HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 2. No. 2, Nopember 2010
KEMAMPUAN FUNGSIONAL LANSIA DI UPT PANTI WERDHA “MAJAPAHIT” MOJOKERTO Abdul Muhith ABSTRACT By progressing someone’s age, they will get dcreasing especially in function abiliy that causes decreasing in their role of social. This why it also raises some troubles in their lifes until they can need other’s helping because of depending on them. The aim of this research is to know function the old in UPT Panti Werda Mojopahit of Mojokerto. The method design of this research is descriptive by population of all the old who stay at UPT Panti Werdha and its sample is who stays at UPT Panti Werdha by sampling Purposive technic. Collecting data by observation, interview and instrument uses checklish according to Index Barthel modificated. The variable of this research is the old’s ability function. Anaylising data technic is used by frequency distribution. The result of this research, from 41 respondences, they get modern depending on daily activities in Index Barthel is 10 self the old (24,4%), 9 the old (21,9%) have less depending, 15 the old (36,6%) have modern depending, 5 the old (12,2%) have the excess depending or very dependending and the least 2 the old have full depending (4,9%). The estimated is the woman 2 times often fallen than the man.The conclusion above is the most respondence have modern depending of 15 the old (35%) dan more than 50% have depending is the woman. they are 25 the old (60%), more than 50% the old who stay at Panti Werdha Mojopahit of Mojokerto are elderly that is 60-74 old get 25 respondences (71%). Key words: funtion ability, the old. A.
PENDAHULUAN. Menua merupakan proses terus menerus (berkelanjutan) secara alamiah, dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh semua makhluk hidup. Berdasarkan pernyataan ini, lanjut usia dianggap sebagai penyakit, hal ini tidak benar. Gerontologi berpendapat lain, sebab lanjut usia bukan suatu penyakit melainkan masa atau tahap hidup manusia yaitu: bayi, anak, remaja, dewasa, tua kemudian lansia (Nugroho, 2000). Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik – biologis, mental maupun sosial ekonomi. Dengan semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran terutama di bidang kemampuan fungsional yang dapat mengakibatkan penurunan pada peranan – peranan sosialnya. Hal ini menyebabkan pula timbulnya gangguan didalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga dapat mengakibatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain (Pudjiastuti, 2003). Bila seseorang bertambah tua, kemampuan fisik dan mentalnya perlahan-lahan pasti akan mengalami penurunan. Akibatnya aktivitas hidupnyapun akan terpengaruh yang pada akhirnya akan mengurangi kesigapan seseorang (Nugroho, 2000). Secara umum menjadi tua atau proses menua di tandai dengan kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala – gejala kemunduran fisik, antara lain : kulit mulai mengendur, rambut kepala mulai memutih, gigi mulai ompong, penurunan fungsi penglihatan dan pendengaran, mudah lelah dan mudah jatuh (Pudjiastuti, 2003). Gangguan gaya berjalan, kelemahan ekstremitas bawah dan kerusakan sendi adalah perubahan morfologi dari otot. Perubahan morfologi dari otot menyebabkan perubahan fungsional otot, yaitu terjadinya penurunan kekuatan dan kontraksi otot, elastisitas dan fleksibelitas otot. Kecepatan waktu reaksi, rileksasi dan kerja fungsional. Selanjutnya penurunan fungsi dan kekuatan otot akan mengakibatkan penurunan atau kemunduran kemampuan mempertahankan keseimbangan tubuh. Hambatan dalam gerak duduk ke berdiri, peningkatan resiko jatuh, perubahan postur. Berbagai kemunduran fisik mengakibatkan kemunduran kemampuan mobilitas. Kemunduran fungsi mobilitas
16
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 2. No. 2, Nopember 2010
meliputi penurunan kemampuan mobilitas di tempat tidur, berpindah, jalan/ambulasi, dan mobilitas dengan alat adaptasi (Pudjiastuti, 2003). Ketergantungan pada orang atau benda di sekelilingnya adalah wujud dari penurunan kemampuan yang dialami oleh lansia (Nugroho, 2000). Berdasarkan hasil studi pendahuluan dengan cara observasi yang dilakukan oleh peneliti di UPT panti werdha “Majapahit”, tanggal 7 April 2009, dari 48 lansia tercatat 21 orang (43,7%) lansia dapat malakukan aktivitas secara mandiri dan 27 orang (56,2%) lansia mengalami ganguan kemampuan fungsional. Dari 27 lansia yang mengalami gangguan kemampuan fungsional, dilihat dari cara berpindahnya antara lain 11 orang (40,7%) yang menggunakan alat bantu tongkat, 13 orang (48,1%) dengan menelusuri tembok dan 3 orang (11,1%) yang tidak dapat melakukan aktivitas (lumpuh total). Dari data diatas lansia yang mengalami gangguan fungsional sebagian besar pada usia 60–90 tahun (elderly - old). Peningkatan fakta ilmiah yang menunjukkan bahwa pilihan gaya hidup mempengaruhi status kesehatan dan kemampuan. Meskipun saat perubahan telah dibuat pada kehidupan sebelumya (Potter & Perry, 2002). Bila klien mengalami penurunan kemampuan fungsional. maka, peran perawat adalah meningkatkan mobiltas yang optimal, kenyamanan dan kemampuan dengan menciptakan lingkungan yang mendukung dengan mengompensasi perubahan fungsi. Tingkat bantuan yang dibutuhkan tergantung pada derajat keterbatasan, namun perawat harus hati-hati untuk tidak melakukan tindakan yang berlebihan dari kondisi yang diperlukan klien. Mempertahankan kemampuan penting sekali terhadap harga diri klien (Potter & Perry, 2002). B. 1.
TINJAUAN PUSTAKA. Konsep kemampuan. a. Pengertian. Menurut Mangkunegara (2009), “ability adalah kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan”. “Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek”. Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa, kemampuan (abilty) adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya (Davis, 2008). b. Klasifikasi Kemampuan. Lebih lanjut Davis (2008) menyatakan bahwa kemampuan terdiri dari dua faktor, yaitu : 1) Kemampuan intelektual (Intelectual ability). Merupakan kemampuan melakukan aktivitas secara mental. 2) Kemampuan fisik (Physical ability). Merupakan kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina kekuatan dan karakteristik fisik. Menurut Keith Davis (2008), “secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill), artinya seseorang yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapaikinerja maksimal”. c. Kriteria Kemampuan/Ketergantungan (Watson, 2002). 1) Mandiri. Hubungan sosial yang cukup memuaskan dan adekuat, sekurang–kurangnya satu orang akan merawat klien dalam waktu yang tidak terbatas/hubungan sosial sangat memuaskan dan meluas, serta bantuan hanya diberikan dalam waktu singkat.
17
HOSPITAL MAJAPAHIT
d.
Vol 2. No. 2, Nopember 2010
2) Ringan. Hubungan sosial yang tidak memuaskan, kurang kualitas dan sedikit, tapi sekurangnya satu orang akan merawat klien dalam waktu yang tidak terbatas atau hubungan sosial cukup memuaskan dan adekuat, bantuan hanya diberikan dalam waktu singkat. 3) Moderat. Hubungan sosial yang tidak memuaskan, kurang kualitas dan sedikit, perawatan hanya diberikan dalam waktu yang singkat atau hubungan sosial sekurang– kurangnya adekuat atau memuaskan, tapi bantuan hany sementara. 4) Berat/Sangat Tergantung. Hubungan sosial yang tidak memuaskan, kurang berkualitas dan bantuan hanya sementara atau hubungan sosial sekurang–kurangnya adekuat atau memuaskan, tapi bantuan tidak ada. 5) Tidak Mampu. Hubungan sosial tidak memuaskan, kurang berkualitas dan sedikit, bantuan tidak ada. Kemampuan Fungsional. Kemampuan fungsional adalah suatu ukuran kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri (Leuckkenotte, 1999). 1) Indeks Katz dari Aks. Indeks kemandirian dari aktivitas kehidupan sehari-hari berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau ketergantungan dari klien dalam mandi, berpakaian, pergi ke kamar mandi, berpindah, kontinen dan makan (Pudjiastuti, 2003). 2) Sistem penilaian dalam pemeriksaan kemampuan fungsional. Ada beberapa system penilaian yang dikembangkan dalam pemeriksaan kemampuan fungsional antara lain : a) Indeks Barthel yang di modifikasi. Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam meningkatkan aktivitas fungsional. Pengukuran meliputi sepuluh kemampuan sebagai berikut : Tabel 10. Sistem Penilaian Kemampuan Fungsional Menurut Indeks Barthel (Shah, 1999) Nilai No. Aktifitas Bantuan Mandiri 1. Makan. 5 10 2. Berpindah dari kursi roda ketempat tidur 5 – 10 15 dan sebaliknya termasuk duduk di tempat tidur. 3. Kebersihan diri, mencuci muka, menyisir, 0 5 mencukur dan menggosok gigi. 4. Ativitas di toilet. 5 10 5. Mandi. 0 5 6. Berjalan diatas jalan yang datar (jika tidak 10 15 mampu berjalan lakukan dengan kursi roda). 7. Naik turun tangga. 5 10 8. Berpakaian termasuk menggunakan sepatu. 5 10 9. Mengontrol defekasi. 5 10 10. Mengontrol berkemih. 5 10 Jumlah 100
18
HOSPITAL MAJAPAHIT Penilaian 0 – 50 51 – 61 62 – 90 91 – 99 100
: : : : : :
Vol 2. No. 2, Nopember 2010 Ketergantungan Penuh Ketergantungan Berat/Sangat Tergantung Ketergantungan Moderat Ketergantungan Ringan Mandiri
b) Indeks Katz. Indeks Katz untuk mengukur aktivitas fungsional yang mencakup 6 kemampuan aktivitas yaitu mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah, mengontrol defeksi dan berkemih serta makan. Tabel 11. Sistem Penilaian Kemampuan Fungsional Menurut Indeks Karz (Pudjiastuti, 2003) Mandi ( ) Dapat mengerjakan ( ) Sebagian/ pada ( ) Sebagian besar/ sendiri bagian tertentu seluruhnya dibantu Berpakaian ( ) Seluruhnya tanpa ( ) Dapat ( ) Seluruhnya bantuan mengerjakan dengan bantuan sendiri, kecuali mengikat sepatu Pergi ke toilet ( ) Dapat pergi ke wc ( ) Dapat pergi ke ( ) Tidak dapat dan dapat wc, tetapi pergi ke wc mengerjakan memerlukan sendiri bantuan Berindah ( ) Tanpa bantuan ( ) Dapat melakukan ( ) Tidak dapat bantuan melakukan Eliminasi (Continance) ( ) Dapat mengontrol ( ) Kadang-kadang ( ) Dibantu ngompol/ defeksi seluruhya ditempat tidur dengan kateter atau manual Makan (Feeding) ( ) Dapat melakukan ( ) Dapat makan ( ) Seluruhnya tanpa bantuan sendiri kecuali dibantu hal-hal tertentu Skala penilaian : A. Mandiri, untuk 6 fungsi. B. Mandiri, untuk 5 fungsi. C. Mandiri, kecuali untuk mandi dan 1 fungsi lain. D. Mandiri, kecuali untuk mandi, berpakaian dan 1 fungsi lain. E. Mandiri, kecuali untuk mandi, berpakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi lain. F. Mandiri, kecuali untuk mandi, berpakaian, pergi ke toilet, transfer dan 1 fungsi lain. G. Tergantung untuk 6 fungsi.
19
HOSPITAL MAJAPAHIT c)
Vol 2. No. 2, Nopember 2010
Indeks Kenny Self Care. Gugus tugas pada evaluasi Kenny Self Care merupakan pertimbangan untuk menilai syarat minimal kemandirian dirumah atau ditempat lain di lingkungan terbatas. Hal-hal yang akan dinilai meliputi tujuan kategori yaitu aktivitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi, berpakaian, hygiene, defekasi atau berkemih dan makan. Tabel 12. Sistem Penilaian Fungsional Menurut Indeks Kenny Self Care (Pudjiastuti, 2003). No. 1.
Kategori Aktivitas
2.
Berpindah
3.
Ambulasi
4.
Berpakaian
5.
Hygiene
6. 7. 8.
Defekasi Berkemih Makan
Jenis Aktfitas 1. Bergeser ditempat tidur 2. Bangun dan duduk 1. Duduk 2. Berdiri 3. Penggunaan toilet 1. Berjalan 2. Naik/turun tangga 3. Penggunaan kursi roda 1. Anggota atas dan trunk bagian atas 2. Anggota bawah dan trunk bagain bawah 1. Wajah, Rambut, Anggota Atas 2. Trunk 3. Anggota bawah
Skala penilaian : 0. ketergantungan penuh. 1. perlu bantuan banyak. 2. perlu bantuan sedang. 3. perlu bentuan minimal/pengawasan. 4. mandiri.
e.
d) Indeks Aktivity Daily Living. Indeks adalah menilai aktivitas fungsional dalam 16 bidang kemampuan, yaitu berpindah dari lantai ke kursi, berpindah dari kursi ketempat tidur, berjalan dalam ruangan, berjalan di luar, naik turun tangga, berpakaian, mencuci, mandi, menggunakan gigi, menyiapkan minuman teh/Kopi menggunakan kran dan makan. Skala penilaian adalah 1 (dapat melakukan tanpa bantuan), nilai 2 (dapat melakukan dengan bantuan), nilai 3 (tidak dapat melakukan) (Pudjiastuti, 2003). Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Fungsional. 1) Umur. Merupakan lamanya seseorang hidup dan lahir sampai ulang tahunnya, semakin banyak usia semakin tinggi pula tingkat ketergantungannya. 2) Jenis kelamin. Jenis kelamin dapat membedakan dua mahluk sebagai laki – laki maupun sebagai perempuan, jenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami ketergantungan dari pada jenis kelamin laki – laki.
20
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 2. No. 2, Nopember 2010
3) Penyakit. Penyakit merupakan sesuatu yang menyebabkan sakit. Bertambahnya usia yang semakin lanjut, rentan terhadap penyakit sehingga lansia tersebut akan mengalami ketergantungan yang disebabkan oleh daya tahan tubuh yang menurun (Watson, 2002). 2.
Teori Lansia. a. Pengertian Lansia. Menjadi tua adalah suatu proses yang tidak dapat dihindari oleh kita semua, namun tidak ada pengaruh antara penilaian ciri menjadi tua itu dengan kesehatan (Stanley, 2006). Menua merupakan proses terus menerus (berkelanjutan) secara alamiah, dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh semua makhluk hidup. Berdasarkan pernyataan ini, lanjut usia dianggap sebagai penyakit, hal ini tidak benar. Gerontologi berpendapat lain, sebab lanjut usia bukan suatu penyakit melainkan masa/tahap hidup manusia yaitu : bayi, anak, remaja, dewasa, tua kemudian lansia (Nugroho, 2000). Sampai saat ini banyak sekali teori yang menerangkan “proses menua” mulai dari teori degeneratif yang didasari oleh habisnya daya cadangan vital, teori terjadinya atrofi, yaitu: teori yang mengatakan bahwa proses menua adalah proses evolusi, dan teori imunologik, yaitu : teori adanya proses sampah/waste product dari tubuh sendiri yang makin bertumpuk. Tetapi seperti yang diketahui, lanjut usia akan selalu bergandengan dengan perubahan fisiologik maupun psikologik. Yang penting untuk diketahui bahwa aktivitas fisik dapat menghambat atau memperlambat kemunduran fungsi alat tubuh yang disebabkan bertambahnya umur (Nugroho, 2000). b. Batasan – Batasan Lanjut Usia. a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lanjut usia meliputi : a) Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun. b) Lanjut usia (elderly) = antara 60 dan 74 tahun. c) Lanjut usia tua (old) = antara 75 dan 90 tahun. d) Usia sangat tua (very old) = di atas 90 tahun. b. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro. Pengelompokkan lanjut usia sebagai berikut : a) Usia dewasa muda (elderly adulhood): 18 atau 20 – 25 tahun. b) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas:20 – 60 atau 65 tahun. c) Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 atau 70 tahun. Terbagi untuk umur : a) 70 – 95 tahun (young old). b) 75 – 80 tahun (old). c) Lebih dari 80 tahun (Very old). c. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1965. Bantuan penghidupan orang jompo/lanjut usia yang termuat dalam Pasal 1 dinyatakan sebagai berikut: “seorang dapat dinyatakan sebagai orang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari–hari dan menerima nafkah dari oang lain”. Saat ini berlaku Undang-Undang No. 13/Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia yang berbunyi sebagai berikut: BAB I Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas (Nugroho, 2000). b. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia. 1) Perubahan-perubahan fisik. a) Sel. (1) Jumlahnya.
21
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 2. No. 2, Nopember 2010
(2) Lebih besar ukurannya. (3) Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraselular. (4) Menurunnya proporsi protein diotak, ginjal, darah dan hati. (5) Jumlah sel otak menurun Lebih sedikit. (6) Terganggunya mekanisme perbaikan sel Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%. b) Sistem Persarafan. (1) Berat otak menurun 10-20% (2) Ceratnya menurun hubungan persarafan. (3) Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi khususnya dengan stress. (4) Mengecilnya saraf panca indra. (5) Kurang sensitive terhadap sentuhan. c) Sistem Pendengaran. (1) Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) hilangnya kemampuan (daya) Pendengaran pada telinga dalam, terutama pada bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti katakata, 50% terjadi pada usia diatas 65 tahun. (2) Membarana timfani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis. (3) Terjadinya pengumpulan cerumen dapat mengeras karena meningkatnya keratin. (4) Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stress. d) Sistem Penglihatan. (1) Sfingter pupil timbul sclerosis dan hilangnya respon terhadap sinar. (2) Kornea lebih berbentuk sferis (bola). (3) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan penglihatan. (4) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya gelap. (5) Hilangnya akomodasi. (6) Menurunnya lapangan pandang : berkurang luas pandangannya. (7) Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau pada skala. e) Sistem Kardiovaskuler. (1) Elastisitas, dinding aorta menurun. (2) Katup jantung menebal dan menjadi kaku. (3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. (4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. (5) Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer : Sistolis normal ± 170mmHg. (6) Diastolis ± 90 mmHg. f) Sistem pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu termoskat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu. Kemunduran terjadi berbagai faktor yang mempengaruhinya yang sering di temui antara lain : (1) Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik ± 35ºC, ini akibat metabolisme yang menurun. (2) Keterbatasan refleks menggigil dantidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
22
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 2. No. 2, Nopember 2010
g)
Sistem Respirasi. (1) Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku. (2) Menurunnya aktifitas dari silia. (3) Paru-paru kehilangan elstisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun. (4) Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang. (5) O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg. h) Sistem Gastrointestinal. (1) Kehilangan gigi, penyebab utma adanya periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun. Penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk. (2) Indera pengecap menurun adanya iritasi yang kronis dari selaput lender. Atropi indera pengecap (± 80%) hilangnya sensifitas dari saraf pengecap dilidah terutama rasa manis dan asin. (3) Esofagus melebar. (4) Lambung, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu mengosongkan menurun. (5) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi. i) Sistem Genitourinaria. (1) Ginjal. (2) Vesika urinaria. (3) Pembesaran prostate ± 75 % dialami oleh pria usia diats 65 tahun. (4) Atrofi vulva. (5) Vagina. j) Sistem Endokrin. (1) Produksi dari hampir semua hormron menurun. (2) Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah. (3) Pituitari. (4) Menurunnya aktifitas tiroid. (5) Menurunnya produksi oldosteron. (6) Menurunnya sekresi hormone kelamin. k) Sistem Kulit. (1) Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak. (2) Permukaan kulit kasar dan bersisik. (3) Menurunnya respon terhadap trauma. (4) Mekanisme proteksi kulit menurun. (5) Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu. l) Sistem Muskuloskeletal. (1) Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh. (2) Kifosis. (3) Pinggang lutut dan jari-jari pergelangan terbatas. (4) Discus intervertebralis menipis dan menjadi kaku. (5) Tendon mengerut dan mengalami skelerosis. (6) Atrofit serabut otot mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot keram dan menjadi tremor. (7) Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh. 2) Perubahan-perubahan Mental. Faktor – faktor yang mempengaruhi perubahan mental : a) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa. b) Kesehatan umum. c) Tingkat pendidikan.
23
HOSPITAL MAJAPAHIT
c.
d.
Vol 2. No. 2, Nopember 2010
d) Keturunan. e) Lingkungan. Perubahan-perubahan kepribadian yang drastis, keadaan ini jarang terjadi lebih sering berupa ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang, kekuatan mungkin karena faktor lain seperti penyakit-panyakit, kenangan (memory) : a) Kenangan jangka panjang : Berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu mencakup beberapa perbahan b) Kenangan jangka pendek atau seketika : 0 – 10 menit, kenangan buruk. IQ (Intellegentia Quantion) c) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal. d) Berkurangnya penampilan persepsi dan penampilan psikomotor : terjadi perubahan pada daya membahayakan karena tekanan dan faktor waktu. 3) Perubahan-perubahan Psikososial. a) Pensiun. Nilai seseorang sering diukur oleh produktufitasnya dan identitas dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pension, ia akan mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain : (1) Kehilangan finansial. (2) Kehilangan status. (3) Kehilangan teman. (4) Kehilangan pekerjaan. b) Merasakan atau sadar akan kematian. c) Perubahan dalam cara hidup. d) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. e) Penyakit kronis dan ketidakmampuan. f) Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian. g) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan. h) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan family. i) Hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik : perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri. (Nugroho, 2000) Kemunduran Lanjut Usia. Untuk beberapa lansia, proses penuaan menjadi sebuah beban. Mereka kehilangan kemampuan baik secara fisik, contohnya keterbatasan gerak, maupun psikologis, contohnya depresi atau kerusakan kognitif (Pudjiastuti, 2003). Kondisi kemampuan fisik dan mentalnya perlahan-lahan pasti akan mengalami penurunan. Akibatnya aktivitas hidupnyapun akan terpengaruh yang pada akhirnya akan mengurangi kesigapan seseorang (Nugroho, 2000). Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik–biologis, mental maupun sosial ekonomi. Dengan semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran terutama di bidang kemampuan fungsional yang dapat mengakibatkan penurunan pada peranan– peranan sosialnya. Hal ini menyebabkan pula timbulnya gangguan didalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga dapat mengakibatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain (Pudjiastuti, 2003). Masalah Fisik Sehari–Hari Yang Sering Ditemukan Pada Lansia. 1) Mudah jatuh. Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian., yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran
24
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 2. No. 2, Nopember 2010
atau luka (Nugroho, 2002). Masalah yang nyata dari ketidakstabilan lansia adalah jatuh, dan sayangnya kejadian ini sering dialami oleh lansia. Diperkirakan bahwa 30 % lansia pernah jatuh dan wanita yang jatuh, dua kali lebih sering dibandingkan pria. Penyebabnya multifaktor, banyak faktor yang berperan didalamnya. Baik faktor intrinsik (dari dalam lajut usia), maupun ekstrinsik (dari luar). Lihat gambar 3 di bawah ini. Faktor Intrinsik
Faktor Ekstrinsik
Kondisi Fisik dan Neuropsiatrik
Obat-Obatan Yang Diminum
Penurunan Visus Dan Pendengaran
FALLS (JATUH)
Perubahan Neuromuskuler Gaya Berjalan, Dan Reflek Postural Karena Proses
Alat – Alat Bantu Berjalan Lingkungan Yang Tidak Mendukung
Gambar 3. Faktor–faktor yang mempengaruhi lansia terhadap resiko jatuh (Nugroho, 2000) 2) Mudah lelah. Di sebabkan oleh : a) Faktor psikologis (perasan bosan, keletihan, atau perasan depresi). b) Gangguan organis, misalnya ; Anemia, kekurangan vitamin, perubahan pada tulang (osteomalasia), gangguan pencernaan, kelainan metabolisme, gangguan ginjal, ganggaun sistem peredaran darah dan jantung. c) Pengaruh obat – obatan, misalnya : Obat penenang, obat jantung dan obat yang melelahkan daya kerja otot. 3) Kekacauan mental akut. Disebabkan oleh : a) Keracunan. b) Penyakit infeksi dengan demam tinggi. c) Alkohol. d) Penyakit metabolism. e) Dehidrasi atau kekurangan cairan. f) Gangguan fungsi otak. g) Gangguan fungsi had. h) Radang selaput otak (meningitis). 4) Nyeri dada. Disebabkan oleh : a) Penyakit jantung koroner yang dapat menyebabkan iskemia jantung (berkurangnya aliran darah ke jantung). b) Aneurisme aorta. c) Radang selaput jantung (Perikarditis). d) Gangguan pada sistem alat pernafasan, misalnya pleurop-neumonia/emboli paru-paru dan gangguan pada saluran alat pencernaan bagian atas. 5) Sesak nafas saat beraktivitas. Disebabkan oleh : a) Kelemahan jantung. b) Gangguan sistem saluran nafas. c) Karena berat badan berlebihan (overweight). d) Anemia.
25
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 2. No. 2, Nopember 2010
6) Berdebar–debar (Palpitasi). Disebabkan oleh : a) Gangguan irama jantung. b) Keadaan umum badan yang lemah karena penyakit kronis. c) Faktor-faktor psikologis. Bila ketiga gejala yang disebut akhir ini, yakni : nyeri dada, sesak nafas dan berdebar-debar terjadi bersamaan dalam waktu yang sama kemungkinan besar adalah disebabkan gangguan pada jantung. 7) Pembengkakan kaki bagian bawah. Disebabkan oleh : a) Kaki yang lama diganrung (edema gravitasi). b) Gagal jantung. c) Bendungan pada vena bagian bawah. d) Kekurangan vitamin b1. e) Gangguan penyakit hati. f) Penyakit ginjal. g) Kelumpuhan pada kaki (kaki yang tidak aktif). 8) Nyeri penggang dan punggung. Disebabkan oleh: a) Gangguan sendi-sendi atau susunan sendi pada susunan tulang belakang (osteomalasia, osteoporosis, osteoartrosis). b) Gangguan pankreas. c) Kelainan ginjal (batu ginjal). d) Gangguan pada rahim. e) Gangguan pada kelenjar prostat. f) Gangguan pada otot-otot badan. 9) Nyeri sendi panggul. Disebabkan oleh : a) Gangguan sendi pinggul, misalnya: radang sendi (artritis) dan sendi tulang yang keropos (osteoporosis). b) Kelainan tulang-tulang sendi, misalnya : patah tulang (fraktur) dan dislokasi. c) Akibat kelainan pada saraf dari punggung bagian bawah yang terjepit. 10) Sukar menahan buang air seni (sering ngompol). Disebabkan oleh : a) Obat-obat yang mengakibatkan sering berkemih atau obat-obat penenang terlalu banyak. b) Radang kandung kemih. c) Radang saluran kemih. d) Kelainan kontrol pada kandung kemih. e) Kelainan persarafan pada kandung kemih. f) Faktorpsikologis. Mengompol tidak hanya menimbulkan problem higiene seperti penyakit kulit, dekubitus, dan bau tak sedap, namun lebih dari itu dapat pula mengakibatkan perasaan rendah diri dan isolasi. 11) Sukar menahan buang air besar. Disebabkan oleh : a) Obat-obat pencahar perut. b) Keadaan diare. c) Kelainan pada usus besar. d) Kelainan pada ujung saluran pencernaan (pada rektum usus). 12) Gangguan penglihatan. Disebabkan oleh : a) Presbiop. b) Kelainan lensa mata (refleksi lensa mata kurang). c) Kekeruhan pada lensa (katarak). d) Tekanan dalam mata yang meninggi (glaukoma). e) Radang saraf mata. 13) Gangguan pendengaran. Disebabkan oleh : a) Kelainan degeneratif (otosklerusis).
26
HOSPITAL MAJAPAHIT
e.
Vol 2. No. 2, Nopember 2010
b) Ketulian pada lanjut usia seringkali dapat menyebabkan kekacauan mental. 14) Gangguan tidur. Irwin Feinberg mengungkapkan bahwa sejak meninggalkan masa remaja, kebutuhan tidur seseorang menjadi relatif tetap. Luce dan Segal mengungkapkan bahwa faktor usia merupakan faktor terpenting yang berpengaruh terhadap kualitas tidur. Telah dikatakan bahwa keluhan terhadap kualitas tidur seiring dengan bertambahnya usia. Gangguan tidur tidak saja menunjukkan indikasi akan adanya kelainan jiwa yang dini tetapi merupakan keluhan dari hampir 30% penderita yang berobat ke dokter. Disebabkan oleh : a) Faktor ekstrinsik (luar) , misalnya: lingkungan yang kurang tenang. b) Faktor intrinsik, ini bisa organik (nyeri, gatal-gatal, dan penyakit tertentu yang membuat gelisah) dan psikogenik (depresi kecemasan dan iritabilitas). 15) Keluhan pusing-pusing. Disebabkan oleh : a) Gangguan lokal, misalnya: vaskuler, migren (sakit kepala sebelah), mata, glaukoma (tekanan dalam bola mata yang meninggi), kepala, sinusitis, furunkel, dan sakit gigi. b) Penyakit sistematis yang menimbulkan hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang tinggi). c) Psikologik: perasaan cemas, depresi, kurang tidur, dan kekacauan pikiran. 16) Mudah gatal – gatal. Disebabkan oleh : a) Kelainan kulit : kering, degeneratif (eksema kulit). b) Penyakit sistemik : diabetes militus, gagal ginjal, hepatitis. (Nugroho, 2000) Penyakit–Penyakit Lanjut Usia Di Indonesia. 1) Paru–paru (gangguan pernafasan). Fungsi paru–paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas jaringan paru – paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernafasan dapat berkurang sehingga sulit bernafas. 2) Kardiovaskuler. Pada lanjut usia, umumnya besar jantung akan sedikit mengecil. Yang paling banyak mengalami penurunan adalah rongga bilik kiri, akibat semakin berkurangnya aktivitas. Yang juga mengalami penurunan adalah besarnya sel–sel otot hingga menyebabkan menurunannya kekuatan otot jantung. Setelah berumur 20 tahun, kekuatan otot jantung berkurang sesuai dengan bertambahnya usia. Dengan bertambahnya umur, denyut jantung maksimal dan fungsi lain dari jantungan juga berangsur–angsur menurun. 3) Hipertensi. Dari banyak penelitian epidemiologi didapatkan bahwa dengan meningkatnya umur dan tekanan darah meninggi. Hipertensi menjadi masalah pada lanjut usia karena sering ditemukan dan menjadi faktor utama stroke, payah jantung, dan penyakit jantung koroner. Lebih dari separoh kematian di atas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantun dan cerebrovaskuler. 4) Pencernaan (Gastritis). Gastritis adalah penyakit pencernaan yang menyerang lambung. Yang disebabkan oleh inflansi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung. Insiden gastritis meningkat dengan lanjutnya proses menua. Namun seringkali asimtomatik atau hanya dianggap sebagai akibat naormal proses menua. 5) Reumatik. Penyakit pada sendi ini adalah akibat dari degenerasi atau kerusakan pada permukaan sendi – sendi tulang yang banyak dijumpai pada lanjut usia, terutama yang berat badan berlebih.
27
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 2. No. 2, Nopember 2010
Hampir 8% orang–orang berusia 50 tahun keatas mempunyai keluhan pada sendi–sendinya, misalnya: linu–linu, pegal, dan kadang– kadang terasa seperti nyeri. Biasanya yang terserang adalah persendian pada jari–jari, tulang punggung, sendi-sendi penahanberat tubuh (lutut dan penggul). Biasanya nyeri akut pada persendian itu disebabkan oler gout (pirai atau jicht). Hal ini disebabkan gangguan metabolism asam urat dalam tubuh. 6) Penyakit lain. Penyakit syaraf yang terpenting adalah akibat pembuluh darah otak yang mengakibatkan perdarahan otak atau menimbulkan kepikunan (senilis) (Nugroho, 2000). C. 1.
METODE PENELITIAN. Desain Penelitian. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membantu gambaran deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif (Notoadmodjo, 2005). KERANGKA KERJA 1. Perubahan fisik 2. Perubahan mental 3. Perubahan psikososial
LANSIA a) b) c) d)
Usia pertengahan (middle age) Lanjut usia (elderly) Lanjut usia tua (old) Usia sangat tua (very old)
KEMAMPUAN FUNGSIONAL 1. Kemampuan intelektual 2. Kemampuan fisik
1. Ketergantungan penuh 2. Ketergantungan berat/
sangat tergantung 3. Ketergantungan moderat 4. Ketergantungan ringan 5. Mandiri
Keterangan :
Indeks Barthel 1. Makan 2. Berpindah dari kursi – tempat tidur 3. Kebersihan diri 4. Aktivitas di toilet 5. Mandi 6. Berjalan di atas jalan yang datar 7. Naik/turun tangga 8. Berpakaian 9. Mengontrol defekasi 10. Mengontrol berkemih
: Diteliti : Tidak Diteliti Gambar 4. Kerangka Kerja Kemampuan Fungsional Pada Lansia Di UPT Panti Werdha “Majapahit” Mojokerto (dimodifikasi dari teori Nugroho (2000), Pudjiastuti (2003) dan Davis (2008))
28
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 2. No. 2, Nopember 2010
Terdapat Tiga macam perubahan yang dialami oleh lanjut usia yaitu perubahan fisik, mental, dan perubahan psikososial. Perubahan fisik meliputi kemunduran– kemunduran fungsi organ, perubahan mental mencakup kenangan/memori sedangkan perubahan psikososial meliputi pensiun, sadar akan menghadapi kematian. Ada klasifikasi khusus bagi lansia menurut WHO yaitu usia pertengahan 45–59 tahun, lanjut usia antara 60–75 tahun, lanjut usia tua antara 75–90 tahun, lebih dari 90 tahun tergolong usia sangat tua. Klasifikasi tersebut akan diambil usia 60–90 tahun (elderly–old) untuk di nilai kemampuan fungsional. Kemampuan fungsional dibagi menjadi dua kemempuan yaitu kemampuan intelektual (Mental) dan kemampuan fisik. Peneliti mengambil salah satu yaitu kemampuan fisik untuk dilakukan penelitian beberapa aspek yang dapat di nilai dalam kemampuan fisik yaitu makan. kebersihan diri, ativitas di toilet, mandi, mengontrol berkemih, berjalan diatas jalan yang datar, Berpakaian, Mengontrol defekasi, Naik turun tangga.yang kemudian akan dinilai berdasarkan kriteria tingkat ketergantungan dari mandiri sampai ketergantungan penuh. 2.
Populasi, Sampel, Variabel Dan Definisi Operasional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Lansia yang tinggal di UPT Panti Werdha “Mojopahit” Mojokerto. Jumlah Sampel penelitian ini adalah 41 orang yang dipilih menggunakan teknik non probabality sampling dengan teknik Purposive Sampling, yaitu yang memenuhi kriteria inklusi : a. Lansia yang bersedia untuk diteliti. b. Ada ditempat pada saat penelitian. c. Lansia yang berusia Elderly dan Old. Dalam penelitian ini variabelnya adalah kemampuan fungsional lansia. Tabel 13. Definisi Operasional Gambaran Kemampuan Fungsional Pada Lansia Di UPT Panti Werdha “Majapahit” Mojokerto. Variabel
Definisi Operasional
Kriteria
Skala
Kemampuan fungsional lansia.
Kesigapan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri ataupun dibantu berdasarkan Indeks Barthel, data diambil dengan wawancara dan observasi. Dengan parameter : 1. Makan. 2. Berpindah. 3. Kebersihan diri. 4. Aktivitas diri. 5. Mandi. 6. Berjalan. 7. Naik turun tangga. 8. Berpakaian. 9. Mengontrol BAB. 10.Mengontrol BAK.
Mandiri : 100 Ketergantungan ringan : 91-99 Ketergantungan moderat : 62-90 Ketergantungan berat : 51-61 Ketergantungan penuh : 0-50 (Shah, 1999)
Ordinal
29
1.
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 2. No. 2, Nopember 2010
D. HASIL PENELITIAN. 1. Data Umum. a. Gambaran Lokasi Penelitian. Penelitian dilaksanakan di UPT Panti Werdha “Majapahit” Mojokerto dengan lokasi di Jl. Raya Brangkal No. 862 Sooko Mojokerto dengan batas wilayah sebelah timur berbatasan dengan Pusat perbelanjaan (Pasar) Brangkal, sebelah selatan berbatasan dengan KAPOLSEK SOOKO, sebelah barat SPBU Brangkal. Luas tanah yang dimiliki 3.537 m2 dengan dua sertifikat. Sertifikat pertama seluas 1.147 m2 dan sertifikat ke dua seluas 2.390 m2, sedangkan yang terpakai untuk bangunan hanya sebesar 789 m2. Bangunan panti merupakan bangunan permanen dengan dinding tembok dan sebagian lan tai berkramik, atap genteng dengan pencahayaan cukup. Panti ini terdiri 1 kantor, 1 mushola, 1 ruangan poliklinik, 6 wisma (2 wisma digunakan untuk perawatan isolasi), 1 kantin, 1 pos penjagaan, 3 gudang, 2 dapur umum, 1 peternakan ayam dan 1 ruangan untuk menyimpan alat olah raga.
3.
b.
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin. Tabel 14. Karakteristik Jenis Kelamin Responden di Di UPT Panti Werdha “Majapahit” Mojokerto Bulan Mei 2009. No. Karakteristik Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase (%) 1 Laki-Laki 17 41 2 Perempuan 24 59 Total 41 100 Tabel 14 menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden berjenis kelamin perempuan dan sisanya berjenis kelamin laki-laki.
c.
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia. Tabel 15. Karakteristik Usia Responden di Di UPT Panti Werdha “Majapahit” Mojokerto Bulan Mei 2009. No. Karakteristik Usia Frekuensi Prosentase (%) 1 60 – 74 26 63,41 2 75 – 90 15 36,59 Total 41 100 Tabel 15 menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden berusia 60-74 tahun sedangkan sisanya berusia 75-90 tahun.
Data Khusus. a. Karakteristik Tingkat Ketergantungan Responden. Tabel 16. Karakteristik Tingkat Ketergantungan Responden di UPT Panti Werdha “Majapahit” Mojokerto Bulan Mei 2009. No. Ketergantungan Frekuensi Prosentase (%) 1 Mandiri 10 24,4 2 Ringan 9 21,9 3 Moderat 15 36,6 4 Berat/Tidak Mampu 5 12,2 5 Penuh 2 4,9 Total 38 100 Tabel 16 menunjukkan bahwa paling banyak responden memiliki tingkat Ketergantungan moderat sedangkan yang paling sedikit adalah responden yang memilki tingkat ketergantungan penuh.
30
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 2. No. 2, Nopember 2010
E.
PEMBAHASAN. Berdasarkan pengelompokan data diatas menunjukkan paling banyak dari jumlah responden mengalami ketergantungan moderat yaitu sebanyak 15 orang (36,6%), dan paling sedikit yang mengalami tingkat ketergantungan penuh yaitu sebanyak 2 orang (4,9%). Penurunan kemampuan fisik pada lansia diperkuat dengan teori Pudjiastuti (2003) mengatakan bahwa lansia mengalami masalah dalam kemampuan motoriknya, yaitu penurunan kekuatan dan tenaga. Gangguan gaya berjalan, kelemahan ekstremitas bawah dan kerusakan sendi adalah perubahan morfologi dari otot. Perubahan morfologi dari otot menyebabkan perubahan fungsional otot, yaitu terjadinya penurunan kekuatan dan kontraksi otot, elastisitas dan fleksibelitas otot. Kecepatan waktu reaksi, rileksasi dan kerja fungsional. Selanjutnya penurunan fungsi dan kekuatan otot akan mengakibatkan penurunan atau kemunduran kemampuan mempertahankan keseimbangan tubuh. Hambatan dalam gerak duduk ke berdiri, peningkatan resiko jatuh, perubahan postur. Masalah pada kemampuan gerak dan fungsi, berhubungan erat dengan kekuatan otot yang sifatnya individual pada lansia (Poedjiastuti, 2003). Kemampuan (abilty) adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya (Davis, 2008). Ketergantungan pada orang atau benda di sekelilingnya adalah wujud dari penurunan kemampuan yang dialami oleh lansia (Nugroho, 2000). Faktor–faktor yang mempengaruhi kemampuan fungsional salah satunya adalah umur. Umur merupakan lamanya seseorang hidup dan lahir sampai ulang tahunnya. Dengan semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran terutama di bidang kemampuan fungsional yang dapat mengakibatkan penurunan pada peranan–peranan sosialnya. Hal ini menyebabkan pula timbulnya gangguan didalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga dapat mengakibatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain (Pudjiastuti, 2003).
F.
PENUTUP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemampuan lansia dalam aktivitas hidup sehari – hari di UPT Panti Werdha “Majapahit” Mojokerto sesuai dengan penilaian kemampuan fungsional yang dimodifikasi dari Indeks Barthel, menunjukkan paling banyak dari jumlah responden mengalami ketergantungan moderat yaitu sebanyak 15 Orang (36,6%), dan paling sedikit yang mengalami tingkat ketergantungan penuh yaitu sebanyak 2 Orang atau (4,9%). Berdasarkan hasil penelitian diatas, diharapkan bagi panti Werdha agar berupaya mempertahankan kemandirian lansia terutama dalam aktivitas sehari–hari, khususnya memberikan latihan aktif dalam meningkatkan kesehatan dan produktivitas sehingga dapat hidup sehat dan berguna.
DAFTAR PUSTAKA. Arikunto S. (2002). Prosedur Suatu Pendekatan Penelitian Praktek Edisi Refisi V. Jakarta: EKG. Chumbley Jane, (2003). Menyusui ; Seri Panduan Praktis Keluarga. Jakarta: Erlangga. DepKes. RI. (2000). Konsep Penerapan ASI Eksklusif. www /http. Google. Com. Net.id Depkes RI. (2001). Cara Meneteki Yang Benar. Jakarta: Depkes RI. Mucthadi, Deddy. (1996). Gizi Untuk Bayi Edisi Revisi. Jakarta: Pustaka Bina Harapan. Nursalam dan Pariani. (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: Info Medika. Notoatmojo,S. (2002). Ilmu Kesehatan Mayarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Nototmojo,S. (2002). Metode Penelitin Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Rusli, Utami, (2000).Asi Eksklusif. Jakarta: EGC. Soetjiningsih. (2001). ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan, Jakarta: EGC.
31
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 2. No. 2, Nopember 2010
Srikandi. (1997). Pengantar Statistik.. Surabaya: CitraMedia. Tilar.N.A.R. (1999). Menejemen Pendidian Nasional. Bandung: Remaja Rusda Karya. Verrals.S. (1997).Anatomi Dan Fisiologi Terapan Dalam Kebidanan. Jakarta: EGC. WHO UNICEF. (1996).Melindungi Meningktkan Dan Mendukung Menyusui. Jakarta: Bina Rupa Aksara. …….,(2002),Menejemen Laktasi,www /htp Google.com.net.i. ……..,laporan nasional PP-AS. www. Gizi Net/lain /GKLI Nis/laporan syaihit.
32