan
maka seseorang tersebut akan mampu melihat dari
berbagai sudut pandang karena dalam dirinya dipenuhi rasa optimis untuk dapat memecahkan kesulitan yang dihadapi. Kematangan sosial merupakan salah satu hal yang penting bagi siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan karena kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan akan mempertemukan siswa dari berbagai jurusan dan kelas yang berbeda sehingga akan berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosialnya. Siswa akan dapat diterima denganbaik dilingkungannya apabila memiliki kematangan sosial yang baik karena salah satu syarat utama agar seseorang dapat diterima di lingkungan sosial adalah kematangan sosial pada diri orang tersebut (Johnson dan Medinus, 1976: 289-290). Begitu pentingnya kematangan sosial bagi siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan sehingga kematangan sosial perlu dikembangkan guna membantu siswa agar lebih optimal dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Kematangan
sosial
perlu
dikembangkan
untuk
siswa
dalam
megembangkan potensi melalui kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan. Kegiatan ekstrakurikuler akan dapat optimal dalam pengembangan potensi peserta didik apabila semua komponen sekolah dapat terlibat didalamnya. Salah satu komponen penting yang terlibat didalam pengembangan potensi peserta didik di SMK Negeri 1 Cangkringan adalah guru bimbingan dan 9
konseling. Guru bimbingan dan konseling dalam melaksanakan layanan bimbingan dan konseling tidak terlepas dari 4 fungsi pokok layanan yaitu fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi pengentasan, fungsi pemeliharaan dan pengembangan (Priyatno dan Erman Anti, 1994: 199 ). Fungsi pokok layanan tersebut akan saling berkaitan satu sama lain guna menunjang pengembangan potensi peserta didik agar dapat berkembang dengan optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki. Pengembangan potensi peserta didik melalui kegiatan ekstrakurikuler memang harus dioptimalkan salah satunya dengan layanan bimbingan dan konseling. Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMK Negeri 1 Cangkringan terhadap siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler masih belum optimal. Menurut hasil wawancara kepada salah satu guru bimbingan dan konseling pada tanggal 17 Februari 2016 pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling belum dapat optimal dikarenakan terbatasnya data-data yang dapat digunakan sebagai acuan dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling. Terlebih guru bimbingan dan konseling sering mendapatkan keluhan siswa terkait bagaimana membagi waktu dengan banyaknya tugas dan aktivitas sosial siswa. Tugas tersebut berupa tugas pribadi, tugas mata pelajaran, dan tugas-tugas lain seperti karang taruna, kegiatan komunitas, dan kegiatan ekstrakurikuler. Kematangan sosial adalah kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial (Hurlock, 1978: 250). Kematangan sosial ini merupakan hal yang penting bagi perkembangan seseorang karena dapat menjadi tolok ukur apakah perkembangan seseorang sudah sesuai dengan standar kemampuan sebayanya 10
atau tidak. Hurlock (1978: 41), menyatakan bahwa bila seseorang tidak berperilaku sesuai dengan tuntutan sosialnya, maka berarti orang tersebut mengalami kegagalan dalam melakukan tugas-tugas yang sesuai dengan usianya. Hal ini dapat menyebabkan antara lain timbulnya rendah diri yang juga menimbulkan perasaan tidak bahagia, ketidaksetujuan sosial yang sering diikuti dengan penolakan sosial misal anak dianggap tidak matang atau kekanakkanakan, serta menyulitkan penguasaan tugas perkembangan yang baru. Tingkat kematangan sosial merupakan salah satu komponen penting yang harus dimiliki individu tidak terkecuali siswa mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Kemampuan sosial yang baik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat kematangan yang baik akan membantu individu untuk dapat berkembang dengan optimal sesuai potensi yang dimiliki setiap individu. Dengan mengetahui tingkat kematangan sosial yang dimiliki individu maka proses pemberian bantuan layanan bimbingan dan konseling dalam kegiatan ekstrakurikuler kemungkinan akan dapat direncanakan dengan baik karena mempunyai dasar yang kuat untuk memberikan proses bantuan layanan bimbingan dan konseling. Terlebih dalam penelitian ini anggota aktif kegiatan ekstrakurikuler diprioritaskan pada kelas XI dikarenakan kelas XI sudah cukup banyak terjun dalam kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan dibandingkan dengan kelas X yang masih baru mengenal kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan. Berdasarkan pemikiran tersebut maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang: Tingkat Kematangan Sosial Pada Siswa Kelas XI Anggota Kegiatan Ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
11
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka identifikasi masalah yang dikemukakan peneliti adalah sebagai berikut: 1. Aktivitas sosial pada siswa yang cukup padat sering mengakibatkan permasalahan antara lain: tidak mau menyelesaikan tugas yang diberikan guru, selalu terlambat mengumpulkan tugas, tidak mau melaksanakan perintah guru, dan sebagainya. 2. Siswa kelas XI lebih banyak dilibatkan pada kegiatan ekstrakurikuler sehingga siswa kurang memiliki kemampuan penyesuaian diri yang baik 3. Keterbatasan data-data kematangan sosial sehingga dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling belum berjalan dengan optimal. 4. Tingkat kematangan sosial siswa belum terukur pada kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan khususnya pada kelas XI.
C. Pembatasan Masalah Pembatasan
masalah
dimaksudkan
untuk
lebih
memfokuskan
pada
permasalahan yang akan dibahas untuk optimalisasi penelitian yang dilakukan. Adapun yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah: tingkat kematangan sosial siswa kelas XI belum terukur pada kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan.
12
D. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah yang terdapat pada penelitian ini adalah bagaimana tingkat kematangan sosial pada siswa kelas XI anggota kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan, Sleman?
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat kematangan sosial pada siswa kelas XI anggota kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan, Sleman.
F. Manfaat Penelitian Dari proses penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi teoritis sebagai kajian ilmu pengetahuan sehingga akan berkembang lanjutan penelitian-penelitian tentang upaya meningkatkan kematangan sosial dalam kegiatan ekstrakurikuler. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Kepala Sekolah Memberikan gambaran kondisi kematangan sosial siswa pada kelas XI anggota kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam perencanaan program ekstrakurikuler agar seimbang dengan kegiatan intrakurikuler dan ko kurikuer. 13
b. Bagi Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Memberikan informasi tentang kondisi kematangan sosial pada siswa kelas XI anggota kegiatan ekstrakurikuler sehingga guru bimbingan dan konseling di sekolah dapat merencanakan layanan bimbingan dan konseling pada kegiatan ekstrakurikuler agar siswa dapat optimal mengikuti berbagai aktivitas di sekolah.
14
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kematangan Sosial 1. Pengertian Kematangan Sosial Kematangan sosial merupakan hal yang penting bagi individu untuk berinteraksi
dengan
lingkungannya.
Beberapa
ahli
mendefinisikan
kematangan sosial dalam beberapa definisi. Chaplin (2000) mengartikan kematangan (maturation) sebagai: (1) perkembangan, proses pencapai kemasakan atau usia masak, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal dari keturunan, atau merupakan tingkah laku khusus spesies (jenis, rumpun). Chaplin (2000) juga mendefinisikan kematangan sosial merupakan suatu perkembangan ketrampilan dan kebiasaan-kebiasaan individu yang menjadi ciri khas kelompoknya. Menurut Desmita (2009: 7) kematangan adalah suatu potensi yang dibawa individu sejak lahir, timbul dan bersatu dengan pembawaannya serta turut mengatur pola perkembangan tingkah laku individu. Meskipun demikian, kematangan tidak dapat dikategorikan sebagai faktor keturunan atau pembawa karena kematangan ini merupakan suatu sifat tersendiri yang umum dimiliki oleh setiap individu dalam bentuk dan masa tertentu. Sementara Doll (Firin, dkk, 1994) mendefinisikan kematangan sosial sebagai kinerja yang menunjukkan perkembangan kemampuan dalam memelihara diri sendiri dan kemampuan berpartisipasi dalam aktivitasaktivitas yang mendukung tercapainya kemandirian sebagai orang dewasa 15
kelak. Selanjutnya ditambahkan bahwa kematangan sosial adalah hal yang berkaitan dengan kesiapan remaja untuk terjun dalam kehidupan sosial dengan orang lain yang bisa diamati dalam bentuk-bentuk keterampilan yang dikuasai dan dikembangkan, sehingga akan membantu kemandirian sosialnya kelak. Menurut Indriana (2008) menjelaskan bahwa kematangan sosial dapat didefinisikan sebagai proses perkembangan pada saat anak mencapai kemampun untuk hidup bermasyarakat yang arahnya ditentukan oleh tuntunan sosial dalam keluarga. Doll (Firin, dkk, 1994) mengatakan kematangan sosial akan didapatkan melalui kinerja yang menunjukkan perkembangan kemampuan dalam memelihara diri sendiri dan kemampuan berpartisipasi
dalam
kemandirian
sebagai
aktivitas-aktivitas orang
dewasa
yang dalam
mendukung menolong
tercapainya diri
sendiri,
mengarahkan diri sendiri, melakukan aktivitas atau gerak, melakukan pekerjaan, bersosialisasi dan berkomunikasi dengan orang lain. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kematangan sosial adalah kemampuan individu untuk memelihara diri dan berinteraksi dengan lingkungan sosial dalam menjalankan status dan peranannya dalam lingkungan sosial tersebut. Kemampuan tersebut dijalankan dengan kesadaran dan disesuaikan dengan tugas perkembangannya.
2. Aspek-aspek Kematangan Sosial Kematangan sosial memiliki beberapa aspek penting yang akan dibahas dalam penelitian ini. Menurut Doll (Firin, dkk, 1994) ada beberapa aspek 16
yang terkandung dalam kematangan sosial dan aspek-aspek tersebut harus dilihat dalam mengukur kematangan sosial, aspek tersebut adalah : 1) Self help, kemampuan untuk menolong diri sendiri. Kemampuan ini meliputi kemampuan mengurus diri sendiri dan melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Dengan kata lain dapat melakukan sesuatu secara mandiri. 2) Self direction, kemampuan untuk mengarahkan diri termasuk menjaga diri dan merawat barang yang diberikan padanya. Kemampuan ini meliputi kemampuan dalam mengatur diri sendiri, dapat dipercaya dalam memegang uang, berbelanja dan mampu untuk memperhatikan diri sendiri dan orang lain. 3) Locomotion, kemampuan dan keberanian untuk bergerak. Kemampuan ini meliputi kemampuan seseorang dalam beraktivitas dan melakukan kegiatan dengan tanggung jawab yang penuh. 4) Occupation, yaitu kemampuan untuk mengerjakan tugas yang telah diberikan yang telah diikuti dengan adanya peningkatan proses belajar, seperti mampu melakukan pekerjaan atau tugas-tugas rumah tangga dan mampu menggunakan alat-alat perlengkapan kegiatan. 5) Communication, yaitu kemampuan untuk dapat berkomunikasi dengan orang
lain.
Kemampuan
ini
terdiri
dari
kemampuan
untuk
mengungkapkan dan menerima apa yang dipikirkan, diinginkan, dan apa yang dirasakan oleh seseorang. Misalnya dalam mengungkapkan gagasan dan berinisiatif
17
6) Social-relation, yaitu kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Kemampuan ini meliputi kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Seperti aktif dalam kegiatan di lingkungan keluarga, teman, maupun masyarakat. Menurut Daradjat (Furqana, 2002) bahwa ciri- ciri yang dimiliki oleh seseoarng yang matang dalam segi sosial dapat dilihat melalui enam aspek. Aspek- aspek tersebut adalah: a) Pandai dalam menggunakan waktu luangnya. Waktu luang adalah kesempatan seseorang untuk menemukan jati dirinya dan menumbuhkan bakat- bakat terpendam yang ada padanya, juga merupakan untuk menenangkan diri dan meredakan ketegangan. b) Menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Orang yang matang dari segi sosial dapat mandiri dan memenuhi keperluannya, mengambil keputusan yang dekat dengan masalah-masalah sederhana dalam persoalan- persoalan penting. c) Menerima orang lain. Diantara ciri-ciri orang yang matang ialah berusaha memuaskan orang lain, karena seseorang mau mencintai orang lain dan tentu tahu bagaimana menjadi teman yang baik. d) Bekerja untuk kepentingan kelompok dan bersaing. Orang yang matang tahu bagaimana bekerjasama dengan orang lain untuk kepentingan bersama. Seseorang melakukan pekerjaan-pekerjaan dengan rasa senang dan gembira karena mengetahui bahwa sebagian dari suasana kehidupan diwarnai dengan kerjasama dan persaingan.
18
e) Dapat memahami kemampuan dirinya. Seseorang yang memiliki kematangan sosial mengetahui batas waktu yang tersedia memikirkan tanggung jawab karena mengetahui keterbatasan yang ada pada dirinya. f) Optimis dalam hidup. Seseorang yang matang sosialnya apabila menghadapi kesulitan maka seseorang tersebut akan mampu melihat dari berbagai sudut pandang karena dalam dirinya dipenuhi rasa optimis untuk dapat memecahkan kesulitan yang dihadapi. Berdasarkan pendapat para ahli diatas peneliti menyimpulkan bahwa kematangan sosial memiliki beberapa aspek yang harus dipenuhi untuk mendapatkan tingkat kematangan sosial yang baik. Aspek yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah aspek yang dikemukakan oleh Daradjat (Furqana, 2004) yaitu: pandai dalam menggunakan waktu luangnya, menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri, menerima orang lain, bekerja untuk kepentingan kelompok dan bersaing, dapat memahami kemampuan dirinya, dan optimis dalam hidup.
3. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Sosial Kondisi dan tingkat kematangan sosial seseorang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berdasarkan hal tersebut Firin, dkk (1994) menyatakan bahwa ada tiga hal yang mempengaruhi kematangan sosial seorang remaja, yaitu :
19
a) Cara pengasuhan Cara
pengasuhan
yang
bisa
memberikan
kesempatan
berkembangsecara optimal adalah cara pengasuhan dalam suasana demokratis. Pola pengasuhan yang seperti ini remaja akan memperoleh kesempatan belajar, mampu mandiri dan memperoleh rasa aman yang kuat. b) Keadaan keluarga Keadaan keluarga, terutama status sosial ekonomi akan berimplikasi langsung kepada status gizi dan kesehatan remaja. Dengan demikian akan berdampak pada kondisi kematangan sosial seseorang. c) Jenis kelamin Didapati bahwa pada remaja laki-laki dan remaja perempuan terdapat perbedaan dalam perkembangannya. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri bahwa remaja laki- laki dan remaja perempuan akan mengalami perbedaan dalam hal pola pengembangan atau kecepatan perkembangan kemasakan sosialnya. Selain itu menurut Hurlock (Indriana, 2008), beberapa faktor yang mempengaruhi kematangan sosial adalah sebagai berikut : a) Emosi Emosi remaja memberikan dampak pada pengubahan perilaku remaja agar dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan sehingga remaja dapat
diterima
oleh
lingkungan
sosialnya.
Anak
yang
mampu
mengendalikan emosinya cenderung memiliki kematangan sosial yang tinggi pula. 20
b) Intelegensi Intelegensi merupakan tingkat kemampuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang akan datang. Semakin tinggi intelegensi seseorang, maka semakin tinggi kematangan sosialnya. c) Budaya Tatanan budaya yang berlaku memberi nilai-nilai yang dapat membantu remaja tumbuh dan berkembang sehingga berpengaruh terhadap kematangan sosial remaja. Remaja akan matang secara sosial apabila remaja mampu menyesuaikan diri secara normatif di lingkungan sosialnya. d) Jenis kelamin Dimana laki-laki cenderung mempunyai kematangan sosial yang lebih tinggi dibanding dengan perempuan. Kondisi
dan
tingkat
kematangan
sosial
individu
berbeda-beda
dikarenakan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas peneliti menyimpulkan bahwa kematangan sosial dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya; cara pengasuhan orang tua, keadaan keluarga, jenis kelamin, emosi, intelegensi, dan budaya. 4.
Komponen Kematangan Sosial Menurut Hikmawati (2006) komponen yang mendukung kematangan
sosial remaja adalah:
21
a.
Penyesuaian Sosial Scott and Scott (Hikmawati, 2006)) mengemukakan penyesuaian sosial
ditentukan melalui 3 (tiga) faktor yaitu keluarga, teman, dan sekolah. Penyesuaian melibatkan pola-pola hubungan integral sebagai berikut: 1) Penyesuaian diri terhadap keluarga. Penyesuaian diri yang baik di dalam keluarga dicirikan dengan adanya hubungan yang sehat antara keluarga, penerimaan terhadap otoritas orang tua, kemampuan untuk mengambil tanggung jawab dan penerimaan terhadap pembatasan atau larangan, dan adanya usaha untuk membantu keluarganya, baik secara individual maupun kelompok. 2) Penyesuaian diri terhadap kelompok. Penyesuaian diri terhadap kelompok sebaya adalah penyesuaian diri yang dilakukan sesuai tuntutan kelompok, dengan tujuan agar dapat survive dalam kelompok tersebut. 3) Penyesuaian diri terhadap sekolah. Menurut Fuligni, Barber, and Chrents (Hikmawati, 2006) penyesuaian diri terhadap sekolah yang baik adalah penyesuaian diri yang disesuaikan dengan adanya hal-hal seperti: perhatian, penerimaan, minat, dan partisipasi terhadap fungsi dan aktivitas sekolah, hubungan yang baik antara teman sekolah, guru, konselor, bantuan sekolah untuk merealisasikan tujuan intrinsik dan ekstrinsik misalnya dengan pencapaian prestasi akademik yang baik. Remaja yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya akan menjadi remaja yang gembira, semangat, sehat, termotivasi, dan percaya diri. Remaja yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya
22
akan terlihat tidak bahagia, minder, kurang percaya diri, dan anti sosial. Kunci dari keberhasilan penyesuaian diri remaja adalah dapat memenuhi dorongan baik di dalam dirinya maupun di luar dirinya, dengan tanpa merugikan orang lain (Hikmawati, 2006). b. Keterampilan Sosial Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja yang ada pada fase perkembangan remaja madya dan remaja akhir adalah social skill (keterampilan sosial) agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kehidupannya. Keterampilan sosial yang diperoleh individu berdasarkan pada proses belajar kadang-kadang berhasil dipelajari dengan dengan baik, tetapi ada kalanya gagal dipelajari sehingga menyebabkan individu yang bersangkutan kurang bahkan tidak memiliki keterampilan sosial (Hikmawati, 2006) c. Kompetensi Sosial Kompetensi sosial menurut Welsh and Bierman (Hikmawati, 2006) adalah kemampuan sosial, emosi, dan kognitif dari perilaku yang diperlukan untuk beradaptasi dengan lingkungan dan dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama diantaranya kemampuan sosial, kesadaran sosial, dan percaya diri. d. Sosialisasi Hektner, Bart, Elbedour (Hikmawati, 2006)) mengemukakan sosialisasi sebagai proses belajar yang membimbing remaja kearah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat
yang
bertanggungjawab dan efektif dalam lingkungan dimanapun remaja itu berada. Sosialisasi yang baik pada remaja akan menimbulkan sebuah pemahaman atas
23
lingkungan
sosial
sehingga
remaja
akan
memahami
tugas
dan
tanggungjawabnya dalam lingkungan sosialnya tersebut.
B. Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Sebagai Remaja 1. Pengertian Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Siswa merupakan sebutan untuk anak didik atau peserta didik pada jenjang pendidikan formal atau sekolah dasar dan juga menengah. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pendidikan (Dwi Siswoyo, dkk, 2007: 96). Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Sekolah Menengah Kejuruan adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs (UU tentang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003). Menurut UU tentang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 tujuan Sekolah Menengah Kejuruan atau yang lebih dikenal pendidikan menengah kejuruan terbagi kedalam tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum pendidikan menengah kejuruan adalah: (a) meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi warga Negara yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan
24
bertanggung jawab; (c) mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki wawasan kebangsaan, memahami dan menghargai keaneragaman budaya bangsa indonesia; dan (d) mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kepedulian terhadap lingkungan hidup dengan secara aktif turut memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, serta memanfaatkan sumber daya alam dengan efisien. Tujuan khusus pendidikan menengah kejuruan adalah sebagai berikut: (a) menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan kompetensi dalam program keahlian yang dipilihnya; (b) menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam berkompetensi, beradaptasi dilingkungan kerja dan mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminatinya; (c) membekali peserta didik
dengan
ilmu
pengetahuan,
teknologi,
dan
seni
agar
mampu
mengembangkan diri dikemudian hari baik secara mandiri maupun melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi; dan (d) membekali peserta didik dengan kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan program keahlian yang dipilih. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas peneliti menyimpulkan bahwa siswa SMK adalah peserta didik di lingkungan satuan pendidikan formal menengah kejuruan sebagai kelanjutan dari pendidikan dasar, SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat. Adapun hasil yang diharapkan lulusan SMK mampu menjadi tenaga kerja yang siap dibutuhkan untuk memenuhi pasar tenaga kerja.
25
2. Ciri- Ciri Perkembangan Remaja Berdasarkan aturan bersama antara Menteri Pendidikan dan Menteri Agama nomor 04/VI/PB/2011 dan nomor Ma/111/2011 pasal 6 dijelaskan bahwa persyaratan batas usia paling tinggi untuk calon peserta didik baru SMP/MTs kelas VII adalah 18 tahun pada awal tahun pelajaran baru. Pada pasal 7 dijelaskan bahwa persyaratan batas usia paling tinggi untuk calon peserta didik baru SMA/MA/SMK/MAK kelas X adalah 21 tahun pada awal tahun pelajaran baru. Menurut Agus Sujanto (1996: 1) masa remaja/pubertas/adolescense memiliki rentan usia 13-18 tahun bagi anak putri dan sampai umur 22 tahun bagi anak putra. Winarno Surachmad (1977: 41-44) menyatakan usia 12-22 tahun adalah masa yang mencangkup sebagian terbesar perkembangan adolescense. Pendapat lain dikemukakan Singgih Gunarsa (1981: 15-16) menyatakan bahwa usia remaja antara 12-22 tahun. Berdasarkan hal tersebut maka anak SMK berdasarkan usia termasuk kedalam kategori usia remaja. Istilah remaja diterjemahkan dari kata berbahasa Inggris adolescense atau adolecere (dalam bahasa latin) yang berarti tumbuh atau tumbuh untuk masak, menjadi dewasa. Chaplin (2000) menyebut adolescense yang berarti adolesensi, masa remaja, keremajaan; periode antara pubertas dan kedewasaan. Istilah lain pubertas berasal dari kata pubes (dalam bahasa latin) yang berarti rambut kelamin, yaitu merupakan tanda kelamin sekunder yang menekankan pada perkembangan seksual ( Rita Eka Izzaty, dkk, 2008: 123 ).
26
Masa remaja disebut juga sebagai masa-penghubung atau masa peralihan antara masa kanak- kanak dengan masa dewasa (Kartini Kartono, 2007: 148). Hal tersebut mengakibatkan banyak sekali problem ataupun masalah yang timbul dari masa peralihan tersebut akibat perpindahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Menurut Hurlock (1980: 207-209) masa remaja memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) Masa remaja sebagai periode penting. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja. Semua perkembangan itu memerlukan penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru. b) Masa remaja sebagai periode peralihan. Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan lebih- lebih sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ketahap berikutnya. Dalam setiap periode peralihan status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Masa remaja merupakan peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, sehingga mereka harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanakkanakandan juga harus mempelajari
pola perilaku dan sikap baru untuk
menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan. c) Masa remaja sebagai periode perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja antara lain adalah meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik
27
dan psikologisnya, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial, berubahnya minat dan pola perilaku serta adanya sikap ambivalen terhadap setiap perubahan. d) Masa remaja sebagai masa mencari identitas. Pada masa ini remaja mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas dengan menjadi sama dengan teman-teman sehingga cenderung menimbulkan suatu dilema yang menyebabkan krisis identitas. Pada masa ini remaja berusaha untuk menunjukkan siapa dirinya dan peranannya dalam kehidupan sosial dan masyarakat. e) Usia bermasalah. Pada masa remaja penyelesaian masalah sudah tidak lagi dibantu oleh orang tua dan gurunya. Masalah yang dihadapi remaja akan diselesaikan secara mandiri. Mereka enggan menerima bantuan dari orang tua dan gurunya lagi. Akan tetapi mereka merasa kesulitan menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi karena minimnya pengalaman dan pengetahuan. f) Masa remaja sebagai usia yang meimbulkan ketakutan. Anggapan stereotip budaya bahwa remaja bahwa remaja adalah anakanak yang tidak rapih, tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak. Timbulnya pandangan negatif terhadap remaja akan meimbulkan stereotip yang mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya. Hal tersebut menjadikan remaja sulit untuk melakukan peralihan menuju masa dewasa.
28
g) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Pada masa ini remaja cenderung memandang dirinya dan orang lain sebagaimana yang diinginkan atau yang diharapkan bukan apa adanya, lebih lebih cita-citanya. Hal tersebut memicu emosinya meninggi dan apabila keinginannya tidak tercapai akan mudah marah sehingga bisa dikatakan eemosinya tidaklah stabil. Semakin bertambahnya pengalaman pribadi dan sosialnya serta kemampuan berfikir secara rasional remaja dalam memandang diri dan orang lain, maka akan semakin realistik. h) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Pada masa menginjak dewasa maka remaja mulai berperilaku sebagai status orang dewasa seperti cara berpakaian, merokok, menggunakan obatobatan yang dapat memberikan seperti citra yang diinginkan. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa SMK merupakan individu yang tergolong dalam masa remaja sehingga dalam perkembangannya ciri utama seseorang yang ada pada masa remaja adalah terjadi perubahan yang signifikan baik perubahan fisik maupun psikis yang dulunya kekanak- kanakan berubah menuju dewasa. Pada ciri-ciri yang lain adalah masa remaja sebagai periode penting, masa remaja sebagai periode peralihan, masa remaja sebagai periode perubahan, masa remaja sebagai masa mencari identitas, masa remaja sebagai usia bermasalah, masa remaja sebagai usia yang meimbulkan ketakutan, masa remaja sebagai masa yang tidak realistik, dan masa remaja sebagai ambang masa dewasa.
29
3. Tugas Perkembangan Remaja Siswa SMK sebagai seorang remaja memiliki tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Tugas perkembangan seorang remaja menurut Hurlock (Mohammad Ali & Mohammad Asrori, 2006: 10) adalah sebagai berikut: a) Mampu menerima keadaan fisiknya. b) Mampu menerima dan memahamai peran seks usia dewasa. c) Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis. d) Mencapai kemandirian emosional. e) Mencapai kemandirian ekonomi. f) Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat. g) Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua. h) Mengembangkan perilaku tanggungjawab sosial yang diperlukan untuk memasuki usia dewasa. i) Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan. j) Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggungjawab kehidupan keluarga. Menurut William Kay (Syamsu Yusuf. LN, 2006: 72) tugas perkembangan pada remaja itu sendiri adalah sebagai berikut: a) Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya. b) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur- figur yang mempunyai otoritas.
30
c) Mengembangkan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok. d) Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya. e) Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri. f) Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala nilai, pinsip- prinsip atau falsafah hidup (Weltanschauung). g) Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku) kekanakkanakan. Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilakupada seseorang (Rita Eka Izzati,dkk, 2008: 126). Akibatnya hanya sedikit seorang laki- laki dan seorang perempuan yang diharapkan untuk menguasai tugas- tugas tersebut selama awal masa remaja apalagi mereka yang matangnya terlambat sehingga tidak sedikit seorang remaja mampu melaksanakan tugas perkembangannya dengan baik. Tugas perkembangan harus dilakukan bukan tanpa alasan. Adapun tujuan tugas perkembangan menurut Pilkunas (Yudrik Jahja, 2013: 238) adalah sebagai berikut: a) Kematangan emosional b) Pemantapan minat- minat heteroseksual. c) Kematangan sosial. d) Emansipasi dari kontrol keluarga. e) Kematangan intelektual. 31
f) Memilih pekerjaan. g) Menggunakan waktu senggang secara tepat. h) Memiliki filasafat hidup. i) Identifikasi diri. Berdasarkan pendapat diatas secara umum dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan siswa SMK sebagai seorang remaja antara lain mampu menerima dan memahami keadaan dirinya sendiri, mampu membina hubungan yang baik dengan lingkungan sosialnya, mampu untuk hidup secara mandiri, bertanggungjawab dengan lingkungan sosialnya, dan mempersiapkan diri untuk memasuki usia pernikahan. Adapun tugas perkembangan siswa SMK/remaja memiliki tujuan yaitu kematangan emosional, pemantapan nilai- nilai heteroseksual, kematangan sosial, emansipasi dari kontrol keluarga, kematangan intelektual, memilih pekerjaan, menggunakan waktu senggang secara tepat, memiliki filsafat hidup, dan menemukan identitas diri. Tugas perkembangan ini menuntut perubahan besar pada diri seorang siswa SMK/remaja sehingga beberapa diantaranya akan dapat melaksanakan tugas perkembangan ini dengan baik dan beberapa diantaranya lagi tidak dapat melaksanakan keseluruhan tugas perkembangan ini dengan baik. 4. Perkembangan Sosial Remaja Pada usia remaja pergaulan dan interaksi sosial bertambah luas dan lebih kompleks dibandingkan periode-periode sebelumnya. Keberhasilan dalam pergaulan sosial akan menambah rasa percaya diri remaja dan apabila ditolak oleh kelompok sosialnya maka hal tersebut merupakan sebuah permasalahan
32
yang berat yang harus diterima bagi seorang remaja. Oleh karena itu seorang remaja akan selalu berusaha untuk diterima oleh kelompoknya. Penerimaan sosial dalam remaja sangat tergantung pada: 1) kesan pertama, 2) penampilan yang menarik, 3) partisipasi sosial, 4) perasaan humor yang dimiliki, 5) keterampilan bicara, dan 6) kecerdasan (Hurlock, 1990: 138). Dalam kelompok remaja akan ada sebuah aturan atau nilai- nilai yang digunakan sebagai dasar penerimaan dalam sebuah kelompok. Menurut Hurlock (1990: 142) faktor- faktor yang mempengaruhi penerimaan sosial remaja adalah: a) Kesan pertama yang menyenangkan sebagai akibat dari penampilan yang menarik perhatian, sikap yang tenang, dan gembira. b) Memiliki reputasi sebagai orang yang sportif dan menyenangkan. c) Penampilan diri yang sesuai dengan teman- temannnya. d) Perilaku sosial yang ditandai oleh kerjasama, tanggungjawab, panjang akal, kesenangan bersama orang lain, bijaksana serta perilaku sopan. e) Matang, terutama dalam hal pengendalian emosi serta kemauan untuk mengikuti aturan kelompok. f) Memiliki sifat kepribadian yang menimbulkan penyesuaian sosial yang baikseperti sifat- sifat jujur, setia, tidak mementingkan diri sendiri, dan terbuka. g) Status sosial ekonomi yang sama atau sedikit diatas anggota-anggota lainnya dalam kelompoknya dan hubungan yang baik dengan anggota- anggota keluarga.
33
h) Tempat tinggal yang dekat dengan kelompok sehingga mempermudah hubungan dan partisipasi dalam berbagai kegiatan kelompok. Sebagai seorang remaja kemampuan individu dalam melakukan hubungan sosial dan agar dengan mudah diterima dalam sebuah kelompok seorang remaja harus mempunyai sikap penyesuaian diri yang baik dengan lingkungannya. Menurut Desmita (2009: 49) secara garis besar penyesuaian diri yang sehat dapat dilihat dari empat aspek kepribadian yaitu: 1) kematangan emosional, 2) kematangan intelektual, 3) kematangan sosial, dan 4) tanggungjawab. Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan perkembangan sosial siswa SMK sebagai seorang remaja bahwa interaksi sosial remaja akan terus bertambah luas dan lebih kompleks dari masa- masa perkembangan
sebelumnya.
Seorang
remaja
dikatakan
berhasil
dalam
perkembangan sosial apabila seorang remaja mampu diterima dalam lingkungan kelompoknya. Penerimaan lingkungan sosial pada seorang remaja ditentukan sejauh mana seorang remaja mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Beberapa faktor yang memperngaruhi penerimaan sosial remaja antara lain: kesan pertama yang menyenangkan, memiliki reputasi sebagai orang yang sportif dan menyenangkan, penampilan diri yang sesuai dengan temantemannnya, perilaku sosial yang sesuai, matang dalam hal emosi dan tanggungjawab, memiliki sifat kepribadian yang menimbulkan penyesuaian sosial yang baik, status sosial ekonomi yang relatif sama, dan tempat tinggal yang dekat dengan lingkungan sosial/kelompok. Adapun secara garis besar
34
penyesuaian diri yang sehat dapat dilihat dari empat aspek kepribadian yaitu; kematangan emosional, kematangan intelektual, kematangan sosial, dan tanggungjawab.
C. Ekstrakurikuler 1. Pengertian Kegiatan Ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang dapat dijadikan sebagai wadah bagi siswa untuk mengembangkan bakat dan potensinya masingmasing. Kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti dan dilaksanakan oleh siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah, bertujuan agar siswa dapat mengembangkan potensi, minat dan bakat yang dimiliki. Pengertian ekstrakurikuler menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A tahun 2013 yaitu kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam belajar kurikulum standar sebagai perluasan dari kegiatan kurikulum dan
dilakukan
di
bawah
bimbingan
sekolah
dengan
tujuan
untuk
mengembangkan kepribadian, bakat, minat, dan kemampuan peserta didik yang lebih luas atau di luar minat yang dikembangkan oleh kurikulum. Berdasarkan definisi tersebut, maka kegiatan di sekolah atau pun di luar sekolah yang terkait dengan tugas belajar suatu mata pelajaran bukanlah kegiatan ekstrakurikuler. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2002: 291) yaitu: ”suatu kegiatan yang berada di luar program yang tertulis di dalam kurikulum seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan siswa”. Kegiatan ekstrakurikuler sendiri dilaksanakan diluar jam pelajaran wajib. Kegiatan ini memberi keleluasaan
35
waktu dan memberikan kebebasan pada siswa terutama dalam menentukan jenis kegiatan yang sesuai dengan bakat serta minat mereka. Rohinah M. Noor, MA. (2012: 75) menjelaskan bahwa ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah. Kegiatan ekstrakurikuler dalam kurikulum 2013 berdasarkan kaitan kegiatan tersebut dengan kurikulum, yakni kegiatan ekstrakurikuler wajib dan kegiatan ekstrakurikulum pilihan. Ekstrakurikuler wajib merupakan program ekstrakurikuler yang harus diikuti oleh seluruh peserta didik, terkecuali peserta didik dengan kondisi tertentu yang tidak memungkinkannya untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Ekstrakurikuler pilihan merupakan kegiatan yang antara lain OSIS, UKS, dan PMR. Selain itu, kegiatan ekstrakurikuler pilihan ini dapat juga dalam bentuk antara lain kelompok atau klub yang kegiatan ekstrakurikulernya dikembangkan atau berkenaan dengan konten suatu mata pelajaran, misalnya klub olahraga seperti klub sepak bola atau klub bola voli. Sehubungan dengan penjelasan tersebut, dapat peneliti kemukakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan diluar jam pelajaran efektif sebagai perluasan dari kegiatan pendidikan yang diatur oleh kurikulum dan disesuaikan sesuai dengan kebutuhan tiap-tiap penyelenggra kegiatan ekstrakurikuler yang bertujuan mengembangkan kepribadian, bakat, 36
minat serta kemampuan peserta didik dibidang lain diluar mata pelajaran. Kegiatan ekstrakurikuler berdasarkan kaitannya dengan kurikulum terbagi atas kegiatan ekstrakurikuler wajib dan ekstrakrikuler pilihan.
2. Visi dan Misi Kegiatan Ekstrakurikuler Visi dan Misi merupakan salah satu unsur kelengkapan yang harus ada dalam sebuah organisasi. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 81A tahun 2013 menyatakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler memiliki visi dan misi sebagai berikut: a) Visi Visi kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan adalah berkembangnya potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, dan kemandirian peserta didik secara optimal melalui kegiatan-kegiatan di luar kegiatan intrakurikuler. b) Misi Misi kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan adalah sebagai berikut: a) Menyediakan sejumlah kegiatan yang dapat dipilih dan diikuti sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat peserta didik. b) Menyelenggarakan sejumlah kegiatan yang memberikan kesempatan kepada
peserta
didik
untuk
dapat
mengekspresikan
dan
mengaktualisasikan diri secara optimal melalui kegiatan mandiri dan atau berkelompok. Berdasarkan uraian diatas maka visi pada kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan adalah berkembangnya potensi, bakat, minat, kemampuan,
37
kepribadian, dan kemandirian peserta didik secara optimal melalui kegiatankegiatan di luar kegiatan intrakurikuler. Misi kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan adalah menyediakan sejumlah kegiatan yang dapat dipilih dan diikuti sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat peserta didik serta menyelenggarakan sejumlah kegiatan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat mengekspresikan dan mengaktualisasikan diri secara optimal melalui kegiatan mandiri dan atau berkelompok.
3. Fungsi dan Tujuan Kegiatan Ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler memiliki fungsi dan tujuan yang ditujukan bagi peserta didik. Fungsi dan tujuan tersebut dijadikan acuan bagi pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler di lingkungan satuan pendidikan formal. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 81A tahun 2013 dijelaskan bahwa kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan bahwa kegiatan ekstrakurikuler memiliki fungsi sebagai berikut: a) Fungsi pengembangan, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler berfungsi untuk mendukung perkembangan personal peserta didik melalui perluasan minat, pengembangan
potensi,
dan
pemberian
kesempatan
untuk
pembentukan karakter dan pelatihan kepemimpinan. b) Fungsi
sosial,
yakni
bahwa
kegiatan
ekstrakurikuler
berfungsi
untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik. Kompetensi sosial dikembangkan dengan memberikan kesempatan
38
kepada peserta didik untuk memperluas pengalaman sosial, praktek keterampilan sosial, dan internalisasi nilai moral dan nilai sosial. c) Fungsi rekreatif, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dilakukan dalam suasana rileks, menggembirakan, dan menyenangkan sehingga menunjang proses perkembangan peserta didik. Kegiatan ekstrakurikuler harus dapat menjadikan kehidupan atau atmosfer sekolah lebih menantang dan lebih menarik bagi peserta didik. d) Fungsi persiapan karir, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler berfungsi untukmengembangkan kesiapan karir peserta didik melalui pengembangan kapasitas. Tujuan dari kegiatan ekstrakurikuler berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 81A tahun 2013 adalah: a) Kegiatan ekstrakurikuler harus dapat meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor peserta didik. b) Kegiatan ekstrakurikuler harus dapat mengembangkan bakat dan minat peserta didik dalam upaya pembinaan pribadi menuju pembinaan manusia seutuhnya. Selain itu, menurut Suryosubroto (1987: 272) kegiatan ekstrakurikuler mempunyai tujuan sebagai berikut : a) Kegiatan ekstrakurikuler dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor. b) Mengembangkan bakat dan minat siswa dalam upaya pembinaan pribadi menuju pembinaan manusia seutuhnya yang positif. 39
c) Dapat mengetahui, mengenal serta membedakan antara hubungan satu pelajaran dengan pelajaran lainnya. Penjelasan diatas pada hakekatnya fungsi dan tujuan kegiatan ekstrakurikuler yang ingin dicapai adalah untuk kepentingan siswa. Dengan kata lain, kegiatan ektrakurikuler memiliki nilai-nilai pendidikan bagi siswa. Adapun fungsi
dari
kegiatan
adalah fungsi pengembangan,
ekstrakurikuler fungsi
pada
sosial, fungsi
satuan
pendidikan
rekreatif, dan fungsi
persiapan karir. Tujuan kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan adalah kegiatan ekstrakurikuler dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor, mengembangkan bakat dan minat siswa dalam upaya pembinaan pribadi menuju pembinaan manusia seutuhnya yang positif, dan siswa mampu mengetahui, mengenal serta membedakan antara hubungan satu pelajaran dengan pelajaran lainnya.
4. Prinsip Kegiatan Ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler didalam pelaksanaannya harus mempunyai acuan agar didalam pelaksanaanya berjalan sesuai dengan tujuan yang ditentukan. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 81A tahun 2013 menerangkan sejumlah prinsip-prinsip yang harus ada dalam penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler. Adapun prinsipprinsip tersebut anatara lain: a) Bersifat individual, yakni prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan potensi, bakat, dan minat peserta didik masing-masing.
40
b) Bersifat pilihan, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dikembangkan sesuai dengan minat dan diikuti peserta didik secara sukarela. c) Keterlibatan
aktif,
yakni
bahwa
kegiatan
ekstrakurikuler
menuntut
keikutsertaan peserta didik secara penuh sesuai dengan minat dan pilihan masing-masing. d) Menyenangkan, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan dalam suasana yang menggembirakan bagi peserta didik. e) Membangun etos kerja, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dikembangkan dan dilaksanakan dengan prinsip membangun semangat peserta didik untuk berusaha dan bekerja dengan baik dan giat. f) Kemanfaatan sosial, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dikembangkan dan dilaksanakan dengan tidak melupakan kepentingan masyarakat. Rohinah M. Noor, MA (2012: 76) mengungkapkan pendapatnya mengenai prinsip dari kegiatan ekstrakurikuler, yaitu : a) Individual, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan potensi, bakat, dan minat peserta didik masing-masing. b) Pilihan, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan keinginan dan diikuti secara suka rela peserta didik. c) Keterlibatan aktif, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang menuntut keikutsertaan peserta didik secara penuh. d) Menyenangkan, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler dalam suasana yang disukai dan menggembirakan peserta didik.
41
e) Etos kerja, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang membangun semangat peserta didik untuk bekerja dengan baik dan berhasil. f) Kemanfaatan sosial, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat. Kegiatan ekstrakurikuler pada prinsipnya adalah memfasilitasi peserta didik
untukk
berkembang
dengan
optimal
sehingga
kegiatan
yang
diselenggarakan memberikan manfaat bagi peserta didik. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip kegiatan ekstrakurikuler yaitu; bersifat individual, bersifat pilihan, keterlibatan aktif, menyenangkan, membangun etos kerja, memberikan kemanfaatan secara sosial.
5. Jenis Kegiatan Ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler terbagi dalam beberapa jenis kegiatan. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 81A tahun 2013 menyatakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler terbagi dalam beberapa jenis kegiatan yaitu: a) Krida, meliputi Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), dan lainnya. b) Karya Ilmiah, meliputi Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan keilmuan dan kemampuaan akademik, penelitian, dan lainnya. c) Latihan/olah bakat/prestasi: meliput, meliputi pengembangan bakat olahraga, seni dan budaya, cinta alam, jurnalistik, teater, keagamaan, dan lainnya; atau
42
d) Jenis lainnya. Pendapat lain menurut Anifral Henri (2008: 2) umumnya kegiatan ekstrakurikuler dalam beberapa bentuk/jenis kegiatan yaitu : 1) Krida, meliputi Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka). 2) Karya Ilmiah, meliputi Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan keilmuan dan kemampuaan akademik, dan penelitian. 3) Latihan/lomba keberbakatan/prestasi, meliputi pengembangan bakat olahraga, seni dan budaya, cinta alam, jurnalistik dan keagamaan.Seminar, lokakarya, dan pameran/bazar, dengan substansi antara karier, pendidikan, kesehatan, perlindungan HAM, keagamaan, dan seni budaya. 4) Olahraga, yang meliputi beberapa cabang olahraga yang diminati tergantung sekolah tersebut, misalnya, basket, karate, taekwondo, silat, softball, dan lain sebagainya. Pembagian jenis kegiatan ekstrakurikuler pada dasarnya digunakan untuk memilah dan menentukan berbagai macam kegiatan ekstrakurikuler yang lebih spesifik. Berdasarkan pendapat diatas jenis kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan yaitu terdiri atas krida, karya ilmiah, latihan/lomba keberbakatan/prestasi, dan olahraga. Pembagian jenis kegiatan tersebut dijadikan acuan oleh penyelenggara kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan yang kemudian akan diperjelas dalam bentuk nama kegiatan seperti; ekstrakurikuler basket, ekstrakurikuler PMR, ekstrakurikuler jurnalistik,
43
dan lain- lain. Bentuk nama kegiatan ekstrakurikuler tersebut disesuaikan sesuai dengan kebutuhan penyelenggara kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan.
6. Kegiatan Ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan, Sleman. Sebagai salah satu penyelenggara kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan SMK Negeri 1 Cangkringan mengadakan berbagai kegiatan ekstrakurikuler. Prakteknya kegiatan ekstrakurikuler terbagi kedalam 4 jenis kegiatan ekstrakurikuler yang dipaparkan dalam tabel berikut: Tabel 1. Jenis Kegiatan Ekstrakurikuler No
Jenis Ekstrakurikuler
Kegiatan Ekstrakurikuler
1.
Krida
Pramuka, PMR, dan Tonti/Paskibra
2.
Karya Ilmiah
Karya ilmiah Remaja, dan Keputrian
3.
Latihan/Lomba Keberbakatan/Prestasi
Paduan Suara, Band, Seni Tari, Bahasa Inggris, Bahasa Jepang, Seni Lukis/Mural, Hadrah, Drum Band, Teater, Student Company, dan Majalah Dinding
4.
Olahraga
Futsal Putra, Futsal Putri, Taekwondo, Tennis Meja, Badminton, dan Voli
Dalam Kurikulum 2013, Kepramukaan ditetapkan sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib dari sekolah dasar (SD/MI) hingga sekolah menengah atas (SMA/SMK), dalam pendidikan dari sekolah dasar hingga sekolah menengah
44
atas. Pelaksananannya dapat bekerja sama dengan organisasi Kepramukaan setempat/terdekat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan kepramukaan di SMK Negeri 1 Cangkringan masuk kedalam kegiatan ekstrakurikuler wajib. Kegiatan ekstrakurikuler selain kegiatan ekstrakurikuler kepamukaan masuk kedalam kegiatan ekstrakurikuler pilihan.
D. Penelitian Terdahulu Kematangan sosial merupakan hal yang penting dalam perkembangan manusia. Khususnya pada usia anak sekolah beberapa penelitian telah dilakukan guna membahas permasalahan tentang kematangan sosial di lingkungan satuan pendidikan. Penelitian yang dilakukan Ari Wibowo (2007) tentang “Perbedaan Kematangan Sosial Siswa-Siswi Sistem Pembelajaran Full Day School dan Half Day School SMP di Kota Jombang”. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa siswa-siswi pembelajaran half day memiliki kematangan sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa-siswi pembelajaran full day. Dari hasil penelitian ini, dapat disarankan kepada half day school hendaknya pihak sekolah untuk mempertahankan dan memperhatikan metode belajar yang sudah ada supaya lebih efektif lagi. Bagi full day school lebih memberikan wawasan kepada anak untuk bersosialisasi dengan masyarakat khususnya orang tua untuk memberikan kebebasan kepada anak untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Bagi orang tua diharapkan orang tua dapat memberikan kebebasan pada anak untuk mengambil keputusan sendiri dan bertanggung jawab atas keputusannya dan memberikan kebebasan dalam bergaul sehingga kematangan sosial anak dapat terbentuk dengan baik. Bagi
45
masyarakat diharapkan masyarakat dapat berperan dalam mendidik anak untuk membangun kematangan sosial siswa. Penelitian tentang kematangan sosial pada remaja juga dilakukan oleh De Bois Zulkarnaen (2008) dengan judul “Perbedaan Kematangan Sosial Remaja Awal Ditinjau Dari Status Keikutsertaan Ekstrakurikuler Musik”. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kematangan sosial yang sangat signifikan antara remaja awal yang mengikuti ekstrakurukuler musik dan yang tidak mengikuti ekstrakurikuler musik. Remaja awal yang mengikuti ekstrakurikuler musik kematangan sosialnya lebih baik dibandingkan dengan remaja awal yang tidak mengikuti ekstrakurikuler musik. Penelitian berikutnya dengan obyek pada anak- anak dilakukan oleh Nur Asiyah (2006) dengan judul “Perbedaan Kematangan Sosial Anak Kelas Satu Sekolah dasar yang Melalui Pendidikan Prasekolah dan Tidak Melalui Prasekolah”. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa bahwa ada perbedaan yang signifikan antara anak kelas satu yang melalui pendidikan prasekolah dan tidak melalui prasekolah. Penelitian ini juga menyatakan bahwa menunjukkan adanya perbedaan kematangan sosial yang signifikan antara anak kelas satu yang melalui pendidikan prasekolah dengan anak yang tidak melalui prasekolah. Hasil ini juga menggambarkan bahwa anak yang melalui pendidikan prasekolah memiliki kematangan sosial yang tinggi di bandingkan dengan anak kelas satu yang tidak mengikuti pendidikan prasekolah.
46
Beberapa penelitian diatas menunjukkan bahwa siswa yang terlibat dalam aktivitas sosial memiliki kematangan sosial yang lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki pengalaman sosial yang lebih sedikit. Kaitannya dengan penelitian yang akan diteliti oleh peneliti adalah adanya persamaan obyek penelitian yaitu peserta didik walaupun dengan tingkatan usia yang berbeda. Persamaan lain terletak pada aktivitas sosial diluar jam pelajaran yang memberikan manfaat bagi kematangan sosial siswa.
E. Kerangka Pikir Kegiatan ekstrakurikuler yang ada di SMK Negeri 1 Cangkringan terdapat
berbagai
macam
aktivitas
kegiatan
ekstrakurikuler.
Kegiatan
ekstrakurikuler yang terdapat di SMK Negeri 1 Cangkringan antara lain Pramuka, Student Company, Futsal Putri, Taekwondo, Bahasa Jepang, Band, Tenis Meja, Judo, Paduan Suara, Hadroh, Drumband, Bahasa Inggris, Karya Ilmiah Remaja, Badminton, Seni Tari, Mading, PMR, Voli, Teater, seni lukis, dan Futsal Putra. Siswa SMK Negeri 1 Cangkringan dapat mengikuti lebih dari satu kegiatan ekstrakurikuler. Antusias siswa pada kegiatan ekstrakurikuler tersebut mengakibatkan siswa akan menemui banyak anggota siswa dari kelas dan tingkatan yang berbeda. Terlebih pada siswa kelas XI yang merupakan anggota aktif dan merupakan anggota yang diangap lebih berpengalaman dibandingkan anggota aktif kelas X akan lebih banyak dilibatkan pada kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan. Kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti oleh siswa kelas XI dari berbagai jurusan dan tingkatan mengakibatkan siswa harus dapat menyesuaikan diri
47
dengan baik dengan lingkungan sosialnya didalam kegiatan ekstrakurikuler. Menurut Desmita (2009: 195-196 ) penyesuaian diri yang sehat dapat dilihat dari 4 (empat) aspek kepribadian yaitu kematangan emosional, kematangan intelektual, kematangan sosial, dan tanggung jawab. Tanpa mengesampingkan aspek yang lain kematangan sosial merupakan salah satu aspek yang penting bagi siswa. Siswa akan dapat diterima dengan baik dilingkungannya apabila memiliki kematangan sosial yang baik karena salah satu syarat utama agar seseorang dapat diterima dilingkungan sosial adalah kematangan sosial pada diri orang tersebut (Johnson dan Medinus, 1976: 289-290). Siswa yang aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler akan memiliki tugas belajar yang kompleks. Selain tugas pada kegiatan ekstrakurikuler siswa masih memiliki tugas dan tanggungjawab pada kegiatan intrakurikuler dan ko kurikuler. Dengan tugas dan tanggungjawab yang cukup banyak maka siswa harus trampil memanagemen diri untuk dapat aktif diberbagai kegiatan yang diikuti. Siswa kelas XI yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler seharusnya memiliki kematangan sosial yang baik karena dengan mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler siswa akan terlatih untuk dapat mengerjakan semua tugas dan tanggungjawabnya di dalam berbagai kegiatan. Kematangan sosial bukanlah suatu kemampuan mutlak individu sejak lahir sehingga kematangan sosial merupakan proses yang dapat dipelajari. Dengan demikian proses bantuan bagi siswa untuk dapat mempelajari dan meingkatkan kematangan sosialnya dapat dilakukan oleh pembimbing disesuaikan dengan tingkat kematangan sosial siswa.
48
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir
49
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode atau jenis penelitian survei karena nantinya data yang akan dihasilkan berupa angka dengan analisis data deskriptif dan hasilnya dapat digeneralisasikan hanya dengan sekali berproses dalam pengolahan datanya. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2006: 86-83) survei ditujukan untuk memperoleh gambaran umum tentang karakteristik populasi, seperti sikap, nilai, kepercayaan, pendapat, atau aspek lainnya. Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menurut Uhar Suharsaputra (2014: 56) yaitu: 1. Menentukan masalah yang akan diteliti Peneliti melakukan survei pendahuluan yakni dengan melakukan observasi lapangan terhadap latar penelitian, serta mencari data dan informasi tentang siswa Sekolah Dasar kelas rendah. Pada langkah ini peneliti mencari data dan informasi untuk menentukan masalah dan memperkuat permasalahan. Peneliti juga menempuh upaya konfirmasi ilmiah melalui penelusuran literatur buku dan referensi pendukung penelitian, guna memperkuat latar belakang permasalahan dari penelitian. 2. Mengkaji teori/generalisasi empiris dan memilih proporsi yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Pada langkah ini peneliti mengkaji teori dari permasalahan yang ada menggunakan serangkaian studi literatur yang tersedia. Kajian teoritis ini
50
berpedoman pada teori-teori para ahli terkemuka dan berlandaskan pada permasalahan yang akan diteliti. 3.
Menentukan konsep-konsep dan/atau variabel-variabel. Langkah ini mengacu pada penentuan variabel penelitian ataupun
konsep-konsep yang akan dikaji menggunakan kajian teoritis para ahli, sehingga variabel penelitian terdefinisi dan dapat dijelaskan secara teoritis. 4.
Menentukan desain penelitian serta hipotesis Pada langkah ini peneliti menentukan kerangka berpikir dan mengajukan
hipotesis penelitian. Kerangka berpikir bertujuan untuk menjelaskan tautan antara variabel penelitian dengan masalah yang akan diteliti, sedangkan hipotesis adalah jawaban sementara ataupun dugaan sementara yang didapat dari penjelasan secara teoritis pada kerangka berpikir. 5.
Menjabarkan konsep/ variabel menjadi operasional Langkah ini peneliti menjabarkan secara utuh variabel penelitian
berdasarkan penjelasan teoritis. Penjabaran dimaksudkan agar variabel terdefinisi secara jelas dan dapat diuraikan menjadi subvariabel ataupun unsurunsur variabel penelitian. Pada penjabaran variabel penelitian ini, peneliti membuat definisi operasional guna memperjelas fokus penelitian yang akan dicapai. Fokus penelitian ini menitikberatkan pada variabel penelitan yang telah diuraikan menjadi subvariabel peneltian. 6.
Menentukan indikator-indikator konsep/ variabel Pada langkah ini peneliti menentukan indikator ataupun unsur-unsur
variabel penelitian, hal ini merupakan lanjutan dari penjabaran suatu variabel
51
penelitian. Indikator-indikator variabel penelitian ini didapat dari subvariabel yang telah dijabarkan sebelumnya. Indikator variabel merupakan unsur-unsur dari variabel penelitian yang terdiskripsi secara rinci, indikator ini digunakan untuk mendasari penelitian agar relevan dengan variabel penelitian. 7.
Membuat instrumen penelitian Pada langkah ini peneliti membuat instrumen peneitian sebagai alat yang
digunakan untuk pengumpulan data lapangan. Instrumen penelitian ini merupakan penentu validitas antara hal-hal yang berifat teoritis dan empiris. 8.
Mengumpulkan data, menganalisis dan menyimpulkan Peneliti menyebarkan instrumen yang telah dibuat pada subjek penelitian,
setelah data terkumpul melalui instrumen penelitian, peneliti menganalisis data lapangan. Pada tahapan ini peneliti melakukan serangkaian proses analisis data kuantitatifsampai pada interpretasi data-data yang telah diperoleh sebelumnya. Data atau informasi yang diperoleh dari penyebaran instrumen sebelumnya disajikan dalam bentuk data kuantitatif dan dideskripsikan menggunakan kaidahkaidah metodologi penelitian pendekatan kuantitatif deskriptif. Data yang telah dianalisis dan telah terdeskripsi, kemudian disimpulkan menjadi kesimpulan penelitian. Kesimpulan penelitian ini berisi hasil penelitian yang telah disimpulkan. 9.
Melaporkan Pada langkah ini peneliti melakukan laporan utuh atau pertanggung
jawaban atas serangkaian langkah-langkah penelitian yang telah dilalui. Peneliti memaparkan seluruh hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan
52
membuat laporan secara sistematis, adapun pada langkah melaporkan hasil penelitian ini peneliti melaporkan secara utuh hasil penelitian kepada dosen pembimbing.
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Cangkringan yang beralamatkan di Sintokan, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Peneliti menggunakan sekolah ini karena akses menuju sekolah tersebut sangat terjangkau dan selain itu beberapa indikasi masalah yang diteliti ada pada sekolah tersebut. Waktu penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu bulan mencangkup observasi untuk mendapatkan data pendukung, terakumulasikan juga dengan penyebaran skala uji coba dan skala penelitian yang dilakukan mulai tanggal 26 Oktober 2016 sampai dengan 24 November 2016.
C. Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan tema penelitian yang ditentukan oleh peneliti sebagai acuan permasalahan dalam penelitian yang dilakukan. Menurut Sugiyono (2009: 38) menyatakan bahwa variabel penelitian pada dasarnya merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulannya. Pada penelitian ini terdapat satu variabel yaitu variabel bebas. Variabel bebas tersebut yaitu kematangan sosial dan adapun penelitian ini digunakan
53
untuk mengetahui tingkat kematangan sosial pada siswa kelas XI anggota kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan.
D. Subyek Penelitian Menurut Suharsimi Arikunto (2003: 116) mengemukakan definisi subyek penelitian yaitu benda, hal atau orang tempat data untuk variabel penelitian melekat, dan yang dipermasalahkan. Subyek penelitian yang ditentukan peneliti yaitu siswa kelas XI anggota kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan. Adapun sebaran data subyek penelitian sebagai berikut : Tabel 2. Data Subyek Penelitian No
Kegiatan Ekstrakurikuler
Jumlah
No
1.
Pramuka
17
15.
Futsal Putri
15
2.
PMR
8
16.
Taekwondo
17
3.
Tonti/ Paskibra
11
17.
Tennis Meja
3
4.
Karya Ilmiah Remaja
6
18.
Badminton/ Bulu Tangkis
13
5.
Paduan Suara
8
19.
Voli
5
6.
Band
25
20.
Majalah Dinding
4
7.
Seni Tari
7
21.
Futsal Putra
15
8.
Bahasa Inggris
4
9.
Bahasa Jepang
5
10.
Seni Lukis/ Mural
5
11.
Hadrah
7
12.
Drum Band
15
13.
Teater
9
14.
Student Company
6
54
Kegiatan Ekstrakurikuler
Jumlah
Data diatas merupakan jumlah siswa kelas XI yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pada tiap-tiap jenis kegiatan ekstrakurikuler. Siswa dapat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler lebih dari 1 (satu) jenis kegiatan ekstrakurikuler. Untuk mengefektifkan pengambilan data penelitian maka pengisian skala hanya dilakukan pada siswa anggota ekstrakurikuler disatu jenis kegiatan ekstrakurikuler. Jika siswa sudah mengisi skala pada kegiatan ekstrakurikuler tertentu maka siswa yang sudah mengisi skala tidak diperkenankan mengisi skala pada ekstrakurikuler yang lain meskipun siswa tersebut sebagai anggota kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Dengan demikian jumlah subyek dalam penelitian ini adalah 72 siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler baik 1 (satu) kegiatan ataupun lebih. Jumlah subyek tersebut merupakan penghitungan siswa kelas XI yang mengikuti tiap jenis kegiatan ekstrakurikuler tanpa menghitung ulang siswa yang sama pada ekstrakurikuler yang lain dikarenakan siswa dapat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler lebih dari 1 (satu) jenis kegiatan ekstrakurikuler. Dengan demikian pengambilan subyek penelitian menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik bertujuan yang dilakukan dengan cara mengambil subyek bukan didasarkan atas strata, random, atau daerah tetapi didasarkan atas tujuan tertentu (Suharsimi Arikkunto, 2013: 183)
E. Teknik Pengumpulan Data Menurut Bimo Walgito (2005:63) teknik dalam pengumpulan data merupakan suatu hal yang penting dalam penelitian- penelitian pada umumnya, maupun bimbingan dan konseling, lebih- lebih dalam konseling. Penelitian ini 55
menggunakan teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner jenis skala. Menurut Suharsimi Arikunto (2013: 194) bahwa kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai tingkat kematangan sosial pada siswa kelas XI anggota kegiatan ekstrakurikuler.
F. Instrumen Penelitian Sebuah penelitian membutuhkan penilaian dan pengukuran maka untuk melakukan penilaian dan pengukuran dibutuhkan alat ukur yang disebut dengan instrumen penelitian. Menurut Sugiyono (2009:102) instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati, secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian. Pada penelitian ini instrumen yang digunakan adalah kisi-kisi skala kematangan sosial. 1. Langkah- langkah Menyusun Instrumen Skala Tingkat Kematangan Sosial Menurut Suharsimi Arikunto (2003: 178) langkah- langkah yang ditempuh dalam menyusun instrumen tahapannya sebagai berikut: a) Mengadakan identifikasi terhadap variabel-variabel yang ada didalam rumusan judul penelitian atau yang tertera didalam problematika penelitian. b) Menjabarkan variabel menjadi sub atau bagian variabel. 56
c) Mencari indikator setiap sub atau bagian indikator. d) Menderetkan deskriptor dari setiap indikator. e) Merumuskan deskriptor menjadi butir-butir instrumen. f) Melengkapi instrumen dengan (pedoman atau instruksi) dan kata pengantar. Langkah-langkah diatas dijadikan acuan peneliti dalam menentukan atau menyusun instrumen meliputi tahapan sebagai berikut: 1) Skala dalam penelitian ini adalah skala tingkat kematangan sosial. Skala ini digunakan untuk mengetahui tingkat kematangan sosial siswa kelas XI anggota kegiatan ekstrakurikuler. Langkah-langkah untuk menyusun skala ini adalah sebagai berikut: a) Menyusun Definisi Operasional Kematangan sosial adalah kemampuan individu untuk memelihara diri dan berinteraksi dengan lingkungan sosial dalam menjalankan status dan peranannya didalam lingkungan sosial. Berdasarkan definisi tersebut ada indikator-indikator yang terdapat dalam kematangan sosial yaitu: pandai dalam menggunakan waktu luang, menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri, dapat memahami kemampuan dirinya, optimis dalam hidup, menerima orang lain, dan bekerja untuk kepentingan kelompok. b) Penyusunan Kisi-Kisi Kisi-kisi tingkat kematangan sosial disusun berdasarkan definisi operasional yang telah dibuat. Adapun kisi-kisinya sebagai berikut:
57
Tabel 3. Kisi- Kisi Tingkat Kematangan Sosial Nomor Item Variabel
Kematangan Sosial
Indikator
Jumlah Favaorable
Unfavorable
Pandai dalam menggunakan waktu luangnya
1, 2, 3, 4
9, 10, 11, 12
Menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri
5, 6, 7, 8
13, 14, 15, 16
Dapat memahani kemampuan dirinya
17, 18, 19, 20
25, 26, 27, 28
Optimis dalam hidup
21, 22, 23, 24
29, 30, 31, 32
8
Menerima orang lain
33, 34, 35, 36
41, 42, 43, 44
8
Bekerja untuk kepentingan kelompok dan bersaing
37, 38, 39, 40
45, 46, 47, 48
8 8 8
8
Jumlah
24
24
48
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala tingkat kematangan sosial. Pada penelitian ini alternatif jawaban empat gradasi skor tertinggi empat terendah satu. Gradasi pernyataan yang terdapat dalam penelitian ini adalah 1) Sangat Sesuai (SS), 2) Sesuai (S), 3) Tidak sesuai (TS), 4) Sangat Tidak Sesuai (STS). Pemberian nilai alternatif jawaban tergambar pada tabel berikut ini:
Tabel 4. Pedoman Skor Skala Tingkat Kematangan Sosial Pernyataan
SS
S
TS
STS
Favourable (+)
4
3
2
1
Unfavourable (-)
1
2
3
4
58
Setelah kisi-kisi tersebut diatas selesai dilengkapi dengan nomor-nomor item, langkah berikutnya dalam dalam penyusunan instrumen adalah melengkapi instrumen dengan kata pengantar dan pedoman (instruksi) pengerjaan instrumen.
G. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen 1. Uji Validitas Suharsimi Arikunto (2010: 211-212) menjelaskan valliditas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau keaslian suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sah memiliki validitas tinggi. Instrumen yang kurang valid atau kurang sah sebaliknya memiliki validitas yang rendah. Suatu instrumen dapat dikatakan mempunyai validitas internal apabila setiap bagian instrumen mendukung misi secara keseluruhan yaitu mengungkap data variabel yang dimaksud. Dalam penelitian ini pengujian validitas instrumen dilakukan dengan menggunakan contruct validity (validitas konstruk) yang berupa korelasi product moment. Menurut Sugiyono (2015: 176) instrumen non tes yang digunakan untuk mengukur sikap dapat di uji validitasnya dengan menggunakan uji validitas konstruk yaitu dengan korelasi product moment dengan microsoft exel 2007 sehingga item-itemnya sesuai dan dapat mengungkap variabel yang akan diteliti. Berdasarkan hasil uji validitas skala tingkat kematangan sosial untuk N= 23 dari 48 item penelitian maka terdapat 11 item yang tidak valid karena skornya kurang dari interval 0,413. Dari uji validitas yang dilakukan 59
diperoleh 37 item yang valid untuk digunakan sebagai instrumen penelitian dalam skala kematangan sosial dengan skor antara 0,428 – 0,739.
2. Uji Reliabilitas Uji
reliabilitas
instrumen
dilaksanakan
untuk
mengukur
keterpercayaan instrumen dalam mengungkap data yang diperoleh. Reliabilitas memiliki pengertian bahwa sebuah instrumen cukup dapatdipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data, dimana data yang diperoleh dapat mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya dari subjek yang diteliti (Suharsimi Arikunto, 2002: 154). Uji reliabilitas yang digunakan pada instrumen penelitian ini adalah uji relialibitas dengan prosedur reliabilitas konsistensi internal dengan teknik alpha cronbach. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini menggunakan skala kematangan sosial yang terdiri dari empat pilihan jawaban yaitu sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai dan sangat tidak sesuai. Menurut Burhan Nurgiyantoro dkk (2009: 351) instrumen yang memiliki alternatif jawaban berupa skala dapat diuji reliabilitasnya dengan menggunakan alpha cronbach. Uji validitas konstruk dan uji reliabilitas alpha cronbach menggunakan microsoft exel 2007. Tolak ukur intepretasi klasifikasi koefisien reliabilitas instrumen menggunakan tabel kasifikasi analisis reliabilitas menurut Suharsimi Arikunto (2006: 276), yaitu :
60
Tabel 5. Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Koefisien Reliabilitas
Interpretasi
0,000 – 0,200
Sangat Rendah
0,200 – 0,400
Rendah
0,400 – 0,600
Cukup
0,600 – 0,800
Tinggi
0,800 – 1,000
Sangat Tinggi
Hasil uji reliabilitas dalam penelitian ini menunjukkan koefisien sebesar 0,951 sehingga reliabilitas instrumen yang digunakan termasuk dalam kategori sangat tinggi.
H. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan pada skala adalah analisis data deskriptif dengan persentase. Menurut Eko Budiarto (2004: 55) penelitian deskriptif dapat dilakukan analisis berdasarkan data yang diperoleh dengan mengadakan perhitungan sederhana diantaranya adalah persentase. Dalam analisis deskriptif ini, perhitungan yang digunakan untuk mengetahui tingkat persentase skor jawaban dari masing-masing responden, dihitung dengan rumus: DP = Keterangan: DP
: Deskriptif persentase
n
: Jumlah skor jawaban responden
N
: Jumlah skor jawaban ideal
61
Untuk
menentukan
kategori
deskriptif
persentase
yang
diperoleh
menggunakan rumus yaitu: a. Menghitung rentang skor (range) Rentang skor skala tingkat kematangan sosial: 148 – 37 = 111 b. Menghitung panjang kelas interval, range dibagi dengan panjang kelas. Panjang kelas interval adalah 5 maka skor yang diperoleh adalah: 111 : 5 = 22,2 c. Menghitung persentase minimal
d. Menghitung persentase maksimal
e. Menghitung rentang persentase 100% - 20% = 80% f. Interval kelas persentase
Dengan demikian interval kelas dan skor persentase yaitu: Tabel 6. Interval dan Kategori Skor No
Interval Persentase
Kategori
No
Interval Presentase
Kategori
1
84%<x<100%
Sangat tinggi
4
36%<x<52%
Rendah
2
68%<x<84%
Tinggi
5
20%<x<36%
Sangat rendah
3
52%<x<68%
Sedang
62
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Cangkringan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. SMK Negeri 1 Cangkringan merupakan salah satu sekolah menengah kejuruan di kecamatan Cangkringan.Sekolah ini awalnya beralamat di Jl. Merapi Golf, Pagerjurang, RT.3/RW.11, Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, D.I. Yogyakarta. Pada erupsi Gunung Merapi tahun 2010 bangunan sekolah hancur. Sehingga pada tahun 2011 sekolah direlokasi ke Sintokan, Wukirsasi, Cangkringan, Sleman, D. I Yogyakarta. SMK Negeri 1 Cangkringan saat ini memiliki 4 jurusan yang terdiri atas Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian (TPHP), Agribisnis Teknik Ruminansia (ATR), Teknik Kendaraan Ringan (TKR), dan Teknik Kimia Analisis (TKA). 2. Deskripsi Subyek Penelitian Subyek penelitian terdiri atas siswa kelas XI anggota kegiatan ekstrakurikuler. Total subyek dalam penelitian ini berjumlah 72 siswa yang tersebar pada 21 kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan.
3. Hasil Analisis Skala Tingkat Kematangan Sosial Keseluruhan Berdasarkan analisis data penelitian diperoleh kategori dan persentase keseluruhan tingkat kematangan sosial pada siswa kelas XI anggota
63
kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan. Data tersebut disajikan dalam tabel berikut: Tabel 7. Persentase Keseluruhan Tingkat Kematangan Sosial No
Interval Persentase
Kategori
Jumlah
Persentase
1
84%<x<100%
Sangat tinggi
8
11%
2
68%<x<84%
Tinggi
60
83%
3
52%<x<68%
Sedang
4
6%
4
36%<x<52%
Rendah
0
0%
5
20%<x<36%
Sangat rendah
0
0%
72
100%
Jumlah
Berdasarkan data yang disajikan 11% dari 72 siswa termasuk dalam tingkat kematangan sosial kategori sangat tinggi, 83% dari 72 siswa masuk dalam kategori tinggi, dan 6% dari 72 siswa masuk kedalam kategori sedang. Secara umum tingkat kematangan siswa anggota kegiatan ekstrakurikuler
memiliki
persentase
yang
dapat
dihitung
dengan
menggunakan rumus: DP =
=
= 78%
Keterangan: DP
: Deskriptif persentase
n
: Jumlah skor jawaban responden
N
: Jumlah skor jawaban ideal
Dengan penjelasan rumus singkat diatas diperoleh kesimpulan bahwa siswa kelas XI yang mengkuti kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1
64
Cangkringan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki tingkat kematangan sosial yang tinggi dengan persentase sebesar 78%. 4. Hasil Analisis Skala Tingkat Kematangan Sosial Pada Masing-Masing Indikator Pemaparan hasil analisis tingkat kematangan sosial pada masingmasing indikator berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Daradjat (Furqana, 2002). Penjelasan mengenai tingkat kematangan sosial dijelaskan dalam tabel berikut: Tabel 8. Hasil Analisis Penelitian Tiap Indikator Secara Umum No
Indikator
Total Skor
Persentase
Kategori
1
Pandai dalam menggunakan waktu luang
1377
80%
Tinggi
2
Menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri
1262
73%
Tinggi
3
Dapat memahami kemampuan dirinya
1586
79%
Tinggi
4
Optimis dalam hidup
1883
82%
Tinggi
5
Menerima orang lain
1306
76%
Tinggi
6
Bekerja untuk kepentingan kelompok dan bersaing
944
82%
Tinggi
Berdasarkan tabel yang disajikan diatas menunjukkan persentase tertinggi tingkat kematangan sosial terletak pada indikator bekerja untuk kepentingan kelompok dan bersaing dengan persentase sebesar 82% yang masuk dalam kategori sangat tinggi kemudian diikuti oleh indikator optimis dalam hidup dengan persentase sebesar 82% yang masuk dalam kategori
65
tinggi, indikator pandai dalam menggunakan waktu luang dengan persentase sebesar 80% yang masuk dalam kategori tinggi, indikator dapat memahami kemampuan diri dengan persentase sebesar 79% yang masuk dalam kategori tinggi, indikator mau menerima orang lain sebesar 76% yang masuk dalam kategori tinggi, dan terakhir indikator menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri dengan persentase sebesar 73% yang masuk dalam kategori tinggi. a.
Hasil Analisis Pada Indikator Pandai Dalam Menggunakan Waktu Luang Salah satu aspek yang menjadi indikator dalam penelitian ini adalah
pandai dalam menggunakan waktu luang. Hasil analisis pada indikator pandai dalam menggunakan waktu luang dijelaskan dalam tabel berikut: Tabel 9. Indikator Pandai Dalam Menggunakan Waktu Luang No
Interval Persentase
Kategori
Jumlah Siswa
Persentase
1
84%<x<100%
Sangat tinggi
18
25%
2
68%<x<84%
Tinggi
48
67%
3
52%<x<68%
Sedang
6
8%
4
36%<x<52%
Rendah
0
0%
5
20%<x<36%
Sangat rendah
0
0%
72
100%
Jumlah
Berdasarkan penjelasan tabel analisis indikator pandai dalam menggunakan waktu luang 25% dari 72 siswa masuk dalam kategori sangat tinggi, 67% dari 72 siswa masuk dalam kategori sangat tinggi, dan 8% dari 72 siswa masuk kedalam kategori sedang.
66
b. Hasil Analisis Pada Indikator Menjadi Pemimpin Bagi Dirinya Sendiri Hasil analisis pada indikator menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri termasuk salah satu aspek yang dijadikan indikator dalam penelitian ini.Deskripsi dan penjelasan hasil analisisindikatornya dijelaskan pada tabel berikut: Tabel 10. Indikator Menjadi Pemimpin Bagi Dirinya Sendiri No
Interval Persentase
Kategori
Jumlah Siswa
Persentase
1
84%<x<100%
Sangat tinggi
3
4%
2
68%<x<84%
Tinggi
53
74%
3
52%<x<68%
Sedang
16
22%
4
36%<x<52%
Rendah
0
0%
5
20%<x<36%
Sangat rendah
0
0%
72
100%
Jumlah
Berdasarkan penjelasan tabel analisis indikator menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri 4% dari 72 siswa masuk dalam kategori sangat tinggi, 74% dari 72 siswa masuk kedalam kategori tinggi, dan 22% dari 72 siswa masuk kedalam kategori sedang. c.
Hasil Analisis Pada Indikator Dapat Memahami Kemampuan Dirinya Berdasarkan analisis data yang dilakukan maka diperoleh data pada
indikator dapat memahami kemampuan dirinya. Penjelasan hasil analisis pada indikator tersebut dideskripsikan pada tabel berikut:
67
Tabel 11. Analisis Indikator Dapat Memahami Kemampuan Dirinya No
Interval Persentase
Kategori
Jumlah Siswa
Persentase
1
84%<x<100%
Sangat tinggi
19
26%
2
68%<x<84%
Tinggi
45
63%
3
52%<x<68%
Sedang
7
10%
4
36%<x<52%
Rendah
1
1%
5
20%<x<36%
Sangat rendah
0
0%
72
100%
Jumlah
Berdasarkan penjelasan tabel analisis indikator dapat memahami kemampuan dirinya diatas jumlah sebanyak 26% dari 72 siswa masuk kedalam kategori sangat tinggi, 63% dari 72 siswa masuk kedalam kategori tinggi, 10% dari 72 siswa masuk kedalam kategori sedang, dan 1% dari 72 siswa masuk kedalam kategori rendah. d. Hasil Analisis Pada Indikator Optimis Dalam Hidup Penjelasan mengenai hasil analisis data pada indikator optimis dalam hidup dijelaskan pada tabel berikut: Tabel 12. Analisis Indikator Optimis Dalam Hidup No
Interval Persentase
Kategori
Jumlah Siswa
Persentase
1
84%<x<100%
Sangat tinggi
24
33%
2
68%<x<84%
Tinggi
45
63%
3
52%<x<68%
Sedang
1
1%
4
36%<x<52%
Rendah
2
3%
5
20%<x<36%
Sangat rendah
0
0%
72
100%
Jumlah
68
Berdasarkan penjelasan tabel analisis indikator optimis dalam hidup diatas jumlah sebanyak 33% dari 72 siswa termasuk dalam kategori sangat tinggi, 63% dari 72 siswa masuk dalam kategori tinggi, 1% dari 72 siswa masuk dalam kategori sedang, dan 1% dari 72 siswa masuk kedalam kategori rendah.
e.
Hasil Analisis Pada Indikator Menerima Orang Lain Berdasarkan analisis data yang dilakukan maka diperoleh data pada
indikator menerima orang lain. Penjelasan hasil analisis pada indikator tersebut dideskripsikan pada tabel berikut: Tabel 13. Analisis Indikator Menerima Orang Lain No
Interval Persentase
Kategori
Jumlah Siswa
Persentase
1
84%<x<100%
Sangat tinggi
3
4%
2
68%<x<84%
Tinggi
62
86%
3
52%<x<68%
Sedang
7
10%
4
36%<x<52%
Rendah
0
0%
5
20%<x<36%
Sangat rendah
0
0%
72
100%
Jumlah
Berdasarkan penjelasan tabel analisis indikator menerima orang lain 4% siswa masuk kedalam kategori sangat tinggi, 86% dari 72 siswa masuk kedalam kategori tinggi, 10% dari 72 siswa masuk kedalam kategori sedang. f. Hasil Analisis Pada Indikator Bekerja Untuk Kepentingan Kelompok Penjelasan hasil analisis pada indikator bekerja untuk kepentingan kelompok di deskripsikan pada tabel berikut: 69
Tabel 14. Analisis Indikator Bekerja Untuk Kepentingan Kelompok No
Interval Persentase
Kategori
Jumlah Siswa
Persentase
1
84%<x<100%
Sangat tinggi
28
39%
2
68%<x<84%
Tinggi
42
58%
3
52%<x<68%
Sedang
2
3%
4
36%<x<52%
Rendah
0
0%
5
20%<x<36%
Sangat rendah
0
0%
72
100%
Jumlah
Berdasarkan penjelasan tabel analisis indikator bekerja untuk kepentingan kelompokdan bersaing sejumlah 39% dari 72 siswa masuk kedalam kategori sangat tinggi, 58% dari 72 siswa masuk kedalam kategori tinggi, dan 3% dari 72 siswa masuk kedalam kategori sedang. B. Pembahasan Penelitian ini membahas tingkat kematangan sosial pada siswa kelas XI anggota kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Skala yang digunakan adalah skala kematangan sosial dengan menggunakan indikator yang dikemukakan oleh Daradjat (Furqana, 2004) yaitu pandai dalam menggunakan waktu luangnya, menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri, dapat memahami kemampuan dirinya, optimis dalam
hidup,
menerima
orang
lain,
bekerja
untuk
kepentingan
kelompok.Berdasarkan analisis data yang dilakukan secara umum tingkat kematangan sosial pada siswa kelas XI yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler
70
di SMK Negeri 1 Cangkringan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk dalam kategori tinggi dengan persentase sebesar 78%. Kematangan sosial yang tinggi dalam penelitian ini menunjukkan adanya penyesuaian diri yang baik siswa dengan aktivitas sosialnya. Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Desmita (2009: 195-196 ) bahwa penyesuaian diri yang sehat dapat dilihat dari 4 aspek kepribadian yaitu kematangan emosional, kematangan intelektual, kematangan sosial, dan tanggung jawab. Siswa akan dapat diterima dengan baik dilingkungannya apabila memiliki kematangan sosial yang baik karena salah satu syarat utama agar seseorang dapat diterima dilingkungan sosial adalah kematangan sosial pada diri orang tersebut (Johnson dan Medinus, 1976: 289-290). Siswa kelas XI anggota kegiatan ekstrakurikuler memiliki kematangan sosial yang tinggi sehingga dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya dengan baik. Kematangan sosial yang tinggi dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Hurlock (Indriana, 2008) faktorfaktor yang mempengaruhi kematangan sosial adalah: emosi, intelegensi, budaya, dan jenis kelamin. Kemungkinan lain yang menyebabkan tingkat kematangan sosial yang tinggi dikarenakan tercapainya komponen-komponen kematangan sosial oleh siswa dalam menjalankan kegiatan ekstrakurikuler. Menurut Hikmawati (2006) komponen yang mendukung kematangan sosial pada remaja adalah: penyesuaian sosial, keterampilan sosial, kompetensi sosial, dan sosialisasi. Kematangan sosial yang tinggi dalam penelitian ini kemungkinan juga disebabkan oleh pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler yang sudah sesuaidengan fungsi dan tujuan kegiatan ekstrakurikuler menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudaayaan Republik Indonesia No. 81A tahun 2013. Fungsi 71
kegiatan ekstrakurikuler tersebut adalah fungsi pengembangan, fungsi sosial, fungsi rekreatif, dan fungsi persiapan karir. Adapun tujuan dari kegiatan ekstrakurikuler yaitu (1) kegiatan ekstrakurikuler harus dapat meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor peserta didik, (2) kegiatan ekstrakurikuler harus dapat mengembangkan bakat dan minat peserta didik dalam upaya pembinaan pribadi menuju pembinaan manusia seutuhnya. Kesesuaian antara fungsi dan tujuan kegiatan ekstrakurikuler dengan pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler kemungkinan mempengaruhi kematangan sosial pada siswa kelas XI anggota kegiatan ekstrakurikuler. Kematangan sosial siswa kelas XI anggota kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan menunjukkan hasil yang tinggi dengan skor 78%. Dengan demikian penyesuaian diri siswa terhadap aktivitas sosial terutama pada kegiatan ekstrakuriuler menunjukkan penyesuaian diri yang baik. Hal tersebut kemungkinan ditunjang oleh sekolah yang sudah melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan fungsi dan tujuan kegiatan ekstrakurikuler.
C. Keterbatasan Penelitian Perbedaan jenis kegiatan ekstrakurikuler mempengaruhi penggunaan metode latihan dan pembelajaran dalam kegiatan ekstrakurikuler sehingga penggunaan metode antar kegiatan ekstrakurikuler berbeda. Dengan demikian data yang dihasilkan masih bersifat umum dan belum bisa medeskripsikan secara detail kematangan sosial tiap jenis kegitan ekstrakurikuler.
72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka diambil kesimpulan yang merupakan gambaran menyeluruh dari hasil pembahasan yang dapat dikemukakan bahwa tingkat kematangan sosial dalam penelitian ini terdiri atas subyek penelitian dengan jumlah 72 siswa kelas XI anggota kegiatan ekstrakurikuler.Tingkat kematangan sosial pada siswa kelas XI anggota kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan termasuk dalam kategori tinggi dengan persentase sebesar 78%.Hasil tersebut ditunjang melalui analisis data pada tiap indikator. Indikator bekerja untuk kepentingan kelompok dengan persentase sebesar 82% yang masuk dalam kategori sangat tinggi, indikator optimis dalam hidup dengan persentase sebesar 82% yang masuk dalam kategori tinggi, indikator pandai dalam menggunakan waktu luang dengan persentase sebesar 80% termasuk dalam kategori tinggi, indikator dapat memahami kemampuan diri dengan persentase sebesar 79% termasuk dalam kategori tinggi, indikator mau menerima orang lain sebesar 76% yang masuk dalam kategori tinggi, dan indikator menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri dengan persentase sebesar 73% yang masukdalam kategori tinggi. Hal tersebut menunjukkan adanya penyesuaian diri yang baik pada siswa terhadap kegiatan ekstrakurikuler.
73
B. Saran Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan pada penelitian ini maka saran yang direkomendasikan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Bagi Kepala SMK Negeri 1 Cangkringan Program kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan dapat direncanakan lebih matang lagi agar siswa dapat berkembang lebih optimal sesuai dengan bakat dan minat yang ada pada siswa karena kegiatan ekstrakurikuler merupakan salah satu aktivitas yang ada di lingkungan lembaga pendidikan sehingga seimbang dengan kegiatan intrakurikuler dan ko kurikuler. 2. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling Dengan adanya penelitian ini program bimbingan dan konseling di sekolah mulai dapat direncanakan dan dilaksanakan pada kegiatan ekstrakurikuler
dengan
melakukan
kolaborasi
dengan
pelatih
atau
pendamping kegiatan ekstrakurikuler agar peserta didik dapat mengikuti berbagai aktivitas di sekolah dengan optimal.
74
DAFTAR PUSTAKA
Agus Sujanto. (1996). Psikologi Perkembanga. Jakarta: RinekaCipta. Anifral Hendri. (2008:2-3) Ekskul Olahraga dalam Upaya Membangun Karakter Siswa. http://202.152.33.84/index.php?option=com_content&task=view&id= 6421&Itemid46. (diakses pada tanggal 16/04/2016, pkl: 09.23 WIB) Ari Wibowo. (2007). Perbedaan Kematangan Sosial Siswa-Siswi Sistem Pembelajaran Full Day School dan Half Day School SMP di Kota Jombang. Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan – UniversitasNegeri Malang Bimo Walgito. (2005). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Yogyakarta Burhan Nurgiyantoro, dkk. (2009). Statistik Terapan untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Chaplin, J.P. (2000). Kamus Lengkap Psikologi. Diterjemahkan oleh Kartini Kartono. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. De Bois Zulkarnaen. (2008). Perbedaan Kematangan Sosial Remaja Awal Ditinjau Dari Status Keikutsertaan Ekstrakurikuler Musik. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan – Universitas Ahmad Dahlan Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosda Karya. Dwi Siswoyo. (2007). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press Eko Budiarto. (2004). Metodologi Penelitian Kedokteran: Sebuah Pengantar. Jakarta: EGC Mustaq Firin, Wisjnu Martani, dan Esti Hayu Purnamaningsih. 1994. “Kemasakan Sosial Anak-Anak Berintelegensi Tinggi dan Normal”. Jurnal Psikologi, Vol 08, 27-32 Furqana. (2002). Hubungan antara Kesadaran Beragama dan Kematangan Sosial dengan Agresivitas Remaja Santri di Pondok Pesantren Modern Islam Assalam Surakarta. Tesis. Program Pasca Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada
75
Handoko Cahyandaru. (2013). Pengaruh Keaktifan Siswa Dalam Ekstrakurikuler Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas XI MAN Yogyakarta II. Skripsi. Fakultas Teknik – Universitas Negeri Yogyakarta Hikmawati. (2006). Hubungan Kecerdasan Emosi Dan Kematangan Sosial Dengan Efikasi Diri Pada Remaja Usia 17 Sampai Dengan 24 Tahun di Pondok Pesantren Putri Wali Songo Cukir, Jombang, Jawa Timur. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Hurlock, E. (1978). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Hurlock, E. (1980). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Hurlock, E. (1990). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga Johnson, R.C., and Medinus, G.R. (1976).Child Psychology Behavior and Development, Canada: John Willey and Sons. Inc Kartini Kartono, (2007). Perkembangan Psikologi Anak. Jakarta: Erlangga Mohammad Ali & Mohammad Asrori. (2006). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara Nana Syaodih Sukmadinata. (2006). Metode Penelitian Tindakan. Bandung: Remaja Rosda Karya NurAsiyah. (2006). Perbedaan Kematangan Sosial Anak Kelas Satu Sekolah Dasar yang Melalui Pendidikan Prasekolah dan Tidak Melalui Prasekolah. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan – Universitas Ahmad Dahlan Peraturan Pemerintah Menteri Pendidikandan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Kegiatan Ekstrakurikuler Priyatno & Erman Anti. (1994). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Randy Giovani Nusantara. (2013). Pengaruh Kegiatan Ekstrakurikuler Dan Perilaku Belajar Terhadap Prestasi Akademik Pada Mata Pelajaran Ekonomi Kelas XI IS di SMA Negeri 7 Semarang. Skripsi. Fakultas EkonomiUniversitas Negeri Semarang 76
Rita Ika Izzaty,dkk. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press Rohinah M N. (2012). The Hidden Curriculum Membangun Karakter Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler. Yogyakarta: Insan Madani Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RD. Bandung: Alfabeta. Suharsimi Arikunto. (2013). Prosedur Penelitian, Suatu Praktek. Jakarta: Bina Aksara. Suryosubroto. ( 2009). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta Syamsu Yusuf LN (2006). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Undang - Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Winarno Surachmad (1977). Psikologi Pemuda. Bandung: Jenmars Yeniar Indriana D dan Tri Windarti. (2008). “Mengembangkan Kematangan Sosial Pada Anak Melalui Outbond”. Jurnal Sekolah Dasar. Tahun 17 Nomor 02 Yudha M. Saputra. (1998). Pengembangan Kegiatan Ko Ekstrakurikuler. Jakarta: Depdikbud. Yudrik Jahja. (2013). Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT. Kharisma Putra Utama Yulia Singgih D. Gunarsa &Singgih D. Gunarsa. (1981). Psikologi Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia
77
LAMPIRAN
78
Lampiran. 1
SKALA KEMATANGAN SOSIAL SISWA ANGGOTA KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI SMK NEGERI 1 CANGKRINGAN, SLEMAN, YOGYAKARTA
Oleh: Ari Wibowo NIM 12104241078
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKRTA 2016
79
Skala Kematangan Sosial Siswa Anggota Kegiatan Ekstrakurikuler
A. Kata Pengantar Kematangan sosial adalah kemampuan individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga membentuk kebiasaan yang membantu dalam kehidupan berkelompok dan membantu kemandirian sosialnya. Dalam hal ini, ijinkanlah kami selaku peneliti ingin memperoleh data tentang penlitian kami yang berjudul “Tingkat Kematangan Sosial Pada Siswa Anggota Kegiatan Ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan” Informasi yang anda berikan akan sangat membantu kami dalam memberikan tolak ukur tentang tingkat kematangan sosial pada lingkungan kegiatan ekstrakurikuler di SMK Negeri 1 Cangkringan. Skala ini ini hanyalah sebatas informasi sehingga tidak akan berpengaruh pada nilai akademik di lingkungan SMK Negeri 1 Cangkringan. Demikian pengantar dari kami atas partisipasi dan kesediaan anda mengisi skala yang diberikan kami ucapkan terimakasih.
B. Identitas Responden Nama
: ..................................................................................
Kelas
: ..................................................................................
Jenis Kelamin
: ..................................................................................
Kegiatan Ekstrakurikuler : ..................................................................................
80
C. Petunjuk Pengisian 1. Bacalah pernyataan – pernyataan pada lembar berikut ini secara teliti. 2. Pilihlah salah satu dari empat pilihan jawaban yang tersedia yang paling sesuai dengan diri anda dengan memberikan tanda silang (X) pada tempat yang telah tersedia. Adapun pilihan jawaban yang tersedia adalah : SS
= Jika pernyataan tersebut Sangat Sesuai dengan diri anda.
S
= Jika pernyataan tersebut Sesuai dengan diri anda.
TS
= Jika pernyataan tersebut Tidak Sesuai dengan diri anda.
STS = Jika pernyataan tersebut Sangat Tidak Sesuai dengan diri anda. Bila hendak mengganti jawaban, coretlah jawaban yang telah dipilih dan silanglah jawaban yang baru, seperti contoh berikut ; Contoh :
SS
S
TS
STS
3. Anda diminta untuk menjawab dengan jujur sesuai keadaan diri sendiri. Apapun jawaban yang diberikan, semua dianggap benar, sejauh hal tersebut sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. 4. Anda tidak perlu merasa khawatir jawaban tersebut tidak akan mempengaruhi penilaian rapor hasil belajar anda. 5. Bila telah selesai, periksa kembali jangan sampai ada nomor yang terlewati.
TERIMA KASIH & SELAMAT MENGERJAKAN
81
No
Item Pernyataan
1.
Saya tahu apa yang harus saya lakukan ketika ada waktu luang.
2.
Saya mengisi waktu luang yang saya miliki untuk kegiatan yang positif.
3.
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan salah satu kegiatan diwaktu luang yang saya miliki
4.
Saya dapat memanfaatkan waktu luang dengan baik.
5.
Saya termasuk orang yang dapat dipercaya oleh orang lain.
6.
Saya termasuk orang yang dapat mengarahkan diri dengan baik tanpa harus ikut- ikutan orang lain.
7.
Saya termasuk orang yang mandiri dalam mengerjakan tugas pribadi dan kelompok.
8.
Saya adalah orang yang dapat diandalkan dan bertanggungjawab.
9.
Saya bingung harus melakukan apa ketika memiliki waktu luang.
10.
Ketika memiliki waktu luang saya hanya main- main dan melakukan hal yang tidak jelas manfaatnya.
11.
Saya hanya ikut-ikutan dalam kegiatan ekstrakurikuler.
12.
Saya tidak dapat meluangkan waktu dengan baik untuk aktivitas yang positif.
82
SS
S
TS
STS
13.
Saya termasuk orang yang kurang dapat dipercaya orang lain
14.
Saya adalah orang yang mudah ikut- ikutan orang lain dalam menentukan pilihan.
15.
Saya masih sering merepotkan orang lain dalam melakukan tugas- tugas yang diberikan pada saya.
16.
Saya termasuk orang yang kurang dapat diandalkan dan kurang bertanggungjawab.
17.
Saya orang yang mudah bergaul dengan orang lain.
18.
Saya tidak canggung bergaul dengan orang- orang baru dalam kehidupan saya.
19.
Saya berusaha menjadi teman yang baik bagi orang lain.
20.
Saya mudah akrab dengan teman- teman kegiatan ekstrakurikuler.
21.
Saya berusaha melakukan yang terbaik untuk kelompok/ organisasi yang saya ikuti.
22.
Saya termasuk orang yang mudah bekerjasama dengan orang lain
23.
Saya ingin memberikan prestasi bagi sekolah melalui kegiatan ekstrakurikuler yang saya ikuti.
24.
Saya merasa nyaman menjadi bagian dari kegiatan ekstrakurikuler.
25.
Saya tidak mudah bergaul dengan orang lain.
83
26.
Saya sulit akrab dengan teman- teman yang baru dalam kehidupan saya.
27.
Saya tidak bisa menjadi teman yang baik bagi orang lain.
28.
Saya kurang akrab dengan teman- teman di kegiatan ekstrakurikuler yang saya ikuti.
29.
Saya merasa tidak perlu melakukan banyak hal pada kelompok/ organiasasi yang saya ikuti.
30.
Saya sukar bekerjasama dengan orang lain.
31.
Saya tidak mempunyai keinginan untuk berprestasi melalui kegiatan ekstrakurikuler.
32.
Saya tidak nyaman mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.
33.
Saya mengetahui kelebihan dan kekurangan dalam diri saya.
34.
Tugas dan tanggung jawab organisasi/ kegiatan ekstrakurikuler tidak mengganggu tugas dan tanggung jawab pribadi.
35.
Kegiatan ekstrakurikuler yang saya ikuti sesuai dengan bakat dan potensi yang saya miliki.
36.
Saya dapat memperkirakan mampu atau tidaknya ketika diberikan tugas oleh kelompok.
37.
Ketika mendapatkan masalah saya yakin mampu menyelesaikannya.
38.
Saya yakin kegiatan ekstrakurikuler yang saya ikuti akan memberikan manfaat bagi diri saya.
84
39.
Saya dapat mengambil hikmah dari masalah yang pernah dihadapi.
40.
Saya yakin akan memiliki kehidupan yang lebih baik dimasa depan.
41.
Saya tidak dapat memahami kelebihan dan kekurangan dalam diri saya.
42.
Tugas dan tanggung jawab organisasi/ kegiatan ekstrakurikuler mengganggu tugas dan tanggung jawab pribadi.
43.
Saya tidak mengetahui manfaat kegiatan ekstrakurikuler bagi diri saya.
44.
Saya menerima begitu saja tugas yang diberikan oleh kelompok/ ekstrakurikuler tanpa mempertimbangkan mampu atau tidak dalam mengerjakannya.
45.
Saya selalu pasrah terhadap permasalahan yang saya hadapi karena selalu merasa kesulitan untuk menyelesaikannya.
46.
Saya tidak yakin kegiatan ekstrakurikuler yang saya ikuti akan memberikan manfaat bagi diri saya.
47.
Saya tidak dapat belajar dari masalah yangpernah dihadapi.
48.
Saya ragu akan memiliki kehidupan yang lebih baik dimasa depan.
85
Lampiran. 2
UJI VALIDITAS INSTRUMEN
Nomor Item
Skor Item
Nomor Item
Skor Item
1
0,181
25
0,479
2
0,562
26
0,641
3
0,454
27
0,550
4
0,334
28
0,619
5
0,516
29
0,462
6
0,666
30
0,588
7
0.460
31
0,503
8
0,511
32
0,606
9
0,468
33
-0,142
10
0,457
34
0,518
11
0,531
35
0,369
12
0,579
36
0,498
13
0,335
37
0,297
14
0,283
38
0,592
15
0,749
39
0,366
16
0,721
40
0,628
17
0,383
41
0,481
18
0,662
42
0,428
19
0,444
43
0,556
20
0,556
44
0,528
21
0,615
45
0,325
22
0,561
46
0,555
23
0,714
47
0,630
24
0,476
48
0,388
86
Lampiran 3
SURAT-SURAT PENELITIAN
87
88
89