BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Kebisingan
2.1.1
Defenisi Kebisingan Menurut
SK
Menteri
Negara
Lingkungan
Hidup
No.Kep.Men
48/MEN.LH/11/1996, kebisingan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang menimbulkan bunyi/suara pada tingkat intensitas dan waktu tertentu yang menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan, ternak, satwa dan sistem alam. Rangsangan yang tercipta dari bunyi pada sel saraf pendengar menimbulkan getaran oleh gelombang longitudinal yang berasal dari bunyi atau suara dan merambat melalui perantara udara atau lainnya, dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki dikarenakan mengganggu atau timbul di luar kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyi atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan. Jadi kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound). Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja kebisingan diartikan sebagai semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Suma’mur, 2009). Dalam bidang kesehatan, kebisingan diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran, baik secara kualitatif (penyempitan spektrum
5
Universitas Sumatera Utara
pendengaran) maupun secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, dan pola waktu (Buchari, 2008). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 718/Menkes/Per/XI/1987, kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak diinginkan sehingga mengganggu dan atau dapat membahayakan kesehatan. Bising ini merupakan kumpulan nadanada dengan bermacam-macam intensitas yang tidak diingini sehingga mengganggu ketentraman orang terutama pendengaran. Menurut WHO (Bell, dalam Repository USU, 2005), kebisingan adalah suara-suara
yang tidak dikehendaki oleh karena itu kebisingan sangat
mengganggu aktivitas kehidupan. Kebisingan adalah sesuatu yang sifatnya subjektif dan psikologis. Dikatakan subjektif karena sangat bergantung pada orang yang bersangkutan, misalnya suara bercakap-cakap di dalam bioskop yang mengganggu sebagian orang, namun suara ribut di suatu pasar bukanlah masalah bagi orang disekelilingnya. Beberapa jenis suara dapat lebih mengganggu daripada yang lain, suara yang keras lebih sering mengganggu daripada bunyi pelan karena itu suara dapat menjadi gangguan yang sangat tidak diinginkan. Hal ini secara psikologis dapat mengganggu kondisi emosi seseorang sehingga dapat menjadi suatu masalah.
6
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Jenis dan Karakteristik Kebisingan Menurut Roestam (2004), berdasarkan sifatnya kebisingan dikelompokkan
menjadi : 1. Bising yang kontinyu dengan spectrum frekuensi yang luas Bising jenis ini merupakan bising yang relative tetap dalam batas amplitudo kurang lebih 5dB untuk periode 0,5 detik yang berturut-turut. Contoh dari jenis bising ini adalah bunyi kipas angin dan suara di dalam kokpit helikopter. 2. Bising yang kontinyu dengan spectrum frekuensi yang sempit Bising ini juga relatif tetap, akan tetapi hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada frekuensi 500,1000 dan 4000 Hz). Contoh bising ini adalah suara gergaji sirkuler dan suara katup gas. 3. Bising terputus-putus (intermitten) Bising ini tidak terjadi secara terus menerus , melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya adalah suara lalu lintas dan kebisingan di lapangan terbang. 4. Bising implusif Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan udara melebihi 40dB dalam waktu yang sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Contohnya adalah suara tembakan bom dan 5. Bising implusif berulang Bising ini sama dengan bising implusif tetapi terjadi berulang-ulang. Contohnya adalah mesin tempa.
7
Universitas Sumatera Utara
Dari semua jenis bising menurut sifatnya, bising yang dianggap lebih sering merusak pendengaran adalah bising yang bersifat kontinyu, terutama yang memiliki spectrum frekuensi luas dan intensitas yang tinggi (Roestam, 2004). Menurut Buchari (2008) bising dikelompokkan menurut pengaruhnya terhadap manusia, diantaranya sebagai berikut : 1. Bising yang mengganggu (irritating noise) Bising jenis ini tidak memiliki intensitas yang tidak terlalu keras. Contohnya adalah suara orang mendengkur. 2. Bising yang menutupi (masking noise) Bising jenis ini menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan pekerja, karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain. 3. Bising yang merusak (damaging/injuries noise) Bising ini memiliki intensitas yang melampaui nilai ambang batas. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran. Tiga karakteristik kebisingan yang dapat mengganggu (Bell, dalam Repository USU, 2005) adalah : 1. Volume (Volume) Semakin keras sumber kebisingan, semakin besar pengaruhnya dalam komunikasi verbal dan semakin tinggi perhatian dan stres yang diasosiasikan dengan kerasnya kebisingan.
8
Universitas Sumatera Utara
2. Prediksi (Predictability) Semakin tidak terprediksi sumber kebisingan, semakin besar perhatian atau konsentrasi yang kita curahkan untuk memahami tugas/kegiatan yang kita lakukan. 3. Persepsi Kontrol (Perceived Control) Semakin lemah kontrol yang dapat kita lakukan terhadap kebisingan, maka semakin sulit bagi kita untuk beradaptasi terhadap kebisingan.
2.1.3
Sumber Kebisingan Bermacam-macam sumber kebisingan yang merupakan dampak dari
aktivitas berbagai proyek pembangunan dapat dibagi ke dalam empat tipe pembangunan yaitu: 1. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan pemukiman. 2. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan gedung bukan untuk tempat tinggal tetap, misalnya untuk perkantoran, gedung umum, hotel, rumah sakit, sekolah dan lain sebagainya. 3. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan industry. 4. Sumber kebisingan dari tipe pekerjaan umum, misalnya jalan, saluran induk air, selokan induk air, dan lainnya. Dilihat dari sifat sumber kebisingan dibagi menjadi dua yaitu: 1. Sumber kebisingan statis, misalnya pabrik, mesin, tape, dan lainnya; 2. Sumber kebisingan dinamis, misalnya mobil, pesawat terbang, kapal laut, dan lainnya.
9
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan sumber bising yang dilihat dari bentuk sumber suara yang dikeluarkannya ada dua, sebagai berikut : 1. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu titik/bola/lingkaran. Contohnya sumber bising dari mesin-mesin industri/mesin yang tak bergerak; 2. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis, contohnya kebisingan yang timbul karena kendaraan-kendaraan yang bergerak di jalan. Berdasarkan letak sumber suaranya, kebisingan dibagi menjadi: 1. Bising Interior Merupakan bising yang berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga atau mesin-mesin gedung yang antara lain disebabkan oleh radio, televisi, alat-alat musik, dan juga bising yang ditimbulkan oleh mesin-mesin yang ada di gedung tersebut seperti kipas angin, motor kompresor pendingin, pencuci piring dan lain-lain. 2. Bising Eksterior Bising yang dihasilkan oleh kendaraan transportasi darat, laut, maupun udara, dan alat-alat konstruksi
2.1.4
Intensitas Kebisingan Kualitas bunyi ditentukan oleh dua hal yaitu frekuensi dan intensitasnya.
Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik yang disebut Hertz (Hz), yaitu jumlah gelombang –gelombang yang sampai ditelinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang dari berbagai macam frekuensi.
10
Universitas Sumatera Utara
Intensitas kebisingan (bunyi) adalah arus energi per satuan luas yang dinyatakan dalam satuan desibel (dB), dengan membandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat dapat di dengar oleh manusia normal. Desibel adalah satu per sepuluh bel, sebuah satuan yang dinamakan untuk menghormati Alexander Graham Bell. Satuan bel terlalu besar untuk digunakan dalam kebanyakan keperluan, maka digunakan satuan desibel yang disingkat dB. Tabel 2.1 Skala gangguan pendengaran dan kesulitan dalam mendengar pembicaraan
Ambang Batas Pendengaran dalam Telinga yang lebih baik (rata-rata 500, 1000, 2000 Hz)
Tingkat Gangguan (Klasifikasi WHO)
Kemampuan Untuk Memahami Pembicaraan
Tidak ada kesulitan yang 0 – 25 dB
Tidak Signifikan
signifikan dengan percakapan yang lemah Kesulitan dengan percakapan
26 – 40 dB
Ringan yang lemah Sering kesulitan dengan
41 – 55 dB
Sedang percakapan normal Sering kesulitan meskipun dengan
56 – 70 dB
Cukup Parah percakapan keras
11
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1, sambungan Dapat memahami teriakan saja 71 – 91 dB
Parah atau percakapan yang diperkuat
Biasanya tidak bisa mengerti > 91 dB
Sangat Parah meskipun percakapan diperkuat
Sumber :WHO, 1980, ISO; R. 389- 1970 (International Calibration of Audiometers) Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.48/MENLH/II/1996, menteri menetapkan baku tingkat kebisingan untuk usaha atau kegiatan di luar peruntukan kawasan atau lingkungan kegiatan sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Nilai tingkat kebisingan pada kawasan Kawasan / Lingkungan Tingkat Kebisingan (dBA) Peruntukan kawasan : 1. Perumahan dan pemukiman
55
2. Perdagangan dan jasa
70
3. Perkantoran dan perdagangan
65
4. Ruang terbuka hijau
50
5. Pemerintahan dan fasilitas umum
60
6. Rekreasi
70
Lingkup kegiatan : 1. Rumah sakit atau sejenisnya
55
2. Sekolah atau sejenisnya
55
3. Tempat ibadah atau sejenisnya
55
Sumber : Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996
12
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Nilai Ambang Batas ( NAB ) Kebisingan Nilai Ambang Batas (NAB) atau baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Nilai ambang batas kebisingan maksimum yang dapat didengar oleh manusia adalah 85 dB. Alat standar untuk mengukur intensitas kebisingan adalah Sound Level Meter (SLM). SLM menunjukkan skala A, B dan C yang merupakan skala pengukuran karakter respon frekuensi. Skala A merupakan skala yang paling mewakili batasan pendengaran manusia terhadap kebisingan. Jadi dB (A) adalah satuan tingkat kebisingan dalam kelas A, yaitu kelas yang sesuai dengan respon telinga manusia normal. Kebisingan akibat lalu lintas dan yang dapat mengganggu pendengaran manusia termasuk dalam skala A yang dinyatakan dalam satuan dB (A). Tabel 2.3 Nilai ambang batas kebisingan berdasarkan waktu pemaparan Batas Suara ( dBA )
Waktu Pemaparan
80
16 jam
85
8 jam
90
4 jam
95
2 jam
100
1 jam
105
30 menit
110
15 menit
115
7.5 menit
Sumber : Depkes RI , 1999
13
Universitas Sumatera Utara
Sesuai
dengan
Permenkes
No.718.MENKES/per/XI/1987
tingkat
kebisingan dibagi atas zona lingkungan yang terdiri dari zona A, zona B, zona C, dan zona D (Tabel 2.4). Tabel 2.4 Tingkat kebisingan berdasarkan zona
1.
Zona A
Tingkat Kebisingan Maksimum yang Dianjurkan ( dBA ) 35
2.
Zona B
45
55
3.
Zona C
50
60
4.
Zona D
60
70
No.
Zona
Tingkat Kebisingan Maksimum yang Diperbolehkan ( dBA ) 45
Sumber : Dirjen P2M dan PLP, 2004 Keterangan : 1. Zona A adalah zona yang diperuntukkan bagi tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan atau social dan sejenisnya 2. Zona B adalah zona yang diperuntukkan bagi perumahan, tempat penelitian, pendidikan, rekreasi dan sejenisnya 3. Zona C adalah zona yang diperuntukkan bagi perkantoran, pertokoan, perdagangan , pasar dan sejenisnya 4. Zona D adalah zona yang diperuntukkan bagi industry pabrik, stasiun kereta api, terminal bus, dan sejenisnya Zona Kebisingan menurut IATA (International Air Transportation Association) adalah sebagai berikut : 1. Zona A: intensitas > 150 dB → daerah berbahaya dan harus dihindari
14
Universitas Sumatera Utara
2. Zona B: intensitas 135-150 dB → individu yang terpapar perlu memakai pelindung telinga (earmuff dan earplug) 3. Zona C: 115-135 dB → perlu memakai earmuff 4. Zona D: 100-115 dB → perlu memakai earplug
2.1.6
Dampak Kebisingan Dampak utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan
terhadap indera-indera pendengar. Pada awalnya dampak kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah pemaparan dihentikan. Tetapi pemaparan secara terus-menerus mengakibatkan kerusakan menetap terhadap indera-indera pendengaran. Selain gangguan kesehatan kerusakan terhadap indera-indera pendengar, kebisingan juga dapat menyebabkan : gangguan kenyamanan, kecemasan dan gangguan emosional, stress, denyut jantung bertambah dan gangguan-gangguan lainnya. Secara umum pengaruh kebisingan terhadap masyarakat dapat dibagi menjadi 2, yaitu: gangguan fisiologi, dan gangguan psikologis. 1. Ganguan Fisiologis Ganguan fisiologis yang diakibatkan oleh kebisingan yakni gangguan yang langsung terjadi pada faal manusia. Gangguan ini diantaranya: Perederan darah terganggu oleh kerena permukaan darah yang dekat dengan permukaan kulit menyempit akibat bising > 70 dB. Otot-otot menjadi tegang akibat bising > 60 dB
15
Universitas Sumatera Utara
Gangguan tidur Tidur yang normal sangat diperlukan untuk member istirahat mental dan fisik kepada seseorang. Setelah bangun seseorang merasa segar kembali,kemampuan fisik dan mental pulih untuk bekerja kembali. Bising dapat mengganggu tidur seseorang sehingga fisik dan mental tidak diperoleh. Hal ini dapat menimbulkan gangguan dan mengurangi kemampuan kerja. Gangguan sistem syaraf dan kardiovaskular Bising dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah, perubahan pada curah jantung dan aliran darah setiap menit. Dapat dijumpai pada pekerja yang bekerja di lingkungan bising untuk waktu yang lama (bertahun-tahun) mempunyai tekanan darah rata-rata dari para pekerja yang bekerja dalam lingkungan yang kurang bising. Insiden hipertensi lebih tinggi pada kelompok bekerja yang bekerja di lingkungan bising. Gangguan efisiensi kerja / belajar Gangguan ini jelas dapat dilihat pada kegiatan mental yang memerlukan perhatian (konsentrasi pikiran) seperti proses belajar mengajar. Gangguan pendengaran, oleh karena bunyi yang terlalu keras dapat merusak gendang telinga. 2. Gangguan Psikologis Gangguan yang secara tidak langsung terhadap manusia dan sukar untuk diukur. Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, dan cepat marah.. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama
16
Universitas Sumatera Utara
dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.
2.1.7 Penanggulangan Kebisingan Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan oleh para pendengar. Menurut Satwiko (2004), penanggulangan kebisingan dapat dilakukan dari dalam ruangan maupun luar ruangan. Cara menangulangi kebisingan pada ruang luar diantaranya : 1. Memanfaatkan jarak karena tingkat bunyi akan semakin berkurang bila jarak semakin besar. Untuk bangunan kritis, maka mulailah mencari lokasi gangguan kebisingan yang minimal 2. Mengelompokkan kegiatan yang berpotensi bising dan yang memerlukan ketenangan 3. Memberi tabir ( penghalang bunyi ) 4. Memanfaatkan daerah yang tidak terlalu mensyaratkan ketenangan sebagai perintang kebisingan dengan cara pengaturan daerah ( zoning ) 5. Menjauhkan bukaan ( pintu dan jendela ) dari sumber kebisingan Cara menangulangi kebisingan pada ruang dalam diantaranya : 1. Mengusahakan peredaman pada sumber kebisingan 2. Mengisolasi sumber kebisingan atau memakai penghalang bunyi 3. Mengelompokkan ruang yang cenderung bising, menempatkan ruang-ruang yang memerlukan ketenangan
17
Universitas Sumatera Utara
4. Meletakkan sumber-sumber bising pada bagian bangunan yang pasif (seperti : basement ) 5. Mengurangi kebisingan akibat bunyi injak dengan bahan yang lentur 6. Mengurangi kebisingan pada ruangan bising dengan bahan-bahan peredam 7. Mengurangi kebisingan dengan memusatkan jalan perambatan bunyi melalui struktur bangunan dengan memisahkan bangunan.
2.1.8
Sistem Pendengaran Manusia Telinga manusia dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu bagian luar
(outer ear), bagian tengah (middle ear) dan bagian dalam (inner ear). Ketiga bagian tersebut memiliki komponen-komponen berbeda dengan fungsi masingmasing dan saling berkelanjutan dalam menanggapi gelombang suara yang berada di sekitar manusia. Gelombang suara yang mencapai gendang telinga akan membangkitkan getaran pada selaput gendang telinga tersebut. Getaran yang terjadi akan diteruskan pada tiga buah tulang, yaitu hammer (malleus), anvil (incus), dan stirrup (stapes) yang saling terhubung di bagian tengah telinga (middle ear) yang akan menggerakkan fluida (cairan seperti air) dalam organ pendengaran berbentuk keong (cochlea) pada bagian dalam telinga (inner ear). Selanjutnya, gerakan fluida ini akan menggetarkan ribuan sel berbentuk rambut halus (hair cells) di bagian dalam telinga yang akan mengkonversikan getaran yang diterima menjadi impuls bagi saraf pendengaran. Oleh saraf pendengaran (auditory nerve), impuls tersebut dikirim ke otak untuk
18
Universitas Sumatera Utara
diterjemahkan menjadi suara yang kita dengar. Terakhir, suara akan ”ditahan” oleh otak manusia kurang lebih selama 0,1 detik (Tambunan, 2005). Secara kasar, gradasi gangguan pendengaran dikarenakan bising itu sendiri dapat ditentukan berdasarkan parameter percakapan sehari-hari sebagai berikut : Gradasi
Parameter
Normal
: Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6m)
Sedang
: Kesulitan dalam percakapan sehari-hari (>1.5m)
Menengah
: Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari (>1.5m)
Berat
: Kesulitan dalam percakapan keras/teriak sehari-hari (>1.5m)
Sangat berat
: Kesulitan dalam percakapan keras/teriak sehari-hari (<1.5m)
Tuli total
: Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikasi
Menurut ISO derajat ketulian adalah sebagai berikut : -
Jika peningkatan ambang dengar antara 0 - <25 dB, normal
-
Jika peningkatan ambang dengar antara 26 – 40 dB, tuli ringan
-
Jika peningkatan ambang dengar antara 41 – 60 dB, tuli sedang
-
Jika peningkatan ambang dengar antara 61 – 90 dB, tuli berat
-
Jika peningkatan ambang dengar antara >90 dB, tuli sangat berat
19
Universitas Sumatera Utara
2.2
Perpustakaan
2.2.1
Pengertian Perpustakaan Menurut UU Perpustakaan pada Bab I pasal 1 menyatakan Perpustakaan
adalah institusi yang mengumpulkan pengetahuan tercetak dan terekam, mengelolanya dengan cara khusus guna memenuhi kebutuhan intelektualitas para penggunanya melalui beragam cara interaksi pengetahuan. Dalam arti tradisional, perpustakaan adalah sebuah koleksi buku dan majalah. Walaupun dapat diartikan sebagai koleksi pribadi perseorangan, namun perpustakaan lebih umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan oleh sebuah kota atau institusi, dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang rata-rata tidak mampu membeli sekian banyak buku atas biaya sendiri. Perpustakaan dapat juga diartikan sebagai kumpulan informasi yang bersifat ilmu pengetahuan, hiburan, rekreasi, dan ibadah yang merupakan kebutuhan hakiki manusia (Wikipedia.org). Dalam Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Umum (2000 : 5) dijelaskan bahwa : “Perpustakaan umum adalah perpustakaan yang diselenggarakan di pemukiman penduduk (kota atau desa) diperuntukkan bagi semua lapisan dan golongan masyarakat penduduk pemukiman tersebut untuk melayani kebutuhannya akan informasi dan bahan bacaan.” Selanjutnya pengertian perpustakaan umum menurut Badan Standardisasi Nasional (SNI 7495 : 2009 : 2) adalah perpustakaan yang kegiatannya diselenggarakan oleh pemerintah daerah kabupaten atau kotamadya yang
20
Universitas Sumatera Utara
mempunyai tugas pokok melaksanakan pengembangan perpustakaan di wilayah kabupaten atau kotamadya serta melaksanakan layanan perpustakaan kepada masyarakat umum yang tidak membedakan usia, ras, agama, status sosial ekonomi dan gender. Menurut Soeatminah (2000), perpustakaan adalah organisasi, berupa lembaga atau unit kerja yang bertugas menghimpun koleksi pustaka dan menyediakannya bagi masyarakat untuk dimanfaatkan. Lembaga merupakan organisasi yang otonom, sedang unit kerja merupakan organisasi di dalam organisasi, sehingga memiliki lembaga induk. Qalyubi, Syihabuddin (2003:4) menyatakan : “Perpustakaan secara konvensional yaitu kumpulan buku atau bangunan fisik tempat buku dikumpulkan,
disusun
menurut
sistem
tertentu
untuk
kepentingan
konsumen/pemakai”. Rahayuningsih (2007:1) menyatakan : “Perpustakaan adalah suatu kesatuan unit kerja yang terdiri dari beberapa bagian, yaitu bagian pengembangan koleksi, bagian pengolahan koleksi, bagian pelayanan pengguna, dan bagian pemeliharaan sarana – prasarana”. Dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan merupakan suatu badan/lembaga informasi yang didalamnya terdapat ruang aktifitas dan dapat digunakan sebagai tempat penyimpanan buku menurut tata susunan tertentu yang berguna sebagai gudang ilmu bagi siapa pun.
21
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Tata Ruang Perpustakaan Gedung atau ruangan perpustakaan adalah bangunan yang sepenuhnya diperuntukkan bagi seluruh aktivitas sebuah perpustakaan. Disebut gedung apabila merupakan bangunan besar dan permanen, terpisah pergerakan manusia sebagai pengguna perpustakaan, daerah konsentrasi manusia, daerah konsentrasi buku/barang, dan titik-titik layanan yang diberikan oleh perpustakaan. Untuk itu, keberadaan gedung atau ruangan perpustakaan secara mutlak perlu ada, karena perpustakaan tidak mungkin digabungkan dengan unit-unit kerja yang lain di dalam satu ruangan (Sutarno, 2006). Gedung perpustakaan memiliki tempat yang terdiri dari sejumlah ruangan yang tiap-tiap ruangan tersebut mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Ruang perpustakaan merupakan tempat yang disediakan untuk perpustakaan harus terpisah dari aktivitas lain. Selain itu pembagian ruangan harus disesuaikan juga dengan sifat kegiatan, sistem kegiatan, jumlah pengguna, jumlah staf dan keamanan tata kerja, sehingga kelancaran kegiatan dalam perpustakaan tersebut berjalan efektif (Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan, 2000). Menurut Perpustakaan Nasional (1992), ruangan minimal yang harus dimiliki sebuah perpustakaan adalah sebagai berikut: 1. Ruang koleksi, adalah tempat penyimpanan koleksi perpustakaan. Luas ruangan ini tergantung pada jenis dan jumlah bahan pustaka yang dimilki serta besar kecilnya luas bangunan perpustakaan. 2. Ruang baca, adalah ruang yang dipergunakan untuk membaca bahan pustaka. Luas ruangan ini tergantung pada jumlah pembaca, pemakai jasa perpustakaan.
22
Universitas Sumatera Utara
3. Ruang pelayanan, adalah tempat penyimpanan dan pengembalian buku, meminta keterangan pada petugas, menitipkan barang atau tas, dan mencari informasi dan buku yang diperlukan melalui katalog. 4. Ruang kerja/teknis administrasi, adalah ruangan yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan pemerosesan bahan pustaka, tata usaha untuk kepala perpustakaan dan stafnya, perbaikan dan pemeliharaan bahan pustaka, diskusi, dan pertemuan. Menyangkut penyusunan konsep dalam penataan ruang perpustakaan, hendaknya harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Berkualitas tinggi, artinya tetap berjalan baik dalam waktu lama b. Mudah dipasang dan dirawat c. Dibuat oleh produsen lokal atau perwakilan setempat, tujuannya agar mampu memberikan jasa purna jual yang memuaskan. Jasa purna jual ini meliputi perawatan mesin, perbaikan dan pasokan suku cadang, serta pelatihan bagi staf. d. Sesuai dengan spesifikasi dan tandar perabot perpustakaan, agar terkesan “luwes” bagi pemakai perpustakaan. e. Penampilan, kenyamanan, dan variasi perlengkapan harus memperhatikan aspek kekekaran, ketahanan, kepraktisan, dan keamanan Sulistiyo-Basuki (1992), ada dua hal yang harus dipertimbangkan dalam menata ruang baca perpustakaan, yaitu: 1. Pertimbangan umum, meliputi sumber daya keuangan, letak/lokasi, luas ruang, jumlah staf, tujuan dan fungsi organisasi, pemakai, kebutuhan pemakai,
23
Universitas Sumatera Utara
perilaku pemakai, infrastruktur, dan fasilitas teknologi informasi yang diperlukan untuk melengkapi kenyamanan ruang baca perpustakaan. 2. Pertimbangan teknis, terkait dengan kegiatan telaah awal untuk menentukan kondisi optimal bagi pemanfaatan ruang dan perlengkapan, pengawetan dokumen, kenyamanan pemakai, serta mempertimbangkan faktor cuaca (suhu), penerangan (cahaya), akustik (kebisingan), masalah khusus (koleksi mikro), dan keamanan (tahan api) saat di dalam ruang perpustakaan. Selain itu, dalam merancang ruang perpustakaan perlu diperhatikan dalam penataan ruang baca, ruang koleksi, dan ruang sirkulasi yang dapat dipilih dengan sistem tata sekat, tata parak, dan tata baur (Lasa, 2005). 1. Sistem tata sekat yaitu cara pengaturan ruangan perpustakaan yang menempatkan koleksi terpisah dari ruang baca pengunjung. Sistem ini, tidak memperkanan pengunjung untuk masuk ke ruang koleksi dan petugaslah yang akan melayaninya. 2. Sistem tata parak yaitu sistem pengaturan ruangan yang menempatkan koleksi terpisah dari ruang baca. Sistem ini, memungkinkan pengunjung untuk mengambil koleksi sendiri, kemudian dicatat dan dibaca di ruang lain. 3. Sistem tata baur yaitu suatu cara penempatan koleksi yang dicampur dengan ruang baca agar pembaca lebih mudah mengambil dan mengembalikan koleksi sendiri.
24
Universitas Sumatera Utara