ANALISIS PERBEDAAN PENDAPATAN PETANI PELAKU DAN NON PELAKU NATING DALAM KAITANNYA DENGAN RISIKO EKONOMI DAN KEGIATAN USAHATANI RUMAHTANGGA PETANI PADI DAN KOPI DI PAGAR ALAM DAN LAHAT Tien Yustini, Andy Mulyana, M.Yamin, Amruzi Minha PPS UNSRI dan STIM AMKOP Palembang Korespondensi :
[email protected]
ABTRACT This Research purposes to analysis the effect of nating to activity in agribusiness and income farmers at Pagar Alam and Lahat. Nating is an action done by coffee’s farmer and rice farmers to get some money/loan from agent, broker, family or the owner of capital where they pawn their land/wet rice field/plantation.According research in Pagar Alam and Lahat with 408 responden (sample) get yields nating caused income of the coffe’s farmers and rice’s farmers be lower than before they do nating. So after nating the farmers look for work in the other farm (off farm and non farm), like as Ojek worker, trader. Test of significant result that is difference betweeen the farmers’ do nating and don’t do Nating, and according statistic it’s not difference real in statistic. Keywords : nating, pawn, agent, broker, income PENDAHULUAN Sektor pertanian mencirikan beberapa kekhasan seperti melibatkan banyak orang dengan pemilikan sumberdaya terbatas, relatif rendahnya tingkat keterampilan dan pengetahuan, kurangnya dukungan social network khususnya untuk memasuki era ekonomi modern sekarang ini. Padahal jika ditangani secara serius, sektor pertanian sesungguhnya mampu merecovery sekaligus sebagai back bone bagi perkembagan sektor riil dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia semenjak 1997. Konsep ini mempunyai dua arti : 1) arti formal yakni ekonomi sebagai proses maksimisasi (seperti diterangkan ahli ekonomi ) 2) dan arti subtansial yakni : ekonomi sebagai upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup ditengah lingkungan alam dan sosialnya, disinilah berlakunya universal. Dalam memahami prilaku ekonomi komunitas petani, secara implisit dan eksplisit mengindikasikan hubungan antara system ekonomi dan konteks social budaya suatu sistem berada. Konsep ekonomi modern adalah produk yang memunculkan system ekonomi pasar, berlaku universal sehingga dapat dioperasikan untuk memahami tata ekonomi suatu masyarakat (Firth dan Goodfellow, 1986 dalam Mitchell, 1994). Pada dasarnya semua kegiatan maupun tindakan memiliki aspek ekonomis, social dan budaya, dimana bentuk-bentuk social tertentu harus ada sebelum pertumbuhan ekonomi tertentu. Struktur ekonomi sebagai salah satu konsep utama materialisme, memuat hubungan produk yang mencakup : kepemilikan harta benda, upah buruh, system pasar, keadaan/gejala eksploitasi tenaga kerja dan sebagainya. Rumah tangga dapat dilihat sebagai kesatuan dari kumpulan orang-orang yang mana aktivitas poduksi, distribusi dan konsumsi dilakukan. Rumahtangga juga sebagai kelembagaan sosial yang terkecil yang mana terdapat hubungan manusia satu dengan yang lain, pada satu rumah tangga atau satu dapur yang tinggal dalam hubungan ekonomi, sosial dan budaya dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan. Dharmawan (2002) menjelaskan terdapat enam fungsi utama rumah tangga (1) mengalokasikan sumberdaya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan (2) mencapai bermacam-macam tujuan (3) memproduksi barang dan jasa (4) mengambil keputusan mengenai penggunaan pendapatan dan konsumsi (5) melakukan keputusa mengenai penggunaan pendapatan dan konsumsi (5) melakukan hubungan sosial, dan (6) reproduksi dan menjaga keamanan anggota rumahtangga. Dari keenam fungsi tersebut menunjukkan bahwa rumahtangga mempunyai dua fungsi pokok yang dikelompokkan sebagai fungsi sosial dan ekonomi. Sesuai dengan teori ekonomi, rumahtangga diasumsikan selalu bertindak rasional dalam mengalokasikan sumberdaya dan mengkonsumsi barang dan jasa. Perilaku ekonomi rumahtangga tersebut menujukkan respon rumahtangga sebagai produsen dan konsumen terhadap perubahan 1 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011
kekuatan pasar yang terjadi, yang dilandasi dengan tujuan maksimisasi kepuasan atau utilitas.Terdapat bermacam-macam rumahtangga sesuai dengan aktivitas yang dilakukan seperti rumahtangga pertania, rumahtangga pengrajin, rumahtangga industri dan rumahtangga lainnya. Khusus mengenai rumahtangga pertanian, terdapat dua istilah yang sering digunakan dalam literatur yaitu rumatangga pertanian (agricultural household) dan rumahtangga petani (farm household) (Sing et.al., 1986; Nakajima;Ellis,1988). Menurut Nakajima (1986), jika pertanian dipandang sebagai suatu industri, maka terdapat beberapa karakteristik yang dapat diklasifikasikan kedaam tiga kategori sebagai berikut yaitu : a) Karateristik teknologi produksi pertanian b) Karakteristik rumahtangga petani sebagai kesatuan ekonomi c) Karakteristik produk pertanian Dari ketiga karakteristik tersebut diatas, rumahtangga petani sebagai karakteristik kedua merupakan satu unit atau kesatuan ekonomi yang relevan untuk analisis pengambilan keputusan baik keputusan produksi, konsumsi maupun tenaga kerja. Selain itu dalam rumahtangga tedapat kekhasan mengintegrasikan keputusan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja (Nakajima, 1986: Saudolet dan Je Janvry, 1995). Karakteristik tersebut menujukkan bahwa rumahtangga pertanian dapat dipandang sekaligus sebagai perusahaan pertanian (produsen), tenaga kerja dan konsumen. Dengan dihadapkan pada proses pengambilan keputusan baik keputusan produksi, konsumsi maupun tenaga kerja maka tujuan yang ingin dicapai rumahtangga dari pengambilan keputusan tersebut masingmasing adalah untuk memaksimumkan profit dan memaksimumkan utilitas. Berdasarkan uraian tersebut diatas, konsep rumahtangga petani yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumahtangga sebagai kesatuan ekonomi dari sekumpulan individu yang hidup dalam satu atap atau rumah untuk mengatur sumberdaya dan menyatukan pendapatan dari anggota keluarga, yang digunakan untuk kegiatan produksi dan konsumsi. Dengan demikian rumahtangga petani sebagai organisasi terdiri dari rumahtangga itu sendiri, anggota keluarga dan usahatani. Penelitian mengenai rumahtangga pada umumnya memberikan pengertian yang sama mengenai konsep rumahtangga.Perilaku rumahtangga petani dapat dilihat dari segi pengambian keputusan. Pengambilan keputusan pada rumahtangga petani dapat didasarkan pada peran rumahtangga dalam mengambil keputusan ekonomi. Secara umum model pengambilan keputusan pada rumah tangga petani dapat dibagi berdasarkan peran rumahtangga dalam keputusan ekonomi (tunggal atau ganda), maksimisasi fungsi utility yang digunakan (agregat atau individu) dan keterkaitan perilaku produksi dan konsumsi dalam rumah tangga petani (rekursif atau non rekursif). a. Model rumah tangga berperan tunggal (conventional model) dimana rumahtangga dianggap hanya sebagai produsen atau konsumen saja b. Model rumah tangga ganda tetapi diasumsikan mempunyai utilitas tunggal (unity model atau common model preference ) yang diwakili oleh utilitas rumahtangga dikenal sebagai model unitary c. Model rumahtangga berperan ganda tetapi diasumsikan mempunyai utilittas yang merupakan agregasi tunggal yang berbeda dari masing-masing anggota keluarga dan berusaha memaksimumkan kesejahteraannya melalui pembagian peran atau negosiasi sebagai model kolektif (family economics) d. Model rumah tangga berperan ganda tetapi memasukkan keseimbangan umum atau faktor keseimbangan pasr dalam model ekonomi rumahtangga. Dalam memahami prilaku ekonomi komunitas petani, di Pagar Alam dan Lahat, petani memiliki kebiasaan melakukan Nating. Nating ini banyak dilakukan petani dalam rangka mendapatkan pinjaman untuk memenuhi kebutuhan biaya hidupnya. Kebiasaan Petani di Pagar Alam menggadaikan sawah/kebun mereka dikenal dengan istilah Nating. Nating inilah sudah lama ada dan mendarah daging dikehidupan petani di kota Pagar Alam, dimana petani mentatingkan (menggadaikan) sawah/ladang/kebun mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka baik untuk konsumsi, menutupi biaya hidup baik sebelum masa panen maupun pada masa transisi, produksi dan ada juga yang mentatengkan sawahnya karena factor lain (menjaga pamor atai gengsi). Dari hasil wawancara dengan beberapa orang lurah di kecamatan Pagar Alam Utara dan Pagar Alam Selatan diperoleh informasi bahwa budaya Nating ini sudah ada sejak lama dan dan masih terus berlangsung. Dan diperoleh keterangan juga bahwa dibeberapa kelurahan ini belum ada lembaga perbankan maupun koperasi atau lembaga Keuangan Mikro lainnya yang dapat
memfasilitasi/ membantu petani mendapatkan pinjaman, sehingga kondisi inilah yang menyebabkan budaya ”Nating” ini masih tetap bertahan. Hasil wawancara dengan petani pelaku nating dan beberapa tokoh masyarakat setempat diperoleh keterangan bahwa nating ada dua macam yaitu Nateng Kuasa : artinya si petani pemilik lahan mentatingkan atau menggadaikan sawah/kebun, apakah kepada kerabat, penduduk sekitarnya, tengkulak ataupun kepada agen (disebut penating) yang memiliki modal, dengan perjanjian atau kesepakatan si petani boleh menggarap sawah/ladang/kebunnya, dan bila sudah panen hasilnya dibagi dengan persentase yang ditentukan dan dalam jangka waktu yang ditentukan pula biasanya 1 tahun bahkan lebih. Nating Biasa (tidak kuasa) : sipetani pemilik lahan mentatingkan menggadaikan sawah/ladang/kebun mereka bahkan rumah kepada penating tetapi petani tersebut tidak diberi kuasa untuk menggarap lahannya, karena si penating berhak menyuruh orang lain ataupun buruh tani yang dia kehendaki untuk menggarapnya, jadi sifatnya hanya seperti hutang piutang biasa dan pembayaran serta besarnya pengembalian pinjaman disepakati bersama sesuai perjanjian yang dibuat. Untuk itulah penulis ingin mengetahui lebih mendalam apakah dampak dari nating ini terhadap kegiatan usaha rumah tangga petani tersebut. Dan ada kemungkinan dengan nating ini justru menurunkan tingkat pendapatan petani karena petani harus mengembalikan pinjaman. Ada beberapa hal yang dilakukan petani untuk menutupi kekurangan penerimaannya, selain melakukan kegiatan usaha tani (on farm) rumah tangga petani juga mengalokasikan tenaga kerja dari anggota keluarganya pada kegiatan diluar usahataninya (off farm) dan luar Pertanian (non farm). Dengan adanya kegiatan ganda tersebut menunjukkan adanya sumber-sumber pendapatan rumah tangga baik dari kegiatan on farm, off farm dan non farm. Pendapatan rumah tangga tersebut akan digunakan untuk konsumsi rumahtangga ataukah untuk mengembalikan pinjaman. Artinya disini petani menghadapi resiko harus mengembalikan pinjaman dengan mengurangi pengeluarannya untuk konsumsi. Dengan adanya resiko tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap prilaku ekonomi rumahtangga petani baik pengambilan keputusan produksi, konsumsi maupun alokasi tenaga kerja. Nating ini mempunyai dampak terhadap kegiatan usaha rumah tangga petani tersebut. Dan ada kemungkinan dengan nating ini justru menurunkan tingkat pendapatan petani karena petani harus mengembalikan pinjaman. Ada beberapa hal yang dilakukan petani untuk menutupi kekurangan penerimaannya, selain melakukan kegiatan usaha tani (on farm) rumah tangga petani juga mengalokasikan tenaga kerja dari anggota keluarganya pada kegiatan diluar usahataninya (off farm) dan luar Pertanian (non farm). Dengan adanya kegiatan ganda tersebut menunjukkan adanya sumbersumber pendapatan rumah tangga baik dari kegiatan on farm, off farm dan non farm. Pendapatan rumah tangga tersebut akan digunakan untuk konsumsi rumahtangga ataukah untuk mengembalikan pinjaman. Artinya disini petani menghadapi resiko harus mengembalikan pinjaman dengan mengurangi pengeluarannya untuk konsumsi. Dengan adanya resiko tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap prilaku ekonomi rumahtangga petani baik pengambilan keputusan produksi, konsumsi maupun alokasi tenaga kerja. Dari uraian diatas, maka masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana perbedaan pendapatan antara rumah tangga petani pelaku dan non pelaku nating. Tujuan umum penelitian adalah menganalisis prilaku ekonomi rumahtangga petani pelaku nating dikaitkan dengan risiko ekonomi dan kondisi usaha rumahtangga petani di Pagar Alam dan Lahat. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengukur besarnya perbedaan pendapatan antara petani pelkau dan non pelaku nating . Hasil penelitian ini diharapkan sangat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Salah satu pengembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu dikembangkannya model prilaku ekonomi rumahtangga petani dengan memasukkan unsur nating dan risiko nating terhadap taraf kehidupan petani. Disamping bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengambil kebijakan dalam hal ini pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dalam penyusunan kebijakan pertanian. Secara khusus kebijakan difokuskan dalam hal pengefektifan lembaha keuangan yang ada di Pagar Alam dan Lahat sehingga dapat berpengaruh terhadap pengembangan komoditas padi dan kopi serta peningkatan kesejahteraan rumahtangga petani. 3 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Pagar Alam dan Lahat, dengan pertimbangan bahwa Pagar Alam dan Lahat merupakan sentra penghasil Padi dan Kopi di propinsi Sumatera Selatan. Komoditas tanaman pangan terutama padi sawah dan kopi menjadi perhatian dalam penelitian karena merupakan mata pencaharian utama petani di kedua kabupaten ini dan komoditas ini sangat potensial untuk dikembangkan, selain itu karena di Pagar Aalm dan Lahat petaninya mempunyai suatu kebiasaan melakukan sistem ”nating” yang tentunya akan menimbulkan risiko ekonomi bagi petani itu sendiri Langkah berikutnya dalam menentukan lokasi penelitian dengan melakukan pemilihan secara sengaja (purpossive) terhadap beberapa kecamatan yang ada di Kota Pagar Alam dan Lahat dimana sebagain besar penduduknya adalah petani yang menanam padi sawah dan kopi diantaranya yaitu dikecamatan Pagar Alam selatan, Pagar Alam Utara, dan kecamatan Jarai dan kecamatan Pajar Bulan Kabupaten Lahat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Survei, yaitu penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta –fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keteranganketerangan secara faktual, baik tentang prilaku petani padi sawah dan kopi yang melakukan nating, prilaku petani yang tidak melakukan nating, dampak nating maupun prilaku ekonomi rumahtangga petani di Pagar Alam dan Lahat. Populasi dalam penelitian ini adalah rumah tangga petani padi sawah dan kopi yang melakukan ”nating” maupun petani yang tidak melakukan nating .Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel yaitu secara acak berlapis berimbang (Proportionate Stratified Random Sampling), dimana populasi petani dikelompokkan dalam kelompok yang homogen yaitu rumah tangga yang melakukan nating dan yang tidak melakukan nating , lalu dari seluruh populasi yang ada ditarik sampel dari masing-masing kelompok tersebut. Pengambilan sampling dari kelompok yang homogen tersebut dilakukan secara random sehingga setiap rumahtangga petani yang melakukan nating dan yang tidak melakukan nating dengan luas lahan yang berbeda baik yang ada di kecamatan Dempo Utara, Pagar Alam Selatan, kecamatan Jarai dan Pajar Bulan Kabupaten Lahat mempunyai peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel. kerangka Sampling diperoleh dengan mengetahui data jumlah rumahtangga petani padi dan kopi pada masing-masing desa terpilih, pelaku dan non pelaku nating. Dari data tentang jumlah rumahtangga petani kopi pada masing-masing desa terpilih, selanjutnya dipilih rumahtangga petani kopi sampel secara acak (random sampling method) untuk masing-masing desa terpilih. Dengan keterbatasan yang ada dari penelitian, maka rumah tangga petani yang diambil sebagai sampel sebanyak 10% atau 408 petani yaitu 10 % petani pelaku nating sebanyak 183 dan 10% petani non pelaku nating sebanyak 225 dari populasi rumahtangga petani kopi dan padi pada masing-masing kecamatan . Hal ini sesuai dengan pendapat Surakhmad (1994), untuk menentukan sampel minimal, bahwa setelah didapat beberapa keterangan khusus mengenai sifat populasi yang cukup homogen untuk sampel minimal diambil sebesar 10% dari populasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang bersumber dari rumahtangga petani kopi dan petani padi sebagai sampel. Pengumpulan data dilakukan dengan mewawancara terhadap rumahtangga petani padi dan kopi sampel berdasarkan kuesioner yang sudah dirancang khusus untuk penelitian ini. Dalam pengumpulan data primer tersebut dilakukan langsung oleh peneliti dibantu dengan beberapa orang tenaga dilapangan. Adapun data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik rumahtangga petani padi dan kopi (umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga,dll), penguasaan lahan usahatani, pola tanam, input dan output usahatani untuk satu kali musim tanam, aktivitas kerja dan pendapatan, pengeluaran rumahtangga dan resiko produksi dan harga produk. Adapun data tentang risiko menyangkut data prilaku rumahtangga petani padi dan kopi setelah melakukan ”nating” , resiko menyangkut tentang harga produk, pembagian hasil panen, pengembalian modal. Selain data primer, data sekunder juga dikumpulkan untuk mendukung penelitian. Adapun data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Selatan dan instansi terkait lainnya. Data sekunder berupa data tentang perkembangan luas panen , produksi , ratarata produksi aktual dan potensial, perkembangan harga rata-rata komoditas padi dan kopi baik di Indonesia, Sumatera maupun di Pagar Alam dan Lahat, data tentang demografi penduduk serta data tentang gambaran umum masing-masing wilayah penelitian.
Selanjutnya untuk menganalisis dan membandingkan pendapatan yang diterima petani kopi dan padi pelaku dan non pelaku nating. Dihitung dengan humus sebagai berikut : π = TR – TC TR = P x Q TC = BT + BV Dimana : π = pendapatan bersih atau keuntungan (Rp/ha/th) TR = penerimaan Produksi (nilai hasil penjualan bici kopi dan padi) dihitung dari jumlah produk x harga produk TC = biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani kopi dan petani padi untuk melakukan usahatani kopi meliputi biaya variable dan biaya tetap (RP/ha/th) Q = jumlah produksi kopi atau kopi (kg/ha/Th) P = Harga Produksi kopi atau padi (Rp/Kg) BT = Biaya tetap (Rp/ha/th) BV = Biaya Variable (Rp/ha/Th) Menghitung total pendapatan petani satu tahun, dipergunakan humus : Y = Pu + PLu + Pnu Dimana : Y = Total pendapatan petani (Rp/ha/th) Pu = Pendapatan rumahtangga dari séctor usahatani FOPI dan Padi (RP/ha/th) Plu = pendapatan rumahtangga dari sector luar usahatani kopi dan padi (Rp/ha/th) Pnu = Pendapatan rumahtangga daris Héctor non usahatani kopi dan Padi (RP/th) Kemudian untuk menguji perbedaan pendapatan usahatani petani kopi dan padi yang melakukan “nating’dan yang tidak melakukan “nating , digunakan uji t untuk menguji dua smapel tidakberhubungan. Apakah mempunyai rata-rata secara nyata berbeda atau tidak (Santoso, 2000). Hipótesis yang diajukan : Ho ; μ1 = μ2 H1 ; μ1≠ μ2 Keterangan : μ1 = pendapatan petani padi dan kopi pelaku nating (Rp/ha/th) μ2 = pendapatan petani padi dan kopi non pelaku nating (Rp/ha/th) Jika t hitung > t tabel maka tolak Ho, artinya antara pendapatan petani kopi dan padi pelaku Nating dengan non nating berbeda secara nyata. Kalau t hitung < t tabel, maka tarima Ho, artinya antara pendapatan petani pelaku nating dengan yang non nating tidak berbeda secara nyata. Menentukan nilai thitung ádalah sebagai berikut : Thitung = (X1 – X2) – (μ1 – μ2)
√ Sp (1/n1) + (1/n2) 2 2 Sp = √ (n1 – 1)S1 + (n2-1)S2 n +n –2 1 2 Keterangan : X1 = rata-rata pendapatan petani kopi dan Padi Pelaku nating X2 = rata-rata pendapatan petani kopi dan padi non pelaku nating n1 = jumlah sampel petani kopi dan padi pelaku nating n2 = jumlah sampel petani kopi dan padi non pelaku nating Sp = Simpangan Baku populasi pendapatan petani kopi dan padi pelaku dan non pelaku nating S12 = Simpangan baku populasi pendapatan petani pelaku nating S22 = Simpangan baku populasi pendapatan petani non pelaku nating 5 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011
HASIL DAN PEMBAHASAN Bahwa nating menimbulkan dampak kepada para pelakunya, dengan melakukan nating menyebabkan petani harus mengurangi pengeluarannya, mengalami penurunan pendapatan, kehilangan lahan, namun ada juga petani yang meningkatkan usahataninya untuk dapat melunasi hutangnya. Perilaku petani setelah melakukan nating dalam hubungannya dengan risiko yang dihadapi dan dampaknya terhadap usaha rumah tangga petani, dapat dilihat dari segi pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan pada rumahtangga petani dapat didasarkan pada peran rumahtangga dalam mengambil keputusan ekonomi yaitu pengambilan keputusan dalam alokasi tenaga kerja, produksi dan konsumsi. Dengan nating, rumahtangga petani padi dan kopi akan mengurangi penggunaan tenaga kerja pria dan wanita dalam keluarga pada kegiatan on farm baik pada usahatani padi dan kopi, karena berkurangnya lahan garapan. Selain melakukan pengurangan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada kegiatan on farm, rumahtangga petani padi dan kopi juga mengurangi penggunaan tenaga kerja pria dan wanita luar keluarga pada kegiatan on farm. Dengan Nating, menyebabkan rumahtangga petani padi dan kopi pelaku nating berperilaku risk aversion. Dalam pengambilan keputusan produksi, rumahtangga petani padi dan kopi mengurangi penggunaan lahan garapan padi dan kopi karena sebagian lahan telah ditatingkan. Selain mengambil keputusan untuk mengurangi luas lahan garapan, ternyata akibat melakukan nating menyebabkan produksi padi dan kopi mengalami penurunan. Penurunan produktivitas padi dan kopi terjadi karena resiko dari pengurangan luas lahan garapan mempunyai pengaruh secara langsung terhadap kegiatan produksi. Nating menyebabkan rumahtangga petani padi dan kopi yang risk aversion melakukan pengambilan keputusan produksi dengan mengurangi penggunaan input seperti benih, pupuk, dan obat-obatan. Hal tersebut terjadi dikarenakan rumahtangga petani padi dan kopi pelaku nating membutuhkan biaya untuk membayar uang pinjaman dari nating sehingga berakibat pendapatan dan ketersediaan dana untuk membeli input menjadi berkurang. Nating juga berpengaruh terhadap penggunaan tenaga kerja pada kegiatan on farm, off farm dan non farm , yang berindikasi pada peningkatan pendapatan pada kegiatan off farm dan non farm, sehingga dapat membantu petani dalam mengembalikan pinjaman dari nating. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan off farm dan non farm merupakan sumber-sumber pendapatan rumahtangga petani padi dan kopi pelaku nating selain pada kegiatan on farm., Namun demikian kontribusi pendapatan terbesar dalam total pendapatan rumahtangga berasal dari pendapatan usahatani padi dan kopi. Nating mempengaruhi perilaku rumahtangga petani padi dan kopi dalam pengambilan keputusan mengenai konsumsi. Dimana petani padi dan kopi akan mengurangi pengeluaran untuk konsumsi pangan, non pangan, kesehatan, pendidikan , tabungan dan investasi. Keputusan rumahtangga petani padi dan kopi pelaku nating untuk menurunkan pengeluaran konsumsi tersebut dikarenakan adanya pengurangan dalam pendapatan akibat berkurangnya lahan garapan karena telah ditatingkan. Konsumsi petani padi pelaku nating lebih kecil daripada petani non pelaku nating. Dari hasil uji yang dilakukan, pendapatan usahatani kopi pelaku nating lebih kecil daripada petani non pelaku nating, demikian juga dengan pendapatan usahatani padi yang diperoleh petani pelaku nating lebih kecil dari pada pendapatan petani non pelaku nating. Adapun rangkuman pendapatan petani yang melakukan nating dan tidak nating dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pendapatan Usahatani Kopi yang diperoleh Petani Pelaku dan Non Pelaku Nating di Pagaralam dan Lahat, 2010 Per luas garapan (Rp/lg/th) Per hektar (Rp/ha/th) Uraian Nating Tidak nating Nating Tidak nating Penerimaan 10.216.294,64 9.700.877,19 11.772.619,05 13.310.233,92 Biaya produksi 1.518.375,00 1.116.026,32 1.790.955,36 1.574.921,05 Pendapatan 8.697.919,64 8.584.850,88 9.981.663,69 11.735.312,87 Selisih pendapatan 1.753.649,18 Persentase selisih (%) 14,94 Sumber : data diolah dari hasil penelitian, 2010
Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui bahwa rata-rata pendapatan per hektar yang diperoleh petani pelaku nating dari usahatani kopi ini lebih kecil dari pada pendapatan petani non pelaku nating, namun selisihnya cukup kecil. Selanjutnya perbedaan pendapatan petani pelaku nating dan petanin non pelaku nating dari usahatani kopi dianalisis dengan menggunakan uji dua nilai tengah. Adapun hasil uji t perbedaan pendapatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2. Hasil Uji t Perbedaan Pendapatan Petani Pelaku dan Non Pelaku Nating dari Usahatani Kopi di Pagaralam dan Lahat, 2010 Uji Nilai uji Signifikansi Kesimpulan F 11,022 0,001 Terima H1 T -1,756 0,081 Terima H1 Berdasarkan hasil uji dua nilai tengah pada Tabel 2. diperoleh nilai F hitung sebesar 11,022 dan nilai signifikansinya sebesar 0,001 yang berarti signifikan pada tingkat kepercayaannya 99 persen, sehingga kesimpulan hipotesis adalah terima H1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua varian berbeda. Selanjutnya dari hasil uji t diperoleh nilai t hitung sebesar -1,756 dan nilai signifikansinya sebesar 0,081 yang berarti signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen, sehingga kesimpulan hipotesis adalah terima H1. Hal ini berarti pendapatan petani pelaku nating dengan pendapatan petani non pelaku nating dari usahatani kopi ini berbeda nyata secara statistik. Dengan demikian, pendapatan usahatani kopi pelaku nating lebih kecil daripada petani non pelaku nating. Tabel 3. Pendapatan Usahatani Padi yang diperoleh Petani Pelaku Nating dan Non Pelaku Nating di Pagaralam dan Lahat, 2010 Per luas garapan (Rp/lg/th) Per hektar (Rp/ha/th) Uraian Nating Tidak nating Nating Tidak nating Penerimaan 9.769.666,67 12.126.250,00 17.025.333,33 25.148.095,24 Biaya produksi 1.345.173,33 1.225.035,71 2.412.493,33 2.886.565,48 Pendapatan 8.424.493,33 10.901.214,29 14.612.840,00 22.261.529,76 Selisih pendapatan 7.648.689,76 Persentase selisih (%) 34,36 Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa rata-rata pendapatan per hektar yang diperoleh petani pelaku nating dari usahatani padi lebih kecil daripada petanin non pelaku nating. Selanjutnya, perbedaan pendapatan petani pelaku nating dan non pelaku nating dari usahatani padi dianalisis dengan menggunakan uji dua nilai tengah. Adapun hasil uji t perbedaan pendapatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Uji t Perbedaan Pendapatan Usahatani Padi yang diperoleh Petani pelaku Nating dan Non Pelaku Nating Uji Nilai uji Signifikansi Kesimpulan F 1,576 0,211 Terima H1 T -4,740 0,001 Terima H1 Berdasarkan hasil uji pada Tabel 4, diperoleh nilai F hitung sebesar 1,576 dan nilai signifikansinya sebesar 0,211 yang berarti signifikan pada tingkat kepercayaan 75 persen, sehingga kesimpulan hipotesis adalah terima H1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua varian berbeda. Selanjutnya dari hasil uji t diperoleh nilai t hitung sebesar -4,740 dan nilai signifikansinya sebesar 0,001 yang berarti signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen, sehingga kesimpulan hipotesis adalah terima H1. Hal ini berarti pendapatan petani yang melakukan nating dengan pendapatan petani yang tidak melakukan nating dari usahatani padi ini berbeda nyata secara statistik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendapatan usahatani padi yang diperoleh petani pelaku nating lebih kecil dari pada pendapatan petani non pelaku nating.
7 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011
Untuk usaha tani kopi dapat disimpulkan bahwa rata-rata pendapatan per hektar dari usahatani pokok yaitu kopi maupun padi yang diterima oleh petani yang melakukan nating lebih kecil daripada yang tidak melakukan nating seperti tampak pada Table 5. Tabel 5. Pendapatan Petani Pelaku Nating dan Non pelaku Nating dari Usahatani Kopi Maupun Padi di Pagaralam dan Lahat, 2010 Petani Petani Uraian Nating Tidak nating Nating Tidak nating Per luas garapan (Rp/lg/th) Per hektar (Rp/ha/th) Penerimaan 10.037.165,78 10.902.831,86 13.879.322,64 19.176.784,66 Biaya produksi 1.448.909,09 1.170.048,67 2.040.235,29 2.224.939,53 Pendapatan 8.588.256,68 9.732.783,19 11.839.087,34 16.951.845,13 Selisih pendapatan 5.112.757,79 Persentase selisih (%) 30,16 Selanjutnya, perbedaan pendapatan petani pelaku nating dan non pelaku nating dari usahatani kopi dan padi dianalisis dengan menggunakan uji dua nilai tengah. Adapun hasil uji t perbedaan pendapatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6.Hasil Uji t Perbedaan Pendapatan Petani Pelaku Nating dan Non Perlaku Nating dari Usahatani Kopi Maupun Padi di Pagaralam dan Lahat, 2010 Uji Nilai uji Signifikansi Kesimpulan F 31,491 0,001 Terima H1 T -5,192 0,001 Terima H1 Berdasarkan hasil uji pada Tabel 6. diperoleh nilai F hitung sebesar 31,491 dan nilai signifikansinya sebesar 0,001 yang berarti signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen, sehingga kesimpulan hipotesis adalah terima H1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua varian berbeda. Selanjutnya dari hasil uji t diperoleh nilai t hitung sebesar -5,192 dan nilai signifikansinya sebesar 0,001 yang berarti signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen, sehingga kesimpulan hipotesis adalah terima H1. Hal ini berarti pendapatan petani pelaku nating dengan pendapatan petani non pelaku nating dari usahatani kopi dan padi ini berbeda nyata secara statistik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendapatan petani pelaku nating lebih kecil daripada petani non pelaku nating. Petani pelaku nating maupun petani non pelaku nating tidak hanya berusahatani kopi maupun padi (on farm), tetapi juga menanam tanaman lain (off farm) dan usaha di luar pertanian (non farm). Tanaman lain yang diusahakan misalnya sayuran, kakao, jagung, ubi jalar, cabe, kedelai, timun, tomat, tomat cery, lada, dan bawang. Usaha lain yang dilakukan meliputi tukang ojek, pedagang, guru atau PNS, karyawan, wiraswasta, buruh tani, buruh bangunan, serabutan, supir, tukang, PPL, dan ketua rukun warga (RW). Adanya pekerjaan lain ini uuntuk menambah pendapatan keluarga. Adapun rangkuman pendapatan total petani yang melakukan nating dan tidak melakukan nating dapat dilihat pada Tabel 7 Tabel 7. Pendapatan Total Petani Pelaku Nating dan Non Pelaku Nating di Pagaralam dan Lahat, 2010 Petani Uraian Nating Tidak nating Pendapatan usahatani pokok 8.588.256,68 9.732.783,19 Pendapatan off farm 88.770,05 103.982,30 Pendapatan non farm 5.869.732,62 3.663.163,77 Total pendapatan rumah tangga petani 14.546.759,36 13.499.929,26 Selisih total pendapatan (Rp/th) 1.046.830,10 Persentase selisih (%) 7,20 Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa total pendapatan rumah tangga petani kopi pelaku nating ini lebih besar daripada petanin non pelaku nating. Namun, selisihnya tidak terlalu jauh. Hal ini
karena adanya dorongan untuk mengembalikan pinjaman sehingga petani pelaku nating berusaha mencari usaha lain untuk menambah pendapatan. Selanjutnya, perbedaan pendapatan petani pelaku nating dengan petanin non pelaku nating dianalisis lagi dengan uji dua nilai tengah. Adapun hasil uji perbedaan pendapatan ini dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Uji t Perbedaan Pendapatan Total Petani Pelaku Nating dan Petanin Non Pelaku Nating di Pagaralam dan Lahat, 2010 Uji Nilai uji Signifikansi Kesimpulan F 0,423 0,516 Tolak H1 T 0,889 0,374 Tolak H1 Berdasarkan hasil uji dua nilai tengah diperoleh nilai F hitung sebesar 0,423 dan nilai signifikansinya sebesar 0,516 yang berarti tidak signifikan pada tingkat kepercayaan 48,4 persen, sehingga kesimpulan hipotesis adalah tolak H1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua varian sama. Selanjutnya dari hasil uji t diperoleh nilai t hitung sebesar 0,889 dan nilai signifikansinya sebesar 0,374 yang berarti tidak signifikan pada tingkat kepercayaan 62,6 persen, sehingga kesimpulan hipotesis adalah tolak H1. Hal ini berarti pendapatan total petani pelaku Nating dengan pendapatan petani non pelaku nating tidak berbeda nyata secara statistik. Tabel 9. Hasil Uji t Perbedaan Konsumsi Petani Kopi Pelaku Nating dengan Petani Non Pelaku Nating di Pagaralam dan Lahat, 2010 Uji Nilai uji Signifikansi Kesimpulan F 0,500 0,480 Tolak H1 T 3,965 0,000 Terima H1 Berdasarkan hasil uji dua nilai tengah pada Tabel 9 diperoleh nilai F hitung sebesar 0,500 dan nilai signifikansinya sebesar 0,480 yang berarti tidak signifikan pada tingkat kepercayaan 52 persen, sehingga kesimpulan hipotesis adalah tolak H1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua varian sama. Selanjutnya dari hasil uji t diperoleh nilai t hitung sebesar 3,965 dan nilai signifikansinya sebesar 0,000 yang berarti signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen, sehingga kesimpulan hipotesis adalah terima H1. Hal ini berarti konsumsi petani kopi pelaku nating dengan petani non pelaku nating berbeda nyata secara statistik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsumsi petani kopi pelaku nating lebih besar daripada petani non pelaku nating. KESIMPULAN Dengan nating, rumahtangga petani padi dan kopi mengurangi penggunaan tenaga kerja pria dan wanita dalam keluarga pada kegiatan on farm baik pada usahatani padi dan kopi. Hal ini terjadi karena berkurangnya lahan garapan, menyebabkan rumahtangga petani mengurangi pengelolaan kegiatan usahatani sehingga penggunaan tenaga kerja pria dan wanita dalam keluarga pada kegiatan on farm juga berkurang. Selain melakukan pengurangan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada kegiatan on farm, rumahtangga petani padi dan kopi juga mengurangi penggunaan tenaga kerja pria dan wanita luar keluarga pada kegiatan on farm. Selain pengaruhnya terhadap penggunaan tenaga kerja pada kegiatan on farm, off farm dan non farm , sehingga meningkatkan pendapatan pada kegiatan off farm dan non farm, dan dapat membantu petani dalam mengembalikan pinjaman dari nating. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan off farm dan non farm merupakan sumber-sumber pendapatan rumahtangga petani padi dan kopi pelaku nating selain pada kegiatan on farm. Namun demikian kontribusi pendapatan terbesar dalam total pendapatan rumahtangga berasal dari pendapatan usahatani padi dan kopi. Dengan melakukan nating, akan menurunkan total pendapatan usahatani dan akhirnya total pendapatan rumahtangga. Dari hasil uji yang dilakukan, pendapatan usahatani kopi pelaku nating lebih kecil daripada petani non pelaku nating, demikian juga dengan pendapatan usahatani padi yang diperoleh petani pelaku nating lebih kecil dari pada pendapatan petani non pelaku nating. Turunnya pendapatan akibat nating mempengaruhi perilaku rumahtangga petani padi dan kopi dalam pengambilan keputusan mengenai konsumsi, dimana petani padi dan kopi mengurangi pengeluaran untuk konsumsi pangan, non pangan, kesehatan, pendidikan , tabungan dan investasi. Konsumsi petani padi pelaku nating lebih kecil daripada petani non pelaku nating. 9 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011
DAFTAR PUSTAKA Alghalith M. 2005. Estimation With Price and Output Uncertainty. Journal Of Applied Economics. Vol VIII (2) Antle JM. 1987. Econometric Estimation of Producer’s Risk Attitude. Journal of Agricultural Economics. 69 (3) Anderson JR. JL Dillon and JB Hardaker. 1977. Agricultural Decision Analysis. The Lowa State University Pess. Ames Lowa. Badan Pusat Statistik. 2008. Sumsel Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. SumateraSelatan. Badan Pusat Statistik.2008. Pagar Alam Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Pagar Alam. Propinsi Sumatera Selatan Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Becker GS. 1976. The Economic Approach To Human Behaviour. The University of Chicago Pres. Chicago. Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Selatan. 2008. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Selatan. Palembang. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kota Pagar Alam. 2008. Laporan Tahunan. Pagar Alam. Ellis F. 1988. Peasant Economics: Farm Household and Agrarian Development. Cambridge University Press. Cambridge Ernest SS. 2000. One More Time About R2 Measures Of Fit in Logistic Regression. NESUG. Harvard Medical School.Boston. Fabela RV. 1986. Block-Recursivness of The Household production Model Under Risk. Journal of Philippine Development. 13 (23). Fukui S , S Hartono dan N Iwamoto. 2004. Risk and Rice Farming Intesification in Rural Java. In : Hayashi ,Y, S. Manuwoto dan S. Hartono (Eds) . Sustainable Agriculture in Rural Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Guiso L, T Jappelli and D Terlizzese. 1996. Income Risk, Borrowing Constraints and Portfolio Choice. The American Economic Review. 86 (1). Gujarati D. 1978. Basic Econometric. McGraww Hill.New York Hardaker, J Brian and L Gudbrand. 2007. Rationalizing Risk Assessment : Aplications to Agricultural Bussiness, Autralian Agribussiness Review. Norwegian Agricultural Economics Research Institute, Osio Norway and Herdmark University College. Rena. Norway. Hartoyo S, K. Izuno dan SSM. Mugniesyah. 2004. Comparative Analysis of Farm Management and Risk : Case study in Two Upland Villages, West Jawa. In :Hayasyhi, Y, S. Manuwoto dan S. Hartono (Eds) . Sustainable Agriculture in Rural Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hosmer DW dan S Lemeshow. 2000. Applied Logistic Regression (2nd Edition). John Wiley and Sons,Inc. New York. Just RE. 1974. An Investigation of the Importance of Risk in farmer’s Decisions. American Journal Of Agricultural Economics. 56 (1). Just RE and RD Pope. 1979. On the Relationship of Input Decisions and Risk. In Roumasset J.A. J.M. Boussard and I. Singh (Eds). Risk, Uncertainty and Agricultural Deelopment. Agricultural Developmnet Council. New York. Kusnadi N. 2005. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani dalam Pasar Persaingan Tidak Sempurna di beberapa Provinsi di Indonesia. Disertasi Doktor. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Koutsoyiannis A. 1977. Theory of Econometrics : An Introductory Eposition of Economics Methods. Second Edition. The Macmillan Press Ltd. London. Muller N. Malchow and BJ Thorsen. 2000. A Dynamic Agricultural Household Model With Uncertain Income and Irreversible and Indivisible Investment University Credit Constraints, Working Paper. Departement of Economics University of AARHUS. Denmark.
Nakajima C. 1986. Subjective Equilibrium Theory of tha Farm Household. Elsevier Science Publishers. Amsterdam. Pannell DJ. 1999. Responses to Risk in Weed Control Decisions Under Epected Profit Pindyck RS, and DL Rubinfeld. 1991. Econometric Model and Economic Forecasts. Third Edition. McGraw – Hill Inc, New York. Pradhan J and JJ Quilkey. 1985. Some Policy Implications from Modelling Household / Farm Firm Decisions For Rice farmers in Orissa India. Paper Australian Agricultural Economics Society, Armidale N.S.W. Parwoto A. 1990. Efisiensi Usahatani Padi Tanpa dan dengan Mempertimbangkan Risiko serta Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Sikap dalam menghadapi Resiko. [Tesis yang tidak dipublikasi, Pascasarjana Institut Pertanian Bogor] Roumasset JA, JM Boussard and I Singh (Eds). 1979. Risk, Uncertainty and Agricultural Development. Agriculture Development Council. New York. Robinson LJ and PJ Barry. 1987. The Competitive Firm’s Response to Risk. Macmillan Publisher. London. Sadoulet E, de Janvry and C Benjamin. 1996. Household Behaviour with Inperfect Labor Market. California Agricultural Experiment Station. Berkeley. Saha A and J Stroud. 1994. a Household Model of on-Farm Storage Under Price Risk.American Journal of Agricultural Economics. 75(3). Silberberg E. 1990. The Structure of Economics : A Mathematica Analysis. Second Edition. McGraw-Hill Publishing Company. New York. Singh I, L Squire and J Strauss . 1986. The Basic ZModel : Theory, Empirical Result and Policy Conclusions, In Singh , I.,L Squire and J. Strauss (Eds). Agricultural Household Models : Extensions. Applications and Policy. The John Hopkins University Press. Baltimore. Varian HR. 1992. Macroeconomic Analysis. Third Edition. W.M. Norton and Company. New York. Verbeek M. 2000. A Guide to Modern Econometric. John Wiley and Sons Ltd. England.
11 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011