TINDAKAN PEMERINTAH DESA DALAM MENGATASI ANAK PUTUS SEKOLAH DI PEDESAAN Oleh Muhammad Ramdani Nur, M.Pd
[email protected]
Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 Ayat 1 Menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan Ayat 3 Menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara Indonesia. Berbagai usaha dan program telah dilakukan oleh pihak pemerintah maupun swasta untuk meningkatkan pendidikan seperti pengalokasian 20% APBN untuk pendidikan, penerapan wajib belajar 9 tahun, pemberian beasiswa prestasi maupun beasiswa tidak mampu, dan lain sebagainya. Berdasarkan hal tersebut di atas kita biasa melihat berbagai macam kemudahan serta kenyamanan untuk memperoleh pendidikan. Tetapi pada kenyataan yang berbeda di lapangan. Karena ternyata masih ada warga masyarakat yang belum pernah mengenyam pendidikan ataupun pendidikan anak yang putus di tengah jalan, fenomena ini terjadi disaat pemerintah sedang gencar-gencarnya melakukan berbagai usaha dan program wajib belajar sembilan tahun. Sangat disayangkan apabila generasi muda tunas harapan bangsa banyak yang tidak pernah mengenyam pendidikan ataupun pendidikan anak yang putus di tengah jalan dalam artian putus sekolah. Menjadi tanggung jawab bersama terutama pihakpihak yang terkait untuk menyelesaikan permasalahan ini. dan begitu pentingnya peran pemerintah desa dalam mengarahkan, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Konsep gratis belum jelas sasaran pembiayaannya oleh sekolah sehingga masih dianggap sebagai beban bagi keluarga yang kurang mampu. Sebab, selain biaya yang dikeluarkan selama sekolah anak harus mengeluarkan biaya untuk pakaian sekolah, uang daftar, buku dan alat tulis lainnya, serta biaya transportasi atau akomodasi bagi siswa yang jauh dari sekolah. Hal-hal tersebut masih dianggap sebagai beban oleh orang tua sehingga membuat mereka enggan untuk menyekolahkan anaknya. Selain itu, mata pencaharian orang tua anak tidak dan putus sekolah sebagian besar petani, sebagian kecil nelayan, buruh, serta terdapat orang tua
anak yang tidak memiliki pekerjaan (tetap). Perlu dikemukakan bahwa terdapat sejumlah anak yang tidak dan putus sekolah disebabkan oleh ketiadaan orang tua atau meninggal dunia. Jadi, anak tersebut putus sekolah karena tidak adanya orang tua atau pihak yang mau membiayai sekolah si anak. Jumlah anak yang tidak dan putus sekolah karena orang tuanya meninggal dunia. Terdapat beberapa factor penyebab terjadinya anak putus sekolah, diantaranya: 1.
Kurangnya Ekonomi Orang Tua Faktor utama yang menyebabkan anak putus sekolah adalah kurangnya ekonomi orang tua. Keadaan ini menyebabkan anak-anak tidak bisa melanjutkan sekolah, yang dikarenakan ketidakmampuan orang tua menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Faktor ini sangat banyak sekali ditemukan ditengahtengah masyarakat, karena alasan lemahnya ekonomi sehingga angka anak putus sekolah semakin meningkat. Lemahnya keadaan ekonomi orang adalah salah satu penyebab terjadinya anak putus sekolah. Apabila keadaan ekonomi orang tua kurang mampu, maka kebutuhan anak dalam bidang pendidikan tidak dapat terpenuhi dengan baik. Sebaliknya kebutuhan yang cukup bagi anak hanyalah didasarkan kepada kemampuan ekonomi dari orang tuanya, yang dapat terpenuhinya segala keperluan kepentingan anak terutama dalam bidang pendidikan. Jadi, kurangnya biaya pendidikan, maka akan mengakibatkan pendidikan tertunda. Bila dilihat dari segi perkembangan zaman sekarang ini, yaitu biaya pendidikan yang setiap tahun terus meningkat, kebutuhan pokok masyarakat terus meningkatkan harganya sedangkan mata pencahariannya semakin merosot, sehingga keadaan kehidupan semakin sulit dan melarat. Keadaan semacam ini bisa kita lihat secara langsung di negara kita sendiri. Walaupun Pemerintah telah mencanangkan wajib belajar 9 tahun, namun belum berimplikasi secara maksimal terhadap penurunan jumlah anak yang tidak dan putus sekolah. Selain itu, program pendidikan gratis yang telah dilaksanakan belum tersosialisasi hingga kelevel bawah. Konsep gratis belum jelas sasaran pembiayaannya oleh sekolah sehingga masih dianggap sebagai beban bagi keluarga yang kurang mampu. Sebab, selain biaya yang dikeluarkan selama sekolah anak harus mengeluarkan biaya untuk pakaian sekolah, uang daftar, buku dan alat tulis lainnya, serta biaya transportasi atau akomodasi bagi siswa yang jauh dari sekolah. Hal-hal tersebut masih dianggap sebagai beban oleh orang tua sehingga membuat mereka enggan untuk menyekolahkan anaknya. Selain itu, mata pencaharian orang tua anak tidak dan putus sekolah sebagian besar petani, sebagian kecil nelayan, buruh, serta terdapat orang tua anak yang tidak memiliki pekerjaan (tetap).
2.
Kurangnya Pemahaman Para Orang Tua Tentang Pendidikan Sebagai orang tua yang memiliki pendidikan yang rendah, apalagi yang tidak pernah mengenyam bangku sekolah, memandang pendidikan tidak terlalu dianggap penting, karena orang tua lebih menekankan kepada anak-anak mereka
untuk bekerja, tanpa mereka sadari bahwa pendidikanjauh lebih menguntungkan untuk mereka dalam waktu yang sangat panjang. Karena banyak orang tua yang mengatakan ”Sekolah hanya bisa menghabiskan biaya, yang penting punya uang bisa jadi raja walaupun tidak memiliki pendidikan tinggi, orang yang tidak sekolahpun bisa kaya dan banyak orang yang pendidikannya tinggi tapi hidupnya biasa-biasa saja. Sehingga banyak anak ditemukan bekerja pada usia sekolah, terlebih pada masyarakat pedesaan, orang banyak menganjurkan anaknya untuk tidak sekolah, karena anak tersebut sudah disuruh memelihara sapi, supaya nanti kalau sapi sudah besar bisa dijual untuk keperluan pernikahannya, smentara yang sekolah tinggi saja tidak banyak yang tidak mampu membeli sapi ketika menikah. Jadi orang tua hanya menekankan anaknya untuk bekerja supaya bisa memnuhi kebutuhan ketika menikah nanti. 3.
Faktor budaya Faktor budaya ini tidak jauh beda dengan faktor yang di atas namun yang di maksudkan di sini adalah terkait dengan kebiasaan masyarakat di sekitarnya. Yaitu, rendahnya kesadaran orang tua atau masyarakat akan pentingnya pendidikan. Perilaku masyarakat pedesaan dalam menyekolahkan anaknya lebih banyak dipengaruhi faktor lingkungan. Mereka beranggapan tanpa bersekolah pun anak-anak mereka dapat hidup layak seperti anak lainnya yang bersekolah. Oleh karena di desa jumlah anak yang tidak bersekolah lebih banyak dan mereka dapat hidup layak maka kondisi seperti itu dijadikan landasan dalam menentukan masa depan anaknya. Kendala budaya yang dimaksudkan adalah pandangan masyarakat yang menganggap bahwa pendidikan tidak penting. Pandangan banyak anak banyak rejeki membuat masyarakat di pedesaan lebih banyak mengarahkan anaknya yang masih usia sekolah diarahkan untuk membantu orang tua dalam mencari nafkah.
4.
Kurangnya Pengawasan dan Perhatian Orang Tua Terhadap Kegiatan Belajar Anak Perhatian dan pengawasan orang tua kepada anak dalam kegiatan belajar harus diperhatikan karna anak-anak zaman sekarng dapat terpengaruh dari pergaulan yang ada dilingkungannya, terlebih akibat dari kemajuan teknologi yang melanda dunia sekarang ini. Sehingga mereka bisa saja terpengaruh kepada hal-hal yang bersifat negatif sehingga mereka melalaikan kewajiban mereka sebagai pelajar, yaitu mereka seharusnya belajar dari pada bermain-main dan melakukan hal-hal yang tidak membawa manfaat bagi pendidikan mereka.
5.
Kesadaran Atau Kebutuhan Anak Belajar Kurang Faktor kedua yang menyebabkan anak putus sekolah adalah rendahnya atau kurangnya minat anak untuk bersekolah, rendahnya minat anak dapat disebabkan oleh perhatian orang tua yang kurang, jarak antara tempat tinggal anak dengan sekolah yang jauh, fasilitas belajar yang kurang, dan pengaruh lingkungan sekitarnya. Minat yang kurang dapat disebabkan oleh pengaruh
lingkungan misalnya tingkat pendidikan masyarakat rendah yang diikuti oleh rendahnya kesadaran tentang pentingnya pendidikan. Ada pula anak putus sekolah karena malas untuk pergi sekolah karena merasa minder, tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekolahnya, sering dicemoohkan karena tidak mampu membayar kewajiban biaya sekolah dipengaruhi oleh berbagai faktor. Ketidakmampuan ekonomi keluarga dalam menopang biaya pendidikan yang berdampak terhadap masalah putus sekolahikologi anak sehingga anak tidak bisa bersosialisasi dengan baik dalam pergaulan dengan teman sekolahnya selain itu adalah peranan lingkungan. Adapun anak-anak yang putus sekolah karena kurangnya kebutuhan belajar itu penting bagi mereka dan akhirnya drop out karena menurut orang tuanya belajar itu kurang penting baginya. 6.
Faktor Lingkungan Sehari-hari Pada umumnya negara Indonesia ini banyak yang terdapat anak bekerja di bawah umur dimana anak-anak yang berusia 13 tahun sudah dapat mencari uang sendiri dari hasil pertanian dengan cara ikut bekerja sebagai buruh harian dengan cara membantu mengangkat hasil pertanian ke transporrtasi. Dengan hal ini anak-anak merasa asyik dengan aktivitas setiap harinya, yang langsung mendapatkan hasil yang berupa uang. Sehingga tidak memikirkan bahwa pendidikan itu penting baginya. Bahkan ada seorang anak yang melihat orangorang yang berhasil di lingkungannnya rata-rata berpendidikan rendah, dan dia membandingkan dengan orang yang berpendidikan tinggi, selain itu terdapat anak usia sekolah sudah menjadi TKI ke luar negeri, karena disekelilingnya orang yang berhasil kebanyakan menjadi TKI, hal inilah yang menjadi pendorong orang tua untuk tidak menyekolahkan anaknya.
7.
Faktor Ketiadaan Prasarana Sekolah Faktor prasarana yang dimaksudkan adalah terkait dengan ketidaktersediaan prasarana pendidikan berupa gedung sekolah atau alat transportasi dari tempat tinggal siswa dengan sekolah. Persentase anak yang putus sekolah yang disebabkan karena faktor ketiadaan prasarana sekolah. Masalah ini sering terjadi di sekolah- sekolah yang berada di pedesaan, maupun di wilayah pedalaman seperti di hutan. Alat transportasi yang kurang serta jarak antara rumah dengan sekolah yang cukup jauh.
8.
Faktor Fasilitas Belajar Kurang Memadai Fasilitas belajar yang dimaksudkan adalah fasilitas belajar yang tersedia di sekolah, misalnya perangkat (alat, bahan, dan media) pembelajaran yang kurang memadai, buku pelajaran kurang memadai, dan sebagainya. Kebutuhan dan fasilitas belajar yang dibutuhkan siswa tidak dapat dipenuhi siswa dapat menyebabkan turunnya minat anak yang pada akhirnya menyebabkan putus sekolah.
9.
Pernikahan usia muda Pernikahan dini banyak terjadi dari dahulu sampai sekarang. Kebanyakan para pelaku pernikahan dini tersebut adalah remaja desa yang memiliki tingkat pendidikan kurang. Remaja desa kebanyakan malu untuk menikah pada umur diatas 20 tahun. Anggapan remaja lebih memungkinkan untuk menikah diusia muda karena disana ada anggapan atau mitos bahwa perempuan yang berumur 20 tahun keatas belum menikah berarti “Perawan Tua”. Persoalan mendasar lainnya adalah banyak orang tua yang menginginkan anaknya untuk tidak menjadi perawan tua. Menjadi perawan tua bagi kebanyakan masyarakat dianggap sebagai bentuk kekurangan bagi perempuan yang harus dihindari. Untuk itu, dalam bayangan ketakutan yang tidak beralasan banyak orang tua yang menikahkan anaknya pada usia muda. Kondisi itulah yang menjadikan timbulnya persepsi bahwa remaja desa akan lebih dahulu menikah dari remaja kota. Tingkat pendidikan yang tinggi akan memberikan pemahaman secara matang kepada individu untuk memilih atau memutuskan suatu hal. Individu tersebut tidak menginginkan jika hal yang buruk yang tidak diinginkan menimpa dirinya akibat dari keputusan yang telah diambil olehnya. Kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun, maka secara emosi remaja masih ingin berpetualang menemukan jati dirinya. Kurangnya pendidikan bisa dikarenakan faktor ekonomi, dari faktor ekonomi inilah seseorang tidak mampu melanjutkan pendidikan dan juga dikarenakan oleh keluarga yang relative besar. Selain itu faktor sosial budaya juga mempengaruhi kurangnya pendidikan, mungkin pendidikan masyarakat di lingkungan sekitar yang tergolong rendah menyebabakan para remaja malas melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Masalah kehidupan anak bukan saja berlangsung di dalam rumah tangga dan sekolah, tetapi sebagian besar kehidupannya berada dalam masyarakat yang lebih luas. Kehidupan dalam masyarakat merupakan lingkungan yang ketiga bagi anak yang juga salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan mereka. Karena dalam lingkungan masyarakat inilah anak menerima bermacam-macam pengalaman baik yang sifatnya positif maupun yang sifatnya negatif. Hal ini menunjukkan bahwa anak akan memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain.
10. Lingkungan masyarakat Lingkungan masyarakat merupakan faktor yang cukup kuat dalam mempengaruhi perkembangan anak remaja yang sulit dikontrol pengaruhnya. Orang tua dan sekolah adalah lembaga yang khusus, mempunyai anggota tertentu, serta mempunyai tujuan dan tanggung jawab yang pasti dalam mendidik anak. Berbeda dengan masyarakat, di mana di dalamnya terdapat berbagai macam kegiatan. Berlaku untuk segala tingkatan umur dan ruang lingkup yang sangat luas Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa terjadinya anak putus sekolah disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain keadaan ekonomi
orang tua yang tidak stabil, juga sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana adalah salah satu penunjang bagi anak untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Kemudian masyarakat merupakan lingkungan yang ketiga bagi anak yang juga salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan mereka. Karena dalam lingkungan masyarakat inilah anak menerima bermacam-macam pengalaman baik yang sifatnya positif maupun yang sifatnya negatif. Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa terjadinya anak putus sekolah disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain keadaan ekonomi orang tua yang tidak stabil, terjadinya pernikahan usia muda juga sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana adalah salah satu penunjang bagi anak untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Kemudian masyarakat merupakan lingkungan yang ketiga bagi anak yang juga salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan mereka. Karena dalam lingkungan masyarakat inilah anak menerima bermacam-macam pengalaman baik yang sifatnya positif maupun yang sifatnya negatif. Permasalahan pendidikan pada masyarakat pedesaan memang kompleks, bukan sebatas minimnya infrastruktur dan rendahnya akses masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan, informasi dan berbagai pelayanan publik. Berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebutpun bukannya tidak sama sekali dilakukan, baik yang top down maupun bottom up. Berbagai bentuk program pemberdayaan masyarakat yang diselenggarakan kerap terkendala baik karena faktor personal (kenyamanan/ homeostatis, kebiasaan, pilihan utama, seleksi ingatan dan persepsi) maupun sistem sosial (norma, budaya, penolakan terhadap orang luar). Disinilah pendidikan memegang peran vital dalam mengarahkan individu dan sistem sebagai solusi permasalahan pedesaan secara utuh. Pendidikan adalah aspek penting dalam kehidupan manusia. Mengutip perkataan Nelson Mandela, pejuang Afrika melawan diskriminasi, pendidikan merupakan senjata yang sangat ampuh untuk dapat mengubah dunia. Demikian pentingnya peran pendidikan, sehingga dapat dijadikan tolok ukur kemajuan dan pembangunan suatu negara. Bantuan ekonomi dan infrastruktur an sich kerap menimbulkan potensi konflk dan ketergantungan, namun pendidikan dengan segala bentuknya akan melahirkan individu dan komunitas partisipatif, integratif dan mandiri yang dapat mengatasi permasalahan mereka sendiri.Perbaikan (pendidikan) masyarakat pedesaan secara struktual dan sistemik memang dibutuhkan. Hal ini erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah terkait pendidikan dan pengelolaan masyarakat pedesaan. Kesamaan hak pendidikan bagi seluruh anggota masyarakat benar-benar diterapkan, kegiatan belajar mengajar disesuaikan dengan kemampuan dan keahlian setiap orang, bahkan wajib belajar 10 tahun diberikan bebas biaya. Jepang yang luluh lantak pasca Perang Dunia II kini menjadi ikon kebangkitan Asia setelah melakukan reformasi pendidikan dengan tetap bertumpu pada karakter bangsanya. Pendidikan jelas berdampak positif terhadap kemajuan dan pembangunan masyarakat, bangsa dan negara. Dalam hal ini peran pemerintah sangat diperlukan untuk menjawab berbagai permasalahan masyarakat. Di
luar itu, pendekatan kultural yang lebih menyentuh langsung ke masyarakat juga sangat dibutuhkan. Perbaikan secara kultural inilah yang akan mengasah nilai individu dan norma masyarakat menjadi entiti penting dalam upaya penanggulangan masalah masyarakat. Pendidikan individu dan masyarakat ini akan mengakselerasi pembangunan masyarakat, dan dapat dilakukan segera tanpa harus menunggu kebijakan pemerintah yang berpihak kepada masyarakat. Permasalahan masyarakat pedesaan yang kian menghebat butuh penyikapan segera. Untuk itu dibutuhkan prioritas penanganan dan upaya- upaya perbaikan yang nyata. Perbaikan pendidikan menjadi penyikapan bijak untuk memperbaiki individu dan masyarakat secara bertahap, menyeluruh dan kontinyu. Perbaikan pola pikir, sikap dan mentalitas memang seyogyanya diatasi dengan pendidikan. Belum lagi peningkatan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan yang dapat menjadi senjata dalam menghadapi berbagai permasalahan, diperoleh dari pendidikan. Setiap komponen masyarakat, termasuk kita, dapat berkontribusi dengan apa yang dimiliki sehingga akibatnya masalah-masah akan terjadi kepada anak yang putus sekolah. Adapaun akibat yang ditimbulkan kepaada anak yang putus sekolah ialah: Akibat dari Anak putus sekolah adalah munculnya tekanan dari orang tuanya karena faktor keluarga yang ekonominya rendah. Sebenarnya telah disebutkan dan diakui bahwa anak-anak pada hakikatnya berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak, dan mereka seyogianya tidak terlibat dalam aktivistas ekonomi secara dini. Namun demikian, akibat tekanan kemiskinan, kurangnya animo orang tua terhadap pentingnya pendidikan bagi si anak, dan sejumlah faktor lain, maka secara sukarela maupun terpaksa anak menjadi salah satu sumber pendapatan keluarga yang penting. kemiskinan dan ketimpangan struktur institusional adalah variabel utama yang mengakibatkan kesempatan masyarakat terutama Anak putus sekolah karena untuk memperoleh pendidikan menjadi terhambat. Akibat tekanan kemiskinan dan latar belakang sosial orang tua yang kebanyakan yang kurang berpendidikan. Didaerah pedesaan Anak putus sekolah relatif ketinggalan dibandingkan dengan temantemannya yang kain dan tak jarang pula mereka kemudian putus sekolah di tengah jalan. Karena orang tuanya tidak memiliki biaya yang cukup untuk menyekolahkan anak mereka. Berbeda dengan anak-anak dari kalangan atas yang ekonominya mapan dan terpelajar. Di mana sejak kecil mereka sudah didukung oleh fasilitas belajar yang memadai. Anak-anak dari keluarga miskin di daerah pedesaan umumnya hanya memiliki fasilitas yang pas-pasan, dan yang paling memprihatinkan adalah orang tua si anak biasanya bersikap acuh tak acuh pada urusan sekolah anaknya. Sehingga anak putus sekolah tidak bisa merasakan bahwa sekolah itu memang penting bagi masa depannya. jika anak putus sekolah tidak bisa sekolah lagi itu akan memberatkan anak putus sekolah, karena anak putus sekolah akan semakin bodoh tidak akan semakin pintar lagi. berbeda jika anak putus sekolah akan melanjutkan sekolahnya pasti mereka akan berusaha belajar dari nol agar mereka bisa pintar kembali.
Karena pendidikan itu paling penting untuk anak putus sekolah kalau anak putus sekolah tidak bisa melanjutkan sekolahnya kembali, masa depannya akan suram. sehingga anak putus sekolah tetap melanjutkan sekolahnya. dengan tidak memiliki bekal pendidikan anak putus sekolah tidak akan bisa mencari pekerjaan di masa mendatang. Terdapat beberapa hal yang harus menjadi prioritas utama pemerintah desa dalam pembangunan kualitas SDM antara lain, pertama adalah sistem pendidikan yang baik dan bermutu. Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan penataan terhadap sistem pendidikan secara menyeluruh, terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan, serta relevansinya dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Pemerintah desa dalam hal ini memiliki peran penting dalam ini berperan penting dalam mengatasi jumlah anak yang putus sekolah. Adapaun peran pemerintah desa dalam mengatasi jumlah anak yang putus sekolah di pedesaan. Antara lain : 1. Peran Pemerintah Desa Dalam Mengatasi Pendidikan Anak yang Putus Sekolah a. Memberikan bantuan pendidikan (beasiswa) kepada anak kurang mampu yang berprestasi Dalam hal ini, pemerintah desa seharusnya memberikan anggaran kepada siswa yang kurang mampu untik melanjutkan pendidikannya, misalnya dengan cara menganggarkan biaya pendidikan melalui ADD, walaupun dana anggaran tersebut belum cukup tapi paling tidak mampu mengurangi beban biaya pendidikan anak yang kurang mampu, selain itu akan memperoleh motivasi untuk melanjutkan sekolahnya karena sudah meraasa dihargai dari pemerintah desa setempat. Karena sudah terdapat beberapa di indonesia yang sudah menggunakan sistem ini dalam mengatasi anak putus sekolah, hasilnya sudah memuaskan. Bahkan ada yang dijumpai kepala desa secara langsung memberikan hadiah kepada warganya yang berprestasi, dalam hal ini pemerintah desa hendaknya memberikan hadiah kepada anak yang berprestasi, dengan demikian anak berlomba-lomba untuk mendapatkan prestasi, maka bila hal tersebut berjalan maka tidak akan ada niat anak untuk putus sekolah. Karena anak sangat membutuhkan dudkungan terlebih dukungan dari pihak pemerintah desa. Dengan adanya bantuan kepada masyarakat miskin yang dilakukan untuk mesejahterakan masyarakat agar bisa melanjutkan pendidikan anak-ana yang putus sekolah karena kurangnya ekonomi orang tuanya sehingga mereka putus sekolah. b. Mengkordinasi Pelaksanaan Penuntasan Wajib Belajar Sejalan dengan kebijakan pemerintah yang mewajibkan belajar 9 tahun, waraga masyarakat diwajbkan menempuh pendidikan maksimal lulusan SLTP atau sederajat. Namun pada kenyatannya ada warga masyaakat Indonesia yang tidak bisa mengenyam bangku sekolah, seperti yang terdapat di beberapa daerah, masih terdapatnya anak yang putus sekolah, penomena ini membuat pemerintah
desa menjadi sangat prihatin, sehingga pemerintah mengarahkan anak usia sekolah ataupun orang tua anak agar tetap melanjutkan pendidikan dasar 9 tahun serta mengawasi penyelenggaraan pendidikan yang ada. Berdasarkan atas pertimbangan inilah yang membuat pemerintah desa memperhatikan masalah pendidikan anak walaupun pada kenyataannya masih ada beberapa anak yang putus sekolah pada pendidikan dasar, akan tetapi beliau tidak akan pernah menyerah untuk menjalankan tugas beliau selaku kepala pemerintah desa dengan berbagai cara dan strategi yang telah di upayakan dengan semaksimal mungkin dengan pegangan 3 M yaitu mulai dari yang terkecil, mulai sekarang dan mulai diri sendiri. Atas dasar hal tersebut di atas pemerintah desa melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan pada hakekatnya merupakan upaya untuk memadukan/mengintegrasikan, menyerasikan dan menyelaraskan berbagai kepentingan dan kegiatan yang saling berkaitan beserta segenap langkah dan waktunya dalam langkah pencapaian tujuan dan sasaran bersama-sama yang dapat menuntaskan pendidikan anak yang putus sekolah, selaku Pemerintah desa menyadari tugas tersebut maka pelaksanaan kegiatan koordinasi dengan pokok-pokok kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Melakukan Pendataan Usia Sekolah Jenjang Penddikan Dasar pada Desa Dalam pendataan dan pemetaan ini harus dilakukan dengan cermat dan penuh ketelitian (akurat) agar data tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk perencanaan pendidikan dalam rangka menetapkan kebijaksanan penyelengaraan pendidikan. Kegiatan ini meliputi : 1) Mendata anak 7-12 tahun yang tidak tamat SD/MI dan setara, termasuk anak yang putus sekolah dan yang belum sekolah. 2) Mendata anak usia 13-15 tahun tamat SD/MI dan yang setara yang tidak melanjutkan ke SLTP/MTs dan setara, termasuk anak putus sekolah. 3) Mendata daya tampung, tamatan dan lokasi SLTP/SLTP-LB/MTs dan yang berkaitan dengan wajib belajar pendidikan dasar”. Hasil dari pendataan di atas adalah tanggung jawab bersama baik dari pemerintah, masyarakat dan instansi atau lembaga-lembaga yang lainnya sebagai pemerintah desa berupaya bagaimana cara menuntaskan anak yang putus sekolah semaksimal mungkin. b. Mensosialisasikan pentingnya Pendidikan Wajib Belajar Kepada Masyarakat Adapun sosialisasi yang telah dilakukan pemerintah desa adalah sebagai berikut: 1) Penyuluhan tentang tujuan dan fungsi wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun bagi masyarakat 2) Penyuluhan kepada warga masyarakat di lingkungan RT/RW/Desa/Kelurahan melalui dari rumah ke rumah.
3) Penyuluhan kepada masyarakat melalui forum pengajian/majelis taklim dan forum keagamaan. 4) Penyuluhan melalui kegiatan PKK, Karang Taruna, LKMD, dan LSM lainnya”. Dengan adanya sosialisai pemerintah desadapat mengurangi anak yang putus sekolah dengan berbagai cara untuk mensosialisasikan program yang dilaksanakan dalam PKBM. Adanya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah desa, akan membangkitkan semagat dan kesadaran anak pedesaan pentingnya pendidikan. c. Bekerja Sama Dengan Lembaga dan instansi Pendidikan Agar Dapat Menuntaskan Pendidikan Anak yang Putus Sekolah Untuk menuntaskan pendidikan anak putus sekolah maka tindakan pemerintah desa ialah bekerja sama dengan beberapa lembaga-lembaga pendidikan yang mengatasi terjadinya anak putus sekolah antara lain: 1) Lembaga Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang di bawah naungan dari SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) yang diadakan suatu kegiatan masyarakat dengan berbagai program untuk menuntaskan pendidikan masyarakat. Program pemerintah desa yang telah dilaksanakan untuk menuntaskan anak yang putus sekolah di pedesaan adalah: a) Kejar Paket A Program paket A merupakan program pemerintah untuk menuntaskan anak yang putus sekolah dijenjang SD dimana diadakan oleh PKBM. Program kejar paket A dalam arti semua jenis usaha berbentuk kegiatan bekerja dan belajar untuk mengejar ketinggalan yang dilaksanakan bentuk atau wadah kelompok belajar Kejar Paket A memberikan pelayanan pendidikan kepada anak yang belum pernah memperoleh pendidikan pada tingkat dasar dan anak putus sekolah dasar, terutama di daerah yang berpenduduk sedikit serta sering berpindah-pindah. Kejar Paket A diadakan oleh pemerintah bersama masyarakat. Status kelembagan yang bersifat sementara, kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung di rumah penduduk pada waktu tertentu sesuai dengan waktu yang longgar bagi anak. Agar anak tersebut mundapatkan kegiatan belajar tersebut. b) Kursus Ujian Persamaan SD Kursus persamaan sekolah dasar/ujian persamaan sekolah dasar adalah kursus yang menyelenggarakan pendidikan berdasarkan kurikulum SD yan setara untuk kemudian mengikuti ujian persamaan SD pada akhir tahun ajaran tertentu c) Program Kejar Paket B Program kejar aket B dirancang untuk menyelenggarakan pendidikan setara dengan SLTP. Program paket B adalah program belajar sambil
bekerja atau sebaliknya yang ditata dan dipersiapkan untuk mensukseskan wajib belajar pendidikan dasar, melalui jalur pendidikan luar sekolah d) Kursus Ujian Persamaan SLTP (UPER SLTP) Kursus ujian persamaan SLTP diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Pemuda dan Olahraga bertujuan mempersiapkan mereka yang ingin mengikuti ujian persamaan pada tingkat SLTP kursus ini sifatnya tidak wajib. Bagi mereka yang memerlukan dan ada dua tutor serta fasilitas yang diperlukan dapat diadakan kursus untuk mengikuti ujian persamaan. e) Keaksaraan Fungsional (KF) Dengan adanya KF yang diadakan oleh PKBM sehingga dapat mengurangi jumlah buta aksara, karena terdapat pada masyarakat pedesaan masih terdapat anak ataupun warga yang belum bisas membaca dan menulis. Dimana tampa mengenal hurup ataupun membaca dan menulis masyarakat akan merasa terganggu dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. f) Kursus Belajar Keterampilan Dengan adanya kursus keterampilan sehingga banyak masyarakat yang khususnya ibu-ibu mengikti kursus keterampilan menjahit dan ada pula kursus membudidayakan rumput laut. g) PAUD PAUD adalah salah satu program pemeritah yang nonformal untuk anak yang berusia 2-5 tahun yang mempunyai program belajar sambil bermain. Adanya kegiatan selain kegiatan di atas PKBM juga membangun taman membaca adapun kerjasama antara pemerintah desa dengan PKBM, Dengan adanya kerjasama pemerintah desa dengan PKBM dapat mengurangi angka anak putus sekolah pendidikan dasar yang dulunya berkisar 97 orang dengan adanya PKBM bisa berkurang sekitar 37 orang. 2) Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Dengan adanya kerjasama antara pemerintah desa dengan SKB sehingga anak-anak yang usia sekolah yang tidak melanjutkan pendidikannya maka dapat melanjutkan pendidikannya melalui SKB yang ada di Selong dan bagi yang ingin menambah keterampilan melalui kursus komputer dan kursus bahasa inggris. 3) Departemen Agama Dengan adanya kerjasama Departemen Agama dengan pemerintah desa dapat meningkatkan ilmu pengetahuan agama bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.
d. Perbaikan Pengembangan Mutu Lingkungan Dengan adanya perbaikan mutu lingkungan yang diadakan oleh pemerintah desa yaitu perbaikan jalan keluar masuk pada tahun 2001 sehingga dapat meningkatkan pendidikan anak yang ada pedesaan untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat SLTP maupun di SLTA. e. Mendirikan perpustakaan desa Untuk mencerdaskan kehidupan hendaklah rajin membaca, dengan adanya perpustakaan desa, diharapkan menarik minat masyarakat untuk rajin membaca, karena banyak dilihat, alasan anak putus sekolah karena tidak mampu membeli buku, mengapa tidak buku yang menjadi alasan anak putus sekolah pemerintah desa bisa mengatasinya, dengan cara membuatkan perpustakaan gratis yang langsung dikelola oleh desa, dengan demikian anak yang tidak mampu membeli buku akan minjam di perpustakaan desa tersebut, misalnya anak yang tidak mampu harus membuat kartu perpustakaan, kartu perpustakaan tersebut akan diperoleh apabila anak tersebut mempunyai Surat Keterangan Miskin, maka anak yang sudah memiliki kartu otomatis anak yang kurang mampu. Jadi langkah ini juga akan bisa mengurangi angka anak putus sekolah di pedesaan Dari berbagai tindakan untuk mengatasi anak putus sekolah di atas, diharapkan dapat mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan dasar yang perlu dimiliki semua warga negara sebagai bekal untuk dapat hidup dengan layak di masyarakat dan dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi baik ke pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Disamping itu, semua program pengentasan anak putus sekolah diharapkan meransang aspirasi pendidikan orang tua dan anak yang pada gilirannya dapat meningkatkan pengertian akan arti pentingnya pendidikan dan mensukseskan program-program pendidikan nasional sehingga dapat meningkatkan kualitas SDM dan produktivitas penduduk secara nasional. Dengan demikian diharapkan kepada pemerintah desa untuk memperhatikan mutu pendidikan di pedesaann dengan membentuk langsung lembaga pendidikan yang bernaung di bawah desa itu sendiri, karena lembaga pendidikan tersebut akan meiliki daya tarik dari masyarakat sekitarnya, kemudian untuk tenaga pengajar, bisa diambil dari masyarakat sekitar yang memiliki ahli dalam bidang pendidikan, sedangkan masalah honor tenaga pengajar tersebut akan diatur oleh desa yang yang bersangkutan. Metode pengelolaan lembaga pendidikan yang langsung dikelola oleh desa secara langsung sudah diterapkan di salah satu desa yang di indonesia, dan hasilnya sekolah tersebut menjadi contoh, karena sekolah tersebut memiliki banyak siswa, selain itu desa bisa mengurangi angka pengangguran dikalangan sarjana. Bila setiap desa menggunakan sistem demikian, angka putus sekolah di indonesia ini akan mengalami penurunan, karena secara tidak langsung masyarakat sudah mulai menyadari pentingnya pendidikan.
Selain itu, adanya kursus yang dilaksanakan akan membantu anak agar lebih menjadi kreatif, bila anak kreatif maka anak mudah membuka usaha baru dengan skill baru yang mereka miliki, jadi anak tidak smestinya mencari lapangan pekerjaan melainkan akan membuka lapangan pekerjaan, dimana pada masyarakat pedesaan identik dengan pertanian, mengapa tidak pemerintah desa membentuk sebuah kursus yang berbau pertanian, seperti cara membuat pupuk organik, budidaya bibit pertnian, dan pengelolaan pertsanian. Sementara pada masyarakat pedesaan sangat mebutuhkan keahlian-keahlian sperti itu, misalnya pembuatan pupuk organik, masyarakat pedesaan yang menggeluti bidang sangat membutuhkan pupuk organk tersebut, biasanya masyarakat akan membeli dengan harga yang tinggi namun dengan adanya kemampuan anak dalam membuiat pupuk organik tersebut maka masyarakat akan membelinya dengan harga yang realtif murah dan mudah untuk didapatkan. Bila pemerintah desa sudah melaksanakn maka tidak menutup kemungkinan bisa mengatasi angka pengangguran kgususnya pada anak yang putus sekolah, dengan kata lain tindakan pemerintah desa akan mengatasi ketidak berdayaan anak. Untuk mengatasi rendahnya pendidikan anak pedesaan, pemerintah desa juga harus memperhatikan tingkat pendidikan yang masih rendah. Dimana pada masyarakat pedesaan selaian terhdapat ada anak yang tidak mengenal huruf, terdapat juga anak yang mengenyam pendidikan samapai sekolah dasar, hala ini disebabkan karena minimnya perekenomian orang tua untuk melanjutkan pendidikan anaknya. Sementara dalam desa tersebut terdapat sekolah negeri yang berdiri bahkan sampai jenjang SMA, namun ironisnya masih terdapat anak yang berpendidikan rendah. Hal ini merupakan tanggung jawab kita bersama hususya bagi pemerintah desa setempat. Adapun hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi anak yang berpendidikan renda adalah: Berkerjasama dengan pihak sekolah Dalam hal ini, pemerintah desa seharunya, bekerja sama dengan pihak sekolah, terutama dengan komite sekolah, pihak sekolah dan kepala sekolah, untuk memberikan rekomendasi bahwa ada masyarakatnya yang tidak mampu untuk masuk sekolah karena faktor biaya, selain itu pihak pemerintah desa memberikan sebuah rekomendasi ataupun surat keterangan penghasilan orang tua anak tersebut. Bila perlu anak yang ada di desa yang berada di daerah sekolah tersebut digratiskan untuk masuk sekolah tanpa biaya Memberikan beasiswa kepada siswa yang berprestasi Dalam meberikan beasiswa kepada anak yang berprestasi di desa tersebut, hendakanya akan menjadi motivasi buat anak yang lainnya terutama terhadap anak yang tidak memiliki minat sekolah, jumlah beasiswa ini tidak diharapkan begitu besar seperti beasiswa yang diberikan oleh instansi lain, namun beasiswa ini akan berpengaruh walaupun seadanya, karena beasiswa ini dianggap sebagai penghargaan dari pemerintah desa. Namun diharapkan beasiswa ini diharapkan jumlahnya bisa untuk membeli keperluan sekolahnya.
Memberiikan anggaran ADD untuk biaya pendidikan Dewasa ini, alokasi dana desa (ADD) identik dengan pembangunan fisik, dimana banyak dilihat, para pemerintah desa sedang sibuk dengan urusan pembangunan fisik yang ada di desa tersebut, seperti pembangunan jalan, pasar, dan fasilitas umum lainnya. Tapi jarang kita dengar pemerintah desa sibuk untuk mengurus pendidikan yang ada di desanya, sedangkan dalam perencanaan pembangunan yang tertera di ADD tersebut tidak berfokus terhadap pembangunan fisik saja melainkan pembangunan sumber daya manusianya juga. Hal ini menandakan bahwa kurang perhatian pemerintah desa terhadap pembangunan sumber daya manusia. Bila ADD tersebut di alokasikan ke pendidikan, paling tidak desa tersebut akan mampu mengurangi rendahnya tindah pendidikan di masing-masing desa. Karena apabila masyarakatnya sudah maju atau sudah memiliki pemikiran yang maju masalah pembangunan fisik akan berjalan sebagai mestinya. Namun bila masyarakatnya memiliki pengetahauan yang rendah, maka pembangunan fisik tersebut akan menjadi sia-sia. Karena tidak ada kesadaran masyarakat dalam menjaga fasilitas tersebut. 2.
Kendala-Kendala yang Dihadapi Dalam Menuntaskan Pendidikan Anak Yang Putus Sekolah a. Tingkat Ekonomi Rendah Dan Aspirasi Pendidikan Rendah Adapun kendala-kedala yang dihadapi selama menuntaskan pendidikan anak yang putus sekolah diantaranya tingkat ekonomi masayarakat rendah dan aspirasi pendidikan juga rendah. Dengan rendahnya ekonomi masyarakat dan aspirasi pendidikan sehingga membuat pemerintahan suatu daerah sulit mengembangkan daerahnya masing-masing. Aspirasi masyarakat dalam banyak hal meningkat khususnya aspirasi terhadap pendidikan. Orang mulai meihat bahwa untuk hidup yang lebih layak dan sehat harus ada pekerjaan tetap yang menopang, dan pendidikan memberi jaminan untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan menetap itu. Sebagain akibat dari meningkatnya aspirasi terhadap pendidikan itu maka orangtua mendorong anaknya memperoleh pekerjaan yang lebih baik daripada orangtuanya sendiri. Sehingga gejala yang timbul yaitu membanjirnya pelamar pada sekolahsekolah. Arus pelajar menjadi meningkat. Karena di kota-kota disamping pendidikan formal mulai bermunculan beraneka ragam pendidikan nonformal. Namun demikian tidak berarti bahwa aspirasi terhadap pendidikn harus diredam, justru sebaliknya harus tetap dibangkitkan dan ditingkatkan, utamanya pada masyarakat yang belum maju dan masyarakat diderah terpencil, sebab aspirasi menjadi motor penggeak roda kemajuan. b. Keterbatasan Sumber Daya Dan Dana Dalam Pembangunan Masyarakat Desa Selain itu adapula kendala-kedala yang dihadapi dalam menuntaskan pendidikan anak yang putus sekolah yaitu keterbatasan sumber daya dan dana
masyarakat desa. Karena dalam hal ini, ADD yang di desa tidak sesuai dengan rencana yang akan dianggarkan, seharusnya ADD tersebut ditambah oleh pemerintah pusat supaya bisa dialokasikan ke pendidikan. c. Kurangnya kesadaran pemerintah dalam perencanaan pembangunan sumber daya manusia kurangnya perhatian pemerintah desa terhadap pembangunan sumber daya manusia. Bila ADD tersebut di alokasikan ke pendidikan, paling tidak desa tersebut akan mampu mengurangi rendahnya tindah pendidikan di masing-masing desa. Karena apabila masyarakatnya sudah maju atau sudah memiliki pemikiran yang maju masalah pembangunan fisik akan berjalan sebagai mestinya. Namun bila masyarakatnya memiliki pengetahauan yang rendah, maka pembangunan fisik tersebut akan menjadi sia-sia. Karena tidak ada kesadaran masyarakat dalam menjaga fasilitas tersebut. Karena dengan mengembangkan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang visioner kita bisa menjadikan desa sebagai lumbung ekonomi atau kapital rakyat dimana desa dapat menghidupi dirinya sendiri atau memiliki kedaulatan ekonomi, serta mampu mengembangkan potensi atau sumberdaya ekonomi atau manusia dan kapital desa secara berkelanjutan. Itu semua akan tercipta apabila masyarakatnya memiliki pendidikan, baik formal maupun informal. Strategi yang dilakukan oleh pihak pemerintah desa tersebut dalam penanggulangan anak putus sekolah di pedesaan adalah kerjasama Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama maupun Pemerintah setempat. Penguatan pendidikan non-formal di keluarga. Saat ini banyak sekali orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan anak di rumah. Pendidikan di keluarga dapat menjadi dasar yang kuat bagi anak untuk membantu dalam pergaulan dan perkembangan anak diluar rumah, terutama disertai dengan pendidikan agama yang cukup kuat. Kurangnya kontrol dan pengawasan orang tua kepada anak, menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas pendidikan anak di Indonesia, terutama pendidikan softskill. Selain itu juga komitmen orang tua untuk memberikan pendidikan yang terbaik untuk putra-putrinya sehingga dapat menjadi anak yang cerdas dan berguna untuk bangsa dan negara. Adapun strategi yang dijalankan untuk meningkatkan pendidikan di pedesaan sebagai berikut: 1. Mengkordinasi pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar dengan pokok–pokok kegiatan yang dilakukan yaitu mendata anak usia sekolah pendidikan dasar kemudian mensosialisasikan pentingnya pendidikan wajib belajar 9 tahun kepada masyarakat. 2. Bekerjasama dengan lembaga dan instansi pemerintah yang bertugas untuk meningkatkan pendidikan anak yang putus sekolah dengan melaksanakan berbagai program paket A, paket B, Paket C, Keaksaraan Fungsional (KF) dan kegiatankegiatan lainnya seperti kegiatan kursus keterampilan, PAUD dan TPA. Adapun
lembaga atau instansi yang diajak bekerjasama antara lain PKBN, SKB, DIKNAS, dan DEPAG. 3. Memperbaiki mutu lingkungan pedesaan agar aktivitas masyarakat pedesaan dapat berjalan lancar khususnya anak sekolah yang melanjutkan pendidikan di luar daerah 4. Memberikan bantuan kepada warga yang ekonomi rendah agar dapat meningkatkan perekonomian keluarga sehingga anak-anaknya bisa melanjutkan ketingkat pendidikan yang lebih tinggi. Perlu diperhatikan oleh pemerintah khusunya pemerintah desa, dalam mengatasi anak putus sekolah, karena dalam sebuah wilayah atau sebuah desa akan maju apabila masyarakatnya memiliki ilmu pengetahuan, dengan ilmu pengaetahuan yang dimiliki tersebut, tidak menutup kmungkinan masyarakt akan mampu mengembangkan sumberdaya alam sekitarnya, dengan demikian perlu diadakan peran yang aktif dari pemerintah desa untuk membantu masyarakat yang putus sekolah, dengan cara memberikan anggaran ADD alokasi dana desa untuk pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Sehingga pemerintah desa tidak focus terhadap pembangunan fisik masing-masing desa diseluruh indonesia