TINGKAT KECERDASAN, ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN, DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SMA NEGERI 6 BOGOR
ENDAH FITRI MAHARANI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
iv
ABSTRACT ENDAH FITRI MAHARANI. The Intelligence, Energy and Protein Intake, and Physical Activity on Student Achievement of Senior High School Student 6 Bogor. Under the guidance of Hadi Riyadi. The general objective of this research was to study the level of intelligence, energy and protein intake, and physical activity on student achievement of Senior High School Student 6 Bogor. The research was conducted by using Cross Sectional Study design and implemented in Mei to September 2012 in Senior High School Student 6 Bogor. School were determined by purposive sampling. Sample consist of 73 student, 35 person are female students and 38 person are male students. The achievement of male students mostly in the category of fairly (63%), while the female students have good category (69%). There was very significant association between the level of intelligence with learning achievement (p=0.000, r=0.544). There was very significant association between the level of intelligence with learning achievement of Science (p=0.005, r=0.325), Indonesian Language (p=0.000, r=0.562), and Social (p=0.000, r=0.524). There was significant association between the level of intelligence with learning achievement of Mathematics (p=0.010, r=0.301). There was not a significant association between energy intake with learning achievement (p=0.638, r=0.056). There was a significant association between protein intake with learning achievement (p=0.019, r=0.274). There was a negative significant association between time to exercise with learning achievement (p=0.007, r= -0.312). There was a negative significant association between time to sleep with learning achievement (p=0.044, r= -0.237). There was a significant association between length of study with learning achievement (p=0.024, r=0.264).
Keywords : The intelligence, energy and protein intake, physical activity, learning achievement, adolescent.
iv
RINGKASAN ENDAH FITRI MAHARANI. Tingkat Kecerdasan, Asupan Energi dan Protein, dan Aktivitas Fisik terhadap Prestasi Belajar Siswa SMA Negeri 6 Bogor. Dibimbing oleh Hadi Riyadi. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari tingkat kecerdasan, asupan energi dan protein, dan aktivitas fisik terhadap prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bogor. Tujuan khusus dari penelitian ini diantaranya: (1) Mempelajari tingkat kecerdasan siswa SMA Negeri 6 Bogor, (2) Mempelajari asupan energi dan protein siswa SMA Negeri 6 Bogor, (3) Mempelajari aktivitas fisik siswa SMA Negeri 6 Bogor, (4) Mengetahui prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bogor, (5) Mempelajari hubungan antara tingkat kecerdasan terhadap prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bogor, (6) Mempelajari hubungan antara asupan energi dan protein terhadap prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bogor, (7) Mempelajari hubungan antara aktivitas fisik terhadap prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian dilaksanakan bulan Mei-September 2012. Penentuan sekolah yang dijadikan lokasi penelitian dilakukan secara purposive. Contoh pada penelitian ini adalah 73 siswa kelas X yang terdiri dari 35 siswa putri dan 38 siswa putra. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari data karakteristik keluarga siswa, karakteristik siswa, antropometri siswa, aktivitas fisik, konsumsi siswa, kebiasaan makan, pola belajar. Data sekunder terdiri dari gambaran umum sekolah, nilai rapot, nilai UTS dan UAS, hasil tes IQ. Data status gizi diperoleh dengan menggunakan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U). Data konsumsi dan aktivitas fisik diperoleh melalui metode recall 2x24 jam. Pengolahan data dilakukan secara deskriptif dan statistik dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan SPSS version 16.0. Proses pengolahan data meliputi coding, entry, editing, cleaning, dan analisis data. Analisis statistik yang dilakukan adalah uji beda t, Mann Whitney, uji korelasi Pearson, dan uji korelasi Rank Spearman. Sebagian besar jumlah anggota keluarga sampel termasuk dalam kategori keluarga sedang (59%), kategori keluarga sedang pada siswa putra sebesar 61% dan pada siswa putri sebesar 57%. Hasil uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara besar keluarga siswa putra dan putri (p>0.05). Tingkat pendidikan ayah dari siswa putra sebagian besar sarjana/pascasarjana (84%), sedangkan pada siswa putri sebagian besar yaitu SMA (49%). Tingkat pendidikan ibu dari siswa putra sebagian besar sarjana/pascasarjana (47%), sedangkan pada siswa putri sebagian besar yaitu SMA (49%). Hasil uji beda t, terdapat perbedaan yang nyata antara pendidikan ayah dan ibu dari siswa putra dan putri (p<0.05). Sebagian besar pekerjaan ayah dari siswa putra yaitu PNS (45%), pada ayah dari siswa putri yaitu pegawai swasta (46%). Sebagian besar pekerjaan ibu dari siswa putra dan putri yaitu IRT. Hasil uji Mann Whitney, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pekerjaan ibu dari siswa putra dan putri (p>0,05), namun terdapat perbedaan yang nyata antara pekerjaan ayah dari siswa putra dan putri (p<0,05). Sebagian besar pendapatan keluarga siswa putra dan putri berada pada kisaran >3.000.000-5.000.000 dengan persentase masingmasing sebesar 34% dan 51%. Hasil uji beda t, terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan keluarga dari siswa putra dan putri (p<0,05). Uang saku siswa putra dan putri sebagian besar berada pada kisaran 10.000-15.000
iv
dengan persentase masing-masing sebesar 53% dan 49%. Hasil uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara uang saku siswa putra dan putri (p>0,05). Status gizi siswa putra dan putri sebagian besar berada pada kategori normal dengan persentase masing-masing sebesar 81% dan 94%. Hasil uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara status gizi siswa putra dan putri (p>0,05). Sebagian besar pola belajar siswa putra dan putri berada pada kategori cukup dengan persentase masing-masing sebesar 53% dan 51%. Hasil uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pola belajar siswa putra dan putri (p>0,05). Sebagian besar siswa putra dan putri selalu sarapan dengan persentase masing-masing 58% dan 57%, siswa putra dan putri sering mengkonsumsi protein nabati dan hewani. Hasil uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kebiasaan sarapan, konsumsi protein nabati dan hewani siswa putra dan putri (p>0,05). Rata-rata konsumsi energi dan protein siswa putri lebih tinggi dibandingkan siswa putra, konsumsi energi dan protein siswa putra sebesar 1392 Kalori dan 48 gram, sedangkan pada siswa putri sebesar 1712 Kalori dan 56,5 gram. Hasil uji beda t, terdapat perbedaan yang nyata antara konsumsi energi dan protein siswa putra dan putri (p<0.05). Sebagian besar tingkat kecukupan energi dan protein siswa putra masuk ke dalam kategori defisit tingkat berat dengan persentase sebesar 71% dan 58%, sedangkan pada siswa putri masuk ke dalam kategori cukup dengan persentase sebesar 34% dan 35%. Hasil uji beda t, terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dan protein siswa putra dan putri (p<0.05). Sebagian besar waktu yang dimiliki siswa dihabiskan untuk tidur, nonton tv, dan belajar. Berdasarkan hasil uji beda t, terdapat perbedaan yang nyata antara aktivitas ibadah dan olahraga siswa putra dan putri (p<0,05), namun tidak terdapat perbedaan yang nyata antara aktivitas tidur, santai, belajar, makan dan minum, nonton TV, kebersihan diri, beres-beres rumah, dan melakukan perjalanan pada siswa putra dan putri (p>0,05). Sebagian besar siswa, baik siswa putra (55%) maupun putri (91%) melakukan aktivitas dengan kategori ringan. Berdasarkan hasil uji beda t, terdapat perbedaan yang nyata antara aktivitas siswa putra dan putri (p<0,05). Sebagian besar IQ siswa putra dan putri berada pada kategori rata-rata cerdas dengan persentase masing-masing sebesar 45% dan 51%. Berdasarkan hasil uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara IQ siswa putra dan putri (p>0,05). Prestasi belajar siswa putra sebagian besar berada pada kategori cukup (63%), sedangkan pada siswa putri berada pada kategori baik (69%). Hasil uji beda t, terdapat perbedaan yang nyata pada prestasi belajar siswa putra dan putri (p<0,05), terdapat perbedaan yang nyata pada pelajaran Bahasa Indonesia dan IPS siswa putra dan putri (p<0,05), tidak terdapat perbedaan yang nyata pada pelajaran Matematika dan IPA siswa putra dan putri (p>0,05). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan berhubungan sangat nyata dengan prestasi belajar (p=0,000, r=0,544). Tingkat kecerdasan berhubungan nyata dengan prestasi belajar Matematika (p=0,010, r=0,301). Tingkat kecerdasan berhubungan sangat nyata dengan prestasi belajar IPA, Bahasa Indonesia dan IPS, dengan nilai masing-masing (p=0,005, r=0,325), (p=0,000, r=0,562), (p=0,000, r=0,524). Hasil uji korelasi Spearman, konsumsi protein dan waktu belajar berhubungan nyata dengan prestasi belajar dengan nilai (p=0,019, r=0,274). Konsumsi energi tidak berhubungan nyata dengan prestasi belajar (p=0,638, r=0,056). Waktu belajar berhubungan nyata dengan prestasi belajar siswa (p=0,024, r=0,264). Waktu yang dialokasikan untuk berolahraga dan tidur berhubungan nyata negatif dengan prestasi belajar siswa (p=0,007, r=-0,312), (p=0,044, r= -0,237).
TINGKAT KECERDASAN, ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN, DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SMA NEGERI 6 BOGOR
ENDAH FITRI MAHARANI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Penelitian
: Tingkat Kecerdasan, Asupan Energi dan Protein, dan Aktivitas Fisik terhadap Prestasi Belajar Siswa SMA Negeri 6 Bogor
Nama Mahasiswa : Endah Fitri Maharani NIM
: I14104017
Menyetujui : Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS NIP. 19610615 198603 1 004
Mengetahui : Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP: 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus :
PRAKATA Bismillaahirrahmaanirrahim Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tingkat Kecerdasan, Asupan Energi dan Protein, dan Aktivitas Fisik terhadap Prestasi Belajar Siswa SMA Negeri 6 Bogor”. Skripsi ini merupakan syarat bagi penulis untuk dapat melakukan penelitian guna memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi. 2. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku penguji yang telah memberikan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Katrin Roosita, SP., Msi selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan motivasi untuk belajar dan mengerjakan segala hal. 4. Orang tua yang telah membesarkan dan mendidik dengan ketulusan, kesabaran serta dukungan dan doa yang tiada henti diberikan untuk penulis. 5. Miftahul Ilham yang selalu memberikan motivasi dalam pengerjaan skripsi ini. 6. Seluruh teman dan pihak yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu atas bantuan dan doa yang diberikan pada penulis. Dengan segala kerendahan hati penulis memohon kepada Allah SWT semoga amal baik yang telah diberikan oleh semua pihak, akan mendapat berkat berlimpah dari-Nya. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi motivasi dan berguna bagi orang lain untuk riset dikemudian hari.
Bogor, November 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Endah Fitri Maharani, Lahir di Bangka Belitung pada tanggal 7 Mei 1989. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Drs Roni dan Sri Sukarni Puji Hastuti. Pendidikan dasar ditempuh di SDN 13 Bangka Selatan dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTPN 2 Bangka Selatan dan lulus pada tahun 2004. Pendidikan menengah atas ditempuh di SMAN 1 Bangka Selatan dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima di Direktorat Program Diploma IPB pada Program Keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi melalui jalur USMI. Setelah menamatkan di jenjang Diploma 3 pada tahun 2010, penulis melanjutkan kembali ke jenjang Strata 1 (S1) di Institut Pertanian Bogor sebagai Mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi pada Fakultas Ekologi Manusia. Penulis pernah Praktek Kerja Lapang (PKL) di Rumah Sakit Umum Daerah Margono Soekarjo pada bulan September–Desember 2009. Penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kabupaten Banjarnegara pada Bulan Juni–Agustus 2012.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI............................................................................................................x DAFTAR TABEL................................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR..............................................................................................xiii PENDAHULUAN.................................................................................................... 1 Latar Belakang............................................................................................. 1 Tujuan........................................................................................................... 2 Hipotesis...................................................................................................... 3 Kegunaan Penelitian.................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4 Remaja ........................................................................................................ 4 Besar Keluarga ............................................................................................ 4 Pendidikan................................................................................................... 5 Pendapatan ................................................................................................. 5 Food Recall.................................................................................................. 6 Food Frequency Questionnaire (FFQ) ......................................................... 6 Asupan Energi dan Protein .......................................................................... 7 Energi ................................................................................................. 7 Protein ................................................................................................ 7 Status Gizi .................................................................................................... 9 Aktivitas Fisik .............................................................................................. 10 Prestasi Belajar.......................................................................................... 11 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ................................... 11 Pengukuran Prestasi Belajar ...................................................................... 13 Tingkat Kecerdasan Kognitif (IQ) ................................................................ 13 Macam-Macam Kecerdasan ...................................................................... 15 KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................. 17 METODE PENELITIAN...................................................................................... 19 Desain, Tempat, dan Waktu........................................................................ 19 Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh............................................................ 19 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................................ 20 Pengolahan dan Analisis Data .................................................................... 21 Definisi Operasional.................................................................................... 23 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 25
Gambaran Umum Sekolah.......................................................................... 25 Karakteristik Keluarga ........................................................................... 26 Besar Keluarga ................................................................................ 26 Pendidikan Orangtua ....................................................................... 27 Pekerjaan Orangtua......................................................................... 28 Pendapatan Keluarga ...................................................................... 28 Uang Saku....................................................................................... 29 Karakteristik Contoh.................................................................................... 30 Jenis Kelamin .................................................................................. 30 Usia ................................................................................................ 30 Status Gizi ...................................................................................... 31 Pola Belajar..................................................................................... 32 Kebiasaan Makan ........................................................................... 32 Frekuensi Konsumsi Pangan .......................................................... 34 Konsumsi Siswa.............................................................................. 36 Tingkat Kecukupan Energi .............................................................. 37 Aktivitas Fisik .................................................................................. 39 Intellektual Quotient (IQ) ................................................................. 41 Prestasi Belajar.............................................................................. 42 Hubungan Antar Variabel............................................................................ 44 Hubungan antara Tingkat Kecerdasan dengan Prestasi Belajar .... 44 Hubungan Konsumsi Energi dan Protein dengan Prestasi Belajar . 45 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Pretasi Belajar Siswa................. 46 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 48 Kesimpulan ................................................................................................ 48 Saran ......................................................................................................... 49 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 50
DAFTAR TABEL Halaman 1 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U .................................................................. 10 2 Variabel, jenis data, dan cara pengumpulan data ................................................. 20 3 Sebaran siswa berdasarkan besar keluarga .......................................................... 26 4 Sebaran siswa berdasarkan pendidikan orangtua ................................................ 27 5 Sebaran siswa berdasarkan pekerjaan orangtua .................................................. 28 6 Sebaran siswa berdasarkan pendapatan keluarga ............................................... 29 7 Sebaran siswa berdasarkan uang saku .................................................................. 29 8 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin.............................................................. 30 9 Sebaran siswa berdasarkan usia ............................................................................. 30 10 Sebaran siswa berdasarkan status gizi................................................................. 31 11 Sebaran siswa berdasarkan pola belajar.............................................................. 32 12 Sebaran siswa berdasarkan kebiasaan makan ................................................... 32 13 Sebaran siswa berdasarkan kebiasaan makan ................................................... 35 14 Sebaran siswa berdasarkan konsumsi energi dan protein ................................ 36 15 Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein ................. 37 16 Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein ................. 38 17 Rata-rata alokasi waktu siswa hari libur dan hari sekolah ................................. 39 18 Rata-rata alokasi waktu siswa untuk melakukan aktivitas fisik ........................ 40 19 Sebaran siswa berdasarkan tingkat aktivitas fisik ............................................... 40 20 Sebaran siswa berdasarkan tingkat aktivitas fisik ............................................... 41 21 Sebaran siswa berdasarkan IQ .............................................................................. 41 22 Sebaran siswa berdasarkan prestasi belajar ....................................................... 42 23 Sebaran siswa putra berdasarkan prestasi belajar ............................................. 43 24 Sebaran siswa putri berdasarkan prestasi belajar .............................................. 43 25 Sebaran siswa putra dan putri berdasarkan prestasi belajar............................. 44
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Skema kerangka pemikiran hubungan tingkat kecerdasan, asupan energi dan protein, dan aktivitas fisik terhadap prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bogor. ........................................................................................................... 18
DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuesioner..........................................................................................................55 2 Uji Statistik ........................................................................................................65
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah periode yang penting pada pertumbuhan dan kematangan manusia. Pada periode ini banyak terjadi perubahan untuk menuju tahap kedewasaan. Remaja merupakan fase transisi sebelum seorang anak menuju tahap kedewasaan (Riyadi 2001). Ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan atau kecukupan akan menimbulkan masalah gizi, baik berupa masalah gizi lebih maupun gizi kurang. Masalah gizi pada remaja akan berdampak negatif pada tingkat kesehatan masyarakat, misalnya penurunan konsentrasi belajar, risiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), dan penurunan kesegaran jasmani. Salah satu cara menilai kualitas seorang anak adalah dengan melihat prestasi belajarnya di sekolah. Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu (Ahmadi & Supriyono 2004). Prestasi belajar anak didik dipakai sebagai ukuran untuk mengetahui sejauh mana mereka dapat menguasai pelajaran yang sudah diajarkan atau dipelajari. Hasil prestasi belajar ini biasanya bersifat dokumentatif yang dinyatakan dengan nilai rapor (Masrun & Martaniyah 1973). Kecerdasan merupakan kemampuan belajar yang disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapi. Semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk mencapai prestasi yang tinggi. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk mencapai prestasi yang tinggi. Aktivitas fisik yang dilakukan anak akan membantu pertumbuhannya. Pencapaian prestasi sekolah anak sangat berhubungan dengan perkembangan fisik dan aktifitasnya. Anak yang mendapatkan kesempatan untuk melatih fisiknya akan lebih memiliki kemampuan dalam aspek mental intelektual dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan kesempatan untuk melatih fisiknya (Friedman & Clark 1987 dalam Kusumaningrum 2006). Selain aktivitas fisik, asupan energi dan protein merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Protein sebagai salah satu zat gizi yang diperlukan oleh tubuh memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan, pengganti sel tubuh yang rusak, dan sebagai katalisator. Protein,
2
baik hewani maupun nabati, terdiri dari 25 jenis asam amino yang berperan penting bagi terbentuknya neurotransmitter, yaitu senyawa pengantar pesan dari sel otak satu ke sel otak yang lain. Kekurangan kalori dan protein dapat menyebabkan otak anak tidak tumbuh optimal dan akan mengakibatkan gangguan motorik dan kecerdasan. Kalori dibutuhkan dalam proses metabolisme otak, sementara protein berperan dalam pembentukan sel-sel saraf baru, termasuk otak. Fungsi khas protein yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutunya. Mutu protein bahan makanan hewani lebih tinggi dari makanan nabati. Protein hewani pada umumnya mempunyai susunan asam amino yang paling sesuai untuk kebutuhan manusia. Untuk menjamin mutu protein dalam makanan seharihari, dianjurkan sepertiga bagian protein yang dibutuhkan berasal dari protein hewani (Almatsier 2002). Diharapkan siswa memiliki tingkat kecerdasan, asupan energi dan protein, dan aktivitas fisik yang baik serta optimal untuk masa pertumbuhan dan perkembangannya serta menghasilkan prestasi belajar yang baik di sekolah. Melihat situasi yang telah disebutkan diatas, merupakan hal yang menarik untuk mengetahui bagaimana hubungan antara tingkat kecerdasan, asupan energi dan protein, dan aktivitas fisik terhadap prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bogor. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari tingkat kecerdasan, asupan energi dan protein, dan aktivitas fisik terhadap prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bogor. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini diantaranya: 1. Mempelajari tingkat kecerdasan siswa SMA Negeri 6 Bogor 2. Mempelajari asupan energi dan protein siswa SMA Negeri 6 Bogor. 3. Mempelajari aktivitas fisik siswa SMA Negeri 6 Bogor. 4. Mengetahui prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bogor. 5. Mempelajari hubungan antara tingkat kecerdasan terhadap prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bogor
3
6.
Mempelajari hubungan antara asupan energi dan protein terhadap prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bogor.
7.
Mempelajari hubungan antara aktivitas fisik terhadap prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bogor. Hipotesis
1. Ada hubungan antara tingkat kecerdasan dengan prestasi belajar 2. Ada hubungan antara asupan energi dan protein dengan prestasi belajar 3. Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan prestasi belajar Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai tingkat kecerdasan, asupan energi dan protein, dan aktivitas fisik terhadap prestasi belajar. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada orang tua untuk menambah wawasan dan lebih memperhatikan asupan energi dan protein serta aktivitas fisik anak
sehingga dapat
meningkatkan prestasi belajar. Selain itu, informasi ini dapat menjadi masukan bagi pihak sekolah untuk memperhatikan tingkat prestasi belajar anak di sekolah.
4
TINJAUAN PUSTAKA Remaja Menurut
WHO,
remaja
adalah
suatu
masa
pertumbuhan
dan
perkembangan saat 1) individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan
tanda-tanda
seksual
sekundernya
sampai
ia
mencapai
kematangan seksual; 2) individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi
dari
anak-anak
menjadi
dewasa;
3)
terjadi
peralihan
dari
ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang relatif lebih mandiri. Putra umumnya mengalami kematangan lebih lambat daripada putri, sehingga putra mengalami periode masa awal remaja yang lebih singkat. Akibatnya, seringkali putra tampak kurang matang untuk usianya dibandingkan putri (Fatimah 2006). Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif, dan psikososial. Kebiasaan makan dan minum pada remaja dipengaruhi oleh keluarga, teman, dan media. Teman sebaya berpengaruh besar pada remaja dalam hal memilih jenis makanan (Mann & Steward 2007). Masa remaja dimulai antara usia 9 hingga 10 tahun dan berakhir pada usia sekitar 18 tahun (Arisman 2004). Menurut Depkes (2005), masa remaja dibedakan dalam tiga tahap, yaitu masa remaja awal (10-13 tahun), masa remaja tengah (14-16 tahun), dan masa remaja akhir (17-19 tahun). Remaja memerlukan zat gizi lebih tinggi daripada kelompok usia lainnya. Kebutuhan energi, protein, vitamin, dan mineral meningkat untuk mengkompensasi pertumbuhan tubuh yang pesat pada berat dan tinggi badan. Pada umumnya remaja mengkonsumsi banyak makanan kaya karbohidrat dan rendah kandungan protein sebagai pemenuhan akan nafsu makan yang ikut meningkat akibat peningkatan kebutuhan gizi (Eastwood 2003). Besar Keluarga Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga. Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. kualitas maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu. Besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran pangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur 1982). Sementara itu,
5
menurut Suhardjo (1989), jumlah anggota keluarga mempunyai andil dalam permasalahan gizi. Keluarga yang memiliki anggota keluarga yang jumlahnya banyak akan berusaha membagi makanan yang terbatas sehingga makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan masing-masing anggota keluarga. Pendidikan Tingkat pendidikan orangtua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan, dan status gizi (Rahmawati 2006). Tingkat pendidikan yang semakin tinggi mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh seseorang. Ayah sebagai kepala keluarga bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehingga perlu pendidikan yang tinggi. Pendidikan ayah mempengaruhi perkembangan anak dalam pengasuhan yang diberikan. Pengetahuan dan tingkat pendidikan formal serta keikutsertaan dalam pendidikan non formal dari orang tua sangat penting dalam menentukan status kesehatan dan status gizi keluarga (Suhardjo 1989). Tingkat pendidikan terakhir ibu siswa merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan, dan status gizi. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 2006). Pendapatan Pendapatan keluarga adalah besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga. Pendapatan keluarga juga tergantung pada jenis pekerjaan suami dan anggota keluarga lainnya (Susanti 1999). Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik (Suhardjo 1989). Tingginya tingkat pendapatan cenderung diikuti dengan tingginya jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Tingkat pendapatan akan mencerminkan kemampuan untuk membeli bahan pangan. Secara teoritis terdapat hubungan positif antara pendapatan dengan jumlah permintaan pangan. Makin tinggi tingkat pendapatan akan semakin tinggi daya beli keluarga terhadap pangan, sehingga akan membawa pengaruh terhadap semakin beragam dan banyaknya pangan yang dikonsumsi (Soekirman 1994).
6
Food Recall Metode ini mencatat mengenai jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi pada waktu yang lalu (biasanya “recall” 24 jam). Pengukuran konsumsi pangan diawali dengan menanyakan jumlah pangan dalam ukuran rumah tangga (URT), setelah itu baru dikonversikan kedalam satuan berat. Agar diperoleh hasil yang teliti maka perlu dilatih sebelumnya mengenai penggunaan URT dan mengkonversikannya ke satuan berat (Hardinsyah et al. 2002). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal dua kali recall 24 jam tanpa berturut-turut dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar mengenai intake harian individu. Pengukuran jika hanya dilakukan sebanyak satu kali (1x24 jam) maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu (Gibson 2005). Metode recall mencatat mengenai jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi pada waktu yang lalu. Pengukuran konsumsi biasanya diawali dengan menanyakan jumlah pangan dalam URT, setelah itu baru dikonversikan ke dalam satuan berat. Metode recall ini murah dan tidak memakan waktu banyak. Kekurangan metode ini yaitu data yang dihasilkan kurang akurat karena mengandalkan keterbatasan daya ingat seseorang dan tergantung dari keahlian tenaga pencatatan dalam mengkonversikan URT kedalam satuan berat serta adanya variasi URT antar daerah, dan variasi interpretasi besarnya ukuran antar responden (besar, sedang, kecil) (Kusharto & Sa’adiyyah 2008). Food Frequency Questionnaire (FFQ) Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan, atau tahun. Kuesioner FFQ mempunyai dua komponen utama, yaitu daftar pangan dan frekuensi penggunaan pangan (Supariasa 2002). Kelebihan metode ini yaitu relatif murah, dapat dilakukan sendiri oleh responden, tidak membutuhkan latihan khusus, dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara penyakit dengan kebiasaan makan. Kekurangan metode ini yaitu tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari, sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data, cukup menjemukan bagi pewawancara, perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner, responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi (Supariasa 2002). Penggunaan metode frekuensi
7
pangan bertujuan untuk memperoleh data konsumsi pangan secara kualitatif dan informasi deskriptif tentang pola konsumsi. Asupan Energi dan Protein Energi Kecukupan gizi merupakan suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh, dan kondisi fisiologis khusus untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Persagi 2009). Tingkat kecukupan adalah perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Energi dalam pangan merupakan hasil pembakaran dari zat gizi makro karbohidrat, lemak, protein, sedangkan secara kualitatif mutu pangan dapat diperkirakan dari besarnya sumbangan protein terhadap nilai energinya. Pemberian atau penyediaan makanan bergizi keluarga dapat dipengaruhi oleh pengetahuan ataupun pendapatan keluarga, selain itu ada beberapa hal yang akan berpengaruh, diantaranya adalah kurangnya pengetahuan akan bahan makanan yang bergizi, pantangan-pantangan yang secara tradisional masih berlaku, keengganan untuk mengkonsumsi bahan makanan murah walaupun mereka mengetahui bahwa banyak mengandung zat gizi (Kartasapoetra & Marsetyo 2003). Manusia
membutuhkan
makanan
untuk
kelangsungan
hidupnya.
Makanan merupakan sumber energi untuk menunjang semua kegiatan atau aktivitas manusia. Agar energinya tercukupi diperlukan pemasukan zat-zat makanan yang cukup ke dalam tubuh. Manusia yang kurang makanan akan lemah baik daya kegiatan, pekerjaan fisik atau daya pemikirannya karena kurangnya zat-zat makanan yang diterima tubuhnya yang dapat menghasilkan energi. Seseorang tidak dapat menghasilkan energi yang melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan kecuali jika meminjam atau menggunakan cadangan energi dalam tubuh, namun kebiasaan meminjam ini akan dapat mengakibatkan keadaan yang gawat, yaitu kekurangan gizi khususnya energi (Budiyanto 2002). Protein Protein merupakan bahan utama dalam pembentukan jaringan, baik jaringan tubuh tumbuh-tumbuhan maupun tubuh manusia dan hewan. Karena itu protein disebut unsur pembangun. Protein mempunyai fungsi penting dalam membangun dan memelihara sel jaringan tubuh. Protein juga merupakan prekursor untuk neurotransmitter yang mendukung perkembangan otak. Fungsi
8
otak yang baik tergantung pada kapasitas menyerap dan memproses informasi. Neurotransmitter catecholaimes dibentuk dari asam amino penting: Tyrosine dan neurotransmitter serotonin dibentuk dari Tryptophan. Serotonin menstimulasi tidur yang penting untuk perkembangan otak dalam memproses informasi, sedangkan catecholamine berkaitan dengan keadaan siaga yang membantu menyerap informasi di otak. Sumber protein antara lain seperti ikan, susu, daging, telur dan kacang-kacangan (Sediaoetama 2010). Protein sebagai salah satu zat gizi yang diperlukan oleh tubuh memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan, pengganti sel tubuh yang rusak, dan sebagai katalisator. Fungsi khas protein yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2002). Fungsi khas protein inilah yang menyebabkan protein sangat dibutuhkan oleh remaja. Hal ini karena remaja merupakan kelompok yang dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya memerlukan zat gizi yang relatif besar jumlahnya dan bila dikonsumsi tidak seimbang maka dapat menimbulkan masalah gizi (Khomsan 2002). Nilai gizi protein dapat diartikan sebagai kemampuan suatu protein untuk dapat dimanfaatkan oleh tubuh sebagai sumber nitrogen untuk sintesis protein tubuh. Terdapat dua faktor yang menentukan nilai gizi suatu protein, yaitu daya cerna dan kandungan asam amino esensialnya. Protein yang mudah dicerna oleh enzim-enzim pencernaan serta mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap serta dalam jumlah yang seimbang merupakan protein yang bernilai gizi tinggi. Umumnya protein hewani merupakan protein yang bernilai gizi tinggi, kecuali gelatin. Protein nabati umumnya daya cernanya lebih rendah dan kekurangan salah satu asam amino esensial. Kekurangan konsumsi protein banyak terjadi dikalangan bayi dan anak-anak kecil, terutama akibat dari kemiskinan. Hal ini tidak saja menyebabkan pertumbuhan terhambat, tetapi juga perkembangan
otaknya,
sehingga
akan
berakibat
pada
terbentuknya
sumberdaya manusia dengan kualitas rendah (Muchtadi 2002). Walaupun fungsi utama protein adalah untuk pertumbuhan, bilamana tubuh kekurangan zat energi fungsi protein untuk menghasilkan energi atau untuk membentuk glukosa akan didahulukan. Bila glukosa atau asam lemak dalam tubuh terbatas, sel terpaksa menggunakan protein untuk membentuk glukosa dan energi. Glukosa dibutuhkan sebagai sumber energi sel-sel otak dan sistem saraf. Hemoglobin, pigmen darah yang berwarna merah dan berfungsi
9
sebagai pengangkut oksigen dan karbondioksida adalah ikatan protein. Hemoglobin akan membawa oksigen ke otak, sehingga otak dapat berfikir lebih baik, jika protein yang masuk ke dalam tubuh kurang dapat menyebabkan daya ingat atau konsentrasi belajar menurun sehingga menyebabkan prestasi belajar juga menurun, tetapi apabila protein yang masuk cukup dapat menyebabkan prestasi belajar menjadi baik (Almatsier 2004). Status Gizi Status gizi menurut Riyadi (2001) yaitu keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilitas zat gizi makanan. Status gizi (nutrition status) menurut Supariasa (2002) didefinisikan sebagai ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Keadaan gizi merupakan keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Status gizi seseorang atau sekelompok orang dapat digunakan untuk mengetahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut memiliki status gizi yang baik atau tidak. Faktor yang secara langsung mempengaruhi status gizi adalah konsumsi pangan dan status kesehatan. Konsumsi pangan salah satunya dipengaruhi oleh akses terhadap pangan, akses terhadap pangan ditentukan oleh tingkat pendapatan seseorang (Riyadi 2001). Status gizi rendah disebabkan kurang asupan makanan. Makanan hanya mampu bertahan dalam lambung 6-8 jam, setelah itu lambung kosong karena sari-sari makanan telah diserap dan diedarkan ke seluruh tubuh, maka untuk memenuhi kebutuhannya akan terjadi pemecahan glikogen, sehingga terjadi deplesi jaringan yang kemudian menyebabkan perubahan biokimia, perubahan fungsional, dan perubahan anatomis tubuh. Jika hal tersebut berlangsung lama akan menyebabkan glukosa darah ke otak berkurang sehingga tidak konsentrasi dalam belajar dan daya ingat rendah sehingga prestasi belajar pun rendah (Soekirman 2002). Berdasarkan hasil penelitian Maryam (2001), terdapat hubungan yang positif antara kondisi status gizi dan kesehatan dengan prestasi belajar. Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penilaian status gizi secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis,
10
biokimia, dan biofisik. Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa 2002). Menurut WHO (2007), pengukuran status gizi pada anak usia 5-19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB, akan tetapi menggunakan indeks massa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Kategori status gizi berdasarkan IMT/U dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U Variabel Kategori <-3 Sangat Kurus -3 ≤ z ≤ -2 Kurus -2 ≤ z ≤ +1 Normal +1 ≤ z ≤ +2 Gemuk Z > +2 Obese Sumber : WHO 2007 Aktivitas Fisik Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot-otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh serta mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2002). Pencapaian prestasi sekolah anak sangat berhubungan dengan perkembangan fisik dan aktifitasnya. Anak yang mendapat kesempatan untuk melatih fisiknya akan lebih memiliki kemampuan dalam aspek mental intelektual dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan kesempatan untuk melatih fisiknya (Friedman & Clark dalam Kusumaningrum 2006). Aktifitas fisik selain membuat sehat juga mampu berpengaruh pada pencapaian hasil belajar yang lebih baik. Anak-anak yang tetap aktif secara fisik memiliki kebiasaan tidur yang lebih baik, selain itu mereka juga mampu menangani tantangan fisik dan emosional seperti berlari atau belajar untuk menghadapi ujian jauh lebih baik dibandingkan anak-anak yang inaktif. Ada beberapa manfaat akademis dari kelas pendidikan jasmani atau anak yang terlibat aktivitas fisik dalam waktu istirahat selama di sekolah. Beberapa peneliti menunjukkan
adanya
pengaruh
positif
dari
aktivitas
jasmani
terhadap
peningkatan kemampuan kognitif siswa dan juga dapat meningkatkan rentan perhatian mereka. Hal ini dapat menghasilkan performa yang lebih baik secara
11
keseluruhan dibidang akademik. Aktivitas fisik yang teratur berhubungan dengan peningkatan kognitif pelakunya. Seseorang yang melakukan aktivitas jasmani yang teratur ternyata menunjukkan hasil IQ yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang tidak melakukan aktivitas fisik secara teratur. Aktivitas fisik dapat berpengaruh langsung terhadap fungsi kognitif seseorang, seperti meningkatkan fungsi cerebrovaskular serta frekuensinya (Masrun & Martaniyah 1973). Prestasi Belajar Belajar adalah proses yang aktif untuk menentukan atau memperoleh kemajuan dalam perkembangan intelektual, hal ini dilakukan karena adanya dorongan yang timbul dari dirinya sendiri. Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal maupun faktor eksternal (Ahmadi & Supriyono 2004). Prestasi belajar merupakan salah satu ukuran tingkat intelegensi. Prestasi belajar merupakan output sekolah yang sangat penting dan merupakan alat ukur kemampuan kognitif siswa. Prestasi belajar menggambarkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan (Hawadi 2001). Keberhasilan siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kecerdasan kognitif atau yang sering disebut dengan IQ secara umum diketahui sebagai prediktor utama dalam keberhasilan siswa di sekolah (Atkinson 2000). Kebiasaan disiplin diri dan disiplin waktu mendukung kelancaran perkembangan kognitif dan prestasi di sekolah (Gunarsa & Gunarsa 2006). Skor prestasi belajar merupakan hasil yang diwujudkan dalam bentuk angka (Soemantri 1978 dalam Agustina 2003). Motivasi berprestasi merupakan salah satu faktor yang berperan terhadap pencapaian prestasi seseorang. Motivasi berprestasi berhubungan dengan kebutuhan untuk berprestasi yang mengarahkan tingkah laku seseorang dalam bertindak untuk mencapai prestasi (MC Clelland 1976 dalam Setiawati 2007). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri dan terdiri dari faktor biologis dan faktor psikologis, sebagai contoh yaitu faktor kesehatan jasmani dan rohani, kecerdasan (intelegensia), daya ingat, kemauan, bakat. Faktor internal dipengaruhi oleh faktor biologis dan faktor psikologis. Faktor biologis yang mempengaruhi prestasi belajar diantaranya adalah kondisi
12
kesehatan fisik yang sehat dan segar, namun demikian dalam menjaga kesehatan fisik ada beberapa hal yang sangat diperlukan diantaranya adalah makan dan minum harus teratur serta memenuhi persyaratan kesehatan, olahraga dan istirahat yang cukup. Faktor psikologis yang mempengaruhi diantaranya adalah intelegensi, kemauan, bakat, daya ingat (Ahmadi & Supriyono 2004). Intelegensi atau tingkat kecerdasan dasar memang berpengaruh besar terhadap
keberhasilan
belajar
seseorang.
Seseorang
yang
mempunyai
intelegensi jauh dibawah normal akan sulit diharapkan untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam proses belajar. Sangat perlu dipahami bahwa intelegensi itu bukan merupakan satu-satunya faktor penentu keberhasilan seseorang. Intelegensi itu hanya merupakan salah satu faktor dari sekian banyak faktor. Sebaliknya, seseorang yang intelegensinya tidak seberapa tinggi atau sedang, mungkin saja mencapai prestasi belajar tinggi jika proses belajarnya ditunjang dengan berbagai faktor lain yang memungkinkan untuk mencapai prestasi belajar yang maksimal. Kemauan dapat dikatakan sebagai faktor utama penentu keberhasilan belajar seseorang. Lebih dari itu, dapat dikatakan bahwa kemauan merupakan motor penggerak utama yang menentukan keberhasilan seseorang dalam setiap segi kehidupannya. Bagaimanapun baiknya proses belajar yang dilakukan seseorang hasilnya akan kurang memuaskan jika orang orang tersebut tidak mempunyai kemauan yang keras. Bakat memang merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang keberhasilan belajar seseorang dalam suatu bidang tertentu. Kegagalan dalam belajar yang sering terjadi sehubungan dengan bakat justru disebabkan seseorang terlalu cepat merasa dirinya tidak berbakat dalam suatu bidang. Daya ingat sangat mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang. Daya ingat dapat didefinisikan sebagai daya jiwa untuk memasukkan, menyimpan dan mengeluarkan kembali suatu kesan. Sesuai dengan tahap-tahapnya, daya ingat mempunyai sifat-sifat diantaranya adalah sifat cepat atau lambat yang menunjukkan lamanya waktu untuk memasukkan kesan kedalam pikiran, sifat setia yaitu kesan-kesan yang masuk dapat disimpan sama persis dengan objek yang sebenarnya, sifat tahan lama yang berarti kesankesan yang masuk dapat disimpan dalam waktu yang lama atau tidak mudah lupa, sifat luas yaitu dapat menyimpan kesan dalam jumlah yang banyak, sifat siap yang berarti dapat mengeluarkan kembali kesan-kesan yang telah tersimpan didalam pikiran, baik secara lisan maupun secara tertulis, kemampuan
13
mengingat ini dipengaruhi pula oleh daya jiwa yang lain diantaranya adalah kemauan dan daya konsentrasi. Daya konsentrasi merupakan suatu kemampuan untuk memfokuskan pikiran, perasaan, kemauan dan segenap panca indera ke satu objek didalam satu aktivitas (Ahmadi & Supriyono 2004). Faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar individu itu sendiri. Faktor ini meliputi faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah, faktor lingkungan masyarakat dan faktor waktu. Faktor lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam menentukan perkembangan pendidikan seseorang. Kondisi lingkungan keluarga yang sangat menentukan keberhasilan belajar seseorang diantaranya adalah adanya hubungan yang harmonis diantara sesama anggota keluarga, tersedianya tempat dan peralatan belajar yang cukup memadai, keadaan ekonomi keluarga yang cukup, suasana lingkungan rumah yang cukup tenang, adanya perhatian yang besar dari orangtua terhadap perkembangan proses belajar dan pendidikan anak-anaknya (Ahmadi & Supriyono 2004). Menurut Thantowi (1991), prestasi dipengaruhi oleh kecerdasan (IQ), hereditas (faktor keturunan), faktor lingkungan keluarga, dan gizi. Pengukuran Prestasi Belajar Dalam dunia pendidikan, menilai merupakan salah satu kegiatan yang tidak dapat ditinggalkan. Menilai merupakan salah satu proses belajar mengajar. Di Indonesia, kegiatan menilai prestasi belajar bidang akademik di sekolahsekolah dicatat dalam sebuah buku laporan yang disebut rapor. Dalam rapor dapat diketahui sejauhmana prestasi belajar seorang siswa, apakah siswa tersebut berhasil atau gagal dalam suatu mata pelajaran. Didukung oleh pendapat Sumadi Suryabrata (1998 : 296) bahwa rapor merupakan perumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil belajar muridmuridnya selama masa tertentu. Menurut Rina (2008) dalam Masruroh (2011) menyatakan bahwa prestasi belajar anak dapat diukur melalui skor prestasi belajar dari beberapa mata pelajaran meliputi Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Tingkat Kecerdasan Kognitif (IQ) Pengetahuan mengenai intelektual siswa akan membantu pengajar menentukan apakah siswa mampu mengikuti pengajaran yang diberikan serta meramalkan keberhasilan atau kegagalannya setelah mengikuti pengajaran tersebut. Walaupun demikian, prestasi tidak hanya dipengaruhi oleh intelegensi,
14
faktor-faktor lain seperti motivasi, sikap, kesehatan fisik mental, kepribadian, dan ketekunan juga penting untuk dipertimbangkan sebagai faktor yang turut mempengaruhi prestasi (Ahmadi & Supriyono 2004). Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Semakin tinggi tingkat intelegensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk mencapai prestasi yang tinggi (Hawadi 2001). Menurut Gani (1984) dalam Agustina (2003), cara mengukur kecerdasan dapat dilakukan dengan beberapa alternatif, yaitu pengukuran langsung dan tidak langsung. Pengukuran langsung dapat dilakukan dengan psikotes yang menghasilkan ukuran taraf kecerdasan (IQ). Pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan memantau prestasi akademik para siswa. Berhasil tidaknya pertumbuhan dan perkembangan seseorang tidak bisa lepas dari sinergi antara faktor gizi, kesehatan, intelektual, emosional, spiritual secara sinergis. Taraf kecerdasan adalah skor yang diperoleh dari tes intelegensi. Kecerdasan ini diatur oleh bagian korteks otak yang dapat memberikan kemampuan untuk berhitung, beranalogi, berimajinasi, dan memiliki daya kreasi serta inovasi (Boeree 2003). Fatimah (2006) menyatakan bahwa tingkat intelegensi (IQ) seseorang mempengaruhi kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif
adalah
kemampuan
yang
berkaitan
dengan
penguasaan
ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kecerdasan kognitif pada umumnya tercermin dalam angka rapor. Akan tetapi angka rapor tidak selalu disebabkan oleh kecerdasan kognitif, tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti lingkungan, sekolah, hasrat belajar anak, dan kreatifitas. Hubungan antara kecerdasan dengan nilai kemampuan kognitif berkorelasi nyata positif. Semakin tinggi nilai kecerdasan seseorang, semakin tinggi pula tingkat kemampuan kognitifnya. Menurut Boeree (2003), taraf kecerdasan seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: 1) faktor genetik, kecerdasan dapat diturunkan melalui gen-gen dalam kromosom. Ayah ibu yang cerdas akan melahirkan anak yang cerdas, 2) faktor gizi, gizi yang baik sangat penting untuk pertumbuhan sel-sel otak, terutama pada saat hamil dan pada waktu bayi, dimana sel-sel otak sedang tumbuh dengan pesatnya. Kekurangan gizi saat pertumbuhan dapat berakibat berkurangnya jumlah sel-sel otak dari jumlah yang normal, hal ini dapat berpengaruh terhadap kerja otak di kemudian hari, 3) faktor lingkungan, kekurangan rangsangan intelektual pada masa bayi dan balita dapat
15
menyebabkan hambatan pada perkembangan kecerdasannya. Menurut Mc Wayne (2004), anak yang tumbuh dengan penghasilan orang tua yang rendah akan mengalami resiko tertundanya perkembangan kognitif yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang tumbuh dengan penghasilan yang tinggi. Macam-Macam Kecerdasan Kecerdasan terbagi menjadi delapan jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan logika-matematika, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik-jasmani, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis (Gardner dalam Armstrong 2002). Kecerdasan Linguistik Kecerdasan linguistik adalah kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif, baik untuk mempengaruhi maupun memanipulasi. Kecerdasan linguistik bermanfaat untuk berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis. Pekerjaan yang mengutamakan kecerdasan ini adalah guru, presenter TV, penulis, dan lain-lain. Kecerdasan Logika-Matematika Kecerdasan ini melibatkan keterampilan mengolah angka atau kemahiran menggunakan logika. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan ini antara lain akuntan pajak, ahli matematika, dan lain-lain. Kecerdasan Spasial Kecerdasan
spasial
melibatkan
kemampuan
seseorang
untuk
memvisualisasikan gambar di dalam kepala atau menciptakannya dalam bentuk dua atau tiga dimensi. Pekerjaan yang mengutamakan kecerdasan ini adalah arsitek, pematung atau pemahat, designer, dan lain-lain. Kecerdasan Kinestetik-Jasmani Kecerdasan ini adalah kecerdasan seluruh tubuh dan juga kecerdasan tangan. Jenis pekerjaan yang mengutamakan kecerdasan ini adalah atlet, penari, aktor, ahli bedah, dan lain-lain. Kecerdasan Musikal Kecerdasan ini melibatkan kemampuan menyanyikan lagu, mengingat melodi musik, mempunyai kepekaan akan irama, atau sekedar menikmati musik. Jenis pekerjaan yang mengutamakan kecerdasan ini antara lain penyanyi, pianis, teknisi suara, tukang stem piano, dan lain-lain.
16
Kecerdasan Interpersonal Kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk memahami dan bekerja dengan orang lain. Kecerdasan ini melibatkan banyak hal, misalnya kemampuan berempati, kemampuan berteman, dan lain-lain. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan ini adalah pemimpin, guru, konselor, dan lain-lain. Kecerdasan Intrapersonal Kecerdasan ini adalah kecerdasan memahami diri sendiri. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan untuk bisa merenungkan tujuan hidup sendiri dan untuk mempercayai diri sendiri. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan ini adalah wirausaha, terapis, dan lain-lain. Kecerdasan Naturalis Kecerdasan ini melibatkan kemampuan mengenali bentuk-bentuk alam di sekitar kita. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan ini adalah ahli biologi, dokter hewan, dan lain-lain.
17
KERANGKA PEMIKIRAN Anak usia Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan usia dimana seorang anak memiliki aktivitas fisik cukup tinggi. Aktivitas fisik anak SMA dipengaruhi oleh faktor internal (diri sendiri dan keluarga) dan faktor eksternal (teman sebaya, lingkungan di sekolah, lingkungan di rumah, dan lain-lain). Prestasi belajar merupakan hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa. Keberhasilan siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain tingkat kecerdasan atau yang sering disebut dengan IQ yang secara umum diketahui sebagai prediktor utama dalam keberhasilan siswa di sekolah. Selain tingkat kecerdasan, prestasi belajar juga dapat dipengaruhi oleh aktivitas fisik, asupan energi dan protein. Aktivitas fisik terutama aktivitas belajar dapat mempengaruhi prestasi belajar. Apabila anak melakukan aktivitas fisik yang cukup tinggi maka akan berpengaruh terhadap meningkat atau menurunnya prestasi belajar, tetapi mereka juga dapat mengembangkan keterampilan dan mampu bersosialisasi dengan orang lain. Asupan energi dan protein yang cukup sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan serta dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar. Energi berfungsi dalam proses metabolisme otak, sedangkan protein berperan dalam pembentukan sel-sel saraf baru, termasuk otak. Kebutuhan zat gizi setiap individu berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, ukuran tubuh, keadaan fisiologis, dan aktivitas fisik. Faktor-faktor yang menentukan prestasi belajar siswa juga dipengaruhi oleh kecerdasan emosional, pola belajar, lingkungan belajar, motivasi belajar, dan fasilitas belajar. Karakteristik keluarga seperti besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, dan pendapatan orangtua secara tidak langsung dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Penelitian ini secara umum untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat kecerdasan, asupan energi dan protein, dan aktivitas fisik terhadap prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bogor. Alur kerangka pemikiran tingkat kecerdasan, asupan energi dan protein, dan aktivitas fisik terhadap prestasi belajar siswa dapat dilihat pada gambar 1.
18
Karakteristik siswa Umur Jenis kelamin Uang saku
Karakteristik keluarga siswa Besar keluarga Pendidikan orang orangtua tua orangtua Pekerjaan orang tua orangtua Pendapatan orang tua
Kebiasaan Makan makan
Status gizi
Asupan Kebiasaan energi dan makan protein
Tingkat kecerdasan
Asupan energi dan protein Prestasi belajar siswa
Aktivitas fisik
Pola Belajar belajar
Keterangan:
Lingkungan belajar Fasilitas belajar Motivasi belajar Kecerdasan emosional
: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti
Gambar 1 Skema kerangka pemikiran hubungan tingkat kecerdasan, asupan energi dan protein, dan aktivitas fisik terhadap prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bogor.
19
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini bersifat deskriptif dan menggunakan metode survey dengan desain cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 6 Bogor. Penentuan sekolah yang dijadikan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan sekolah memiliki jumlah siswa yang banyak, sudah menggunakan tes IQ untuk mengukur tingkat kecerdasan anak, bersedia memberikan keterangan yang jelas, lengkap, benar, serta lokasi sekolah yang strategis dan mudah dijangkau. Pertimbangan tersebut berdasarkan kemudahan dalam melakukan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga september 2012 dengan cara membagikan kuesioner dan wawancara kepada siswa. Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah siswa di SMA Negeri 6 Bogor. Jumlah sampel minimal setelah perhitungan menggunakan rumus Slovin yaitu sebesar 73 Siswa yang terdiri dari siswa putra dan putri. Sampel yang diambil yaitu siswa kelas X dengan pertimbangan baru saja melakukan tes IQ dan belum penjurusan sehingga jenis pelajaran pada semua kelas sama, semua siswa kelas X masih mendapatkan pelajaran IPA dan IPS. Responden
dipilih
berdasarkan
kesediaan
siswa
untuk
menjadi
responden. Jumlah siswa yang bersedia sebanyak 92 siswa yang terdiri dari 44 siswa putri dan 48 siswa putra, setelah itu dilakukan perhitungan secara proporsional sehingga didapat 73 siswa yang terdiri dari 35 siswa putri dan 38 siswa putra. Cara pengambilan contoh yang masuk kedalam sampel penelitian yang pertama dilihat dari kelengkapan seluruh data, siswa yang datanya tidak lengkap dianggap gugur dan tidak bisa menjadi sampel penelitian. Sampel yang datanya lengkap kemudian dirandom dengan menggunakan rumus excel. Perhitungan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin, yaitu:
Keterangan : n N e
= Ukuran sampel = Ukuran populasi = Persen kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih ditafsir atau diinginkan 10%
20
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer meliputi identitas contoh, karakteristik keluarga siswa (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua), kebiasaan makan, recall konsumsi pangan 2x24 jam, Food Frequency Questionners (FFQ), aktivitas fisik 2x24 jam, kebiasaan belajar. Recall konsumsi pangan dilakukan sebanyak dua kali, yaitu satu kali pada hari kerja (working day) dan satu kali pada hari libur (weekend day). Data sekunder terdiri dari gambaran umum sekolah, nilai rapor, nilai UTS dan UAS, hasil tes tingkat kecerdasan kognitif, dan pendapatan orangtua. Jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Variabel, jenis data, dan cara pengumpulan data No
1.
2.
3.
4.
5.
6. 7. 8.
Variabel dan Data Karakteristik keluarga siswa: Besar keluarga Pendidikan orangtua Pekerjaan orangtua Pendapatan orangtua Antropometri siswa Berat Badan Tinggi Badan Karakteristik siswa: Usia Jenis kelamin Uang saku
Jenis Data Primer
Cara Pengambilan Data Pengisian kuesioner
Sekunder Primer
Data diperoleh dari pihak sekolah Pengukuran antropometri
Primer
Pengisian kuesioner
Primer
Pengisian kuesioner melalui recall 2x24 jam pada hari sekolah dan hari libur Pengisian kuesioner dengan metode food recall 2x24 jam dan wawancara pada hari sekolah dan hari libur Pengamatan langsung dan dari pihak sekolah
Aktivitas fisik siswa Konsumsi siswa: Makanan dan minuman yang dikonsumsi Gambaran umum sekolah: Lokasi Jumlah siswa kelas X Kebiasaan makan Pola belajar
9.
Prestasi belajar siswa: Nilai rapor Nilai ulangan harian
10.
Taraf kecerdasan
Primer
Sekunder
Primer Primer Sekunder
Sekunder
Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner Data dari guru kelas. Nilai ulangan harian, Nilai rapor dari empat mata pelajaran, yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Pengetahuan Sosial Data IQ diperoleh dari pihak sekolah.
Data usia, jenis kelamin, aktivitas fisik dan konsumsi diperoleh melalui wawancara secara langsung dengan mengisi kuesioner, sedangkan data berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) diperoleh dari pengukuran langsung
21
menggunakan timbangan injak dan mikrotoise. Data aktivitas fisik diperoleh melalui recall aktivitas 2x24 jam. Data konsumsi diperoleh melalui food recall 2x24 jam. Recall dilakukan pada hari sekolah dan hari libur. Gambaran umum sekolah diperoleh dari pihak sekolah dan pengamatan secara langsung, data hasil prestasi belajar dan data tingkat kecerdasan siswa juga diperoleh dari pihak sekolah. Data hasil prestasi belajar yang diperoleh adalah nilai rapor dan ulangan harian pada semester ganjil dan semester genap. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan secara deskriptif dan statistik dengan menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan Statistical Program for Social Science (SPSS) version 16.0. Proses pengolahan data meliputi coding, entry, editing, cleaning, dan analisis data. Coding adalah pemberian angka atau kode tertentu yang telah disepakati terhadap jawaban-jawaban pertanyaan dalam kuesioner, sehingga memudahkan pada saat memasukkan data ke komputer. Entry adalah memasukkan data jawaban kuesioner sesuai kode yang telah ditentukan untuk masing-masing variabel sehingga menjadi suatu data dasar. Proses editing adalah pemeriksaan seluruh kuesioner setelah data terkumpul. Cleaning yaitu melakukan pengecekan terhadap isian data yang diluar pilihan jawaban yang disediakan kuesioner atau isian data yang diluar kewajaran. Analisis statistik yang dilakukan adalah uji beda t, Mann whitney, uji korelasi spearman dan pearson. Data karakteristik keluarga berupa besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, dan pendapatan orangtua. Menurut Hurlock (1999), data besar keluarga dikategorikan menjadi tiga yaitu keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang, keluarga sedang 5-6 orang, dan keluarga besar dengan jumlah anggota keluarga ≥ 7 orang. Data pendidikan orangtua dikategorikan menurut jenjang pendidikan yang pernah diperoleh yaitu tamat SD, SMP, SMA, Diploma, dan Sarjana atau Pascasarjana yang kemudian dianalisis secara deskriptif. Data pekerjaan orangtua dikategorikan menjadi PNS, TNI/POLRI, pegawai swasta, pensiunan, buruh, wiraswasta, ibu rumah tangga dan lainnya. Pendapatan keluarga per bulan dikategorikan menjadi enam kategori yaitu < Rp 1.000.000; > Rp 1.000.000-3.000.000; > Rp 3.000.0005.000.000; > Rp 5.000.000-7.000.000; > Rp 7.000.000-9.000.000; > Rp 9.000.000.
22
Karakteristik siswa meliputi usia, jenis kelamin, dan uang saku. Data aktivitas fisik meliputi jenis kegiatan dan alokasi waktu setiap kegiatan. Menurut FAO/WHO/UNU (2001), besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. Tingkat aktivitas fisik dikategorikan menjadi ringan (1,40-1,69), sedang (1,701,99), dan berat (2,00-2,40) (FAO 2001). PAL dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut: PAL = ∑(PAR x alokasi waktu tiap aktivitas) 24 jam Keterangan: PAL = Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik) PAR = Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)
Variabel pola belajar meliputi kebiasaan belajar dan frekuensi belajar contoh.
Pemberian
skor
digolongkan
berdasarkan
nilai
skor
dengan
menggunakan teknik skoring Slamet (1993) menggunakan rentang kelas dengan rumus sebagai berikut : Rentang Kelas = Skor Maksimum – Skor Minimum Jumlah Kategori Data konsumsi zat gizi diperoleh dengan cara food recall 2x24 jam, kemudian dikonversikan kedalam energi dan zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994), konversi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kej = Bj x BDDj x Gj 100 100 Keterangan: Kej : Kandungan energi dari bahan makanan j yang dikonsumsi (g) Bj : Berat bahan makanan j yang dikonsumsi (g) Gj : Kandungan energi dalam 100 g BDD bahan makanan BDDj : Persen bahan makanan yang dapat dimakan (% BDD)
Menurut Hardinsyah et al. (2002) kecukupan protein contoh diacu berdasarkan formula sebagai berikut: AKP = (Ba/Bs) x AKGi Keterangan: AKP : Angka kecukupan protein (g) Ba : Berat badan aktual (Kg) Bs : Berat badan rujukan (Kg) AKGi : Angka kecukupan protein yang dianjurkan
Perhitungan tingkat kecukupan zat gizi khusus untuk energi dan protein memperhitungkan berat badan aktual siswa yang dibandingkan dengan berat
23
badan standar yang terdapat dalam Angka Kecukupan Gizi (AKG). Nilai standar yang menyatakan apakah siswa tersebut telah mengkonsumsi gizi yang cukup, kurang atau lebih yaitu defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (7079%), kurang (<90%), cukup (90-119%), dan lebih (≥120%) (Depkes 1996). Tingkat konsumsi zat gizi siswa dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994). TKGi = Ki x 100% AKGi Keterangan: TKGi : Tingkat kecukupan zat gizi i Ki : Konsumsi zat gizi i AKGi : Kecukupan zat gizi i yang dianjurkan
Skor IQ merupakan data sekunder berdasarkan skala yang diperoleh dari lembaga konsultasi psikologi dan pengembangan sumberdaya manusia. Skor IQ dibagi menjadi delapan kategori yaitu istimewa cerdas (>160), sangat cerdas (140-160), cerdas (120-139), rata-rata cerdas (110-119), sedang (90-109), ratarata lambat (80-89), lambat (60-79), dan sangat lambat (<60). Data prestasi belajar diperoleh dari nilai rapor pada semester ganjil dan semester genap. Selain dari nilai rapor, prestasi belajar juga dapat dilihat dari nilai ulangan harian. Menurut
Syah (2010),
penilaian prestasi belajar
dikategorikan menjadi 4, yaitu sangat baik (80-100), baik (70-79), cukup (60-69), kurang (50-59). Analisis deskriptif meliputi karakteristik siswa, karakteristik keluarga, tingkat kecukupan energi dan protein, tingkat aktivitas fisik, taraf kecerdasan, dan prestasi belajar siswa. Analisis perbedaan karakteristik keluarga siswa yang terdiri dari besar keluarga, pendidikan orangtua, pendapatan keluarga, uang saku siswa
menggunakan
uji
beda
t,
sedangkan
pekerjaan
orangtua
menggunakan uji Mann Whitney. Karakteristik siswa yang terdiri dari status gizi, pola belajar, konsumsi zat gizi, aktivitas fisik, IQ, dan prestasi belajar siswa menggunakan uji beda t. Analisis hubungan antara variabel-variabel seperti aktivitas fisik dengan prestasi belajar, konsumsi energi dan protein dengan prestasi belajar diuji menggunakan uji korelasi Spearman. Tingkat kecerdasan dengan prestasi belajar menggunakan uji korelasi Pearson. Definisi Operasional Contoh adalah siswa-siswi SMA Negeri 6 Bogor yang sudah melakukan tes IQ sebagai pengukuran tingkat kecerdasan.
24
Karakteristik siswa adalah data atau informasi mengenai siswa meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, status gizi, dan aktivitas fisik. Siswa SMA adalah anak usia sekolah kelas X yang masuk kategori remaja tengah. Berat badan adalah masa tubuh yang meliputi lemak, otot, tulang, cairan tubuh, dan lain-lain dalam satuan kilogram. Tinggi badan adalah pengukuran tinggi dalam posisi tegak sempurna menempel ke dinding dan menghadap ke depan. Karakteristik keluarga adalah informasi tentang keluarga siswa meliputi besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, dan pendapatan orangtua. Aktivitas fisik adalah seluruh kegiatan contoh yang melibatkan fisik dan diperoleh melalui metode recall 2x24 jam pada hari sekolah dan hari libur. Alokasi waktu adalah jumlah waktu yang diluangkan siswa untuk melakukan suatu jenis kegiatan tertentu dan dinyatakan dalam jam. Tingkat aktivitas fisik adalah aktivitas fisik siswa dinyatakan dengan nilai PAL (physical activity level) dan dikategorikan menjadi kegiatan ringan, kegiatan sedang, dan kegiatan berat. Asupan zat gizi adalah jumlah dan jenis zat gizi energi dan protein yang dikonsumsi siswa dalam waktu dua hari. Tingkat kecukupan adalah perbandingan antara jumlah zat gizi yang dikonsumsi dibandingkan dengan kebutuhan gizi dikali 100. Status gizi adalah keadaan fisik siswa yang diukur dengan antropometri yang ditentukan berdasarkan indeks massa tubuh menurut umur. Prestasi belajar adalah hasil pembelajaran siswa dalam bentuk angka atau nilai yang tertera pada rapor dan ulangan harian. Intelligence Quotient (IQ) adalah kecerdasan yang diukur melalui tes IQ. Asupan Energi dan Protein adalah jumlah dan jenis zat gizi energi dan protein yang dikonsumsi siswa diperoleh melalui recall 2x24 jam. Uang Saku adalah jumlah uang dalam rupiah yang diterima anak dan digunakan untuk membeli makanan dan non makanan. Pendidikan terakhir Orangtua merupakan pendidikan formal yang terakhir kali diikuti.
25
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah SMA Negeri 6 Bogor berlokasi di Jalan Walet no 13 Tanah Sareal Bogor. Lokasi sekolah ini sangat strategis karena mudah dijangkau dari berbagai arah. Sekolah ini terakreditasi A dan menjadi salah satu SMA favorit di kota Bogor. Tujuan dari sekolah ini adalah (1) mempersiapkan peserta didik yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, (2) mempersiapkan peserta didik agar menjadi manusia yang unggul, cerdas, berkualitas dan berprestasi dalam
bidang
akademik
dan
nonakademik
ditingkat
Nasional
maupun
Internasional, (3) membekali peserta didik agar memiliki pengetahuan, kepribadian dan keterampilan sesuai dengan kemampuan, bakat dan minat peserta didik secara optimal serta mampu mengembangkan diri secara mandiri, (4) menanamkan sikap patuh dan taat peserta didik pada hukum dalam kehidupan dilingkungan sekolah maupun di masyarakat, (5) menanamkan sikap kebersamaan dan kekeluargaan di lingkungan sekolah dan keluarga yang bersih, sehat dan asri untuk mencapai kesejahteraan lahir dan batin, (6) membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu bersaing dan melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi di tingkat Nasional maupun Internasional. Jumlah siswa kelas X yaitu 273 orang yang terdiri dari delapan kelas, kelas XI dan XII masing-masing memiliki sembilan kelas yang terdiri dari satu kelas akselerasi, lima kelas IPA, dan tiga kelas IPS. Visi sekolah ini adalah menjadi pusat pendidikan unggulan yang berimtaq, beriptek, berbudaya lingkungan serta kompetitif memasuki perguruan tinggi dan dunia kerja ditingkat Nasional maupun Internasional. Misi dari sekolah ini adalah (1) bernuansa keunggulan (School Based on the Quality Improvement) di tingkat Nasional dan Internasional, (2) prima dalam pelayanan, (3) patuh dan taat pada hukum, (4) menjunjung kebersamaan dan kekeluargaan menuju kesejahteraan lahir dan batin, (5) cinta lingkungan yang bersih, sehat dan asri. Keunggulan dari sekolah ini diantaranya adalah (1) memiliki guru-guru yang berkualitas, profesional dan berpengalaman, (2) memiliki fasilitas yang sangat lengkap, seperti fasilitas ICT, laboratorium Fisika, Kimia, Biologi, Komputer, Bahasa, IPS, Seni, Ruang Display, Masjid, Perpustakaan, toilet di setiap kelas, (3) memiliki areal sekolah yang sangat luas (10.600 m2) dan hijau, (4) ruang kelas yang cukup sehingga seluruh kelas dapat masuk pagi (kegiatan belajar mengajar dimulai jam 07.00-14.20, (5) pilihan Ekstra Kurikuler yang
26
banyak, seperti paskibraka, hriket, futsal, basket, bela diri, rohis, sepakbola, pecinta alam, PMR, PRAMUKA, english club, silat, teater, taekwondo, voli, musik. Karakteristik Keluarga Besar Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak (keluarga inti). Besar keluarga merupakan banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah (Suhardjo 1989). Menurut Hurlock (1999), data besar keluarga dikategorikan menjadi tiga yaitu keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang, keluarga sedang dengan jumlah anggota keluarga 5-6 orang, dan keluarga besar dengan jumlah anggota keluarga ≥ 7 orang. Sebaran sampel berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Sebaran siswa berdasarkan besar keluarga Jenis Kelamin Besar Keluarga Keluarga kecil Keluarga sedang Keluarga besar Total
Putra n 13 23 2 38
Total
Putri % 34 61 5 100
n 14 20 1 35
% 40 57 3 100
n 27 43 3 73
% 37 59 4 100
Besar keluarga siswa berada pada kategori keluarga kecil (37%), keluarga sedang (59%), dan keluarga besar (4%). Sebagian besar sampel berada pada kategori keluarga sedang, 61% sampel putra berada pada kategori sedang, sedangkan pada sampel putri yaitu sebesar 57%. Menurut Suhardjo (1989), semakin banyak anggota keluarga, maka makanan untuk setiap anggota keluarga akan berkurang. Semakin banyak anggota keluarga maka kebutuhan hidup juga akan semakin meningkat sehingga diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan pendapatan agar kebutuhan hidup dalam keluarga dapat dipenuhi. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur 1982). Menurut Sediaoetama (2000), pengaturan pengeluaran untuk pangan sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Hal ini menyebabkan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga tidak mencukupi kebutuhan. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara besar keluarga siswa putra dan putri (p>0,05).
27
Pendidikan Orangtua Pendidikan merupakan
salah
satu
sarana
untuk
memperoleh
pengetahuan. Dengan pendidikan yang tinggi maka pengetahuan semakin bertambah. Berdasarkan Balitbangkes (2010), tingkat pendidikan ayah dan ibu dikelompokkan menjadi tamat SD/Sederajat, SMP/Sederajat, SMA/Sederajat, Diploma/Sederajat, dan Sarjana/Pascasarjana. Sebaran sampel berdasarkan pendidikan orangtua dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Sebaran siswa berdasarkan pendidikan orangtua Pendidikan Orang Tua
SD SMP SMA DIPLOMA Sarjana/ Pascasarjana Jumlah
Ayah Putra Putri n % n %
n
4 2
11 5
1 17 2
3 49 6
1 21 4
32
84
15
42
38
100
35
100
Ibu
Total
Total
%
Putra n %
Putri n %
n
%
1 29 5
1 10 9
3 26 24
1 4 17 5
3 11 49 14
2 4 27 14
3 5 37 19
47
65
18
47
8
23
26
36
73
100
38
100
35
100
73
100
Pendidikan orangtua siswa cukup bervariasi, mulai dari lulusan SD hingga sarjana/pascasarjana. Ayah dari orangtua siswa menempuh pendidikan minimal hingga jenjang SMP, sedangkan pendidikan minimal ibu dari orangtua siswa menempuh pendidikan hingga jenjang SD. Pendidikan orangtua dari siswa putra lebih baik dibandingkan dengan siswa putri, baik dari pendidikan ayah maupun pendidikan ibu. Persentase terbesar pendidikan orangtua siswa putra menempuh pendidikan hingga jenjang sarjana/pascasarjana, sedangkan pada orangtua siswa putri yaitu hingga jenjang SMA. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, terdapat perbedaan yang nyata antara pendidikan ayah dan ibu dari siswa putra dan putri (p<0,05). Tingkat
pendidikan
yang
semakin
pendapatan yang diperoleh seseorang.
tinggi
mempengaruhi
tingkat
Ayah sebagai kepala keluarga
bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehingga perlu pendidikan yang tinggi. Pendidikan ayah mempengaruhi perkembangan anak dalam pengasuhan yang diberikan. Pengetahuan dan tingkat pendidikan formal serta keikutsertaan dalam pendidikan non formal dari orangtua sangat penting dalam menentukan status kesehatan dan status gizi keluarga (Suhardjo 1989). Tingkat pendidikan terakhir ibu siswa merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan, dan status gizi. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi
28
akan lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 2006). Pekerjaan Orangtua Pekerjaan orangtua siswa di berbagai sektor pekerjaan, antara lain PNS (Pegawai Negeri Sipil), pegawai swasta, BUMN, TNI/POLRI, berwiraswasta, dan IRT (Ibu Rumah Tangga). Sebaran sampel berdasarkan pekerjaan orangtua dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran siswa berdasarkan pekerjaan orangtua Pekerjaan Orang Tua PNS Pegawai Swasta BUMN TNI/POLRI Wiraswasta IRT Total
Ayah Putra Putri N % n % 17 45 7 20
n 24
13
34
16
46
2 2 4 38
5 5 11 100
3 5 4 35
9 14 11 100
Total
Ibu
Total
% 33
Putra n % 11 29
Putri n % 8 23
n 19
% 26
29
40
5
13
6
17
11
15
5 7 8 73
7 10 11 100
1 5 16 38
3 13 42 100
3 18 35
9 51 100
1 8 34 73
1 11 47 100
Sebagian besar ayah dari siswa bekerja sebagai pegawai swasta (40%), sedangkan sebagian besar ibu dari siswa bekerja sebagai ibu rumah tangga. Persentase terbesar pekerjaan ayah dari siswa putra yaitu sebagai PNS (45%), sedangkan persentase terbesar ayah dari siswa putri yaitu sebagai pegawai swasta (46%). Persentase terbesar pekerjaan ibu dari siswa putra dan putri yaitu sebagai ibu rumah tangga, masing-masing sebesar 42% dan 51%. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji Mann Whitney, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pekerjaan ibu dari siswa putra dan putri (p>0,05), namun terdapat perbedaan yang nyata antara pekerjaan ayah dari siswa putra dan putri (p<0,05). Menurut Suhardjo (1989), jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan karena jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima. Pekerjaan memiliki hubungan dengan tingkat pendidikan sehingga nantinya akan mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi (Sukarni 1994). Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga adalah semua hasil perolehan yang didapat oleh anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil pekerjaan yang dinyatakan dalam pendapatan perkapita (Hardinsyah 1997). Sebaran sampel berdasarkan pendapatan keluarga dapat dilihat pada Tabel 6.
29
Tabel 6 Sebaran siswa berdasarkan pendapatan keluarga Pendapatan Keluarga <1.000.000 >1.000.000-3.000.000 >3.000.000-5.000.000 >5.000.000-7.000.000 >7.000.000-9.000.000 >9.000.000 Total
Jenis Kelamin Putra Putri n % n % 5 13 14 40 13 34 18 51 2 5 2 6 12 32 1 3 6 16 38 100 35 100
Total n 19 31 4 13 6 73
% 26 42 5 18 8 100
Sebagian besar pendapatan keluarga berada pada kisaran >3.000.0005.000.000 (42%). Pendapatan keluarga siswa putra lebih tinggi jika dibandingkan dengan pendapatan keluarga siswa putri. Sebagian besar pendapatan keluarga siswa putra berada pada kisaran >3.000.000-5.000.000 dan >7.000.0009.000.000. Pendapatan keluarga siswa putra tertinggi yaitu >9.000.000. Pendapatan keluarga siswa putri sebagian besar berada pada kisaran >3.000.000-5.000.000. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan orangtua dari siswa putra dan putri (p<0,05). Menurut
Suhardjo
(1989)
pendapatan
merupakan
faktor
yang
menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya
pendapatan
menyebabkan
terjadinya
perubahan-perubahan
dalam susunan makanan. Tingginya pendapatan cenderung diikuti dengan tingginya jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Tingkat pendapatan akan mencerminkan kemampuan untuk membeli bahan pangan. Uang Saku Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu, seperti keperluan harian, mingguan, atau bulanan (Napitu 1994). Sebaran sampel berdasarkan uang saku dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran siswa berdasarkan uang saku Uang Saku 10.000-15.000 >15.000-20.000 >20.000-25.000 >25.000 Total
Jenis Kelamin Putra Putri n % n % 20 53 17 49 10 26 13 37 6 16 5 14 2 5 38 100 35 100
Total n 37 23 11 2 73
% 51 32 15 2 100
30
Uang saku siswa berkisar antara Rp 10.000 hingga > Rp 25.000. Sebagian besar siswa mendapat uang saku sebasar Rp 10.000-15.000 (51%). Besar uang saku anak merupakan indikator sosial ekonomi keluarga. Semakin besar uang saku, maka semakin besar peluang anak untuk membeli makanan jajanan, baik di kantin maupun di luar sekolah (Andarwulan et al. 2008). Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara uang saku dari siswa putra dan putri (p>0,05). Karakteristik Contoh Jenis Kelamin Contoh pada penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 6 Bogor kelas X dengan jumlah keseluruhan sebesar 73 orang. Sebaran sampel berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin n 38 35 73
Jenis Kelamin Putra Putri Total
% 52 48 100
Jumlah sampel putra dan putri ditentukan secara proporsional. Jumlah siswa putra sebesar 38 orang (52%), jumlah siswa putri sebesar 35 orang (48%). Jumlah siswa putra lebih banyak dibandingkan dengan jumlah siswa putri. Usia Contoh pada penelitian ini berusia 15 dan 16 tahun. Menurut Depkes (2005), masa remaja dibedakan dalam tiga tahap, yaitu masa remaja awal (10-13 tahun), masa remaja tengah (14-16 tahun), dan masa remaja akhir (17-19 tahun). Sampel berada pada kategori remaja tengah. Sebaran sampel berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran siswa berdasarkan usia Usia (tahun) 15 16 Total
Jenis Kelamin Putra N 18 20 38
Total
Putri % 47 53 100
n 18 17 35
% 51 49 100
n 36 37 73
% 49 51 100
Jumlah siswa yang berusia 15 tahun sebesar 36 orang (49%), jumlah siswa yang berusia 16 tahun sebesar 37 orang (51%). Jumlah siswa putra yang berusia 15 tahun sebesar 18 orang (47%), sedangkan jumlah siswa putri yang berusia 15 tahun sebesar 18 orang (51%). Jumlah siswa putra yang berusia 16 tahun sebesar 20 orang (53%), sedangkan jumlah siswa putri yang berusia 16 tahun sebesar 17 orang (49%). Siswa putra dan putri yang berusia 15 tahun
31
memiliki jumlah yang sama, yaitu masing-masing sebesar 18 orang, namun persentasenya lebih tinggi pada siswa putri karena siswa putri memiliki jumlah sampel yang lebih sedikit dibandingkan dengan sampel putra. Jumlah siswa yang berusia 16 tahun lebih banyak pada sampel putra. Status Gizi Status gizi menurut Gibson (2005) yaitu keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilitas zat gizi makanan. Menurut WHO (2007), pengukuran status gizi pada anak usia 5-19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB, akan tetapi menggunakan indeks massa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Status gizi dikategorikan menjadi lima, yaitu sangat kurus (<-3), kurus (3 ≤ z ≤ -2), normal (-2 ≤ z ≤ +1), gemuk (+1 ≤ z ≤ +2), obese (>+2). Sebaran sampel berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Sebaran siswa berdasarkan status gizi Jenis Kelamin Status Gizi Kurus Normal Gemuk Obese Total
Putra n 3 31 1 3 38
Total
Putri % 8 81 3 8 100
n 2 33 0 0 35
% 6 94 0 0 100
n 5 64 1 3 73
% 7 88 1 4 100
Status gizi siswa berada pada kategori kurus (7%), normal (88%), gemuk (1%), dan obese (4%). Sebagian besar siswa berada pada kategori normal, putra (81%) dan putri (94%). Siswa putra ada yang berstatus gizi kurus, normal, gemuk, dan obese, sedangkan status gizi siswa putri hanya pada kategori kurus dan normal. Menurut Cahyaningrum (2005), gizi yang cukup merupakan masukan yang penting untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia. Gizi yang baik menciptakan derajat kesehatan yang baik. Untuk memperoleh gizi yang baik, diperlukan intake pangan yang cukup dan berkualitas. Kecukupan zat gizi seorang anak dapat dilakukan dengan konsumsi energi dan konsumsi protein yang sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan anak. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara status gizi siswa putra dan putri (p>0,05). Pola Belajar Pola belajar yang diteliti terdiri dari kebiasaan belajar dan frekuensi belajar. Pola belajar setiap siswa akan berbeda antara satu siswa dengan siswa yang lain. Sebaran sampel berdasarkan pola belajar dapat dilihat pada Tabel 11.
32
Tabel 11 Sebaran siswa berdasarkan pola belajar Pola Belajar Kurang (25-34) Cukup (35-44) Baik (45-54) Total
Jenis Kelamin Putra Putri n % n % 2 5 1 3 20 53 18 51 16 42 16 46 38 100 35 100
Total n 3 38 32 73
% 4 52 44 100
Sebagian besar pola belajar siswa berada pada kategori cukup (52%). Persentase pola belajar yang berada pada kategori kurang hanya 4%. Lebih dari separuh pola belajar siswa putra dan putri berada pada kategori cukup. Persentase pola belajar putri untuk kategori baik lebih tinggi dibandingkan dengan siswa putra. Cara belajar siswa, cara yang ditempuh jika nilai ulangan rendah, persiapan dalam menghadapi ujian, serta frekuensi belajar sangat menentukan prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pola belajar siswa putra dan putri (p>0,05). Kebiasaan Makan Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Frekuensi makan akan menentukan jumlah makanan yang masuk ke dalam tubuh seseorang sehingga akan menentukan tingkat kecukupan gizi. Sebaran siswa berdasarkan kebiasaan makan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Sebaran siswa berdasarkan kebiasaan makan Kebiasaan Makan Frekuensi makan lengkap sehari 1 kali 2 kali 3 kali Jumlah Sarapan Tidak pernah Jarang Sering Selalu Jumlah Konsumsi protein nabati Jarang Sering Selalu Jumlah
Jenis Kelamin Putra Putri n % n %
n
%
5 14 19 38
13 37 50 100
5 22 8 35
14 63 23 100
10 36 27 73
14 49 37 100
1 7 8 22 38
3 18 21 58 100
6 9 20 35
17 26 57 100
1 13 17 42 73
1 18 23 58 100
3 28 7 38
8 74 18 100
7 19 9 35
20 54 26 100
10 47 16 73
14 64 22 100
Total
33
Tabel 13 Sebaran siswa berdasarkan kebiasaan makan (Lanjutan) Jenis Kelamin Putra Putri n % n %
n
%
2 26 10 38
5 68 27 100
2 19 14 35
6 54 40 100
4 45 24 73
5 62 33 100
Ya Ya Ya Ya
38 25 37 30
100 66 97 79
35 18 28 23
100 51 80 66
73 43 65 54
100 59 89 74
Ya Ya Ya Ya
35 13 34 8
92 34 90 21
35 13 30 10
100 37 86 29
70 26 64 18
96 36 88 25
Kebiasaan Makan Konsumsi protein hewani Jarang Sering Selalu Jumlah Lauk hewani Daging ayam Daging sapi Telur ayam Ikan Lauk Nabati Tempe Kc. Hijau Tahu Oncom
Total
Sebagian besar siswa memiliki kebiasaan makan dua kali sehari (49%). Frekuensi makan siswa putra lebih besar dibandingkan dengan siswa putri, sebagian besar siswa putra makan tiga kali sehari, sedangkan siswa putri 2 kali sehari. Menurut Arisman (2004), tekanan fisik dan psikososial mempengaruhi kebiasaan makan remaja. Remaja putra memiliki kebiasaan makan yang lebih baik daripada remaja putri. Remaja putra cenderung memiliki nafsu makan besar dan kemampuan untuk mengkonsumsi pangan dalam jumlah besar sehingga kebutuhan akan zat gizi dapat terpenuhi. Sebagian besar siswa selalu sarapan (58%). Lebih dari separuh siswa putra (58%) dan putri (57%) selalu sarapan setiap pagi. Menurut Suhardjo (1989), makan pagi sangat penting. Oleh karena itu perlu masukan zat gizi ke dalam tubuh. Bila terjadi keterlambatan masukan zat gizi ke dalam sel darah dapat menurunkan konsentrasi dan kemampuan seseorang. Seorang pelajar yang tidak membiasakan dirinya untuk sarapan pagi maka kemampuan fisiknya rendah dan kurangnya konsentrasi dalam menerima pelajaran. Menurut Khomsan (2002), sarapan sangat bermanfaat karena dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah, dengan kadar gula darah yang terjamin normal, maka gairah dan konsentrasi belajar bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktivitas prestasi belajar. Sebagian besar siswa sering mengkonsumsi pangan sumber protein, baik sumber pangan protein nabati (64%) maupun hewani (62%). Lebih dari separuh siswa putra dan putri mengkonsumsi pangan sumber protein nabati dan hewani.
34
Siswa putra yang mengkonsumsi pangan sumber protein nabati sebesar 74% dan hewani sebesar 68%, sedangkan siswa putri yang mengkonsumsi pangan sumber protein nabati dan hewani masing-masing sebesar 54%. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara frekuensi makan makanan lengkap, kebiasaan sarapan, kebiasaan konsumsi protein nabati, kebiasaan konsumsi protein hewani siswa putra dan putri (p>0,05). Pangan sumber protein nabati yang paling sering dikonsumsi adalah tahu dan tempe, sedangkan pangan sumber protein hewani yang paling sering dikonsumsi adalah daging ayam, telur ayam, dan ikan. Menurut Riyadi (2006), mutu protein hewani merupakan yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan manusia karena polanya menyerupai pola kebutuhan asam amino manusia. Apabila pangan hewani digunakan sebagai sumber protein tunggal dalam jumlah memenuhi kebutuhan manusia maka ia memberikan semua asam-asam amino esensial dalam jumlah cukup. Frekuensi Konsumsi Pangan Selain jumlah konsumsi pangan dengan metode recall dan perhitungan terhadap TKEi, penilaian konsumsi pangan juga dilakukan terhadap frekuensi konsumsi pangan selama satu minggu terakhir. Dari tabel frekuensi pangan dapat dilihat pola atau kebiasaan dan variasi makanan para contoh. Kuesioner frekuensi konsumsi pangan mempunyai dua komponen utama, yaitu daftar pangan dan frekuensi penggunaan pangan. Metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode ini yaitu relatif murah, dapat dilakukan sendiri oleh responden, tidak membutuhkan latihan khusus. Kekurangan metode ini yaitu tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari, sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data, cukup menjemukan bagi pewawancara, perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner, responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi (Supariasa 2002). Penggunaan metode frekuensi pangan bertujuan untuk memperoleh data konsumsi pangan secara kualitatif dan informasi deskriptif tentang pola konsumsi. Sebaran siswa berdasarkan frekuensi konsumsi pangan dapat dilihat pada Tabel 13.
35
Tabel 14 Sebaran siswa berdasarkan kebiasaan makan Jenis Pangan Makanan Pokok - Nasi - Mie (Instant) - Roti Pangan Hewani - Dg ayam - Dg sapi - Telur ayam - Ikan segar - Ikan pindang - Sosis - Corned beef Pangan Nabati - Kc hijau - Tempe - Tahu Sayuran - Bayam - Buncis - Kol - Kangkung - Kc Panjang - Labu siam - Wortel - Daun singkong Buah - Anggur - Apel - Jeruk - Pepaya - Pisang - Mangga - Nanas Susu dan Olahannya - Keju - Susu kental manis - Susu sapi - Susu bubuk - Yoghurt
Putra
Frekuensi (Kali/minggu) Putri
Total
6,9 2,7 2,7
7,0 2,4 3,3
7,0 2,6 3,0
3,5 2,1 4,6 1,9 0,7 1,6 0,8
3,6 1,3 3,6 2,0 0,7 1,7 1,1
3,5 1,7 4,2 2,0 0,7 1,6 0,9
0,7 3,2 3,2
0,8 3,4 3,5
0,8 3,3 3,5
2,5 1,6 1,5 2,5 1,1 0,7 2,8 1,2
2,2 1,6 1,2 2,2 1,1 0,8 3,0 0,9
2,4 1,6 1,4 2,4 1,1 0,7 2,9 1,0
1,1 1,8 3,6 0,9 1,9 1,4 0,6
0,9 1,9 3,4 1,7 2,0 1,0 0,3
1,0 1,9 3,5 1,3 2,0 1,2 0,5
1,4 2,8 2,4 2,6 1,2
1,7 2,5 1,3 3,3 1,3
1,6 2,7 1,9 3,0 1,2
Kelompok pangan yang diteliti berdasarkan frekuensi konsumsi pangan ada enam, yaitu makanan pokok, pangan hewani, pangan nabati, sayuran, buahbuahan, susu dan hasil olahannya. Frekuensi tertinggi dalam seminggu untuk kelompok pangan makanan pokok yang paling banyak dikonsumsi adalah nasi, dengan frekuensi 7 kali per minggu. Kelompok pangan hewani yang paling banyak dikonsumsi adalah telur ayam, dengan frekuensi 4,2 kali per minggu. Kelompok pangan hewani lain yang juga sering dikonsumsi adalah daging ayam dan ikan segar dengan frekuensi masing-masing sebesar 3,5 dan 2,0 kali per minggu. Kelompok pangan nabati dikonsumsi 3 kali per minggu, makanan yang
36
sering dikonsumsi yaitu tahu dan tempe dengan frekuensi masing-masing sebesar 3,5 dan 3,3 kali per minggu. Kelompok pangan sayuran dikonsumsi paling sering yaitu 2 kali per minggu, yaitu pada wortel, bayam, dan kangkung, dengan frekuensi masing-masing 2,9; 2,4; dan 2;4 kali per minggu. Kelompok buah-buahan yang paling banyak dikonsumsi adalah buah jeruk, dengan frekuensi sebesar 3,5 kali per minggu. Kelompok pangan susu dan hasil olahannya yang paling sering dikonsumsi adalah susu bubuk, dengan frekuensi sebesar 3,0 kali per minggu. Konsumsi Siswa Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah & Martianto 1988). Pengukuran konsumsi pangan siswa dilakukan melalui metode recall 2x24 jam. Metode recall ini murah dan tidak memakan waktu banyak. Kekurangan metode ini yaitu data yang dihasilkan kurang akurat karena mengandalkan keterbatasan daya ingat seseorang dan tergantung dari keahlian tenaga pencatatan dalam mengkonversikan URT kedalam satuan berat serta adanya variasi URT antar daerah, dan variasi interpretasi besarnya ukuran antar responden (besar, sedang, kecil) (Kusharto & Sa’adiyyah 2008). Sebaran siswa berdasarkan konsumsi pangan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 15 Sebaran siswa berdasarkan konsumsi energi dan protein Waktu Hari sekolah Hari libur Hari libur + sekolah
Zat Gizi Energi (Kal) Protein (g) Energi (Kal) Protein (g) Energi (Kal) Protein (g)
Putra 1563 52,0 1205 42,0 1384 47,0
Putri 1892 65,0 1503 50,0 1698 57,5
Rata-Rata 1721 58,0 1348 46,0 1534 52,0
Rata-rata konsumsi energi dan protein hari sekolah lebih tinggi dibanding hari libur. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, terdapat perbedaan yang nyata antara konsumsi energi dan protein siswa putra dan putri pada hari libur dan sekolah (p<0,05). Rata-rata konsumsi energi dan protein siswa putri lebih tinggi dibandingkan siswa putra. Rata-rata konsumsi siswa putri sebesar 1698 Kalori energi dan 57,5 gram protein, sedangkan rata-rata konsumsi siswa putra yaitu sebesar 1384 Kalori energi dan 47,0 gram protein. Terdapat perbedaan rata-rata konsumsi energi pada dua kelompok siswa. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, terdapat perbedaan yang nyata antara konsumsi energi dan protein dari siswa putra dan putri (p<0,05).
37
Rata-rata konsumsi siswa putra lebih kecil dibandingkan dengan siswa putri. Hal ini diduga karena adanya kejadian overestimating dan underreporting energi intakes pada saat dilakukan food recall. Menurut Gibson (2005), dalam penilaian diet dapat terjadi overestimating dan underreporting energy intakes (underrecording dan undereating). Overestimating dapat terjadi karena tingginya angka penaksiran saat menaksir jumlah makanan yang dikonsumsi sampel. Underrecording merupakan kegagalan merekam atau mencatat semua makanan yang dikonsumsi siswa. Undereating terjadi saat siswa makan lebih sedikit daripada biasanya atau lebih sedikit daripada yang dibutuhkan untuk mempertahankan berat badan. Selain karena hal tersebut, diduga pula bahwa konsumsi siswa putra lebih kecil dibanding siswa putri disebabkan oleh faktor rokok. Tingkat kecukupan energi dan protein didapat setelah mengetahui konsumsi siswa. Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein dapat dilihat pada Tabel 15 dan 16. Tabel 16 Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein Jenis Kelamin Putra Putri N % n %
n
%
24 3 5 5 1 38
63 8 13 13 3 100
7 6 5 13 4 35
20 17 14 38 11 100
31 9 10 18 5 73
42 12 14 25 7 100
15 7 11 5 38
39 18 29 14 100
5 1 4 9 16 35
14 3 11 26 46 100
20 8 15 9 21 73
27 11 21 12 29 100
31 5 1 1 38
82 12 3 3 100
16 4 5 9 1 35
46 11 14 26 3 100
47 9 6 10 1 73
64 12 8 15 1 100
Protein Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Kurang Cukup Lebih
25 4 2 6 1
65 11 5 16 3
12 1 2 15 5
34 3 6 43 14
37 5 4 21 6
51 7 5 29 8
Total
38
100
35
100
73
100
Tingkat Kecukupan Energi Sekolah Energi Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Kurang Cukup Lebih Total Protein Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Kurang Cukup Lebih Total Libur Energi Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Kurang Cukup Lebih Total
Total
38
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan pada hari sekolah lebih tinggi dibanding hari libur. Tingkat kecukupan energi siswa putra pada hari sekolah dan hari libur sebagian besar berada pada kategori defisit tingkat berat dengan persentase masing-masing sebesar 63% dan 82%, tingkat kecukupan protein pada hari sekolah dan libur sebagian besar juga berada pada kategori defisit tingkat berat dengan persentase masing-masing (39%) dan (65%). Tingkat kecukupan energi siswa putri pada hari sekolah sebagian besar berada pada kategori cukup (38%), sedangkan pada hari libur sebagian besar berada pada kategori defisit tingkat berat (46%), sedangkan untuk tingkat kecukupan protein pada hari sekolah sebagian besar berada pada kategori lebih (46%) dan pada hari libur berada pada kategori cukup (43%). Tabel 17 Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein Tingkat Kecukupan Energi Sekolah + libur Energi Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Kurang Cukup Lebih Total Protein Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Kurang Cukup Lebih Total
Jenis Kelamin Putra Putri n % n %
n
%
27 5 3 3 38
71 13 8 8 100
11 7 3 12 2 35
31 20 9 34 6 100
38 12 6 15 2 73
52 16 8 21 3 100
22 4 3 6 3 38
58 10 8 16 8 100
4 4 4 12 11 35
11 11 11 35 32 100
26 8 7 18 14 73
36 11 9 25 19 100
Total
Tingkat kecukupan energi dan protein siswa putri lebih tinggi dibanding dengan siswa putra, hal ini disebabkan karena angka kecukupan gizi putri lebih rendah dibanding putra. Tingkat kecukupan protein siswa putri lebih tinggi dibanding putra, hal ini disebabkan karena angka kecukupan gizi protein putri lebih rendah dibanding putra dan konsumsi pangan hewani pada siswa putri lebih tinggi dibanding putra. Rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein siswa berada pada kategori defisit tingkat berat, dengan persentase masingmasing sebesar 52% dan 36%. Sebagian besar tingkat kecukupan energi dan protein putri berada pada kategori cukup, dengan persentase masing-masing sebesar 34% dan 35%. Lebih dari separuh tingkat kecukupan energi dan protein siswa putra berada pada kategori defisit berat, dengan persentase masingmasing sebesar 71% dan 58%. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji
39
beda t, terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dan protein siswa putra dan putri (p<0,05). Aktivitas Fisik Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot-otot tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas fisik dilakukan dengan metode recall 2x24 jam pada hari sekolah dan hari libur. Aktivitas siswa terdiri dari santai, tidur, belajar, makan dan minum, ibadah, nonton tv, kebersihan diri, beres-beres rumah, olahraga, dan melakukan perjalanan. Sebaran sampel berdasarkan aktivitas fisik dapat dilihat pada Tabel 17 dan 18. Tabel 18 Rata-rata alokasi waktu siswa hari libur dan hari sekolah Waktu Hari sekolah Tidur Santai Belajar Makan dan minum Ibadah Nonton tv Kebersihan diri Beres-beres rumah Olahraga Perjalanan Hari libur Tidur Santai Belajar Makan dan minum Ibadah Nonton tv Kebersihan diri Beres-beres rumah Olahraga Perjalanan
Putra Rata-rata ± SD
Putri Rata-rata ± SD
Uji Beda P
7,6 ± 1,4 0,2 ± 0,3 8,3 ± 1,1 0,8 ± 0,5 0,6 ± 0,3 3,8 ± 2,1 0,7 ± 0,2 0,1 ± 0,1 0,9 ± 1,6 1,1 ± 0,4
8,1 ± 1,3 0,2 ± 0,3 8,4 ± 1,2 0,8 ± 0,5 0,9 ± 0,6 3,0 ± 1,7 1,0 ± 0,4 0,1 ± 0,2 0,3 ± 0,8 1,3 ± 0,6
0,229 0,514 0,719 0,849 0,001 0,083 0,000 0,301 0,037 0,179
10,3 ± 2,4 0,2 ± 0,4 1,0 ± 1,5 0,7 ± 0,4 0,7 ± 0,4 7,8 ± 3,1 0,7 ± 0,3 0,2 ± 0,7 2,1 ± 1,8 0,3 ± 0,6
9,6 ± 2,4 0,1 ± 0,2 1,4 ± 1,8 1,2 ± 0,6 1,0 ± 0,6 8,4 ± 3,3 0,9 ± 0,6 0,6 ± 0,9 0,4 ± 1,0 0,4 ± 0,8
0,253 0,049 0,502 0,000 0,003 0,526 0,011 0,093 0,000 0,241
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa waktu yang digunakan untuk tidur dan olahraga lebih banyak dialokasikan pada saat libur sekolah, sedangkan waktu yang digunakan untuk belajar lebih banyak doalokasikan pada saat hari sekolah. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, terdapat perbedaan yang nyata antara aktivitas ibadah, olahraga, dan kebersihan diri pada putra dan putri saat libur sekolah dan saat hari sekolah (p<0,05), terdapat perbedaan yang nyata pada aktivitas santai dan makan minum pada siswa putra dan putri saat hari libur sekolah. Sebaran rata-rata aktivitas fisik siswa saat hari libur dan sekolah dapat dilihat pada Tabel 18.
40
Tabel 19 Rata-rata alokasi waktu siswa untuk melakukan aktivitas fisik (jam/hari) Aktivitas Tidur Santai Belajar Makan dan minum Ibadah Nonton tv Kebersihan diri Beres-beres rumah Olahraga Perjalanan
Putra Rata-rata ± SD 8,9 ± 1,5 0,2 ± 0,3 4,7 ± 0,9 0,8 ± 0,4 0,6 ± 0,3 5,8 ± 2,0 0,7 ± 0,2 0,2 ± 0,3 1,5 ± 1,2 0,7 ± 0,4
Putri Rata-rata ± SD 8,9 ± 1,5 0,1 ± 0,2 4,9 ± 1,3 1,0 ± 0,5 1,0 ± 0,5 5,7 ± 2,0 0,9 ± 0,4 0,3 ± 0,5 0,3 ± 0,8 0,9 ± 0,5
Uji Beda P 0,744 0,444 0,332 0,042 0,000 0,811 0,001 0,070 0,000 0,113
Berdasarkan tabel 17 diketahui bahwa sebagian besar waktu yang dimiliki siswa dihabiskan untuk tidur, nonton tv, dan belajar. Waktu yang dialokasikan untuk berolahraga lebih banyak terdapat pada siswa putra, sedangkan waktu untuk makan dan minum, ibadah, kebersihan diri, dan melakukan perjalanan lebih banyak terdapat pada siswa putri. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, terdapat perbedaan yang nyata antara aktivitas ibadah dan olahraga siswa putra dan putri (p<0,05), namun tidak terdapat perbedaan yang nyata antara aktivitas tidur, santai, belajar, makan dan minum, nonton TV, kebersihan diri, beres-beres rumah, dan melakukan perjalanan pada siswa putra dan putri (p>0,05). Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik Sebaran siswa berdasarkan tingkat aktivtas fisik dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 20 Sebaran siswa berdasarkan tingkat aktivitas fisik Tingkat Aktivitas Fisik Sekolah Ringan (1,40-1,69) Sedang (1,70-1,99) Berat (2,0-2,40) Libur Ringan (1,40-1,69) Sedang (1,70-1,99) Berat (2,0-2,40)
Jenis Kelamin Putra Putri n % n %
n
%
28 6 4
73 16 11
32 1 2
91 3 6
60 7 6
82 10 8
13 10 15
35 26 39
30 3 2
85 9 6
43 13 17
59 18 23
Total
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar aktivitas fisik yang dilakukan siswa sebagian besar adalah aktivitas dengan kategori ringan pada hari libur dan sekolah. Persentase siswa putra dengan kategori tingkat aktivitas ringan sebesar 73% dan siswa putri sebesar 91%. Persentase tingkat aktivitas ringan siswa putri pada hari libur yaitu 85%, namun pada hari libur siswa putra sebagian besar melakukan aktivitas dengan kategori berat
41
(39%). Sebaran rata-rata aktivitas siswa pada hari sekolah dan libur dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 21 Sebaran siswa berdasarkan tingkat aktivitas fisik Jenis Kelamin Putra Putri n % n % 21 55 32 91 13 34 2 6 4 11 1 3 38 100 35 100
Tingkat Aktivitas Fisik Ringan (1,40-1,69) Sedang (1,70-1,99) Berat (2,0-2,40) Total
Total n 53 15 5 73
% 72 21 7 100
Aktivitas siswa tersebar dari kategori ringan, sedang, dan berat. Sebagian besar siswa, baik siswa putra (55%) maupun putri (91%) melakukan aktivitas dengan kategori ringan. Aktivitas ringan yang sering dilakukan siswa putra dan putri adalah tidur, belajar, dan nonton TV. Aktivitas sedang yang sering dilakukan siswa putra adalah makan dan minum serta melakukan perjalanan, sedangkan yang sering dilakukan siswa putri adalah makan dan minum serta kebersihan diri. Aktivitas berat yang sering dilakukan siswa putra adalah olahraga, olahraga yang sering dilakukan diantaranya adalah sepakbola, basket, dan badminton. Aktivitas berat yang sering dilakukan siswa putri yaitu kegiatan beres-beres rumah, olahraga yang sering dilakukan siswa putri adalah basket. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat aktivitas siswa putra dan putri (p<0,05). Intellektual Quotient (IQ) Taraf kecerdasan adalah skor yang diperoleh dari tes intelegensi. Menurut Gani (1984) dalam Agustina (2003), cara mengukur kecerdasan dapat dilakukan dengan beberapa alternatif, yaitu pengukuran langsung dan tidak langsung. Pengukuran langsung dapat dilakukan dengan psikotes yang menghasilkan ukuran taraf kecerdasan (IQ). Sebaran sampel berdasarkan skor IQ dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 22 Sebaran siswa berdasarkan IQ Skor IQ Cerdas (120-139) Rata-rata cerdas (110-119) Sedang (90-109) Rata-rata lambat (80-89) Total
Jenis Kelamin Putra Putri n % n % 16 42 12 34 17 45 18 51 4 11 5 14 1 3 0 0 38 100 35 100
Total n 28 35 9 1 73
% 38 48 12 1 100
Skor IQ siswa menyebar pada kategori cerdas, rata-rata cerdas, sedang, dan rata-rata lambat. Sebagian besar siswa memiliki skor IQ dengan kategori rata-rata cerdas (48%). Persentase skor IQ terkecil siswa berada pada kategori
42
rata-rata lambat (1%). Sebagian besar skor IQ siswa putra dan putri berada pada kategori rata-rata cerdas dengan persentase masing-masing sebesar 45% dan 51%. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara IQ siswa putra dan putri (p>0,05). Menurut Boeree (2003), kecerdasan diatur oleh bagian korteks otak yang dapat memberikan kemampuan untuk berhitung, beranalogi, berimajinasi, dan memiliki daya kreasi serta inovasi. Fatimah (2006) menyatakan bahwa tingkat intelegensi (IQ) seseorang mempengaruhi kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif
adalah
kemampuan
yang
berkaitan
dengan
penguasaan
ilmu
pengetahuan dan teknologi. Prestasi Belajar Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal maupun faktor eksternal (Ahmadi & Supriyono 2004). Skor prestasi belajar merupakan hasil yang diwujudkan dalam bentuk angka (Soemantri 1978 dalam Agustina 2003). Menurut Rina (2008) dalam Masruroh (2011) menyatakan bahwa prestasi belajar anak dapat diukur melalui skor prestasi belajar dari beberapa mata pelajaran meliputi Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Sebaran sampel berdasarkan prestasi belajar dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 23 Sebaran siswa berdasarkan prestasi belajar Prestasi Belajar Cukup (60-69) Baik (70-79) Total
Jenis Kelamin Putra Putri n % n % 24 63 11 31 14 37 24 69 38 100 35 100
Total n 35 38 73
% 48 52 100
Berdasarkan hasil gabungan dari empat mata pelajaran, prestasi belajar siswa berada pada kategori cukup dan baik. Sebagian besar siswa mendapatkan hasil prestasi belajar dengan kategori baik (52%). Prestasi belajar siswa putri lebih baik dibandingkan dengan prestasi belajar siswa putra. Sebagian besar siswa putri mendapatkan hasil prestasi belajar dengan kategori baik (69%), sedangkan sebagian besar siswa putra mendapatkan hasil prestasi belajar dengan kategori cukup (63%). Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, terdapat perbedaan yang nyata antara prestasi belajar siswa putra dan putri (p<0,05). Mitsos dan Browne dalam (Haralambos dan Horlborn 2004) menjelaskan bahwa terdapat bukti yang dapat menjelaskan bahwa perempuan
43
memiliki tingkat prestasi belajar yang lebih baik daripada laki-laki. Menurut mereka perempuan lebih termotivasi dan bekerja lebih rajin daripada laki-laki dalam mengerjakan pekerjaan sekolah. Sebaran prestasi belajar siswa putra dan putri berada pada kategori cukup, baik, dan sangat baik untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia dan IPS, sedangkan untuk mata pelajaran Matematika dan IPA berada pada kategori kurang, cukup, baik, dan sangat baik. Sebaran siswa putra dan putri berdasarkan prestasi belajar masing-masing pelajaran dapat dilihat pada Tabel 23, 24, dan 25. Tabel 24 Sebaran siswa putra berdasarkan prestasi belajar Prestasi Belajar Kurang (50-59) Cukup (60-69) Baik (70-79) Sangat baik (80-100) Total
B.ind n % 10 26 26 68 2 6 38 100
Mtk n 17 16 5 38
IPA % 45 42 13 100
n 2 22 13 1 38
IPS % 5 58 34 3 100
n 9 28 1 38
% 24 74 2 100
Tabel 25 Sebaran siswa putri berdasarkan prestasi belajar Prestasi Belajar Kurang (50-59) Cukup (60-69) Baik (70-79) Sangat baik (80-100) Total
B.ind n % 3 9 20 57 12 34 35 100
Mtk n 9 24 2 35
IPA % 26 68 6 100
n 2 20 12 1 35
IPS % 6 57 34 3 100
n 3 24 8 35
% 8 69 23 100
Prestasi belajar siswa putri untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia dan IPS lebih baik dibandingkan dengan siswa putra. Menurut Durkhiem dalam (Haralambos dan Horlborn, 2004), perempuan tidak begitu unggul pada bidang studi yang bersifat eksakta, karena bidang tersebut dianggap bidang studi yang “berat” dan milik laki-laki. Perempuan lebih banyak menyukai mata pelajaran yang memerlukan “kehalusan”, misalnya mata pelajaran kesenian (menari), keterampilan tangan, bahasa atau mata pelajaran dari rumpun ilmu sosial, sehingga mata pelajaran ini dianggap mata pelajaran milik perempuan. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, terdapat perbedaan yang nyata pada pelajaran Bahasa Indonesia dan IPS siswa putra dan putri (p<0,05), sedangkan untuk pelajaran Matematika dan IPA tidak terdapat perbedaan yang nyata antara siswa putra dan putri (p>0,05).
44
Tabel 26 Sebaran siswa putra dan putri berdasarkan prestasi belajar Prestasi Belajar Kurang (50-59) Cukup (60-69) Baik (70-79) Sangat baik (80-100) Total
B.ind n % 13 18 46 63 14 19 73 100
Mtk n 26 40 7 73
IPA % 36 55 9 100
n 4 42 25 2 73
IPS % 5 58 34 3 100
n 12 52 9 73
% 17 71 12 100
Prestasi belajar siswa putra dan putri yang menunjukkan hasil yang baik terdapat pada pelajaran Bahasa Indonesia dan IPS, sebagian besar persentase untuk kategori baik dan sangat baik terdapat pada pelajaran ini. Untuk pelajaran Matematika dan IPA, sebagian besar siswa berada pada kategori cukup, tidak ada satupun siswa yang bisa mencapai kategori sangat baik untuk pelajaran Matematika. Hubungan Antar Variabel Hubungan antara Tingkat Kecerdasan dengan Prestasi Belajar Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya (Hawadi 2001). Taraf kecerdasan adalah skor yang diperoleh dari tes intelegensi. Kecerdasan ini diatur oleh bagian korteks otak yang dapat memberikan kemampuan untuk berhitung, beranalogi, berimajinasi, dan memiliki daya kreasi serta inovasi (Boeree 2003). Menurut Gani (1984) dalam Agustina (2003), cara mengukur kecerdasan dapat dilakukan dengan beberapa alternatif, yaitu pengukuran langsung dan tidak langsung. Pengukuran langsung dapat dilakukan dengan psikotes yang menghasilkan ukuran taraf kecerdasan (IQ). Pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan memantau prestasi akademik para siswa. Keberhasilan siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kecerdasan kognitif atau yang sering disebut dengan IQ secara umum diketahui sebagai prediktor utama dalam keberhasilan siswa di sekolah (Atkinson 2000). Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji korelasi Pearson, terdapat hubungan yang sangat nyata antara tingkat kecerdasan dengan prestasi belajar (p=0,000, r=0,544). Hal ini berarti semakin tinggi IQ siswa, maka prestasinya semakin baik. Menurut Hawadi (2001), semakin tinggi tingkat intelegensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk mencapai prestasi yang tinggi. Fatimah (2006) menyatakan bahwa tingkat intelegensi (IQ)
seseorang
mempengaruhi kemampuan kognitif. Hubungan antara kecerdasan dengan nilai kemampuan kognitif berkorelasi nyata positif. Semakin tinggi nilai kecerdasan seseorang, semakin tinggi pula tingkat kemampuan kognitifnya. Intelegensi atau
45
tingkat kecerdasan dasar memang berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar seseorang. Seseorang yang mempunyai intelegensi jauh dibawah normal akan sulit diharapkan untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam proses belajar. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji korelasi Pearson, terdapat hubungan yang sangat nyata antara tingkat kecerdasan dengan prestasi belajar IPA, Bahasa Indonesia, dan IPS dengan nilai masing-masing sebesar (p=0,005, r=0,325), (p=0,000, r=0,562), (p=0,000, r=0,524). Terdapat hubungan nyata antara tingkat kecerdasan dengan prestasi belajar Matematika dengan nilai (p=0,010, r=0,301). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan berhubungan dengan prestasi belajar. Hubungan Konsumsi Energi dan Protein dengan Prestasi Belajar Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa konsumsi energi siswa tidak berhubungan nyata dengan prestasi belajar siswa (p=0,638, r=0,056), namun konsumsi protein siswa berhubungan nyata dengan prestasi belajar siswa (p=0,019, r=0,274). Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi energi kurang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa jika dibandingkan dengan konsumsi protein, prestasi belajar ditentukan oleh konsumsi protein, bukan konsumsi energi. Protein merupakan bahan utama dalam pembentukan jaringan, baik jaringan tubuh tumbuh-tumbuhan maupun tubuh manusia dan hewan. Karena itu protein disebut unsur pembangun. Protein mempunyai fungsi penting dalam membangun dan memelihara sel jaringan tubuh. Protein juga merupakan prekursor untuk neurotransmitter yang mendukung perkembangan otak. Fungsi otak yang baik tergantung pada kapasitas menyerap dan memproses informasi. Neurotransmitter catecholaimes dibentuk dari asam amino penting: Tyrosine dan neurotransmitter serotonin dibentuk dari Tryptophan. Serotonin menstimulasi tidur yang penting untuk perkembangan otak dalam memproses informasi, sedangkan catecholamine berkaitan dengan keadaan siaga yang membantu menyerap informasi di otak. Sumber protein antara lain seperti ikan, susu, daging, telur dan kacang-kacangan (Sediaoetama 2010). Walaupun fungsi utama protein adalah untuk pertumbuhan, bilamana tubuh kekurangan zat energi fungsi protein untuk menghasilkan energi atau untuk membentuk glukosa akan didahulukan. Bila glukosa atau asam lemak dalam tubuh terbatas, sel terpaksa menggunakan protein untuk membentuk glukosa dan energi. Glukosa dibutuhkan sebagai sumber energi sel-sel otak dan
46
sistem saraf. Hemoglobin, pigmen darah yang berwarna merah dan berfungsi sebagai pengangkut oksigen dan karbondioksida adalah ikatan protein. Hemoglobin akan membawa oksigen ke otak, sehingga otak dapat berfikir lebih baik, jika protein yang masuk ke dalam tubuh kurang dapat menyebabkan daya ingat atau konsentrasi belajar menurun sehingga menyebabkan prestasi belajar juga menurun, tetapi apabila protein yang masuk cukup dapat menyebabkan prestasi belajar menjadi baik (Almatsier 2004). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Pretasi Belajar Siswa Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot-otot tubuh dan sistem penunjangnya. Data aktivitas yang diperoleh adalah data jenis kegiatan dan alokasi waktu yang digunakan untuk menjalankan berbagai macam aktivitas. Aktivitas siswa dikategorikan menjadi tidur, santai, belajar, nonton tv, kebersihan diri, beres-beres rumah, dan olahraga. Waktu yang digunakan untuk santai, nonton tv, kebersihan diri, beres-beres rumah tidak berhubungan nyata dengan prestasi belajar (p>0,05). Salah satu aktivitas yang mendukung prestasi belajar adalah belajar, baik belajar di sekolah, di rumah, di tempat les. Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman, terdapat hubungan nyata antara waktu belajar dengan prestasi belajar siswa (p=0,024, r=0,264). Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama siswa belajar maka prestasi belajarnya semakin baik. Sesuai dengan pernyataan Indriyanto dalam Setiawati (2007) yang menyatakan bahwa waktu merupakan salah satu faktor penting yang menjelaskan prestasi belajar siswa, jika siswa menggunakan waktu luangnya untuk belajar atau melakukan hal yang berkaitan dengan hal itu maka siswa tersebut akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan anak yang menggunakan waktu luangnya untuk bermain.main. Waktu yang dialokasikan untuk berolahraga berhubungan sangat nyata negatif dengan prestasi belajar siswa (p=0,007, r= -0,312). Hal ini berarti semakin banyak waktu yang dihabiskan untuk berolahraga maka prestasi belajar siswa semakin rendah. Anak yang banyak melakukan aktivitas fisik olahraga akan menjadi lelah dan akhirnya tidak belajar, sehingga nilai prestasi belajar menjadi rendah. Menurut Agustina (2003), terdapat hubungan negatif antara aktivitas bermain dan berolahraga dengan prestasi belajar, namun hubungannya tidak nyata. Semakin banyak waktu digunakan untuk bermain dan berolahraga maka prestasi belajar akan semakin menurun.
47
Waktu yang digunakan untuk tidur berhubungan nyata negatif dengan prestasi belajar siswa (p=0,044, r= -0,237). Hal ini berarti semakin semakin banyak waktu yang digunakan untuk tidur, maka prestasi belajar semakin rendah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Widayati (2009) yang menyatakan bahwa semakin banyak waktu yang digunakan untuk belajar maka alokasi waktu yang digunakan untuk tidur semakin berkurang. Semakin banyak waktu yang digunakan untuk belajar maka prestasi siswa akan semakin baik.
48
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Tingkat kecerdasan dapat diketahui melalui skor IQ. Skor IQ siswa SMAN 6 Bogor yang menjadi sampel berada pada kategori rata-rata lambat (80-89), sedang (90-109), rata-rata cerdas (110-119), dan cerdas (120-139). Sebagian besar skor IQ siswa berada pada kategori rata-rata cerdas (48%). Berdasarkan hasil uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara IQ siswa putra dan putri (p>0,05). Rata-rata konsumsi energi dan protein hari sekolah lebih tinggi dibanding hari libur. Rata-rata konsumsi energi dan protein siswa putri lebih tinggi dibandingkan dengan siswa putra. Berdasarkan hasil uji beda t, terdapat perbedaan yang nyata antara konsumsi energi dan protein dari siswa putra dan putri (p<0,05). Rata-rata tingkat kecukupan siswa berada pada kategori defisit tingkat berat. Tingkat kecukupan energi dan protein siswa putri lebih tinggi dibanding siswa putra. Berdasarkan hasil uji beda t, terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dan protein siswa putra dan putri (p<0,05). Aktivitas siswa terdiri dari santai, tidur, belajar, makan dan minum, ibadah, nonton tv, kebersihan diri, beres-beres rumah, olahraga, dan melakukan perjalanan. Sebagian besar waktu yang dimiliki siswa dihabiskan untuk tidur, nonton tv, dan belajar. Berdasarkan hasil uji beda t, terdapat perbedaan yang nyata antara aktivitas ibadah dan olahraga siswa putra dan putri (p<0,05), namun tidak terdapat perbedaan yang nyata antara aktivitas tidur, santai, belajar, makan dan minum, nonton TV, kebersihan diri, beres-beres rumah, dan melakukan perjalanan pada siswa putra dan putri (p>0,05). Persentase terbesar tingkat aktivitas siswa berada pada kategori ringan. Berdasarkan hasil uji beda t, terdapat perbedaan yang nyata antara aktivitas siswa putra dan putri (p<0,05). Prestasi belajar dilihat dari nilai mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, dan IPS. Prestasi belajar siswa berada pada kategori cukup dan baik. Prestasi belajar siswa putri lebih baik dibanding dengan prestasi belajar siswa putra. Berdasarkan hasil uji beda t, terdapat perbedaan yang nyata antara prestasi belajar siswa putra dan putri (p<0,05). Prestasi belajar siswa putri untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia dan IPS lebih baik dibandingkan dengan siswa putra. Berdasarkan hasil uji beda t, terdapat perbedaan yang nyata pada pelajaran Bahasa Indonesia dan IPS siswa putra dan putri (p<0,05), tidak
49
terdapat perbedaan yang nyata pada prestasi belajar Matematika dan IPA antara siswa putra dan putri (P>0,05). Hasil uji statistik korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata antara tingkat kecerdasan dengan prestasi belajar (p=0,000, r=0,544). Terdapat hubungan yang sangat nyata antara tingkat kecerdasan dengan prestasi belajar IPA, Bahasa Indonesia, dan IPS dengan nilai masing-masing sebesar (p=0,005, r=0,325), (p=0,000, r=0,562), (p=0,000, r=0,524). Terdapat hubungan nyata antara tingkat kecerdasan dengan prestasi belajar Matematika dengan nilai (p=0,010, r=0,301). Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa konsumsi energi siswa tidak berhubungan nyata dengan prestasi belajar siswa (p=0,638, r=0,056). Konsumsi protein siswa berhubungan nyata dengan prestasi belajar siswa (p=0,019, r=0,274). Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa waktu yang digunakan untuk santai, nonton tv, kebersihan diri, beres-beres rumah tidak berhubungan
nyata
dengan
prestasi
belajar
(p>0,05).
Waktu
belajar
berhubungan nyata dengan prestasi belajar siswa (p=0,024, r=0,264). Waktu yang dialokasikan untuk berolahraga berhubungan nyata negatif dengan prestasi belajar siswa (p=0,007, r= -0,312). Waktu tidur berhubungan nyata negatif dengan prestasi belajar (p=0,044, r=-0,237). Saran Sebaiknya pihak sekolah dan orangtua memberikan pengetahuan gizi dalam hal konsumsi makanan kepada siswa mengingat konsumsi protein berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Aktivitas fisik, khususnya aktivitas belajar dan olahraga harus lebih diperhatikan lagi karena aktivitas tersebut juga berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Perlu adanya kerjasama antara pihak sekolah, orangtua, dan siswa yang saling mendukung dalam kegiatan belajar mengajar agar dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
50
DAFTAR PUSTAKA Agustina H. 2003. Alokasi Waktu Anak untuk Leisure dan Hubungannya dengan Prestasi Belajar Siswa SD di Kota Medan [Tesis]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ahmadi A, Supriyono W. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta : Rhineka Cipta. Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. . 2004. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC. Armstrong T. 2002. Setiap Anak Cerdas. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Atkinson et al. 2000. Pengantar Psikologi. Batam : Interaksara. [Balitbangkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2010. Jakarta : Balitbangkes. Boeree GC. 2003. Intellegence and IQ. Shippensburg University in website http://webspace.ship.edu/cqboer/intelligence.html. [6 September 2012]. Budiyanto MAK. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang : UMM Press. Cahyaningrum F. 2005. Konsumsi Pangan, Status Gizi, dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi terhadap Prestasi Belajar Anak Panti Asuhan [Skripsi]. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Clerkin, Fiona M. 2006. Men Are More Intelligent Than Women, Claims New Study. Situs http://www.dailymail.co.uk/news/article-405056/Menintelligent-women-claims-new-study.html [20 Agustus 2012]. [Depkes] Departemen Kesehatan. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta : Depkes. _______ . 2005. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Jakarta : Direktorat Kesehatan Keluarga, Depkes RI. Eastwood M. 2003. Principle of Human Nutrition (Second Edition). Edinburgh : Blackwell Publishing. [FAO] Food and Nutrition Technical Report Series. 2001. Human Energy Requirement. Rome : FAO/WHO/UNU. Fatimah E. 2006. Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung : CV Pustaka Setia. Gibson RS. 2005. Principal of Nutritional Assesment. Oxford : Oxford University.
51
Gunarsa SD, Gunarsa YSD. 2006. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : BPK Gunung Mulia. Haralambos M, Holborn M. 2004. Sociology : Themes and Perspectives Sixth Edition. Harper Collins Publisher, London Hardinsyah. 1997. Ekonomi Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hardinsyah, Martianto D. 1988. Gizi Terapan. Bogor, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. , Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. et al. 2002. Modul Ketahanan Pangan 03: Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Institut Pertanian Bogor, Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG) dan Departemen Pertanian, Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan (PPKP) Badan Bimas Ketahanan Pangan. Hawadi RA. 2001. Psikologi Perkembangan Anak : Mengenal Sifat, Bakat, dan Kemampuan Anak. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Hurlock EB. 1999. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga. Kartasapoetra, Marsetyo. 2003. Korelasi Gizi Kesehatan dan Produktifitas Kerja. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Khomsan A. 2002. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Kusharto CM, Sa’diyyah NY. 2010. Penilaian Konsumsi Pangan. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Kusumaningrum A. 2006. Keragaan Anak-Anak Sibuk, Prestasi Belajar, Kecerdasan Emosional, Status Gizi, dan Status Kesehatan [Skripsi], Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Mann J, Steward AT. 2007. Essential of Human Nutrition. Third Edition. USA : Oxford University Press inc. Maryam. 2001. Status Gizi, Peer Group dan Aktivitas Harian serta Kaitannya dengan Prestasi Belajar Remaja Studi Kasus pada Dua SMU di Kota Bogor [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
52
Masrun, Martaniah SM. 1973. Psikologi Pendidikan, Seri Paedagogik dan Psikologi. Yogyakarta : Penerbit Fakultas Psikologi UGM Yogyakarta. Masruroh A. 2011. Hubungan Praktek Pemberian ASI, Pola Konsumsi Pangan, dan Fasilitas Belajar terhadap Kecerdasan Logika Matematika Anak SDN 09 Pagi Jakarta Utara [Skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Mc Wayne C. 2004. A multivariate examination of parent involvement and the social and academic competencies of urban kindergarten children. Psychology in the Schools 41, 363-375. Muchtadi D. 2002. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung : Alfabeta. Napitu N. 1994. Perilaku Jajan di Kalangan Siswa SMA di Kota dan Pinggiran Kota DKI Jakarta [Tesis]. Bogor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Persagi. 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta : Kompas. Rahmawati D. 2006. Status Gizi dan Perkembangan Anak Usia Dini di Taman Pendidikan Karakter Sutera Alam, Desa Sukamantri Bogor [Skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi secara Antropometri [diktat]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. _____ . 2006. Materi Pokok Gizi dan Kesehatan Keluarga. jakarta : Universitas Terbuka. Sanjur D. 1982. Social and Cultural Perspectives in Nutrition. Prentice-Hal, Inc., Englewood Cliff, N.J. Sediaoetama AD. 2010. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta : Dian Rakyat. Setiawati EH. 2007. Analisis Gaya Pengasuhan, Kecerdasan Emosional, Aktivitas Ekstrakurikuler, dan Prestasi Belajar Siswa di SMA Muhammadiyah Cirebon [Skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Slamet Y. 1993. Analisis Kuantitatif Untuk Data Sosial. Solo : Dabara Publisher. Soekirman. 1994. Ilmu gizi dan aplikasinya untuk keluarga dan masyarakat. Jakarta : Dirjen Perguruan Tinggi Depdiknas. ________. 2002. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta : Dirjen Perguruan Tinggi Depdiknas. Suhardjo. 1989. Perencanaan Pangan dan Gizi. PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. _______. 1996. Berbagai cara Pendidikan Gizi. Jakarta : Bumi Aksara.
53
Suryabrata S. 1995. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Supariasa ID. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC. Susanti L. 1999. Kebiasaan Makan dan Aktivitas Fisik dalam Hubungannya dengan Gizi Lebih pada Murid Taman Kanak-Kanak di Kotamadya Bengkulu [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Syah M. 2010. Psikologi Belajar. Jakarta : Rajawali Press. Thantowi A. 1991. Psikologi Pendidikan. Angkasa : Bandung. WHO. 2007. Growth Reference 5-19 Years. [terhubung berkala]. www.who.int. [April 2012]. Widayati W. 2009. Analisis Pola Aktivitas, Tingkat Kelelahan, dan Status Anemia serta Pengaruhnya terhadap Prestasi Belajar Siswa [Tesis]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
54
LAMPIRAN
55
Lampiran 1 Kuesioner
TINGKAT KECERDASAN, ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN, DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SMA NEGERI 6 BOGOR
Oleh Endah Fitri Maharani I14104017
Nomor responden Nama responden Enumerator Tanggal wawancara
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
56
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 B1
B2
B3
B4
B5
B6
B7
B8
A. IDENTITAS CONTOH Nama Jenis kelamin 1. Putra 2. Putri Umur …………… tahun Tanggal lahir Tgl...../Bln…./Tahun…… Anak ke ...... dari ……bersaudara Alamat tempat tinggal dengan a. Orang tua b. Wali Telepon/HP Agama Berat badan ……. Kg Tinggi badan ……. Cm Tempat tinggal dengan 1. Orang tua 2. Wali B. KARAKTERISTIK KELUARGA Pendidikan terakhir ayah 1. SD/Sederajat 2. SMP/Sederajat 3. SMA/Sederajat 4. Diploma/Sederajat 5. Sarjana 6. Lainnya (...............................) Pendidikan terakhir ibu 1. SD/Sederajat 2. SMP/Sederajat 3. SMA/Sederajat 4. Diploma/Sederajat 5. Sarjana 6. Lainnya (...............................) Pekerjaan ayah 1. PNS 2. Pegawai swasta 3. Bekerja di BUMN 4. TNI/POLRI 5. Berwiraswasta 6. Lainnya (...............................) Pekerjaan ibu 1. PNS 2. Pegawai swasta 3. Bekerja di BUMN 4. TNI/POLRI 5. Berwiraswasta 6. Lainnya (...............................) Berapa penghasilan keluarga 1. <500.000 dalam sebulan 2. 500.000-1.000.000 3. >1.000.000-2.000.000 4. >2.000.000-3.000.000 5. >3.000.000-4.000.000 6. >4.000.000 (sebutkan.....................) Berapa pengeluaran harian 1. >10.000 keluarga untuk makanan? 2. 10.000-20.000 3. >20.000-30.000 4. >30.000-40.000 5. >40.000-50.000 6. >50.000 (sebutkan..........................) Berapa pengeluaran harian 1. >10.000 keluarga bukan untuk makanan? 2. 10.000-20.000 3. >20.000-30.000 4. >30.000-40.000 5. >40.000-50.000 6. >50.000(sebutkan............................) Berapa uang saku siswa perhari? ............................................
57
C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
C8
C9
C10
C11
C. KEBIASAAN MAKAN Berapa kali anda makan lengkap [a] 1 kali (Nasi, Lauk pauk, sayur, buah) [b] 2 kali dalam sehari? [c] 3 kali [d] 4 kali Apakah anda selalu sarapan [a] 5-7 kali/minggu (selalu) pagi? Jika tidak, berapa kali anda [b] 3-4 kali/minggu (sering) sarapan pagi dalam satu minggu [c] 1-2 kali/minggu (jarang) [d] tidakpernah Berapa kali anda mengkonsumsi [a] 5-7 kali/minggu (selalu) sumber protein nabati? [b] 3-4 kali/minggu (sering) [c] 1-2 kali/minggu (jarang) [d] tidakpernah Berapa kali anda mengkonsumsi [a] 5-7 kali/minggu (selalu) sumber protein hewani? [b] 3-4 kali/minggu (sering) [c] 1-2 kali/minggu (jarang) [d] tidakpernah Lauk hewani apa yang biasa [a] daging ayam [1] ya [2] tidak kamu konsumsi? [b] daging sapi [1] ya [2] tidak [c] telur ayam [1] ya [2] tidak [d] ikan [1] ya [2] tidak [e] lainnya, sebutkan............... [1] ya [2] tidak Lauk nabati apa yang biasa kamu [a] tempe [1] ya [2] tidak konsumsi? [b] kacang hijau [1] ya [2] tidak [c] tahu [1] ya [2] tidak [d] oncom [1] ya [2] tidak [e] lainnya, sebutkan............... [1] ya [2] tidak Berapa kali anda mengkonsumsi [a] 5-7 kali/minggu (selalu) susu? [b] 3-4 kali/minggu (sering) [c] 1-2 kali/minggu (jarang) [d] tidakpernah Berapa kali anda mengkonsumsi [a] 5-7 kali/minggu (selalu) sayuran? [b] 3-4 kali/minggu (sering) [c] 1-2 kali/minggu (jarang) [d] tidakpernah Berapa kali anda mengkonsumsi [a] 5-7 kali/minggu (selalu) buah? [b] 3-4 kali/minggu (sering) [c] 1-2 kali/minggu (jarang) [d] tidakpernah Sebutkan makanan yang menjadi pantangan anda …… Alasan …….. Sebutkan makanan yang paling anda sukai ……. Alasan ……..
58
Hari
D. Recall KonsumsiPangan2 x 24 jam Waktu Makan Nama Jenis URT Makanan Pangan Pagi
Selingan
I
Siang
Selingan
Malam
Pagi
Selingan
II
Siang
Selingan
Malam
Berat (gr)
59
E. FFQ (Food Frequency Questionners) Makanan Pokok No
Nama pangan
E1
Nasi (beras merah/beras putih) Mie (instant) Roti
E2 E3
Frekuensi Konsumsi dalam seminggu 6-7 kali 3-5 kali 1-2 kali
Frekuensi konsumsi per bulan
Banyaknya (gram)
Frekuensi konsumsi per bulan
Banyaknya (gram)
Frekuensi konsumsi per bulan
Banyaknya (gram)
F. FFQ (Food Frequency Questionners) Pangan Hewani dan Olahannya No
Nama pangan
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8
Daging ayam Daging sapi Telur ayam Ikan segar Ikan pindang Sosis Corned beef Nugget ayam
Frekuensi Konsumsi dalam seminggu 6-7 kali 3-5 kali 1-2 kali
G. FFQ (Food Frequency Questionners) Pangan Nabati dan Olahannya No
Nama pangan
G1 G2 G3
Kacang hijau Tempe Tahu
Frekuensi Konsumsi dalam seminggu 6-7 kali 3-5 kali 1-2 kali
H. FFQ (Food Frequency Questionners) Sayuran No
Nama pangan
H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8
Bayam Buncis Kol Kangkung Kc panjang Labu siam Wortel Daun singkong
Frekuensi Konsumsi dalam seminggu 6-7 kali 3-5 kali 1-2 kali
Frekuensi konsumsi per bulan
Banyaknya (gram)
Frekuensi konsumsi per bulan
Banyaknya (gram)
I. FFQ (Food Frequency Questionners) Buah-buahan No
I1
Nama pangan Anggur
Frekuensi Konsumsi dalam seminggu 6-7 kali 3-5 kali 1-2 kali
60
Buah-buahan (Lanjutan) No
I2 I3 I4 I5 I6
Nama pangan
Frekuensi Konsumsi dalam seminggu 6-7 kali 3-5 kali 1-2 kali
Frekuensi konsumsi per bulan
Banyaknya (gram)
Frekuensi konsumsi per bulan
Banyaknya (gram)
Frekuensi konsumsi per bulan
Banyaknya (gram)
Apel Jeruk Pepaya Pisang Mangga
J. FFQ (Food Frequency Questionners) Susu dan olahannya, minyak, serta gula No
J1 J2 J3 J4 J5
Nama pangan
Frekuensi Konsumsi dalam seminggu 6-7 kali 3-5 kali 1-2 kali
Keju Susu kental manis Susu sapi Susu bubuk Yoghurt
K. FFQ (Food Frequency Questionners) Minuman No
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8
Nama pangan Teh manis Kopi Minuman bersoda Pop ice dan sejenisnya Sirop Juice buah Gula pasir Teh
Frekuensi Konsumsi dalam seminggu 6-7 kali 3-5 kali 1-2 kali
61
Hari
Waktu Pagi (bangun tidur-12.00 WIB)
Siang (12.00-16.00 WIB)
I Sore (16.00-19.00 WIB)
Malam (19.00 WIB-Tidur)
Pagi (bangun tidur-12.00 WIB)
Siang (12.00-16.00 WIB)
II Sore (16.00-19.00 WIB)
Malam (19.00 WIB-Tidur)
L. Aktivitas fisik 2 x 24 jam Jenis Aktivitas
Lama (Jam)
62
Variabel/Sub variabel
M. Variabel kebiasaan belajar Aspek 1. Cara belajar a. b. c. 2. Membaca materi a. pelajaran b. c. 3. Setelah membaca materi/pelajaran
a. b. c.
4. Motivasi belajar
5. Jika mengalami kesulitan
a. b. c. a. b.
Kebiasaan Belajar
6. Jika nilai ulangan rendah
c. d. a. b.
7. Persiapan menghadapi ujian
c. a. b. c.
8. Jika guru menerangkan materi
a. b.
9. Metode belajar yang diterapkan
c. a. b. c.
10. Cara mendalami pelajaran
a. b. c.
Pilihan Jawaban Sendiri Kelompok Sendiri dan kelompok Membaca cukup sekali Membaca hingga hafal Membaca hingga mengerti Tidak melakukan apaapa Mencoba mengingatingat Meringkas dan mengingat Mendapat pujian Memperolah nilai baik Menjadi pintar Tidak melakukan apaapa Berusaha belajar sampai mengerti Bertanya pada teman Bertanya pada guru Kecewa dan putus asa Puas dengan nilai yang diperoleh Belajar lebih giat Sehari sebelum ujian Beberapa hari sebelum ujian Beberapa minggu sebelum ujian Tidak memperhatikan Kurang memperhatikan Memperhatikan Seorang diri Dengan teman tapi belajar sendiri Berdiskusi bersama teman Mempelajari catatan Mempelajari buku pelajaran Mempelajari catatan dan buku pelajaran
63
Variabel kebiasaan belajar (Lanjutan) 1. Belajar secara rutin dan terjadwal 2. Mencatat pelajaran dikelas 3. Konsentrasi saat guru menerangkan 4. Mengerjakan tugas/PR tepat waktu
Frekuensi belajar
5. Membaca buku pelajaran 6. Membaca materi untuk esok hari 7. Mengulang materi pelajaran 8. Berlatih soal-soal
9. Bertanya jika tidak mengerti
a. b. c. a. b. c. a. b. c. a. b. c. a. b. c. a. b. c. a. b. c. a. b. c. a. b. c.
Tidak pernah Kadang-kadang selalu Tidak pernah Kadang-kadang selalu Tidak pernah Kadang-kadang selalu Tidak pernah Kadang-kadang selalu Tidak pernah Kadang-kadang selalu Tidak pernah Kadang-kadang selalu Tidak pernah Kadang-kadang selalu Tidak pernah Kadang-kadang selalu Tidak pernah Kadang-kadang selalu
64
Prestasi Belajar (Nilai Rapor, UTS, dan UAS) Siswa Nama Peserta Didik :
Kelas
:
Nomor Induk
:
Semester
:
Nama Sekolah
:
Tahun Ajaran :
No
Mata Pelajaran
1
Bahasa Indonesia
2
Matematika Ilmu Pengetahuan
3
Alam Ilmu Pengetahuan
4
Sosial
Nilai Rapor, UTS, UAS Kriteria Ketuntasan Minimal
Nilai Angka
huruf
65
Lampiran Hasil Uji Beda
66
67
Hasil Uji Korelasi Spearman
68
Hasil Uji Korelasi Pearson
69