TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No. 36/Pid.Sus/201 1/PN.Pwt)
SKRIPSI
Oleh : BAGUS YULIAWAN E1A 005418
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No. 36/Pid.Sus/201 1/PN.Pwt)
Diajukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program Strata Satu Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Oleh : BAGUS YULIAWAN E1A 005418
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012
i
LEMBAR PENGESAHAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No. 36/Pid.Sus/201 1/PN.Pwt) Oleh : BAGUS YULIAWAN E1A 005418 UntukmemenuhisalahsatusyaratmeraihgelarSarjanaHukumpada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Diterima dan disahkan Pada tanggal Penguji I/ Pembimbing I
Haryanto Dwiatmodjo, S.H., M.Hum. NIP. 19570225 198702 1 001
2012
Penguji II/ Pembimbing II
Penguji /Penilai
Dr. Budiyono, S.H., M.Hum Dr. Noor Aziz Said, S.H., M.S. NIP. 19631107 198901 1 001 NIP. 1954026 198003 1 004
Mengetahui, Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Hj. Rochani Urip Salami, S.H. MS NIP. 19520603 198003 2 001
ii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini : N a m a : BAGUS YULIAWAN NIM
: E1A 005418
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No. 36/Pid.Sus/201 1/PN.Pwt) Adalah benar bahwa skipsi ini merupakan hasil karya sendiri, semua informasi dan sumber data yang di gunakan dalam penyusunan naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka dan telah dinyatakan secara jelas kebenarannya. Bila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menanggung risiko, termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang saya sandang.
Purwokerto, 2012 Yang membuat pernyataan BAGUS YULIAWAN
iii
PRAKATA Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan ridhoNya, memberikan kekuatan jasmani maupun rokhani kepada penulis, sehingga penulis dapat penyelesaikan tugas menyusun skripsi dengan judul : TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No. 36/Pid.Sus/201 1/PN.Pwt). Penyusunan skripsi ini diajukan dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Dalam penyusunan skripsi ini tidak akan dapat tercapai tanpa ada bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik itu bantuan secara langsung maupun secara tidak langsung, sehingga tersusunlah skripsi ini. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak kelemahan dan kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan adanya masukan dan saran dari para pembaca untuk penyempurnaannya. Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis menyampaikan penghormatan dan terima kasih yang sedalamdalamnya kepada berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini utamanya yaitu : 1. Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman; 2. Haryanto Dwiatmodjo, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan dukungan arahan, bimbingan, dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini;
v
3. Dr. Budiyono, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan petunj uk dan koreksi serta memberikan pengarahan, masukan dan kritik yang membangun selama penyusunan skripsi ini; 4. Dosen penguji skripsi Faklutas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang telah banyak memberikan koreksi dan masukan kepada penulis; 5. Bapak
–
bapak dan Ibu
–
ibu Dosen Faklutas Hukum Universitas Jenderal
Soedirman, atas segala arahabn dan bimbingan yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan; 6. Bapak bapak dan Ibu ibu staf administrasi pada Faklutas Hukum Universitas –
–
Jenderal Soedirman yang telah memberikan bantuan administrasi sehingga telah memperlancar penyusunan skripsi ini; 7. Ketua Pengadilan Negeri Purwokerto yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan mengumpulkan data ; 8. Orang tua tercinta dan tersayang, seluruh keluarga dan saudara yang selalu sabar dalam memberikan motivasi untuk terus berusaha meraih cita-citaku dalam studi, tiada henti sebagai orang tua penulis yang tulus ikhlas memanjatkan doa untuk kebaikan penulis 9. Rekan-rekan mahasiswa seangkatan di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang telah banyak membantu dan memberikan semangat kepada penulis selama menempuh kuliah. 10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya dalam penul is menyusun skripsi ini, dan j uga selalu mendoakan untuk keberhasilan penulis.
v
Sekali lagi penulis ucapkan terima kasih yang mendalam dan setulusnya kepada para pihak tersebut di atas. Kepada semua pihak yang telah berkenan memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini, tiada balas jasa yang penulis berikan kecuali harapan semoga Allah SWT berkenan melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta membalas semua budi kebaikan baik. Semoga skripsi ini bermanfaat. Amin. Purwokerto,
Penulis
vi
2012
ABSTRAKSI Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, Penerapan Unsur – unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Pada Perkara No. 36/Pid.Sus/201 1/PN.Pwt. Dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan diketahui bahwa semua unsur-unsur dalam dakwaan Ketiga Lebih Subsidair telah terpenuhi, melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun 2010 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KU HP, sehingga para terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menerima, Menguasai Penempatan dan Pentransferan Yang Patut Diduganya Merupakan Hasil Tindak Pidana Yang Terkait Dengan Narkotika Secara Bersama-sama dan Berlanjut”. Dalam Putusan Perkara No. 36/Pid.Sus/201 1/PN.Pwt, hakim Pengadilan Negeri Purwokerto telah sesuai menerapkan unsur-unsur dalam dakwaan Ketiga Lebih Subsidair dari Penuntut Umum, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : a. Setiap Orang b. Menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diketahuinya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) c. Sebagai orang yang melakukan, menyuruh lakukan atau turut melakukan d. Beberapa perbuatan berhubungan, sehingga dengan demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana pada perkara No. 36/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. Dalam menjatuhkan putusan pidana, hakim Pengadilan Negeri Purwokerto telah mempertimbangkan dasar penjatuhan pidananya, yaitu : dengan mendasarkan pada alat-alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yang telah terbukti di persidangan yang meliputi : Keterangan para saksi, barang bukti, dan keterangan para terdakwa sendiri. Terhadap alat-alat bukti yang sah yang telah diajukan dalam persidangan, dan ditinjau dari persesuaian antara alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lain, dengan mempertimbangkan nilai pembuktian masing-masing bukti, majelis hakim sebelum menjatuhkan putusan pidana juga telah mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan para terdakwa. Dasar pertimbangan hukum hakim dalam penjatuhan pidana bagi para terdakwa sudah tepat, semua fakta yuridis yang terungkap di persidangan telah sesuai dan terbukti benarnya memenuhi unsur-unsur dalam dakwaan Ketiga Lebih Subsidair, dengan demikian telah membuat keyakinan hakim sebagai dasar dalam memutus perkara.
viii
ABSTRACT Based on watchfulness result and discussion, element applications - money wash doing an injustice element (money laundering) in case No. 36/Pid. Sus/2011/PN. Pwt. from facts revealed at conference have been known that any elements in third accusation more subsidair fulfilled, break section 5 verse (1) law No. 8 year 201 0 jo paragraph 55 verses (1) first KUHP jo paragraph 64 verses (1) KUHP, so that defendants proved validly and convince guilty do doing an injustice "Get, dominate location and transfer fitting guessed be doing an injustice result related to narcotics according to together and continue" . In case decision No. 36/Pid. Sus/201 1/PN. Pwt, judge of district court Purwokerto appropriate apply elements in third accusation more subsidair from public prosecutor, the elements: a. everyone b. get or dominate location, transfer, payment, gift, contribution, entrusted, exchange or use wealth treasure detect it or fitting detect it be doing an injustice result as referred to in section 2 verse (1) c. as one who does, order to do or join in to do d. several deeds connecteds, so that thereby must be looked at as one deed sustained Base judge deliberation in drop criminal in case No. 36/Pid. Sus/2011/PN. Pwt. In drop criminal decision, judge of district court Purwokerto considering base fallen down the criminal, that is: with base in valid proof tools as arranged in paragraph 184 verses (1) KUHAP, proved at conference that cover: witnesses explanation, proof goods, and explanation defendants self. Towards valid proof tools that submitted in conference, and reviewed from conformity between proof tool one by means of other proof, with considering verification value each proof, judge assembly before drop also considering matters that stress and unburden defendants. Base judge law deliberation in drop criminal to all defendant correct, all juridical facts revealed at conference appropriate and proved the true fulfil elements in third accusation more subsidair, thereby make judge confidence as base in decide case.
viii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ii HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................iii PRAKATA ...........................................................................................................iv ABSTRAKSI .......................................................................................................vii ABSTRACT ...................................................................................................... viii DAFTAR ISI ........................................................................................................ix BAB I : PENDAHULUAN ............................................................... 1 A. Latar Belakang .......................................................... 1 B. Perumusan Masalah ........................................................ 4 C. Tujuan Penelitian ................................................................ 5 D. Kegunaan Penelitian ................................................................. 5 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 6 A. Tindak Pidana .................................................................. 6 1. Pengertian Tindak Pidana .....................................................6 2. Unsur-unsur Tindak Pidana .............................................. 11 B. Penegakan Hukum ......................................................... 15 C. Dilakukan bersama-sama ............................................................20 D. Pidana dan Pemidanaan ..............................................................22 1. Pidana ..................................................................................22 2. Pemidanaan ........................................................................ 29 E. Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) .............. 31 BAB III : METODE PENELITIAN ............................................................ 43 A. Metode Pendekatan .................................................................... 43 x
B. Sesifikasi Penelilitian .............................................................. 43 C. Lokasi Penelitian ............................................................... 43 D. Sumber Data ............................................................................ 43 E. Metode Pengumpulan Data .....................................................44 F. Metode Penyajian Data ...................................................... 44 G. Metode Analisis Data ..............................................................44 BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................45 A. Hasil Penelitian ................................................................. 45 Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto perkara No. 36/Pid.Sus/2011/PN.Pwt ............................................................45 B. Pembahasan ............................................................. 69 1. Penerapan unsur unsur tindak pidana pencucian –
uang (Money Laundering)
pada perkara No.
36/Pid.Sus/2011/PN.Pwt ............................................................69 2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana pada perkara No. 36/Pid.Sus/201 1/PN.Pwt ..............................78 BAB V : PENUTU P
................................................................. 85
A. Kesimpulan ............................................................. 85 B. Saran .........................................................................................87 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................88
x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya pemikiran pemberantasan pencucian uang sesungguhnya berangkat dari keinginan memberantas peredaran gelap narkotika yang penanganannya tidak saja difokuskan menangkap pelakunya semata, akan tetapi juga menghadang hasil kejahatannya agar tidak dapat dinikmati. Dalam perkembangannya upaya pemberantasan delik pencucian uang tidak saja untuk memberantas hasil kejahatan dari narkotika, akan tetapi juga untuk memberantas sejumlah kejahatan lain (predicate offenses). Disinyalir ada mata rantai dari tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana lain baik yang mendahuluinya sebagai kejahatan asal maupun kejahatan yang dibiayai dari praktik pencucian uang seperti terorisme. Sudarmadji salah seorang penasehat hukum Bank Indonesia menyebutkan bahwa tindak pidana penyuapan, korupsi, perjudian, pemalsuan uang merupakan pemicu money laundering. 1 Kejahatan berkembang seiring perkembangan IPTEK. Kegiatan pencucian uang akan menyesuaikan diri dengan perkembangan IPTEK. Penipuan, penyuapan secara tradisional akan langsung dilakukan dengan tunai. Akan tetapi penyuapan dan kegiatan penipuan dilakukan dengan kecanggihan teknologi tidak harus pada suatu tempat tertentu. Berarti Money laundering berhubungan dengan dan dicapai dengan kemajuan teknologi melalui system
1
Sudarmadji, 2002, Essensi dan Cakupan UU Tentang Pencucian Uang di Indonesia, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Perbankan, Jakarta, hlm. 4
1
2
cyberspace (internet), pembayaran dilakukan melalui bank secara elektronik (cyberpayment) 2 Mengingat begitu strategisnya fungsi perbankan dalam sektor pembangunan ekonomi dan keuangan (moneter) nasional, maka bidang ini sudah sepantasnya mendapat perlindungan hukum agar aktivitas perbankan dapat berjalan secara lancar efektif dan efisien. Di samping itu juga untuk menghindari adanya berbagai tindakan yang dapat merugikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan, misalnya kejahatan perbankan. 3 Sehubungan dengan kejahatan perbankan Munir Fuady mengemukakan bahwa kejahatan bank makin meningkat dewasa ini, modus operandinya pun makin canggih. Bahkan, dalam beberapa kasus, terlibat sindikat mafia, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Di samping itu, lebih dari 90% kejahatan bank dilakukan melalui kerja sama orang luar dan orang dalam bank. Uniknya, orang dalam tersebut terdiri dari para young urban profesional (Yuppies) Indonesia, dengan ciri-ciri yang sama: muda, pintar, gesit, workaholic, ambisius, punya posisi baik, punya penghasilan, dan memiliki angan-angan tinggi. Terkadang bahkan mereka menggunakan komputer sebagai sarana kejahatannya. Lalu populerlah apa yang sering disebut sebagai kejahatan komputer yang merupakan salah satu kristal dari kejahatan kerah putih (white collar crime). Di antara bentuk banking crimes adalah misaplikasi dari dana bank, false bank entries, 2 NHT 3
Siahaan, 2005. Pencucian uang dan Kejahatan Perbankan. Sinar Harapan, Jakarta, hlm. 103. Munir Fuady, 1996. Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktik Buku Kesatu. Citra Aditya Bakti, Bandung. hlm. 144
3 3
laporan palsu kepada pemerintah, kredit palsu atau warkat palsu. Sayangnya tidak semua bentuk tersebut dapat diakomodasikan oleh hukum positif Indonesia saat ini. 4 Dikemukakan oleh Barda Nawawi Arief, bahwa terdapat tiga jenis tindak pidana pencucian uang yang intinya sebagai berikut : a. Mengubah atau memindahkan “property” yang diketahuinya berasal dari kejahatan, dengan tujuan menyembunyikan asal-usul gelap dari “property” itu atau untuk membantu seseorang menghindari akibat-akibat hukum dari keterlibatannya dalam melakukan kejahatan. b. Menyembunyikan keadaan sebenarnya dari “property” yang berasal dari kejahatan itu (baik sumber/asal-usulnya, lokasinya, penempatan/ pembagiannya, pergerakan/penyalurannya, maupun hak-hak yang berhubungan dengan “property” itu) dan c. Menguasai/menerima, memiliki atau menggunakan “property” yang diketahuinya berasal dari kejahatan atau dari keikutsertaannya dalam melakukan kejahatan itu. 5 Untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan standar internasional, maka dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang memerlukan landasan hukum yang kuat untuk menjamin kepastian hukum, efektivitas penegakan hukum, serta penelusuran dan pengembalian harta kekayaan hasil tindak pidana, Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2003 perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan penegakan hukum, praktik, dan standar internasional sehingga
4 5
Munir Fuady, 1996. Loc. cit Barda Nawawi Arief, 2001. Masalah Penegakan Hukum & Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 212
perlu diganti dengan undang-undang baru. Undang-undang dimaksud adalah Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Berkaitan dengan persoalan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, di wilayah hukum Pengadilan Negeri Purwokerto telah terj adi tindak pidana pencucian uang (money laundering), pelaku tindak pidana tersebut oleh hakim Pengadilan Negeri Purwokerto yang memeriksa dan mengadili perkara dimaksud telah menjatuhkan pidana dalam Putusan No. 36/Pid.Sus/201 1/PN. Pwt., dalam putusan Pengadilan Negeri Purwokerto tersebut hakim menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menerima, menguasai penempatan dan pentransferan yang patut diduganya merupakan hasil tindak pidana yang terkait dengan nakotika secara bersama-sama dan berlanjut”. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Perkara No. 36/Pid.Sus/201 1/PN.Pwt. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Penerapan Unsur – unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Pada Perkara No. 36/Pid.Sus/201 1/PN.Pwt ?
5
2. Apa Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Pada Perkara No. 36/Pid.Sus/201 1/PN.Pwt ? C. Tujuan Penelitian Mengacu pada perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk Mengetahui Penerapan Unsur unsur Tindak Pidana Pencucian Uang –
(Money Laundering) Pada Perkara No. 36/Pid.Sus/201 1/PN.Pwt 2. Untuk Mengetahui Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Pada Perkara No. 36/Pid.Sus/201 1/PN.Pwt D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis berupa sumbangan pemikiran akademis dalam pengembangan ilmu hukum di bidang hukum pidana khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang (Money Laundering). 2. Secara Praktis Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis berupa informasi dan sumbangan pemikiran para penegak hukum khususnya dalam mengambil kebij akan terkait dengan ti ndak pidana pencucian uang (Money Laundering).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Menurut Utrecht, pemakaian istilah tindak pidana adalah merupakan salah satu terjemahan dari istilah strafbaarfeit, dan terjemahan lain masih ada seperti “perbuatan pidana”, “peristiwa pidana”, “delik” ada juga terjemahan lain seperti “perbuatan yang dapat dihukum”. Peristiwa pidana adalah suatu peristiwa hukum (rechsfeit), yaitu suatu peristiwa kemasyarakatan yang membawa akibat yang diatur oleh hukum.6 Istilah tindak pidana adalah merupakan istilah yang berasal dari terjemahan kata strafbaarfeit (bahasa Belanda). Dalam hukum pidana Indonesia istilah tindak pidana sebenarnya hanya merupakan salah satu saja dari istilah kata strafbaarfeit, karena ada berbagai istilah lain yang maksudnya sama dengan kata strafbaarfeit. Berkaitan dengan pemakaian istilah tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan, pembuat undangundang tidak memberikan suatu penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan perkataan “strafbaarfeit” yang lebih dikenal sebagai tindak pidana di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Maka timbullah di dalam doktrin berbagai pendapat mengenai maksud dari strafbaarfeit tersebut.
6
E. Utrecht, 1986. Hukum Pidana I . Pustaka Tinta Mas, Surabaya, hlm. 251
7
Mengenai istilah strafbaarfeit itu sendiri, tidak ada persamaan di antara para sarjana. Ada yang menggunakan istilah perbuatan yang boleh dihukum untuk menterjemahkan strafbaarfeit (Karni dan Van Scravendelijk). Selanjutnya Utrecht menggunakan istilah peristiwa pidana, pelanggaran pidana oleh Tirtaamidj aja, sedangkan Moelj atno menggunakan istilah perbuatan pidana, istilah tindak pidana digunakan dalam kitab undangundang, peraturan-peraturan, Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. 7 Dari pengertian di atas A. Ridwan Halim, menggunakan istilah delik untuk menterjemahkan strafbaarfeit, dan mengartikannya sebagai suatu perbuatan atau tindakan yang terlarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.8 Menurut pendapat Simons, mengenai rumusan strafbaarfeit adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggung jawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. Dari rumusan sebagaimana tersebut di atas, Simons mempunyai beberapa alasan, yaitu : a. Untuk adanya suatu strafbaarfeit disyaratkan harus terdapat suatu tindakan yang dilarang ataupun diwajibkan oleh undang-undang, di mana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban semacam itu telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum; 7 8
E. Utrecht, 1986. Loc. cit. Ridwan A. Halim, 1982. Hukum Pidana dan Tanya Jawab. Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 31.
8
b.
c.
Agar suatu tindakan dapat di hukum, maka tindakan tersebut harus memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan di dalam undang-undang; Setiap strafbaarfeit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban menurut undang-undang itu, pada hakikatnya merupakan suatu tindakan melawan hukum atau merupakan suatu 3 “R C UFKtI EtiJU KE CdU ri CJ' 9
Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia tidak ditemukan definisi tindak pidana. Pengertian tindak pidana yang dipahami selama ini merupakan kreasi teoritis para ahli hukum. Para ahli hukum pidana umumnya masih memasukkan kesalahan sebagai bagian dari pengertian tindak pidana. Demikian pula dengan apa yang didefinisikan Simons dan Van Hamel. Dua ahli hukum pidana Belanda tersebut pandangan-pandangannya mewarnai pendapat para ahli hukum pidana Belanda dan Indonesia hingga saat itu. 10 Van Hamel mengatakan bahwa strafbaarfeit itu adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam undang-undang, bersifat melawan hukum, patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Keduanya masih memasukkan kesalahan dalam pengertian tindak pidana. „Berhubungan dengan kesalahan‟ ataupun „dilakukan dengan kesalahan‟ merupakan frasa yang memberi pertanda, bahwa bagi beliau suatu perbuatan merupakan tindak pidana jika didalamnya juga dirumuskan tentang kesalahan. Sementara itu, Schaffmeister mengatakan bahwa, perbuatan pidana adalah perbuatan manusia yang termasuk dalam ruang lingkup rumusan delik, bersifat melawan hukum, dan dapat dicela. Dalam hal ini sedikitpun tidak menggunakan istilah
9
Lamintang, 1984a. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru, Bandung. hlm. 176. Chairul Huda, 2006. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan. Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Kencana Prenada Media, Jakarta. hlm. 25.
10
9
kesalahan, namun „dapat dicela‟ umumnya telah dipahami sebagai makna
„
kesalahan.11 Begitu berpengaruhnya pandangan ahli-ahli hukum Belanda terebut, sehingga umumnya diikuti oleh ahli-ahli hukum pidana Indonesia, termasuk generasi sekarang. Komariah E. Sapardjaja misalnya mengatakan, “tindak pidana adalah suatu perbuatan manusia yang memenuhi perumusan delik, melawan hukum dan pembuat bersalah melakukan perbuatan itu”. 12 Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana barangsiapa yang melakukannya. Marshaal mengatakan, “a, crime is any act or omision prohibited by law for the protection of the public, and punishable by the state in a judicial proceeding in its own nama”. Satu tindak pidana adalah perbuatan yang omisi yang dilarang oleh hukum untuk melindungi masyarakat, dan dapat dipidana berdasarkan prosedur hukum yang berlaku. Dalam definisi-definisi tersebut, unsur kesalahan telah dikeluarkan, sehingga tindak pidana pada hakikatnya adalah „perbuatan‟ saja. Perbuatan di sini berisi kelakuan dan kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan atau kelakuan akibatnya. Kelakuan j uga terdi ri dari melakukan sesuatu (komisi) dan tidak melakukan sesuatu (omisi). Diening mengatakan, “actus, traslate into conduct compromising commission and omision” Dengan demikian, tindak pidana merupakan perbuatan melakukan sesuatu, perbuatan tidak melakukan seuatu, dan
11 12
Ibid., hlm. 26 Komariah E. Sapardjaja, 2002. Ajaran Melawan Hukum Materiil dalam Hukum Pidana Indonesia; Studi Kasus tentang Penerapan dan Perkembangannya dalam Yurisprudensi. Alumni, Bandung. hlm. 22
10
menimbulkan akibat, yang dilarang oleh undang-undang. Duff mengatakan, actus reus dapat berbentuk act‟, „circumstances‟ dan consequences‟.13 Pengertian sebagaimana tersebut di atas, dalam Pasal 11 Rancangan KUHP dirumuskan dengan, “tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana”. Dapat ditegaskan, sepanjang berkenaan dengan perumusan definisi tindak pidana, pikiran-pikiran untuk memisahkan tindak pidana dari pertanggungjawaban pidana telah menjadi bagian pembaharuan hukum pidana Indonesia, dengan diadopsi dalam Rancangan KU H P. Sekalipun demikian, usaha tersebut harus terus menerus dikembangkan sehingga manfaatnya dapat lebih menyentuh, menurut Andi Hamzah, “pemisahan tersebut hanya penting diketahui oleh penuntut umum dalam penyusunan surat dakwaan, karena surat dakwaan cukup berisi bagian inti (bestandeel) delik dan perbuatan nyata terdakwa, j adi actus reus saja”. Mengingat pendapat di atas, maka dengan sendirinya juga sangat penting bagi penasihat hukum untuk menyusun pembelaan. Pada gilirannya hakim juga perlu untuk memehami konsep ini dalam penyusunan putusan.14 Pada Pasal 1 ayat (1) KUHP menghendaki penentuan tindak pidana hanyalah berdasar suatu ketentuan peraturan perundang-undangan. Sekalipun dalam Rancangan KUHP prinsip ini sedikit banyak disimpangi, tetapi penentuan tindak pidana berdasarkan peraturan perundang-undangan masih
13 14
Chairul Huda, 2006. Op. cit. hlm. 28 Ibid., hlm. 29
11
merupakan inti ketentuan tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan „ CHOY IIFIiY fC IITIC f IIl fIT fi dan Culla IISR fCa IIsiC f IIl fIT f‟ merupakan prinsip utama dari asas legalitas, sehingga karenanya berisi rumusan tentang perbuatan yang dilarang dan ancaman pidana terhadap orang yang melangar larangan tersebut. Keduanya, yaitu rumusan tentang dilarangnya suatu perbuatan dan acaman pidana bagi pembuatnya, tunduk kepada asas legalitas. Artinya, keduanya mesti ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. 15 2. Unsur-unsur Tindak Pidana Untuk mengenakan pidana itu harus dipenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tertentu ini lazimnya disebut dengan unsur-unsur tindak pidana. Jadi seseorang dapat dikenakan pidana apabila perbuatan yang dilakukan memenuhi syarat-syarat tindak pidana (strafbaarfeit). Menurut Sudarto, pengertian unsur tindak pidana hendaknya dibedakan dari pengertian unsurunsur tindak pidana sebagaimana tersebut dalam rumusan undang-undang. Pengertian yang pertama (unsur) ialah lebih luas dari pada kedua (unsurunsur). Misalnya unsur-unsur (dalam arti sempit) dari tindak pidana pencurian biasa, ialah yang tercantum dalam Pasal 362 KU H P. 16 Menurut Lamintang, bahwa setiap tindak pidana dalam KU HP pada umumnya dapat dijabarkan unsur-unsurnya menjadi dua macam, yaitu unsurunsur subyekt if dan obyekt if. Yang dimaksud dengan unsur-unsur ”subyektif” adalah unsur-unsur yang melekat pada di ri si pelaku atau yang 15 16
Chairul Huda, Loc. Cit. Sudarto, 1990/1991. Diktat Hukum Pidana Jilid I A-B. Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. hlm. 43
12
berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan yang dimaksud dengan unsur ”obyektif” itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu keadaan-keadaan di mana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. 17 Menurut Lamintang, unsur-unsur subyektif dari suatu tindak pidana itu adalah : a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (culpa/dolus); b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP; c. Macam- macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan – kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain; d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti misalnya terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KU HP; e. Perasaaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KU HP. Unsur-unsur dari suatu tindak pidana adalah : a. Sifat melanggar hukum; b. Kualitas si pelaku; c. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat. 18 Berkaitan dengan pengertian unsur-unsur tindak pidana (strafbaarfeit) ada beberapa pendapat para sarj ana mengenai pengertian unsur-unsur tindak pidana menurut aliran monistis dan menurut aliran dualistis. Para sarjana yang berpandangan aliran monistis, yaitu :
17 18
Lamintang, 1984a. Op. Cit., hlm. 183 Ibid., hlm. 184.
13
a. D. Simons, sebagai menganut pandangan monistis Simons mengatakan bahwa pengertian tindak pidana (strafbaarfeit) adalah ”Een strafbaar gestelde, onrechtmatige, met schuld verband staande handeling van een tRT-L T-kT-CiCg vEtbEE L ST-LI RR C'
Jadi unsur-unsur tindak pidana menurut Simons adalah : 1) Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan); 2) Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld); 3) Melawan hukum (onrechtmatig); 4) D ilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staad); 5) Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsyatbaar persoon). 19 Dari unsur-unsur tindak pidana tersebut Simons membedakan adanya unsur obyektif dan unsur subyektif dari strafbaarfeit adalah : 1) Yang dimaksud dengan unsur subyektif ialah : perbuatan orang; 2) Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu; 3) Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan-perbuatan itu seperti dalam Pasal 281 KU HP sifat ' RST-CbEEL” atau ”dimuka umum” Selanjutnya unsur subyektif dari strafbaarfeit adalah : 1) Orangnya mampu bertanggung jawab; 2) Adanya kesalahan (dolus atau culpa). Perbuatan harus dilakukan dari perbuatan atau dengan keadaan-keadaan mana perbuatan itu dilakukan. 20 b. Van Hamel, menyatakan Stafbaarfeit adalah een weterlijk omschre en mensschelijke gedraging onrechmatig, strafwardig en aan schuld te wijten. Jadi menurut Van Hamel unsur-unsur tindak pidana adalah : 1) Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang; 2) Bersifat melawan hukum; 19 20
Sudarto, 1990/1991. Op. cit., hlm. 32. Sudarto, 1990/1991..Loc. cit
14
3) Dilakukan dengan kesalahan dan 4) Patut dipidana. 21 c. E. Mezger, menyatakan tindak pidana adalah keseluruhan syarat untuk adanya pidana, dengan demikian usnur-unsurnya yaitu : 1) Perbuatan dalam arti yang luas dari manusia (aktif atau membiarkan); 2) Sifat melawan hukum (baik bersifat obyektif maupun bersifat subyektif); 3) Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang; 4) Diancam dengan pidana. d. J. Baumman, menyatakan bahwa unsur-unsur tindak pidana adalah perbuatan yang memenuhi rumusan delik : 1) Bersifat melawan hukum; 2) Dilakukan dengan kesalahan. 22 Dari pendapat para sarjana yang beraliran monistis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak adanya pemisahan antara criminal act dan criminal responsibility. Lebih lanjut mengenai unsur-unsur tindak pidana menurut pendapat para sarjana yang berpandangan dualistis adalah sebagai berikut : a. H.B. Vos, menyebutkan Strafbaarfeit hanya berunsurkan : 1) Kelakuan manusia, 2) Diancam pidana dengan undang-undang. b. W.P.J. Pompe, menyatakan : menurut hukum positif strafbaarfeit adalah tidak lain dari feit, yang diancam pidana dalam ketentuan undang-undang, jadi perbuatan itu adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana.
21 22
Ibid., hlm. 33. Sudarto, 1990. Loc. cit.
15
c. Moeljatno, memberikan arti tentang strafbaarfeit, yaitu sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana, barangsiapa melanggar larangan tersebut. Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur : 1) Perbuatan (manusia); 2) Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (ini merupakan syarat formil) dan 3) Syarat formil itu harus ada karena keberadaan asas legalitas yang tersimpul dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Syarat meteriil pun harus ada pula, karena perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak patut dilakukan, oleh karena itu bertentangan dengan atau menghambat tercapainya tata dalam pergaulan masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat. 23 Menurut Sudarto, baik aliran monistis maupun dualistis, tidak mempunyai perbedaan yang prinsipil dalam menentukan adanya pidana. Apabila orang menganut pendirian yang satu, hendaknya memegang pendirian itu secara konsekuen, agar tidak terjadi kekacauan pengertian. Bagi orang yang berpandangan monistis, seseorang yang melakukan tindak pidana sudah dapat dipidana, sedangkan bagi yang berpandangan dualistis, sama sekali belum mencukupi syarat untuk dipidana karena masih harus disertai syarat pertanggungjawaban pidana yang harus ada pada si pembuat atau pelaku pidana. Jadi menurut pandangan dualistis semua syarat yang diperlukan untuk pengenaan pidana harus lengkap adanya.24 B. Penegakan Hukum Dikemukakan oleh Barda Nawawi Arief, bahwa masalah pembangunan dan penegakan hukum merupakan masalah yang tidak pernah henti-hentinya
23 24
Ibid., hlm. 27. Ibid., hlm. 28.
16
dibicarakan, baik secara nasional dan internasional. Masalah ini akan selalu dan selalu patut dibicarakan, sepanjang kita masih mengakui adanya negara hukum dan sepanjang kita masih mempercayai hukum sebagai salah satu sarana untuk mengatur dan menyelesaikan masalah-masalah kehidupan bermasyarakat. Terlebih dalam era reformasi saat ini, masalah ”wibawa hukum” dan ”pemerintahan yang bersih dan berwibawa” sedang mendapat tantangan dan sorotan tajam. 25 Pada hakikatnya hukum mengandung ide atau konsep-konsep dan dengan demikian boleh digolongkan kepada sesuatu yang abstrak. Ke dalam kelompok yang abstrak itu termasuk ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial. Dengan demikian, apabila berbicara mengenai penegakan hukum, maka pada hakikatnya berbicara mengenai penegakan ide-ide, serta konsep-konsep yang nota bene adalah abstrak. Dirumuskan secara lain, maka penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide inilah merupakan hakikat dari penegakan hukum. Untuk mewujudkan hukum sebagai ide-ide ternyata dibutuhkan suatu organisasi yang cukup kompleks. Negara yang harus campur tangan dalam perwujudan yang abstrak itu ternyata harus mengadakan berbagai macam badan untuk keperluan tersebut. Berkaitan dengan pengertian penegakan hukum. Bagir Manan mengatakan : Penegakan hukum merupakan bagian dari pelaksanaan politik kenegaraan suatu negara. Karena itu, sistem penegakan hukum tidak terlepas dari sistem politik 25
Barda Nawawi Arief, 2001. Op. cit. hlm. 13.
dan suasana politik. Sistem politik otoritarian akan mencerminkan sistem penegakan hukum yang berbeda dari sistem politik demokrasi. Sistem politik yang hanya menekankan demokrasi sebagai bentuk kebebasan berpendapat akan
berbeda dengan sistem demokrasi yang menekankan tanggung jawab di samping kebebasan yang diperlukan. Karena itu, untuk mewujudkan sistem penegakan hukum yang baik perlu tatanan dan praktik politik yang baik juga. 26 Dikemukakan oleh Bambang Widjojanto, dalam dunia penegakan hukum di Indonesia dikenal adanya sistem peradilan yang memperkenalkan beberapa komponen penting dalam proses penegakan hukum, seperti : (1) Polisi; (2) Jaksa; (3) Hakim, dan (4) Pengacara.
27
Menurut Satjipto Rahardjo, untuk
menjalankan tugasnya para aparat penegak hukum tersebut dituntut untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum itu perlu mempunyai suatu tingkat otonomi tertentu, otonomi ini dibutuhkan untuk bisa mengelola sumber-sumber daya yang tersedia dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Sumber daya tersebut berupa : 1. 2. 3. 4.
Sumber daya manusia, seperti hakim, polisi, jaksa, panitera; Sumber daya fisik, seperti gedung, perlengkapan, kendaraan; Sumber daya keuangan, seperti belanja negara dan sumber daya lain; Sumber daya selebihnya yang dibutuhkan untuk menggerakan organisasi dalam usahanya mencapai tujuannya. 28 Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan
hukum menjadi kenyataan. Yang disebut sebagai keinginan-keinginan hukum di sini tidak lain adalah pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu. Perlunya pembicaraan 26 Bagir
Manan, 2004. Moral Penegak Hukum di Indonesia (Pengacara, Hakim, Polisi, Jaksa dalam Pandangan Islam). Agung Ilmu, Bandung. hlm. 13. 27 Bambang Widjojanto, 2007. Harmonisasi Peran Penegak Hukum dalam Pembenrantasan Korupsi. Jurnal Legislasi Indonesia. Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM, Jakarta. hlm. 4. 28 Satjipto Rahardjo, tanpa tahun. Masalah Penegakan Hukum (Suatu Tinjauan Sosiologis). Sinar Baru, Bandung. hlm. 18.
18
mengenai proses penegakan hukum ini menjangkau pula sampai kepada pembuatan hukum. Perumusan pikiran pembuat hukum yang dituangkan dalam peraturan hukum akan turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu
18
dijalankan.29 Dilihat sebagai suatu proses kebijakan, penegakan hukum menurut Muladi pada hakikatnya merupakan penegakan kebijakan melalui beberapa tahap : 1. Tahap formulasi, yaitu tahap penegakan hukum in abstracto oleh badan pembuat undang-undang. Tahap ini dapat pula disebut tahap kebijakan legislatif; 2. Tahap aplikasi, yaitu tahap penerapan hukum pidana oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian sampai pengadilan; Tahap kedua ini dapat pula disebut tahap kebijakan yudikatif; 3. Tahap eksekusi, yaitu tahap pelaksanaan hukum pidana secara konkrit oleh aparat penegak huhum. Tahap ini dapat disebut tahap kebijakan eksekutif atau administratif. Ketiga tahap tersebut, dilihat sebagai usaha atau proses rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu, jelas harus merupakan suatu jalinan mata rantai aktivitas yang merupakan perwujudan dari kebijakan (pembanguan) nasional. Jadi tegasnya kebij akan pembangunan harus diusahakan terwujud pada ketiga tahap kebijakan penegakan hukum pidana itu. Itulah makna dan konsekuensi dari pernyataan bahwa penegakan hukum pidana merupakan bagian integral dari kebij akan sosial.30 Dilihat dari sudut lembaga pendidikan hukum yang berperan membentuk kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang hukum, maka ”peningkatan
29 30
Ibid., hlm. 24. Muladi, 1995. Kapita Selekta Sistem Peraadilan Pidana. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. hlm. 13 14. –
19
wibawa hukum” lebih patut diartikan sebagai ”peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) penegakan hukum”. Dengan adanya ”peningkatan kualitas penegakan hukum” diharapkan ada ”peningkatan wibawa hukum”. Meningkatnya kualitas penegakan hukum tentunya juga diharapkan dapat menunjang dan meningkatkan ”kualitas pemerintahan yang bersih dan berwibawa” serta meningkatkan ”kualitas lingkungan hidup/kualitas kehidupan bermasyarakat”. 31 Dikemukakan oleh Muhammad Ghalib, bahwa dengan mengamati permasalahan yang menyangkut peranan hukum dalam dinamika pembangunan pada era globalisasi, suasana reformasi, maka dengan meninjau pula permasalahan yang berkaitan dengan penegakan hukum, akan dapat dikemukakan beberapa pokok kebijaksanan penegakan hukum. 32 Permasalahan yang harus dijadikan pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan penegakan hukum menurut Muhammad Ghalib, yang utama antara lain adalah : 1. Senantiasa berpegang pada tujuan dan landasan pembentukan negara sesuai dengan cita negara (staatsidee) dan cita hukum (rechtside), sebagaimana telah dirumuskan pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945; 2. Senantiasa berpegang pada Wawasan Nusantara dalam rangka menjamin perwujudan persatuan dan kesatuan bangsa, dan wawasan kebangsaan sebagai upaya mengkokohkan negara persatuan serta wawasan Bhineka Tunggal Ika dalam rangka menjamin kelestarian budaya dan masyarakat yang majemuk dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 3. Melakukan pendekatan yang komprehensif, serasi dan selaras, sehingga dapat dipenuhi dasar yuridis dalam upaya mewujudkan ketertiban dan kepastian 31 32
Barda Nawawi Arief, 2001. Op.cit., hlm. 14. Muhammad Ghalib, 1999. Profesionalitas Jaksa dan Antisipasi Perkembangan Kejahatan. Ceramah Jaksa Agung Republik Indonesia dalam Seminar Nasional ”Mafia dalam Sistem Peradilan di Indonesia”. Semarang, tanggal 6 Maret 1999. hlm. 22.
20
hukum, dasar filosofis dalam rangka memenuhi rasa keadilan dan dasar sosiologis dalam rangka memenuhi hajat orang banyak; 4. Lebih meningkatkan peranan dan partisipasi dalam penegakan HAM, menciptakan kesadaran hukum yang kondusif dalam penyelenggaraan kehidupan bersama dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 5. Terus meningkatkan dan mengembangkan kemampuan profesional, integritas pribadi dan disiplin aparat kejaksaan.33 Sebagai implementasi kebijaksanaan yang telah ditetapkan, menurut Muhammad Ghalib, perlu disusun suatu strategi dalam penegakan hukum dengan memperhatikan telebih dahulu permasalahan yang bersifat strategis: 1. Pelaksanaan penerapan dan penegakan hukum yang memberikan kepastian hukum, keadilan dan penegakan HAM kepada masyarakat terutama pencari keadilan; 2. Keterlibatan aparat penegak hukum dalam proses pembentukan hukum, sehingga produk-produk hukum yang dihadirkan lebih berorientasi kepada penerapan dan penegakannya; 3. Terbentuknya dan berfungsinya suatu sistem manajemen dan organisasi penegak hukum yang mantap dan mampu mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang di bidang masing-masing; 4. Profesionalisme, integritas pribadi, dan disiplin Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur penegak hukum agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam melaksanakan tugasnya; 5. Meningkatkan budaya hukum dan kesadaran hukum masyarakat secara lebih merata, sehingga mampu mewujudkan dan menegakan disiplin Nasional; 6. Meningkatkan koordinasi intern maupun ekstern dalam rangka penegakan hukum secara terarah dan terpadu; 7. Meningkatkan komunikasi intern dan ekstern dalam rangka pengembangan Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum yang akurat; 8. Meningkatkan pelaksanaan pengawasan melekat dan pengawasan fungsional dalam rangka menjamin efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas-tugas aparat penegak hukum. 34 C. Dilakukan bersama-sama
21
Menurut pendapat Wirjono Prodjodikoro, mengenai pengertian ‟dilakukan bersama-sama‟, hal ini menunjuk pada dua orang atau lebih yang bekerja sama dalam melakukan tindak pidana pencurian, seperti misalnya mereka bersama-sama mengambi l barang-barang dengan kehendak bersama. Dengan dipergunakan kata gepleegd (dilakukan), bukan kata begaan (diadakan) maka ketentuan ini hanya berlaku apabila ada dua orang atau lebih yang masuk istilah medeplegen (turut melakukan) dari Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan lagi memenuhi syarat ”bekerja sama”. Jadi Pasal 363 ayat (1) ke- 4 KU H P tidak berlaku apabila hanya ada seorang ”pelaku” (dader) dan ada seorang pembantu (medeplichtige) dari Pasal 55 ayat (1) ke-2 K U H P. 35 Lebi h lanj ut Wirjono Prodjodikoro, mengemukakan ”bekerja sama” ini misalnya apabila setelah mereka merencanakan niatnya untuk bekerja sama dalam melakukan, pencurian, kemudian hanya seorang yang masuk rumah dan mengambil barang, dan kawannya hanya tinggal di luar rumah untuk menjaga dan memberi tahu kepada yang masuk rumah jika perbuatan mereka diketahui oleh orang lain. 36 Menurut R. Soesilo, ”turut melakukan” dalam arti kata ”bersama-sama melakukan‟. Sedikit-dikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana itu. Di sini diminta, bahwa kedua orang itu semuanya melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi melakukan anasir atau elemen dari peristiwa pidana itu. Tidak
Wirjono Prodjodikoro, 1986. Tindak - tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Eresco, Bandung, hlm., 23. 36 Wirjono Prodjodikoro, 1986. Loc. cit. 35
22
boleh misalnya hanya melakukan perbuatan persiapan saja atau perbuatan yang sifatnya menolong, sebab jika demikian, maka orang yang menolong itu tidak masuk
J
PfidfiElfiu1fir J
akan tetapi dihukum sebagai ”membantu melakuan”
(medeplichtige) tersebut dalam Pasal 56 KU HP.37 Mengenai pengertian yang menyuruh melakukan atau doen pleger, Sumaryanti memberikan penj elasan tentang hal tersebut yaitu sebagai berikut : ”Orang yang menyuruh melakukan (doen pleger), di sini sedikitnya ada dua orang yaitu yang menyuruh (doen pleger) dan yang disuruh (pleger). Jadi bukan orang itu sendiri yang melakukan tindak pidana, akan tetapi ia menyuruh orang lain, meskipun ia tetap dipandang dan dihukum sebagai orang yang melakukan sendiri tindak pidana”. 38 Lebi h lanj ut Sumaryanti mengemukakan bahwa ”turut melakukan perbuatan” memberikan penjelasan bahwa ”Turut serta melakukan dalam arti kata ”bersama-sama melakukan”, sedikit-dikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (made pleger) tindak pidana itu. Di sini kedua orang itu semuanya melakukan tindak pidana”. 39 Dikemukakan oleh R. Tresna, bahwa orang yang turut serta melakukan peristiwa pidana, ia ikut serta di dalam peristiwa piadna itu. Hanya di dalam peranannya terdapat perbedaan : di dalam hal orang-orang yang melakukan peristiwa pidana. Semua orang yang ikut serta itu mempunyai peranan yang ikut serta melakukan peristiwa pidana, peranan orang-orang yang campur tangan itu
R. Soesilo, 1989. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politea, Bogor., hlm. 73 38 Sumaryanti, 1987. Peradilan Koneksitas di Indonesia, Suatu Tinjauan Ringkas, PT. Bina Aksara, Jakarta. hlm. 29. 39 Sumaryanti, 1987. Loc. cit. 37
23
tidak sama derajatnya, yangsatu menjadi pelaku, yang lainnya hanay ikut melakukan saja, meskipun di pengikut itu oleh undnag-undang dianggap sama dosanya. Dihukum sama dengan si pelaku. 40 D. Pidana dan Pemidanaan 1. Pidana Berkaitan dengan masalah pengertian pidana, di bawah ini dikemukakan pendapat beberapa sarjana berkaitan dengan pengertian kata atau istilah pidana tersebut. Untuk mengetahui pengertian istilah pidana, maka sebaiknya perlu diketahui terlebih dahulu tentang apa yang dimaksud tentang perkataan pidana itu sendiri. Pemakaian istilah “hukuman” yang merupakan istilah umum dan konvensional, dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan dalam bidang hukum, tetapi juga dalam istilah sehari-hari di bidang pendidikan, moral, agama dan sebagainya. Oleh karena “pidana” merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukan ciri-ciri atau sifatsifatnya yang khas.41 Untuk memberikan gambaran yang lebih luas, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat atau definisi dari para sarjana :
40 41
R. Tresna, 1959. Asas-asas Hukum Pidana, PT. Tiara Limited, Jakarta. Hlm. 84 Muladi & Barda Nawawi Arief, 2005. Teori-teori Dan Kebijakan Pidana. Alumni Bandung. hlm. 2.
24
a. Pendapat dari Sudarto, bahwa yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. b. Menurut Roeslan Saleh, pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berujud suatu nespata yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu. 42 c. Sedangkan pendapat yang di kemukakan oleh Van Hamel, arti dari pada pidana atau straf menurut hukum positif dewasa ini adalah: “Sesuatu penderitaan yang bersifat khusus, yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai penanggung jawab dari ketertiban hukum bagi seorang pelanggar, yakni semata-mata karena orang tersebut telah melanggar sesuatu peraturan hukum yang ditegakkan oleh negara”. 43 d. Menurut pendapat Simons, perkataan pidana atau straf itu diartikan sebagai “Sesuatu penderitaan yang oleh undang-undang pidana telah dikaitkan dengan pelanggaran terhadap sesuatu norma, yang dengan suatu putusan hakim telah dijatuhkan bagi seseorang yang bersalah”. 44 e. Algra-Janssen merumuskan pidana atau straf sebagai berikut : “Alat yang dipergunakan olah penguasa (hakim) untuk memperingatkan kepada mereka yang telah melakukan suatu perbuatan yang tidak dapat dibenarkan. Reaksi dari penguasa tersebut telah mencabut kembali sebagian dari perlindungan yang seharusnya dinikmati oleh terpidana atas nyawa, kebebasan dan harta kekayaannya, yaitu seandai nya ia telah tidak melakukan suatu tindak pidana”. 45 Muladi & Barda Nawawi Arief, 2005. Loc. cit. Lamintang. 1984b. Hukum Penitersier Indonesia. Alumni, Bandung. hlm. 47. 44 Ibid., hlm. 48. 45 Lamintang. 1984b. Loc. cit. 42 43
25
Sehubungan dengan pengertian perkataan “pidana” ini, Sudarto mempertanyakan penggunaan istilah “pidana” sejalan dengan perkembangan hukum pidana dewasa ini. Dalam hal ini Sudarto mengemukakan : “Yang jelas harus disadari ialah bahwa pengeritan pidana dari abad kesembilan belas perlu diadakan revisi apabila kita menghendaki suatu pembaharuan dalam hukum pidana kita. Pada waktu KU HP kita dibuat, ialah lebih dari 60 tahun yang lalu, mengenakan pidana diartikan sebagai pemberian nestapa secara sengaja. Ilmu hukum pidana perkembangannya, lebih-lebih dengan munculnya sanksi yang berupa tindakan sebagai akibat dari pengaruh aliran modern maka di berbagai negara akhirnya pengertian pidana demikian itu harus ditinjau kembali”. 46 Dari beberapa rumusan tentang pengertian perkataan “pidana” yang dikemukakan para sarjana di atas, dapat diketahui bahwa “pidana” pada hakikatnya mempunyai pengertian sebagai suatu “penderitaan” atau “nestapa”. Namun ada pula pendapat sarjana yang berpandangan lain, mereka mengemukakan bahwa hakikat pidana bukanlah pemberian penderitaan atau nestapa. Hulsman misalnya, dalam hal ini berpendapat bahwa “hakikat pidana ialah
3
tot
G1-RUG1EER1517”
(menyerukan untuk tertib)”. Pendapat
Hulsman tersebut senada dengan pendirian van Binsbergen yang mengemukakan bahwa “ciri hakiki pidana adalah RY1LK1IGEt1r/Lk1LYECE11T6TEDTHELEf1IN (suatu
3
“11 t111 FICK jIQI GRRr G1
pernyataan salah oleh
penguasa sehubungan dengan suatu tindak pidana)”. 47 Dari beberapa difinisi di atas menurut Muladi & Barda Nawawi Arief, dapatlah disimpulkan bahwa pidana mengandung unsur-unsur atau ciri-ci ri sebagai berikut:
46
47
Sudarto. 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni, Bandung. hlm. 80-81. Sudarto. 1986. Loc. cit.
26
a. Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan; b. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang); c. Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang. Ketiga unsur tersebut pada umumnya terlihat dari definisi-definisi di atas, kecuali Alf Ross yang menambahkan secara tegas dan eksplisit bahwa pidana itu harus juga merupakan pernyataan pencelaan terhadap diri si pelaku. Apa yang dikemukakan oleh Alf Ross tersebut sebenarnya secara eksplisit juga terlihat dalam definisi para sarjana yang lain. Penambahan secara eksplisit oleh Alf Ross itu dimaksudkan untuk membedakan secara j elas antara pidana dengan tindakan perlakuan (treatment). 48 Menurut Alf Ross, “concept of punishment” bertolak pada dua syarat atau tujuan, yaitu: a. Pidana ditujukan pada pengenaan penderitaan terhadap orang yang bersangkutan (punishment is aimed at inflicting suffering upon the person upon whom it is imposed); dan b. Pidana itu merupakan suatu pernyataan pencelaan terhadap perbuatan si pelaku (the punishment is an expression of disapproval of the action for whict it is imposed). 49 Menurut Alf Ross tidaklah dapat dipandang sebagai “punishment” hal-hal sebagai berikut: a. Tindakan-tindakan yang bertujuan pengenaan penderitaan tetapi tidak merupakan pernyataan pencelaan; Misal : pemberian “electric shock” pada binatang pada suatu penelitian agar tingkah lakunya dapat diamati atau dikontrol. Muladi & Barda Nawawi Arief, 2005. Op.cit. hlm. 4. 49 Muladi & Barda Nawawi Arief, 2005. Loc. cit 48
27
b.
Tindakan-tindakan yang merupakan pernyataan pencelaan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengenakan penderitaan; Misal : teguran, peringatan atau penyi ngkiran oleh masyarakat. c. Tindakan-tindakan yang di samping tidak dimaksudkan untuk mengenakan penderitaan, juga tidak merupakan pernyatan pencelaan; Misal : langlah-langkah yang diambil untuk mendidik atau merawat/ mengobati seseorang untuk membuatnya tidak berbahaya bagi masyarakat atau tindakan dokter gigi yang mencabut gigi seorang pasien.50 Perbedaan antara “punisment” dan “treatment” menurut Alf Ross tidak didasarkan pada ada tidaknya unsur pertama (unsur penderitaan), tetapi harus didasarkan pada ada tidaknya unsur kedua (unsur pencelaan). Herbert L. Packer juga berpendapat bahwa tingkatan atau derajat ketidak-enakan atau kekejaman, bukanlah ciri yang membedakan antara “punishment” dan “treatment”. Perbedaannya harus dilihat dari tujuannya dan seberapa jauh peranan dari perbuatan si pelaku terhadap adanya pidana atau tindakantindakan. Pendapat H. L. Packer tuj uan utama dari “treatment” adalah untuk memberikan keuntungan atau untuk memperbaiki orang yang bersangkutan. Fokusnya bukan pada perbuatannya yang telah lalu atau yang akan datang, tetapi pada tujuan untuk memberikan pertolongan kepadanya. Jadi dasar pembenaran dari “treatment” ialah pada pandangan bahwa orang yang bersangkutan akan atau mungkin menjadi lebih baik. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan kesej ahteraannya. 51
28
Sedangkan “punishment” menurut H.L. Packer, pembenarannya didasarkan pada satu atau dua tujuan sebagai berikut: a. Untuk mencegah terjadinya kejahatan atau perbuatan yang tidak dikehendaki atau perbuatan yang salah . (the prevention of crime or undesired conduct or effending conduct); b. Untuk mengenakan penderitaan atau pembalasan yang layak kepada si pelanggar. (the deserved infliction of suffering on evildoers/retribution for perceived wrong doing). Jadi dalam hal pidana, fokusnya adalah pada perbuatan salah atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh si pelaku. Dengan perkataan lain, perbuatan itu mempunyai peranan yang besar, dan merupakan syarat yang harus ada, untuk adanya “punishment”. Ditegaskan oleh H. L. Packer bahwa dalam hal “punishment” kita memperlakukan seseorang karena ia telah melakukan suatu perbuatan salah dengan tujuan, baik untuk mencegah terulangnya perbuatan itu maupun untuk mengenakan penderitaan atau untuk kedua-duanya. Dalam hal “treatment” tidak diperlukan adanya hubungan dengan perbuatan; kita memperlakukan orang itu karena kita berpendapat atau beranggapan bahwa ia akan menjadi lebih baik. Kita juga boleh mengharap atau berpikiran bahwa orang yang dikenakan pidana akan menjadi lebih baik, tetapi bukan karena hal itu kita berbuat demikian, tujuan utamanya adalah melakukan pencegahan terhadap perbuatan salah itu dan bukan perbaikan terhadap di ri si pelanggar. 52
52
Muladi & Barda Nawawi Arief, 2005. Loc. cit.
29
Perbedaan secara tradisioni l antara pidana dan tindakan ini Sudarto mengemukakan sebagai berikut : “Pidana adalah pembalasan (pengimbalan) terhadap kesalahan si pembuat, sedang tindakan adalah untuk perlindungan masyarakat dan untuk pembinaan atau perawatan si pembuat. Jadi secara dogmatis pidana itu untuk orang yang normal jiwanya, untuk orang yang mampu bertanggung jawab, sebab orang yang tidak mampu bertanggung jawab tidak mempunyai kesalahan dan orang yang tidak mempunyai kesalahan tidak mungkin di pidana terhadap orang ini dapat dijatuhkan tindakan”. 53 Pidana pada hakikatnya mempunyai dua tujuan utama yakni untuk mempengaruhi tingkah laku (gedragsbeinvloeding) dan penyelesaian konfl ik (conflictoplosing). Penyelesaian konflik ini dapat terdi ri dari perbaikan kerugian yang dialami atau perbaikan hubungan baik yang dirusak atau pengembalian kepercayaan antar sesama manusia. 54 Binsbergen berpendapat bahwa ciri hakiki dari pidana adalah “suatu pernyataan atau penunjukan salah oleh penguasa sehubungan dengan suatu tindak pidana” (een terechtwijzing door de overheid gegeven terzake van een strafbaar feit). Dasar pembenaran dari pernyataan tersebut menurut Binsbergen adalah tingkah laku si pembuat itu “tak dapat diterima baik untuk mempertahankan lingkungan masyarakat maupun untuk menyelamatkan pembuat sendiri” (onduldbaar is, zowed om het behoud van de gemeenschap, als om het behoud van de dader zelf). Demikian pula G.P. Hoefnagels tidak setuj u dengan pendapat bahwa pidana merupakan suatu pencelaan (censure) atau suatu penjeraan
53 54
Muladi & Barda Nawawi Arief, 2005. Loc. cit. Ibid., hlm. 9.
30
(discouragement) atau merupakan suatu penderitaan (suffering). Pendapatnya ini bertolak pada pengertian yang luas bahwa sanksi dalam hukum pidana adalah semua reaksi terhadap pelanggaran hukum yang telah ditentukan oleh undang-undang, sejak penahanan dan pengusutan terdakwa oleh polisi sampai vonis dijatuhkan. Jadi Hoefnagels melihatnya secara empiris bahwa pidana merupakan suatu proses waktu. Keseluruhan proses itu sendiri (sejak penahanan, pemeriksaan sampai vonis dijatuhkan) merupakan suatu pidana.55 2. Pemidanaan Menurut Sudarto perkataan “pemidanaan” adalah sinonim dengan perkataan penghukuman. Hal ini dikemukakan Sudarto sebagai berikut: “Penghukuman berasal dari dasar “hukum”, sehingga dapat diartikan sebagai me net apkan hukum at au memut usberat kan t ent ang hukumnya. Menetapkan/memutuskan hukumnya untuk suatu peristiwa tidak hanya menyangkut bidang khusus hukum pidana saj a, akan tetapi juga bidangbidang hukum lainnya (hukum perdata, hukum administrasi dsb). Sehingga menetapkan hukum dalam bidang hukum pidana, maka istilah tersebut harus disempitkan artinya. Pengertian penghukuman dalam perkara pidana kerapkali sinonim dengan “pemidanaan” atau “pemberian/penjatuhan pidana” oleh hakim. “Penghukuman” dalam hal ini juga mempunyai makna yang sama dengan sentence atau veroordeling, misalnya dalam pengertian TenJKFICIFRCCiJiRQ:XXD' aJaVE YRRLZMLCIXijkEYHRRrCIeXC' yang sama artinya dengan “dihukum bersyarat” atau “dipidana bersyarat”. 56 3
Penghukuman (dalam hukum acara (KU HAP) disebut dengan istilah pemidanaan). Hal ini tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KU HAP) Pasal 1 ke-11, yang menyatakan : “ ... yang dimaksud dalam undang-undang ini dengan “Putusan Pengadilan” adalah “Pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang berupa SIP ICIVIV' (cetak tanda petik dan tebal oleh penulis) atau
Muladi & Barda Nawawi Arief, 2005. Loc. cit. Sudarto, 1986. Op. Cit., hlm. 72
55 56
31
bebas atau lepas dari segala tutuntan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini” Pengertian pemidaaan menurut pendapat W.A. Bonger adalah sebagai berikut : “Menghukum adalah mengenakan penderitaan. Menghukum sama artinya dengan “celaan kesusilaan” yang timbul terhadap tindak pidana itu, yang juga merupakan penderitaan. Hukuman pada hakikatnya merupakan perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat (dal am hal ini negara) dengan sadar. Hukuman tidak keluar dari satu atau beberapa orang, tapi harus suatu kelompok, suatu kollektivitas yang berbuat dengan sadar dan menurut perhitungan akal. Jadi “unsur pokok” baru hukuman ialah “tentangan yang dinyatakan oleh kollektivitas dengan sadar”. 57 Istilah “hukuman” yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena itu istilah dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan dalam bidang hukum tetapi juga dalam istilah sehari-hari di bidang pendidikan, moral, agama dan sebagainya. Hal tersebut perlu dijelaskan, agar kita di Indonesia jangan sampai terbawa oleh arus kacaunya cara berfikir dari para penulis di negara Belanda, karena mereka itu sering kali telah menyebut tujuan dari pemidanaan dengan perkataan tujuan dari pidana, sehingga ada beberapa penulis di tanah air yang tanpa menyadari kacaunya cara berfikir para penulis Belanda itu, secara harafiah telah menerjemahkan perkataan
3
CRIlECeLETPLa1' dengan perkataan “tujuan dari
pidana”, padahal yang dimaksud dengan perkataan
3
CRHECILETPLa1' itu
sebenarnya adalah “tujuan dari pemidanaan”. 58
57 58
Bonger, 1982 . Pengantar Tentang Kriminologi. PT. Pembangunan, Jakarta. hlm. 24-25. Lamintang, 1984b. Op.cit., hlm. 49.
32
E. Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Kejahatan merupakan sebuah istilah yang sudah lazim dan populer di kalangan masyarakat Indonesia atau crime bagi orang Inggris. Tetapi, jika ditanyakan; apakah sebenarnya yang dimaksud dengan kejahatan ? Orang mulai berpikir dan atau bahkan balik bertanya. Menurut Hoefnagels kejahatan merupakan suatu pengertian yang relatif. Banyak pengertian yang digunakan dalam ilmu-ilmu sosial yang berasal dari bahasa sehari-hari (common parlance), tetapi sering berbeda dalam mengartikanya. Mengapa demikian ? Hal itu disebabkan bahasa sehari-hari tidak memberikan gambaran yang jelas tentang kejahatan, tetapi hanya merupakan suatu ekspresi dalam melihat perbuatan tertentu. 59 Di samping itu, Howard Abadinsky menulis bahwa kejahatan sering dipandang sebagai mala in se atau mala prohibita. Mala in se menunjuk kepada perbuatan, yang pada hakikatnya, kejahatan, contohnya pembunuhan. Sedangkan, Mala pro hibita menunjuk kepada perbuatan yang oleh negara ditetapkan sebagai perbuatan yang dilarang (unlawful). Berkaitan dengan hal tersebut, Sahetapy menulis bahwa pengertian atau makna kejahatan bisa tumpang tindih dengan pengertian kejahatan secara yuridis atau bisa juga serupa dengan makna kejahatan secara kriminologis. Namun, yang jelas, menurut Sahetapy, makna dan ruang lingkup kejahatan secara yuridis tidak sama dan tidak serupa dengan kejahatan secara kriminologis. 60
59 M.
Arief Amrullah, 2004. Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering). Bayumedia Publishing, Malang. hlm. 2. 60 M. Arief Amrullah, 2004. Loc. cit.
33
Munculnya berbagai bentuk kejahatan dalam dimensi baru, akhir-akhir ini, menunjukkan bahwa kejahatan berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat termasuk kejahatan pencucian uang. Hal itu sebagaimana ditulis oleh Benedict S. Alper bahwa kejahatan sebenarnya merupakan problem sosial yang paling tua.61 Sebagaimana ditulis oleh Hans G. Nilsson, Money Laundering telah menjadi permasalahan yang menarik bagi masyarakat dunia pada hampir dua dekade dan khususnya Dewan Eropa (Council of Europe) yang merupakan organisasi internasional pertama. Dalam Rekomendasi Komite para Menteri dari tahun 1980 telah mengingatkan masyarakat internasional akan bahayabahayanya terhadap demokrasi dan Rule of Law. Dalam rekomendasi tersebut juga dinyatakan, bahwa transfer dana hasil kejahatan dari negara satu ke negara lainnya dan proses pencucian uang kotor melalui penempatan dalam sistem ekonomi telah meningkatkan permasalahan serius, baik dalam skala nasional maupun internasional. Namun demikian, hampir satu dekade rekomendasi tersebut tidak berhasil menarik perhatian masyarakat internasional terhadap masalah tersebut. Baru kemudian setelah meledaknya perdagangan gelap narkotika pada tahun 1980-an, telah menyadarkan masyarakat internasional bahwa money laundering telah menjadi sebuah ancaman terhadap seluruh keutuhan sistem keuangan dan pada akhirnya dapat menimbulkan permasalahan serius terhadap stabilitas demokrasi dan Rule of Law. 62
61 62
Ibid., hlm. 5 Ibid., hlm. 7
34
Adapun tujuan utama dilakukannya jenis kejahatan ini adalah untuk menghasilkan keuntungan, baik bagi individu maupun kelompok yang melakukan kejahatan tersebut. Menurut suatu perkiraan baru-baru ini, hasil dari kegiatan money laundering di seluruh dunia, dalam perhitungan secara kasar, berjumlah satu triliun Dolar setiap tahun. Dana-dana gelap tersebut akan digunakan oleh pelaku untuk membiayai kegiatan kejahatan selanjutnya. Selain itu, Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan bahwa jumlah keseluruhan money laundering di dunia diperkirakan antara dua sampai dengan lima persen produk domestik bruto dunia. Apabila menggunakan statistik tahun 1996, persentase tersebut menunj ukkan bahwa money laundering berkisar antara 590 miliar US Dolar sampai dengan 1,5 triliun US Dolar. Angka terendah, kira-kira setara dengan nilai keseluruhan produk ekonomi Spanyol. Selain itu Hans G. Nilsson, berdasarkan perkiraan Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) bahwa setiap tahun di Eropa dan Amerika Utara berkisar antara 60 hingga 80 miliar Dollar AS telah terjadi pencucian dalam sistem keuangan. 63 Berdasarkan uraian di atas, timbul pertanyaan : ”apakah yang dimaksud dengan money laundering tersebut“ ? Terdapat bermacam-macam pengertian tentang money laundering, namun semua tetap dalam salah satu jenis kejahatan yang potensial dalam mengancam berbagai kepentingan baik dalam skala nasional maupun internasional. Money laundering merupakan sebuah istilah yang kali pertama digunakan di Amerika Serikat. Istilah tersebut menunjuk
63
Ibid., hlm. 8
35
kepada pencucian hak milik mafia, yaitu hasil usaha yang diperoleh secara gelap yang dicampurkan dengan maksud menjadikan seluruh hasil tersebut seolah-olah diperoleh dari sumber yang sah. Singkatnya, istilah money laundering kali pertama digunakan dalam konteks hukum dalam sebuah kasus di Amerika Serikat pada tahun 1982. Kasus tersebut menyangkut denda terhadap pencucian uang hasil penjualan kokain Colombia. Dalam perkembangannya, proses yang dilakukan lebih kompleks lagi dan sering menggunakan cara mutakhir sedemikian rupa sehingga seolah-olah uang yang diperoleh benar-benar alami. Karena itu, wajar jika dalam The National Money Laundering Strategy for 2000 yang merupakan blueprint Amerika Serikat dalam upaya menanggulangi money laundering telah dikemukakan bahwa money laundering itu relatif mudah untuk diucapkan, akan tetapi sulit dilakukan investigasi dan penuntutan. Khususnya, seseorang yang melakukan sebuah transaksi keuangan dengan ketentuan bahwa dana atau kekayaan yang dilakukan transaksi itu adalah hasil kejahatan. 64 Kembali kepada pertanyaan, mengenai pengertian money laundering tersebut, Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) merumuskan bahwa money laundering adalah proses menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul hasil kejahatan. Proses tersebut untuk kepentingan penghilangan jejak sehingga memungkinkan pelakuya menikmati keuntungankeuntungan itu dengan tanpa mengungkap sumber perolehan. Penjualan senjata secara ilegal, penyelundupan, dan kegiatan kejahatan terorganisasi, contohnya perdagangan obat dan prostitusi, dapat menghasilkan jumlah uang yang banyak.
64
Ibid., hlm. 9.
36
Penggelapan, perdagangan orang dalam (insider trading), penyuapan dan bentuk penyalahgunaan komputer dapat j uga menghasilkan keuntungan yang besar dan menimbulkan dorongan untuk menghalalkan (legitimize) hasil yang diperoleh melalui money laundering. Bambang Setijoprodjo mengutip pendapat dari M. Giovanoli dan Mr. J. Koers masing-masing menulis seperti berikut. 1.
2.
Money Laundering merupakan suatu proses dan dengan cara seperti itu, maka aset yang diperoleh dari tindak pidana (kejahatan, pen) dimanupulasikan sedemikian rupa sehingga aset tersebut seolah berasal dari sumber yang sah (legal). Money Laundering merupakan suatu cara untuk mengedarkan hasil kejahatan ke dalam suatu peredaran uang yang sah dan menutupi asal-usul uang tersebut. 65 Dalam Pasal 641 Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana 1999 – 2000 dinyatakan : “Setiap orang yang menyimpan uang di bank atau di tempat lain, mentransfer, menitipkan, menghibahkan, menginvestasikan, membayar dengan uang atau kertas bernilai uang yang diketahui atau patut diduga diperoleh dari tindak atau tindak pidana korupsi, ...” Dalam penjelasannya pada intinya dinyatakan bahwa ketentuan Pasal 641 tersebut lazim dikenal dengan istilah pencucian uang hasil kejahatan (money laundering). Sebagai perbandingan, dalam Section 81 (3) dari Proceeds of Crime Act 1987 (Cth) Gabriel A. Moens, merumuskan money laundering sebagai berikut, yaitu seseorang dapat dikatakan melakukan pencucian uang jika : 1. Seseorang yang melakukan baik langsung maupun tidak langsung, dalam situasi transaksi yang menggunakan uang, atau kekayaan lainnya, yang diperoleh dari hasil kejahatan; atau
65
Ibid., hlm. 10.
37
2. Seseorang menerima, memiliki, menyembunyikan, memberikan atau memasukkan uang ke Australia, atau kekayaan lainnya, yang diperoleh dari hasil kejahatan; dan seseorang yang mengetahui, atau seharusnya menduga bahwa uang atau kekayaan lainnya itu diperoleh atau diketahui, baik langsung maupun tidak langsung dari sejumlah bentuk kegiatan yang melawan hukum. 66 Selanjutnya, menurut ketentuan Article 38 (3) Finance Act 1993 Luxembourg, pencucian uang dapat didefinisikan sebagai suatu perbuatan yang terdiri atas penipuan, menyembunyikan, pembelian, pemilikan, menggunakan, menanamkan, penempatan, pengiriman, yang dalam undang-undang yang mengatur mengenai kejahatan atau pelanggaran secara tegas menetapkan status perbuatan tersebut sebagai tindak pidana khusus, yaitu suatu keuntungan ekonomi yang diperoleh dari tindak pidana lainnya. Hasil yang diperoleh dari kejahatan tersebut, selanjutnya perlu dicuci guna mengaburkan sumber perolehannya. Adapun metode proses pencucian itu mel i puti tiga tahap. Pertama, adalah placement harta kekayaan ke dalam sistem keuangan melalui bank atau lembaga keuangan lainnya. Negara-negara harus ada persyaratan pelaporan terhadap transaksi tunai yang besar, di mana transaksi transaksi tersebut dilakukan melalui jumlah yang lebih besar dengan –
memecahnya ke dalam transaksi-transaksi kecil, yaitu yang disebut dengan smurfing. Di samping itu, pendekatan alternatif lainnya adalah secara fisik melakukan penyelundupan dalam jumlah besar uang tunai ke luar negeri dan menyimpannya di negara di mana persyaratan pelaporannya kurang ketat. Kedua, tahapan dalam pencucian uang meliputi apa yang pada umumnya disebut dengan layering, yaitu memisahkan dana (kekayaan) dari asalnya dan dilakukan
66
M. Arief Amrullah, 2004. Loc. cit.
38
untuk menyamarkan apa yang sebenarnya dan membuat tidak jelas dalam melakukan penelusurannya. Ketiga adalah integration, yang membutuhkan penempatan kekayaan yang diperoleh dari hasil kejahatan ke dalam ekonomi yang sah tanpa menimbukan kecurigaan asal perolehannya. Contoh untuk tahap ketiga ini adalah pembelian real estate atau dapat melibatkan bank di negaranegara yang tidak mempunyai peraturan mengenai money laundering. 67 Di Australia, menurut Gabriel A. Moens, pada umumnya metoda yang digunakan untuk melakukan pencucian uang terdiri atas : 1. Real estate, kekayaan atau aset lainnya dibeli dengan menggunakan nama samaran, seperti perusahaan, keluarga atau teman. 2. Concealed identity, dana didepositokan, atau dipindahkan melalui rekening dengan nama samaran (tidak sebenarnya) seperti halnya perusahaan, keluarga atau teman. 3. Funds sent overseas, hasil kejahatan dikirim ke luar negeri dengan menggunakan beberapa sarana termasuk PeDRESIOTI PEECK/MTI PEGFILDLIK cheques, atau bahkan uang tersebut dibawa secara fisik ke luar negeri. 4. False income, utang palsu dibuat dengan jalan si pelaku seolah telah berutang dengan orang lain dan pembayaran itu dilakukan dari hasil kejahatan yang disediakan untuk orang tersebut. Cara ini meliputi deposito palsu atas kekayaan yang dimiliki oleh pelaku, pinjaman keluarga, atau pinjaman kepada perusahaan yang dimiliki oleh pelaku. Kemungkinan lain pinjaman palsu tersebut dibuat dengan jalan si pelaku seolah berutang kepada orang lain dan utang tersebut akan dibayar kembali dengan hasil kejahatan. 5. Mingling, dana dijalankan melalui struktur bisnis agar dana tersebut seolah menjadi bagian dari kegiatan bisnis yang sah. 68 Pada mulanya, memang, kejahatan pencucian uang selalu dikaitkan dengan perdagangan narkotika atau psikotropika, tetapi dalam perkembangannya diperluas hingga meliputi uang haram hasil dari kejahatan-kejahatan
terorganisasi yang lain. Hal itu seperti yang tercantum dalam Rekomendasi 1 dari The Forty Recommendations yaitu Each country should take immediate steps to ratify and to implement fully, the 1988 United Nations Convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances (Konvensi Wina). Dalam perkembangan selanjutnya, money laundering menjangkau terrorist assets, reporting suspicious transactions related to terrorism. Bahkan dalam The Forty Recommendations yang telah revisi pada tahun 2003, FATF telah pula mencantumkan The 2000 United Nations Convention sebagai ruang lingkup dari tindak pidana pencucian uang. Berkaitan dengan rumusan yang tercantum dalam Pasal 641 RUU tentang KUHP di atas, para konseptor atau perancang ketentuan Pasal 641 tersebut telah mengembangkan cakupan dari kejahatan pencucian uang tidak hanya terbatas pada uang hasil dari perdagangan gelap narkotika atau psikotropika. Saat ini, dengan telah berlakunya undang-undang tentang tindak pidana pencucian uang, di mana dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 30) secara limitatif disebutkan ada lima belas tindak pidana yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan. Bahkan dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 108) tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002, ketentuan yang tercantum dalam UndangUndang No. 15 Tahun 2002 telah ditingkatkan lagi menjadi dua puluh lima tindak pidana yang dikategorikan sebagai kejahatan. 69
69
M. Arief Amrullah, 2004. Loc. cit.
67 68
Ibid., hlm. 11. Ibid., hlm. 12.
40
Dalam praktik kegiatan money laundering hampir selalu melibatkan perbankan karena adanya globalisasi perbankan sehingga melalui sistem pembayaran terutama yang bersifak elektronik (electronic funds tranfer) dana hasil kejahatan yang pada umumnya dalam jumlah besar akan mengalir atau bergerak melalui batas yurisdiksi negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank yang umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan. Menurut Sundari S. Arie, proses money laundering diwuj udkan dalam tiga tahapan sebagai berikut : 1. Placemet stage Yaitu suatu tahapan menempatkan uang hasil kejahatan pada sistem keuangan yang antara lain dilakukan memalui pemecahan sejumlah besar uang tunai menjadi jumlah kecil yang tidak mencolok untuk ditempatkan dalam simpanan (rekening) bank, atau dipergunakan untuk membeli sejumlah instrumen keuangan (sheques, money orders, etc.) yang akan ditagihkan dan selanjutnya didepositosikan di rekening bank yang berada dilokasi lain. Dalam tahapan ini uang hasil kejahatan adakalanya dipergunakan untuk membeli suatu aset/property di yurisdiksi setempat atau diluar negeri. 2. Layering stage Setelah uang hasil kejahatan masuk dalam sistem keuangan, pencuci uang akan terlibat dalam serentetan tindakan konversi atau penggerakan dana yang dimaksud untuk menjauhkan dari sumber dana. Dana tersebut mungkin disalurkan melalui pembelian dan penjualan instrumen keuangan, atau pencucian uang dengan cara sederhana mengirimkan uang tersebut melalui electronic funds/wire tranfer” kepada sejumlah bank yang berada dibelahan dunia lain. Tindakan untuk menyebarkan hasil kejahatan kedalam negara yang tidak mempunyai rezim anti money laundering, dalam beberapa hal mungkin dilakukan dengan menyamarkan transfer melalui bank sebagai pembayaran pembelian barang atau jasa sehingga tindakan tersebut seolaholah nampak sebagai suatu tindakan hukum yang sah. 3. Integration stage Dalam tahapan ini hasi kejahatan di investasikan dalam kegiatan ekomoni yang sah misalnya pencucian uang akan memili h menginvestasikan dalam bentuk pembelian real estate, aset-aset yang mewah, atau ditanamkan dalam kegiatan usaha yang mengandung risiko. 70 “
70
Sundari, S. Arie, 2002, Penerapan Know Your Customer Principle di Perbankan dan Kaitannya Dengan UU Tindak Pidana Pencucian Uang, Jurnal Keadilan Vol. 2, Center For Law And Justice Studies, Jakarta, hlm. 33
Menurut Munir Fuady ada 8 (delapan) modus operandi pencucian uang yaitu sebagai berikut : 1. Kerjasama Penanaman Modal, Uang hasil kejahatan dibawa ke luar negeri. Kemudian uang itu dimasukkan lagi ke dalam negeri lewat proyek penanaman modal asing (joint venture). Selanj utnya keuntungan dari perusahaan joint venture dii nvestasikan lagi ke dalam proyek-proyek yang lain, sehingga keuntungan dari proyek tersebut sudah uang bersih bahkan sudah dikenakan pajak. 2. Kredit Bank Swiss Uang hasil kejahatan diselundupkan dulu ke luar negeri lalu dimasukkan di bank tertentu, lalu di transfer ke bank Swiss dalam bentuk deposito. Deposito dijadikan jaminan hutang atas pinjaman di bank lain di negara lain. Uang dari pinjaman ditanamkan kembali ke negara asal di mana kejahatan dilakukan. Atas segala kegiatan ini menjadikan uang itu sudah bersih. 3. Transfer ke luar Negeri Uang hasil kejahatan ditransfer ke luar negeri lewat cabang bank luar negeri di negara asal. Selanjutnya dari luar negeri uang dibawa kembali ke dalam negeri oleh orang tertentu seolah-olah uang itu berasal dari luar negeri. 4. Usaha Tersamar di dalam Negeri Suatu perusahaan samaran di dalam negeri didirikan dengan uang hasil kejahatan. Perusahaan itu berbisnis tidak mempersoalkan untung atau rugi. Akan tetapi seolah-olah terjadi adalah perusahaan itu telah menghasilkan uang bersih. 5. Tersamar Dalam Perj udian Uang hasil, kejahatan didirikanlah suatu usaha perjudian, sehingga uang itu dianggap sebagai usaha j udi. Atau membeli nomor undian berhadiah dengan nomor menang dipesan dengan harga tinggi sehingga uang itu dianggap sebagai hasil menang undian. 6. Penyamaran Dokumen Uang hasil kejahatan tetap di dalam negeri. Keberadaan uang itu didukung oleh dokumen bisnis yang dipalsukan atau direkayasa sehingga ada kesan bahwa uang itu merupakan hasil berbisnis yang berhubungan dengan dokumen yang bersangkutan. Rekayasa itu misalnya dengan melakukan double invoice dalam hal ekspor impor sehingga uang itu dianggap hasil kegiatan ekspor impor. 7. Pinjaman Luar Negeri –
42
Uang hasil kejahatan dibawa ke luar negeri. Kemudian uang itu dimasukkan lagi ke dalam negeri asal dalam bentuk pinjaman luar negri. Sehingga uang itu dianggap diperoleh dari pinjaman (bantuan kredit ) dari luar negeri. 8. Rekayasa Pinjaman Luar Negeri Uang hasil kejahatan tetap berada di dalam negeri. Namun dibuat rekayasa dokumen seakan-akan bantuan pinjaman dari luar negeri. 71 Dalam rumusan Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, disebutkan bahwa : Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul dana kekayaan, sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Dikemukakan oleh Irman TB, bahwa tindak pidana pencucian uang sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 6 (1) Undang-undang No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang No. 25 tahun 2003 mengandung unsur sebagai berikut: 1. Setiap orang; 2. Menerima atau menguasai; 3. Penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan atau penukaran; 4. Harta kekayaan; 5. Diketahuinya atau patut didganya; 6. Merupakan hasil tindak pidana. Sehingga dalam unsur tindak pidana pencucian uang terdapat unsur pokok yang harus selalu ada dalam setiap tindak pidana pencucian uang yaitu : 1. 71
Kegiatan transaksi;
Munir Fuady, 2001. Hukum Perbankan Indonesia. Cirtra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 155
43
2. 3.
Sesuatu harta kekayaan; Perbuatan melanggar hukum. Dengan demikian menurut Irman, TB. pola pencucin uang adalah telah
terjadi suatu tindak pidana asal (predicate crime) kemudian menghasilkan harta kekayaan dan harta kekayaan tersebut ditransaksikan ke dalam penyedia jasa keuangan. Pola ini dapat digambarkan sebagai berikut : 72 Alur Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang Perbuatan Tindak Pidana Money Laundring Melawan Hukum 72 Irman,
Perbuatan Melawan Hukum
TB. 2006, Hukum Pembuktian Pencucian Uang,
MQ hlm. 81.
g
yy
p
Diketahui/patut diduga hasil tindak pidana
Tndak Pidana Asal (predicate crime)
Harta Kekayaan dari Tindak Pidana
Transaksi Penempatan Transfer dst
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi yuridis positivis, yakni bahwa hukum identik dengan norma tertulis yang dibuat oleh yang berwenang, selama ini hukum dibuat sebagai suatu sistem normatif yang bersifat otonom tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat. 73 B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu penelitian yang menggambarkan peraturan perundangundangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum positif yang menyangkut permasalahan yang sedang diteliti. 74 C. Lokasi Penelitian, Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di Pengadilan Negeri Purwokerto. D. Sumber Data Sehubungan dengan metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan yuridis normatif, maka sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Sumber data sekunder dimaksud meliputi peraturan perundangSoemitro Ronny Hanitijo, 1988. Metode Penelitian Hukum dan Yurimetri. Ghalia Indonesia, Jakarta. hlm. 11 74 Ibid., hlm. 98 73
44
45
undangan yang berlaku, buku-buku literatur, dokumen atau arsip-arsip yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang diteliti dan Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Perkara Nomor : 36/Pid.Sus/201 1/PN. Pwt. E. Metode Pengumpulan Data Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dengan metode studi kepustakaan (library research), yaitu mempelajari Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor : 36/Pid.Sus/201 1/PN. Pwt, peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur, dan dokumen resmi yang ada relevansinya dengan pokok permasalahan yang sedang diteliti. F. Metode Penyajian Data Data yang diperoleh selanjutnya disajikan dalam bentuk uraian yang disusun secara sistematis, logis, dan rasional. Dalam arti keseluruhan data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya dan disesuaikan dengan pokok permasalahan sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh dengan pokok permasalahan yang diteliti. G. Metode Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara normatif kualitatif yaitu menjabarkan dan menafsirkan data berdasarkan asas-asas, norma-norma, teori/doktrin ilmu hukum khususnya hukum pidana. 75
75
Ibid., hlm. 51
46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan terhadap putusan Pengadilan Negeri Purwokerto perkara Nomor : 36/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, tentang ti ndak pidana “Menerima, Menguasai Penempatan dan Pentransferan Yang Patut Diduganya Merupakan Hasil Tindak Pidana Yang Terkait Dengan Narkotika Secara Bersama-sama dan Berlanj ut”, dari hasil penelitian tersebut pada pokoknya dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Duduk Perkara Terdakwa I Unum Haeni dan terdakwa II Didi Riyanto bersama Ir. A.R. Farida, Khamil Yahyanoor, Laurens Joosvia Marpaung Als. Edi Johnson Als. Hendrik, Mugilan Anguthan, Perumal G. Anguthan, A. Arivananthan Anguthan, Leo Nababan, Suryabahadur Tamang Als. Kiran Als. Borki Als. David, pada hari Senin tanggal 5 Nopember 2008 sampai dengan hari Jum‟at 29 Oktober 2010 atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Oktober 2010 sampai dengan bulan Desember 2010, bertempat di Bank Central Asia Purwokerto Jl. Jenderal Soedirman Purwokerto, atau setidak-tidaknya di tempat-tempat lain yang masih termasuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Purwokerto yang berwenang memeriksa dan mengadili perkaranya, telah melakukan atau yang menyuruh lakukan atau turut melakukan beberapa perbuatan perhubungan, sehingga dengan demikian
47
harus dipandang sebagai salah satu perbuatan yang diteruskan, menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana Narkotika. 2. Dakwaan Para Terdakwa dihadapkan di muka persidangan Pengadilan Negeri Purwokerto atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan Alternatif Subsidairitas, yaitu sebagai berikut : - Dakwaan Kesatu Primair : Perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika - Subsidair : Perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalamPasal 112 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 Atau - Kedua Primair : Perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 137 huruf a UU No. 35 Tahun 2009 jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP - Subsidair : Perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 137 huruf b UU No. 35 Tahun 2009 jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP
48
Atau - Ketiga Primair : Perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang - Subsidair : Perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 4 UU No 8 Tahun 2010 jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP - Lebih Subsidair : Perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010 jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP 3. Saksi dan Barang bukti a. Saksi Untuk membuktikan dakwaannya Penuntut Umum telah mengajukan saksi-saksi yang telah memberikan keterangan di bawah sumpah, saksi-saksi tersebut adalah : 1) Saksi : Suraedi 2) Saksi : Toto Susilo 3) Saksi : Heru Subiarso
49
4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14)
Saksi : Laurens Hoosvia arpaung als. Edi Jonsons als. Hendrik Saksi : Surya Bahadur Tamang als. Kiran als. Boski Saksi : Ulfa Afria Saksi : Endarto Putra Jaya, SH Saksi : Indah Puji Astuti Saksi : AR. Farida Saksi : Arivananthan Anguthan Saksi : Perumal Angutah Saksi : Tet Mie Saksi : Michael Sutrisno Saksi : Mohammad Novian, SH.MH (saksi ahli)
b. Barang bukti 1) 2) 3) 4)
1 (satu) buah Handphone Merk HT Mobile 1 (satu) buah Handphone Merk Sonny Erikson 1 (satu) buah SIM Card Simpati No. 082113892484 1 (satu) buah SIM Card XL No. 087837444590
(Disita dari Unun Haeni) 1) 2)
1 (satu) buah Handphone Merk Smart Freen warna Putih tanpa kartu 1 (satu) buah Handphone NOKIA type 5000 warna Biru Tua tanpa kartu 3) 1 (satu) buah Handphone NOKIA type 1202 tanpa kartu 4) 1 (satu) buah Handphone NOKIA type 1280 berikut SIM Card No. 087872156432 (Disita dari Didi Riyanto)
50
1) Kwitansi pembelian sebidang tanah yang terletak di Desa Sidabowa, Kecamatan Patikaraja, Kabupaten Banyumas, sejumlah 3 lembar dengan Kode BB A-C 2) Sebidang tanah yang terletak di Desa Sidabowa RT 04/IV Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas seluas 191 M 2. 3) Kwitansi pembelian sebidang tanah yang terletak di Desa Sidabowa, Kecamatan Patikaraja, Kabupaten Banyumas, sejumlah 1 lembar dengan Kode BB D 4) Sertifikat Hak Milik Nomor: 00694 Desa Sidabowa, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas atas nama Murdono dan Akta Jual Beli yang belum jadi sejumlah 1 Buku dengan kode BB-E 4. Keterangan Terdakwa a. Terdakwa I : Unun Haeni - Terdakwa II (Didi Riyanto) adalah kakak kandung Terdakwa I (Unun Haeni); - Terdakwa Didi (Terdakwa II) bekerja di Rupbasan Purwokerto dan sebelumnya bekerja di LP Nusakambangan, tetapi tidak tahu jabatannya; - Terdakwa I (Unun Haeni) bekerja di Kaldo Sari Nabati Cabang Purwokerto, sebelumnya bekerja di : pertama tahun 2004 bekerja di Frisian Flag, kedua tahun 2006 pindah di Kalbe Farma, ketiga tahun
5
2008 pindah di PT. Fontena Brand Indonesia, dan keempat tahun 2010 sampai sekarang Terdakwa I bekerja di Kaldo Sari Nabati; - Karena pekerjaan Terdakwa I pindah-pindah, setiap kali pindah perusahaan dari perusahaan menyuruh untuk membuka rekening baru; - Terdakwa I mempunyai 5 (lima) rekening di BCA Purwokerto yang digunakan untuk menerima gaji Terdakwa I (Unun Haeni), dari 5 rekening tersebut, ada 2 rekening yang dibuat atas perintah Terdakwa II (Didi Riyanto) semua rekening ada ATM nya dan yang menggunakan MB ada 2 rekening, satu dipegang oleh Terdakwa I dan satu dipegang oleh Terdakwa II; - Terdakwa II pernah meminjam semua rekening BCA milik Terdakwa I, 3 rekening dipegang oleh terdakwa I dan 2 rekening dipegang oleh Terdakwa II yang direrahkan ATM dan Buku Tabungan, dan MB; - Terdakwa II pinjam rekening BCA milik Terdakwa I menurut pengakuan Terdakwa II ada temannya yang mau tranfer dan uangnya akan diambil; - Setelah pinjam rekening kadang langsung dikembalikan dan kadang dipegang dulu oleh Terdakwa II, jika Terdakwa I butuh kemudian menghubungi Terdakwa II melalui telpon untuk minta rekening Terdakwa I agar dikembalikan, setelah itu ATM beserta bukunya diserahkan lagi kepada Terdakwa II; - Terdakwa I mempunyai rekening di bank lain yaitu di BRI, tetapi Terdakwa II tidak pernah meminjam rekening BRI milik Terdakwa I;
5
- Sebagai pemilik rekening Terdakwa I pernah melihat saldo di buku tabungan yang dipinj am oleh Terdakwa II, karena saksi pernah disuruh untuk mengecek dan prin out Buku, Terdakwa I juga pernah disuruh oleh Terdakwa II untuk mentransfer baik melalui Teller maupun MB yang nilainya besar-besar; - Saldo paling kecil Rp 1 j uta Rp 2 j uta, ada j uga saldo sebesar Rp 50 –
juta, Rp 70 juta, Rp 200 juta dan yang terbesar Rp 462 juta; - Pada waktu disuruh untuk mentransfer Terdakwa II memberikan nomor rekening dan nama orang yang akan ditransfer, akan tetapi Terdakwa I lupa pernah transfer kepada siapa saja karena tidak pernah mengingatingat, tetapi lebih dari 10 (sepuluh) orang; - Terdakwa I tidak tahu uang tersebut uang apa, karena curiga Terdakwa I pernah bertanya kepada Terdakwa II tetapi Terdakwa II tidak pernah memberi tahu, dan hanya menj awab uang tersebut bukan dari hasil kejahatan, apa yang disuruh dikerjakan saja, selanjutnya Terdakwa I tidak pernah bertanya lagi kepada Terdakwa II; - Terdakwa II meminj am rekening milik Terdakwa I karena kebanyakan yang transfer melalui rekening BOA sedang Terdakwa II tidak mempunyai rekening BOA sehingga pinj am rekening Terdakwa I; - Terdakwa I pernah menyuruh Terdakwa II untuk membuka rekening di BOA tetapi Terdakwa II mengatakan tidak perlu karena sudah menggunakan rekening Terdakwa I;
5
- Terdakwa I kenal dengan saksi Ulfa karena pernah menjadi partner dalam satu perusahaan yang ditempatkan di Moro Purwokerto; - Pada tahun 2008 Terdakwa I pernah pinjam ATM milik saksi Ulfa, saat itu Terdakwa II datang ke tempat kerjaan Terdakwa I di Moro mau pinjam ATM milik Terdakwa I karena ada temannya mau transfer, akan tetapi saat itu Terdakwa I tidak membawa ATM, kemudian Terdakwa II menyuruh Terdakwa I untuk meminjam temannya, selanjutnya Terdakwa I meminjam ATM milik saksi Ulfa; - Terdakwa I pernah disuruh oleh Terdakwa II untuk menerima telpon dan bicara dengan Surya Bahadur als. Boski als. Kiran tujuannya adalah untuk berkenalan saja; - Sebelumnya Terdakwa I belum pernah bertemu dengan Boski als. Kiran, Terdakwa I bertemu Boski als. Kiran pada waktu di BNN; - Terdakwa I pernah tanya kepada Terdakwa II siapa Boski als. Kiran tersebut dan dijawab oleh Terdakwa II bahwa Boski als. Kiran adalah Napi di Nusakambangan; - Semula Terdakwa I tidak tahu uang apa yang masuk ke rekening dan yang di transfer Terdakwa I, Terdakwa I tahu dari penyidik BNN bahwa ternyata rekening milik Terdakwa I telah dipinjamkan kepada Kiran oleh Terdakwa II; - Setelah rekening Terdakwa I diblokir, Terdakwa I sms kepada Ulfa mengajak bertemu, dan ternyata rekening milik saksi Ulfa juga diblokir;
54
- Di dalam Terdakwa I membantu Terdakwa II melakukan transaksi baik menerima dan mentransfer tidak mendapatkan apa-apa, Terdakwa II memang sering memberi uang kepada Terdakwa I sebesar Rp 50.000,0 tetapi uang tersebut untuk keperluan sehari-hari yaitu untuk membantu orang tua, karena Tersdakwa I tinggal bersama orang tua; - Dalam 1 bulan Terdakwa II kadang memberi uang hingga 3 kali, Terdakwa I juga pernah diberi uang sebesar Rp 1 juta sebanyak 2 kali pada waktu akan membali HP dan waktu akan pasang PAM di rumah, pada waktu disuruh untuk membuka rekening Terdakwa II juga memberi uang sebesar Rp 500 ribu untuk buka rekening; - Terdakwa II pernah menjalankan bisnis hiasan bunga tetapi sekarang sudah berhenti, dalam menjalankan bisnis tersebut tidak memerlukan modal hingga Rp 400 juta; - Rekening yang masih aktif adalah nomornya ... 31614, setalah Terdakwa I pindah ke Kaldo Sari Nabati kemudian pindah bank Permata dan nomor rekening tersebut tidak digunakan lagi; - Terdakwa I menyesal; - Terdakwa I belum pernah dihukum. b. Terdakwa II : Didi Riyanto - Terdakwa II bekerja sebagai PNS di LP Besi Nusakambangan sejak tahun 2000 s/d tahun 2008, dan sekarang bekerja di Rupbasan Purwokerto;
55
- Tahun 2005 Terdakwa II kenal dengan Surya Bahadur Tamang als. Boski. Als. Kiran di LP Besi Nusakambangan, saat itu kapasitas Terdakwa sebagai Pegawai LP dan Surya Bahadur als. Boski als. Kiran sebagai Napi kasus Narkoba yang dihukum selama 20 tahun; - Setelah berkenalan kemudian da komunikasi, karena sebagai Napi jauh dari keluarga, jika keluarga ingin kirim uang untuk keperluan Napi minta tolong kepada pegawai, lalu Surya Bahadur als. Boski als. Kiran minta tolong kepada Terdakwa II untuk menerima kiriman uang dari keluarga Boski als. Kiran; - Sejak tahun 2005 Terakwa II meminjam dan menggunakan rekening atas nama Terdakwa I, rekening tersebut ada ATM dan Mobile Banking; - Adik Terdakwa II yaitu Terdakwa I mempunyai 5 rekening dan semuanya pernah dipinjam oleh Terdakwa II; - Semula transfer yang diterima dari isteri Boski als. Kiran bernama Fitriyani di Jakarta sebesar Rp 3.5 juta, kemudian transfer dari teman Boski als. Kiran, kadang nilainya sedikit dan kadang banyak; - Di dalam tahanan boleh membawa HP karena itu kebijakan pimpinan, jika ada transfer kalau Terdakwa II sedang dinas pemberitahuannya secara langsung, jika tidak sedang dinas pemberitahuannya melalui telpon; - Atas perintah Kiran, Terdakwa II disuruh mengecek uang yang masuk ke rekening berapa, nanti sebagian dikirim lagi kesini dan kesitu,
56
Boski als. Kiran memberikan nama, nomor rekenig dan nominal uang yang akan ditransfer, jika ada transfer yang nilainya besar di rekening yang dipegang Terdakwa I, lalu Terdakwa II menyuruh Terdakwa I untuk mengecek; - Di rekeing an. Terdakwa I pernah menerima transfer dari rekening Farida sebesar Rp 462 juta, kemudian Terdakwa II menyuruh Terdakwa I untuk ambil melalui teller dan ditransfer lagi tetapi Terdakwa II lupa uang terebut ditransfer kepada siapa saja; - Uang yang ditransfer melalui ATM jumlahnya antara Rp 50 juta
–
Rp 70 j uta; - Terdakwa II di dalam membantu Boski als. Kiran untuk menerima dan mentransfer uang mendapat Fie (imbalan) dari Boski als. Kiran yang besarnya antara Rp 1 j uta s/d 2 j uta, akan tetapi pemberian upahnya semaunya Boski als. Kiran, tidak setiap perintah kemudain mendapat imbalan; - Fie (imbalan) tersebut digunakan untuk memnuhi kebutuhan sehari-hari dan tidak benar uang fie tersebut digunakan untuk membeli tanah, Terdakwa II membeli tanah dari uang dapat arisan dan jual perhiasan dari bawaan waktu nikah; - Terdakwa II pernah 2 kali pinjam rekening an. Ulfa yaitu pertama pinjam melalui Terdakwa I dan yang kedua pinjam sendiri kepada Ulfa; - Terdakwa II meminj am rekening milik U lfa karena rekening milik Terdakwa I diblokir;
57
- Terdakwa II pernah menyuruh saksi Ulfa untuk membuka rekening di BCA kemudian rekening tersebut dipakai dan dipegang oleh Terdakwa II; - Rekening an. Ulfa yang dipakai dan dipegang Terdakwa II ada 2 rekening, yang dipegang oleh Terdakwa II berupa ATM dan MB, jika tarik dengan buku Terdakwa II minta tolong kepada saksi Ulfa; - Menurut Terdakwa II melakukan seperti itu adalah hal biasa dan wajar, karena sebagian besar pegawai LP di Nusakambangan berbuat seperti itu; - Uang yang masuk dan yang ditransfer nilainya besar-besar, Terdakwa II pernah curiga dan tanya kepada Kiran mengenai uang tersebut uang apa, lalu dijawab oleh Kiran itu uang judi bola dan bukan uang Narkoba; - Terdakwa II dalam menerima dan mentransfer uang tidak menggunakan rekening atas nama sendiri, karena Kiran mengatakan supaya memakai rekening yang ada, adan karena Terdakwa II sudah beberapa kali minta tolong akhirnya keterusan; - Rekening Ulfa dan Unun (Terdakwa I) semua dipakai oleh Kiran, jika di rekening Ulfa jumlahnya tidak mencukupi untuk mentransfer, maka rekening Ulfa ditransfer dari rekening Terdakwa I, dan pernah juga transfer dari rekening Ulfa ke rekening Ulfa; - Terdakwa II pernah dengan menganai PPATK yaitu Lembaga yang mempunyai hak untuk memeriksa transaksi yang mencurigakan;
58
- Terdakwa II pernah menyuruh Terdakwa I untuk menrima telepon dan bicara dengan Boski als. Kiran, tujuannya untuk memberikan kepercayaan kepada Boski als. Kiran, waktu itu rekening an. Unun sudah dipakai oleh Boski; - Terdakwa II menyesal; - Terdakwa II belum pernah dihukum. 5. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum a. Membebaskan Terdakwa I Unun Haeni dan Terdakwa II Didi Riyanto dari dakwaan Kesatu dan Kedua b. Menyatakan Terdakwa I Unun Haeni dan Terdakwa II Didi Riyanto telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pencucian Uang secara Bersama-sama dan Berlanjut” sebagaimana surat dakwaan alternatif Ketiga Lebih Subsidair Pasal 5 Undang-undang No. 8 Tahun 2010 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP c. Menjatuhkan pidana penjara terhadap Terdakwa I Unun Haeni selama 1 (satu) tahun dan Terdakwa II Didi Riyanto selama 2 (dua) tahun. d. Menjatuhkan pula pidana denda kepada Terdakwa I Unun Haeni dan Terdakwa II Didi Riyanto masing-masing sebanyak Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) subsidair masing-masing 3 (tiga) bulan kurungan; e. Menyatakan barang bukti berupa : 1) 1 (satu) buah Handphone Merk HT Mobile
2) 1 (satu) buah Handphone Merk Sonny Erikson
59
3) 1 (satu) buah Handphone Merk Smart Freen warna Putih tanpa kartu 4) 1 (satu) buah Handphone NOKIA type 5000 warna Biru Tua tanpa kartu 5) 1 (satu) buah Handphone NOKIA type 1202 tanpa kartu 6) 1 (satu) buah Handphone NOKIA type 1280 tanpa kartu 7) Sebidang tanah yang terletak di Desa Sidabowa RT 04/IV Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas seluas 191 M
2
berikut Sertifikat Hak
Milik Nomor: 00694 Desa Sidabowa, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas atas nama Murdono dan Akta Jual Beli yang belum jadi sejumlah 1 Buku dengan kode BB-E Dirampas untuk Negara; 1) 1 (satu) buah SIM Card Simpati No. 082113892484 2) 1 (satu) buah SIM Card XL No. 087837444590 3) Kwitansi pembelian sebidang tanah yang terletak di Desa Sidabowa, Kecamatan Patikaraja, Kabupaten Banyumas, sejumlah 3 lembar dengan Kode BB A-C 4) Kwitansi pembelian sebidang tanah yang terletak di Desa Sidabowa, Kecamatan Patikaraja, Kabupaten Banyumas, sejumlah 1 lembar dengan Kode BB D 5) SIM Card No. 087872156432 Dilampirkan dalam berkas perkara
60
f. Menetapkan agar Terdakwa I Unun Haeni dan Terdakwa II Didi Riyanto untuk membayar biaya perkara masing-masing sebanyak Rp 10.000,(sepuluh ribu rupiah). 6. Pertimbangan Hukum Hakim Untuk dapat mempersalahkan seseorang telah melakukan tindak pidana maka semua unsur dalam dakwaan harus terpenuhi dan terbukti secara sah dan meyakinkan. Karena dakwaan disusun secara Alternatif Subsidairitas maka Majelis diperkenankan memilih salah satu dakwaan antara dakwaan Kesatu, dakwaan Kedua atau dakwaan Ketiga yang sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan dan dari dakwaan alternatif yang terpilih tersebut Majelis akan mempertimbangkan dakwaan yang disusun secara subsidairitas tersebut mulai dakwaan Primair dan apabila dakwaan Primair tidak terbukti akan dipertimbangkan dakwaan berikutnya. Para Terdakwa dihadapkan di muka persidangan Pengadilan Negeri Purwokerto atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan Alternatif Subsidairitas. Karena dakwaan disusun secara alternatif maka memberikan kebebasan bagi Majelis Hakim untuk memilih dakwaan yang relevan untuk dipertimbangkan berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan. Berdasarkan fakta di persidangan Majelis Hakim memilih untuk mempertimbangkan dakwaan Ketiga, dalam dakwaan Ketiga Penuntut Umum mempunyai struktur dakwaan sebagai berikut :
61
a. Dakwaan Primair, melanggar Pasal 3 Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dalam dakwaan Ketiga Primer tidak terbukti sehingga para terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan Ketiga Primair tersebut. Karena dakwaan Ketiga Primair tidak terbukti maka Majelis akan mempertimbangkan dakwaan berikutnya yaitu dakwaan Ketiga Subsidair. b. Dakwaan Subsidair, melanggar Pasal 4 Undang-undang No. 8 Tahun 2010 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, dalam dakwaan Ketiga Sub sidair tidak terbukti sehingga para terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan Ketiga Subsidair tersebut, karena dakwaan Ketiga Subsidair tidak terbukti maka Majelis akan mempertimbangkan dakwaan berikutnya yaitu dakwaan Ketiga Lebih Sub sidair. c. Dakwaan Lebih Subsidair, melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun 2010 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, yang unsur-unsurnya sebagai berikut : 1) Setiap Orang 2) Menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diketahuinya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) 3) Sebagai orang yang melakukan, menyuruh lakukan atau turut melakukan 4) Beberapa perbuatan berhubungan, sehingga dengan demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan.
Ad. 1) Setiap Orang
62
Yang dimaksud unsur “setiap orang” adalah seseorang atau subjek hukum yang diajukan oleh Penuntut Umum ke depan persidangan karena didakwa telah melakukan suatu perbuatan pidana dengan identitas sebagimana diuraikan dalam surat dakwaan untuk menghi ndari terj adinya salah orang (error in person). Di depan persidangan telah dihadapkan seseorang bernama : Unun Haeni dan Didi Riyanto dengan identitas sebagaimana tersebut di atas sebagai para terdakwa atas identitas yang dipertanyakan Majelis Hakim terhadap terdakwa maka identitas tersebut diakui oleh para terdakwa secara tegas dan tidak dibantah di persidangan. Berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, para terdakwa adalah orang dewasa yang sehat j asmani dan rohani nya dan termasuk orang yang cakap berbuat hukum, karena selama pemeriksaan di persidangan tidak ditemukan adanya alasan pembenar dan pemaaf yang dapat menghapus sifat perbuatan para terdakwa. Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas maka unsur pertama ini telah terpenuhi. Ad. 2) Menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diketahuinya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Unsur kedua ini bersifat alternatif sehingga apabila salah satu sub unsur terbukti maka tidak perlu dibuktikan sub unsur yang lain.
63
bukti surat dikaitkan dengan barang bukti maka dapat diketahui Terdakwa II Didi Riyanto sebagai PNS di Lembaga Pemasyarakatan Besi Nusakambangan Cilacap, di mana ruang lingkup tugasnya antara lain pembinaan Narapidana, telah berkenalan dengan salah satu dari Narapidana yang ada yaitu Suryabahadur Tamang Als Kiran Als Boski Als David. Saat Terdakwa II Didi Riyanto berkenalan dengan saksi Suryabahadur Tamang Als Kiran Als Boski Als David, perkenalan tersebut selain berhubungan antara terdakwa dengan binaannya, juga berhubungan tentang penitipan uang guna kebutuhan makanan tambahan, lalu berkembang menjadi suatu kesepakatan untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan Cheker dan tarik tunai serta transfer, peran Terdakwa II dalam kegiatan tersebut adalah sebagai Cheker untuk mengetahui berapa uang masuk pada rekening yang dikuasai Terdakwa II dan kemudian tarik tunai serta transfer, sedangkan Suryabahadur Tamang Als Kiran Als Boski Als David berperan sebagai pengendali di dalam Lapas Besi Nusakambangan, adapun untuk menampung keluar masuknya keuangan, Terdakwa II bekerjasama dengan Terdakwa I Unun Haeni yang berperan membuka rekening di BCA Cabang Purwokerto atas nama Terdakwa I sekaligus juga sebagai penarik tunai serta transfer. Selain rekening milik Terdakwa I juga menggunakan rekening atas nama Ulfa Alfria masing-masing rekening No.
64
0460691294 dan No. 0460992664 di BCA Cabang Purwokerto, sedangkan untuk mentransfer menggunakan Mobile Banking dengan HP XL No. 08783744590 milik Terdakwa I, mengenai keluar masuknya keuangan melalui rekening yang telah dipersiapkan selalu diawasi atau digerakan oleh Suryabahadur Tamang Als Kiran Als Boski Als David yang berada di Lapas Nusakambangan melalui telpon kepada Terdakwa II, seletah Terdakwa II menerima perintah lalu berangkat ke Bank melaksanakan perintah bersama-sama dengan Terdakwa I atau dengan Ulfa Afria atau kadang-kadang hanya Terdakwa II bila memungkinkan cukup melalui Mobile Banking (MB) disesuaikan dengan perintah dari Suryabahadur Tamang Als Kiran Als Boski Als David. Saat Terdakwa II menyetujui keinginan dari saksi Suryabahadur Tamang Als Kiran Als Boski Als David maka Terdakwa II mengetahui uang yang ada di rekening Terdakwa I adalah berasal dari kejahatan karena saksi Suryabahadur Tamang Als Kiran Als Boski Als David mengatakan uang tersebut adalah untuk kegiatan perjudian bola dan Terdakwa II menyuruh Terdakwa I untuk membuka rekening yang dipakai untuk menampung uang yang merupakan hasil tindak pidana tersebut. Terdakwa I sepatutnya mengetahui kalau uang yang ada direkeningnya berasal dari tindak pidana karena Terdakwa II pernah memberitahukan kalau uang yang ada di rekening Terdakwa I adalah
65
milik saksi Suryabahadur Tamang Als Kiran Als Boski Als David yang merupakan Narapidana di Lapas Besi Nusakambangan, dan baik Terdakwa I maupun Terdakwa II mengetahui uang yang ada di rekening Terdakwa I sangat banyak dan tidak mungkin seorang Narapidana yang sudah tidak dapat bekerja di luar Lapas bisa memiliki uang sebanyak itu kecuali uang tersebut berasal dari hasil kejahatan. Perbuatan dari Terdakwa I Unun Haeni menerima dalam rekeningnya atas perintah dari Terdakwa II Didi Riyanto aliran dana milik Suryabahadur Tamang Als Kiran Als Boski Als David ternyata tidak hanya untuk kepentingan keluarga Suryabahadur Tamang Als Kiran Als Boski Als David saja akan tetapi juga untuk keperluan lain yang kemudian baru diketahui terkait dengan Narkotika sehingga dengan demikian unsur kedua telah terpenuhi. Ad. 3) Sebagai orang yang melakukan, menyuruh lakukan atau turut melakukan Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan peranan Terdakwa I dan Terdakwa II dalam menerima transfer dari dana milik saksi Suryabahadur Tamang Als Kiran Als Boski Als David adalah bahwa Terdakwa I dan Terdakwa II saling bekerjasama dalam mengelola dana tersebut yaitu untuk mengecek uang yang masuk ke rekening Terdakwa I dan kemudian mentranfer ke reneking orang lain sebagaimana yang disuruh oleh saksi Suryabahadur Tamang Als Kiran
66
Als Boski Als David dan kemudian perbuatan tersebut diketahui terkait dengan peredaran Narkotika yang dilakukan oleh saksi Suryabahadur Tamang Als Kiran Als Boski Als David sehingga dengan demikian unsur ketiga telah terpenuhi. Ad. 4) Beberapa perbuatan berhubungan, sehingga dengan demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan. Sesuai fakta yang terungkap di persidangan Terdakwa I dan Terdakwa II telah melakukan perbuatan menerima dan kemudian mentranfer dalam milik saksi Suryabahadur Tamang Als Kiran Als Boski Als David yang disimpan di rekening milik terdakwa I dan hal tersebut dilakukan secara berturut-turut sebagai berikut : No.
Tanggal
No. Rekening 0460791290 Ulfa
Perihal
Jumlah (Rp)
Tarikan pemidahan dengan buku kecil (THP Gold) oleh Ulfa a ta s p er inta h terdakwa Unun transfer Via ATM
420.000.000,00
5-4-2010
55.000.000,00
2.000.000,00
Dikirim ke Yulianton Rek. 2731600572 Rek 8210140531 TETMI
1.
5- 4- 2010
2.
14-9-2010
0460931614 Unun
3.
14-9-2010
0460931614 Unun
4.
14-9-2010
0460931614 Unun
Unun mentransfer Via MB Unun transfer Via MB
5.
15-10-2010
0460992664 Ulfa
Ulfa tranfer Via ATM
30.000.000,00
6.
21-10-2010
0460931614 Unun
Unun transfer Via MB ke
74.800.000,00
3.000.000,00
Keterangan
Dikirim ke M. Sutrisno No. Rek. 8210074971 Dikirim ke Michael S. No. Rek 8210074971 Kirim ke 6530098786
67
7.
26-10-2010 0460931614 Unun
8.
26-10-2010 0460992664 Ulfa
9.
26-10-2010 0460992664 Ulfa
10.
27-10-2010 0460992664 Ulfa
11.
29-10-2010 0460992664 Ulfa
tahapan Ulfa transfer Via ATM
51.000.000,00
A.n. AR. Farida Dikirim ke Yulianton Rek. 2731600572
Pemindahan langsung tabungan Ulfa ke tahapan Ulfa transfer Via ATM
250.000.000,00
Ke rekening 2681257715 A.n. Luyono
60.000.000,00
Dikirim ke 4830269059 A.n. Indah Pujiastuti= Hendrik
Ulfa transfer Via AT M ke tahapan Ulfa Via ATM ke tahapan
75.000.000,00
Kirim ke 6530098786 A.n. AR. Farida Dikirim ke 6530098786 A.n. AR. Farida
74.000.000,00
Dengan fakta seperti terurai di atas maka unsur keempat telah terpenuhi. Karena semua unsur dalam dakwaan Ketiga Lebih Sub sidair terpenuhi sehingga dakwaan tersebut terbukti secara sah dan menyakinkan sehingga para terdakwa harus dinyatakan bersalah dan dihukum setimpal dengan perbuatannya. Penjatuhan pidana pada dasarnya harus memenuhi filosofi penghukuman yaitu bahwa penjatuhan pidana bukanlah meruakan bentuk pembalasan akan tetapi penjatuhan pidana merupakan sarana preventif yaitu mencegah orang lain mengikuti perbuatan terdakwa, dan sarana kuratif yaitu menyadarkan terdakwa akan kesalahannya dan efek membuat jera kepada para terdakwa sehingga mereka tidak mengulangi perbuatannya.
68
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Majelis memperoleh keyakinan bahwa para terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan Ketiga Lebih Subsidair dan karena tidak ditemukan alasan pemaaf yang meniadakan sifat melawan hukum dan alasan pembenar yang meniadakan kesalahan dalam diri terdakwa maka terdakwa harus dinyatakan bersalah dan kepada terdakwa harus dijatuhi pidana. Sebelum Majelis Hakim menjatuhkan putusan, maka harus dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan dari perbuatan terdakwa : Hal-hal yang memberatkan : 1) Perbuatan para terdakwa meresahkan masyarakat 2) Terdakwa II (Didi Riyanto) sebagai PNS telah melanggar sumpah jabatan Hal-hal yang meringankan : a. Para terdakwa mengaku bersalah, menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya b. Terdakwa I (Unun Haeni) sedang menyusui bayinya yang terlahir saat proses perkara disidangkan; c. Para terdakwa belum pernah dihukum; d. Terdakwa II (Didi Riyanto) mempunyai tanggungan nafkah atas seorang isteri dan anak yang masih kecil. 7. Putusan Hakim
69
a. Menyatakan Terdakwa I Unun Haeni dan Terdakwa II Didi Riyanto tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan Ketiga Primair dan dakwaan Ketiga Subsidair; b. Membebaskan para Terdakwa dari dakwaan Ketiga Primair dan dakwaan Ketiga Subsidair tersebut; c. Menyatakan Terdakwa I Unun Haeni dan Terdakwa II Didi Riyanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menerima, Menguasai Penempatan dan Pentransferan Yang Patut Diduganya Merupakan Hasil Tindak Pidana Yang Terkait Dengan Narkotika Secara Bersama-sama dan Berlanj ut”; d. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa I Unun Haeni oleh karena itu dengan pidana penj ara selama 10 (sepuluh) bulan dan kepada Terdakwa II Didi Riyanto dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun, dan pidana dengda masing-masing sebesar Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila Para Terdakwa tidak membayar denda tersebut maka diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama 2 (dua) bulan; e. Menetapkan masa penahanan yang telah dij alani Para Terdakwa tersebut akan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan, kecuali khusus Terdakwa I Unun Haeni waktu selama dia dirawat inap di rumah sakit di luar Rumah Tahanan Negara tidak ikut dikurangkan; f. Menetapkan agar Para Terdakwa tetap ditahan; g. Menetapkan masing-masing berupa :
70
1) 2) 3) 4)
1 (satu) buah Handphone Merk HT Mobile 1 (satu) buah Handphone Merk Sonny Erikson 1 (satu) buah Handphone Merk Smart Freen warna Putih tanpa kartu 1 (satu) buah Handphone NOKIA type 5000 warna Biru Tua tanpa kartu 5) 1 (satu) buah Handphone NOKIA type 1202 tanpa kartu 6) 1 (satu) buah Handphone NOKIA type 1280 tanpa kartu 7) Sebidang tanah yang terletak di Desa Sidabowa RT 04/IV Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas seluas 191 M 2 berikut Sertifikat Hak Milik Nomor: 00694 Desa Sidabowa, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas atas nama Murdono dan Akta Jual Beli yang belum jadi sejumlah 1 Buku dengan kode BB-E Dirampas untuk Negara; 1) 1 (satu) buah SIM Card Simpati No. 082113892484 2) 1 (satu) buah SIM Card XL No. 087837444590 3) Kwitansi pembelian sebidang tanah yang terletak di Desa Sidabowa, Kecamatan Patikaraja, Kabupaten Banyumas, sejumlah 3 lembar dengan Kode BB A-C 4) Kwitansi pembelian sebidang tanah yang terletak di Desa Sidabowa, Kecamatan Patikaraja, Kabupaten Banyumas, sejumlah 1 lembar dengan Kode BB D 5) SIM Card No. 087872156432
71
Dilampirkan dalam berkas perkara h. Membebankan kepada Para Terdakwa untuk membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp 7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah). B. Pembahasan
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap Putusan Perkara Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor 36/Pid.Sus/2011/PN. Pwt. mengenai Tindak Pidana “Menerima, Menguasai Penempatan dan Pentransferan Yang Patut Diduganya Merupakan Hasil Tindak Pidana Yang Terkait Dengan Narkotika Secara Bersama-sama dan Berlanjut” serta dengan melakukan studi pustaka yang berhubungan dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat dilakukan pembahasan sebagai berikut : 1. Penerapan Unsur unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Pada Per kara No. 36/Pid.Sus/2011/PN.Pwt –
Dalam Putusan Perkara Pengadilan Negeri Purwokerto tersebut di atas, Para Terdakwa dihadapkan di muka persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan Alternatif Subsidairitas. Karena dakwaan disusun secara alternatif maka memberikan kebebasan bagi Majelis Hakim untuk memilih dakwaan yang relevan untuk dipertimbangkan berdasarkan fak ta-fakta hukum yang ter ungkap di persidangan. Berdasarkan fakta di persidangan Majelis Hakim memilih untuk mempertimbangkan dakwaan Ketiga Lebih Subsidair, melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun 2010 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, dalam tindak pidana pencucian uang (money
72
laundering) yang dilakukan secara bersama-sama dalam bentuk “Menerima, Menguasai Penempatan dan Pentransferan Yang Patut Diduganya Merupakan Hasil Tindak Pidana Yang Terkait Dengan Narkotika Secara Bersama-sama dan Berlanjut”, dalam Putusan Perkara Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor 36/Pid.Sus/201 1/PN. Pwt., dapat diuraikan sebagai berikut : Tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun 2010 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KU HP, yang unsur-unsurnya sebagai berikut : a. Setiap Orang b. Menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diketahuinya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) c. Sebagai orang yang melakukan, menyuruh lakukan atau turut melakukan d. Beberapa perbuatan berhubungan, sehingga dengan demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan. Ad. a. Unsur setiap Orang Menurut Simons, penjelasan tentang siapa yang harus dipandang sebagai pelaku suatu tindak pidana adalah sebagai berikut : ”Melakukan tindak pidana yang bersangkutan, dalam arti orang yang dengan suatu kesengajaan seperti yang disyaratkan oleh undangundang telah menimbulkan suatu akibat yang tidak dikehendaki oleh undang-undang atau telah melakukan tindakan yang terlarang atau mengalpakan tindakan yang diwajibkan oleh undang-undang atau dengan perkataan lain ia adalah orang yang memenuhi semua unsur suatu delik seperti yang telah ditentukan di dalam undang-undang, baik itu unsur-unsur subyektif maupun unsur-unsur obyektif, tanpa memandang apakah keputusan untuk melakukan tindak pidana
73
tersebut timbul dari dirinya sendi ri atau timbul karena digerakkan oleh pihak lain”. 76 Mengenai unsur setiap orang, adalah orang atau subjek hukum yang mampu bertanggung jawab atas perbuatannya menurut hukum yang berlaku dan tidak ada alasan menurut hukum ia dapat dibebaskan dari tanggung jawab pidana atas perbuatan pidana yang dilakukan, berarti siapa saja baik laki-laki atau perempuan tanpa kecuali, sehat jasmani, rohani dapat berlaku sebagai pelaku tindak pidana. Menurut pandangan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang dapat menjadi subjek hukum pidana adalah manusia. Hal ini dapat dilihat pada perumusan dari tindak pidana dalam KUHP, yang menampakkan daya berpikir sebagai syarat bagi subjek tindak pidana itu, juga terlihat pada ujud hukuman/pidana yang termuat dalam pasal-pasal KUHP, yaitu hukuman penjara, kurungan dan denda. 77 Dikemukakan oleh Andi Hamzah, mengenai pengertian Pegawai Negeri menurut Pasal 1 bagian 1 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok – pokok Kepegawaian : ”Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau 76 77
Lamintang, 1984. Op. Cit. hal. 568 Wirjono Prodjodikoro, 1989. Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Eresco. Bandung. hlm. 55
74
diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. 78 Berdasarkan pengertian pegawai negeri dalam Undang-undang tersebut di atas dapat diketahui Terdakwa II Didi Riyanto sebagai orang perorangan atau subjek hukum t ernyata memiliki kedudukan/jabatan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Lembaga Pemasyarakatan Besi Nusakambangan Cilacap. Di depan persidangan telah dihadapkan seseorang bernama : Unun Haeni dan Didi Riyanto sebagai subjek hukum yang diajukan oleh Penuntut Umum didakwa telah melakukan suatu perbuatan pidana dengan identitas sebagaimana diuraikan dalam surat dakwaan untuk menghindari terjadinya salah orang (error in person), identitas yang dipertanyakan Majelis Hakim terhadap para terdakwa maka identitas tersebut diakui oleh para terdakwa secara tegas dan tidak dibantah di persidangan. Berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, para terdakwa adalah orang dewasa yang sehat jasmani dan rohaninya dan termasuk orang yang cakap berbuat hukum, karena selama pemeriksaan di persidangan tidak ditemukan adanya alasan pembenar dan pemaaf yang dapat menghapus sifat perbuatan para terdakwa. Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas maka unsur pertama ini telah terpenuhi.
75
Ad. b. Unsur menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diketahuinya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Dalam Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Ti ndak Pidana Pencucian Uang, Pasal 5 ayat (1) merumuskan sebagai berikut : “Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentranferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)”. Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, “Yang dimaksud dengan “patut diduganya” adalah suatu kondisi yang memenuhi setidak-tidaknya pengetahuan, keingingan, atau tujuan pada saat terjadinya transaksi yang diketahuinya yang mengisyaratkan adanya pelanggaran hukum”. Dari rumusan Pasal 5 ayat (1) beserta dengan penjelasnnya sebagaimana tersebut di atas, apabila dihubungkan dengan Putusan Perkara No. 35/Pid. Sus/201 1/PN.Pwt, dan dengan mendasarkan pada keterangan saksi-saksi, keterangan para terdakwa, alat bukti surat dikaitkan dengan barang bukti maka, dapat diketahui Terdakwa II Didi Riyanto sebagai PNS di Lembaga Pemasyarakatan Besi Nusakambangan Cilacap, di mana ruang lingkup tugasnya antara lain
76
pembinaan Narapidana, telah berkenalan dengan salah satu dari Narapidana yang ada yaitu Suryabahadur Tamang Als Kiran Als Boski Als David. Perkenalan tersebut selain berhubungan antara terdakwa dengan binaannya, juga berhubungan tentang penitipan uang guna kebutuhan makanan tambahan, lalu berkembang menjadi suatu kesepakatan untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan Cheker dan tarik tunai serta transfer, peran Terdakwa II dalam kegiatan tersebut adalah sebagai Cheker untuk mengetahui berapa uang masuk pada rekening yang dikuasai Terdakwa II dan kemudian tarik tunai serta transfer, sedangkan Suryabahadur Tamang Als Kiran Als Boski Als David berperan sebagai pengendali di dalam Lapas Besi Nusakambangan, adapun untuk menampung keluar masuknya keuangan, Terdakwa II bekerjasama dengan Terdakwa I Unun Haeni yang berperan membuka rekening di BCA Cabang Purwokerto atas nama Terdakwa I sekaligus juga sebagai penarik tunai serta transfer. Saat Terdakwa II menyetujui keinginan dari saksi Suryabahadur Tamang Als Kiran Als Boski Als David maka Terdakwa II mengetahui uang yang ada di rekening Terdakwa I adalah berasal dari kejahatan karena saksi Suryabahadur Tamang Als Kiran Als Boski Als David mengatakan uang tersebut adalah untuk kegiatan perjudian bola dan Terdakwa II menyuruh Terdakwa I untuk
77
membuka rekening yang dipakai untuk menampung uang yang merupakan hasil tindak pidana tersebut. Terdakwa I sepatutnya mengetahui kalau uang yang ada direkeningnya berasal dari tindak pidana karena Terdakwa II pernah memberitahukan kalau uang yang ada di rekening Terdakwa I adalah milik saksi Suryabahadur Tamang Als Kiran Als Boski Als David yang merupakan Narapidana di Lapas Besi Nusakambangan, dan baik Terdakwa I maupun Terdakwa II mengetahui uang yang ada di rekening Terdakwa I sangat banyak dan tidak mungkin seorang Narapidana yang sudah tidak dapat bekerja di luar Lapas bisa memiliki uang sebanyak itu kecuali uang tersebut berasal dari hasil kejahatan. Perbuatan dari Terdakwa I Unun Haeni menerima dalam rekeningnya atas perintah dari Terdakwa II Didi Riyanto aliran dana milik Suryabahadur Tamang Als Kiran Als Boski Als David ternyata tidak hanya untuk kepentingan keluarga Suryabahadur Tamang Als Kiran Als Boski Als David saja akan tetapi juga untuk keperluan lain yang kemudian baru diketahui terkait dengan Narkotika sehingga dengan demikian unsur kedua telah terpenuhi. Ad. c. Unsur sebagai orang yang melakukan, menyuruh lakukan atau turut melakukan
78
Mengenai pengertian yang menyuruh melakukan atau doen pleger, Sumaryanti memberikan penjelasan tentang hal tersebut yaitu sebagai berikut : ”Orang yang menyuruh melakukan (doen pleger), di sini sedikitnya ada dua orang yaitu yang menyuruh (doen pleger) dan yang disuruh (pleger). Jadi bukan orang itu sendiri yang melakukan tindak pidana, akan tetapi ia menyuruh orang lain, meskipun ia tetap dipandang dan dihukum sebagai orang yang melakukan sendiri tindak pidana”. 79 Lebih lanj ut Sumaryanti mengemukakan bahwa ”turut melakukan perbuatan” memberikan penjelasan bahwa ”Turut serta melakukan dalam arti kata ”bersama-sama melakukan”, sedikitdikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (made pleger) tindak pidana itu. Di sini kedua orang itu semuanya melakukan tindak pidana”. 80 Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan peranan Terdakwa I dan Terdakwa II dalam menerima transfer dari dana milik saksi Suryabahadur Tamang Als Kiran Als Boski Als David adalah bahwa Terdakwa I dan Terdakwa II saling bekerjasama dalam mengelola dana tersebut yaitu untuk mengecek uang yang masuk ke rekening Terdakwa I dan kemudian mentranfer ke reneking orang lain sebagaimana yang disuruh oleh saksi Suryabahadur Tamang Als Ki ran Als Boski Als David dan kemudian perbuatan tersebut diketahui terkait dengan peredaran Narkotika yang dilakukan oleh saksi Suryabahadur Tamang Als Kiran Als Boski Als David.
79 80
Sumaryanti, 1987. Op. Cit. hlm. 29. Sumaryanti, 1987. Loc. cit.
79
Dari keterangan para saksi dan keterangan terdakwa dipersidangan serta dihubungkan dengan barang bukti yang diajukan dimuka persidangan yang satu dengan yang lain saling berhubungan, dalam perkara Nomor : 36/Pid. Sus/201 1/PN. Pwt., diketahui bahwa Terdakwa I dan Terdakwa II terbukti sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh atau turut melakukan perbuatan, dengan demikian unsur ini telah terpenuhi. Ad. d. Unsur beberapa perbuatan berhubungan, sehingga dengan demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan. Dikemukakan oleh R. Soesilo, bahwa beberapa perbuatan yang satu sama lain harus ada hubungannya itu supaya dapat dipandang sebagai suatu perbuatan yang diteruskan menurut pengetahuan dan praktik harus memenuhi syarat-syarat : 1) Harus timbul dari suatu niat, atau kehendak atau keputusan; 2) Perbuatan-perbuatnnya itu harus sama atau sama macamnya; 3) Waktu antaranya tidak boleh terlalu lama.81 Mengenai suatu perbuatan yang berhubungan harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan, dalam Pasal 64 ayat (1) KUHP dirumuskan sebagai berikut : ”Jika beberapa perbuatan berhubungan, sehingga dengan demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan, maka hanya satu ketentuan pidana saja yang digunakan walaupun masing-masing perbuatan itu menjadi kejahatan atau pelanggaran; jika hukumannya berlainan, maka yang digunakan ialah peraturan yang terberat hukuman utamanya”.
81
R. Soesilo, 1989. Op. cit. hlm. 81-82
80
Sehubungan dengan pengertian perbuatan yang berhubungan harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan sebagaimana tersebut di atas, apabila dihubungkan dengan putusan perkara Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor : 36/Pid.Sus/201 1/PN.Pwt. Sesuai fakta yang terungkap di persidangan Terdakwa I dan Terdakwa II telah melakukan perbuatan menerima dan kemudian mentransfer dana milik Suryabahadur yang disimpan di rekening milik Terdakwa I, diketahui bahwa perbuatan Terdakwa I dan Terdakwa II ternyata dilakukan dalam beberapa kali, perbuatan-perbuatan tersebut masih termasuk dalam satu kehendak yang mempunyai hubungan sedemikian rupa, serta masih dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama yaitu tanggal 5 April 2010 hingga 29 Oktober 2010. Dengan fakta tersebut, maka unsur keempat telah terpenuhi. 2. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Pada Perkara No. 36/Pid.Sus/201 1/PN.Pwt Berdasarkan hasil penelitian terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor : 36/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, dalam putusan Pengadilan Negeri Purwokerto tersebut diketahui bahwa Terdakwa I Unun Haeni dan Terdakwa II Didi Riyanto dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menerima, Menguasai Penempatan dan Pentransferan Yang Patut Diduganya Merupakan Hasil Tindak Pidana Yang Terkait Dengan Narkotika Secara Bersama-sama dan Berlanjut”,
81
sebagaimana dakwaan Penuntut Umum dalam Dakwaan Ketiga Lebih Subsidair, melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun 2010 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, yang unsurunsurnya sebagai berikut : e. Setiap Orang f. Menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diketahuinya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) g. Sebagai orang yang melakukan, menyuruh lakukan atau turut melakukan h. Beberapa perbuatan berhubungan, sehingga dengan demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan Seluruh unsur-unsur tersebut di atas telah terpenuhi oleh para terdakwa yaitu : Terdakwa I Unun Haeni dan Terdakwa II Didi Riyanto dengan identitas sebagaimana diuraikan dalam surat dakwaan Penuntut Umum, para terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Penuntut Umum, yaitu: “Menerima, Menguasai Penempatan dan Pentransferan Yang Patut Diduganya Merupakan Hasil Tindak Pidana Yang Terkait Dengan Narkotika Secara Bersama-sama dan Berlanjut”, dan untuk selanjutnya dijadikan sebagai dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Purwokerto untuk menj atuhkan putusannya. Berdasarkan keterangan saksi- saksi dan keterangan para terdakwa sendiri di persidangan serta di hubungkan dengan barang bukti yang diaj ukan di muka persidangan, yang satu dengan yang lain saling berhubungan.
82
Dalam putusan Putusan Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor : 36/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, tentang tindak pidana “Menerima, Menguasai Penempatan dan Pentransferan Yang Patut Diduganya Merupakan Hasil Tindak Pidana Yang Terkait Dengan Narkotika Secara Bersama-sama dan Berlanjut”, maka untuk menjatuhkan pidana terhadap seseorang diperlukan sekurang-kurangnya harus ada dua alat bukti yang syah menurut Pasal 183 KUHAP, selama persidangan berlangsung dalam perkara ini keterangan saksi-saksi dan alat bukti serta keterangan terdakwa sendiri telah sesuai dengan ketentuan yang dirumuskan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yaitu : a. Keterangan saksi; 1) Saksi : Suraedi 2) Saksi : Toto Susilo 3) Saksi : Heru Subiarso 4) Saksi : Laurens Hoosvia arpaung als. Edi Jonsons als. Hendrik 5) Saksi : Surya Bahadur Tamang als. Kiran als. Boski 6) Saksi : Ulfa Afria 7) Saksi : Endarto Putra Jaya, SH 8) Saksi : Indah Puji Astuti 9) Saksi : AR. Farida 10) Saksi : Arivananthan Anguthan 11) Saksi : Perumal Angutah 12) Saksi : Tet Mie
83
13) Saksi : Michael Sutrisno 14) Saksi : Mohammad Novian, SH.MH (saksi ahli) b. Barang bukti berupa : 1) 1 (satu) buah Handphone Merk HT Mobile 2) 1 (satu) buah Handphone Merk Sonny Erikson 3) 1 (satu) buah SIM Card Simpati No. 082113892484 4) 1 (satu) buah SIM Card XL No. 087837444590 (Disita dari Unun Haeni) 1)
1 (satu) buah Handphone Merk Smart Freen warna Putih tanpa
kartu 1 (satu) buah Handphone NOKIA type 5000 warna Biru Tua tanpa kartu 3) 1 (satu) buah Handphone NOKIA type 1202 tanpa kartu 4) 1 (satu) buah Handphone NOKIA type 1280 berikut SIM Card No. 087872156432 (Disita dari Didi Riyanto) 2)
1) Kwitansi pembelian sebidang tanah yang terletak di Desa Sidabowa, Kecamatan Patikaraja, Kabupaten Banyumas, sejumlah 3 lembar dengan Kode BB A-C 2) Sebidang tanah yang terletak di Desa Sidabowa RT 04/IV Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas seluas 191 M 2. 3) Kwitansi pembelian sebidang tanah yang terletak di Desa Sidabowa, Kecamatan Patikaraja, Kabupaten Banyumas, sejumlah 1 lembar dengan Kode BB D
84
4) Sertifikat Hak Milik Nomor: 00694 Desa Sidabowa, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas atas nama Murdono dan Akta Jual Beli yang belum jadi sejumlah 1 Buku dengan kode BB-E. c. Keterangan terdakwa : Terdakwa I : Unun Haeni dan Terdakwa II Didi Riyanto, dengan identitas sebagaimana diuraikan dalam surat dakwaan Penuntut Umum, identitas tersebut diakui oleh para terdakwa secara tegas dan tidak dibantah di persidangan. Dalam hal pemeriksaan keterangan saksi-saksi, keterangan para terdakwa dan alat bukti yang diajukan di depan persidangan, pertimbangan hukum hakim telah sesuai dengan ketentuan yang dirumuskan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yaitu : (1) alat bukti yang sah ialah : a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk; e. keterangan terdakwa. Berdasarkan hasil penelitian terhadap putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor : 36/Pid.Sus/201 1/PN. Pwt., terhadap alat-alat bukti yang sah yang telah diajukan dalam perkara tersebut di atas, dan ditinjau dari persesuaian antara alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lain, dengan memepertimbangkan nilai pembuktian masing-masing bukti, majelis hakim sebelum menjatuhkan putusan pidana juga telah mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan para terdakwa.
85
Hal-hal yang memberatkan : 1) Perbuatan para terdakwa meresahkan masyarakat 2) Terdakwa II (Didi Riyanto) sebagai PNS telah melanggar sumpah jabatan Hal-hal yang meringankan : 1) Para terdakwa mengaku bersalah, menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya 2) Terdakwa I (Unun Haeni) sedang menyusui bayinya yang terlahir saat proses perkara disidangkan; 3) Para terdakwa belum pernah dihukum; 4) Terdakwa II (Didi Riyanto) mempunyai tanggungan nafkah atas seorang isteri dan anak yang masih kecil. Di dalam menjatuhkan pidana hakim mendasarka pada masalahmasalah sosial yang didalamnya terdapat suatu kepentingan para terdakwa, dan mempertimbangkan hal-hal yang memberikan perhatian dan perlindungan terhadap masyarakat pada umumnya. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Majelis memperoleh keyakinan bahwa para terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan Ketiga Lebih Subsidair dan karena tidak ditemukan alasan pemaaf yang meniadakan sifat melawan hukum dan alasan pembenar yang meniadakan kesalahan dalam diri terdakwa maka terdakwa harus dinyatakan bersalah dan kepada terdakwa harus dijatuhi pidana.
86
Berdasarkan hasil penelitian terhadap putusan pidana yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Purwokerto Perkara Pidana N omor : 36/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, mengenai tindak pidana “Menerima, Menguasai Penempatan dan Pentransferan Yang Patut Diduganya Merupakan Hasil Tindak Pidana Yang Terkait Dengan Narkotika Secara Bersama-sama dan Berlanjut”. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto dalam putusan : Menyatakan Terdakwa I Unun Haeni dan Terdakwa II Didi Riyanto tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan Ketiga Primair dan dakwaan Ketiga Subsidair; Membebaskan para Terdakwa dari dakwaan Ketiga Primair dan dakwaan Ketiga Subsidair tersebut. Menyatakan Terdakwa I Unun Haeni dan Terdakwa II Didi Riyanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menerima, Menguasai Penempatan dan Pentransferan Yang Patut Diduganya Merupakan Hasil Tindak Pidana Yang Terkait Dengan Narkotika Secara Bersama-sama dan Berlanj ut”; Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa I Unun Haeni oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan dan kepada Terdakwa II Didi Riyanto dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun, dan pidana dengda masing-masing sebesar Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabi la Para Terdakwa tidak membayar denda tersebut maka diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama 2 (dua) bulan; Menetapkan masa penahanan yang tel ah dij alani Para Terdakwa tersebut akan
87
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan, kecuali khusus Terdakwa I Unun Haeni waktu selama dia dirawat inap di rumah sakit di luar Rumah Tahanan Negara tidak ikut dikurangkan.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 3. Penerapan Unsur – unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Pada Perkara No. 36/Pid.Sus/201 1/PN.Pwt Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan diketahui bahwa semua unsur-unsur dalam dakwaan Ketiga Lebih Subsidair telah terpenuhi, melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun 2010 jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KU H P jo Pasal 64 ayat (1) KU HP, sehi ngga para terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menerima, Menguasai Penempatan dan Pentransferan Yang Patut Diduganya Merupakan Hasil Tindak Pidana Yang Terkait Dengan Narkotika Secara Bersama-sama dan Berlanjut”. Dalam Putusan Perkara No. 36/Pid.Sus/201 1/PN.Pwt, hakim Pengadilan Negeri Purwokerto telah sesuai menerapkan unsur-unsur dalam dakwaan Ketiga Lebih Subsidair dari Penuntut Umum, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : i. Setiap Orang j. Menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diketahuinya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) k. Sebagai orang yang melakukan, menyuruh lakukan atau turut melakukan l. Beberapa perbuatan berhubungan, sehingga dengan demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan 4. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Pada Perkara No. 36/Pid.Sus/201 1/PN.Pwt Dalam menjatuhkan putusan pidana, hakim Pengadilan Negeri Purwokerto Pada Putusan Perkara No. 36/Pid.Sus/201 1/PN.Pwt mengenai Tindak Pidana “Menerima, Menguasai Penempatan dan Pentransferan Yang Patut Diduganya Merupakan Hasil Tindak Pidana Yang Terkait Dengan Narkotika Secara Bersama-sama dan Berlanjut”, hakim Pengadilan Negeri Purwokerto telah mempertimbangkan dasar penjatuhan pidananya, yaitu : dengan mendasarkan pada alat-alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yang telah terbukti di persidangan yang meliputi : Keterangan para saksi, barang bukti, dan keterangan para terdakwa sendiri. Terhadap alat-alat bukti yang sah yang telah diajukan dalam persidangan, dan ditinjau dari persesuaian antara alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lain, dengan mempertimbangkan nilai pembuktian masingmasi ng bukti, maj elis hakim sebelum menj atuhkan putusan pidana j uga telah mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan para terdakwa. Dasar pertimbangan hukum hakim dalam penjatuhan pidana bagi para terdakwa sudah tepat, semua fakta yuridis yang terungkap di
87
90
persidangan telah sesuai dan terbukti benarnya memenuhi unsur-unsur dalam dakwaan Ketiga Lebih Subsidair, dengan demikian telah membuat keyakinan hakim sebagai dasar dalam memutus perkara. B. Saran Meskipun undang-undang tentang pencucian uang telah diadakan perubahan dan penyempurnaan, namun pelaku tindak pidana pencucian uang masih juga dapat mencari celah untuk membebaskan diri dari tuntutan pidana. Fihak-fihak yang menerapkan hukum diharapkan selalu berkoordinasi untuk lebih mensosialisasikan undang-undang tentang pencucian uang ini kepada masyarakat,
DAFTAR PUSTAKA Amrullah, M. Arief, 2004. Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering). Bayumedia Publishing, Malang. Arie, Sundari, S., 2002, Penerapan Know Your Customer Principle di Perbankan dan Kaitannya Dengan UU Tindak Pidana Pencucian Uang, Jurnal Keadilan Vol. 2, Center For Law And Justice Studies, Jakarta. Arief, Barda Nawawi, 2001. Masalah Penegakan Hukum & Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Citra Aditya Bakti, Bandung. Bonger, 1982 . Pengantar Tentang Kriminologi. PT. Pembangunan, Jakarta. Fuady, Munir, 1996. Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktik Buku Kesatu. Citra Aditya Bakti, Bandung. , 2001. Hukum Perbankan Indonesia. Cirtra Aditya Bakti, Bandung. Ghalib, Muhammad, 1999. Profesionalitas Jaksa dan Antisipasi Perkembangan Kejahatan. Ceramah Jaksa Agung Republik Indonesia dalam Seminar Nasional ”Mafia dalam Sistem Peradilan di Indonesia” Semarang, tanggal 6 Maret 1999. Halim, Ridwan A., 1982. Hukum Pidana dan Tanya Jawab. Ghalia Indonesia, Jakarta. Hamzah, Andi, 2005. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hanitijo, Soemitro Ronny, 1988. Metode Penelitian Hukum dan Yurimetri. Ghalia Indonesia, Jakarta. Huda, Chairul, 2006. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan. Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Kencana Prenada Media, Jakarta. Irman, TB., 2006, Hukum Pembuktian Pencucian Uang, MQS Publishing & Ayyccs Group, Jakarta. Lamintang, 1984a. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru, Bandung. --------, 1984b. Hukum Penitersier Indonesia. Alumni, Bandung. 91
92
Manan, Bagir, 2004. Moral Penegak Hukum di Indonesia (Pengacara, Hakim, Polisi, Jaksa dalam Pandangan Islam). Agung Ilmu, Bandung. Muladi & Barda Nawawi Arief, 2005. Teori-teori Dan Kebijakan Pidana. Alumni Bandung Muladi, 1995. Kapita Selekta Sistem Peraadilan Pidana. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Prodjodikoro, Wirjono 1989. Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Eresco. Bandung. Rahardjo, Satjipto, tanpa tahun. Masalah Penegakan Hukum (Suatu Tinjauan Sosiologis). Sinar Baru, Bandung. Sapardjaja, Komariah E., 2002. Ajaran Melawan Hukum Materiil dalam Hukum Pidana Indonesia; Studi Kasus tentang Penerapan dan Perkembangannya dalam Yurisprudensi. Alumni, Bandung. Siahaan, NHT, 2005. Pencucian uang dan Kejahatan Perbankan. Sinar Harapan, Jakarta. Soesilo, R., 1989. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentarkomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politea, Bogor. Sudarmadji, 2002, Essensi dan Cakupan UU Tentang Pencucian Uang di Indonesia, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Perbankan, Jakarta. Sudarto. 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni, Bandung. , 1990/1991. Diktat Hukum Pidana Jilid I A-B. Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Sumaryanti, 1987. Peradilan Koneksitas di Indonesia, Suatu Tinjauan Ringkas, PT. Bina Aksara, Jakarta. Utrecht, E., 1986. Hukum Pidana I . Pustaka Tinta Mas, Surabaya. Widjojanto, Bambang, 2007. Harmonisasi Peran Penegak Hukum dalam Pembenrantasan Korupsi. Jurnal Legislasi Indonesia. Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM, Jakarta. Undang-undang: Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.