Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya
9
Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya (masuk/received 22 Juni 2016, diterima/accepted 10 November 2016))
A Study of Secondary School Understanding about Physical Science Concepts in Palangka Raya Theo Jhoni Hartanto* *Prodi Pendidikan Fisika Universitas Palangka Raya, Jl. H. Timang, Palangka Raya 73112
[email protected]
Abstrak – Tujuan dari studi ini adalah untuk mendeskripsikan pemahaman siswa SMP di Kota Palangka Raya terhadap konsep-konsep fisika. Konsep-konsep fisika yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah konsep gerak jatuh, arus listrik, gaya, berat dan massa, serta gelombang . Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan sampel penelitian 112 siswa kelas IX yang berasal dari tiga SMP di Kota Palangka Raya tahun 2015, yaitu SMPN 1, SMPN 6, dan SMPN 8. Pemahaman konsep siswa dianalisis dengan menggunakan certainty of response index (CRI). Berdasarkan hasil analisis data diperoleh siswa yang paham konsep di SMPN 1 hanya sebesar 8,89%, siswa yang paham konsep di SMPN 6 dan SMPN 8 memperoleh persentase yang sama sebesar 11,49%. Berdasarkan temuan itu, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa di masing-masing sekolah sasaran penelitian ini masih memiliki pemahaman konsep yang rendah. Banyak miskonsepsi yang ditemukan pada konsep gerak jatuh, arus listrik, gaya, berat dan massa, serta gelombang. Kata kunci: konsep fisika, gerak jatuh, berat dan massa, listrik arus searah, gelombang, gaya Abstract – The purpose of this study was to describe the secondary school understanding about physical science concepts in Palangka Raya. The physical science concepts consist of falling motion, electric current, force, weight and mass, and the wave. One hundred and twelve Grade 9 students from 3 secondary schools across Palangka Raya participated in the study. The students understanding was analyzed using certainty of response index (CRI). The finding suggest that Grade 9 students from 3 secondary school in Palangka Raya had a poor understanding about physical science concepts. The students who understand about physical science concepts on SMPN 1 Palangka Raya only amounted to 8.89%, whereas on SMPN 6 and SMPN 8 Palangka Raya obtained the same percentage about 11.49%. There are many misconceptions discovered in this study related to the concept of falling motion, electric current, force, weight and mass, and wave. Key words: physical science concepts, falling motion, mass and weight, direct current, wave, force I. PENDAHULUAN Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang mempelajari gejala-gejala alam. Fisika memiliki banyak konsep khas atau seringkali dinamakan sebagai konsep fisika. Beberapa contoh konsep fisika itu diantaranya adalah gerak, perambatan cahaya, pembiasan cahaya, pemantulan cahaya, kalor, kalor jenis, tekanan, kuat arus listrik, gaya, suhu, dan masih banyak lagi konsep lainnya. Konsep-konsep ini dipelajari oleh siswa di sekolah, baik SMP maupun SMA. Pemahaman terhadap konsep fisika ini sangat penting bagi siswa, khususnya siswa sekolah menengah pertama sebagai bekal untuk mempelajari fisika di jenjang satuan pendidikan yang lebih tinggi. Pemahaman yang benar dan mendalam terhadap konsep akan memungkinkan siswa itu menerapkan pemahamannya dalam berbagai keperluan. Pembelajaran IPA (khususnya yang berkaitan dengan fisika) di sekolah seolah-olah hanya mengisi otak siswa dengan berbagai materi ajar yang harus di hafal. Siswa merasakan bahwa belajar IPA fisika adalah seperti belajar
mengingat rumus-rumus, memecahkan permasalahan matematika, dan sebagian siswa meyakini bahwa fisika tidak berhubungan dengan dunia nyata [1]. Siswa yang belajar fisika tidak menemukan kemenarikan dari fisika dan banyak diantara mereka melewati pelajaran fisika tanpa memiliki pemahaman konseptual yang baik mengenai fisika itu sendiri [2]. Pada pembelajaran IPA fisika di SMP, konsep-konsep arus listrik searah, gerak, gaya, berat dan massa, serta gelombang merupakan beberapa konsep yang diajarkan di kelas VII, kelas VIII, dan kelas IX. Guru mungkin merasa bahwa konsep-konsep ini mudah dimengerti oleh siswa, apalagi bila siswa dapat mengerjakan soal-soal hitungan yang diberikan guru tentang konsep-konsep itu. Tetapi, apakah benar bahwa mereka sudah mengerti dengan benar terhadap konsep yang telah mereka pelajari? Apakah mereka dapat memberikan jawaban yang secara ilmiah dapat dibenarkan apabila mereka diminta untuk memberikan jawaban tentang konsepkonsep fisika itu? Guru sangat jarang atau bahkan tidak pernah melakukan pelacakan terhadap pemahaman konsep
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 9-14 ISSN 2548-9011
Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya
10
siswanya. Guru seolah “tidak peduli” apakah siswanya sudah memahami konsep dengan benar atau bahkan masih bertahan dengan konsepsi yang salah. Padahal, mengetahui pemahaman konsep siswa merupakan hal yang sangat penting bagi seorang guru untuk perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajarannya [3]. “Ketidakpedulian” guru seperti ini akan menyebabkan pemahaman yang salah yang mungkin akan terbawa oleh siswa sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini telah dibuktikan oleh peneliti ketika mengampu Mata Kuliah Fisika Dasar I, banyak mahasiswa tahun pertama yang memiliki pemahaman yang salah terhadap konsep-konsep fisika yang seharusnya sudah pernah mereka pelajari di SMP atau SMA. Pemahaman yang salah ini seringkali disebut miskonsepsi. Miskonsepsi merupakan konsepsi anak sebagai hasil konstruksi tentang alam sekitarnya yang berbeda dengan konsepsi ilmiah; konsepsi yang tidak cocok dengan konsepsi ilmuwan; pemahaman terhadap ide, peristiwa, atau obyek yang berbeda dengan pemahaman ilmiah [4-6]. Hasil ini kemungkinan besar karena mahasiswa memperoleh pemahaman yang salah dan bertahan sejak tingkat satuan pendidikan sebelumnya. Pembelajaran yang tidak memperhatikan miskonsepsi menyebabkan kesulitan belajar dan akhirnya akan menghasilkan pada rendahnya prestasi belajar siswa [7,8]. Dalam tulisan ini akan ditunjukkan apa yang muncul dari hasil tes yang berkaitan dengan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep fisika yang ada di sekolah menengah, khususnya siswa dari beberapa SMP di Kota Palangka Raya. Harapannya adalah hasil penelitian ini akan memberikan gambaran pemahaman siswa terhadap konsep IPA (fisika) di SMP untuk selanjutnya, dapat memberikan dasar bagi guru (pengajar) dalam merancang pembelajaran untuk mengurangi potensi miskonsepsi pada siswa. II. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini tidak ada perlakuan yang diberikan pada sampel penelitian [9]. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mendeskripsikan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep IPA (fisika) yang dipelajari di jenjang SMP, khususnya di SMP Kota Palangka Raya. Tes pemahaman konsep disusun dan dikembangkan
No. 1. 2. 3. 4. 5.
berdasarkan beberapa hasil penelitian dan referensi [5, 10,11,13,14]. Tes ini terdiri dari 6 butir soal dalam bentuk certainty of response index (CRI). CRI terdiri dari dua bagian, yaitu (1) pertanyaan dalam bentuk pilihan ganda disertai alasan responden memilih pilihan jawaban pada pertanyaan dan (2) keyakinan responden terhadap pilihan jawaban jawaban [10,12]. Rubrik mengenai paham konsep dengan metode CRI ini ditunjukkan pada Tabel 1. No. 1.
2.
3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tabel 1. Rubrik CRI untuk setiap jawaban. Jawaban Alasan Nilai CRI Deskripsi Benar Benar Paham 2,5 konsep dengan baik Benar Benar Paham 2,5 konsep tetapi kurang percaya diri dengan jawabannya Benar Salah Miskonsepsi 2,5 Benar Salah Tidak Paham 2,5 Konsep Salah Benar Miskonsepsi 2,5 Salah Benar Tidak Paham 2,5 Konsep Salah Salah Miskonsepsi 2,5 Salah Salah Tidak Paham 2,5 Konsep
Tes diberikan kepada beberapa sampel, yaitu siswa kelas IX yang berjumlah 112 orang dari tiga SMP di Palangka Raya, yaitu SMPN 1, SMPN 6, dan SMPN 8 yang sudah mempelajari konsep gerak jatuh, arus listrik, gaya, berat dan massa, serta gelombang. Selanjutnya, dicari persentase rata-rata siswa yang paham konsep, tidak memahami konsep, atau miskonsepsi dari tiap butir soal. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum, berdasarkan hasil analisis data, diperoleh persentase rata-rata pemahaman konsep siswa di tiga SMP yang menjadi sasaran penelitian. Data persentase pemahaman konsep siswa untuk tiap butir tes pemahaman konsep di masing-masing sekolah sasaran penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Persentase pemahaman konsep siswa di SMPN 1, SMPN 6, dan SMPN 8. Persentase Butir Konsep SMPN 1 SMPN 6 SMPN 8 Soal P M TP P M TP P M Gerak jatuh 1 10,00 33,33 56,67 10,34 68,97 20,69 0,00 79,31 Gaya 2 0,00 60,00 40,00 0,00 65,52 34,48 10,34 41,38 Gelombang 3 0,00 50,00 50,00 0,00 68,97 31,03 6,90 55,17 Berat & massa 4 10,00 26,67 63,33 3,45 55,17 41,38 13,79 27,59 Arus listrik searah 5 16,67 23,33 60,00 20,69 31,03 48,28 20,69 34,48 6 16,67 30,00 53,33 34,48 20,69 44,83 17,24 17,24 Rata-rata 8,89 37,22 53,89 11,49 51,73 36,78 11,49 42,53 Keterangan: P = Paham Konsep, M = Miskonsepsi, TP = Tidak Paham Konsep
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 9-14 ISSN 2548-9011
TP 20,69 48,28 37,93 58,62 44,83 65,52 45,98
Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya
Berdasarkan data pada Tabel 2, diperoleh bahwa sebagian besar siswa di beberapa SMP di Kota Palangka Raya masih banyak yang tidak paham konsep. Persentase paham konsep dapat dikatakan kecil, bahkan juga ditemukan miskonsepsi pada siswa. Terlihat bahwa persentase rata-rata menunjukkan bahwa yang paham konsep hanya sebesar 8,89% siswa di SMPN 1 dan 11,49% siswa di SMPN 6 dan SMPN 8. Persentase ratarata siswa yang miskonsepsi dan tidak paham konsep sangat besar. Pemahaman Konsep Gerak Jatuh Berdasarkan data hasil tes menunjukkan bahwa konsep gerak jatuh masih banyak ditemukan pemahaman yang salah. Siswa di SMP yang menjadi sampel penelitian memahami bahwa benda yang berukuran besar (benda yang „berat‟ menurut siswa) akan jatuh mencapai tanah lebih awal daripada benda yang kecil ukurannya (benda „ringan‟ menurut siswa). Ketika pada tes ditanyakan sebuah kelereng kecil dan kelereng besar dijatuhkan bersamaan dari ketinggian yang sama (gesekan diabaikan), 33,33% siswa di SMPN 1, 68,97% siswa di SMPN 6, dan 79,31% siswa di SMPN 8 menjawab kelereng besar yang jatuh lebih dahulu mencapai tanah. Hasil ini juga relevan dengan berbagai referensi dan hasil-hasil yang diperoleh penelitian-penelitian sebelumnya [10,11, 14]. Selain itu, sebesar 56,67% siswa di SMPN 1 dan 20,69% siswa di SMPN 6 dan SMPN 8 tidak mengetahui sama sekali konsep yang ditanyakan (tidak menjawab pertanyaan). Hanya sedikit siswa di tiga SMPN tersebut yang memahami konsep gerak jatuh dengan benar. Siswa yang memahami dengan benar memiliki jawaban apabila gesekan diabaikan, massa obyek tidak mempengaruhi gerak jatuh benda. Miskonsepsi dan ketidakpahaman yang tinggi berkaitan dengan konsep gerak jatuh ini diakibatkan dua hal, yaitu pengalaman siswa dan kurangnya penekanan terhadap konsep dalam kegiatan pembelajaran. Miskonsepsi yang cukup tinggi ini (sebesar 33,33%) sangat erat kaitannya dengan pengalaman siswa. Menurut Ref [17] miskonsepsi muncul dari penjelasan-penjelasan yang berasal dari apa yang didengar dan apa yang dilihat. Sebelum belajar tentang gerak jatuh, siswa telah memiliki konsep bahwa benda yang lebih berat akan sampai di tanah terlebih dahulu dibandingkan dengan benda yang ringan. Jika siswa diperhadapkan dengan permasalahan yang demikian, maka secara spontan siswa akan menjawab sesuai dengan konsep awal yang telah mereka miliki. Melalui intuisinya, siswa beranggapan bahwa benda yang berat selalu lebih cepat jatuh daripada benda yang ringan [10,11,14]. Selain itu, miskonsepsi dan ketidakpahaman muncul karena kurangnya penekanan terhadap konsep dalam pembelajaran. Ref [18] menyatakan bahwa konsepsi siswa yang keliru tidak dapat diubah hanya dengan mempresentasikan informasi baru semata. Pembelajaran melalui transfer informasi berpotensi menyebabkan terjadinya miskonsepsi [19]. Pemahaman Konsep Gaya Konsep gaya berkaitan dengan Hukum I Newton. Siswa ditanyakan apabila sebuah benda berada di atas
11
lantai yang licin dan bergerak lurus beraturan (kelajuan tetap), kemudian benda tersebut dikerjakan gaya F dan F' yang arahnya saling berlawanan dan nilainya sama besar. Sebesar 60% siswa di SMPN 1, 65,52% siswa di SMPN 6, dan 41,38% siswa di SMPN 8 menjawab benda akan berhenti bergerak dengan alasan gaya F dan gaya F' menghambat gerakan benda sehingga benda akan berhenti bergerak. Sebesar 40% siswa di SMPN 1, 34,48% di SMPN 6, dan 48,28% di SMPN 8 tidak mengetahui sama sekali konsep yang ditanyakan (tidak menjawab pertanyaan dalam tes). Tidak ada siswa yang memahami konsep ini dengan benar di SMPN 1 dan SMPN 6, dan hanya 10,34% siswa di SMPN 8 yang paham. Berdasarkan hasil ini, sekali lagi, pengalaman siswa nampaknya bekerja dalam konsep ini dan masih kurangnya penekanan terhadap konsep dalam kegiatan pembelajaran. Siswa belum sepenuhnya paham bahwa sebuah benda yang bergerak dengan kecepatan tetap akan terus bergerak dengan kecepatan tetap kecuali resultan gaya bekerja pada benda itu tidak sama dengan nol. Seharusnya, benda akan tetap bergerak dengan kelajuan tetap karena resultan dari gaya F dan F' sama dengan nol. Jadi, gaya F dan gaya F' bukanlah sebagai penghambat gerak benda. Pemahaman Konsep Gelombang Pada konsep gelombang, siswa SMP masih memiliki pemahaman yang salah. Dalam tes, ditanyakan: Budi melemparkan batu ke tengah kolam, sehingga muncul gelombang air yang merambat dari tempat batu jatuh menuju tepi kolam. Sebesar 50% siswa di SMPN 1, 68,97% siswa di SMPN 6, dan 55,17% siswa di SMPN 8 mengalami miskonsepsi menjawab bahwa air yang mengenai tepi kolam adalah air yang berasal dari tengah kolam (tempat jatuhnya batu). Artinya, siswa masih memahami bahwa medium (air) ikut merambat bersama gelombang. Siswa memiliki pemahaman bahwa “air ikut berjalan” atau air ikut merambat bersama gelombang. Sebesar 50% siswa di SMPN 1, 31,03% siswa di SMPN 6, dan 37,93% siswa di SMPN 8 tidak mengetahui sama sekali konsep yang ditanyakan (tidak menjawab pertanyaan dalam tes). Pada soal yang berkaitan dengan konsep gelombang ini, tidak ada siswa yang memahami konsep ini dengan benar di SMPN 1 dan SMPN 6, hanya 6,90% siswa yang yang paham di SMPN 8. Hasil seperti ini relevan dengan penelitian yang lain [13]. Perkembangan kognitif siswa menjadi sumber dari tingginya miskonsepsi pada konsep gelombang. Ref [20] menyatakan bahwa miskonsepsi dapat bersumber dari tingkat perkembangan kognitif siswa. Siswa SMP kesulitan untuk memahami bahwa gelombang membawa energi dari satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini terjadi karena siswa SMP masih dalam tahap operasional konkret di mana siswa baru dapat berpikir dengan hal-hal yang nyata, yang dapat dilihat oleh indera [5]. Dalam konteks konsep gelombang ini, siswa lebih mudah melihat airnya daripada energinya sehingga lebih mudah bagi mereka untuk menjawab airlah yang berpindah dalam perambatan gelombang.
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 9-14 ISSN 2548-9011
12
Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya
Pemahaman Berat dan Massa Seperti yang telah dipelajari bahwa berat dan massa merupakan besaran yang berbeda. Namun demikian, banyak jawaban yang salah terhadap konsep berat dan massa. Berdasarkan hasil tes pemahaman konsep, sebesar 26,67% siswa di SMPN 1, 55,17% siswa di SMPN 6, dan 27,59% siswa di SMPN 8 menjawab massa dan berat merupakan besaran yang sama. Sebesar 63,33% siswa di SMPN 1, 41,38% siswa di SMPN 6, dan 58,62% siswa di SMPN 8 tidak tahu sama sekali konsep yang ditanyakan (tidak menjawab pertanyaan dalam tes). Berdasarkan hasil tes, hanya 10% siswa di SMPN 1, 3,45% siswa di SMPN 6, dan 13,79% siswa di SMPN 8 yang bisa menjawab benar. Siswa-siswa yang menjawab benar ini bisa membedakan antara massa dan berat. Massa (mass) berkaitan dengan besaran skalar yang merupakan ukuran jumlah materi yang dimiliki benda dan tidak bergantung pada lokasi dimana benda itu berada. Berat (weight) berkaitan dengan besaran vektor yang merupakan gaya gravitasi yang bekerja pada benda dan dipengaruhi lokasi dimana benda itu berada. Hasil tes ini mengindikasikan siswa di SMP sasaran masih belum paham konsep berat dan massa dengan benar. Hasil ini berkaitan dengan bahasa keseharian siswa. Dalam bahasa keseharian siswa, istilah berat dan massa seringkali disamakan, inilah yang menjadi salah sumber miskonsepsi pada konsep berat dan massa. Ref [10] menyatakan bahwa satu sumber miskonsepsi adalah bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dalam kesehariannya mengenal istilah berat dalam bahasa sehari-hari, misalnya “berat” badan (yang seharusnya massa badan). Pemakaian istilah seperti ini akan menjadi sumber kesalahan terhadap konsep massa dan berat.
pertanyaan dalam tes). Sebesar 23,33% siswa di SMPN 1, 31,03% siswa di SMPN 6, dan 34,48% siswa di SMPN 8 memiliki miskonsepsi. Menurut siswa yang miskonsepsi, keempat lampu pada rangkaian itu terangnya berbedabeda (tidak sama) karena terang atau tidak terang nyala lampu bergantung pada posisi lampu terhadap baterai. Semakin dekat dengan kutub positif baterai, semakin terang nyala lampu. Akibatnya, jika lampu dirangkai seperti pada Gambar 1, siswa yang miskonsepsi menjawab bahwa Lampu 1 menyala lebih terang daripada Lampu 2, Lampu 2 menyala lebih terang daripada Lampu 3, dan Lampu 3 menyala lebih terang daripada Lampu 4. Menurut siswa, perbedaan nyala lampu ini karena Lampu 1 lebih dahulu menerima arus listrik dari baterai, kemudian arus diberikan kepada Lampu 2, Lampu 3, dan Lampu 4. Miskonsepsi seperti ini pernah ditemukan di beberapa penelitian dan dikenal sebagai model konsumsi arus, yaitu besar arus listrik dalam rangkaian seri berkurang pada setiap hambatan/lampu [11,14, 15, 16]. Berdasarkan hasil tes, hanya 16,67% siswa di SMPN 1, 20,69% siswa di SMPN 6 dan SMPN 8 yang bisa menjawab benar. Siswa yang menjawab benar ini sudah memahami karakteristik rangkaian seri bahwa keempat lampu menyala dengan terang yang sama karena nilai arus yang mengalir melalui lampu sama besar. Hasil yang tidak jauh berbeda ditemukan ketika rangkaian listrik dalam susunan paralel dengan (Gambar 2). Pada Gambar 2, Lampu 1 identik dengan Lampu 2 dan nilai hambatan R sama.
Pemahaman Konsep Arus Listrik Pada tes disajikan rangkaian listrik arus searah seperti pada Gambar 1. Pada Gambar 1 diperlihatkan rangkaian listrik yang terdiri dari 4 lampu yang identik (Lampu 1, Lampu 2, Lampu 3, dan Lampu 4) serta sebuah baterai. Gambar 2. Rangkaian listrik paralel pada tes
Gambar 1. Rangkaian listrik arus searah pada tes
Jawaban dominan berkaitan dengan rangkaian listrik pada Gambar 1 adalah 60% siswa di SMPN 1, 48,28% siswa di SMPN 6, dan 44,83% siswa di SMPN 8 tidak tahu konsep berkaitan dengan rangkaian (tidak menjawab
Berdasarkan hasil analisis data hasil tes, sebanyak 53,33% siswa di SMPN 1, 44,83% siswa di SMPN 6, dan 65,52% siswa di SMPN 8 tidak tahu konsep berkaitan dengan rangkaian (tidak menjawab pertanyaan dalam tes) dan sebanyak 30% siswa di SMPN 1, 20,69% siswa di SMPN 6, dan 17,24% siswa di SMPN 8 mengalami miskonsepsi. Ada dua bentuk jawaban siswa yang dominan berkaitan dengan Gambar 2. Pertama, nyala Lampu 2 lebih terang daripada nyala Lampu 1. Siswa yang jawabannya seperti ini memiliki alasan bahwa terang atau tidaknya nyala lampu dipengaruhi oleh letak resistor R yang berada di depan lampu. Resistor R yang berada di depan menggunakan arus listrik terlebih dahulu, kemudian “sisanya” akan diteruskan ke Lampu 1 sehingga nyala Lampu 1 lebih redup. Lampu 2 yang berada di depan menggunakan arus listrik terlebih dahulu, kemudian “sisanya” akan diteruskan ke R sehingga nyala
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 9-14 ISSN 2548-9011
R
Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya
Lampu 2 lebih terang. Artinya, berdasarkan jawaban siswa ini, posisi resistor R mempengaruhi nyala lampu dan model konsumsi arus listrik masih terjadi dalam rangkaian paralel ini lampu. Kedua, apabila Lampu 2 dilepas, maka Lampu 1 padam. Sebaliknya, apabila Lampu 1 dilepas, maka Lampu 2 padam. Pada bentuk jawaban kedua ini mengindikasikan bahwa siswa belum paham tentang karakteristik rangkaian paralel. Hasil ini ini relevan dengan hasil penelitian sebelumnya tentang rangkaian listrik [11]. Miskonsepsi pada konsep arus listrik ini banyak berkaitan dengan model konsumsi arus listrik. Model seperti ini muncul karena seseorang memandang sesuatu secara humanistik, perilaku obyek dipahami seperti perilaku manusia [20]. Misalnya, lampu yang paling dekat dengan kutub positif baterai akan menyala lebih terang. Lampu yang berada dekat kutub positif akan menjadi lampu pertama yang ”mengonsumsi” arus listrik dari baterai kemudian “sisa” arus akan diberikan ke lampu kedua yang berada “dibelakang” lampu pertama sehingga nyala lampu kedua akan lebih redup dibandingkan lampu pertama. Gambaran Solusi terhadap Temuan Penelitian Hasil penelitian membuktikan bahwa pemahaman konsep siswa di beberapa SMPN di kota Palangka Raya yang menjadi tempat penelitian masih rendah walaupun siswa itu sudah pernah menerima dan mempelajari materi yang di-tes-kan dalam penelitian ini. Penting bagi pengajar untuk mengetahui pemahaman konsep yang dimiliki siswa-nya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran [3,17]. Namun demikian, pengajar sangat jarang atau bahkan tidak pernah melakukan pelacakan terhadap pemahaman konsep siswanya. Pengajar hanya berfokus “menuangkan” materi-materi ke dalam kepala siswa untuk mencapai target kurikulum, tidak memperdulikan apakah siswa sudah memahami atau tidak memahami konsep yang mereka pelajari. Pengajar perlu memberikan penekanan terhadap konsep-konsep fisika yang dipelajari siswa supaya siswa mempunyai pemahaman yang benar. Penting bagi pengajar untuk mengetahui konsep fisika yang dipahami siswa. Pengajar perlu memberikan kesempatan bagi siswanya untuk mengungkapkan pemahaman tentang konsep fisika yang dipelajari. Berdasarkan ungkapan siswa, pengajar akan memahami apakah siswanya miskonsepsi atau tidak. Pengajar mempertemukan antara konsep yang dimiliki siswa dengan konsep fisika yang sebenarnya [10,11,20]. Misalnya, siswa diberikan suatu masalah yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari, kemudian diminta memberikan prediksi terhadap masalah itu. Pengajar memberikan kesempatan bagi siswa untuk menguji prediksinya tadi melalui percobaan dalam kelompok belajar atau demonstrasi di depan kelas. Apabila hasilnya tidak sesuai dengan prediksi, siswa mengalami konflik kognitif yang dapat menghasilkan perubahan dalam struktur kognitifnya. Pengajar mengarahkan siswa menuju ke konsep fisika yang benar.
13
IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan di atas diperoleh bahwa masih banyak siswa SMP di tiga sekolah di Kota Palangka Raya yang belum memahami konsep fisika dengan benar, bahkan banyak ditemukan miskonsepsi pada siswa-siswa SMP tersebut. Miskonsepsi yang ditemukan antara lain: (a) Model konsumsi arus listrik: terang-tidak terang nyala lampu bergantung pada letak lampu terhadap baterai, semakin dekat dengan kutub positif baterai, semakin terang nyala lampu; (b) Terang atau tidaknya nyala lampu pada rangkaian listrik dipengaruhi oleh letak resistor R yang berada di depan atau di belakang lampu; (c) Benda yang berukuran besar selalu lebih cepat jatuh daripada benda yang lebih kecil ukurannya; (d) Pemahaman siswa mengenai Hukum I Newton belum dikuasai dengan baik; (e) Materi medium rambatan gelombang ikut berpindah bersama energi gelombang ; dan (f) siswa banyak yang salah terhadap konsep berat dan massa. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, penulis menyarankan bahwa perlu bagi pengajar untuk merancang kegiatan pembelajaran yang bertujuan menanamkan konsep yang benar pada siswa-nya. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, pengajar sebaiknya tidak hanya menekankan penguasaan pada perhitungan matematika saja, tetapi sebaiknya pemahaman konsepkonsep yang benar perlu diberi banyak perhatian. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada seluruh dosen dan mahasiswa di Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Palangka Raya. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada pihak SMPN 1, SMPN 6, dan SMPN 8 Kota Palangka Raya yang telah membantu dalam menyelesaikan kegiatan penelitian ini. PUSTAKA [1] M. Sahin, Exploring University Students' Expectations and Beliefs About Physics and Physics Learning in Problem Based Learning Context, Eurasia Journal of Mathematics, Science, Technology Education, Vol. 5 (4), 2009, pp. 321333. [2] Benckert and Pettersson, Learning Physics in SmallGroup Discussions-Three Examples, Eurasia Journal Of Mathematics, Science, and Technology Education, Vol. 4 (2), 2008, pp. 121-134. [3] R. Archer and S. Bates, Asking the right questions: Developing diagnostic tests in undergraduate physics, School of Physics and Astronomy University of Edinburgh, 2008. [4] R. W. Dahar, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, Erlangga, 2011. [5] Paul Suparno, Metodologi Pembelajaran Fisika: Konstruktivistik dan Menyenangkan, Universitas Sanata Dharma Press, 2007. [6] Suwarto, Pengembangan Tes Diagnostik dalam Pembelajaran, Pustaka Pelajar, 2013.
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 9-14 ISSN 2548-9011
14
[7]
[8]
[9] [10]
[11] [12]
[13]
Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya
Quijas and L.M. Aguilar, Overcoming misconceptions in quantum mechanics with the time evolution operator, Eur. J. Phys, Vol. 28, 2007, pp. 147–159. D.W. Hestenes and G. Swackhamer, The Force Concept Inventory, The Physics Teacher, Vol.30, 1992, pp. 141-158. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Alfabeta, 2011. M. Ibrahim, Seri Pembelajaran Inovatif: Konsep, Miskonsepsi, dan Cara Pembelajarannya, Universitas Negeri Surabaya Press, 2012. Van den Berg, Miskonsepsi Fisika dan Remidiasi, Universitas Kristen Satya Wacana, 1991. A. Hakim, Liliasari, and A. Kadarohman, Student Concept Understanding of Natural Products Chemistry in Primary and Secondary Metabolites Using the Data Collecting Technique of Modified CRI, International Online Journal of Educational Sciences, Vol. 4 (3), 2012, pp.544553. R. Astuti, B. Sanjaya, N. Triwijayanti, F.S. Rondonuwu, Konsepsi Mahasiswa Tentang Cepat Rambat Gelombang Pada Permukaan Air, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, Mei 2009, pp. PF 83 – PF 87.
[14]
[15]
[16]
M. Allen, Misconceptions in Primary Science, Open University Press, McGraw-Hill Companies, 2010. Chia-Hsing Tsai, Hsueh-Yu Chen, Ching-Yang Chou, and Kuen-Der Lain, Current as the Key Concept of Taiwanese Students' Understandings of Electric Circuits', International Journal of Science Education, Vol. 29 (4), 2007, pp.483–496. D.M. Shipstone, A study of children‟s understanding of electricity in simple DC circuits, European Journal of Science Education, Vol. 6(2), 1984, pp.185–198.
[17]
A.R. Saavedra and V.D. Opfer, Teaching and Learning 21st Century Skills: Lessons from the Learning Sciences. RAND Corporation, 2012.
[18]
Richard I. Arends, Learning to Teach : Belajar untuk Mengajar Edisi Ketujuh Buku Satu, Pustaka Pelajar, 2008. Wasis dan Mikrajuddin Abdullah, Pendidikan Astronomi dalam Kurikulum Sekolah, Prosiding Seminar Pendidikan Astronomi, Bandung, Oktober 2011, pp.39–42 . Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perbaikan Konsep dalam Pendidikan Fisika, Gramedia Widiasarana Indonesia, 2013.
[19]
[20]
Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 9-14 ISSN 2548-9011