TINGKAT KECEMASAN LANSIA INKONTINENSIA URIN YANG FUNGSI KOGNITIFNYA MASIH BAIK DI UPT PANTI WERDHA MAJAPAHIT MOJOKERTO DINA SUPRIANDINI NIM : 1212020010 Subject Kecemasan, Lansia, Kognitif, Inkontinensia Urin Description Lansia dengan fungsi kognitif yang masih baik dan mengalami inkontinensia urin akan menjadimasalah sosial berupa rasa malu, mengisolasi diri dari pergaulan sehingga hubungan/interaksi lansia dengan orang lain akan terganggu, menyebabkan morbiditas sosial dan psikologis (seperti kecemasan) yang jelas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat kecemasan pada lansia yang mengalami inkontinensia urin dengan fungsi kognitif yang masih baik. Jenis penelitian deskriptif dengan rancang bangun survey. Populasi sebanyak 17 responden pada sampel diambil 14 responden. Variabel yang diteliti adalah tingkat kecemasan lansia inkontinensia urin yang fungsi kognitifnya masih baik. Teknik sampling menggunakannon probability sampling tipe purposive sampling. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner skala HRS-A kemudian diolah dan dianalisa data serta disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Tempat penelitian dilakukan di Panti Werdha Majapahit Mojokerto pada tanggal 30 April – 05 Mei 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia yang fungsi kognitifnya masih baik sebagian besar sebanyak 8 responden (57%), mengalami kecemasan sedang pada saat mengalami inkontinensia urin. Hasil analisa data responden berdasarkan parameter perasaan cemas didapatkan sebagian besar responden mengalami gejala sedang sebanyak 10 responden (71%), berdasarkan parameter gejala kardiovaskuler setengah dari responden mengalami gejala ringan 7 responden (50%). Lansia dengan fungsi kognitif yang masih baik dan terjadi perubahan pada kesehatan berupa inkontinensia urin mengalami gangguan aktualisasi diri menyebabkan kecemasan. Kecemasan membuat pikiran menjadi kacau, takut, gelisah dan khawatir akan kondisi akan semakin parah. Tingkat kecemasan yang dialami berbeda-beda, tidaksemua lansia akan mempunyai kecemasan yang berat atau panik ketika mengalami inkontinensia urin, tergantung mekanisme koping yang digunakan. Peran tenaga kesehatan/perawat untuk mengajarkan tentang cara mengatasi inkontinensia urin. ABSTRACT Elderly people with good cognitive functions and experience urinary incontinence will become a social problem in the form of shame, isolate themselves from society so that the relationship / interaction with other people's
will be disrupted, causing social and psychological morbidity (such as anxiety). This study aimed to determine the level of anxiety in the elderly with urinary incontinence and good cognitive function. This is a descriptive study with survey design. The population is 17 people with a sample of 14 respondents. The variables studied were the level of anxiety elderly with urinary incontinence whose cognitive function is still good. Technique used non-probability sampling is purposive sampling type. Data were collected by using a questionnaire scale HRS-A which were then processed and analyzed and presented in the form of a frequency distribution table. Research was conducted at Panti Werdha Majapahit Mojokerto from April 30 - May 5, 2015. The results suggest that most elderly with good cognitive, 8 respondents (57%), had moderate anxiety when experiencing urinary incontinence. Results of analysis of respondent data based on the parameters of anxiety suggest that most respondents experienced moderate symptoms, 10 respondents (71%), based on the parameters of cardiovascular symptoms half of the respondents experiencing mild symptoms, 7 respondents (50%). Elderly people with cognitive functions that are still good and there is a change in the form of urinary incontinence suffer health disorder regarding self-actualization wich cause anxiety. Anxiety makes their mind distracted, fearful, anxious and worried that the condition gets worse. The level of anxiety experienced is different, not all elderly will have severe anxiety or panic when experiencing urinary incontinence, depending on their coping mechanisms. The role of health workers / nurses is to teach about how to cope with urinary incontinence. Keywords : Anxiety, Elderly, Cognitive, Urinary Incontinence Contributor
: 1. Vonny Nurmalya M, M.Kep 2. Sulis Diana, M.Kes Date : 10 Agustus 2015 Type Material : Laporan Penelitian Identifier :Righ : Open Document Summary : Latar Belakang Lanjut usia yang yang sehat (fungsi kognitifnya masih baik) dalam arti tidak mengalami demensia atau gangguan Alzemeir, masih memiliki kemampuan belajar yang baik (Kabi, 2012). Aktivitas yang berguna tetap harus tetap dilakukan untuk menjaga kesehatan baik fisik maupun kejiwaan (Kuntjoro, 2012). Setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Lansia dengan fungsi kognitif yang masih baik tidak mengalami banyak gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua serta aktif dalam berbagai kegiatan sosial (Haryanto, 2009). Lansia dengan fungsi kognitif yang masih baik dan mengalami inkontinensia urin akan menjadi masalah sosial berupa rasa malu, mengisolasi diri
dari pergaulan sehingga hubungan/interaksi lansia dengan orang lain akan terganggu, Kejadian ini merupakan salah satu dari kelainan yang paling menjengkelkan, menyebabkan morbiditas sosial dan psikologis (seperti kecemasan) yang jelas (Min, dkk, 2006). Setiap orang pasti memiliki rasa kecemasan (Acin, 2005). Kecemasan ditandai dengan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan. Bila kecemasan tidak sejalan dengan kehidupan dan berlangsung terus-menerus dalam waktu lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat, depresi, hipertensi, stroke sampai berujung kepada kematian (Sundeen, 1998 dalam Kristanti, 2012). Lansia mungkin mengalami masalah khusus dengan Inkontinensia akibat keterbatasan fisik dan lingkungan tempat tinggalnya. Lansia yang mobilitasnya terbatas mempunyai peluang lebih besar untuk mengalami inkontinensia karena ketidakmampuan mereka untuk mencapai toilet pada waktunya (Mubarak, dkk, 2009). Inkontinensia Urin ialah kehilangan kontrol berkemih. Inkontinensia dapat bersifat sementara atau menetap. Klien tidak lagi dapat mengontrol sfingter uretra eksterna, merembesnya urin dapat merembes terus menerus atau sedikit-sedikit (Potter&Perry, 2006). Hasil Susenas tahun 2013, jumlah lansia di Indonesia mencapai 20,04 juta orang atau sekitar 8,05% dari seluruh penduduk Indonesia. Menurut jenis kelamin, jumlah lansia perempuan yaitu 10,67 juta orang (8,61% dari seluruh penduduk perempuan), lebih banyak daripada lansia laki-laki yang sebesar 9,38 juta orang (7,49% dari seluruh penduduk laki-laki). Provinsi yang mempunyai lansia dengan proporsi paling tinggi adalah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (13,20%), Jawa Tengah (11,11%), dan Jawa Timur (10,96%). Sementara provinsi yang proporsi lansia paling rendah adalah Provinsi Papua (2,56%), Papua Barat (3,63%) dan Kepulauan Riau (3,76%) (BPS, 2013). Laporan Perserikatan BangsaBangsa 2011, pada tahun 2000-2005 Usia Harapan Hidup adalah 66,4 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2000 adalah 7,74%), angka ini akan meningkat pada tahun 2045-2050 yang diperkirakan Usia Harapan Hidup menjadi 77,6 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2045 adalah 28,68%) (Depkes RI, 2013). Survey Asia Pacific Continence Advisory Board (APCAB) mengungkapkan prevalensi keseluruhan di Asia dari negara Cina, Hong Kong, India, Indonesia, Korea, Malaysia, Pakistan, Filipina, Singapura, Taiwan dan Thailan sebesar 12,2%, di Indonesia terdapat prevalensi 5,4 % dengan prevalensi wanita 5,8% dan prevalensi pria 5,0 %. Prevalensi inkontinensia pada manula yang tinggal di panti asuhan, lebih dari satu diantara 5 yang memiliki masalah. Pada rumah panti jompo, lebih dari 50% manula menderita inkontinensia (Min, dkk., 2006). Survey Inkontinensia urin yang dilakukan oleh Divisi Geriatri Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo pada 208 orang usia lanjut di lingkungan Pusat Santunan Keluarga di Jakarta (2002), mendapatkan angka kejadian Inkontinensia urin tipe stress sebesar 32.2%. Sedangkan penelitian yang dilakukan di Poli Geriatri RS Dr. Sardjito didapatkan angka prevalensi Inkontinensia urin sebesar 14.47% (Setiati&Pramantara, 2007 dalam fernandes, 2009). Hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan di UPT Panti Werdha Majapahit Mojokerto pada tanggal 13 April 2015, Jumlah pasien yang mengalami Inkontinensia Urin 3 laki-laki dan 14 perempuan atau sebanyak 17 responden
mengalami kebocoran urin (Inkontinensia Urin). Peneliti mengevaluasi fungsi kognitif lansia yang mengalami inkontinensia urin dengan Mini Mental State Examination (MMSE) didapatkan dari 17 lansia terdapat 14 lansia yang fungsi kognitifnya masih baik, dari hasil wawancara dan observasi yang menggunakan kuesioner menunjukkan dari 3 lansia inkontinensia urin yang fungsi kognitifnya masih baik terdapat 2 lansia yang mengalami kecemasan berat dan 1 lansia mengalami kecemasan sedang. Jumlah keseluruhan lansia di panti pada tahun 2015 terdapat 46 lansia. Inkontinensi urin terjadi bila syaraf-syaraf yang berhubungan dengan proses eliminasi urin mengalami gangguan. Sistem syaraf pusat mengintegrasikan kontrol traktus urinarius. Pusat miksi yang berasal dari pontine memperantarai relaksasi sfingter dan kontraksi detrusor secara sinkron, sementara lobus frontalis, basal ganglia dan cerebellum mengatur efek inhibisi dan fasilitasi. Gangguan pada refleks peregangan yang dimulai oleh reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih menyebabkan sinyal sensorik dari reseptor regang kandung kemih yang dihantarkan ke segmen sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus mengalami gangguan sehingga refleks kembali lagi ke kandung kemih melalui serat saraf parasimpatis (Rama, 2009 dalam Prasetyawan, 2011). Kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor predisposisi, stresor pencetus, sumber koping dan mekanisme koping (Stuart, 2007). Peran perawat sangat penting dalam upaya memberikan masukan informasi dan pemahaman untuk mengurangi tingkat kecemasan pada lansia yang mengalami inkontinensia Urin. Agar lansia yang mengalami ketidakmampuan untuk menahan urin mengerti dan paham untuk mengatasi tingkat kecemasan yang dialami. Langkah awal yang harus dilakukan oleh perawat adalah melakukan pendekatan dan membantu penderita dalam perawatan yang benar (Min, dkk, 2006), serta memberikan informasi tentang pengelolaan inkontinensia urin. Pengelolaan Inkontinensia Urin ada tiga menurut (Darmojo, 2011 dalam Witaryanti, 2014) yaitu, tekhnik latihan perilaku (bihavioral training), obat obatan dan tindakan pembedahan. Berdasarkan Latar Belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Tingkat Kecemasan Lansia Inkontinensia Urin yang Fungsi Kognitifnya Masih Baik”. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian deskriptif dengan rancang bangun survey. Populasi sebanyak 17 responden pada sampel diambil 14 responden. Variabel yang diteliti adalah tingkat kecemasan lansia inkontinensia urin yang fungsi kognitifnya masih baik. Teknik sampling menggunakan non probability sampling tipe purposive sampling. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner skala HRS-A dengan teknik wawancara dan observasi kemudian diolah dan dianalisa data serta disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Tempat penelitian dilakukan di Panti Werdha Majapahit Mojokerto pada tanggal 30 April – 05 Mei 2015. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian didapatkan bahwa hampir seluruhnya responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 12 responden (86%), sebagian besar berusia
75 - 90 tahun sebanyak 9 responden (64%), hampir setengah tidak sekolah sebanyak 6 responden (43%). Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki kecemasan sedang yaitu sebanyak 8 responden (57%). Hampir setengah dari responden mengalami tingkat kecemasan berat sebanyak 5 responden (36%). sebagian kecil Responden yang mengalami tingkat kecemasan ringan sebanyak 1 responden (7%). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Min, dkk (2006) yang menyatakan bahwa lansia dengan fungsi kognitif yang masih baik dan mengalami inkontinensia urin akan menjadi masalah sosial berupa rasa malu, mengisolasi diri dari pergaulan sehingga hubungan/interaksi lansia dengan orang lain akan terganggu, menyebabkan morbiditas sosial dan psikologis (seperti kecemasan) yang jelas. Ansietas sedang, memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang persepsi individu. Individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya (Stuart, 2007). Responden merasa khawatir dikarenakan kondisinya yang tidak bisa menahan BAK terutama pada saat mengikuti kegiatan seperti pengajian atau berkumpul dengan lansia yang lain yang tidak mengalami inkontinensia urin, responden sering tidak tenang bila duduk dan merasa gelisah, sulit berkonsentrasi. Akibatnya responden sering menolak berkumpul dan jarang berinteraksi dengan lansia lain. Namun responden masih bisa dan mau mengikuti kegiatan jika ada dorongan dan motivasi dari perawat panti. Pada Parameter Perasaan Cemas didapatkan sebagian besar responden mengalami gejala sedang sebanyak 10 responden (71%). Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya dengan keadaan emosi yang tidak memiliki objek (Stuart, 2012). Kecemasan (ansietas/anxiety) adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA, masih baik), kepribadian masih tetap utuh (tidak mangalami keretakan kepribadian/splitting of personality), perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas normal (Hawari, 2013). Responden pada penilitian ini merasakan cemas karena dirinya mengalami inkontinensia urin (tidak dapat mengontrol keluarnya urin) sehingga responden sering merasa khawatir, khawatiran kondisinya akan bertambah parah. Cemas merupakan suatu keadaan yang wajar, karena seseorang pasti menginginkan segala sesuatu dalam kehidupannya dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan harapannya dan terhindar dari segala marabahaya. Pada Parameter Ketegangan dan ketakutan terdapat setengah dari responden mengalami ketegangan dengan gejala sedang sebanyak 7 responden (50%), dan sebagian besar responden mengalami gejala sedang ketakutan sebanyak 10 responden (71%). Kecemasan ditandai dengan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan. Bila kecemasan tidak sejalan dengan kehidupan dan berlangsung terus-menerus dalam waktu lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat, depresi, hipertensi, stroke sampai berujung kepada kematian (Sundeen, 1998 dalam Kristanti, 2012). Responden pada penelitian ini
mengungkapkan bahwa responden sering merasa tegang dan gelisah saat merasakan kandung kemih sudah penuh dan timbul reaksi ingin berkemih sedangkan responden khawatir tidak dapat mencapai toilet tepat waktu. Responden menunjukkan perasaan tegang, mudah lelah, tidak bisa istirahat dengan tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, dan perasaan gelisah, merasa takut sendirian/takut ditinggal sendiri juga takut pada kerumunan orang banyak. Pada Parameter Gangguan tidur Sebagian besar responden mengalami sebanyak 10 responden (71%) mengalami gejala berat. Adanya kecemasan menyebabkan kesulitan mulai tidur, masuk tidur memerlukan waktu lebih dari 60 menit, timbulnya mimpi yang menakutkan dan mengalami kesukaran bangun pagi hari, bangun dipagi hari merasa kurang segar (Nugroho, 2006). Hasil penelitian yang dilakukan pada lansia inkontinensia urin mengaku bahwa mereka sangat mengalami kesulitan tidur, sering terbangun saat terlelap, merasa khawatir saat akan tidur. Pada parameter Gangguan kecerdasan di dapatakan setengah dari responden mengalami gejala berat sebanyak 7 responden (50%). Gangguan kecerdasan ditandai dengan sukar berkonsentrasi, daya ingat menurun dan daya ingat buruk (Hawari, 2013). Hal ini diungkapkan oleh responden bahwa responden sering merasa sulit berkonsentrasi saat memikirkan masalah kehilangan kontrol berkemih. Perasaan depresi (murung) terdapat sebagian besar responden mengalami gejala berat dengan jumlah 10 responden (71%). Studi yang dilakukan oleh (Yu Ko, dkk 2005) menunjukkan bahwa lansia dengan inkontinensia urin memiliki persepsi buruk terhadap kesehatan dan akan mengalami depresi. Depresif adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (affective/mood disorder), yang diatandai dengan kemurungan, kelesuan, ketidak gairahan hidup, perasaan tidak berguna, dan putus asa (Hawari, 2013). Responden pada penelitian ini mengungkapkan bahwa responden menjadi murung ketika responden berfikir tentang kehilangan kontrol berkemih ditandai dengan berkurangnya kesukaan pada hobi dan perasaan sering berubah-ubah sepanjang hari. Gejala kardiovaskuler setengah dari responden mengalami gejala ringan sebanyak 7 orang (50%). Gejala kardiovaskuler yang tampak pada seseorang yang mengalami kecemasan antara lain denyut jantung cepat (takikardia), berdebardebar, nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa lesu/lemas seperti mau pingsan dan detak jantung hilang sekejap (Hawari, 2013). Saat seseorang merasa cemas akan terjadi sekresi adrenalin yang berlebihan yang menyebabkan peningkatan tekanan darah. Responden mengungkapkan sering merasa berdebar-debar apabila telah merasa ingin miksi dan merasa tidak sanggup untuk mencapai toilet. Gejala respiratori setengah dari responden mengalami gejala sedang yaitu 7 responden (50%). Gejala pernafasan yang terjadi seseorang yang mengalami cemas berupa rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, merasa nafas pendek dan sesak, dan sering menarik napas panjang (Hawari, 2013). Pada saat merasa cemas, seseorang juga cenderung mengambil nafas pendek sehingga terjadilah hiperventilasi yang menjadi respons kecemasan yang dialami seseorang. Gejala gastrointestinal, urologital, dan autonom sebagian besar mengalami gejala sedang sebanyak 8 responden (57%). Mekanisme sfingter lansia secara umum, dengan bertambahnya usia kapasitas kandung kemih menurun. Sisa urin
dalam kandung kemih. Setiap selesai berkemih cenderung meningkat dan kontraksi otot-otot kandung kemih yang tidak teratur makin sering terjadi. Kontraksi-kontraksi involunter ini ditemukan pada 40-75% orang lanjut usia yang mengalami inkontinensia (Darmojo, 2011 dalam Witaryanti, 2014). Hasil wawancara yang dilakukan pada responden mengungkapkan sulit menelan, mual, sering buang air kecil, bibir kering dan mudah berkeringat. Kecemasan yang dialami akan semakin mempengaruhi seberapa sering responden merasakan ingin berkemih. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak semua lansia akan mempunyai kecemasan yang berat atau panik ketika mengalami inkontinensia urin. Kecemasan itu timbul tergantung pada mekanisme koping yang dimiliki oleh masing – masing responden. Simpulan Hasil penelitian di UPT Panti Werdha Majapahit Mojokerto sebagian besar lansia inkontinensia urin yang fungsi kognitifnya masih baik mengalami tingkat kecemasan sedang sebanyak 8 responden (57%). Rekomendasi 1. Bagi peneliti selanjutnya Untuk penelitian berikutnya diharapkan penelitibelajar komunikasi efektif pada lansia dan bisa bahasa jawa agar bisa lebih memahami maksud dari jawaban responden. 2. Bagi tenaga kesehatan atau perawat a. Memberi motivasi pada lansia untuk mengurangi kecemasan yang dihadapi sehingga lansia dapat menjalani kehidupan sehari-hari dengan baik serta mempunyai mekanisme koping yang baik dalam menghadapi permasalahan terutama masalah inkontinensia urin. b. Membuat jadwal untuk mengajarkan tekhnik kegel atau teknik latihan perilaku (bihavioral training). 3. Bagi lansia Lansia yang mengalami inkontinensia dapat melakukan penatalaksanaan danpemecahan tentang masalah yang dialami, dapat melakukan senam kegel secara mandiri setelah di ajari oleh perawat. Alamat Correspondensi : - Alamat Rumah : Sumbermalang Situbondo - Email :
[email protected] - No. HP : 081290276995