Tiga Hal yang Sering Ditanyakan Guru
Fadjar Shadiq, M.App.Sc (
[email protected] & fadjarp3g.wordpress.com) Widyaiswara PPPPTK Matematika
Ketika memfasilitasi kegiatan diklat di PPPPTK Matematika ada tiga pertanyaaan yang sering ditanyakan peserta diklat, yaitu: 1. Mengapa pembagian dengan 0 tidak didefinisikan? 2. Mengapa 0! = 1? 3. Berapakah nilai 0, Sesungguhnya? Naskah ini disusun untuk menjawab tiga pertanyaan di atas. Mengapa Pembagian dengan 0 Tidak Didefinisikan? Untuk menjawab pertanyaan di atas, biasanya penulis mengajukan pertanyaan berikut: “Jika ada yang menanyakan hasil 10/2, berapa nilainya?” Jika peserta menjawab 5, pertanyaan lanjutannya adalah: “Mengapa 10/2 = 5 dinyatakan benar? Apa alasannya?” Jawaban yang diharapkan adalah 10/2 = 5 karena 10 = 5 × 2. Hal ini yang ditulis di papan. Hal ini diharapkan sudah diketahui peserta. Dari 10/2 = 5 karena 10 = 5 × 2, sehingga dapatlah disimpulkan bahwa pembagian adalah invers dari perkalian. Selanjutnya, peserta diminta menentukan hasil: 0/5, 5/0 dan 0/0. Jawaban yang diharapkan adalah sebagai berikut. 1. 0/5 = 0 karena 0 = 0 × 5. Kesimpulannya, pembagian 0 dengan bilangan lain selain 0 akan menghasilkan 0. 2. 5/0 tidak ada bilangan yang memenuhi. Alasannya, tidak ada bilangan yang jika dikalikan 0 hasilnya 5. Ingat bahwa jika dimisalkan 5/0 = k maka 5 ≠ 0 × k. 3. 0/0 memenuhi semua bilangan yang menjadi anggota semesta pembicaraan. Alasannya, semua bilangan memenuhi. Ingat bahwa jika dimisalkan 0/0 = k maka 0 = 0 × k akan dipenuhi semua anggota semestanya. Dari hasil paparan nomor 2 dan 3 di atas, yaitu 5/0 tidak ada bilangan yang memenuhi dan 0/0 memenuhi semua bilangan yang menjadi anggota semesta pembicaraan, maka disepakati bahwa pembagian dengan 0 tidak didefinisikan, yang 1
berarti kita tidak membicarakan lagi pembagian dengan 0 dan tidak membolehkan pembagian dengan 0. Contoh di atas menunjukan: 1. Pembelajaran dimulai dari yang sudah diketahui peserta diklat, yaitu tentang 10/2 = 5 karena 10 = 5 × 2 baru dilanjutkan dengan aktivitas untuk menentukan hasil 0/5, 5/0 dan 0/0. Dengan penalaran analogi diharapkan proses pembelajaran menjadi ‘bermakna’ bagi para peserta diklat. 2. Dengan kegiatan itu, peserta diklat diharapkan dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan bahwa pembagian dengan 0 tidak dibicarakan dan tidak diperbolehkan lagi. 3. Fasilitator hanya memberi kemudahan pada peserta diklat, namun peserta yang diharapkan dapat mneyimpulkan sendiri. Mengapa 0! = 1? Untuk menjawab pertanyaan di atas, penulis sebagai fasilitator diklat memulai kegiatan dengan meminta peserta untuk menentukan nilai dari: 1. 2. 3. Dengan mudah para guru diharapkan dapat menentukan hasilnya, yaitu: 1.
=5
2. 3. Selanjutnya, para guru diminta untuk melanjutkan dengan dua baris berikutnya untuk membantu mereka mengkonstruksi sendiri pengetahuan bahwa 0! = 1. Dua baris berikutnya yang diharapkan adalah sebagai berikut. 4. 5.
Perhatikan baris terakhir di atas (nomor 5), yaitu:
. Hal ini hanya mungkin jika
didefinisikan 0! = 1. Ketika didefinisikan bahwa 0! = 1, ternyata bangunan matematika tidak runtuh, karena tidak ada kontradiksi yang terjadi ketika sudah didefinisikan bahwa 0! = 1. Hal ini yang menjadi ketentuan. Hal lain akan terjadi jika setelah didefinisikan bahwa 0! = 1 lalu terjadi kontradiksi atau pertentangan 2
antara rumus satu dengan rumus lainnya, dengan kata lain bangunan matematika menjadi runtuh, maka matematikawan tidak akan mendefinisikan bahwa 0! = 1. Inilah yang lalu menjadi pendapat bahwa kebenaran matematika bersifat nisbi juga seperti IPA. Karena matematikawan juga tidak mampu meyakinkan orang lain dan dirinya sendiri bahwa rumus baru yang akan diumumkan akan bertentangan dengan rumus sebelumnya, sehingga mereka tidak berani lagi menyatakan bahwa kebenaran matematika bersifat mutlak. Berapakah Nilai 0, Sesungguhnya? Perhatikan bahwa notasi 0, berarti 0,9999… . Yang menjadi pertanyaan dari penulis sendiri dan bukan dari peserta adalah: 1. Berapakah nilai 0, sesungguhnya? 2. Bagaimana membuktikan bahwa nilainya seperti itu? Sejatinya, pertanyaan yang dapat diajukan adalah berapakah nilai 0, yang berarti 0,9999… itu tetap 0,9999… ataukah 1? Kalau nilai pendekatan dari 0,9999… adalah 1. Kita umumnya memahaminya dan hal ini sudah jelas bisa diterima karena 0,9999… lebih dekat ke 1. Namun sekali lagi, beerapakah nilai 0, yang berarti 0,9999… itu? Ternyata 0,
= 1 dan bukan 0,9999… . Berikut ini adalah
pembuktiannya. Bukti 1 Diketahui/dimisalkan:
x
=
0,999…
=
0,
Dengan demikian:
10x
=
9, 999…
=
9,
Kalau [2] – [1] akan didapat: Jadi terbukti bahwa
9x x
= =
9 0,999…
=
0,
Diketahui bahwa:
=
0,333…
=
0,
Dengan demikian :
=
0,666…
=
0,
=
1
=
0,999…
[2] =
1
Bukti 2
]
Kalau [3] + [4] akan didapat: +
=
0,
Jadi terbukti bahwa 0,999… = 0, = 1 Bukti 3 Diketahui bahwa:
=
0,
3
Dengan demikian:
=
0,
=
1
]
Kalau [5] + [6] akan didapat: +
=
0,
=
0,
=
0,
Jadi terbukti bahwa 0,999… = 0, = 1 Bukti 4 Diketahui bahwa:
=
0,
Dengan demikian:
=
0,
=
1
]
Kalau [7] + [8] akan didapat: +
=
0,
Jadi terbukti bahwa 0,999… = 0, = 1 Penutup Tiga contoh di atas menunjukkan beberapa hal berikut. 1. Satu faktor terpenting untuk keberhasilan pembelajaran adalah pengetahuan yang sudah diketahui siswa di mana pengetahuan baru akan didasarkan. Karena itu pembelajaran hendaknya dimulai dari yang diketahui atau merupakan pengetahuan prasyarat bagi siswa atau peserta diklat. 2. Agar proses pembelajaran dapat membantu siswa atau peserta diklat untuk belajar secara bermakna, membantu mereka berpikir, dan menjadi siswa atau peserta diklat yang mandiri, maka proses pembelajaran dapat (hendaknya) dimulai dengan mengajukan masalah kontekstual, realistik, atau masalah matematika. 3. Biarkan siswa atau peserta diklat bereksplorasi, mengelaborasi data yang didapat, dan mendapatkan konfirmasi secara mandiri atau dari temannya maupun gurunya sendiri. 4. Tugas guru atau penatar adalah menjadi fasilitator kegiatan, namun yang menentukan adalah siswa atau peserta diklat sendiri. 5. Penting bagi fasilitator kegiatan untuk menyiapkan: a. masalah kontekstual, realistik, atau masalah matematika yang akan diajukan pada awal proses pembelajaran, b.mengantisipasi berbagai jawaban yang mungkin muncul, terutama proses mendapatkannya, c. mengantisipasi berbagai kesulitan yang muncul selama proses pembelajaran, d.mengantisipasi berbagai turunan pertanyaan jika siswa atau peserta diklat mengalami kesulitan menjawab masalah kontekstual, masalah realistik, atau masalah matematika yang sudah diajukan pada awal proses pembelajaran, e. menyiapkan penggunaan papan untuk membantu siswa atau peserta diklat membuat catatan. 4
Demikian gambaran yang penulis lakukan untuk menjawab tiga pertanyaan yang sering diajukan peserta diklat. Hal tersebut dapat digunakan para guru untuk menjawab pertanyaan siswanya.
5